tinjauan pustaka jurnal

16
KONSEP LANJUT USIA (PROSES PENUAAN) a. Pengertian Lanjut usia adalah suatu proses alami yang tidak dapat dihindarkan, umur manusia sebagai makhluk hidup terbatas oleh suatu peraturan alam, maksimal sekit 6 (enam) kali masa bayi sampai dewasa, atau 6 x 20 tahun sampai dengan 120 tahun (Depkes, 2007). Kelompok lanjut usia adalah kelompok penduduk yang berusia 60 tahun ke atas (Anwar, 2007). Penuaan adalah proses yang dinamis dan kompleks yang dihasilkan oleh perubahan-perubahan sel, fisiologis dan psikologis. Lanjut usia adalah proses yang tidak dapat dihindarkan yang berumur 60 tahun ke atas (UU Nomor 13 tentang kesejahteraan lanjut usia). b. Batasan Lanjut Usia 1. Kelompok lansia dini (55–64 tahun), merupakan kelompok yang baru memasuki lansia. 2. Kelompok lansia (65 tahun ke atas). 3. Kelompok lansia resiko tinggi, yaitu lansia yang berusia lebih dari 70 tahun. c. Perubahan Pada Sistem Perkemihan Seiring bertambahnya usia, akan terdapat perubahan pada ginjal, bladder, uretra, dan sisten nervus yang berdampak pada proses fisiologi terlait eliminasi urine. Hal ini dapat mengganggu kemampuan dalam mengontrol berkemih, sehingga dapat mengakibatkan inkontinensia, dan akan memiliki konsekuensi yang lebih jauh.

Upload: onyip

Post on 24-Jul-2015

298 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: TINJAUAN PUSTAKA JURNAL

KONSEP LANJUT USIA (PROSES PENUAAN)

a. Pengertian

Lanjut usia adalah suatu proses alami yang tidak dapat dihindarkan, umur manusia sebagai

makhluk hidup terbatas oleh suatu peraturan alam, maksimal sekit 6 (enam) kali masa bayi

sampai dewasa, atau 6 x 20 tahun sampai dengan 120 tahun (Depkes, 2007). Kelompok

lanjut usia adalah kelompok penduduk yang berusia 60 tahun ke atas (Anwar, 2007).

Penuaan adalah proses yang dinamis dan kompleks yang dihasilkan oleh perubahan-

perubahan sel, fisiologis dan psikologis. Lanjut usia adalah proses yang tidak dapat

dihindarkan yang berumur 60 tahun ke atas (UU Nomor 13 tentang kesejahteraan lanjut

usia).

b. Batasan Lanjut Usia

1. Kelompok lansia dini (55–64 tahun), merupakan kelompok yang baru memasuki lansia.

2. Kelompok lansia (65 tahun ke atas).

3. Kelompok lansia resiko tinggi, yaitu lansia yang berusia lebih dari 70 tahun.

c. Perubahan Pada Sistem Perkemihan

Seiring bertambahnya usia, akan terdapat perubahan pada ginjal, bladder, uretra, dan sisten

nervus yang berdampak pada proses fisiologi terlait eliminasi urine. Hal ini dapat

mengganggu kemampuan dalam mengontrol berkemih, sehingga dapat mengakibatkan

inkontinensia, dan akan memiliki konsekuensi yang lebih jauh.

Perubahan pada Sistem Renal

Pada usia dewasa lanjut, jumlah nefron telah berkurang menjadi 1 juta nefron dan memiliki

banyak ketidaknormalan. Penurunan nefron terjadi sebesar 5-7% setiap dekade, mulai usia 25

tahun. Bersihan kreatinin berkurang 0,75 ml/m/tahun. Nefron bertugas sebagai penyaring

darah, perubahan aliran vaskuler akan mempengaruhi kerja nefron dan akhirnya

mempebgaruhi fungsi pengaturan, ekskresi, dan matabolik sistem renal. Berikut ini

merupakan perubahan yang terjadi pada sistem renal akibat proses menua:

Membrana basalis glomerulus mengalami penebalan, sklerosis pada area fokal,

dan total permukaan glomerulus mengalami penurunan, panjang dan volume tubulus

proksimal berkurang, dan penurunan aliran darah renal. Implikasi dari hal ini adalah

Page 2: TINJAUAN PUSTAKA JURNAL

filtrasi menjadi kurang efisien, sehingga secara fisiologis glomerulus yang mampu

menyaring 20% darah dengan kecepatan 125 mL/menit (pada lansia menurun hingga 97

mL/menit atau kurang) dan menyaring protein dan eritrosit menjadi terganggu, nokturia.

Penurunan massa otot yang tidak berlemak, peningkatan total lemak tubuh,

penurunan cairan intra sel, penurunan sensasi haus, penurunan kemampuan untuk

memekatkan urine. Implikasi dari hal ini adalah penurunan total cairan tubuh dan risiko

dehidrasi.

Penurunan hormon yang penting untuk absorbsi kalsium dari saluran

gastrointestinal. Implikasi dari hal ini adalah peningkatan risiko osteoporosis.

Perubahan pada Sistem Urinaria

Perubahan yang terjadi pada sistem urinaria akibat proses menua, yaitu penurunan kapasitas

kandung kemih (N: 350-400 mL), peningkatan volume residu (N: 50 mL), peningkatan

kontraksi kandung kemih yang tidak di sadari, dan atopi pada otot kandung kemih secara

umum. Implikasi dari hal ini adalah peningkatan risiko inkotinensia.

INKONTINENSIA URIN

Pengertian

Inkontinensia urine (beser) adalah ketidakmampuan menahan air kencing. Gangguan ini

lebih sering terjadi pada wanita yang pernah melahirkan daripada yang belum pernah

melahirkan. Diduga disebabkan oleh perubahan otot dan fasia di dasar panggul. Kebanyakan

penderita inkontinensia telah menderita desensus dinding depan vagina disertai sisto-

uretrokel. Tetapi kadang-kadang dijumpai penderita dengan prolapsus total uterus dan vagina

dengan kontinensia urine yang baik ( Andrianto,1991 ).

Inkontinensia urine merupakan eliminasi urine dari kandung kemih yang tidak terkendali

atau terjadi di luar keinginan ( Brunner & Suddarth, 2002 ).

Tipe-tipe dari inkontinensia urin dan patofisiologinya:

Menurut Buku Ajar Fundamental Keperawatan tipe-tipe inkontinensia urine, yaitu:

a) Inkontinensia Urine Fungsional

Page 3: TINJAUAN PUSTAKA JURNAL

Deskripsi: involunter, jalan keluar urine tidak dapat diperkirakan pada klien yang system

saraf dan system perkemihannya tidak utuh.

Penyebab: perubahan lingkunga; deficit sensorik, kognitif atau mobilitas

Gejala: mendesaknya keinginan untuk berkemih menyebbakan urine keluar sebelum

mencapai tempat yang sesuai. Klien yang mengalami perubahan kognitif mungkin telah

lupa mengenai apa yang harus ia lakukan.

b) Inkontinensia Urine Overflow (Refleks)

Deskripsi: keluarnya urine secara invoulunter terjadi pada jarak waktu tertentu yang telah

diperkirakan. Jumlah urine dapat banyak atau sedikit.

Penyebab: terhambatnya berkemih akibat efek anastesi atau obat-obatan, disfungsi

medulla spinalis (baik gangguan pada kesadaran serebral atau kerusakan pada arkus

refleks).

Gejala: tidak menyadari bahwa kandung kemihnya sudah terisi, kurangnya urgensi untuk

berkemih, kontraksi spasme kandung kemih yang tidak dapat dicegah.

c) Inkontinensia Urine Stress

Deskripsi: peningkatan tekanan intraabdomen yang menyebabkan merembesnya

sejumlah kecil urine.

Penyebab: batuk, tertawa, muntah, atau mengangkat sesuatu saat kandung kemih penuh,

obesitas, uterus yang penuh pada trimester ketiga, jalan keluar pada kandung kemih yang

tidak kompeten, lemahnya otot panggul.

Gejala: keluarnya urin saat tekanan intraabdominal meningkat, urgency dan seringnya

berkemih.

d) Inkontinensia Urine Urge (Desakan)

Deskripsi: pengeluaran urin yang tidak disadari setelah merasakan adanya urgensi yang

kuat untuk berkemih.

Penyebab: daya tampung kandung kemih menurun, iritasi pada reseptor peregang

kandung kemih, konsumsi alcohol atau kafein, peningkatan asupan cairan dan infeksi.

Gejala: urgensi berkemih, sering disertai oleh tingginya frekuensi berkemih (lebih sering

dari 2 jam sekali), spasme kandung kemih atau kontraktur, berkemih dalam jumlah kecil

(kurang dari 100 ml) atau dalam jumlah besar (lebih dari 500 ml).

e) Inkontinensia Urine Total

Page 4: TINJAUAN PUSTAKA JURNAL

Deskripsi: kelurnya urine total yang tidak terkontrol dan berkelanjutan.

Penyebab: neuropati, trauma atau penyakit pada saraf spinalis atau sfingter uretra, firtula

yang berada di kandung kemih dan vagina.

Gejala: urin tetap mengalir pada waktu-waktu yang tidak dapat diperkirakan, nokturia,

tidak menyadari bahwa kandung kemihnya terisi atau inkontinensia. (Potter & Perry,

2005: 1687)

Faktor resiko terjadinya inkontinensia, yaitu:

a) Usia

Bertambahnya usiamerupakan salah satu faktor risiko inkontinensia urin yang dipaparkan

dalam konsensus inkontinensia urin oleh National Institutes of Health pada tahun 1988.

Banyak penelitian menunjukkan terjadinya peningkatan angka prevalensi Inkontinensia

urine dengan bertambahnya usia. Melville baru-baru ini melaporkan bahwa prevalensi

Inkontinensia urineterjadi sekitar 28% pada wanita berusia 30-39 tahun dan 55% pada

wanita berusia 80-90%. Peningkatan prevalensi pada wanita manula mungkin disebabkan

oleh kelemahan otot pelvis dan jaringan penyokong uretra terkait dengan bertambahnya

usia. Hal tersebut juga dipengaruhi oleh faktor-faktor pada manula seperti gangguan

mobilitas dan/atau kemunduran status mental yang dapat meningkatkan risiko episode

inkontinensia.

b) Herediter/genetic

Beberapa peneliti mempertanyakan apakah terdapat dasar genetik dalam atrofi dan

kelemahan jaringan penyokong yang menyebabkan terjadinya inkontinensia urin

stres.Mushkat dkk.menguji prevalensi inkontinesia urin tipe stres pada turunan pertama

dari 259 wanita. Sebagai kontrol, mereka mengumpulkan data pada turunan pertama dari

165 wanita (sesuai umur, paritas, dan berat badan) tanpa inkontinensia urin tipe stres dan

dilakukan pemeriksaan terhadap kelompok kontrol di sebuah klinik ginekologi.

Prevalensi inkontinensia urin stres hampir 3 kali lebih tinggi (20,3% berbanding 7,8%)

pada wanita turunan pertama dari wanita dengan inkontinensia urin. Data ini

menunjukkan bahwa mungkin ada penurunan sifat secara familial yang dapat

meningkatkan insiden inkontinensia urin stres.

c) Obesitas

Page 5: TINJAUAN PUSTAKA JURNAL

Beberapa penelitian epidemiologik telah menunjukkan bahwa peningkatan Indeks Massa

Tubuh (IMT) merupakan faktor risiko yang signifikan dan independen untuk

inkontinensia urin semua tipe.Fakta menunjukkan bahwa prevalensi inkontinensia urine

maupun stres meningkat sebanding dengan IMT.Penelitian SWAN menunjukkan terjadi

peningkatan sekitar 5% kemungkinan kebocoran untuk setiap unit kenaikan IMT. Secara

teori, obesitas menyebabkan peningkatan tekanan intra-abdominal yang sebanding

dengan peningkatan tekanan intravesikal.Tekanan yang tinggi ini mempengaruhi tekanan

penutupan uretra dan menyebabkan terjadinya inkontinensia.

d) Persalinan dan Kehamilan

Sebagian besar wanita mengalami inkontinensia urin selama kehamilan, tetapi umumnya

hanya berlangsung hanya sementara.Banyak penelitian mengungkapkan tingginya

prevalensi inkontinensia urin pada wanita hamil dibandingkan wanita nullipara (wanita

yang belum pernah melahirkan). Suatu penelitian pada 305 primipara (wanita yang telah

melahirkan seorang anak, yang cukup besar untuk hidup di dunia luar matur atau

premature), 4% mengalami stress incontinence sebelum kehamilan, 32% selama

kehamilan, dan 7% pada masa post partum. Kehamilan dan obesitas menambah beban

struktur dasar panggul dan dapat menyebabkan kelemahan panggul yang pada akhirnya

menyebabkan inkontinensia urin.

Persalinan menyebabkan kerusakan sistem pendukung uretra, kelemahan dasar panggul

akibat melemah dan mereganggnya otot dan jaringan ikat selama proses persalinan,

kerusakan akibat laserasi saat proses persalinan penyangga organ dasar panggul, dan

peregangan jaringan dasar panggul selama proses persalinan melalui vagina yang dapat

merusak saraf pudendus dan dasar panggul sesuai kerusakan otot dan jaringan ikat dasar

panggul, serta dapat mengganggu kemampuan sfingter uretra untuk kontraksi dan respon

peningkatan tekanan intraabdomen atau kontraksi detrusor. Jika kolagen rusak, maka

origo maupun insersio otot menjadi kendur sehingga mengganggu kontraksi

isometrik.Hal ini menyebabkan mekanisme fungsi yang tidak efisien dan hipermobilitas

uretra.Pemakainan forseps selama persalinan dapat memicu inkontinensia urine.

Tingginya usia, paritas, dan berat badan bayi tampaknya berhubungan dengan

inkontinensia urine.

e) Menopause

Page 6: TINJAUAN PUSTAKA JURNAL

Sejumlah besar reseptor estrogen berafinitas tinggi telah diindentifikasi terdapat di

m.pubokoksigeus, uretra, dan trigonum vesika. Interaksi estrogen dengan reseptornya

akan menghasilkan proses anabolik. Akibatnya, bila terjadi penurunan estrogen terutama

pada traktus urinarius, perempuan menopause akan mengalami perubahan struktur dan

fungsi dari traktus urinarius. Estrogen dapat mempertahankan kontinensia dengan

meningkatkan resistensi uretra, meningkatkan ambang sensoris kandung kemih, dan

meningkatkan sensitivitas α-adrenoreseptor pada otot polos uretra.Penurunan estrogen

saat menopause menyebabkan penipisan dinding uretra sehingga penutupan uretra tidak

baik.Defisiensi estrogen juga membuat otot kandung kemih melemah.Jika terjadi

penipisan dinding uretra dan kelemahan otot kandung kemih, latihan fisik dapat

menyebabkan terbukanya uretra tanpa disadari.

f) Merokok

Merokok telah diidentifikasi sebagai faktor risiko independen untuk terjadinya

inkontinensia urin dalam beberapa penelitian, dengan efek terkuat terlihat pada

inkontinensia urin tipe stres dan campuran pada perokok berat.Mekanisme

patofisiologinya mungkin disebabkan oleh efek langsung maupun tidak langsungpada

uretra, dimana umumnya terjadi peningkatan tekanan kandung kemih akibat batuk, yang

melampaui kemampuan uretra untuk menutup rapat pada perokok.

LATIHAN KEGEL

Definisi senam kegel

Senam Kegel adalah senam yang bertujuan untuk memperkuat otot-otot dasar panggul terutama

otot pubococcygeal sehingga seorang wanita dapat memperkuat otot-otot saluran kemih (berguna

saat proses persalinan agar tidak terjadi “ngompol”) dan otot-otot vagina (memuaskan suaminya

saat berhubungan seksual). Nama senam ini diambil dari penemunya Arnold Kegel, seorang

dokter spesialis kebidanan dan penyakit kandungan di Los Angeles sekitar tahun 1950-an.

Dokter Kegel seringkali melihat pasiennya yang sedang dalam proses persalinan sering tidak

dapat menahan keluarnya air seni (ngompol). Timbullah inisiatifnya untuk menemukan exercise

agar pasiennya tidak mengalami hal tersebut.

Page 7: TINJAUAN PUSTAKA JURNAL

Manfaat dan tujuan senam kegel

Dalam perkembangan selanjutnya, senam ini selain dilakukan oleh wanita juga dilakukan oleh

para pria. Pada pria kerja otot ini lebih mudah diamati dari luar dibanding wanita. Hal ini dapat

dilihat dengan gerakan penis “naik-turun” dalam keadaan ereksi. Pria yang terlatih akan

mendapatkan orgasme yang lebih intens, dapat mencegah ejakulasi dini dan memperpendek

waktu untuk siap melakukan hubungan seks ulang. Pada wanita kerja otot pubococcygeal dapat

dirasakan berupa denyutan pada dinding vagina. Bila otot ini terlatih dan kuat , kontraksi otot

vagina dapat dengan sengaja dilakukan saat berhubungan intim tanpa menunggu orgasme

terlebih dahulu. Wanita dengan otot pubococcygeal terlatih lebih mudah mengalami

perangsangan seksual (tidak frigid), lebih cepat “basah” untuk mengalami orgasme yang sering

dan memuaskan bahkan dapat mencapai orgasme hanya dengan rangsangan pada G spot-nya.

Senam kegel juga dapat digunakan untuk mencegah konstipasi pada kehamilan. Dengan

melakukan senam kegel sirkulasi darah disekitar dubur dapat meningkat sehingga dapat

mencegah wasir. Senam kegel diketahui bisa membantu perempuan yang mengalami

inkontinensia urin (beser). Tujuan dsenam kegel adalah melatih kandung kemih untuk

mengembalikan pola normal perkemihan dengan menghambat atau menstimulasi pegeluaran air

kemih

Langkah-langkah Senam Kegel

a. Latihan I

- Instruksikan klien untuk berkonsentrasi pada otot panggul.

- Minta klien berupaya untuk menghentikan aliran urine selama berkemih dan kemudian

memulainya kembali. Apabila klien masih terpasang kateter, latihan dapat dilakukan dengan

memberi klem pada selang urine bag sehingga urine tertahan pada kandung kemih, didiamkan

beberapa lama, lalu dilepas jika kandung kemih sudah terasa penuh.

- Praktekan setiap kali berkemih.

Rasional: membantu klien untuk merasakan otot-otot anterior pada dasar panggul dan

mengajarkan teknik pengontrolan.

Page 8: TINJAUAN PUSTAKA JURNAL

b. Latihan II

- Minta klien mengambil posisi duduk atau berdiri.

- Instruksikan klien untuk mengencangkan otot-otot di sekitar anus.

Rasional: membantu klien merasakan otot-otot posterior pada dasar panggul.

c. Latihan III

- Minta klien mengencangkan otot di bagian posterior dan kemudian kontraksikan otot

anterior secara perlahan sampai hitungan ke empat

- Kemudian minta klien merelaksasikan otot-otot secara keseluruhan.

- Ulangi latihan 4x/jam saat terbangun dari tidur selama 3 bulan.

Rasional: Meningkatkan pengontrolan otot panggul dan membantu relaksasi sfingter selama

berkemih

d. Latihan IV

Apabila memungkinkan, ajarkan klien melakukan sit-ups yang dimodifikasi (lutut ditekuk).

Rasional: Menguatkan otot-otot abdomen untuk pengontrolan kandung kemih.

Langkah tersebut juga dapat dilakukan seperti berikut :

1. Pemanasan.

Kendurkan otot-otol perut, bokong dan paha atas se-rilek mungkin. Untuk memastikan otot-otot

tersebut rilek, letakkan kedua tangan di atas perut. Jika perut tidak ikut bergerak ketika otot-otot

dasar panggul (PC) dikontraksi, berarti gerakan Anda benar.

2. Kontraksi.

Kontraksikan otot-otot PC Anda dengan menarik ke dalam dan keras sekitar vagina, anus dan

saluran kencing (uretra) seperti menahan air seni. Tujuannya untuk menemukan letak otot PC.

Untuk mudahnya dapat melakukan latihan berikut: Ketika Anda ingin buang air kecil, tahanlah

Page 9: TINJAUAN PUSTAKA JURNAL

aliran air seni, lalu lepaskan kembali. Lakukan beberapa kali sehingga bisa merasakan benar

letak otot PC lersebut.

3. Ulangan.

Setelah Anda mampu melakukan, mulailah berlatih sebanyak 10 kali ulangan. Setiap kali

kontraksi, tahan selama tiga hitungan. Kemudian secara perlahan naikkan hitungan kontraksinya

hingga Anda bisa menahan selama 10-15 hitungan, dengan istirahat selama 10 detik diantaranya.

Jumlah optimum kira-kira 50-100 kali sepanjang hari, pagi, siang, sore dan malam.

4. Variasi.

Lakukan variasi untuk menghindari kebosanan dengan munggabungkan latihan otot-otot PC

dengan latihan pengencangan otot-otot lain di sekitarnya, yaitu otot-otot perut, paha atas, dan

otot bokong, dalam posisi berdiri, duduk atau berbaring.

5. Catatan.

Latihan Kegel dengan menahan air seni, disarankan hanya dilakukan pada saat awal berlatih.

Gunanya untuk menemukan letak otot PC. Setelah itu sebaiknya jangan dilakukan lagi karena

akan mengganggu pola kencing Anda. Sebaiknya berkonsultasi lebih dulu sebelum berlalih dan

lakukan evaluasi dalam jangka waktu tertentu.

Factor pendukung senam kegel

Tindakan berikut dapat membantu klien yang menderita inkontinensia untuk memperoleh

kembali kontrol berkemihnya dan merupakan bagian dari perawatan rehabilitatif serta restorasi.

1. Mempelajari latihan untuk menguatkan dasar panggul.

2. Memulai jadwal berkemih pada bangun tidur, setiap 2 jam sepanjang siang dan sore hari,

sebelum tidur, dan setiap 4 jam pada malam hari.

3. Menggunakan metode untuk mengawali berkemih (misalnya air mengalir dan menepuk

paha bagian dalam)

Page 10: TINJAUAN PUSTAKA JURNAL

4. Menggunakan metode untuk relaks guna membantu pengosongan kandung kemih secara

total (misalnya membaca dan menarik nafas dalam).

5. Jangan pernah mengabaikan keinginan untuk berkemih (hanya jika masalah klien

melibatkan pengeluaran urine yang jarang sehingga dapat mengakibatkan retensi).

6. Mengonsumsi cairan sekitar 30 menit sebelum jadwal waktu berkemih.

7. Hindari teh, kopi, alkohol, dan minuman berkafein lainnya.

8. Minum obat-obatan diuretic yang sudah diprogramkan atau cairan yang dapat

meningkatkan dieresis (seperti teh atau kopi) dini pada pagi hari.

9. Semakin memanjangkan atau memendekkan periode antar berkemih.

10. Menawarkan pakaian dalam pelindung untuk menampung urine dan mengurangi rasa

malu klien (bukan popok).

11. Mengikuti program pengontrolan berat tubuh apabila masalahnya adalah obesitas.

12. Memberikan umpan balik positif saat tercapai pengontrolan berkemih.

Pedoman ini dapat membantu klien untuk mendapatkan pola berkemih rutin dan mengontrol

factor-faktor yang mungkin meningkatkan jumlah episode inkontinensia.

DAFTAR PUSTAKA

Soetojo. INKONTINENSIA URINE PERLU PENANGANAN MULTI DISIPLIN

http://soetojo.blog.unair.ac.id/2009/03/13/inkontinensia-urine-perlu-penanganan-multi-

disiplin/ (akses, 7 maret 2012)

Potter & Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses, dan Praktik;.

Volume 2. Jakarta : EGC

Smeltzer, C. Suzanne. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Ed. 8 Volume 2. Jakarta:

EGC

Page 11: TINJAUAN PUSTAKA JURNAL

Rejeki Herdiana, dr. Tri. 2009. Berbagai Kegunaan Senam Kegel.

http://kesehatan.liputan6.com/tips/200905/229796/Berbagai.Kegunaan.Senam.Kegel.

(Diakses pada: 7 Maret 2012)