tinjauan yuridis terhadap praktik pinjaman online

112
TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PRAKTIK PINJAMAN ONLINE YANG DIBANDINGKAN DENGAN PRAKTIK PINJAMAN KONVENSIONAL SKRIPSI Disusun Dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara OLEH: MIRZAN FERIDANI MANULLANG NIM: 160200145 DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA BW FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2021

Upload: others

Post on 15-Oct-2021

6 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PRAKTIK PINJAMAN ONLINE

YANG DIBANDINGKAN DENGAN PRAKTIK PINJAMAN

KONVENSIONAL

SKRIPSI

Disusun Dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana

Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

OLEH:

MIRZAN FERIDANI MANULLANG

NIM: 160200145

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN

PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA BW

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2021

2

ABSTRAK

Mirzan Feri Dani Manullang*

Hasim Purba**

Aflah***

Penelitian skripsi ini berjudul Tinjauan yuridis terhadap praktik pinjaman

online yang dibandingkan dengan praktik pinjaman konvensional. Tujuan dari

penelitian ini adalah untuk mengetahui ketentuan pelaksanaan pinjam meminjam

uang berbasis online dan perlindungan hukum mengenai hak dan kewajiban para

pihak didalam perjanjian pinjam meminjam uang berbasis online serta untuk

mengetahui penyelesaian hukum apabila terjadi wanprestasi. Adapun mengenai

rumusan masalah yang dibahas yaitu mengenai ketentuan pelaksanaan pinjam

meminjam berbasis online di Indonesia, tentang perlindungan hukum dan hak

kewajiban para pihak dalam perjanjian pinjam meminjam berbasis online serta

mengenai penyelesaian hukum apabila terjadi sengketa ataupun wanprestasi pada

perjanjian pinjam meminjam berbasis online.

Metode penelitian yang digunakan untuk mejawab rumusan masalah

tersebut adalah metode penelitian hukum normatif dengan menganalisis dan

mengkaji data sekunder berupa bahan hukum premier, bahan hukum sekunder,

bahan hukum tersier. Seluruh data tersebut dikumpulkan dengan menggunakan

teknik studi pustaka dan dianalisis secara normatif.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan menjelaskan bahwa ketentuan

perjanjian pinjam meminjam uang berbasis online tidak terlepas dari syarat sah

perjanjian yang ada pada Pasal 1320 KUH Perdata, selain itu dalam

pelaksanaannya para pihak juga berpegang pada pasal 1338 KUH Perdata yang

menjadikan perjanjian sebagai dasar hukum bagi mereka serta POJK Nomor

77/POJK.01/2016. Perlindungan hukum bagi para pihak dalam pelaksanaan

pinjam meminjam uang berbasis online meliputi perlindungan hukum preventif

dan juga perlindungan hukum represif. Dalam hubungan hukum para pihak

apabila terjadi wanprestasi atau sengketa maka para pihak apabila terjadi

wanprestasi atau sengketa maka para pihak dapat menyelesaikan melalui dua cara

yaitu melalui litigasi dan non litigasi.

Kata kunci : Pinjaman online, Wanprestasi

*Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

**Dosen Pembimbing I

***Dosen Pembimbing II

3

i

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya sampaikan kepada Allah Swt yang telah

melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis mulai dari menjalani

perkuliahan hingga mengakhiri perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara dengan menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

Adapun skripsi ini berjudul “Tinjauan Yuridis Terhadap Praktik

Pinjaman Online yang Dibandingkan Dengan Praktik Pinjaman

Konvensional”.

Dalam skripsi ini saya menyadari bahwa penyelesaiannya tidak terlepas

dari bimbingan, dukungan serta bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu,

pertama sekali saya selaku penulis skripsi ini mengucapkan terimakasih kepada

orang tua saya yaitu Bapak Maraden F Manullang dan Ibu Siti Rupana Purba yang

dengan senantiasa seikhlas hati mendukung dan selalu memberikan doa terbaik

kepada penulis dalam pengerjaan skripsi ini.

Selain itu, penulis juga turut mengucapkan terimakasih kepada semua

pihak yang turut serta dalam membimbing dan memberikan motivasi selama

proses perkuliahan sampai dengan pengerjaan skripsi ini. Untuk itu, penulis

mengucapkan terimakasih kepada:

1. Prof. Budiman Ginting, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

2. Prof. Dr. OK Saidin, S.H., M.Hum., selaku Wakil Dekan I Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara

ii

3. Ibu Puspa Melati Hasibuan, S.H., M.Hum, selaku Wakil Dekan II Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara

4. Bapak Dr. Jelly Leviza, S.H., M.Hum, selaku Wakil Dekan III Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara

5. Prof. Dr. Rosnidar Sembiring, S.H., M.Hum, selaku Ketua Departemen

Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

6. Bapak Samsul Rizal, S.H., M.Hum, selaku Sekretaris Departemen Hukum

Perdata Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

7. Bapak Prof. Dr. Hasim Purba,SH,.M.Hum, selaku Dosen Pembimbing I

yang telah memberikan bantuan serta arahan kepada penulis dalam

penyelesaian skripsi ini

8. Ibu Aflah,SH,.M.Hum, selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak

memberikan waktu, bimbingan, serta bantuan kepada saya selama

menyelesaikan skripsi ini.

9. Ibu Dr. Megarita, S.H., CN, selaku Dosen PA penulis sejak awal

perkuliahan yang telah memberikan bimbingan kepada saya dalam

perkuliahan.

10. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen pengajar yang mengabdikan diri mengajar

di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utarayang turut mendukung

seluruh perkuliahan penulis selama menjalani perkuliahan.

11. Saudara ku yang terkasih Awan Samudra Manullang yang tak henti-henti

mendukung dalam penyelesaian skripsi ini

iii

12. Teman dekatku Mutiara Cinta Kasih Nasution yang selalu memberikan

semangat dan motivasi dikala pengerjaan skripsi ini

13. UKM Catur Universitas Sumatera Utara dan seluruh teman-teman anggota

yang ada didalamnya yang menjadi tempatku meraih prestasi selama

perkuliahan

14. UKM Debat Bahasa Indonesia dan Public Speaking Universitas Sumatera

Utara dan seluruh adik-adikku yang ada didalamnya yang menjadi

tempatku belajar public speaking dan debat semasa perkuliahan

15. Komunitas Generasi Baru Indonesia dan seluruh teman-temanku yang ada

didalamnya yang memberikan banyak pengalaman dan kemampuan

semasa perkuliahan

16. Teman-teman grup Solidaritas Fakultas Hukum 2016 yang telah

memberikan semangat kepada penulis untuk segera menyelesaikan

pengerjaan skripsi ini, Roy Manurung, Ishak Simanungkalit, Gunawan

Sembiring, Petra Ginting.

iv

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................... i

DAFTAR ISI ...................................................................................................... iv

BAB I: PENDAHULUAN……………………………………………………...1

A. Latar Belakang ................................................................................. 1

B. Rumusan Masalah ............................................................................ 8

C. Tujuan Penelitian.............................................................................. 8

D. Manfaat Penelitian............................................................................ 8

E. Keaslian Penulisan .......................................................................... .9

F. Tinjauan Pustaka ............................................................................ 10

G. Metode Penelitian ........................................................................... 11

H. Sistematia Penulisan ....................................................................... 13

BAB II: KETENTUAN PELAKSANAAN PINJAM-MEMINJAM BERBASIS

ONLINE…………………………………………………………….15

A. Pengertian Pinjam Meminjam Secara Konvensional dan Pinjam

Meminjam Berbasis Online

1. Pengertian pinjam meminjam secara konvensional ................... 15

2. Pengertian pinjam meminjam berbasis online ........................... 16

B. Pengaturan Hukum Tentang Perjanjian Pinjam Meminjam Berbasis

Online ............................................................................................ 17

C. Tata Cara Pelaksanaan Perjanjian Pinjam Meminjam Berbasis Online

1. Klausula Dalam Perjanjian Pinjam Meminjam Berbasis

Online……. .................................................................................... 24

v

2. Lahirnya Perjanjian Pinjam Meminjam Uang Berbasis Online ...

......................................................................................................29

3. Berakhirnya Perjanjian Pinjam Meminjam Uang Berbasis Online

......................................................................................................33

BAB III: PERLINDUNGAN HUKUM PARA PIHAK MENGENAI HAK DAN

KEWAJIBAN PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN PINJAM

MEMINJAM UANG BERBASIS ONLINE………………..…36

A. Para Pihak Dalam Pinjam Meminjam Berbasis Online

1. Penyelenggara Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Online

................................................................................................... 36

2. Pemberi Pinjaman ................................................................. 37

3. Penerima Pinjaman ................................................................ 38

4. Bank ...................................................................................... 38

5. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) .............................................. 39

B. Hubungan Hukum Para Pihak dalam Pinjam Meminjam Berbasis

Online

1. Hubungan Hukum Antara Pemberi Pinjaman dengan Penyelenggara

................................................................................................... 40

2. Hubungan Hukum antara Pemberi Pinjaman dengan Penerima

Pinjaman ................................................................................... 43

3. Hubungan Hukum antara Penyelenggara dengan Bank ....... 45

4. Hubungan Hukum antara Penyelenggara dengan Otoritas Jasa

Keuangan (OJK) ........................................................................ 46

vi

C. Perlindungan Hukum dalam Pinjam Meminjam Berbasis Uang

Berbasis Online

1. Perlindungan Hukum Preventif ................................................. 48

2. Perlindungan Hukum Represif .................................................. 48

D. Perbandingan Pinjam Meminjam Uang Secara Konvensional dengan

Pinjam Meminjam Uang Berbasis Online

1. Persamaan antara Pinjam Meminjam Uang Secara Kovensional

dengan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Online.. ....................... 51

2. Perbedaan antara Pinjam Meminjam Uang Secara Kovensional

dengan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Online ......................... 57

3. Resiko Pada Pinjam Meminjam Uang Berbasis Online ............. 60

BAB IV: PENYELESAIAN HUKUM DALAM HAL WANPRESTASI PADA

PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM SECARA ONLINE…….…63

A. Penerapan Asas-Asas Perjanjian Pada Kontrak Online ................ 63

B. Penggunaan Kontrak Online Dalam Transaksi Pinjam Meminjam

Berbasis Online ............................................................................. 68

C. Penyelesaian Hukum Pinjam Meminjam Berbasis Online Apabila

Terjadi Wanprestasi....................................................................... 72

BAB V: PENUTUP……………………………………………………………94

A. Kesimpulan.................................................................................... 94

B. Saran .............................................................................................. 97

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 99

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sekarang ini manusia memiliki kehidupan dengan segala aktivitas yang

tidak terlepas dari perkembangan teknologi. Perkembangan teknologi informasi

dan komunikasi lebih menyebabkan perubahan baik dibidang sosial,ekonomi dan

budaya yang berlangsung begitu pesat. Dengan perkembangan teknologi yang

sangat maju,dibidang finansial atau keuangan juga memilki perkembangan kearah

yang lebih efisien dan modern.1

Kemajuan teknologi dalam perekonomian nasional ini ditingkatkan untuk

mencapai kesejahteraan rakyat demi mewujudkan kehidupan perekonomian yang

lebih baik. Seiring dengan perkembangan era globalisasi dewasa ini,segala macam

aktivitas masyarakat tidak terlepas dari bantuan teknologi. Begitu pula pada sektor

keuangan yang kini mulai terintegrasi dengan platform sistem elektronik tersebut.

Salah satu kemajuan dalam bidang keuangan saat ini adanya adaptasi

Financial Technology yang disingkat menjadi fintech. Fintech itu sendiri berasal

dari istilah financial Technology. Menurut The National Digital Research

Centre(NDRC) fintech merupakan suatu inovasi pada sektor finansial. Tentunya

,inovasi finansial ini mendapat sentuhan teknologi modern. Keberadaan fintech

dapat mendatangkan proses transaksi keuangan yang lebih praktis dan aman.

Salah satu contoh platform jasa keuangan yang ditawarkan oleh pelaku

usaha fintech adalah pinjam meminjam berbasis online. Praktik bisnis pinjam

1 Edi Suprayitno, Nur Ismawati, ”Sistem informasi Fintech Pinjaman Online Berbasis

web”, Jurnal Sistem Informasi,Teknologi Informasi dan Komputer Volume 9, Nomor 2, Tahun

2008, Halaman 100.

2

meminjam online menghubungkan pemberi pinjaman dengan peminjam secara

online.2

Financial technology sebagai perantara dari pihak yang kelebihan dana

(surplus of funds) dengan pihak yang kekurangan dana (lack of funds) yang

memiliki fungsi sebagai perantara keuangan masyarakat (financial intermediary).

Fintech atau layanan pinjam meminjam uang berbasis online, berbeda

dengan layanan pinjam meminjam uang sebagaimana diatur dalam Pasal 1754

KUHPerdata. Pada perjanjian pinjam meminjam uang sebagaimana diatur dalam

Pasal 1754 KUHPerdata para pihak yang terlibat adalah pemberi pinjaman dan

penerima pinjaman dimana para pihak ini memiliki hubungan hukum secara

langsung melalui perjanjian pinjam meminjam. Pemberi pinjaman berkewajiban

untuk memberikan kepada pihak lain suatu jumlah tertentu barang yang

menghabis karena pemakaian dengan syarat bahwa penerima pinjaman akan

mengembalikan dalam jumlah yang sama dari macam dan keadaan yang sama

pula. Sedangkan dalam layanan fintech, pemberi pinjaman tidak bertemu langsung

dengan penerima pinjaman, bahkan diantara para pihak dapat saja tidak

mengetahui atau mengenal karena dalam fintech ini ada wadah yang

menghubungkan kepentingan keduanya.3

Pada masa sekarang pinjam meminjam berbasis online ini dianggap

menjadi suatu model solusi pembiayaan dengan cara financial technology yang

2 Raden Ani Eko Wahyuni,Bambang Eko Turisno, ”Praktik Finansial Teknologi Ilegal

Dalam Bentuk Pinjaman Online Ditinjau Dari Etika Bisnis”, Jurnal Pembangunan Hukum

Indonesia, Volume 1, Nomor 3, Tahun 2019, Halaman 380. 3 Ratna Hartanto dan Juliyani Purnama Ramli, “Hubungan Hukum Para Pihak dalam

Peer to Peer Lending”, Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM, Volume 25, Nomor 2, Tahun 2018,

Halaman 322.

3

dianggap efektif dan efisien. Dari definisi diatas jelas bahwa dibuatnya teknologi

pinjam meminjam secara online ini untuk mempermudah masyarakat untuk

mendapatkan pinjaman tanpa harus terbatasi oleh ruang dan waktu selama gadget

seperti smartphone dan komputer yang digunakan dapat terkoneksi internet.

Selain itu proses pencairan pinjaman dan proses pengembalian dengan sistem

cicilan dilakukan melalui transfer ATM atau bank sehingga tidak memakan

waktu. Dengan kemudahan dan efesiensi ini diharapkan menjadi solusi keuangan

masyarakat.4

Kemudian suatu sebab pinjam meminjam berbasis online digemari

masyarakat adalah kesulitan dalam mengakses layanan keuangan formal dengan

berbagai persyaratan administrasi yang harus dipenuhi. Persyaratan administrasi

pinjaman online relatif lebih mudah jika dibandingkan dengan pinjam meminjam

pada layanan keuangan formal.5

Sebelum lahirnya teknologi pinjam meminjam uang berbasis online,

masyarakat mendapatkan peminjaman dari bank atau lembaga lainnya melalui

serangkaian prosedur yang lumayan panjang sampai dana tersebut cair. Saat

ini,dengan adanya aplikasi fintech, masyarakat yang akan melakukan peminjaman

dapat mendownload berbagai aplikasi atau bisa juga dengan membuka website

yang memberikan jasa pinjam meminjam. Kemudahan tersebut memberikan daya

tarik tersendiri sehingga banyak yang memilih pinjam meminjam berbasis online.

Perbandingan kedua pinjaman tersebut cukup signifikan dimana bank biasa

4 Edi Suprayitno, Nur Ismawati, ”Sistem informasi Fintech Pinjaman Online Berbasis

web”, Jurnal Sistem Informasi,Teknologi Informasi dan Komputer, Volume 9, Nomor 2, 2008,

Halaman 101. 5 Raden Ani Eko Wahyuni,Bambang Eko Turisno, Loc.cit

4

mencairkan dananya direntang waktu 7 hingga 14 hari kerja,sedangkan layanan

pinjam meminjam berbasis online hanya dalam rentang 4 jam sampai 3 hari. Dari

kedua perbandingan diatas,pinjam meminjam berbasis online tentu menjadi

pilihan masyarakat baik dari akses kecepatan, tetapi disisi lain memiliki resiko

tersendiri. Layanan keuangan pinjam meminjam berbasis online ini bisa

digolongkan sebagai lembaga keuangan bukan bank, contoh penyelenggara

layanan pinjam-meminjam secara online adalah adalah kredivo dan uang teman.

Kedua penyelenggara layanan pinjam-meminjam berbasis online tersebut

berbentuk perusahaan akan tetapi termasuk kedalam perusahaan penyedia layanan

keuangan bukan bank.

Percepatan dan perkembangan teknologi informasi seperti uraian diatas

memberikan dampak positif dan negatif bagi perkembangan peradaban umat

manusia. Teknologi informasi saat ini menjadi pedang bermata dua,karena selain

memberikan kontribusi bagi peningkatan kesejahteraan, kemajuan peradaban

dunia, tapi sekaligus menjadi sasaran yang efektif dalam perbuatan melawan

hukum. Perkembangan teknologi dari aspek keuangan menjadi tantangan baru

bagi pemerintah dalam mengatur regulasinya.

Kegiatan pinjam meminjam berbasis online ini harus dibarengi dengan

payung hukum yang bersifat adil dan berkepastian hukum, agar menciptakan

persaingan yang sehat dan memberikan kenyamanan bagi kreditur maupun debitur

didalam kegiatan pinjam meminjam berbasis online ini. Kenyamanan yang

dimaksud adalah bahwa debitur mendapat garansi terkait dengan kerahasiaan data

diri maupun segala bentuk jaminannya oleh karena tersebar dimuka umum sangat

5

mudah melalui media online. Begitu pula dengan kreditur yang wajib merasa

tenang dan aman dalam menjalankan usahanya,oleh karena proses pinjam

meminjam berbasis online tidak dilakukan dengan tatap muka langsung, sehingga

proses pengecekan ataupun pemeriksaan jaminan dan kemampuan membayar

menjadi suatu hal yang sangat sulit untuk di analisis.6

Contohnya pada 2017 tepatnya, salah satu pengguna jejaring sosial

mengeluhkan di jejaring sosialnya terkait penagihan pinjaman yang dinilai

menyalahgunakan data pribadi nasabah dengan mengakses kontak ponsel nasabah

apabila terjadi keterlambatan dan gagal membayar pinjaman. Tentunya hal ini

sangat meresahkan nasabah dan kontak ponsel yang dihubungi oleh pihak pemberi

layanan pinjam meminjam uang berbasis online. Tidak hanya mengakses kontak

ponsel peminjam yang terlambat membayar, bahkan ada yang berupa terror,

denda harian, hingga bunga yang tinggi. Hal ini tentunya menjadi suatu

permaasalahan, untuk itu peminjam harus mendapatkan perlindungan mengenai

haknya dalam hal ini perlindungan data diri atau dokumen pribadi yang

diserahkan kepada si pemberi pinjaman sebagai jaminan.7

Isu hukum lain yang menarik dilihat tentang pinjam meminjam uang

berbasis online ini yaitu si peminjam menggunakan data diri yang bukan miliknya

dalam melakukan transaksi pinjam meminjam uang berbasis online ataupun si

debitur atau peminjam dengan sengaja tidak melaksanakan kewajibannya yaitu

tidak membayar atau tidak mengembalikan pinjaman ke kreditur atau si penyedia

6 Istiqamah, “Analisis Pinjaman Online Oleh Fintech Dalam Kajian Hukum Perdata”,

Jurisprudentie, Volume 6, Nomor 2,Tahun 2019, Halaman 294. 7

Femina, Diteror Debt Collector Karena Utang Pada Aplikasi Pinjaman Online,

https://www.femina.co.id/True-Story/diteror-debt-collector-karena-utang-pada-aplikasi-pinjaman-

online, Diakses pada tanggal 5 Maret 2021 pukul 21.18.

6

layanan jasa pinjam meminjam uang berbasis online yang mana hal ini merugikan

pihak kreditur atau penyedia layanan jasa pinjam meminjam uang berbasis online.

Berbicara mengenai kepastian hukum seperti diatas maka tidak dapat

terlepas dari perjanjian atau kontrak para pihak yang didasari oleh adanya

kesepakatan, kemudian dalam pelaksanaan kontrak tentunya para pihak harus

didasarkan dengan sifat itikad baik, dikarenakan terhadap perbuatan ketika akan

melaksanakan perjanjian adalah sikap mental dari para pihak, dan juga hak ini

berkaitan dengan tujuan utama dari hukum yaitu menjamin kepastian hukum bagi

setiap orang.8

Di Indonesia sendiri peraturan mengenai pinjam meminjam berbasis online

belum diatur secara spesifik dalam undang-undang yang khusus namun ada

beberapa peraturan yang mengatur mengenai pelaksanaan dan penyelenggaran

pinjam meminjam berbasis online ini,antara lain, sebagai berikut :

1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Perubahan atas Undang-Undang

Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

3) Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 Perubahan atas Peraturan

Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan

Transaksi Elektronik

4) Peraturan Bank Indonesia Nomor 19/12/PBI/2017 tentang Penyelenggaraan

Teknologi Finansial

8 Raden Ani Eko Wahyuni,Bambang Eko Turisno, ”Praktik Finansial Teknologi Ilegal

Dalam Bentuk Pinjaman Online Ditinjau Dari Etika Bisnis”, Jurnal Pembangunan Hukum

Indonesia, Volume 1, Nomor 3, Tahun 2019, Halaman 381.

7

5) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016 tentang Pinjam

Meminjam Secara Online

6) Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan 18/SEOJK.02/2017 tentang Pelaksanaan

Tata Kelola dan Manajemen Resiko Teknologi Informasi pada Layanan Pinjam

Meminjam Uang Berbasis Teknologi.

7) Peraturan Bank Indonesia Nomor 18/17/PBI/2016 tentang Perubahan Kedua

atas PBI Nomor 11/12/PBI/2009 tentang Uang Elektronik.

Dalam penyelenggaran dan pelaksanaan praktik pinjam meminjam

berbasis online ini juga dibutuhkan pengawasan oleh lembaga-lembaga yang

bergerak dibidang keuangan dalam hal ini pengawasan dibebankan kepada

Otoritas Jasa Keuangan yang memiliki wewenang untuk mengawasi langsung

pelaksanaan praktik pinjam meminjam berbasis online ini, serta Bank Indonesia

juga sebagai salah satu lembaga keuangan yang independen memiliki kewenangan

terhadap pemberian izin kepada penyelenggara pinjam meminjam berbasis online

dan turut mengawasi pelaksanaannya.

Berdasarkan hal-hal diatas maka pembahasan lebih lanjut mengenai

penyelenggaraan pinjam meminjam berbasis online dianggap menarik,selain

karena belum ada regulasi Undang-Undang secara khusus membahas tentang

penyelenggaraan pinjam meminjam berbasis online ini juga menarik dibahas

secara teoritis mengenai pinjam meminjam berbasis online baik dilihat dari segi

subjek hukum, objek jaminan, resiko pelaksanaannya, hak dan kewajiban para

pihak, regulasi pinjam meminjam berbasis online dan pinjam meminjam secara

8

konvensional,bahkan perjanjian hingga bagaimana penyelesaian hukum apabila

terjadi wanprestasi dalam penyelenggaraan pinjam meminjam berbasis online ini.

B. Rumusan Masalah

Adapun yang menjadi permasalahan pada penulisan skripsi ini antara lain,sebagai

berikut:

1. Bagaimana ketentuan pelaksanaan pinjam meminjam berbasis online di

Indonesia?

2. Bagaimana perlindungan hukum mengenai hak dan kewajiban para pihak

dalam perjanjian pinjam meminjam berbasis online ?

3. Bagaimana penyelesaian hukum dalam hal terjadi wanprestasi pada perjanjian

pinjam meminjam berbasis online ?

C. Tujuan

Adapun yang menjadi tujuan dalam penulisan skripsi ini antara lain, sebagai

berikut:

1. Untuk mengetahui tentang ketentuan pelaksanaan pinjam meminjam berbasis

online di Indonesia

2. Untuk mengetahui tentang perlindungan hukum mengenai hak dan kewajiban

para pihak dalam perjanjian pinjam meminjam berbasis online

3. Untuk mengetahui tentang penyelesaian hukum apabila terjadi wanprestasi

pada perjanjian pinjam meminjam berbasis online

D. Manfaat Penulisan

Adapun manfaat penulisan skripsi ini antara lain, sebagai berikut :

1. Manfaat teoritis

9

Untuk memberikan suatu pengetahuan,pengembangan penalaran, dan

wawasan mahasiswa atau kalangan akademis hingga masyarakat mengenai

hukum perdata pinjam meminjam khususnya pada pelaksanaan pinjam

meminjam yang dilakukan melalui media internet atau berbasis online

terutama berkaitan dengan peraturan yang berlaku yang nantinya diharapkan

mampu menjadi referensi bagi peneliti-peneliti selanjutnya.

2. Manfaat praktis

Untuk menjadi panduan ataupun referensi maupun sebagai masukan

bagi setiap orang yang akan melakukan transaksi pinjam meminjam berbasis

online ataupun sebagai bahan untuk memperdalam pengetahuan bagi

mahasiswa yang ingin mempelajari mengenai pinjam meminjam berbasis

online serta diharapkan dikemudian hari dapat menjadi perbandingan bagi

penulis lain yang meneliti lebih lanjut dan mendalam mengenai permasalahan

dalam penelitian ini.

E. Keaslian Penulisan

Penulisan skripsi dengan judul “Tinjauan Yuridis Terhadap Praktik

Pinjaman Online Yang Dibandingkan Dengan Praktik Pinjaman Konvensional”.

Penulisan skripsi ini adalah asli, sebab ide, gagasan pemikiran merupakan

berdasarkan usaha sendiri dan bukan sebuah hasil ciptaan orang lain ataupun hasil

dari penggandaan karya tulis orang lain yang dapat merugikan pihak-pihak

tertentu. Sebagai suatu pembanding yang menguatkan bahwa penulisan skripsi ini

asli adalah penulisan skripsi alumni Universitas Sumatera Utara, khususnya

fakultas hukum dengan tema pembahasan yang sama yaitu menyangkut hal

10

pinjam-meminjam berasis online, yaitu penulisan skripsi dengan judul aspek

hukum kontrak antara debitur dengan kreditur dalam perjanjian pinjam meminjam

berbasis teknologi informasi,dengan penulis Intan Kristin manullang, NIM

140200436, yang pada pembahasaanya menekankan pada bagaimana pelaksanaan

kontrak pada pinjam-meminjam berbasis online. Suatu perbedaan yang mendasar

terletak pada skripsi ini yaitu akan dibandingkan bagaimana perjanjian pinjam-

meminjam berbasis online dengan perbandingan pinjam-meminjam secara

konvensional, Pada skripsi ini juga telah dilakukan tahap pemeriksaan oleh

Universitas Sumatera Utara Cabang Fakultas Hukum atau Pusat Dokumentasi dan

Informasi Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara tertanggal “04

Februari 2020” dan tidak ditemukan adanya judul skripsi yang sama, maka

dengan demikian penulisan skripsi ini dapat dipertanggungjawabkan keaslian

penulisannnya. Jika dikemudian hari ditemukan penelitian yang sama dan muncul

permasalahan,maka penulis bersedia untuk mempertanggungjawabkannya baik

secara moral maupun ilmiah.

F. Tinjauan Pustaka

1. Pinjam-meminjam berdasarkan Pasal 1754 Burgerlijk werkboek adalah

perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain

suatu jumlah tertentu barang-barang yang menghabis karena pemakaian,dengan

syarat bahwa pihak yang belakangan ini akan mengembalikan sejumlah yang

sama dari macam dan keadaan yang sama pula.

2. Pinjam-meminjam berbasis online adalah penyelenggaraan layanan jasa

keuangan untuk mempertemukan pemberi pinjaman dengan penerima pinjaman

11

dalam rangka melakukan perjanjian pinjam-meminjam dalam mata uang rupiah

secara langsung melalui sistem elektronik menggunakan jaringan internet.

3. Perjanjian berdasarkan Pasal 1313 Burgerlijk werkboek adalah suatu perbuatan

dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain

atau lebih sedangkan menurut Subekti suatu perjanjian didefinisikan sebagai suatu

peristiwa dimana seorang berjanji pada seorang lain atau dimana dua orang itu

saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.

4. Penjanjian/kontrak online yaitu suatu ikatan atau hubungan hukum yang

dilakukan secara elektronik yang mana didalamnya para pihak saling berinteraksi

dan menciptakan suatu interaksi.

G. Metode Penelitian

Penelitian merupakan suatu sarana pokok dalam pengembangan ilmu

pengetahuan maupun teknologi. Hal ini disebabkan oleh karena penelitian

bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran secara sistematis, metodologis, dan

konsisten,maka dari itu sudah seharusnya suatu sistematika penulisan

mengggunakan metode penelitian yang baik dan benar.9

Adapun penelitian yang digunakan oleh penulis dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode

penelitian hukum normative (yuridis normative). Penelitian hukum normatif yaitu

penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data

sekunder belaka. Penelitian hukum normatif ini juga disebut dengan penelitian

9 Soerjono Soekanto,Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Rajawai Pers, Jakarta,

2013, Halaman 1.

12

hukum kepustakaan. Penelitian hukum normatif mencakup didalamnya penelitian

terhadap asas-asas hukum,penelitian terhadap sistematik hukum, perbandingan

hukum serta sejarah hukum.10

2. Sumber Data

Data dan sumber data yang digunakan dalam menyusun skripsi ini adalah

data sekunder. Adapun data sekunder tersebut diperoleh dari:

a. Bahan hukum primer

Merupakan bahan hukum yang terdiri dari semua dokumen peraturan yang

mengikat,dan ditetapkan oleh pihak berwenang, yaitu peraturan perundang-

undangan. Baik dibidang hukum perdata maupun hukum acara perdata, Antara

lain :

1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

2) Undang-Undang nomor 19 Tahun 2016 tentang informasi dan transaksi

elektronik mperubahan dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008

3) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan

4) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016 tentang

pinjaman online

5) Peraturan Bank Indonesia Nomor 19/12/PBI/2017 tentang

penyelenggaraan teknologi finansial.

b. Bahan hukum sekunder

Merupakan bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan

hukum primer,antara lain :

10

Ibid, Halaman 14.

13

1) Rancangan undang-undang

2) Hasil-hasil penelitian

3) Jurnal

4) Modul

5) Majalah hukum.

c. Bahan hukum tersier

Merupakan bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan

terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder,antara lain :

1) Kamus

2) Ensiklopedia atau sumber internet.

3. Teknik Pengumpulan Data

Penulisan skripsi ini menggunakan teknik pengumpulan data melalui studi

pustaka atau Library research. Studi pustaka merupakan suatu metode

pengumpulan data yang digunfakan untuk memperoleh data sekunder dengan cara

mengumpulkan dan menggali sumber-sumber yang tertulis, baik dari instansi

yang berhubungan, maupun literatur buku yang relevan ke pembahasan penelitian

yang digunakan demi kelengkapan penelitian.

4. Analisis Data

Dalam menganalisis data penulisan skripsi ini digunakan metode

kwalitatif.. Pendekatan ini berawal dari gagasan para ahli, kerangka teori, ataupun

pemahaman peneliti berdasarkan pengalamannya, pendekatan ini juga menyorot

terhadap masalah serta usaha pemecahannya.

H. Sistematika Penulisan

14

Secara sistematis skripsi ini terbagi atas lima bab yang tiap-tiap bab terdiri

atas beberapa sub bab yang saling berhubungan. Adapun sistematika penulisan

skripsi ini adalah sebagai berikut :

Bab i mengenai pendahuluan,berisikan tentang gambaran umum yang

berisi latar belakang pemikiran penulis sehingga mengangkat judul skripsi ini,

pemasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini, tujuan penelitian, manfaat

penelitian,keaslian penulisan, tinjauan pustaka, metode penelitian, serta

sistematika penulisan skripsi.

Bab ii mengenai ketentuan pelaksanaan pinjam-meminjam berbasis online,

berisi tentang pengertian pinjam meminjam secara konvensional dan berbasis

online, aturan hukum perjanjian pinjam-meminjam berbasis online serta tata cara

pelaksanaan perjanjian pinjam meminjam berbasis online.

Bab iii mengenai perlindungan hukum mengenai hak dan kewajiban para

pihak dalam perjanjian pinjam-meminjam berbasis online.

Bab iv mengenai penyelesaian hukum dalam hal wanprestasi, berisi

tentang penerapan asas-asas perjanjian pada kontrak online,penggunaan kontrak

online dalam transaksi pinjam-meminjam berbasis online, serta penyelesaian

hukum apabila terjadi wanprestasi dalam pinjam meminjam berbasis online.

Bab v mengenai kesimpulan dan saran, merupakan bagian penutup dari

rangkaian bab-bab sebelumnya dalam penulisan skripsi ini. Bab ini berisi tentang

kesimpulan dan saran atas setiap permasalahan yang dikemukakan.

15

BAB II

KETENTUAN PELAKSANAAN PINJAM-MEMINJAM BERBASIS

ONLINE

A. Pengertian Pinjam Meminjam Secara Konvensional dan Pinjam

Meminjam berbasis Online

1. Pengertian pinjam meminjam secara konvensional

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) makna dari kata pinjam

adalah memakai barang(uang dan sebagainya) orang lain untuk waktu tertentu

(kalau sudah sampai waktunya harus dikembalikan).

Menurut ilmu fiqih, pinjam meminjam adalah transaksi antara dua pihak.

Misalnya orang yang menyerahkan uang kepada orang lain secara sukarela, dan

uang itu dikembalikan lagi kepada pihak pertamadalam waktu yang berbeda,

dengan hal yang serupa11

Pinjam meminjam merupakan salah satu bentuk perjanjian pinjam

meminjam antara pihak yang satu dengan pihak yang lainnya dan objek yang

diperjanjikan pada umumnya adalah uang. Kedudukan pihak yang satu sebagai

pihak yang memberikan pinjaman, sedang pihak yang lain menerima pinjaman

uang. Uang yang dipinjamkan akan dikembalikan dalam jangka waktu tertentu

sesuai dengan yang diperjanjikan. Perjanjian pinjam meminjam uang termasuk

kedalam pinjam meminjam, hal ini sebagaimana diatur dalam bab ketiga belas

buku ketiga KUH Perdata. Pasal 1754 KUH Perdata menyebutkan bahwa pinjam

meminjam adalah perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada

11

Abu sura’I Abdul Hadi, Bunga Bank Dalam Islam , Surabaya: Al-Ikhlas, 1993,

Halaman 125.

16

pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang menghabis karena

pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang belakangan ini akan mengembalikan

sejumlah yang sama dari macam keadaan yang sama pula12

Berdasarkan Pasal 1754 KUH Perdata bahwa objek perjanjian pinjam

meminjam berupa barang-barang yang dapat habis karena pemakaian. Oleh

karena itu pihak yang meminjam akan mengembalikan barang yang dipinjam

dengan ukuran dan nilai yang sama, begitu juga dengan uang yang dipinjam harus

dikembalikan dengan nilai yang sama dan dapat dibelanjakan.

Didalam pinjam meminjam terdapat dua pihak yang melakukan

perjanjian,yaitu pihak yang memberi pinjaman uang dan pihak yang menerima

pinjaman uang. Istilah yang sering digunakan dalam hal tersebut adalah, untuk

pihak yang memberikan pinjaman adalah pihak yang berpiutang atau disebut juga

dengan kreditur, sedangkan pihak yang menerima pinjaman disebut pihak yang

berutang atau debitur.13

2. Pengertian pinjam meminjam berbasis online

Dalam hal pinjam meminjam berbasis online mempunyai perbedaan

sendiri dibandingkan dengan penjelasan pinjam meminjam pada umumnya yang

telah disebutkan diatas, pengertian pinjam meminjam berbasis online itu sendiri

yaitu disebutkan dalam Pasal 3 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan atau POJK

Nomor. 77/POJK.01/2016 bahwa layanan pinjam meminjam uang berbasis online

atau teknologi infomasi adalah penyelenggaraan layanan jasa keuangan untuk

mempertemukan pemberi pinjaman atau kreditur dengan penerima pinjaman atau

12

Gatot Supramono, Perjanjian Pinjam Meminjam, Ctk. Pertama, Kencana Prenada

Media Grup, Jakarta, 2013, Halaman 9. 13

Ibid, Halaman 10.

17

debitur dalam rangka melakukan perjanjian pinjam meminjam dalam mata uang

rupiah secara langsung melalui sistem elektronik menggunakan jaringan internet.

Dalam hal ini yang dimaksud dengan sistem elektronik adalah serangkaian

perangkat dan prosedur elektronik yang berfungsi mempersiapkan,

mengumpulkan, mengolah, menganalisis, menyimpan, menampilkan,

mengumumkan, mengirimkan, dan/atau menyebarkan, informasi elektronik

dibidang layanan jasa keuangan. Sedangkan teknologi informasi adalah suatu

teknik untuk mengumpulkan, menyiapkan, menyimpan, memproses,

mengumumkan, menganalisis, dan/atau menyebarkan informasi dibidang layanan

jasa keuangan. Berdasarkan penjelasan diatas dapat diartikan bahwa pinjam

meminjam berbasis online memiliki kesamaan definisi dengan pinjam meminjam

pada umumnya, yaitu satu pihak memberikan pinjaman yang kemudian disebut

sebagai kreditur dan satu pihak lagi menerima pinjaman yang kemudian disebut

sebagai debitur yang mana debitur wajib untuk mengembalikan sejumlah utang

kepada debitur dalam jangka waktu yang ditentukan, namun perbedaan mendasar

diantara keduanya yaitu didalam pinjam meminjam berbasis online para pihak

tidak melakukan tatap muka langsung untuk melakukan perjanjian pinjam

meminjam melainkan melalui perantara teknologi informasi atau secara online.

B. Pengaturan Hukum Tentang Perjanjian Pinjam Meminjam Berbasis

Online

Perjanjian secara umum berdasarkan Pasal 1313 KUH Perdata yaitu suatu

perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu

orang lain atau lebih.

18

Menurut Wirjono Prodjodikoro pengertian dari perjanjian adalah

merupakan suatu perbuatan hukum mengenai harta benda kekayaan antara dua

pihak, dimana satu pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan suatu

hal atau tidak melakukan suatu hal, sedang pihak yang lain berhak menuntut

pelaksanaan janji itu.14

Menurut pendapat Ch. Gatot Wardoyo perjanjian pinjam meminjam uang

mempunyai fungsi sebagai perjanjian pokok, alat bukti mengenai batas-batas hak

dan kewajiban para pihak.15

.

Sudikno Mertokusumo memberikan pengertian perjanjian adalah

hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk

menimbulkan akibat hukum.16

Dari beberapa definisi perjanjian atau kontrak yang disebutkan diatas

dapat diketahui unsur-unsur yang terdapat di dalam suatu kontrak atau perjanjian.

Penarikan kesimpulan unsur-unsur tersebut disesuaikan dengan makna kontrak

atau perjanjian yang berkembang di Indonesia.17

Dari makna perjanjian yang berkembang di Indonesia dapat ditarik

kesimpulan bahwa ada beberapa unsur-unsur yang terdapat dalam perjanjian,

yaitu:18

a. Ada para pihak

14

Wirjono Prodjodikoro,1985, Hukum Perdata Tentang Persetujuan Tertentu, Cet VIII,

Bandung, Sumur, Halaman 11. 15

Hermansyah, 2011, Hukum Pebankan Nasional Indonesia, Cet. VI, Kencana, Jakarta,

Halaman 72. 16

Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Sebagai Pengantar, Liberty, Yogyakarta,

1999, Halaman 100. 17

Sudikno Mertokusumo dalam Ridwan Khairandy, Halaman 66. 18

Ibid.

19

b. Ada kesepakatan yang membentuk perjanjian

c. Kesepakatan itu ditujukan untuk menimbulkan akbiat hukum; dan

d. Ada objek tertentu.

Dikaitkan dengan sistem hukum perjanjian yang berlaku di Indonesia,

unsur-unsur perjanjian tersebut dapat diklasifikasikan dalam 3 (tiga) klasifikasi

saja, yaitu unsur essensialia, unsur naturalia , unsur accidentalia. Menurut

Sudikno Mertokusumo:19

1. Unsur Essensialia, yaitu unsur yang mutlak harus ada agar perjanjian tersebut

sah menurut hukum, yaitu syarat sahnya perjanjian yang dianut dalam Pasal 1320

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang terdiri dari kesepakatan, adanya para

pihak yang telah cakap hukum, adanya suatu objek, dan adanya suatu sebab yang

halal, yaitu bahwa isi perjanjian itu tidak boleh bertentangan dengan undang-

undang , ketertiban umum dan kesusilaan.

2. Unsur Naturalia, yaitu unsur yang tanpa diperjanjikan secara khusus,

melainkan secara diam-diam melekat pada setiap perjanjian atau dianggap ada

dalam setiap perjanjian. Misalnya didalam perjanjian pinjam meminjam, si

penerima pinjaman mempunyai kewajiban untuk mengembalikan objek yang telah

dipinjamkan oleh si pemberi pinjaman.

3. Unsur Accidentalia, yaitu unsur-unsur yang harus secara tegas diperjanjikan

tersebut, unsur ini tidak diatur oleh undang-undang melainkan dari ketentuan

umum.

19

Sudikno Mertokusumo, Loc.Cit.

20

Dalam hukum perdata perjanjian dapat dibeda-bedakan menurut berbagai

cara. Adapun jenis-jenisnya antara lain:

1. Perjanjian-perjanjian yang timbal balik, timbal-balik tidak sempurna, dan

sepihak.

Yang dimaksud dengan perjanjian timbal-balik adalah perjanjian-pejanjian

yang jual-beli dan sewa-menyewa. Dari perjanjian timbal-balik tidak sempurna

bagi satu pihak senantiasa timbul suatu kewajiban pokok, sedangkan mungkin

pihak yang lainnya juga wajib untuk sesuatu, tanpa dapat dikatakan dengan pasti

bahwa disitu terdapat prestasi-prestasi yang saling seimbang. Sedangkan pada

perjanjian sepihak senantiasa hanya terjadi kewajiban-kewajiban bagi salah satu

pihak, contohnya pinjam mengganti.20

2. Perjanjian dapat dibuat dengan percuma atau dengan alas hak yang membebani.

Yang dimaksud perjanjian dengan alas hak yang membebani adalah

perjanjian-perjanjian yang disitu terhadap prestasi dari pihak yang satu selalu

selalu terdapat (kontra) prestasi dari pihak yang lainnya, sedangkan antara kedua

prestasi itu ada hubungannya menurut hukum. Kontra-prestasinya dapat berupa

suatu kewajiban dari pihak lainnya, tetapi juga pemenuhan suatu syarat yang

protestatif, misalnya A menyanggupi memberikan kepada B sejumlah uang

tertentu jikalau B menyerah-lepaskan suatu barang tertentu kepada A. Perjanjian

dengan percuma ialah perjanjian yang disitu menurut hukum terjadi keuntungan

hanya bagi salah satu pihak saja seperti pinjam-pakai.21

a. Perjanjian bernama dan perjanjian tidak bernama.

20

Sri Seodewi Masjhoen Sofwan, Hukum Perutangan, Lyberty, Yogyakarta,1980,

Halaman 3. 21

Ibid.

21

b. Perjanjian kebendaan dan perjanjian obligatoir.

Perjanjian jual-beli misalnya menurut hukum perdata BW belum

mengakibatkan pindahnya eigendom dari barang yang dijual kepada pembeli.

Jual-beli itu disebut perjanjian obligatoir, artinya perjanjian yang menimbulkan

perutangan, yakni diantaranya berupa kewajiban bagi penjual untuk melakukan

levering kepada pembeli.22

3. Perjanjian yang konsensuil dan yang riil

Pada perjanjian ini berhubungan dengan sistim hukum romawi, yang

semula bagi perjanjian-perjanjian memerlukan hal-hal lain lagi kecuali

persetujuan kehendak belaka, kata-kata sakrametil harus juga diucapkan atau pula

perjanjiannya harus berdasarkan penyerahan nyata-nyata dari baeangnya , seperti

misalnya pada penyita nyata dari barangnya, seperti misalnya pada penitipan

barang, pinjam-pakai dan sebagainya.

Perjanjian demikian baru terjadi setelah barang yang dititipkan atau

dipinjamkan untuk dipakai itu diserahkan.biasanya perjanjian ini dipakai dalam

perjanjian-perjanjian penitipan barang, pinjam-pakai, dan pinjam mengganti atau

utang piutang.23

Dalam pembuatan perjanjian,juga harus memenuhi syarat-syarat sahnya

suatu perjanjian, sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata. Dalam

perjanjian tersebut, diatur mengenai hak dan kewajiban para pihak. Dengan

adanya hak dan kewajiban para pihak, maka dalam hal ini, pihak pemberi

pinjaman harus melaksanakan kewajiban-kewajiban yang telak disepakati guna

22

Ibid, Halaman 6. 23

Ibid, Halaman 7.

22

tercapainya suatu perlindungan hukum bagi peminjam, namun pada keadaan

tertetu pihak pemberi pinjaman tidak melaksanakan kewajibannya.24

Adapun syarat sah dari suatu perjanjian yang dimaksud menurut Pasal

1320 KUH Perdata yang disebutkan diatas yaitu antara lain :

1. Kesepakatan

Kesepakatan merupakan perwujudan dari kehendak para pihak dalam

perjanjian mengenai apa yang mereka kehendaki untuk dilaksanakan, bagaimana

cara melaksanakannya, kapan harus dilaksanakan, dan siapa yang harus

melaksanakannya. Sebelum suatu perjanjian dibuat,biasanya salah satu pihak

terlebih dahulu melakukan suatu bentuk penawaran mengenai bentuk perjanjian

yang akan dibuat kepada lawan pihaknya. Lahirnya kesepakatan harus didasari

dengan adanya kebebasan oleh para pihak dalam perjanjian tersebut. Pasal 1321

KUH Perdata menyatakan bahwa suatu kesepakatan itu sah apabila diberikan

tidak karena kekhilafan, atau dengan paksaan, ataupun tidak karena penipuan.25

2. Kecakapan

Disamping kesepakatan para pihak, juga ada syarat subyektif lainnya yaitu

kecakapan para pihak dalam perjanjian. Setiap orang yang sudah dewasa dan

memiliki pikiran yang sehat adalah cakap menurut hukum. Kedewasaan tersebut

menurut Pasal 330 KUH Perdata yaitu sudah berumur 21 tahun atau telah

menikah.

3. Suatu hal tertentu

24

I Ketut Oka Setiawan, 2018, Hukum Perikatan , Cet. III, Sinar Grafika, Jakarta, 2018,

Halaman 19. 25

I. G. Rai Widjaya, Merancang Suatu Kontrak , Megapoin, Bekasi, 2004, Halaman 47.

23

Untuk menimbulkan suatu kepastian hukum maka setiap perjanjian harus

mencantumkan secara jelas dan tegas apa yang menjadi obyek perjanjian.

Ketegasan obyek perjanjian tersebut dapat diartikan bahwa obyek perjajian dapat

dihitung dan dapat ditentukan jenisnya. Hal tersebut ditegaskan dalam Pasal 1333

KUH Perdata yang berbunyi : “Suatu perjanjian harus mempunyai sebagai pokok

perjanjian berupa suatu kebendaan yang paling sedikit ditentukan jenisnya”.

Berdasarkan ketentuan Pasal tersebut menjelaskan bahwa semua jenis perjanjian

pasti melibatkan keberadaan dari suatu kebendaan tertentu. Pada perikatan untuk

memberikan sesuatu, maka benda yang diserahkan tersebut harus dapat ditentukan

secara pasti. Pada perikatan untuk melakukan sesuatu, dalam pandangan KUH

Perdata, hal yang wajib dilakukan oleh satu pihak dalam perikatan pastilah

berhubungan dengan suatu kebendaan tertentu, baik itu berupa kebendaan

berwujud atau tidak berwujud.26

4. Suatu sebab yang halal

Mengenai sebab yang halal diatur dalam Pasal 1335 hingga 1337 KUH

Perdata. Pasal 1335 KUH Perdata menyatakan bahwa “Suatu perjanjian tanpa

sebab, atau yang telah dibuat karena suatu sebab yang palsu atau yang terlarang,

tidaklah mempunyai kekuatan”. Adapun sebab yang halal dimaksud dalam Pasal

ini yaitu antara lain:

a) Bukan tanpa sebab

b) Bukan sebab yang palsu

c) Bukan sebab yang terlarang

26

Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Perikatan yang lahir dari undang-undang,

Jakarta, Raja Grafindo Perkasa, 2005, Halaman 156.

24

Pada Pasal 1336 KUH Perdata menyatakan lebih lanjut bahwa suatu perjanjian

yang dibuat para pihak adalah sah jika tidak bertentangan dengan sebab yang

dilarang. Selanjutnya Pasal 1337 KUH Perdata menyatakan sebab yang halal

maksudnya adalah isi perjanjian tidak boleh bertentangan dengan Undang-

undang, ketertiban umum, dan kesusilaan. Pengertian tidak boleh bertentangan

dengan Undang-undang disini adalah Undang-undang yuang bersifat melindungi

kepentingan umum, sehingga jika dilanggar dapat membahayakan kepentingan

umum.27

Dua syarat yang pertama mewakili syarat subyektif, yang berhubungan

dengan subyek dalam perjanjian, dan dua syarat yang terakhir berhubungan

dengan syarat obyektif yang berkaitan dengan obyek perjanjian yang disepakati

oleh para pihak dan akan dilaksanakan sebagai prestasi atau utang dari para

pihak.28

C. Pelaksanaan Perjanjian Pinjam Meminjam Berbasis Online

1. Klausula Dalam Perjanjian Pinjam Meminjam Berbasis Online

Terkait dengan penyelenggaraan fintech, khususnya pinjam meminjam

berbasis online, perjanjian/klausula baku menjadi salah satu klausula dalam

Peraturan OJK No.77/POJK.01/2016 tentang layanan pinjam meminjam uang

berbasis online dengan penekanan pada 2 (dua) hal yang dilarang dicantumkan,

yakni perihal pengalihan tanggung jawab dan tunduknya konsumen pada

ketentuan baru/perubahan ketentuan.

27

Hardijan Rusli, Hukum Perjanjian Indonesia dan Common Law, Cet. 2, Jakarta,

Pustaka Sinar Harapan, 1996, Halaman 99. 28

Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, op. cit.,Halaman. 53.

25

Pengertian dari klausula baku itu sendiri yaitu jika dilihat berdasarkan

Pasal 1 angka 10 UU No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

disebutkan sebagai setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah

dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha

yang dituangkan dalam suatu dokumen dan atau perjanjian yang mengikat dan

wajib dipatuhi oleh konsumen.

Pengertian lain dari klausula baku menurut kamus hukum ekonomi karya

Sri Rejeki Hartono, Paramita dan Fatimah, bahwa klausula baku mengandung

makna ketentuan khusus dalam suatu perjanjian, dapat bersifat memperluas atau

membatasi. Sedangkan menurut kamus hukum kontemporer karya M.Firdaus

Sholihin dan Wiwin Yulianingsih, klausula baku sebagai setiap aturan atau

ketentuan dan syarat-syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu

secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen atau

perjanjian mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen.29

Pencantuman klausula baku dapat juga sangat merugikan konsumen

karena memiliki posisi lebih lemah jika dibandingkan dengan pihak pelaku usaha,

dikarenakan beban yang semestinya dipikul oleh pelaku usaha, akan serta merta

berpindah menjadi beban bagi konsumen. Ketentuan mengenai pencantuman

klausula baku berdasarkan Undang-Undang Perlindungan konsumen yang

tercantum dalam Pasal 18, diuraikan bahwa “Pelaku usaha dalam menawarkan

barang/jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang membuat atau

mencantumkan klausula baku pada setiap dokumen dan/ atau perjanjian apabila

29

“Bahasa hukum: Klausula Baku Klausula yang mengganggu”, www.hukumonline.com,

diakses pada tanggal 6 Februari 2021 Pukul 18.25.

26

menyatakan pengalihan tanggungjawab pelaku usaha, menyatakan tunduknya

konsumen kepada peraturan yang berupa aturan baru, tambahan, lanjutan dan/

atau pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh pelaku usaha dalam masa

konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya”

Seiring perkembangan berbagai transaksi berbasis teknologi informasi,

perjanjian/klausula baku memasuki bentuk baru, yakni dalam bentuk kontrak

elektronik. Menurut UU ITE, kontrak elektronik adalah perjanjian para pihak

yang dibuat dengan menggunakan sistem elektronik. Beberapa kontrak elektronik

yang sering digunakan antara lain clickwrap contract dan browsewrap

contract. Ketentuan dalam kontrak elektronik erat kaitannya dengan perjanjian

baku. Namun demikian, penyelenggara sistem elektronik diwajibkan untuk

menyediakan fitur yang sekurang-kurangnya memberikan kesempatan bagi

pengguna untuk membaca perjanjian sebelum melakukan transaksi atau memilih

meneruskan atau berhenti melakukan aktivitas berikutnya.30

Dalam klausula baku ini sering kali kontrak tersebut sudah tercetak dalam

bentuk formular-formulir tertentu, yang dalam hal ini ketika kontrak

ditandatangani umumnya para pihak hanya mengisikan data-data informasi

tertentu saja dengan sedikit atau tanpa perubahan dalam klausula-klausulanya,

yang membuat salah satu pihak dalam kontrak tersebut hanya memiliki sedikit

kesempatan untuk menegoisasi atau mengubah klausula-klausula yang sudah

dibuat oleh salah satu pihak dalam kontrak tersebut.

30

Siti Yuniarti, “Perjanjian Baku Dalam Fintech”

https://businesslaw.binus.ac.id/2018/12/31/perjanjian-baku-dalam-fintech/ (diakses pada 28

Oktober 2020, pukul 02.30).

27

Sjahdeni menekankan bahwa yang dibakukan dalam perjanjian ini bukan

formular perjanjiannya yaitu melainkan klausula-klausula yang ada didalamnya.31

Menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan

Transaksi Elektronik (UU ITE), informasi elektronik dan/ atau dokumen

elektronik, dan atau hasil cetaknya baru sah dianggap sebagai alat bukti apabila

dihasilkan dari sistem elektronik. Perjanjian dalam transaksi elektronik tersebut

berbentuk klausula atau perjanjian baku/ standart contract, kondisi tersebut

dilandasi dengan adanya konsep hukum sistem terbuka yang diatur pada Pasal

1338 KUH Perdata pada ayat 1 yang lebih dikenal dengan asas kebebasan

berkontrak, yang didalam Pasal tersebut disebutkan “semua perjanjian yang dibuat

secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. Asas

tersebut mengandung arti bahwa masyarakat memiliki kebebasan untuk membuat

perjanjian sesuai dengan kehendak atau kepentingan mereka. Kebebasan yang

dimaksud meliputi:32

1. Kebebasan tiap orang untuk memutuskan apakah ia akan membuat

perjanjian atau tidak membuat perjanjian.

2. Kebebasan tiap orang untuk memilih dengan siapa ia akan membuat suatu

perjanjian

3. Kebebasan para pihak untuk menentukan bentuk perjanjian

4. Kebebasan para pihak untuk menentukan isi perjanjian

31

Sutan Remy Sjahdeni, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang Bagi

Para Pihak dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia , Institut Bankir Indonesia, 1993, Jakarta,

Halaman 66. 32

Sukarmi, 2005, “Tanggung Jawab Pelaku Usaha Atas Kerugian Konsumen Yang

Disebabkan Oleh Perjanjian Baku (Standart Contract) Dalam Transaksi Elektronik”, Disertasi

Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Bandung, Halaman 241.

28

5. Kebebasan para pihak untuk menentukan cara pembuatan perjanjian.

Berkaitan dengan perlindungan hak dari debitur pada pinjam meminjam

uang berbasis online tentang penggunaan klausula baku, Undang-Undang

Perlindungan konsumen telah memberikan perlindungan terhadap konsumen atas

adanya klausula baku pada pinjam meminjam uang berbasis online. “Pada Pasal

62 ayat (1) Undang-Undang Perlindungan Konsumen telah diatur hukuman bagi

pelaku usaha yang melakukan pelanggaran hukum terhadap ketentuan

pencantuman klausula.” Serta didalam ketentuan di pasal 63 Undang-Undang

Perlindungan Konsumen dapat diancam barang tertentu, ganti rugi, pengambilan

barang dari produksi pasar, pengumuman keputusan hakim, dan penghentian

aktivitas tertentu yang menyebabkan konsumen tidak untung.”33

Kemudian dapat disimpulkan bahwa penggunaan klausula atau perjanjian baku

pada perjanjian pinjam-meminjam berbasis online merupakan sah dan

berkekuatan hukum dan mengikat bagi para pihak selagi hal tersebut tidak

bertentangan dengan syarat sahnya suatu perjanjian seperti halnya yang

disebutkan dalam POJK nomor 77/POJK.01/2016, akan tetapi jika dirujuk pada

Undang-Undang nomor . 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen tentang

penggunaan klausula baku dalam perjanjian pinjam meminjam berbasis online

dilarang mengalihkan tanggungjawab usaha maupun hak konsumen, sebab

didalam klausula baku biasanya memberikan keuntungan sendiri bagi pihak

penyedia layanan atau pemberi pinjaman dikarenakan isi perjanjian atau klausula

ditetapkan oleh mereka dan pihak penerima pinjaman hanya bisa bertindak untuk

33

Miru Ahmadi, Prinsip-Prinsip perlindingan hukum bagi konsumen di Indonesia, Raja

Grafindo, 2013, Jakarta, Halaman. 24.

29

sepakat atau tidak dengan klausula tersebut dan tidak dapat bernegosiasi untuk

menentukan isi klausula atau kontrak didalamnya atau dengan kata lain

penggunaan klausula baku dalam perjanjian pinjam meminjam uang berbasis

online lebih menguntungkan pihak kreditur dibandingkan debitur.

2. Lahirnya Perjanjian Pinjam Meminjam Uang Berbasis Online

Perjanjian merupakan salah satu sumber dari adanya sebuah perikatan

yang dikehendaki oleh pihak-pihak yang saling mengikatkan diri untuk berbuat

sesuatu, memberikan sesuatu atau tidak berbuat sesuatu. Terdapat beberapa faktor

penting dalam suatu perikatan, antara lain yaitu janji dan perikatan. Pada asasnya

janji menimbulkan perikatan: “Barangsiapa memberikan suatu janji, terikat

kepada janjinya, dalam arti ada kewajiban pada si pemberi janji untuk

memenuhinya dan di lain pihak lawan janjinya boleh berharap (mempunyai hak),

bahwa janji yang ia terima akan dilaksanakan. Dengan demikian janji-janji

tersebut menimbulkan hubungan antara yang memberikan dan menerima janji.34

Awal mula pelaksanaan pinjam meminjam berbasis online diawali dari

para pihak yang saling mengikatkan diri atau melakukan perjanjian. Selayaknya

perjanjian pada umumnya, perjanjian yang diselenggarakan dalam kegiatan

pinjam meminjam berbasis online ini dituangkan kedalam suatu kontrak. Pada

kegiatan kredit atau pinjam meminjam uang berbasis online seluruh perjanjian

yang dibuat antara debitur dengan kreditur tertuang didalam kontrak elektronik.

Pengaturan terkait dengan kontrak elektronik tercantum dalam Pasal 1 angka 17

Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang menyatakan

34

Subekti, Hukum Perjanjian , Ctk. 8, PT Intermasa, Jakarta, 1979, Halaman 15.

30

bahwa: “Kontrak elektronik adalah perjanjian para pihak yang dibuat melalui

sistem elektronik”. Kekuatan hukum kontrak elektronik dapat dilihat dalam Pasal

18 ayat (1) UU ITE yang menyatakan bahwa, “Transaksi elektronik yang

dituangkan kedalam kontrak elektronik mengikat para pihak”. Berdasarkan hal

tersebut dapat dilihat bahwa suatu transaksi yang menjadi perjanjian lalu

dituangkan didalam ontrak elektronik memiliki sifat atau bersifat mengikat para

pihak, yang dapat disamakan dengan perjanjian atau kontrak-kontrak pada

umumnya. Pada kegiatan kredit melalui media online yang mana perjanjiannya

tertuang didalam akta atau kontrak elektronik tentunya klasifikasi dari akta

tersebut merupakan akta dibawah tangan, bukan akta yang bersifat autentik atau

notariil.35

Akta dibawah tangan adalah akta yang dibuat tidak oleh atau tanpa

perantaran seseorang pejabat umum, melainkan dibuat dan ditandatangani sendiri

oleh para pihak yang mengadakan perjanjian, termasuk halnya pinjam meminjam

berbasis online ini.36

Perjanjian sebagaimana dengan tersebut diatas dilaksanakan dengan

menggunakan tanda tangan elektronik. Tanda tangan elektronik berdasarkan

peraturan OJK adalah tanda tangan yang terdiri atas informasi elektronik yang

dilekatkan, diasosiasikan, atau terkait dengan informasi elektronik lainnya yang

35

Istiqamah, “Analisis Pinjaman Online Oleh Fintech Dalam Kajian Hukum Perdata”,

JurisprudentieVolume 6, Nomor 2,Tahun 2019, Halaman 298. 36

Soeroso, Perjanjian dibawah tangan : peristilahan yang berhubungan dengan perjanjian,

Ctk Pertama, Sinar Grafika, Jakarta, 2010, Halaman 7.

31

digunakan sebagai alat verifikasi dan autentifikasi sebagaimana dimaksud dalam

undang-undang nomor 11 tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik.37

Tanda tangan elektronik mempunyai kekuatan hukum dan akibat hukum

yang sah selama memenuhi persyaratan:38

1. Data pembuatan bersifat privasi dan hanya diketahui oleh pemilik tanda

tangan.

2. Saat pembuatan tanda tangan, hanya pemilik asli yang memiliki kuasa

untuk menggunakannya.

3. Jika terdapat perubahan setelah pembuatan tanda tangan elektronik, bias

diketahui secara pasti.

4. Semua perubahan tentang informasi elektronik yang ada hubungannya

dengan tanda tangan, bisa diketahui.

5. Memiliki cara khusus untuk mengetahui dengan pasti pemilik tanda

tangannya.

6. Memiliki cara khusus untuk membuktikan bahwa pemilik tanda tangan

sudah memberikan persetujuan yang sah mengenai informasi elektronik

tertentu.

Berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor

77/POJK.01/2016 mengenai perjanjian pinjam meminjam berbasis online pada

Pasal 18 disebutkan bahwa didalam pelaksanaan perjanjian pinjam meminjam

berbasis online meliputi antara lain:

37

Nurhimmi Falahiyati, Tinjauan Hukum Kontrak Elektronik Dalam Pinjam Meminjam

Uang Berbasis Teknologi Informasi (Transaksi Peer To Peer Lending), Justiqa/

Vol.02/N0.01/Februari 2020, Halaman 9. 38

Pasal 11 undang-undang nomor 11 tahun 2008 tentang informasi dan transaksi

elektronik.

32

1. Perjanjian antara penyelenggara dengan pemberi pinjaman

2. Perjanjian antara pemberi pinjaman dengan penerima pinjaman.

Penyelenggara layanan pinjam meminjam uang berbasis online adalah

badan hukum Indonesia yang menyediakan, mengelola, dan mengoperasikan

layanan pinjam meminjam berbasis online. Pemberi pinjaman adalah orang, badan

hukum, dan/atau badan usaha yang mempunyai piutang karena perjanjian layanan

pinjam meminjam berbasis online. Sedangkan yang dimaksud dengan penerima

pinjaman adalah orang dan/atau badan hukum yang mempunyai utang karena

perjanjian layanan pinjam meminjam berbasis online.

Perjanjian yang dibuat oleh para pihak tersebut menimbulkan suatu

hubungan hukum. Hubungan hukum tersebut lahir dari hubungan kontraktual para

pihak, baik bagi pemberi pinjaman, penerima pinjaman maupun penyelenggara.39

Pada Pasal 20 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor

77/POJK.01/2016 disebutkan bahwa perjanjian pemberian pinjaman antara

pemberi pinjaman dengan penerima pinjaman dituangkan dalam dokumen

elektronik. Dokumen elektronik adalah setiap informasi elektronik yang dibuat,

diteruskan, dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital,

elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan,

dan/atau didengar melalui komputer atau sistem elektronik termasuk tetapi tidak

terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta rancangan, foto, atau sejenisnya, huruf,

tanda, angka, kode akses, simbol atau perforasi yang memiliki makna atau arti

atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya sebagaimana

39

Alfhica Rezita Sari, Skripsi,”Perlindungan Hukum Bagi Pemberi Pinjaman Dalam

Penyelenggaraan Financial Technology Berbasis Peer To Peer Lending Di Indonesia”,

Yogyakarta: UII, 2018, Halaman 79.

33

dimaksud dalam undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan

Transaksi Elektronik. Perjanjian yang terkait antara pemberi pinjaman dengan

penerima pinjaman kemudian dituangkan didalam dokumen elektronik. Adapun

yang wajib termuat didalam dokumen elektronik yang dimaksud antara lain

meliputi :

1. nomor perjanjian

2. tanggal perjanjian

3. identitas para pihak

4. ketentuan mengenai hak dan kewajiban para pihak

5. jumlah pinjaman

6. suku bunga pinjaman

7. nilai angsuran

8. jangka waktu

9. objek jaminan (jika ada)

10. rincian biaya terkait

11. ketentuan mengenai denda

12. mekanisme penyelesaian sengketa.

Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa

pelaksanaan perjanjian pinjam meminjam berbasis online dilaksanakan oleh para

pihak yaitu pemberi pinjaman dan juga penerima pinjaman yang perjanjiannya

dituangkan kedalam suatu kontrak elektronik yang kemudian kontrak elektronik

tersebut menjadi undang-undang yang harus dipatuhi bagi para pihak.

3. Berakhirnya Perjanjian Pinjam Meminjam Uang Berbasis Online

34

Berakhirnya perjanjian pinjam-meminjam uang berbasis online dapat

dikatakan juga bahwa perikatan yang telah disepakati oleh kreditur dan debitur

telah hapus. Pada Pasal 1381 KUH Perdata mengatur berbagai cara hapusnya

perikatan-perikatan. Adapun yang disebutkan dalam Pasal 1381 tentang hapusnya

perikatan yaitu karena pembayaran, karena penawaran pembayaran tunai diikuti

dengan penyimpanan atau penitipan, karena pembaharuan utang, karena

perjumpaan utang atau kompensasi, karena percampuran utang, karena

pembebasan utang, karena musnahnya barang yang terutang, karena pembatalan

atau kebatalan utang, karena berlakunya syarat-syarat batal, serta karena lewatnya

waktu.40

Lima cara pertama yang tersebut didalam Pasal 1381 KUH Perdata

menunjukkan bahwa kreditur tetap menerima prestasi dari debitur. Dalam cara

keenam yaitu pembebasan utang, maka kreditur tidak menerima prestasi, bahkan

sebaliknya, yaitu secara sukarela melepaskan haknya atas prestasi. Sedangkan

pada empat cara terakhir maka kreditur tidak menerima prestasi, karena perikatan

tersebut gugur ataupun telah dianggap gugur.41

Dalam hal hapusnya perikatan pada perjanjian pinjam meminjam

dikarenakan pembayaran atau pemenuhan prestasi sebagaimana disebutkan dalam

Pasal 1382 yang isinya adalah “Tiap-tiap perikatan dapat dipenuhi oleh siapa saja

yang berkepentingan, sepertinya seorang yang turut berutang atau seorang

penanggung utang. Suatu perikatan bahkan dapat dipenuhi juga oleh seorang

pihakketiga yang tidak mempunyai kepentingan, asal saja orang pihak ketiga itu

40

Mariam Darus Badrulzaman, Kompilasi Hukum Perikatan, PT. Citra Aditya Bakti,

Bandung, 2001, Halaman 115. 41

Ibid, Halaman 116.

35

bertindak atas nama dan untuk melunasi utangnya si berutang, atau jika ia

bertindak atas namanya sendiri, asal ia tidak menggantikan hak-hak si

berpiutang”.42

Dengan terjadinya pembayaran atau pemenuhan prestasi, maka

terlaksanalah perjanjian kedua belah pihak dan telah berakhirlah perjanjian pinjam

meminjam antara kreditur dan debitur.

42

Ibid, Halaman 116.

36

BAB III

PERLINDUNGAN HUKUM MENGENAI HAK DAN KEWAJIBAN PARA

PIHAK DALAM PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM BERBASIS

ONLINE

A. Para Pihak Dalam Pinjam Meminjam Uang Berbasis Online

1. Penyelenggara layanan pinjam meminjam uang berbasis online

Pengertian penyelenggara layanan jasa pinjam meminjam uang berbasis

online telah diatur dalam Pasal 1 angka 6 POJK No. 77/POJK.01/2016 tentang

Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Online. Penyelenggara dalam

ketentuan tersebut adalah badan hukum Indonesia yang menyediakan, mengelola,

dan mengoperasikan layanan pinjam meminjam uang berbasis online. Bentuk

badan hukum penyelenggara dapat berupa perseroan terbatas atau koperasi.43

Berdasarkan ketentuan tersebut diatas, penyelenggara layanan jasa pinjam

meminjam uang berbasis online haruslah badan hukum dan tidak dapat dilakukan

oleh orang-perorangan maupun kegiatan usaha non badan hukum seperti

Maatschap, Firma, ataupun CV. Badan hukum yang dapat bertindak sebagai

penyelenggara layanan jasa pinjam meminjam uang berbasis online hanyalah

perseroan terbatas yang telah mendapatkan pengesahan dari Kementerian Hukum

dan HAM atau Koperasi. Ditinjau dari kapasitas hukum, tentu badan hukum

memiliki kedudukan yang lebih baik jika dibandingkan dengan perusahaan non

badan hukum mengingat badan hukum merupakan subjek hukum atau pendukung

hak dan kewajiban yang dapat dimintai pertanggungjawaban atas nama badan

43

Pasal 2 ayat (2) POJK No. 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam

Berbasis Teknologi Informasi.

37

hukum tersebut. Dengan ketentuan ini pula jelas bahwa Yayasan maupun badan

hukum lainnya tidak dapat menjalankan kegiatan layanan jasa pinjam meminjam

uang berbasis online. Persyaratan penyelenggara dalam bentuk badan hukum

perseroan terbatas atau koperasi ini telah sesuai dengan tujuan kepastian hukum

bagi para pihak dalam kegiatan usaha layanan jasa pinjam meminjam uang

berbasis online dimana hal ini merupakan kegiatan usaha yang bersifat mencari

keuntungan (profit oriented) dan melibatkan banyak pihak.

2. Pemberi pinjaman

Pemberi pinjaman sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 8 POJK No.

77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Berbasis Teknologi

Informasi adalah orang, badan hukum, dan/atau badan usaha yang mempunyai

piutang karena perjanjian layanan pinjam meminjam uang berbasis online.

Pemberi pinjaman dapat berasal dari dalam dan/atau luar negeri. Pemberi

pinjaman terdiri dari orang perseorangan warga negara Indonesia, orang

perserorangan warga negara asing, badan hukum Indonesia/asing, dan/atau

lembaga internasional.44

Pemberi pinjaman dalam skema layanan jasa pinjam meminjam uang

berbasis online lebih luas jika dibandingkan dengan penyelenggara layanan jasa

pinjam meminjam uang berbasis online. Dalam hal ini, orang perorangan baik

WNI maupun WNA dapat bertindak selaku pemberi pinjaman. Hal yang perlu

diperhatikan agar kegiatan usaha layanan pinjam meminjam uang berbasis online

44

Pasal 16 POJK No. 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Berbasis

Teknologi Informasi.

38

memberikan kepastian hukum bagi para pihak yaitu diperlukan pemberlakuan

sistem “Know Your Customer” guna menghindari tindakan pencucian uang.

3. Penerima pinjaman

Penerima pinjaman sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 7 POJK No.

77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Berbasis Teknologi

Informasi adalah orang dan/atau badan hukum yang mempunyai utang karena

perjanjian layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi. Penerima

pinjaman dalam sistem layanan jasa pinjam meminjam uang berbasis online harus

berasal dan berdomisili di wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Penerima pinjaman dapat berupa orang perseorangan Warga Negara Indonesia

atau badan hukum Indonesia.45

Berdasarkan ketentuan di atas, penerima pinjaman dalam layanan jasa

pinjam meminjam uang berbasis online bukanlah perorangan WNA ataupun

badan hukum asing. Namun, ketentuan tersebut belumlah cukup mengingat dalam

ketentuan tersebut hanya disebutkan bahwa penerima pinjaman adalah pihak yang

mempunyai utang tanpa menyebutkan dengan siapa penerima pinjaman

mengikatkan diri dalam perjanjian utang-piutang atau pinjam meminjam. Hal ini

seolah-olah penerima pinjaman memiliki perjanjian pinjam meminjam dengan

penyelenggara layanan jasa pinjam meminjam uang berbasis online dimana hal

tersebut mirip dengan kegiatan usaha perbankan dalam menerima dan

menyalurkan dana ke masyarakat.

4. Bank

45

Pasal 15 POJK No. 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Berbasis

Teknologi Informasi.

39

Pasal 24 POJK No.77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam

Berbasis Teknologi Informasi menentukan bahwa penyelenggara wajib

menggunakan escrow account dan virtual account dalam rangka layanan jasa

pinjam meminjam uang berbasis online. Selain itu, penyelenggara juga wajib

menyediakan virtual account bagi setiap pemberi pinjaman dan dalam rangka

pelunasan pinjaman, penerima pinjaman melakukan pembayaran melalui escrow

account penyelenggara untuk diteruskan ke virtual account pemberi pinjaman.

Escrow Account adalah rekening yang dibuka secara khusus untuk tujuan tertentu

guna menampung dana yang dipercayakan kepada Bank Indonesia berdasarkan

persyaratan tertentu sesuai dengan perjanjian tertulis.46

Virtual Account adalah nomor identifikasi pelanggan perusahaan (end

user) yang dibuat oleh Bank untuk selanjutnya diberikan oleh perusahaan kepada

pelanggannya (perorangan maupun non perorangan) sebagai identifikasi

penerimaan (collection). Tujuan penggunaan virtual account dan escrow account

dalam hal ini yaitu larangan bagi penyelenggara dalam melakukan penghimpunan

dana masyarakat melalui rekening penyelenggara. Guna mendukung penggunaan

virtual account dan escrow account tersebut maka penyelenggara harus

bekerjasama dengan pihak bank.

5. Otoritas Jasa Keuangan (OJK)

OJK adalah lembaga yang independen, yang mempunyai fungsi, tugas,

dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan

sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang No. 21 Tahun 2011 tentang

46

Penjelasan atas Peraturan Bank Indonesia No. 3/11/PBI/2001 tentang Perubahan Atas

Peraturan Bank Indonesia No. 2/24/PBI/2000 tentang Hubungan Rekening Giro Antara Bank

Indonesia dengan Pihak Ekstern.

40

Otoritas Jasa Keuangan. OJK dalam sistem pinjam meminjam uang berbasis

teknologi informasi ini bertindak selaku pemberi persetujuan pengajuan

pendaftaran dan perizinan penyelenggaraan sistem serta selaku pihak yang harus

mendapatkan laporan berkala atas penyelenggaraan sistem layanan jasa pinjam

meminjam uang berbasis online.

B. Hubungan Hukum Para Pihak dalam Pinjam Meminjam Uang Berbasis

Online

1. Hubungan hukum antara pemberi pinjaman dan penyelenggara

Penyelenggara dalam layanan pinjam meminjam uang berbasis online

yang dikelolanya dapat menawarkan kepada masyarakat luas untuk berinvestasi

dengan mengambil posisi sebagai pemberi pinjaman dalam layanan pinjam

meminjam uang berbasis online. Dalam hal ini, jika calon pemberi pinjaman

tertarik untuk memberikan pinjaman melalui sistem layanan pinjam meminjam

uang berbasis online, maka pemberi pinjaman dan penyelenggara akan

menyepakati perjanjian tertentu. Hubungan hukum antara pemberi pinjaman dan

penyelenggara lahir atas adanya perjanjian yang dituangkan dalam dokumen

elektronik diantara kedua belah pihak.47

Dalam perjanjian ini harus ditentukan paling sedikit tentang nomor

perjanjian,tanggal perjanjian, identitas para pihak, ketentuan mengenai hak dan

kewajiban para pihak, jumlah pinjaman, suku bunga pinjaman, besarnya komisi,

jangka waktu, rincian biaya terkait, ketentuan mengenai denda (jika ada),

mekanisme penyelesaian sengketa, dan mekanisme penyelesaian dalam hal

47

Pasal 19 ayat (1) POJK No. 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam

Berbasis Teknologi Informasi.

41

penyelenggara tidak dapat melanjutkan kegiatan operasionalnya.48

Dana yang

dikelola oleh penyelenggara layanan pinjam meminjam uang berbasis online yang

diperoleh dari pemberi pinjaman akan disalurkan oleh penyelenggara kepada

penerima pinjaman. hubungan hukum yang perlu ditegaskan antara pemberi

pinjaman dan penyelenggara dalam sistem layanan pinjam meminjam uang

berbasis online yaitu uang yang diserahkan oleh pemberi pinjaman tidaklah

ditujukan untuk dimiliki dan dikelola oleh penyelenggara seperti halnya dalam

perjanjian pinjam meminjam uang melainkan hanya disalurkan saja oleh

penyelenggara kepada penerima pinjaman. Dalam konsep ini, penyelenggara

hanyalah menyediakan fasilitas yang mempertemukan pemberi pinjaman dan

penerima pinjaman dan berdasarkan kuasa yang telah diberikan oleh pemberi

pinjaman, penyelenggara untuk dan atas nama pemberi pinjaman menyepakati

perjanjian pinjam meminjam uang milik pemberi pinjaman dengan penerima

pinjaman. Untuk jasa yang telah dilakukan tersebut, penyelenggara berhak

mendapatkan fee atau upah. Berdasarkan uraian tersebut, maka konstruksi

hubungan hukum antara pemberi pinjaman dan penyelenggara adalah hubungan

hukum yang lahir dari perjanjian pemberian kuasa dengan pihak pemberi

pinjaman selaku pemberi kuasa dan pihak penyelenggara selaku penerima kuasa.

Pemberian kuasa (lastgeving) diatur dalam Buku III Bab XVI mulai dari

Pasal 1792 sampai dengan Pasal 1819 KUHPerdata. Pasal 1792 KUHPerdata

menyatakan bahwa : “Pemberian kuasa adalah suatu perjanjian dengan mana

48

Pasal 19 ayat (2) POJK No. 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam

Berbasis Teknologi Informasi.

42

seorang memberikan kekuasaan (wewenang) kepada seorang lain, yang

menerimanya, untuk atas namanya menyelenggarakan suatu urusan.”

Berdasarkan definisi mengenai pemberian kuasa tersebut, dapat ditarik

kesimpulan bahwa surat kuasa (volmacht dalam bahasa Belanda atau Power of

Attorney dalam bahasa Inggris) adalah surat yang berisi pemberian kuasa dari

pemberi kuasa kepada penerima kuasa.

Dalam konsep pemberian kuasa, penerima kuasa dalam hal ini

penyelenggara memiliki beberapa kewajiban yaitu:49

a. Melaksanakan kuasa yang diberikan dengan sesempurna mungkin sesuai

dengan wewenang/volmacht yang dilimpahkan oleh si pemberi kuasa.

Pelaksanaan wewenang tadi harus diembannya dengan baik selama pemberian

kuasa belum berakhir

b. Wajib mempertanggungjawabkan kerugian yang timbul akibat kelalaian dan

ketidaksempurnaan dalam melaksanakan wewenang yang dilimpahkan pemberi

kuasa kepadanya

c. Wajib melaporkan dan membuat perhitungan pertanggungjawaban atas segala

sesuatu yang dilakukannya sehubungan dengan pelaksanaan tugas yang

dilimpahkan kepadanya (Pasal 1802 KUHPerdata)

d. Wajib bertanggungjawab atas tindakan yang dilakukan oleh “kuasa substitusi”

e. Wajib membayar “bunga uang” tunai yang diterimanya jika uang yang

diterimanya dipergunakan untuk kepentingan diri sendiri.

49

M. Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung, 1986, Halaman

310.

43

Sedangkan pemberi kuasa dalam hal ini si pemberi pinjaman memiliki kewajiban

yaitu:50

a. Wajib mengganti segala uang panjar dan biaya-biaya yang telah dikeluarkan

oleh si penerima kuasa dalam melaksanakan tugas yang dilimpahkan kepada si

penerima kuasa

b. Wajib membayar bunga atas pemakaian uang si penerima kuasa dalam

melaksanakan tugas yang dibebankan kepada si penerima kuasa.

2. Hubungan hukum antara pemberi pinjaman dan penerima pinjaman

Walaupun antara pemberi pinjaman dan penerima pinjaman dalam sistem

layanan pinjam meminjam uang berbasis online tidak saling bertemu secara

langsung, hal mana disebabkan penerima pinjaman untuk mendapatkan pinjaman

dimaksud cukup membuka aplikasi pinjaman online dan mengisi formulir

pinjaman online, hubungan pinjam meminjam yang terjadi adalah antara pemberi

pinjaman dan penerima pinjaman. Perjanjian pinjam meminjam tadi tidak terjadi

antara penerima pinjaman dan penyelenggara. Hal ini harus dijaga agar konstruksi

hubungan hukum antara para pihak dalam sistem layanan pinjam meminjam uang

berbasis online berbeda dengan konstruksi hubungan hukum antara para pihak

dalam perbankan.

Dalam perbankan, bank menyalurkan dana kepada masyarakat melalui perjanjian

kredit atau pembiayaan. Pengertian kredit sebagaimana diatur dalam Pasal 1

angka 11 UU Perbankan yaitu: Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang

dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam

50

Ibid., Halaman 311.

44

meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam

untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.

Adapun pengertian pembiayaan sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 12 UU

Perbankan yaitu: Pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah adalah penyediaan

uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau

kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai

untuk mengembalikan uang atau tagihan tabungan setelah jangka waktu tertentu

dengan imbalan atau bagi hasil. Oleh karena itu, dalam sistem layanan pinjam

meminjam uang berbasis online, penyaluran pinjaman kepada penerima pinjaman

haruslah bukan antara penyelenggara dan penerima pinjaman melainkan antara

pemberi pinjaman dan penerima pinjaman. Untuk mewujudkan hal ini, pemberi

pinjaman harus memberikan kuasa dengan tegas kepada penyelenggara untuk

menyalurkan dananya kepada penerima pinjaman melalui escrow account dan

virtual account. Penerima pinjaman yang akan melunasi pinjamannya dalam hal

ini seharusnya dapat langsung membayarkannya melalui escrow account

penyelenggara untuk diteruskan ke virtual account milik pemberi pinjaman

mengingat hubungan hukum atas perjanjian pinjam meminjam terjadi antara

pemberi pinjaman dan penerima pinjaman. Pasal 1754 KUHPerdata menentukan

bahwa pinjam meminjam adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu

memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang

menghabis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang terakhir ini akan

mengembalikan sejumlah yang sama dari jenis dan mutu yang sama pula. Dalam

istilah “verbruik-lening” yaitu nama dalam bahasa Belanda untuk perjanjian

45

pinjam meminjam ini, perkataan “verbruik” berasal dari “verbruiken” yang berarti

menghabiskan.51

Adapun kewajiban pemberi pinjaman yaitu tidak boleh meminta kembali

apa yang telah dipinjamkannya sebelum lewatnya waktu yang ditentukan dalam

perjanjian (Pasal 1759 KUHPerdata). Selain itu jika tidak telah ditetapkan suatu

waktu, hakim berkuasa, apabila orang yang meminjamkan menuntut

pengembalian pinjamannya, menurut keadaan, memberikan sekedar kelonggaran

kepada si peminjam (Pasal 1760 KUHPerdata).

Kewajiban penerima pinjaman yaitu wajib mengembalikan barang dalam

jumlah dan keadaan yang sama dan pada waktu yang ditentukan (Pasal 1763

KUHPerdata). Kewajiban lain dari si penerima pinjaman yaitu jika penerima

pinjaman tidak mampu mengembalikan barang yang dipinjamnya dalam jumlah

dan keadaan yang sama, maka ia diwajibkan membayar harganya, dalam hal mana

harus diperhatikan waktu dan tempat dimana barangnya, menurut perjanjian,

harus dikembalikan. Jika waktu dan tempat ini tidak telah ditetapkan, harus

diambil harga barang pada waktu dan tempat dimana perjanjian telah terjadi

(Pasal 1764 KUHPerdata), dan jika telah diperjanjikan bunga, maka bunga yang

telah diperjanjikan tersebut harus dibayar sampai saat pengembalian atau

penitipan uang pokoknya (Pasal 1766 KUHPerdata).

3. Hubungan Hukum antara Penyelenggara dan Bank

Hubungan hukum antara penyelenggara dan bank lahir atas adanya

perjanjian penggunaan virtual account dan escrow account sebagaimana

51

R. Subekti, Aneka Perjanjian, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 1995, Halaman 126.

46

diamanatkan Pasal 24 POJK No. 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam

Meminjam Berbasis Teknologi Informasi. Diharapkan dengan skema online ini,

yakni pengiriman informasi tagihan (collection) dapat secara online, penyediaan

informasi status pinjaman kepada para pihak juga secara online, dan penyediaan

escrow account dan virtual account di perbankan kepada para pihak sehingga

seluruh pelaksanaan pembayaran dana berlangsung dalam sistem perbankan.52

Ketentuan tersebut di atas memberikan kemudahan sekaligus kepastian

hukum bagi para pihak yaitu antara penyelenggara dan bank. Terlibatnya pihak

bank dalam skema layanan pinjam meminjam uang berbasis online sebagai pihak

penyedia virtual account dan escrow account ini menunjukkan bahwa sistem

pembukuan yang harus dijalankan oleh penyelenggara layanan pinjam meminjam

uang berbasis online harus berjalan seefisien mungkin dan tetap dapat

dipertanggungjawabkan.

4. Hubungan Hukum antara Penyelenggara dan OJK

Hubungan hukum antara penyelenggara dan OJK lahir atas dasar

ketentuan peraturan perundang-undangan dalam hal ini POJK No.

77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Berbasis Teknologi

Informasi. Berdasarkan ketentuan POJK ini, penyelenggara yang bermaksud

menjalankan penyelenggaraan sistem peer to peer harus mendapatkan izin dari

OJK.53

52

Hukumonline. “16 Hal yang Wajib Dipenuhi Pemain Peer to Peer Lending dalam

Fintech” http://m.hukumonline.com/index.php/berita/baca/lt586e1f6a2e0a2/16-hal-yang-wajib-

dipenuhi-pemain-peerto-peer-lending-dalam-fintech diakses pada tanggal 6 maret 2021. 53

Pasal 7 POJK No. 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Berbasis

Teknologi Informasi.

47

Setelah menjalankan sistem layanan pinjam meminjam uang berbasis

online harus memberikan laporan berkala ke OJK.54

Berdasarkan ketentuan tersebut, jelas penyelenggaraan layanan pinjam

meminjam uang berbasis online harus seizin dan dibawah pengawasan OJK.

Hubungan hukum antara penyelenggara layanan pinjam meminjam uang berbasis

online dan OJK adalah hubungan hukum yang lahir dari ketentuan peraturan

perundang-undangan bukan atas dasar perjanjian. OJK sebagai lembaga

independen yang dibentuk berdasar undang-undang memiliki kapasitas sebagai

pengawas kegiatan usaha yang dijalankan oleh Lembaga Jasa Keuangan (LJK).

Hal ini ditujukan untuk mewujudkan kepastian hukum dan perlindungan hukum

bagi para pihak.

C. Perlindungan Hukum dalam Pinjam Meminjam Uang Berbasis Online

Perlindungan hukum akan menjadi esensial karena merupakan hak bagi

masyarakat dalam suatu negara. Kemudian disisi lain perlindungan hukum

menimbulkan kewajiban bagi negara, yaitu negara wajib memberikan

perlindungan bagi seluruh warga negaranya tanpa terkecuali. Perlindungan hukum

adalah pemberian pengayoman terhadap hak asasi manusia yang dirugikan orang

lain dan perlindungan itu diberikan kepada masyarakat agar dapat menikmati

semua hak-hak yang diberikan oleh hukum. Hukum dapat difungsikan untuk

mewujudkan perlindungan yang sifatnya tidak sekedar adaptif dan fleksibel,

melainkan juga prediktif dan antisipatif. Hukum sangat dibutuhkan untuk mereka

54

Pasal 9 POJK No. 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Berbasis

Teknologi Informasi.

48

yang lemah dan belum kuat secara ekonomi, politik dan untuk memperoleh

keadilan sosial.55

Perlindungan hukum adalah segala bentuk upaya pengayoman terhadap

harkat dan martabat manusia serta pengakuan terhadap hak asasi manusia di mata

hukum. Sarana perlindungan hukum ada dua bentuk yaitu sarana perlindungan

hukum preventif dan sarana perlindungan hukum represif.56

1. Perlindungan hukum secara preventif

Perlindungan hukum secara preventif adalah perlindungan hukum yang

bertujuan untuk mencegah terjadinya sengketa. Dengan demikian perlindungan

hukum ini dilakukan sebelum terjadinya sengketa. Perlindungan hukum bagi

pengguna layanan Fintech khususnya pinjam meminjam berbasis online sebelum

terjadinya sengketa dapat dilakukan dengan upaya-upaya pencegahan dari

penyelengara layanan pinjam meminjam berbasasis online tersebut. Upaya

penyelenggara sebelum terjadinya sengketa adalah dengan menerapkan prinsip

dasar perlindungan hukum bagi pengguna layanan. Prinsip-prinsip tersebut diatur

pada Pasal 29 POJK Nomor 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam

Meminjam Uang Berbasis Online, antara lain yaitu prinsip transparansi, perlakuan

yang adil, keandalan, keberhasilan dan kemanan data, dan penyelesaian sengketa

pengguna secara sederhana, cepat dan biaya terjangkau.57

2. Perlindungan hukum secara represif

55

Basrowi, “Analisis Aspek dam Upaya Perlindungan Konsumen Fintech Syariah”,

Jurnal Lex Librum : Ilmu Hukum, Volume 5, Tahun 2019, Halaman 11. 56

Ibid.. 57

Ibid.

49

Perlindungan hukum secara represif adalah perlindungan hukum yang

tujuannya untuk menyelesaikan sengketa yang telah terjadi. Perlindungan hukum

ini baru bisa dilakukan setelah timbulnya sengketa terlebih dahulu. Sengketa

dalam layanan pinjam meminjam uang berbasis online bisa terjadi antara

pengguna dengan pengguna lainnya maupun antara pengguna dengan

penyelenggara layanan.58

Peranan Bank Indonesia dalam layanan pinjam meminjam uang berbasis

online yaitu sebagai Lembaga negara yang independent yang berwenang mengatur

dan menjaga kelancaran sistem pembayaran nasional. Bank Indonesia mendorong

perkembangan layanan pinjam meminjam uang berbasis online guna merespon

dari perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang ada.

Bank Indonesia telah menerbitkan Peraturan Bank Indonesia Nomor

18/40/PBI/2016 tentang Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Pembayaran

sebagai salah satu payung hukum bagi pengembangan bisnis layanan pinjam

meminjam uang berbasis online. Perlindungan hukum bagi nasabah dan pelaku

usaha layanan pinjam meminjam uang berbasis online diatur dalam Undang-

Undang Nomor 19 Tahun 2016 Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 tahun

2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Undang-Undang Nomor 8

tahun 2019 tentang Perlindungan Konsumen, Peraturan Pemerintah Nomor 71

Tahun 2019 Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 82 tahun 2012 tentang

Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik, Peraturan Bank Indonesia

Nomor 16/1/PBI/2014 tentang Perlindungan Konsumen Penyelenggara Sistem

58

Ibid.

50

Pembayaran, dan Peraturan Bank Indonesia nomor 18/40/PBI/2016 tentang

Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Pembayaran Pelaku Usaha yang ingin

menjadi Penyedia Jasa Sistem Pembayaran.59

Kemudian jika mengacu kepada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan

(POJK) Nomor: 77/POJK.01/2016, tentang layanan pinjam meminjam uang

berbasis teknologi informasi. Didalam aturan tersebut, OJK mengatur berbagai hal

yang harus ditaati oleh penyelenggara bisnis pinjaman dari pengguna ke

pengguna, atau yang biasa disebut dengan peer to peer lending. Sehingga pada

akhirnya ini akan melindungi kepentingan konsumen terkait keamanan dana dan

data, serta kepentingan nasional terkait pencegahan pencucian uang dan

pendanaan terorisme, serta stabilitas sistem keuangan. Selain itu, layanan pinjam

meminjam berbasis online dalam peraturan Bank Indonesia diklasifikasikan

kedalam jenis usaha keuangan finansial teknologi yang diatur dalam Pasal 1

angka (1) PBI nomor 19/12/PBI/2017.60

Peranan OJK dalam layanan pinjam meminjam berbasis online yaitu

sebagai pengawasan terhadap permasalahan dan penyalahgunaan dalam layanan

pinjam meminjam berbasis online ini. Pengawasan dapat diartikan sebagai proses

untuk menjamin bahwa layanan pinjam meminjam ini berjalan sesuai sebagai

mana harusnya. Dalam hal OJK melaksanakan tugasnya dibidang pengaturan dan

59

Basrowi, “Analisis Aspek dam Upaya Perlindungan Konsumen Fintech Syariah”,

Jurnal Lex Librum : Ilmu Hukum, Volume 5, Tahun 2019. 60

Subhan Zein,Tinjauan Yuridis Pengawasan OJK Terhadap Aplikasi Pinjaman Dana

Berbasis Elektronik di Indonesia, Jurnal Bisnis dan Akuntansi Unsurya, Vol. 4, no 2, Juni 2019,

Halaman 118.

51

pengawasan, telah disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011

Tentang Otoritas Jasa Keuangan pada Pasal 6 disebutkan bahwa:61

1. Kegiatan jasa keuangan di sektor perbankan

2. Kegiatan jasa keuangan di sektor pasar modal, dan

3. Kegiatan jasa keuangan di sektor perasuransian, dana pensiun, lembaga

pembiayaan, dan lembaga keuangan lainnya.

Dari Pasal tersebut dapat diketahui bahwa OJK mempunyai kewenangan

dalam mengatur dan mengawasi hampir seluruh sektor perbankan dan jasa

keuangan, termasuk juga dalam pelaksanaan kegiatan jasa keuangan yang bersifat

finansial teknologi atau berbasis online di Indonesia.

Sebagaimana amanah yang tertuang dalam Peraturan Otoritas Jasa

Keuangan Nomor 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa

Keuangan, Otoritas Jasa Keuangan harus mampu melindungi konsumen dan

masyarakat di sektor jasa keuangan. Peran aktif dari para otoritas pengaturan dan

pengawasan terkait sangatlah diperlukan untuk menyusun pengaturan dan

melakukan pengawasan produk dan layanan fintech dengan tetap memperhatikan

aspek perlindungan konsumen.

D. Perbandingan antara Pinjam Meminjam Uang secara Konvensional

dengan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Online

1. Persamaan Antara Pinjam Meminjam Secara Konvensional dengan Pinjam

Meminjam Berbasis Online

61 Ibid, Halaman 122.

52

Perusahaan penyelenggara pinjam meminjam berbasis online memiliki

kemiripan dengan perusahaan perbankan yang menerima uang dari deposan dan

menyalurkannya melalui fasilitas kredit atau pembiayaan, perusahaan penyedia

layanan pinjam meminjam berbasis online bukanlah termasuk kategori perbankan.

Bank merupakan badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam

bentuk kredit dan/atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf

hidup rakyat banyak.62

Mengingat perusahaan yang menjalankan layanan pinjam meminjam

berbasis online bukanlah perbankan sementara pinjaman melalui layanan pinjam

meminjam berbasis online mirip dengan kegiatan usaha perbankan, maka dibawah

ini akan dilihat persamaan antara keduanya berdasarkan unsur-unsur yang ada

didalamnya.

a. Dasar Hukum Pinjam Meminjam

Suatu kontrak lahir berdasarkan kesepakatan antara para pihak, yang mana

kesepakatan tersebut tertuang didalam suatu perjanjian. Demikian pula halnya

pada pinjam meminjam uang yang diawali dengan adanya kesepakatan para pihak

yang tertuang dalam suatu perjanjian pinjam meminjam uang.

Pada pinjam meminjam uang berbasis online didasari dengan adanya

kesepakatan oleh para pihak untuk saling mengikatkan dirinya pada sebuah

perjanjian yang dinamakan perjanjian pinjam meminjam. Antara pihak pemberi

pinjaman dan penerima pinjaman saling sepakat untuk melakukan perjanjian

pinjam meminjam uang. Sedangkan pada pinjam meminjam uang secara

62

Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan atas

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan.

53

konvensional atau pada bank , suatu pinjam meminjam juga didasari dengan

kesepakatan antara pihak bank selaku pemberi pinjaman dengan nasabah sebagai

pihak penerima pinjaman untuk melakukan perjanjian pinjam meminjam uang.

Dikaitkan dengan Pasal 1338 KUH Perdata yaitu asas pacta sunt

servanda, disebutkan bahwa suatu kontrak yang dibuat dan disepakati oleh para

pihak merupakan undang-undang tertinggi bagi mereka. Maka mengacu pada

Pasal ini baik dalam pinjam meminjam uang secara konvensional maupun pinjam

meminjam uang secara online mempunyai kesamaan yaitu bahwa diantara

peristiwa perjanjian antara keduanya didasari oleh kesepakatan para pihak untuk

saling mengikatkan diri dalam suatu perjanjian yang disebut perjanjian pinjam

meminjam.

b. Subjek Hukum

Istilah subjek hukum berasal dari terjemahan rechtsubject dalam bahasa

Belanda atau law of subject dalam bahasa Inggris. Pada umumnya rechtsubject

diartikan sebagai pendukung hak dan kewajiban. Pengertian subjek hukum

menurut Algra adalah setiap orang yang mempunyai hak dan kewajiban, jadi

mempunyai wewenang hukum. Pengertian dari wewenang hukum adalah

kewenangan untuk mempunyai hak dan kewajiban, untuk menjadi subjek dari

hak-hak.

54

Subjek hukum mempunyai peranan dan kedudukan yang sangat penting di

dalam bidang hukum, khususnya dalam hukum keperdataan karena subjek hukum

tersebutlah yang nanti mempunyai wewenang hukum.63

Subjek hukum itu sendiri terbagi atas dua yaitu manusia dan badan hukum.

Semua manusia mempunyai hak-hak subjekif sejak ia dilahirkan akan tetapi tidak

semua manusia mempunyai kewenangan dan kecakapan untuk melakukan suatu

perbuatan hukum. Orang yang dapat melakukan perbuatan hukum adalah orang-

orang yang telah dewasa dan atau sudah kawin. Ukuran kedewasaan berdasarkan

hukum keperdataan adalah sudah 21 tahun dan atau sudah kawin.64

Sedangkan badan hukum mempunyai pengertian sebagai suatu badan yang

dapat mempunyai harta kekayaan, hak serta kewajiban seperti manusia atau orang

pribadi. Menurut Sri Soedewi Masjchoen badan hukum merupakan kumpulan

orang-orang yang bersama-sama bertujuan untuk mendirikan suatu badan yang

berwujud himpunan, dan dengan harta kekayaan yang disendirikan untuk suatu

tujuan tertentu.65

Dalam hal suatu perikatan yang timbul karena perjanjian, dikenal ada dua

macam subjek hukum yaitu debitur dan kreditur. Seperti yang telah dijelasakan

diatas, baik debitur maupun kreditur dapat berupa sebagai orang perorangan dan

juga dapat berupa suatu badan hukum. Definisi dari debitur adalah pihak yang

63

Sudikno Mertokusumo, Pengantar Hukum Perdata Tertulis(BW), Sinar Grafika,

Yogyakarta, Maret 2001, Halaman 23. 64

Ibid, Halaman 24. 65

Ibid, Halaman 25.

55

dibebankan atas suatu kewajiban untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan

sesuatu.66

Sedangkan kreditur adalah pihak yang mendapatkan suatu hak untuk

menerima pelaksanaan dari suatu yang diperjanjikan tersebut yaitu prestasi.67

Begitu juga pada peristiwa pinjam meminjam uang yang merupakan lahir

dari sebuah perjanjian yang kemudian menjadi subjek hukum juga lazimnya

disebut sebagai kreditur dan debitur, yang mana kreditur merupakan sebagai pihak

yang memberikan pinjaman tersebut sedangkan debitur sebagai pihak yang

menerima pinjaman dan mempunyai kewajiban untuk mengembalikannya dalam

jangka waktu tertentu sesuai dengan yang telah disepakati kedua belah pihak.

Pada peristiwa pinjam meminjam uang di perbankan para pihak yang dimaksud

adalah pihak bank dan juga pihak nasabah. Dalam hal ini bank merupakan sebagai

kreditur dengan nasabah sebagai debitur yang kemudian debitur atau nasabah

diwajibkan untuk melaksanakan kewajibannya dalam hal pelunasan utang setelah

jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Nasabah atau debitur dalam

perjanjian pinjam meminjam uang pada bank ini dapat berupa individua tau orang

perorang dan juga dapat berbentuk suatu badan hukum.

Jika dilihat pada perjanjian pinjam meminjam uang berbasis online para

pihak yang turut dalam perjanjian tersebut yaitu pihak penerima pinjaman dan

juga pihak pemberi pinjaman. Penerima pinjaman atau dalam istilah yaitu sebagai

debitur sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 7 POJK Nomor

77/POJK.01/2016 tentang Layaan Pinjam Meminjam Berbasis Teknologi

66

Ahmadi Miru, Sakka Pati, Hukum Perikatan, Rajawai Pers, Makasar, 2018 Halaman 6. 67

Ibid, Halaman 9.

56

Informasi didefinisikan sebagai suatu orang dan/ atau badan hukum yang

mempuyai utang oleh sebab perjanjian layanan pinjam meminjam uang berbasis

online atau teknologi informasi. Sedangkan yang dimaksud dengan pemberi

pinjaman atau disebut dengan istilah sebagai kreditur menurut Pasal 1 angka 8

POJK Nomor 77/POJK.01/2016 tentang Layaan Pinjam Meminjam Berbasis

Teknologi Informasi adalah orang, badan hukum, dan/ atau badan usaha yang

mempunyai piutang karena perjanjian layanan pinjam meminjam uang berbasis

online.

Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat diketahui bahwa antara pinjam

meminjam uang berbasis online dengan pinjam meminjam uang secara

konvensional dalam hal ini bank mempunyai kesamaan subjek ,yaitu keduanya

terdiri atas pihak kreditur yang merupakan pemberi pinjaman sebagai pemegang

hak untuk menerima prestasi pengembalian dan juga terdapat debitur sebagai

penerima pinjaman yang mempunyai kewjiban uuntuk memenuhi prestasi yaitu

pengembalian utang kepada kreditur.

c. Hak dan Kewajiban Para Pihak

Dalam perjanjian pinjam meminjam uang, yang meminjamkan berhak atas

pengembalian uang tersebut. Disamping itu pula pemberi pinjaman berhak

menuntut Kembali objek atau uang yang dipinjamkannya, sesuai dengan batas

waktu yang telah diperjanjikan. Apabila dalam perjanjian tersebut tidak

ditentukan tentang batas waktu pengembalian tersebut maka bagi si peminjam

atau debitur untuk waktu pengembaliannya dengan mengingat keadaan dan

memberi kelonggaran si peminjam berdasarkan putusan hakim. Hal in diatur

57

dalam Pasal 1760 KUH Perdata bahwa dalam hal tidak ditetapkan waktu, maka

hakim berkuasa memberi kelonggaran kepada peminjam atau debitur, apabila

terjadi si kreditur atau pemberi pinjaman menuntut pengembaliannya.68

Berdasarkan pada Pasal 1759 KUH Perdata bahwa salah satu kewajiban

dari pemberi pinjaman adalah si kreditur tidak boleh meminta kembali apa yang

telah dipinjamkannya sebelum lewatnya waktu yang ditentukan dalam perjanjian

pinjam meminjam tersebut.

Kewajiban penerima pinjaman yaitu wajib mengembalikan barang dalam

jumlah dan keadaan yang sama dan pada waktu yang telah di perjanjikan, hal ini

dijelaskan dalam Pasal 1763 KUH Perdata. Kewajiban lain dari si penerima

pinjaman atau debitur yaitu apabila dalam perjanjian tersebut telah diperjanjikan

bunga, maka bunga yang telah diperjanjikan tersebut harus dibayarkan pada saat

pengembalian uang pokoknya sebagaimana dijelaskan pada Pasal 1766 KUH

Perdata.

2. Perbedaan Antara Pinjam Meminjam Secara Konvensional dengan Pinjam

Meminjam Berbasis Online

Antara pinjam meminjam secara konvensional dan pinjam meminjam

secara online mempunyai perbedaan mendasar yaitu antara lain;

a. Pengaturan Bunga

Pada kegiatan pinjam meminjam uang secara konvensional yaitu melalui

kredit bank, pengaturan mengenai suku bunga secara jelas diatur oleh lembaga

yaitu Bank Indonesia yang mana Bank Indonesia menerbitkan Peraturan Bank

68

R. Subekti, Jaminan-Jaminan Untuk Pemberian Kredit Menurut Hukum Indonesia ,

Alumnu, Bandung, 1982, Halaman 6.

58

Indonesia No. 17/2/PBI/2015 tentang Suku Bunga Penawaran Antar Bank.

Sedangkan dalam proses pelaksanaan pinjam meminjam uang berbasis online

pengaturan mengenai standarisasi bunga haruslah diperjelas kembali. Hal ini

mengacu pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016

tentang Layanan Pinjam Meminjam Teknologi Informasi pada Pasal 17 ayat 1

yang menyatakan bahwa :

“Penyelenggara memberikan masukan atas suku bunga yang ditawarkan oleh

pemberi pinjaman dan penerima pinjaman dengan mempertimbangkan kewajaran

dan perekonomian nasional”.

Pada rumusan tersebut dapat ditafsirkan bahwa belum ada kepastian

mengenai peraturan suku bunga pada pinjam meminjam berbasis online, maka hal

tersebut merupakan perbedaan mendasar antara pinjam meminjam berbasis online

dengan pinjam meminjam secara konvensional.

b. Objek Jaminan

Bank dalam menjalankan usahanya menganut prinsip kehati-hatian,

termasuk dalam hal pemberian kredit, sesuai dengan Pasal 2 Undang-Undang

Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan. Dalam perjanjian pinjam meminjam

uang bank membutuhkan objek jaminan untuk meyakinkan atas kesanggupan

debitur untuk melunasi utangnya dikemudian hari sesuai dengan waktu yang

disepakati. Objek jaminan pada perjanjian pinjam meminjam konvensional atau

bank mempunyai fungsi yang salah satunya sebagai sesuatu yang dapat

menggantikan utang si debitur apabila tidak sanggup untuk melaksanakan

59

prestasinya atau apabila dbitur melakukan wanprestasi terhadap perjanjian pinjam

meminjam.

Berbeda dengan pinjam meminjam secara konvensional, pada pinjam

meminjam berbasis online tidak dikenal adanya objek jaminan, pada pinjam

meminjam berbasis online, debitur hanya perlu mendaftarkan diri dan mengisi

formulir identitas diri pada platform tempat mereka akan meminjam yang berupa

nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, alamat, identitas orangtua, pekerjaan,

yang mana keseluruhan identitas tersebut disertai dengan bukti foto, namun

dengan kata lain identitas tersebut yang menjadi jaminan antara debitur dengan

kreditur melainkan bukan suatu objek benda tertentu. Hal inilah yang menjadi

salah satu perbedaan mendasar antara objek jaminan pada pinjam meminjam uang

secara konvensional atau bank dengan pinjam meminjam uang berbasis online.

c. Proses Pelaksanaan

Pada pinjam meminjam secara konvensional keseluruhan proses dilakukan

dengan langsung antara pihak kreditur dan debitur tanpa adanya perantara alat

apapun,mulai dari pengajuan pinjaman, negosiasi perjanjian, hingga

penandatanganan perjanjian pinjam meminjam dilakukan secara langsung dengan

kontak fisik antara kreditur dan debitur. Berbeda dengan pelaksanaan pinjam

meminjam berbasis online, yang mana justu keseluruhan pelaksanaanya dilakukan

melalui perantara yang antara kreditur dengan debitur tidak secara langsung

bertemu untuk melakukan kegiatan tersebut melainkan dihubungkan dengan

sebuah jaringan diantara keduanya. Kemudian selain itu juga dokumen-dokumen

yang terkait juga memiliki bentuk yang berbeda, jika pada pinjam meminjam

60

secara konvensional bentuk dokumennya berbentuk fisik yang dapat disentuh

maka pada pinjam meminjam berbasis online bentuk dokumen terkait adalah

dokumen elektronik, demikian termasuk dengan dokumen kontrak atau perjanjian

yang berbentuk kontrak elektronik serta tanmdatangan didalam kontrak tersebut

juga merupakan tandatangan elektronik.

Demikianlah perbedaan antara pinjam meminjam uang secara

konvensional dengan pinjam meminjam uang berbasis online.

3. Resiko Pada Pinjam Meminjam Uang Berbasis Online

Ada beberapa resiko yang harus diketahui dan disimak dalam pinjam

meminjam uang berbasis online, antara lain yaitu:69

a. Resiko Bunga Tinggi

Resiko bunga tinggi bagi peminjam tidak seperti suku bunga perbankan

yang diatur ketat, pada pinjam meminjam uang berbasis online masih belum ada

aturan yang spesifik atau jelas. Saat ini suku bunga pada pinjam meminjam uang

berbasis online ditawarkan pada kisaran 14% sampai 30% perbulan. Besaran

suku bunga ini tergantung dengan yang ditentukan oleh penyedia layanan jasa

pinjam meminjam uang berbasis online masing-masing sebagai kreditur dalam hal

ini, dan besaran suku bunga tergantung scoring profil dari si peminjam selaku

debitur.

Jika memilki profil resiko yang rendah dan didukung oleh agunan yang

mencukupi, maka bisa jadi akan memiliki profil kredit yang dapat dipercayai oleh

kreditur, sehingga suku bunga yang didapatkan rendah. Sedangkan jika memiliki

69

Istiqamah, Op.Cit, Halaman 302.

61

profil kredit yang kurang baik maka akan mendapatkan suku bunga yang tinggi.

Dengan tingkat suku bunga yang tinggi, maka beban yang harus ditanggung untuk

melunasi utang-utang juga lebih besar.

b. Harus membayar biaya layanan

Jika pinjaman telah disetujui, maka diwajibkan untuk membayar biaya

layanan yang besarnya antara 3% sampai 5% dari nilai pinjamanm. Itu artinya jika

peminjam mendapatkan persetujuan pinjaman sebesar Rp.10.000.000,-, maka uan

yang bisa didapatkan hanya ada dikisaran Rp.9.500.000,- sampai Rp.9.700.000,-.

Besarnya biaya layanan berbeda-beda tergantung dari perusahaan penyedia

layanan jasa pinjam meminjam uang berbasis online atau pihak kreditur.

c. Jangka waktu pelunasan yang pendek

Jangka waktu atau tenor maksimal dari pinjam meminjam uang berbasis

online adalah 12 bulan. Dengan begitu dikatakan bahwa pinjam meminjam

berbasis online termasuk kedalam pinjaman jangka pendek, sehingga dipakai

untuk membiayai keperluan jangka pendek.

d. Limit kredit yang rendah

Dengan jangka waktu pelunasan yang sangat pendek, maka limit kredit

pinjam meminjam uang berbasis online juga lebih kecil dibandingkan dengan

jenis pinjaman perbankan. Dari satu penyedia layanan jasa pinjam meminjam

uang berbasis online bisa diajukan pinjaman antara Rp.1.000.000,- sampai

Rp.50.000.000,- dengan jaminan identitas diri.

e. Resiko bocornya data pribadi

62

Pada saat mengajukan pinjaman online, ada potensi bocornya data pribadi

yaitu berupa nomor handphone, kemudian juga data diri yang dimasukkan ketika

pada saat pendaftaran atau pengajuan pinjaman yang antara lain berupa foto,

identitas KTP ataupun identitas lainnya yang digunakan sebagai jaminan data diri.

63

BAB IV

PENYELESAIAN HUKUM DALAM HAL WANPRESTASI PADA

PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM SECARA ONLINE

A. Penerapan Asas-Asas Perjanjian Pada Kontrak Online

Asas-asas yang berlaku pada kontrak online pada dasarnya tidak memiliki

perbedaan dengan asas-asas yang berlaku pada perjanjian perdata pada umumnya,

Adapun asas-asas yang dimaksud tersebut adalah antara lain:

1. Asas kebebasan berkontrak

Walaupun pada umumnya dalam pinjam meminjam uang berbasis online

menggunakan klausula baku, yang mana debitur hanya memiliki sedikit

kesempatan untuk bisa melakukan negosiasi terhadap klausula didalam perjanjian

pinjam meminjam tersebut, akan tetapi tidak boleh ada unsur keterpaksaan dalam

perjanjian tersebut, yang mana para pihak harus saling menyepakati klausula

didalam perjanjian tersebut terutama si debitur.

“Sepakat mereka yang mengikatkan diri” adalah asas esensial dari hukum

perjanjian. Asas ini dinamakan juga dengan asas otonomi “konsensualisme”, yang

menentukan ada atau tidak adanya suatu perjanjian.

Asas konsensualisme yang terdapat didalam Pasal 1320 KUH Perdata

mengandung arti “kemauan” para pihak untuk saling berpartisipasi, ada kemauan

untuk saling mengikatkan diri. Kemauan ini membanghkitkan kepercayaan bahwa

perjanjian itu dipenuhi. Asas kepercayaan ini merupakan nilai etis yang

bersumber pada moral.70

70

Mariam Darus Badrulzaman, op.cit, Halaman 83.

64

Asas konsensualisme ini mempunyai hubungan yang erat dengan asas

kebebasan berkontrak dan asas kekuatan mengikat yang terdapat didalam Pasal

1338 ayat (1) KUH Perdata. Ketentuan tersebut berbunyi: “Semua persetujuan

yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang

membuatnya”.

“Semua” mengandung makna meliputi seluruh perjanjian,baik yang

Namanya dikenal maupun yang tidak dikenal oleh undang-undang. Asas

kebebasan berkontrak berhubungan denga nisi perjanjian, yaitu kebebasan

menentukan “apa” dan dengan “siapa” perjanjian itu diadakan dan sebuah

perjanjian yang diperbuat sesuai dengan Pasal 1320 KUH Perdata mempunyai

kekuatan yang mengikat.71

2. Asas konsensualisme

Asas ini dapat ditemukan dalam Pasal 1320 dan Pasal 1338 KUH Perdata.

Dalam Pasal 1320 KUH Perdata disebutkan tegas sedangkan dalam Pasal 1338

KUH Perdata ditemukan didalam istilah “semua”. Kata-kata semua menunjukkan

bahwa setiap orang diberi kesempatan untuk menyatakan keinginannya, yang

dirasanya baik untuk menciptakan perjanjian.72

Penerapan asas ini didalam perjanjian pinjam meminjam uang berbasis

online sulit diterapkan disebabkan penggunaan klausula baku pada perjanjiannya

sehingga debitur hanya memiliki sedikit kesempatan untuk menyampaikan apa

yang diinginkannya didalam perjanjian tersebut.

3. Asas kepercayaan

71

Ibid, Halaman 84. 72

Ibid, Halaman 87.

65

Seseorang yang mengadakan perjanjian dengan pihak lain, menumbuhkan

kepercayaan diantara kedua pihak tersebut bawa satu sama lain akan memegang

janjinya, dengan kata lain akan memenuhi prestasinya di kemudian hari. Tanpa

adanya kepercayaan itu, maka perjanjian itu tidak akan mungkin terjadi diantara

para pihak. Dengan kepercayaan ini, para pihak mengikatkan dirinya dan untuk

keduanya perjanjian itu mempunyai kekuatan mengikat sebagai suatu undang-

undang.73

Dengan kreditur yang memberikan pinjaman kepada debitur maka dapat

dikatakan bahwa kreditur percaya bahwa debitur akan melaksanakan

kewajibannya kepada kreditur yaitu mengembalikan utang kepada kreditur sesuai

dengan jumlah yang disepakati dan dengan jangka waktu yang telah ditentukan

pula.

4. Asas kekuatan mengikat

Demikianlah seterusnya bahwa dapat disimpulkan didalam suatu

perjanjian terkandung suautu asas kekuatan mengikat. Terikatnya para pihak pada

perjanjian itu tidak semata-mata terbatas pada apa yang diperjanjikanakan tetapi

juga terhadap beberapa unsur lain sepanjang dukehendaki oleh kebiasaan dan

kepatutan serta moral. Demikianlah sehingga asas moral, kepatutan dan kebiasaan

yang mengikat para pihak.74

Dalam hal perjanjian pinjam meminjam uang maka si debitur telah terikat

secara moral kepada si kreditur, dan apabila dikaitkan dengan kebiasaan maka

73

Ibid, Halaman 87. 74

Ibid, Halaman 88.

66

yang namanya utang maka si yang berutang wajib mengembalikan utangnya

kepada orang yang di utangi nya, dalam hal ini kreditur.

5. Asas persamaan hukum

Asas ini menempatkan para pihak didalam persamaan derajat, tidak ada

perbedaan, walaupun ada perbedaan kulit, kekayaan, kekuasaan, jabatan, dan hal

lainnya. Masing-masing pihak wajib melihat adanya persamaan ini dan

mengharuskan kedua pihak untuk menghormati satu sama lain sebagai manusia

ciptaan tuhan yang mempunyai kedudukan yang sama.75

Antara kreditur dan debitur tidak ada perbedaan dan tidak ada

keistimewaan di dalam hukum, apabila debitur melakukan wanprestasi contohnya

tidak melaksanakan kewajibannya untuk membayar utang kepada kreditur maka

kreditur dapat menggugat debitur atas hal tersebut, begitu pula sebaliknya apabila

kreditur melakukan perbuatan diluar dari yang telah di sepakati dalam perjanjian

misalnya menagih utang sebelum waktu yang telah ditentukan atau menagih utang

dengan cara kekerasan maka debitur juga dapat menggugat kreditur atas hal

tersebut.

6. Asas keseimbangan

Asas ini mengkehendaki kedua pihak memenuhi dan melaksanakan

perjanjian itu. Asas keseimbangan ini merupakan kelanjutan dari asas persamaan.

Kreditur mempunyai kekuatan untuk menuntut prestasi dan jika diperlukan dapat

menuntut pelunasan prestasi melalui kekayaan debitur, akan tetapi kreditur

memikul pula beban untuk melaksanakan perjanjian dengan itikad baik. Dapat

75

Ibid, Halaman 88.

67

dilihat disini bahwa kedudukan kreditur yang kuat diimbangi dengan

kewajibannya untuk memperhatikan itikad baik sehingga kedudukan kreditur dan

debitur seimbang.76

7. Asas kepastian hukum

Perjanjian sebagai suatu figur hukum harus mengandung suatu kepastian

hukum. Kepastian ini terungkap dari kekuatan mengikat perjanjian itu yaitu

sebagai suatu undang-undang bagi para pihak.77

Asas ini masih berkaitan dengan Pasal 1338 ,yaitu perjanjian sebagai

undang-undang bagi para pihak, maka dari itu didalam perjanjian haruslah jelas

hal-hal apa saja yang diatur karena perjanjian tersebut sebagai patokan dalam

pelaksanaan pinjam meminjam uang berbasis online, salah satu contohnya

misalkan tentang penyelesaian sengketa apabila terjadi wanprestasi.

8. Asas moral

Asas ini terlihat dalam perikatan, dimana suatu perbuatan sukarela dari

seseorang tidak menimbulkan hak baginya untuk menggugat kontraprestasi dari

para pihak debitur juga hal ini terlihat didalam zaakwaarneming, dimana

seseorang yang melakukan suatu perbuatan dengan sukarela yang bersangkutan

mempunyai kewajiban untuk meneruskan dan menyelesaikan perbuatannya, asas

ini juga terdapat didalam Pasal 1339 KUH Perdata. Faktor-faktor yang

memberikan motivasi pada yang bersangkutan melakukan suatu perbuatan hukum

itu berdasarkan pada “kesusilaan (moral), sebagai panggilan dari hati nuraninya.78

9. Asas kepatutan

76

Ibid, Halaman 88. 77

Ibid, Halaman 88. 78

Ibid, Halaman 89.

68

Asas ini dituangkan di dalam Pasal 1339 KUH Perdata. Asas kepatutan ini

berkaitan dengan ketentuan mengenai isi perjanjian. Asas kepatutan ini haruslah

dipertahankan, karena melalui asas ini ukuran tentang hubungan ditentukan juga

oleh rasa keadilan dalam masyarakat.79

B. Penggunaan Kontrak Online Dalam Transaksi Pinjam Meminjam

Berbasis Online

Dalam era perkembangan ekonomi digital, masyarakat terus

mengembangkan inovasi, teknologi informasi dianggap telah mengubah

masyarakat yang menciptakan jenis-jenis dan peluang bisnis yang baru, serta

menciptakan jenis pekerjaan dan karir baru dalam kehidupan manusia, salah satu

contoh perkembangan yang diciptakan yaitu penyediaan layanan dalam kegiatan

pinjam meminjam yang salah satunya ditandai dengan adanya layanan jasa pinjam

meminjam uang berbasis online yang dinilai turut berkontribusi terhadap

pembangunan dan perekonomian nasional. Dari hal inilah kemudian muncul

istilah kontrak elektronik/ online demi memenuhi kebutuhan masyarakat yang

berkembang mengikuti teknologi tersebut.

Ditinjau dari KUH Perdata di Indonesia penggunaan kontrak online atau

elektronik boleh saja dipergunakan, memang jika dilihat berdasarkan buku III

KUH Perdata di Indonesia kontrak online belum ada diatur, akan tetapi jika

ditinjau dari hukum perjanjian yang ada di Indonesia selama para pihak dalam

kontrak tersebut tidak menciderai makna dari perjanjian itu maka kontrak online

79

Ibid, Halaman 89.

69

sah dan dapat dipergunakan sebagaimana diatur didalam Pasal 1320 KUH Perdata

dan Pasal 1338 KUH Perdata.

Pengaturan terkait dengan kontrak online tercantum dalam Pasal 1 angka

17 UU ITE yang bunyinya adalah “Kontrak elektronik adalah perjanjian para

pihak yang dibuat melalui sistem elektronik”. Kekuatan hukum kontrak online/

elekronik dapat dilihat didalam Pasal 18 ayat (1) UU ITE yang bunyinya adalah

“Transaksi elektronik yang dituangkan kedalam kontrak elektronik merupakan

mengikat bagi para pihak”, maka jika dilihat dari penjelasan dua Pasal tersebut

dapat dikatakan bahwa suatu transaksi yang menjadi perjanjian lalu perjanjian

tersebut dituangkan kedalam kontrak online/ elektronik maka memiliki sifat yang

mengikat para pihak, hal ini berarti kontrak online memiliki kesamaan dengan

kontrak-kontrak atau perjanjian pada umumnya.

Pada perjanjian pinjam meminjam uang berbasis online yang mana

perjanjiannya tertuang di dalam akta atau kontrak elektronik tentunya akta atau

kontrak tersebut termasuk kedalam akta dibawah tangan, bukan akta yang

termasuk bersifat otentik atau notarial. Meskipun kontrak atau akta tersebut

merupakan akta dibawah tangan, namun dapat dipertanggungjawabkan dan dapat

dijadikan sebagai alat bukti, akan tetapi kekuatan pembuktian akta dibawah

tangan tidak sesempurna kekuatan bukti akta otentik. Namun demikian

penggunaan kontrak online tidak mengurangi dan tidak mengingkari keabsahan

dari perjanjian sebagimana yang tercantum didalam Pasal 1320 KUH Perdata.

Kontrak online atau elektronik termasuk kedalam kategori kontrak tidak

bernama (innominaat) yaitu perjanjian-perjanjian yang tidak diatur didalam KUH

70

Perdata tetapi dapat ditemui pelaksanaannya didalam masyarakat akibat dari

perkembangan zaman dan tuntutan kebutuhan ekonomi bisnis.

Menurut Mieke Komar Kantaatmadja perjanjian jual beli yang dilakukan

melalui media elektronik secara online tidak lain adalah perluasan dari konsep

perjanjian jual beli yang ada didalam KUH Perdata. Perrjanjian online ini

memiliki dasar hukum perdagangan konvensional atau jual beli dalam hukum

perdata.80

Jika dianalisis berdasarkan keterangan diatas maka hal demikian juga yang

terjadi dalam perjanjian pinjam meminjam berbasis online. Penggunaan kontrak

online atau elektronik dalam perjanjian pinjam meminjam uang berbasis online

merupakan sebuah perkembangan dari perjanjian pinjam meminjam secara

konvensional yang dikenal pada umumnya, yang mana dikarenakan

perkembangan teknologi dan seiring juga dengan perkembangan masyarakat yang

awalnya hanya mengenal kegiatan pinjam meminjam hanya secara konvensional

kemudian karena perkembangan tersebut muncul kegiatan pinjam meminjam

berbasis online yang bersamaan dengan hal tersebut dibarengi dengan penggunaan

kontrak online atau elektronik.

Kontrak elektronik memiliki unsur-unsur yang termuat didalamnya, antara

lain sebagai berikut:81

1. Data identitas para pihak

2. Objek dan spesifikasi

80

Mieke Komar Kantaatmadja, Cyberlaw: Suatu Pengantar, cetakan I, ELIPS, Bandung,

2001, Halaman 15. 81

Pasal 48 ayat 3 Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan

Sistem dan Transaksi Elektronik.

71

3. Persyaratan transaksi elektronik

4. Harga dan biaya

5. Prosedur dalam hal terdapat pembatalan oleh para pihak

6. Ketentuan yang memberikan hak apabila ada salah satu pihak yang dirugikan

untuk dapat menerima ganti kerugian

7. Pilihan hukum penyelesaian transaksi elektronik

Dalam kontrak elektronik sebagaimana yang dimaksud diatas

dilaksanakan juga dengan menggunakan tandatangan elektronik. Tandatangan

elektronik berdasarkan peraturan OJK adalah tanda tangan yang terdiri atas

informasi elektronik yang dilekatkan, diasosiasikan atau terkait dengan informasi

elektronik lainnya yang digunakan sebagai alat verifikasi dan autentifikasi

sebagaimana dimaksud dalam undang-undang nomor 11 tahun 2008 tentang ITE.

Tanda tangan elektronik mempunyai kekuatan hukum yang sah selama

memenuhi persyaratan, antara lain sebagai berikut: 82

1. Data pembuatan bersifat privasi hanya diketahui oleh pemilik tanda tangan

2. Saat pembuatan tanda tangan, hanya pemilik asli yang memiliki kuasa untuk

menggunakannya

3. Jika terdapat perubahan setelah pembuatan tanda tangan elektronik, bisa

diketahui secara pasti

4. Semua perubahan tentang informasi elektronik yang ada hubungannya dengan

tanda tangan bisa diketahui

5. Memiliki cara khusus untuk mengetahui dengan pasti pemilik tanda tangannya.

82

Pasal 11 Undang-Undang nomor 11 tahun 2008 tentang ITE.

72

6. Memiliki cara khusus untuk membuktikan bahwa pemilik tanda tangan sudah

memberikan persetujuan yang sah mengenai informasi elektronik tertentu.

Mengacu kepada Pasal 5 undang-undang ITE dinyatakan bahwa dengan

terpenuhinya semua ketentuan yang telah ditetapkan oleh UU ITE dan POJK

nomor 77/ POJK. 01/2016, maka transaksi elektronik berupa pinjam meminjam

uang berbasis online ini dituangkan kedalam kontrak online atau elektronik yang

mengikat para pihak serta segala informasi elektronik dan/ atau dokumen

elektronik merupakan alat bukti hukum yang sah yang dapat diajukan ke

pengadilan.

C. Penyelesaian Hukum Pinjam Meminjam Berbasis Online Apabila Terjadi

Wanprestasi

1. Wanprestasi dan Kaitannya Dengan Hukum Perdata Indonesia

Dalam pelaksanaan pinjam meminjam uang berbasis online, terdapat

hubungan hukum antara para pihak yang meliputi pemberi pinjaman atau

kreditur, penyelenggara pinjaman, serta penerima pinjaman selaku debitur.

Hubungan hukum yang dimaksud disini adalah suatu hubungan yang didalamnya

terdapat hak dan kewajiban diantara para pihak yang terkait didalamnya.83

Pada pinjam meminjam uang berbasis online hubungan hukum tersebut

lahir dari adanya suatu perjanjian. Secara konvensional, perjanjian dapat terjadi

melalui tindakan langsung ataupun tidak langsung dari kedua belah pihak dimana

pihak pertama berpihak sebagai yang melakukan penawaran diterima oleh

penerima dengan kondisi-kondisi hukum yang jelas serta bertujuan menciptakan

83

Titik Triwulan Tutik, Pengantar Hukum Perdata di Indonesia, Prestasi Pustaka

Publisher, Jakarta, 2006, Halaman 221.

73

suatu hubungan hukum. Kondisi-kondisi yang dimaksud adalah kesepakatan,

kecakapan, objek tertentu dan sebab yang halal.84

Pada dasarnya pihak penerima pinjaman atau debitur berkewajiban untuk

membayar utang sesuai dengan yang telah diperjanjikan. Jika debitur terlambat

membayar utang dan sudah jatuh tempo, maka hal ini dapat dikenakan denda

sesuai dengan apa yang telah diperjanjikan dan jika debitur masih tidak

mempunyai itikad baik untuk membayar utang, kreditur berhak untuk menggugat

debitur atas dasar wanprestasi.

Berdasarkan Pasal 1234 BW, disebutkan bahwa obyek dari perikatan

(prestasi) dapat berupa memberikan sesuatu, berbuat sesuatu atau tidak berbuat

sesuatu. Oleh karena itu, jika salah satu pihak tidak melaksanakan prestasi dalam

suatu perikatan, maka pihak tersebut dapat dikatakan cacat atau cidera janji.

Dari suatu perjanjian yang dibuat akan muncul suatu kewajiban bagi

debitur untuk melaksanakan suatu prestasi. Jika kewajiban tersebut tidak

dilaksanakan maka debitur dianggap wanprestasi.85

Istilah wanprestasi berasal dari bahasa Belanda yang berarti prestasi buruk

yaitu suatu keadaan tidak terlaksananya prestasi atas kesalahan debitur baik

dengan kesengajaan atau kelalaian. Wanprestasi tidak terjadi seketika, saat debitur

tidak memenuhi prestasinya. Perlu diberikan suatu tenggang waktu yang layak

seseorang dapat dikatakan melakukan wanprestasi. Jadi, ketika para pihak dalam

perjanjian yang dibuat tidak menentukan tenggang waktu debitur berprestasi,

84

Ibid, Halaman 5. 85

Chandrika Radita Putri, “Tanggung gugat penyelenggara peer to peer lending jika

penerima pinjaman melakukan wanprestasi”, Jurisdiction, Volume 1, Nomor 2, Tahun 2018,

Halaman 467.

74

maka wanprestasi tidak terjadi demi hukum. Jika waktu prestasinya telah

ditentukan pada perjanjian, belum berarti bahwa waktu tersebut sudah merupakan

batas waktu terakhir bagi debitur untuk memenuhi prestasinya.86

Untuk dapat dikatakan wanprestasi, diperlukan tenggang waktu yang layak

misalkan satu minggu, atau dalam waktu satu bulan. Dalam perjanjian walaupun

ditentukan suatu tenggang waktu, namun waktu tersebut bukan berarti batas akhir

debitur untuk memenuhi prestasinya. Pada perjanjian yang tidak menentukan

tenggang waktu terlaksananya prestasi, maka wanprestasi tidak terjadi demi

hukum. Debitur dapat dikatakan wanprestasi ketika telah ada pernyataan lalai

diluar pengadilan yang merupakan pesan kreditur kepada debitur

(Ingebrekestelling) maupun peringatan tertulis dari kreditur kepada debitur secara

resmi melalui Pengadilan Negeri (Sommatie).87

Untuk menentukan saat terjadinya wanprestasi, undang-undang

memberikan pemecahannya dengan lembaga “pernyataan lalai” atau somasi

(ingebrekestelling) yang dapat ditemukan pada Pasal 1238 BW. Pernyataan lalai

atau somasi adalah pesan dari kreditor kepada debitur, dengan mana kreditur

memberitahukan pada saat kapan selambat-lambatnya ia mengharapkan

pemenuhan prestasi. Sejak saat itu maka debitur harus menanggung akibat

hukumnya. Jadi, pernyataan lalai merupakan syarat untuk menetapkan terjadinya

wanprestasi. Pada Pasal 1238 KUH Perdata disebutkan bahwa si berutang adalah

lalai, apabila ia dengan surat perintah atau dengan sebuah akta sejenis itu telah

86

Ibid. 87

Ibid.

75

dinyatakan lalai, atau demi perikatannya sendiri, ialah jika ia menerapkan, bahwa

si berutang harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan.88

Apabila debitur tidak memenuhi prestasi sama sekali maka pernyataan

lalai tidak diperlukan, kreditur langsung minta ganti kerugian. Dalam hal debitur

terlambat memenuhi prestasi maka pernyataan lalai diperlukan, karena debitur

dianggap masih dapat berprestasi. Kalau debitur keliru dalam memenuhi prestasi,

Hoge Raad berpendapat pernyataan lalai perlu, tetapi Meijers berpendapat lain,

apabila karena kekeliruan debitor kemudian terjadi pemutusan perjanjian yang

positif (positif contractbreuk), pernyataan lalai tidak perlu.89

Dengan dilampauinya waktu yang telah disebutkan dalam pernyataan lalai

itu, maka berarti debitur telah tidak memenuhi perikatan.90

Pasal 1365 KUH Perdata mengatur tentang perbuatan melawan hukum.

Dalam hal seseorang melakukan suatu perbuatan melawan hukum, maka dia

berkewajiban membayar ganti rugi akan perbuatannya tersebut, hal yang berbeda

dengan tuntutan kerugian dalam wanprestasi, dalam tuntutan perbuatan melawan

hukum tidak ada peraturan yang jelas mengenai ganti kerugian tersebut, namun

sebagaimana diatur dalam Pasal 1371 ayat (2) KUH Perdata tersirat juga

penggantian kerugian ini dinilai menurut kedudukan dan kemampuan kedua belah

pihak, menurut keadaan. Langkah hukum dan solusi yang tepat atas permasalahan

ini yaitu pinjaman yang sudah jatuh tempo berdasarkan perjanjian yang sudah

88

Ibid. 89

C. Asser, Pedoman Untuk Pengajian Hukum Perdata Belanda, Dian Rakyat, Jakarta,

Halaman 13. 90

Sedyo Prayogo, “Penerapan batas-batas wanprestasi dan perbuatan melawan hukum

dalam perjanjian”, Jurnal Pembaharuan Hukum, Volune III, Nomor 2, Tahun 2016, Halaman 282.

76

disepakati, debitur memang harus bertanggungjawab, yaitu dengan mengusahakan

penyelesaian utang tersebut.

2. Wanprestasi pada pinjam meminjam uang berbasis online

Penyelenggaraan perjanjian pinjam meminjam uang berbasis online ini

sama seperti perjanjian pinjam meminjam konvensional, hanya saja pada pinjam

meminjam uang berbasis online, terdapat pihak ketiga yaitu penyelenggara

sebagai perantara yang menghubungkan antara pihak pemberi pinjaman dan

penerima pinjaman.

3. Akibat hukum wanprestasi pada pinjam meminjam uang berbasis online

Tidak dipenuhinya prestasi yang diperjanjikan akan merugikan kreditur.

Karenanya, jika debitur melakukan wanprestasi, kreditur dapat menuntut beberapa

hal yaitu:91

a. Pemenuhan perjanjian (nakomen),

b. Pembatalan perjanjian (ontbinding)

c. Ganti rugi (schade vergoeding)

d. Pemenuhan perjanjian dengan ganti rugi

e. Pembatalan perjanjian dengan ganti rugi.

Ganti rugi ini dapat merupakan pengganti dari prestasi pokok, akan tetapi

dapat juga sebagai tambahan disamping prestasi pokoknya. Dalam hal pertama,

ganti rugi terjadi, karena debitur tidak memenuhi prestasi sama sekali. Sedangkan

yang terakhir karena debitur terlambat memenuhi prestasi.92

Adanya ganti rugi terdiri dari dua faktor:

91

Chandrika Radita Putri, Op.Cit, Halaman 486. 92

Ibid, Halaman 469.

77

a. kerugian yang nyata-nyata diderita.

b. keuntungan yang seharusnya diperoleh.

Kedua faktor tersebut dicakup dalam pengertian biaya, kerugian dan

bunga. Makna biaya maksudnya pengeluaran yang nyata telah dikeluarkan, makna

kerugian adalah berkurangnya harta kekayaan kreditor sebagai akibat dari

wanprestasi, dan makna bunga adalah keuntungan yang seharusnya diperoleh

kreditur jika tidak terjadi wanprestasi.93

Untuk adanya kewajiban ganti rugi bagi debitur, maka undang-undang

menentukan bahwa debitur harus terlebih dahulu dinyatakan berada dalam

keadaan lalai. Pernyataan lalai tersebut merupakan upaya hukum yang diberikan

oleh undang-undang yang berperan sebagai pemberitahuan dari kreditur kepada

debitur yang menerangkan kapan selambat-lambatnya debitur diharapkan

memenuhi prestasinya.94

Dalam hal terjadinya wanprestasi akibat gagal bayar oleh penerima

pinjaman (debitur) pada kegiatan pinjam meminjam uang berbasis online, maka

penyelenggara pada dasarnya tidak memiliki akibat hukum secara langsung yang

membuat risiko dapat berpindah ke penyelenggara. Hal tersebut karena

penyelenggara hanya sebagai penerima kuasa yang bertindak untuk dan atas nama

pemberi pinjaman.Penyelenggara selama bertindak sesuai dengan kewenangannya

yang disebutkan dalam surat kuasa khusus maupun sebagai penyedia layanan

maka tidak bertanggung gugat atas wanprestasi yang dilakukan oleh penerima

pinjaman.

93

Ibid. 94

C. Asser, Op.Cit, Halaman 12.

78

Sebagai pihak ketiga yang mempertemukan pemberi pinjaman dan debitur sebagai

pengguna pada platform yang disediakan, hubungan antara penyelenggara dan

pemberi pinjaman maupun penerima pinjaman dirangkai dalam hubungan antara

penyelenggara sistem layanan elektronik dan pengguna dalam UU ITE. Dengan

begitu penyelenggara juga ikut bertanggung jawab dalam suatu tindakan baik

preventif maupun tindakan represif

Pada kegiatan pinjam meminjam uang berbasis online, penyelenggara

harus dapat mengelola serta mengoperasikan platform nya dengan baik termasuk

bertanggungjawab atas sistem profiling untuk mendapatkan calon penerima

pinjaman yang berkualitas. Sistem profiling juga harus jujur dan transparan

sehingga pemberi pinjaman dapat mempertimbangkan secara matang sebelum

melakukan pendanaan kepada calon penerima pinjaman.

Jika dalam melakukan sistem profiling ataupun seleksi calon penerima

pinjaman, penyelenggara melakukan manipulasi data seperti mengangkat

kredibilitas penerima pinjaman agar terlihat baik ataupun tidak transparan

sehingga menimbulkan kesesatan dan merugikan pemberi pinjaman, maka

penyelenggara ikut bertanggung gugat atas kerugian tersebut. Untuk itulah OJK

bertanggung jawab untuk melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kegiatan

pada pinjam meminjam uang berbasis online.

Setiap Syarat dan Ketentuan Pengguna masing-masing platform walaupun

mengatur mengenai pembatasan tanggung jawab dan ganti kerugian, dalam

pelaksanaan kegiatan pinjam meminjam uang berbasis online juga tidak akan

terlepas dari peraturan perundang-undangan terkait yaitu UU Nomor 19 Tahun

79

2016 tentang Perubahan UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang transaksi elektronik

beserta peraturan pelaksanannya, POJK Nomor 77 POJK.01/2016 tentang

Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi dan peraturan

terkait lainnya yang melingkupi.95

4. Perlindungan Hukum Terhadap Pemberi Pinjaman

Ada dua macam Perwujudan perlindungan hukum dalam kegiatan pinjam

meminjam uang berbasis online, yaitu; Perlindungan Hukum Preventif dan

Represif. Pada perlindungan hukum preventif, penyelenggara memberikan

analisis yang mendalam dengan proses yang ketat terhadap pengajuan pinjaman

pada platform dengan melihat kemampuan penerima pinjaman untuk membayar

dan melunasi pinjaman yang didasarkan pada hasil analisa dan penilaian dengan

metode yang berbeda antar platform. Penilaian terhadap kemampuan calon

penerima pinjaman merupakan hal yang penting karena tidak ada jaminan apapun

yang diberikan oleh penerima pinjaman dalam kegiatan pinjam meminjam uang

berbasis online. Penilaian tersebut sebagai tahapan untuk mengetahui adanya

itikad baik calon penerima pinjaman dalam memenuhi kewajiban-kewajibannya

sesuai dengan syarat-syarat dan atau ketentuan-ketentuan sebagaimana yang

diatur dalam perjanjian sebelum pengajuan pinjaman disetujui.

Jika debitur telah dianggap wanprestasi, maka penyelesaian sengketa dapat

dilaksanakan melalui lembaga litigasi maupun non litigasi. Jika dalam perjanjian

telah ditegaskan bahwa penyelesaian sengketa dilakukan dengan melalui arbitrase,

95

Chandrika Radita Putri, Op.Cit, Halaman 470.

80

maka pengadilan negeri tidak berwenang lagi untuk mengadili sengketa para

pihak.96

Undang-Undang ITE mengamanatkan setiap orang dapat mengajukan

gugatan terhadap pihak yang menyelenggarakan sistem elektronik dan/ atau

menggunakan teknologi informasi yang menimbulkan kerugian. Para pihak dapat

mengajukan gugatan secara perwakilan terhadap pihak yang dianggap telah

merugikan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan. Selain

penyelesaian sengketa melalui gugatan perdata, para pihak juga dapat

menyelesaikan sengketa melalui arbitrase atau lembaga penyelesaian sengketa

alternatif lainnya sesuai dengan ketentuan Perundang-undangan.97

Penyelesaian sengketa secara alternatif lebih dominan dipilih oleh para

pihak dibandingkan harus menyelesaikan sengketa melalui litigasi atau pengadilan

sebab proses pengadilan yang tergolong lama, biayanya mahal serta sulitnya

untuk mengeksekusi putusannya membuat para pihak lebih memilih jalur non

litigasi dalam penyelesaian sengketa pinjam meminjam uang berbasis online ini.

Kemudian keengganan para pihak untuk menyelesaikan sengketa melalui

jalur pengadilan dikaenakan proses penyelesaiannya yang bersifat menang-kalah,

sehingga dianggap dapat merugikan salah satu pihak. Penyelesaian sengketa

melalui diluar pengadilan lebih diminati dikarenakan lebih efektif dan juga

efisien.. Para pihak dapat memilih cara-cara penyelesaian sengketa sesuai dengan

kesepakatan bersama antara lain seperti : negosiasi, mediasi, konsiliasi, serta

96

Pasal 2 Juncto Pasal 3 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan

Alternatif Penyelesaian Sengketa. 97

Iswi Hsriysni, ”Perlindungan Hukum dan Penyelesaian Sengketa Bisnis Jasa PM

Tekfin”, Jurnal Legislasi Indonesia, Volume 14, Nomor 03, 2017, Halaman 09.

81

arbitrasi. Pada tahap awal maka para pihak yang bersengketa dianjurkan untuk

melakukan negosiasi tanpa melibatkan pihak ketiga. Jika negosiasi gagal maka

kemudian para pihak dapat menyepakati hadirnya pihak ketiga yang dapat

berstatus sebagai mediator, konsiliator ataupun arbiter.98

Disebutkan dengan jelas dalam BAB II, Pasal 6 angka 1 sampai dengan 9

Undang-undang Nomor 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif

Penyelesaian Sengketa, jika penyelesaian sengketa dilakukan melalui jalur non

litigasi dengan alternatif penyelesaian sengketa maka diselesaikan dalam

pertemuan langsung para pihak yang berkaitan yang hasilnya dituangkan dalam

suatu kesepakatan tertulis. Namun jika sengketa tersebut tidak dapat diselesaikan,

maka para pihak membuat kesepakatan tertulis bahwa sengketa diselesaikan

melalui bantuan seseorang mediator. Penyelesaian sengketa dengan arbitrase

maka dapat melihat ketentuan pada BAB III Undang-undang Nomor 30 tahun

1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Dalam penyelesaian

sengketa melalui arbitrase, sifat putusan adalah final, memiliki kekuatan hukum

yang tetap dan mengikat para pihak.

Walaupun begitu, Pengadilan masih dapat melakukan campur tangan

dalam proses arbitrase yang tertuang dalam UU Nomor 30 tahun 1999 tentang

Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.

Adapun syarat yang harus dipenuhi agar suatu sengketa dapat diselesaikan

melalui lembaga penyelesaian sengketa secara alterntif diatas adalah:99

98

Ibid. 99

Ibid, Halaman10.

82

1. Hanyalah persengketaan perdata yang timbul diantara para pihak sehubungan

dengan kegiatan di sektor industri keuangan.

2. Terdapat kesepakatan diantara para pihak yang bersengketa bahwa

persengketaan akan diselesaikan melalui lembaga penyelesaian sengketa

alternatif.

3. Terdapat permohonan tertulis dari pihak yang bersengketa kepada lembaga

penyelesaian sengketa alternatif.

4. Persengketaan tersebut bukanlah persengketaan yang berkaitan dengan pidana,

contoh: penggelapan, penipuan.

5. Persengketaan tersebut tidak berkaitan dengan pelanggaran administratif,

contoh : pembekuan usaha, pencabutan izin.

Penyelesaian sengketa pinjam meminjam uang berbasis online, haruslah

dilakukan sesederhana mungkin sebagiamana yang disebutkan didalam Pasal 29

huruf e POJK nomor 77/POJK.01/2016 yang menjelaskan bahwa penyelesaian

sengketa antara para pihak harus dilakukan secara sederhana, cepat dan juga

dengan biaya yang terjangkau.

5. Macam-macam peraturan mekanisme penyelesaian sengketa transaksi online

Apabila di kelompokkan menjadi bagian-bagian, maka terdapat beberapa

peraturan hukum yang mengatur mekanisme penyelesaian sengketa transaksi

online, antara lain sebagai berikut :100

a. Undang-Undang

1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

100

Theresia Tri Utami, “Rechtvakum dalam penyelesaian pinjaman gagal bayar pada

pinjaman online di Indonesia”, Jurnal Rechtvinding, Tahun 2020.

83

Undang-Undang ini membagi 2(dua) bagian untuk penyelesaian sengketa

yaitu penyelesaian sengketa diluar pengadilan dan penyelesaian sengketa melalui

pengadilan. Gugatan ke pengadilan dapat dilakukan oleh konsumen, sekelompok

konsumen, lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat atau instansi

yang mengalami kerugian. Dalam hal ini berarti apabila debitur mengalami

kerugian maka dapat memilih menggunakan cara penyelesaian diluar pengadilan

atau melalui gugatan ke pengadilan.

2. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan

Otoritas Jasa Keuangan sebagai lembaga yang mengawasi kegiatan bisnis

peer to peer lending atau layanan pinjam meminjam uang berbasis online di

Indonesia melakukan pelayanan pengaduan konsumen yang tercantum dalam

Pasal 29. Dalam Pasal ini dijelaskan bahwa Otoritas Jasa Keuangan memfasilitasi

penyelesaian pengaduan konsumen yang dirugikan oleh pelaku. Pada Pasal 30,

Otoritas Jasa Keuangan berwenang untuk melakukan pembelaan secara hukum

untuk melindungi konsumennya yang mengalami kerugian.

b. Peraturan Pemerintah

1. Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem

dan Transaksi Elektronik.

Pada Pasal 45 sampai Pasal 50 dijelaskan tentang persyaratan transaksi

elektronik. Disebutkan juga bahwa penyelenggara transaksi elektronik

menentukan pilihan hukum secara seimbang terhadap pelaksanaan transaksi

elektronik dan harus dimuat dalam kontrak elektronik. Peraturan ini juga

menjelaskan peran pemeritah dalam pemanfaatan teknologi informasi dan

84

transaksi elektronik yaitu penetapan kebijakan, pelaksanaan kebijakan, fasilitasi

infrastruktur, promosi dan edukasi, dan pengawasan. Masyarakat berhak untuk

mengajukan permohonan pemutusan akses informasi dan/atau dokumen

elektronik apabila melanggar ketentuan RechtsVinding Online yang ada,

meresahkan dan mengganggu ketertiban umum, dan memberitahukan cara atau

menyediakan akses terhadap informasi dan/atau dokumen elektronik yang

memiliki muatan yang dilarang sesuai dengan ketentuan peraturan yang ada.

c. Peraturan Menteri

1. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia Nomor 7

Tahun 2016 tentang Administrasi Penyidikan dan Penindakan Tindak Pidana di

Bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik.

Peraturan ini menugaskan (PPNS) Penyidik Pegawai Negeri Sipil

Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik yang diberi wewenang untuk

melakukan penyidikan tindak pidana teknologi informasi dan transaksi elektronik

berdasarkan UndangUndang Nomor 11 Tahun 2008 sebagaimana telah diubah

dengan Undang Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi

Elektronik. Peraturan Menteri ini melingkupi kedudukan, tugas dan tanggung

jawab PPNS, pemeriksaan kebenaran laporan atau pengaduan atau keterangan,

penyidikan dan penindakan oleh PPNS dan koordinasi eksternal.

d. Peraturan Bank Indonesia

1. Peraturan Bank Indonesia Nomor 19/12/PBI/2017 tentang Penyelenggaraan

Teknologi Finansial.

85

Peraturan ini tidak mengatur tentang penyelesaian sengketa transaksi

elektronik, namun peraturan ini pada Pasal 18 menyatakan bahwa kerja sama

dengan penyelenggara teknologi finansial dalam hal jasa sistem pembayaran harus

memperoleh persetujuan Bank Indonesia dan penyelenggara teknologi finansial

harus berstatus terdaftar.

e. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan

1. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2013 tentang

Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan.

Konsumen dapat menyampaikan pengaduan kepada Otoritas Jasa

Keuangan apabila terindikasi sengketa dengan pelaku usaha jasa keuangan.

Konsumen juga bisa mendapat pemberian fasilitas penyelesaian pengaduan

konsumen oleh Otoritas Jasa Keuangan dengan ketentuan yang tertera dalam

Pasal 41. Apabila penyelesaian pengaduan tidak mencapai kata sepakat, maka

konsumen dapat melakukan penyelesaian sengketa di luar maupun melalui

pengadilan. Yang dimaksud dengan di luar pengadilan yaitu melalui lembaga

alternatif penyelesaian sengketa sesuai dengan sengketa dalam sektor jasa

keuangan yang diadukan oleh konsumen.

2. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016 tentang Layanan

Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi.

Pada peraturan ini tidak dijelaskan tentang penyelesaian apabila terjadi

sengketa. Namun tercantum pada Pasal 21 yang menyatakan bahwa

penyelenggara dan pengguna harus melakukan mitigasi risiko. Dalam Kamus

Besar Bahasa Indonesia, mitigasi risiko adalah upaya untuk mengurangi

86

kemungkinan terjadinya dan dampak risiko. Peraturan ini juga menerapkan sanksi

terhadap penyelenggara yang melakukan pelanggaran dan larangan dalam

peraturan OJK ini antara lain peringatan tertulis, denda (untuk membayar

sejumlah uang tertentu), pembatasan kegiatan usaha, dan pencabutan izin.

Sampai saat ini, belum adanya peraturan khusus yang mengatur tentang

penyelesaian sengketa di bidang financial technology khususnya penyelesaian

pinjaman gagal bayar di bidang pinjam meminjam uang berbasis online yang

semakin hari semakin berkembang pesat bisnisnya di Indonesia. Sejauh ini

Indonesia hanya memiliki peraturan yang mengatur secara umum tentang

penyelesaian sengketa.

Contoh kasus pada sengketa perdata pinjam meminjam uang berbasis

online yaitu antara lain, terdapat beberapa sengketa perdata mengenai pinjam

meminjam uang berbasis online baik melalui penyelesaian secara alternatif atau

gugatan ke pengadilan oleh para pihak, sengketa pertama yaitu yang tedaftar pada

Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan nomor registrasi Penetapan Nomor

53/Pdt.G/2020/PN.Jkt.Pst, dalam hal ini terdapat para pihak yaitu PT.AMOOREA

INDO JAYA sebagai debitur yang menerima pinjaman uang dari penyelenggara

layanan jasa pinjam meminjam uang berbasis online, kemudian pihak lain yaitu

PT.MEDIATOR KOMUNITAS INDONESIA(CROWDO) sebagai penyelenggara

layanan pinjam meminjam uang berbasis online, dalam sengketa ini PT.

AMOOREA INDO JAYA atau debitur berposisi sebagai penggugat dan PT.

MEDIATOR KOMUNITAS INDONESIA(CROWDO) sebagai tergugat, yang

didalam gugatannya pihak tergugat digugat telah melakukan perbuatan melawan

87

hukum, adapun uraian singkat dari sengketa tersebut adalah pihak PT.

AMOOREA INDO JAYA sebagai debitur melakukan pinjaman uang untuk tujuan

modal usaha kepada PT.MEDIATOR KOMUNITAS INDONESIA (CROWDO)

sebagai perusahaan penyelenggara jasa layanan pinjam meminjam uang berbasis

online, pihak debitur memberikan jaminan kepada kreditur yaitu dua unit mesin

produksi usaha yang dimiliki oleh debitur yang mana jaminan tersebut sesuai

perjanjiannya akan dilelang oleh kreditur apabila sesuai dengan waktu yang

ditentukan pihak kreditur tidak dapat melaksanakan kewajibannya yaitu

melakukan pelunasan utang-utang nya, dalam proses pelaksanaan kewajiban para

pihak, debitur mengalami kesulitan dalam dalam usaha nya sehingga terkendala

dalam melaksanakan kewajibannya yaitu melakukan pembayaran kredit kepada

pihak debitur akan tetapi pihak debitur memiliki itikad baik dengan tetap

melaksanakan kewajibannya, yang menjadi dasar debitur melakukan gugatan

adalah pihak kreditur tidak melaksanakan kewajibannya yaitu apabila sesuai

kesepakatan apabila debitur mengalami kesulitan dalam pelunasan utangnya maka

kreditur melakukan likuidasi terhadap asset yang dijaminkan oleh pihak debitur

atau melakukan pelelangan terhadap objek jaminan tersebut akan tetapi pihak

kreditur tidak melaksanakannya maka dari itu debitur menggugat pihak kreditur

telah melakukan perbuatan melanggar hukum.

Dalam perkara ini majelis hakim tidak mengeluarkan putusan bagi para

pihak dikarenakan dalam proses penyelesaian di pengadilan pihak debitur sebagai

penggugat mencabut gugatannya terhadap tergugat yaitu kreditur yang mana

88

pencabutan gugatan tersebut ditetapkan didalam penetapan Nomor

316/Pdt.G/2020/PN Jkt.Pst.101

Kemudian contoh kasus selanjutnya yang tercatat di pengadilan yaitu

Putusan Nomor 261/Pdt.G/2019/PN.Btm dengan para pihak yaitu Hasnawati

Sinaga selaku debitur pada layanan pinjam meminjam uang berbasis online dan

juga sebagai penggugat dalam sengketa ini kemudian sebagai pihak tergugat PT.

BPR INDOBARU FINANSIA yang merupakan penyelenggara layanan pinjam

meminjam uang berbasis online, dalam gugatannya disebutkan bahwa tergugat

melakukan perbuatan melawan hukum karena telah melakukan pelelangan tanah

dan bangunan milik penggugat akibat dari si penggugat yang juga sebagai debitur

dari tergugat tidak mampu melaksanakan kewajibannya yaitu melunasi utang-

utang nya. Dalam sengketa ini majelis hakim mengadili dan menyatakan

menerima eksepsi yang disampaikan oleh pihak tergugat dan tidak dapat

menerima gugatan yang diajukan penggugat.102

Dua contoh kasus diatas adalah contoh sengketa perdata pinjam meminjam

uang berbasis online yang diselesaikan melalui jalur litigasi atau pengadilan yang

gugatannya tercatat di Direktori putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

baik yang dalam proses gugatannya diputuskan oleh majelis hakim yang

bersangkutan ataupun pihak penggugat melakukan pencabutan atas gugatannya.

Dilihat berdasarkan peraturan-peraturan yang berkaitan tentang

penyelesaian sengketa pinjam meminjam uang berbasis online banyak yang

101

PT.AMOOREA INDO JAYA melawan PT.MEDIATOR KOMUNITAS INDONESIA

(CROWDO), Penetapan Nomor 53/Pdt.G/2020/PN.Jkt.Pst, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Tahun

2020. 102

Hasnawati Sinaga melawan PT. BPR INDOBARU FINANSIA, Putusan Nomor

261/Pdt.G/2019/PN.Btm, Pengadilan Negeri Batam, Tahun 2019.

89

menjelaskan tentang penyelesaian sengketa diluar pengadilan antara lain mediasi,

negosiasi hingga arbitrasi. Akan tetapi hingga tahun 2021 atau saat ini belum

ditemukan data konkrit yang tercatat tentang kasus sengketa pada pinjam

meminjam uang berbasis online yang penyelesaiannya dilakukan melalui jalur

non litigasi. Yang paling umum ditemui dalam pinjam meminjam uang berbasis

online apabila pihak debitur tidak melaksanakan kewajibannya untuk melunasi

utangnya atau wanprestasi maka pihak kreditur atau penyelenggara layanan jasa

pinjam meminjam uang berbasis online akan menggunakan pihak ketiga yaitu

debt collector atau penagih utang agar debitur melaksanakan kewajibannya untuk

melunasi utangnya, Jika di analisis hal ini dapat dikatakan sebagai penyelesaian

sengketa yang dilakukan melalui non litigasi yang mana debt collector diberikan

kuasa oleh pihak kreditur atau penyelenggara layanan jasa pinjam meminjam uang

berbasis online untuk menyelesaikan sengketa dengan pihak debitur. Sebagai

debitur apabila tidak sanggup untuk melaksanakan kewajibannya sebagaimana

dengan yang telah diperjanjikan diharapkan untuk menunjukkan itikad baik,

melalui debt collector yang menjadi perpanjangan kewenangan dari kreditur pihak

debitur dapat bernegosiasi untuk mengupayakan tindakan penjadwalan kembali

(rescheduling), persyaratan kembali (reconditioning), ataupun penataan kembali

(restructuring).103

Penggunaan debt collector diperbolehkan pada bidang perbankan dan

lazim digunakan untuk menyelesaikan apabila debitur wanprestasi atau debitur

103

Hukumonline, Penagihan Pinjaman Online Meresahkan? Perhatikan Tips Ini Agar

Tak Salah Langkah, https://m.hukumonline.com/berita/baca/lt5e61064053e54/penagihan-pinjol-

meresahkan-perhatikan-tips-ini-agar-tak-salah-langkah-/. Diakses pada tanggal 9 Maret 2021

Pukul 03.38.

90

tidak melaksanakan kewajibannya untuk melunasi utang. Terdapat peraturan

perundang-undangan yang mengatur antara lain yaitu Peraturan Bank Indonesia

Nomor 14/2/PBI/2012 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran

dengan Menggunakan Kartu dan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor

18/33/DKSP Tahun 2016 Perihal Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran

Dengan Menggunakan Kartu, didalam Peraturan Bank Indonesia dan Surat Edaran

Bank Indonesia tersebut terdapat isi bahwa penggunaan jasa debt collector

diperbolehkan apabila sesuai dengan ketentuan dan tidak melanggar peraturan

perundang-undangan yang berlaku.104

Jika dilihat berdasarkan penjelasan diatas maka dapat disimpulkan

penggunaan debt collector oleh kreditur atau penyedia layanan jasa pinjam

meminjam uang berbasis online juga boleh digunakan apabila debitur melakukan

sengketa wanprestasi yang mana debitur tidak melaksanakan kewajibannya

sebagaimana yang telah disepakati didalam perjanjian pinjam meminjam uang

berbasis online dan penggunaan debt collector termasuk salah satu alternatif

penyelesaian sengketa antara pihak debitur dengan kreditur atau penyedia layanan

jasa pinjam meminjam uang berbasis online dan dapat disebut sebagai negosiasi

dalam penyelesaian sengketa yang mana arti dari negosiasi tersebut dilihat pada

Pasal 6 ayat (2) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Alternatif

Penyelesaian Sengketa adalah suatu upaya penyelesaian sengketa para pihak tanpa

melalui proses pengadilan dengan tujuan mencapai kesepakatan Bersama atas

dasar kerja sama yang lebih harmonis dan kreatif.

104

Hukumonline, Dasar Hukum Adanya Debt Collector,

https://m.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/cl5802/dasar-hukum-adanya-idebt-collector-i/,

Diakses pada tanggal 10 Maret 2021 Pukul 10.22.

91

6. Upaya hukum pemberi pinjaman (Kreditur) dalam pinjam meminjam uang

berbasis online

Jika penyelesaian perkara dilakukan melalui litigasi, maka ada beberapa

upaya hukum yang dapat dilakukan oleh pihak yang tidak puas dengan putusan

Pengadilan Negeri. Upaya hukum diberikan oleh undang-undang kepada

seseorang atau badan hukum untuk dalam hal tertentu dengan maksud melawan

putusan hakim.

Putusan hakim baru dapat dilaksanakan jika telah berkekuatan hukum

tetap (inkracht). Kekuatan hukum tetap maksudnya tidak ada lagi upaya hukum

untuk melawannya dengan begitu pihak yang dikalahkan harus melaksanakan

putusan tersebut dengan sukarela. Sebelum mencapai putusan yang inkracht,

hukum acara perdata Indonesia memberikan 2 macam upaya hukum kepada para

pihak yaitu; upaya hukum biasa yang terdiri dari Perlawanan (verzet) atas putusan

verstek, banding serta kasasi dan upaya hukum luar biasa yang terdiri dari

peninjauan kembali dan perlawanan dari pihak ketiga (derden verzet).105

Perlawanan (verzet) merupakan upaya hukum terhadap putusan yang

dijatuhkan diluar hadirnya Tergugat.106

Perlawanan diajukan Tergugat kepada Ketua Pengadilan yang

memutuskan sengketanya setelah mengetahui putusan tersebut. Upaya hukum ini

diberikan kepada pihak Tergugat yang pada umumnya dikalahkan. Jika dalam

penyelesaian sengketa Penggugat yang dengan putusan verstek dikalahkan, maka

dapat mengajukan upaya hukum Banding.

105

Chandrika Radita Putri, Op.Cit, Halaman 471. 106

Pasal 125 ayat (3) Juncto 129 HIR, 149 ayat (3) Juncto Pasal 153 RBg.

92

Upaya hukum banding merupakan pemeriksanaan ulangan terhadap

putusan Pengadilan Negeri yang diajukan pihak yang merasa tidak puas dengan

putusan yang dijatuhkan oleh Hakim atas perkara yang diperiksa. Menurut Riduan

Syahrani, upaya hukum banding dilandaskan pada ketentuan Pasal 188 s/d. 194

HIR (untuk daerah Jawa dan Madura) dan dalam Pasal 199 s.d 205 RBg (untuk

daerah di luar Jawa dan Madura). Namun Pasal 188 s/d. 194 HIR dinyatakan tidak

berlaku lagi berdasarkan Pasal 3 juncto Pasal 5 UU Nomor 1 tahun 1951 (UU-

Darurat Nomor 1 tahun 1951) dan diganti dengan UU Nomor 20 tahun 1947

tentang peraturan Peradilan Ulangan di Jawa dan Madura.107

Kemungkinan putusan dalam tingkat banding dapat berupa menguatkan,

memperbaiki maupun membatalkan putusan Pengadilan Negeri.108

Kasasi diajukan kepada Mahkamah Agung untuk menguji putusan

pengadilan dibawahnya mengenai sudah tepat atau tidaknya penerapan hukum

yang dilakukan terhadap kasus yang bersangkutan yang duduk perkaranya telah

ditetapkan oleh pengadilan-pengadilan dibawahnya.109

Dalam ketentuan Pasal 28 ayat (1) huruf a, Mahkamah Agung bertugas

dan berwenang memeriksa dan memutus permohonan kasasi. Putusan kasasi dapat

berupa permohonan kasasi tidak dapat diterima, ditolak ataupun dikabulkan.

Upaya hukum Peninjauan Kembali ialah upaya hukum luar biasa yang

dilakukan atas putusan pengadilan baik dalam tingkat Pengadilan Negeri,

Pengadilan Tinggi, maupun Mahkamah Agung yang telah inkracht. Menurut

Sudikno, Peninjauan Kembali merupakan upaya hukum terhadap putusan tingkat

107

Chandrika Radita Putri, Op.Cit, Halaman. 472. 108

Ibid. 109

Ibid.

93

akhir dan putusan yang dijatuhkan di luar hadirnya tergugat (verstek), dan yang

tidak lagi terbuka kemungkinan untuk mengajukan perlawanan.110

Upaya hukum luar biasa yang terakhir ialah perlawanan pihak ketiga

(Derdenverzet). Pasal 1917 BW menyatakan bahwa suatu putusan hanya mengikat

para pihak yang berperkara dan tidak mengikat pihak ketiga. Namun jika pihak

ketiga hak-haknya dirugikan oleh suatu putusan maka pihak yang dirugikan

tersebut dapat mengajukan perlawanan terhadap putusan terkait (ketentuan pada

Pasal 378 Rv). Perlawanan diajukan kepada Hakim yang menjatuhkan putusan

yang dilawan tersebut dengan menggugat para pihak yang bersangkutan dengan

cara biasa (Pasal 379 Rv). Jika perlawanan dikabulkan, maka putusan yang

dilawan tersebut diperbaiki sepanjang merugikan pihak ketiga (Pasal 382 Rv).111

110

Ibid, Halaman 473. 111

Ibid.

94

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Ketentuan dalam pelaksanaan perjanjian pada pinjam meminjam uang

berbasis online ini tidak terlepas dari syarat sah yang ada pada Pasal 1320

KUH Perdata, yang didalamnya harus ada kesepakatan para pihak yaitu

antara debitur dan kreditur , kemudian kecakapan para pihak dimana ini

dibuktikan dengan identitas para pihak yang dicantumkan sebelum

pelaksanaan perjanjian, kemudian pula suatu hal ternetu dalam hal ini

dimaksud pinjam meminjam uang tersebut serta suatu sebab yang halal,

yang berarti perbuatan pinjam meminjam uang berbasis online ini

didasarkan pada itikad baik para pihak. Kemudian pada pelaksanaannya,

pinjam meminjam uang berbasis online menjadikan perjanjian yang telah

disepakati oleh para pihak sebagai dasar hukum bagi mereka sebagaimana

yang dimaksud pada Pasal 1338 KUH Perdata serta tidak terlepas dari

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan nomor 77/POJK.01/2016 yang juga

menjadi salah satu dasar acuan dalam pelaksanaan kegiatan pinjam

meminjam uang berbasis online ini dikarenakan hingga saat ini belum ada

peraturan khusus yang diterbitkan oleh pemerintah untuk menjadi

regulasinya.

2. Perlindungan hukum mengenai hak dan kewajiban para pihak dalam

perjanjian pinjam meminjam uang berbasis online diatur dalam Undang-

Undang Nomor 19 Tahun 2016 Perubahan atas Undang-Undang Nomor

95

11 Tahun 2018 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Undang-

Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Peraturan

Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 Perubahan atas Peraturan Pemerintah

Nomor 82 tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi

Elektronik, Perarturan Bank Indonesia Nomor 16/1/PBI/2014 tentang

Perlindungan Konsumen Penyelenggara Sistem Pembayaran, Peraturan

Bank Indonesia Nomor 18/40/PBI/2016 tentang Penyelenggaraan

Pemrosesan Transaksi Pembayaran Pelaku Usaha yang ingin menjadi

Penyedia Jasa Sistem Pembayaran dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan

(POJK) Nomor: 77/POJK.01/2016. Terdapat dua macam perlindungan

hukum pada pinjam meminjam uang berbasis online yaitu perlindungan

hukum preventif dan perlindungan hukum represif. Perlindungan hukum

secara preventif adalah perlindungan hukum yang bertujuan untuk

mencegah terjadinya sengketa yang artinya perlindungan hukum ini

dilakukan sebelum terjadinya sengketa sesuai dengan prinsip-prinsip dasar

perlindungan yang ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan pada Pasal 29

POJK Nomor 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang

Berbasis Online, antara lain yaitu prinsip transparansi, perlakuan yang

adil, keandalan, keberhasilan dan kemanan data, dan penyelesaian

sengketa pengguna secara sederhana, cepat dan biaya terjangkau.

Sedangkan perlindungan hukum secara represif adalah perlindungan

hukum yang tujuannya untuk menyelesaikan sengketa yang telah terjadi.

Perlindungan hukum ini baru bisa dilakukan setelah timbulnya sengketa

96

terlebih dahulu. Dalam upaya perlindungan hukum didalam pinjam

meminjam uang berbasis online Otoritas Jasa Keuangan memiliki peranan

penting didalamnya yang meliputi pengawasan terhadap kegiatan pinjam

meminjam uang berbasis online yang juga memastikan kegiatan pinjam

meminjam uang berbasis online ini terlaksana sesuai dengan peraturan

yang telah ditetapkan sehingga tidak terjadi permasalahan yang berkaitan

tentang hak dan kewajiban para pihak dalam pelaksanaan pinjam meinjam

uang berbasis online.

3. Penyelesaian hukum apabila terjadi sengketa atau wanprestasi pada

pelaksanaan perjanjian pinjam meminjam uang berbasis online, sebaiknya

dilakukan sesederhana mungkin sebagiamana yang disebutkan didalam

Pasal 29 huruf e POJK nomor 77/POJK.01/2016 yang menjelaskan bahwa

penyelesaian sengketa antara para pihak harus dilakukan secara sederhana,

cepat dan juga dengan biaya yang terjangkau. Para pihak dapat menempuh

dua cara untuk menyelesaikan sengketa mereka, yaitu melalui litigasi dan

non litigasi. Secara teoritis apabila para pihak memilih untuk

menyelesaikan sengketa melalui jalur pengadilan atau litigasi maka

diajukan gugatan perdata ke pengadilan yang bersangkutan, namun apabila

para pihak memilih untuk menyelesaikan segketa melalui non litigasi

maka para pihak dapat menyelesaikan melalui mediasi, negosiasi, ataupun

arbitrase yang sesuai dengan Undang-Undang Nomor 30 tahun 1999

tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, akan tetapi tidak

ditemukan sumber tertulis mengenai penyelesaian sengketa pada pinjam

97

meminjam uang berbasis online yang dilaksanakan diluar pengadilan hal

ini dapat diasumsikan terjadi karena penyelesaian sengketa yang dilakukan

diluar pengadilan pada umumnya tidak di publikasikan dan hanya para

pihak yang mengetahui hal tersebut.

B. Saran

1. Diperlukan undang-undang khusus yang mengatur tentang kegiatan

pinjam meminjam uang berbasis online sesegera mungkin agar terdapat

regulasi yang jelas dalam pelaksanaan kegiatan pinjam meminjam uang

berbasis online sehingga tidak lagi hanya bertitik fokus pada peraturan

Otoritas Jasa Keuangan maka dari itu diharapkan kepada pemerintah untuk

serius memperhatikan kegiatan pinjam meminjam berbasis online ini

dikarenakan perkembangan teknologi yang mempengaruhi masyarakat

sudah memasuki tindakan atau pola perilaku masyarakat dalam sektor

bidang ekonomi atau bisnis, salah satunya yaitu kegiatan pinjam

meminjam berbasis online ini dengan kemudahan yang ada didalamnya

dibandingkan pinjaman di bank sehingga dapat mencuri perhatian

masyarakat dan yang ditakutkan adalah munculnya penyelenggara-

penyelenggara pemberi pinjaman online yang illegal sehingga dapat

merugikan masyarakat, maka dari itu diperlukan peranan pemerintah

untuk hal tersebut.

2. Disarankan kepada debitur yang ingin melakukan kegiatan pinjam

meminjam uang berbasis online untuk memperhatikan penyedia layanan

pinjam meminjam uang berbasis online dengan teliti dan utamakan

98

penyedia layanan tersebut legal dan terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan

serta diharapkan kepada debitur untuk memahami terlebih dahulu klausula

baku yang diberikan sebelum di sepakati. Kemudian para pihak

diharapkan untuk menjunjung perjanjian yang telah mereka sepakati dan

saling melaksanakan kewajiban masing-masing dan tidak melanggar hak

dari masing-masing pihak agar tidak terjadi sengketa diantara para pihak.

3. Apabila terjadi sengketa atau perselisihan dalam pelaksanaan pinjam

meminjam uang berbasis online, maka penyelesaian menggunakan jalur

non litigasi lebih disarankan kepada para pihak dengan sebab alasan jalur

non litigasi akan lebih singkat penyelesaiannya dan para pihak akan

mendapatkan win win solution. Apabila para pihak memilih untuk

menyelesaikan sengketa melalui jalur litigasi atau gugatan perdata maka

para pihak harus siap unrk mendapatkan hasil yang mutlak dari keputusan

majelis hakim, sedangkan apabila para pihak memilih untuk

menyelesaikan sengketa melalui non litigasi maka para pihak itu sendiri

yang menyepakati bagaimana sengketa tersebut diselesaikan.

99

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Asser, C. 1991. Pedoman Untuk Pengkajian Hukum Perdata Belanda, Jakarta:

Dian Rakyat.

Badrulzaman, Mariam Darus. 2001. Kompilasi Hukum Perikatan, Bandung: PT.

Citra Aditya Bakti.

Hadi, Abu Sura’I Abdul. 1993. Bunga Bank Dalam Islam , Surabaya: Al-Ikhlas.

Harahap, M. Yahya. 1986. Segi-Segi Hukum Perjanjian, Bandung: Alumni.

Hermansyah. 2011. Hukum Pebankan Nasional Indonesia, Cetakan VI, Jakarta:

Kencana.

Komar Kantaatmadja, Mieke. 2001. Cyberlaw: Suatu Pengantar, Cetakan I,

Bandung: ELIPS.

Mertokusumo,Sudikno. 1999. Mengenal Hukum Sebagai Pengantar, Yogyakarta:

Liberty.

------------------------. 2001. Pengantar Hukum Perdata Tertulis(BW), Yogyakarta:

Sinar Grafika.

Miru, Ahmadi. Sakka Pati. 2018. Hukum Perikatan, Makasar: Rajawai Pers.

---------------------------. 2013. Prinsip-Prinsip Perlindungan Hukum Bagi

Konsumen di Indonesia, Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Muljadi, Kartini dan Gunawan Widjaja. 2005. Perikatan yang Lahir dari Undang-

Undang, Jakarta: Raja Grafindo Perkasa.

Prodjodikoro ,Wirjono. 1985. Hukum Perdata Tentang Persetujuan Tertentu,

Cetakan VIII, Bandung: Sumur.

Remy Sjahdeni, Sutan. 1993. Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang

Seimbang Bagi Para Pihak dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia ,

Jakarta: Institut Bankir Indonesia.

100

Rusli ,Hardijan. 1996. Hukum Perjanjian Indonesia dan Common Law, Cetakan

2, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Setiawan, I Ketut Oka. 2018. Hukum Perikatan , Cetakan III, Jakarta: Sinar

Grafika.

Subekti, R. 1979. Hukum Perjanjian , Cetakan 8, Jakarta: PT Intermasa.

------------. 1982. Jaminan-Jaminan Untuk Pemberian Kredit Menurut Hukum

Indonesia , Bandung: Alumni.

------------. 1995. Aneka Perjanjian, Bandung: PT Citra Aditya Bakti.

Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji. 2013. Penelitian Hukum Normatif, Jakarta:

Rajawai Pers.

Soeroso. 2010. Perjanjian dibawah Tangan : Peristilahan yang Berhubungan

dengan Perjanjian, Cetakan Pertama, Jakarta: Sinar Grafika.

Sofwan, Sri Soedewi Masjhoen. 1980. Hukum Perutangan, Yogyakarta: Lyberty.

Supramono, Gatot. 2013. Perjanjian Pinjam Meminjam, Cetakan Pertama,

Jakarta: Kencana Prenada Media Grup.

Tutik, Titik Triwulan. 2006. Pengantar Hukum Perdata di Indonesia, Jakarta:

Prestasi Pustaka Publisher.

Widjaya, I. G. Rai. 2004. Merancang Suatu Kontrak , Bekasi: Megapoin.

Jurnal

Ani Eko Wahyuni,Bambang Eko Turisno, Raden. 2019. Praktik Finansial

Teknologi Ilegal Dalam Bentuk Pinjaman Online Ditinjau Dari Etika

Bisnis, Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia, Volume 1, Nomor 3.

Basrowi. 2019. Analisis Aspek dam Upaya Perlindungan Konsumen Fintech

Syariah, Jurnal Lex Librum : Ilmu Hukum, Volume 5.

101

Falahiyati, Nurhimmi. 2020. Tinjauan Hukum Kontrak Elektronik Dalam Pinjam

Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi (Transaksi Peer To Peer

Lending), Justiqa, Volume 02, Nomor 1.

Hartanto, Ratna dan Juliyani Purnama Ramli. 2018. Hubungan Hukum Para

Pihak dalam Peer to Peer Lending, Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM,

Volume 25, Nomor 2.

Hariysni, Iswi. 2017. Perlindungan Hukum dan Penyelesaian Sengketa Bisnis

Jasa PM Tekfin, Jurnal Legislasi Indonesia, Volume 14, Nomor 03.

Istiqamah. 2019. Analisis Pinjaman Online Oleh Fintech Dalam Kajian Hukum

Perdata, Jurisprudentie, Volume 6, Nomor 2.

Prayogo, Sedyo. 2016. Penerapan Batas-Batas Wanprestasi dan Perbuatan

Melawan Hukum dalam Perjanjian, Jurnal Pembaharuan Hukum, Volume

III, Nomor 2.

Radita Putri, Chandrika. 2018. Tanggung Gugat Penyelenggara Peer To Peer

Lending Jika Penerima Pinjaman Melakukan Wanprestasi, Jurisdiction,

Volume 1, Nomor 2.

Sari, Alfhica Rezita. 2018. Perlindungan Hukum Bagi Pemberi Pinjaman Dalam

Penyelenggaraan Financial Technology Berbasis Peer To Peer Lending Di

Indonesia, Yogyakarta: Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia.

Sukarmi. 2005. Tanggung Jawab Pelaku Usaha Atas Kerugian Konsumen yang

Disebabkan oleh Perjanjian Baku (Standart Contract) Dalam Transaksi

Elektronik, Bandung: Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran.

Suprayitno, Edi dan Nur Ismawati. 2008. Sistem Informasi Fintech Pinjaman

Online Berbasis Web, Jurnal Sistem Informasi Teknologi Informasi dan

Komputer, Volume 9, Nomor 2.

Theresia Tri Utami. 2020. Rechtvakum Dalam Penyelesaian Pinjaman Gagal

Bayar pada Pinjaman Online di Indonesia, Jurnal Rechtvinding.

102

Zein, Subhan. 2019. Tinjauan Yuridis Pengawasan OJK Terhadap Aplikasi

Pinjaman Dana Berbasis Elektronik di Indonesia, Jurnal Bisnis dan

Akuntansi Unsurya, Volume 4, Nomor 2.

Peraturan Perundang-Undangan

HIR (Heirzen Inlandsch Reglement)

RBG (Rechtreglement voor de Buitengwesten)

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan atas Undang-Undang

Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif

Penyelesaian Sengketa.

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Perubahan atas Undang-Undang Nomor

11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik

Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 Perubahan atas Peraturan

Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan

Transaksi Elektronik

Peraturan Bank Indonesia Nomor 19/12/PBI/2017 tentang Penyelenggaraan

Teknologi Finansial.

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016 tentang Pinjam

Meminjam Secara Online.

Penjelasan atas Peraturan Bank Indonesia No. 3/11/PBI/2001 tentang Perubahan Atas

Peraturan Bank Indonesia No. 2/24/PBI/2000 tentang Hubungan Rekening Giro

Antara Bank Indonesia dengan Pihak Ekstern.

103

Putusan Pengadilan

Putusan Pengadilan Negeri Batam, Putusan Nomor 261/Pdt.G/2019/PN.Btm.

Penetapan Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Penetapan Nomor

53/Pdt.G/2020/PN.Jkt Pst.

Website

Femina, “Diteror Debt Collector Karena Utang Pada Aplikasi Pinjaman Online”,

https://www.femina.co.id/True-Story/diteror-debt-collector-karena-utang-

pada-aplikasi-pinjaman-online,

Hukumonline,“Bahasa hukum: Klausula Baku klausula yang mengganggu”.

----------------. “16 Hal yang Wajib Dipenuhi Pemain Peer to Peer Lending dalam

Fintech”.

------------------. “Penagihan Pinjaman Online Meresahkan? Perhatikan Tips Ini

Agar Tak Salah Langkah”.

----------------. “Dasar Hukum Adanya Debt Collector”.

Yuniarti, Siti “Perjanjian Baku Dalam Fintech”

https://businesslaw.binus.ac.id/2018/12/31/perjanjian-baku-dalam-fintech/.