tinjauan pustaka pengaruh media dan intensitas cahaya terhadap kesintasan dendrobium capra

21
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Profil UPT Balai Konservasi Tumbuhan KRP UPT Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Purwodadi nerupakan sebuah kebun penelitian besar yang terletak di Pasuruan, Jawa Timur, Indonesia. Luas Kebun Raya Purwodadi sekitar 85 ha, pada ketinggian 300 m dpl dengan topografi datar sampai bergelombang. Curah hujan rata-rata per tahun 2366 mm dengan bulan basah antara bulan November dan Maret dengan suhu berkisar antara 22° - 32°C (Anonim, 2014). Kebun raya memiliki sekitar 10.000 jenis koleksi pohon dan tumbuhan. Tanaman-tanaman yang menjadi koleksi di Kebun Raya ini adalah tanaman dataran rendah kering. Pada musim kemarau, daun-daun berguguran membentuk sebuah eksotisme alam yang menarik dari ranting-ranting pohon yang berdiri kokoh tanpa hijau daun (Anonim, 2014). 5

Upload: ditya-larasati

Post on 15-Dec-2015

28 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

Tinjauan pustaka dalam rangka penelitian di Kebun Raya LIPI Purwodadi dengan judul penelitian "Pengaruh Jenis Media dan Intensitas Cahaya Terhadap Kesintasan Dendrobium Capra Pada Masa Aklimatisasi"

TRANSCRIPT

Page 1: Tinjauan Pustaka Pengaruh Media Dan Intensitas Cahaya Terhadap Kesintasan Dendrobium Capra

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 Profil UPT Balai Konservasi Tumbuhan KRPUPT Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Purwodadi

nerupakan sebuah kebun penelitian besar yang terletak di Pasu-ruan, Jawa Timur, Indonesia. Luas Kebun Raya Purwodadi seki-tar 85 ha, pada ketinggian 300 m dpl dengan topografi datar sam-pai bergelombang. Curah hujan rata-rata per tahun 2366 mm den-gan bulan basah antara bulan November dan Maret dengan suhu berkisar antara 22° - 32°C (Anonim, 2014).

Kebun raya memiliki sekitar 10.000 jenis koleksi pohon dan tumbuhan. Tanaman-tanaman yang menjadi koleksi di Kebun Raya ini adalah tanaman dataran rendah kering. Pada musim ke-marau, daun-daun berguguran membentuk sebuah eksotisme alam yang menarik dari ranting-ranting pohon yang berdiri kokoh tanpa hijau daun (Anonim, 2014).

Gambar 2.1 UPT Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Pur-wodadi, Lembaga IImu Pengetahuan Indonesia, Purwodadi.

Kebun Raya Purwodadi yang juga dikenal dengan nama Hortus Ilkim Kering Purwodadi didirikan pada tanggal 30 Januari 1941 oleh Dr. L.G.M. Baas Becking. Kebun ini merupakan salah satu dari 3 cabang Kebun Raya Indonesia (Kebun Raya Bogor) yang memiliki tugas dan fungsi mengkoleksi tumbuhan yang hidup di dataran rendah kering. Kebun Raya Purwodadi meru-pakan Unit Pelaksana Teknis yang bernaung dibawah dan

5

Page 2: Tinjauan Pustaka Pengaruh Media Dan Intensitas Cahaya Terhadap Kesintasan Dendrobium Capra

6

bertanggung jawab kepada Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor Kedeputian Bidang Ilmu Pengetahuan Hayati-LIPI (Lembaga IImu Pengetahuan Indonesia) (Anonim, 2014).

Kebun Raya Purwodadi memiliki tujuan untuk meningkatkan pengelolaan koleksi dan data ilmiah perkebun-rayaan, meningkatkan upaya konservasi tumbuhan langka, en-demik, bernilai ekonomi, dan bernilai ilmu pengetahuan, serta meningkatkan penelitian dan pengembangan di bidang botani, konservasi, dan hortikultura dalam rangka konservasi dan pen-dayagunaan tumbuhan (Anonim, 2014).

Visi dari Kebun Raya Purwodadi adalah untuk menjadi ke-bun raya berkelas dunia di bidang konservasi dan penelitian tum-buhan tropika dataran rendah kering, pendidikan lingkungan dan pariwisata. Misi Kebun Raya Purwodadi adalah sebagai berikut:1. Mengkonservasi keanekaragaman tumbuhan dataran rendah

kering tropika, khususnya tumbuhan dataran rendah kering Indonesia.

2. Mengembangkan penelitian di bidang keanekaragaman dan pendayagunaan tumbuhan dataran rendah kering Indonesia, serta pemulihan tumbuhan Indonesia yang terancam punah dan langka.

3. Meningkatkan kesadaran dan pengetahuan masyarakat ten-tang keanekaragaman tumbuhan dan peran vitalnya bagi ke-hidupan manusia, serta pentingnya upaya untuk mengkon-servasi keanekaragaman tersebut.

4. Meningkatkan kualitas pelayanan publik di bidang kepari-wisataan.

5. Mewujudkan manajemen kelembagaan yang kuat, efektif dan akuntabel, untuk mendukung pencapaian visi lembaga.Kebun Raya Purwodadi yang salah satu tupoksinya adalah

konservasi memiliki beberapa koleksi tanaman baik langka maupun tidak langka dari seluruh indonesia yang terus menerus dibudidayakan dan ditambah koleksinya. Eksplorasi untuk mene-mukan dan mengkonservasi jenis-jenis yang masih murni terus dilakukan untuk melindungi flora indonesia. Adapun beberapa

Page 3: Tinjauan Pustaka Pengaruh Media Dan Intensitas Cahaya Terhadap Kesintasan Dendrobium Capra

7

koleksi utama Kebun Raya Purwodadi antara lain anggrek, bam-boo, polong-polongan, paku, pisang, tanaman obat, dan taman (Anonim, 2014).

Gambar 2.2 Beberapa Koleksi Kebun Raya Purwodadi (Anonim, 2014).

2.2 Anggrek DendrobiumAnggrek merupakan kelompok tanaman berbunga yang

memiliki peran penting dalam lingkup botani dan ekonomi. Tanaman anggrek sebagai salah satu komoditas tanaman hias telah dimanfaatkan dan dikembangkan oleh banyak negara. Di Indonesia potensi anggrek cukup tinggi dilihat dari sumber plasma nutfah yang sangat besar dan keunikannya (Suradinata et al., 2012). Bunga anggrek memiliki lebih banyak variasi bentuk, ukuran, dan warna dibandingkan dengan tanaman bunga yang lain dalam Angiospermae. Hal inilah yang menyebabkan anggrek memiliki nilai ekonomi yang tinggi (Khisor et al., 2005).

Permintaan tanaman anggrek khususnya anggrek Dendrobium terus meningkat, baik dalam bentuk seedling, kompot, tanaman pot remaja maupun yang siap berbunga, dan dalam bentuk bunga potong. Pada tahun 2000, produksi tanaman

Page 4: Tinjauan Pustaka Pengaruh Media Dan Intensitas Cahaya Terhadap Kesintasan Dendrobium Capra

8

anggrek di Indonesia mencapai 3.260.858 tangkai dan pada tahun 2009 meningkat menjadi 16.205.949 tangkai (Badan Pusat Statistik Republik Indonesia, 2009).

Genus Dendrobium merupakan genus yang ditetapkan oleh Olaf Swartz pada tahun 1799. Hampir semua Dendrobium hidup sebagai epifit. Namun, beberapa jenis Dendrobium dapat ditemukan tumbuh di atas bebatuan dan daratan di padang rumput. Dendrobium memiliki persebaran yang luas meliputi kawasan tropis dan subtropis Asia dan Pasifik Selatan, dataran rendah dan hangat Australia utara, Papua New Guinea hingga pegunungan Thailand dan Himalaya. Dendrobium merupakan genus yang memiliki keanekaragaman hortikultura paling tinggi. Lebih dari 1000 spesies alami Dendrobium termasuk dalam genus anggrek terbesar kedua (setelah genus Bulbophyllum) dalam famili anggrek yang disusun atas lebih dari 700 genus (Lavarack et al., 2006). Dendrobium memiliki variasi warna bunga mulai dari ungu muda, putih, emas kekuningan ataupun kombinasi dari beberapa warna. Beberapa jenis Dendrobium bahkan memiliki warna yang tidak biasa seperti kebiruan, putih gading, oranye cerah, oranye kemerahan, ataupun memiliki bagian bunga yang tampak eksotis. Dendrobium evergreen umumnya tidak berbau kecuali pada Dendrobium deciduous seperti spesies Dendrobium superbum, Dendrobium pierardii, dan Dendrobium parishii yang memiliki bau buah raspberry. Dendrobium mampu mekar beberapa kali dalam setahun dan dapat digunakan sebagai bunga potong yang menghasilkan buket bunga yang indah (Puchooa, 2004).

2.3 Anggrek Bintang HijauDendrobium capra atau anggrek larat hijau merupakan jenis

anggrek epifit alam asli Indonesia yang hidup di dataran rendah. Dendrobium capra dikenal pula sebagai anggrek bintang hijau karena bentuk bunganya yang seperti bintang berwarna hijau kekuningan. Pertumbuhannya relatif lambat dan saat ini keberadaannya di alam sangat langka dan terancam punah.

Page 5: Tinjauan Pustaka Pengaruh Media Dan Intensitas Cahaya Terhadap Kesintasan Dendrobium Capra

9

Dendrobium capra termasuk dalam daftar jenis anggrek langka dan mendapatkan prioritas konservasi berdasarkan tingkat keterancamannya di alam (Risna et al., 2010). Selain itu, Dendrobium capra juga termasuk ke dalam CITES Appendix II yang berarti hanya boleh diperdagangkan apabila berasal dari perbanyakan dan dilarang untuk diperdagangkan apabila anggrek tersebut diambil langsung dari alam (Yulia dan Ruseani, 2008).

Gambar 2.3 Anggrek Bintang Hijau Dendrobium capra (Yulia dan Ruseani, 2008).

Buah anggrek memiliki sekitar 1.300 hingga 4.000.000 biji anggrek. Biji anggrek dikenal dengan sebutan dust seed karena ukurannya sangat kecil sehingga menyerupai butiran debu (Mur-sidawati, 21007). Biji anggrek berukuran sangat kecil dengan panjang 1.0-2.0 mm dan lebar 0.5-1.0 mm. Biji anggrek tersusun atas testa atau kulit biji yang tebal dan embrio yang terdiri dari sekitar 100 sel (Pierik, 1987). Satu kapsul buah anggrek memiliki produksi biji yang banyak akan tetapi hanya sedikit biji yang mampu tumbuh di alam dan perkembangan tanaman memerlukan sedikitnya beberapa tahun (Bieniek et al., 2010). Di alam, persen-tase perkecambahan biji anggrek sangat rendah yaitu kurang dari 1%. Hal ini dikarenakan ukuran biji anggrek yang mikroskopik sekitar 4 hingga 200 sel dan tidak mempunyai endosperm sebagai cadangan makanan pada awal perkecambahan biji (Bey et al.,

Page 6: Tinjauan Pustaka Pengaruh Media Dan Intensitas Cahaya Terhadap Kesintasan Dendrobium Capra

10

2006). Buah anggrek Dendrobium akan matang dalam umur 3-4 bulan (Damayanti, 2011).

Dendrobium capra memiliki morfologi tegak dan kaku. Batangnya menggembung pada bagian tengah. Daunnya kaku dan berbentuk panjang meruncing. Panjang daun mencapai 15 cm dengan lebar 1,5-2,0 cm. Karakteristik dari Dendrobium capra adalah daunnya yang hanya tersebar di bagian atas batang. Labellum Dendrobium capra dihiasi oleh garis-garis keunguan, mengilat, kaku, dan tampak berlilin. Ukuran bunga termasuk kecil, antara 2,5 hingga 3 cm. Tangkai bunga muncul dari batang bagian ujung dengan panjang mencapai 30 cm. Tangkai tersebut menyangga 4 hingga 8 kuntum bunga. Bunga Dendrobium capra dapat bertahan dari kelayuan hingga 1 bulan lamanya. Tanaman ini dapat berbunga sepanjang tahun, khususnya pada bulan-bulan kemarau dan peralihan musim. Dendrobium capra merupakan anggrek yang pertumbuhannya relatif lambat (Rahmatia dan Pitriana, 2007).

Klasifikasi anggrek Dendrobium Menurut Dressler dan Dodson (2000) adalah sebagai berikut:

Kingdom : PlantaeDivisi : SpermatophytaSubdivisi : AngiospermaeKelas : MonocotyledoneaeOrdo : OrchidalesFamili : OrchidaceaeSubfamili : EpidendroideaeSuku : EpidendreaeSubsuku : DendrobiinaeGenus : DendrobiumSpeies : Dendrobium capraDaerah persebaran Dendrobium capra meliputi hutan jati

dataran rendah di Jawa Tengah dan Jawa Timur (Yulia dan Ruseani, 2008). Keanekaragaman anggrek di Pulau Jawa tercatat sebanyak 1.327 jenis. Dari jumlah yang dilaporkan, 642 jenis tumbuh di Jawa Barat, 295 jenis tumbuh di Jawa Tengah dan 390

Page 7: Tinjauan Pustaka Pengaruh Media Dan Intensitas Cahaya Terhadap Kesintasan Dendrobium Capra

11

jenis tumbuh di Jawa Timur. Salah satu jenis anggrek alam endemic Jawa Timur adalah Dendrobium capra J.J. Smith. Keberadaan D. capra J.J. Smith di Jawa Timur ditemukan di kaki gunung Penanggungan, Pandaan dan di Gunung Lamongan Kraksaan, Probolinggo (Comber, 2010).

2.4 Metode Kultur In VitroPada tahun 1920-an, Knudson menunjukkan bahwa

perkecambahan biji anggrek dapat dilakukan dengan menanam biji anggrek pada media yang mengandung mineral dan gula sebagai sumber energi (Arditti, 2010). Penelitian yang berhasil dilakukan Knudson menunjukkan bahwa biji anggrek dapat berkecambah secara in vitro. Beberapa alasan untuk megecambahkan biji anggrek secara in vitro menurut Cahyaningrum (2012) adalah sebagai berikut ini:1. Biji anggrek sangat kecil dan mengandung cadangan

makanan yang sangat sedikit atau bahkan tidak ada. Jika biji dikecambahkan secara in vivo kemungkinan besar cadangan makanan tidak mencukupi.

2. Perkecambahan dan perkembangan bibit sangat tergantung pada simbiosis dengan fungi. Jika ditumbuhkan tanpa fungi maka disebut perkecambahan asimbiotik.

3. Jika biji dihasilkan dari persilangan tertentu, maka perkecambahan secara in vitro akan meningkatkan persentase keberhasilannya.

4. Perkecambahan secara in vitro dapat membantu perkecambahan embrio yang belum berkembang atau belum matang pada beberapa jenis anggrek sehingga memperpendek siklus pemuliaannya atau budidayanya.

5. Perkecambahan dan perkembangan bibit dapat berlangsung lebih cepat dalam kondisi in vitro karena lingkungan yang terkendali dan tidak ada kompetisi dengan fungi atau bakteri yang tidak menguntungkan.Sumber nutrisi sangat mempengaruhi perkecambahan dan

pertumbuhan biji anggrek. Malmgren (1992,1996) dan Debergh

Page 8: Tinjauan Pustaka Pengaruh Media Dan Intensitas Cahaya Terhadap Kesintasan Dendrobium Capra

12

(1991) menyatakan bahwa ketersediaan sumber nitrogen organik seperti asam amino mempengaruhi laju perkecambahan karena tersedia dalam bentuk yang lebih sederhana dan mudah diserap dibandingkan dengan sumber nitrogen anorganik. Akan tetapi, je-nis asam amino glisin yang merupakan sumber nitrogen organik dilaporkan menghambat perkecambahan dibandingkan dengan ammonium nitrat yang merupakan sumber nitrogen anorganik (Spoerl and Curtis, 1948; Raghavan, 1964). Asam amino juga di-laporkan memiliki pengaruh yang berbeda-beda untuk setiap spe-sies (Kauth et al., 2006).

2.5 Metode AklimatisasiKeberhasilan dari metode kultur in vitro dalam skala

industri tergantung pada kemampuan tumbuhan untuk bertahan setelah keluar dari kondisi kultur dalam skala besar dengan biaya murah dan kesintasan tinggi (Chandra et al., 2010). Kondisi lingkungan untuk pertumbuhan ex vitro sangat berbeda dengan kondisi lingkungan saat kultivasi in vitro (Kozai et al., 1997). Transisi dari kondisi in vitro ke kondisi ex vitro memerlukan tahap aklimatisasi untuk adaptasi planlet dari kedua kondisi yang sangat berbeda tersebut. Dalam aklimatisasi, media tanam menjadi salah satu faktor penentu keberhasilan dari setiap pertumbuhan anggrek karena media tumbuh merupakan tempat berpijak akar anggrek (Suradinata et al., 2012). Dengan kata lain, persentase kesintasan anggrek bergantung pada adaptasi planlet (Deb and Imchen, 2010).

Kondisi kultur memiliki kelembaban udara yang sangat tinggi dan radiasi yang rendah serta dilengkapi dengan nutrisi sakarida (sukrosa dan glukosa) sebagai sumber karbon dan sumber energi (Pospišilova et al., 1999). Dalam kondisi kultur in vitro standar, kelembaban relatif biasanya lebih besar dari 95 persen. Daun anggrek hasil kultur in vitro tidak memiliki kutikula lilin dan stomata fungsional seperti yang ditemukan pada tanaman anggrek ex vitro (Seelye et al., 2003). Planlet hasil kultivasi in vitro memerlukan aklimatisasi untuk memperbaiki

Page 9: Tinjauan Pustaka Pengaruh Media Dan Intensitas Cahaya Terhadap Kesintasan Dendrobium Capra

13

abnormalitas yang dihasilkan selama kultur in vitro (Pospišilova et al., 1999). Hal ini dilakukan dengan cara kelembaban udara secara perlahan-lahan diturunkan selama aklimatisasi (Bolar et al., 1998) yang menyebabkan kelembaban udara relatif turun sehingga meningkatkan transpirasi tumbuhan dan memicu pembentukan stomata yang fungsional untuk mengatasi kehilangan air melalui transpirasi (Seelye et al., 2003).

Aklimatisasi merupakan tahap kritikal bagi planlet anggrek dimana karakteristik heterotrofik anggrek selama kondisi in vitro berubah menjadi autotrofik. Selain itu, tahap aklimatisasi dianggap masa kritis karena persentase kerusakan dan jumlah kematian yang tinggi (Torres et al., 2006; Deb and Imchen, 2010). Menurut Darmono (2003) hal-hal yang menyebabkan kematian bibit (planlet) saat penanganan aklimatisasi antara lain sebagai berikut:1. Terjadinya proses transpirasi yang tinggi sehingga dapat

menyebabkan hilangnya kandungan air dalam jaringan tanaman.

2. Bibit belum atau kurang mampu melakukan proses fotosintesis.

3. Terjadinya busuk atau kontaminasi oleh mikroorganisme.Banyak pendekatan berbeda yang telah dilakukan agar

pertumbuhan planlet anggrek dapat dilakukan dengan optimum seperti penggunaan berbagai macam media kultur in vitro dan media aklimatisasi alternatif (Deb dan Imchen, 2010) serta sistem hidroponik (Lopes da Silva, 2006).

Penelitiaan mengenai keberhasilan aklimatisasi telah dilaporkan antara lain pada spesies anggrek epifit Laelia speciosa yang dilakukan preaklimatisasi selama 20 hari (Ortega-Loeza et al., 2011), Cattleya forbesii pada media aklimatisasi xaxim dan Laelia purpurata pada media aklimatisasi campuran kerikil dan sabut kelapa (Seidel Júnior dan Venturieri, 2011). Sementara penelitian mengenai keberhasilan aklimatisasi pada anggrek epifit Dendrobium sp. dilaporkan oleh Dwiyani (2012) dan Suradinata

Page 10: Tinjauan Pustaka Pengaruh Media Dan Intensitas Cahaya Terhadap Kesintasan Dendrobium Capra

14

et al. (2012) dengan hasil media paling optimum adalah kombinasi arang dan sabut kelapa diiringi penambahan pupuk.

2.6 Faktor-Faktor AklimatisasiAklimatisasi dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain

faktor internal seperti gen, hormon, dan jenis tanaman serta faktor ekternal seperti cahaya, suhu, kelembaban relatif, zat hara, dan media tanam (Seelye et al., 2003). Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi aklimatisasi antara lain:

1. PlanletPlanlet atau bibit anggrek harus memenuhi syarat tertentu

sebelum dilakukan tahap aklimatisasi. Syarat planlet adalah sehat, memiliki daun, dan sistem perakaran serta batang yang menyatu. Crozen (2002) melaporkan bahwa ukuran minimal daun anggrek yang akan diaklimatisasi adalah 5 cm sementara Park et al. (2003) merekomendasikan ukuran batang 3-4 cm dengan 2 daun dan 3-4 akar.

2. Nutrisi dan MediaSemua jenis anggrek pada awal masa pertumbuhannya

bersifat heterotrofik atau memerlukan pasokan nutrisi dari luar. Hal ini menyebabkan suplai nutrisi pada media sangat menentukan pertumbuhan anggrek (Mursidawati, 2007). Unsur-unsur nutrisi yang dibutuhkan yaitu unsur makro dan unsur mikro. Semua unsur tersebut harus selalu tersedia di dalam media tanam anggrek (Hadi Iswanto, 2005).

Jenis media tanam yang digunakan pada setiap daerah tidak sama. Di Indonesia, media tumbuh untuk anggrek epifit yang ditanam di dalam pot umumnya berupa arang, pakis, batubara atau sabut kelapa (Gunawan, 2006). Media tanam tanpa tanah ini mempunyai banyak keuntungan yaitu kualitasnya tidak bervariasi, bobot lebih ringan, tidak mengandung inokulum penyakit, dan lebih bersih (Hessayon, 1989).

Page 11: Tinjauan Pustaka Pengaruh Media Dan Intensitas Cahaya Terhadap Kesintasan Dendrobium Capra

15

Media tanam dapat berupa satu media ataupun campuran. Campuran dua macam media dapat memperbaiki kekurangan masing-masing media tersebut, antara lain dalam kecepatan pelapukan dan penyediaan hara tanaman, serta kemampuan mempertahankan kelembapan media (Satsijati, 1991). Perbedaan karakteristik media terutama pada kandungan unsur hara bagi tanaman dan daya mengikat air tercermin pada porositas, kelembaban dan aerasi (Nicholls, 1993).

Pakis (Alsophia glauca) sebagai salah satu media tanam yang banyak digunakan berasal dari batang tumbuhan paku. Media tanam ini mempunyai kapasitas menahan air yang tinggi, terdiri dari serabut-serabut yang kaku sehingga membentuk celah-celah mikro (udara) yang memudahkan akar tanaman tumbuh ke segala arah dan kelebihan air dalam media dapat dengan mudah mengalir (drainase), dan mengandung zat hara organik. Namun, pakis termasuk dalam daftar CITES (Convention on International Trade in Endangered Species), yaitu tanaman yang hampir punah di dunia sehingga harus dilindungi. Oleh sebab itu perlu diusahakan media alternatif selain pakis untuk pertumbuhan tanaman anggrek terutama pada tahap aklimatisasi (Suradinata et al., 2012).

Arang kayu dan sekam adalah bahan yang ringan memungkinkan sirkulasi udara serta berwarna kehitaman dapat mengabsorbsi sinar matahari dengan efektif. Arang kayu dan sekam memiliki kapasitas menyimpan air meski rendah (Setiawan, 2003). Arang tersebut mengandung unsur-unsur hara yang sangat dibutuhkan oleh tanaman meskipun secara jumlah belum mencukupi bagi tanaman (Setiawan, 2003) sehingga penambahan unsur hara baik makro maupun mikro pada media arang perlu dilakukan (Lingga dan Marsono, 2002). Arang mengandung karbon, forsfor, dan sulfur yang dapat mempercepat pertumbuhan akar, daun, dan pertumbuhan batang tanaman (Livy Winata, 2006). Media arang tahan lama, tidak mudah lapuk, dan tidak mudah ditumbuhi jamur serta bakteri (Ginting et al., 2001).

Page 12: Tinjauan Pustaka Pengaruh Media Dan Intensitas Cahaya Terhadap Kesintasan Dendrobium Capra

16

Moss memiliki kemampuan menyimpan air dan menjaga kelembaban. Moss juga mengandung unsur hara yang tinggi. Akan tetapi media ini memiliki kelemahan karena mudah ditumbuhi jamur dan cendawan serta bakteri karena kondisinya yang lembab. Moss mengandung banyak nitrogen dan sedikit fosfor dimana nitrogen dapat merangsang pertumbuhan dan mempercepat pembungaan pada tanaman anggrek (Binawati, 2012)

Sabut kelapa merupakan salah satu bahan media yang mudah didapat dan mempunyai daya simpan air yang baik yang mampu menyimpan air 6 hingga 8 kali beratnya. Sabut kelapa mengandung unsur hara esensial antara lain kalsium (Ca), Magnesium (Mg), Kalium (K), Nitrogen (N), dan Fosfor (P) (Djatmiko et al., 1981). Unsur nitrogen berpengaruh meningkatkan pertumbuhan vegetatif, unsur fosfor berpengaruh untuk merangsang pertumbuhan generatif, inisiasi akar, dan pendewasaan tanaman, sedangkan unsur kalium berfungsi sebagai katalisator (Ginting et al., 2001).

Media serutan dan potongan kayu memiliki aerasi dan drainase yang baik tetapi daya simpan air kurang baik dan miskin unsur Nitrogen. Media ini mempunyai banyak rongga udara sehingga akar tanaman dapat tumbuh dan berkembang dengan leluasa. Proses pelapukan media serutan dan potongan kayu berlangsung lambat (Darmono1, 2003).

3. CahayaFaktor cahaya yang berpengaruh terhadap pertumbuhan

tanaman dibagi atas: intensitas cahaya, lama penyinaran, serta kualitas sinaran. Intensitas cahaya adalah banyaknya sinar yang diterima per satuan luas. Pada umumnya anggrek pot (epifit) membutuhkan cahaya yang lebih sedikit dari pada anggrek tanah. Anggrek epifit seperti Dendrobium tidak dapat menerima intensi-tas cahaya tinggi sebab akan menghanguskan daun dan menye-babkan kematian tanaman (Gunawan, 2004). Dendrobium mem-

Page 13: Tinjauan Pustaka Pengaruh Media Dan Intensitas Cahaya Terhadap Kesintasan Dendrobium Capra

17

butuhkan intensitas cahaya sekitar 50%-55% (Hendaryono, 1998).

Intensitas cahaya merupakan salah satu faktor lingkungan yang penting bagi planlet anggrek. Planlet perlu mendapatkan ca-haya untuk melakukan fotosintesis (Lesar et al., 2012). Pada masa aklimatisasi intensitas cahaya secara perlahan-lahan akan dinaikkan (Yusnita, 2003) yang menyebabkan kelembaban udara relatif turun sehingga meningkatkan transpirasi tumbuhan dan memicu pembentukan stomata yang fungsional untuk mengatasi kehilangan air melalui transpirasi (Seelye et al., 2003). Akan tetapi, transpirasi yang berlebihan dapat menyebabkan hilangnya kandungan air dalam jaringan planlet sehingga planlet layu dan mati (Darwono, 2003).

4. SuhuPada umumnya anggrek budidaya membutuhkan suhu seki-

tar 28°C dengan suhu minimum 15°C. Anggrek pot (epifit) lebih tidak tahan panas daripada anggrek tanah. Suhu yang tinggi dapat menyebabkan dehidrasi yang menghambat pertumbuhan (Gu-nawan, 2004).

Suhu mempengaruhi pertumbuhan planlet. Dendrobium capra merupakan anggrek dataran rendah (Cahyaningrum, 2012) yang memerlukan suhu sekitar 26-30°C. Suhu akan mempen-garuhi kelembaban relatif yang secara tidak langsung berkaitan dengan laju transpirasi planlet.

5. KelembabanPada umumnya anggrek membutuhkan kelembaban sekitar

65%-70%. Kelembaban yang tinggi menyebabkan pembusukan tunas dan daun (Soeryowinoto, 1974). Kelembaban relatif pada kondisi kultur in vitro lebih besar dari 95% menyebabkan daun planlet tidak memiliki kutikula lilin dan stomata fungsional (Seelye et al., 2003). Selama masa aklimatisasi kelembaban re-latif perlahan-lahan diturunkan sehingga laju transpirasi

Page 14: Tinjauan Pustaka Pengaruh Media Dan Intensitas Cahaya Terhadap Kesintasan Dendrobium Capra

18

meningkat dan memicu pembentukan stomata fungsional dan lapisan lilin pada daun dan batang (Lesar et al., 2012).

6. Hama dan PenyakitDarmono (2003) menyatakan bahwa kontaminasi oleh

mikroorganisme dapat menyebabkan kematian bibit (planlet) saat penanganan aklimatisasi. Planlet hasil kultur in vitro belum mampu beradaptasi dengan patogen-patogen yang biasa dite-mukan di lingkungan luar (ex vitro) sehingga perlu penanganan yang benar. Pemberian fungisida diperlukan untuk mencegah serangan jamur. Pembersihan media secara teratur juga mengu-rangi resiko serangan mikroorganisme (Cahyaningrum, 2012).