tinjauan pustaka - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/6167/3/bab ii.pdfuji antifungal...

13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Antimikrobial Antimikrobial diartikan sebagai bahan yang mengganggu pertumbuhan dan metabolisme organisme (Pelczar & Chan, 2005). Dalam penggunaannya secara umum antimikrobial digunakan dengan istilah antibakterial atau antifungal sesuai dengan jenis penanganan mikroorganismenya. Antimikroba dapat diperoleh dari senyawa metabolit sekunder beberapa organisme maupun dari senyawa sintetis (buatan). Istilah yang sering digunakan sehubungan dengan bahan antimikrobial dan penggunaannya, yaitu bakteriostatik, bakterisidal, dan antibiotik (Lay, 1992). Menurut Pelczar & Chan (2005), banyak faktor yang mempengaruhi penghambatan atau pembasmian mikroorganisme oleh bahan atau proses antimikrobial antara lain : 1) konsentrasi zat antimikrobial, artinya apabila konsentrasi zat lebih besar (tentunya sampai suatu batas tertentu) maka kemungkinan dalam membunuh sasarannya berupa mikroorganisme akan lebih cepat mati; 2) jumlah mikroorganisme, artinya diperlukan waktu untuk membunuh koloni mikroorganisme, dan apabila selnya banyak maka perlakuannya harus diberikan waktu lama; 6 Uji Antifungal Ekstrak..., Fadli Nur Permana, FKIP, UMP, 2014

Upload: others

Post on 24-Dec-2019

4 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: TINJAUAN PUSTAKA - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/6167/3/BAB II.pdfUji Antifungal Ekstrak..., Fadli Nur Permana, FKIP, UMP, 2014. 3) suhu, artinya zat kimia yang merusak

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Antimikrobial

Antimikrobial diartikan sebagai bahan yang mengganggu pertumbuhan

dan metabolisme organisme (Pelczar & Chan, 2005). Dalam penggunaannya

secara umum antimikrobial digunakan dengan istilah antibakterial atau antifungal

sesuai dengan jenis penanganan mikroorganismenya. Antimikroba dapat diperoleh

dari senyawa metabolit sekunder beberapa organisme maupun dari senyawa

sintetis (buatan). Istilah yang sering digunakan sehubungan dengan bahan

antimikrobial dan penggunaannya, yaitu bakteriostatik, bakterisidal, dan antibiotik

(Lay, 1992).

Menurut Pelczar & Chan (2005), banyak faktor yang mempengaruhi

penghambatan atau pembasmian mikroorganisme oleh bahan atau proses

antimikrobial antara lain :

1) konsentrasi zat antimikrobial, artinya apabila konsentrasi zat lebih besar

(tentunya sampai suatu batas tertentu) maka kemungkinan dalam

membunuh sasarannya berupa mikroorganisme akan lebih cepat mati;

2) jumlah mikroorganisme, artinya diperlukan waktu untuk membunuh

koloni mikroorganisme, dan apabila selnya banyak maka perlakuannya

harus diberikan waktu lama;

6

Uji Antifungal Ekstrak..., Fadli Nur Permana, FKIP, UMP, 2014

Page 2: TINJAUAN PUSTAKA - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/6167/3/BAB II.pdfUji Antifungal Ekstrak..., Fadli Nur Permana, FKIP, UMP, 2014. 3) suhu, artinya zat kimia yang merusak

3) suhu, artinya zat kimia yang merusak mikroorganisme melalui reaksi-

reaksi kimia dan laju reaksi kimiawi dipercepat dengan meningkatkan

suhu;

4) spesies mikroorganisme, artinya setiap spesies mikroorganisme

menunjukan kerentanan yang berbeda-beda terhadap sarana fisik dari

bahan kimia;

5) adanya bahan organik, artinya bahan organik asing dapat menurunkan

keefektifan zat kimia antimikrobial dengan cara menginaktifkan bahan-

bahan tersebut atau melindungi mikroorganisme dari antimikrobial

tersebut;

6) kemasaman atau kebasaan (pH), artinya mikroorganisme yang hidup

dengan pH asam dapat dibasmi pada suhu rendah dan dalam waktu singkat

dibandingkan dengan mikroorganisme yang sama dalam lingkungan basa.

Antimikroba yang diperoleh dari metabolisme sekunder pada tumbuhan

maupun sintetis telah banyak diproduksi secara masal dengan berbagai peranan

dan penggunaan yang berbeda. Meskipun antimikroba memiliki peranan yang

berbeda berdasarkan jenis penyakitnya, tetapi memiliki prinsip kerja yang sama.

Menurut Lay (1992), prinsip daya kerja antimikroba meliputi beberapa hal, yaitu :

1) penghambat sintesis dinding sel, artinya perbedaan struktur sel antara

bakteri dan eukariot menguntungkan bagi penggunaan bahan

antimikrobial;

2) penghambatan fungsi membran, artinya membran sel bakteri dan fungi

dapat dirusak oleh beberapa bahan tertentu tanpa merusak sel inang;

7

Uji Antifungal Ekstrak..., Fadli Nur Permana, FKIP, UMP, 2014

Page 3: TINJAUAN PUSTAKA - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/6167/3/BAB II.pdfUji Antifungal Ekstrak..., Fadli Nur Permana, FKIP, UMP, 2014. 3) suhu, artinya zat kimia yang merusak

3) penghambatan sistesis protein, artinya antibiotik menghambat sintesis

protein dengan cara mengikat ribosom sehingga tidak dapat berfungsi;

4) penghambatan sintesis asam nukleat, artinya senyawa tersebut

mengganggu sintesis DNA atau RNA;

5) bahan antiviral, artinya bahan yang mengganggu pertumbuhan virus.

Secara umum, kemungkinan serangan suatu zat antimikrobial dapat diduga

dengan meninjau struktur dan komposisi sel mikroba. Sel hidup yang normal

memiliki sejumlah besar enzim yang melangsungkan proses-proses metabolik dan

juga protein lainnya seperti asam nukleat dan senyawa-senyawa lainnya (Pelczar

& Chan, 2005).

2.2. Belimbing Wuluh

2.2.1. Deskripsi Tanaman Belimbing Wuluh

Menurut van Steenis (2008) belimbing wuluh memiliki ciri morfologi

yaitu tinggi 5 – 10 m. Tanda bekas daun bentuk ginjal atau jantung. Anak daun

bulat telur atau memanjang, meruncing, 2 – 10 kali 1 – 3 cm, ke arah ujung poros

lebih besar, bawah hijau muda. Malai bunga menggantung, panjang 5 – 20 cm.

Bunga semuanya dengan panjang tangkai putik yang sama panjang kelopak ± 6

mm. Daun mahkota tidak atau hampir bergandengan, bentuk spatel atau lanset,

dengan pangkal yang pucat. 5 benang sari di depan daun mahkota mereduksi

menjadi staminoda. Buah buni persegi membulat tumpul, kuning hijau, panjang 4

– 6,5 cm. Gambar tanaman belimbing wuluh dapat dilihat pada Gambar 2.1.

8

Uji Antifungal Ekstrak..., Fadli Nur Permana, FKIP, UMP, 2014

Page 4: TINJAUAN PUSTAKA - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/6167/3/BAB II.pdfUji Antifungal Ekstrak..., Fadli Nur Permana, FKIP, UMP, 2014. 3) suhu, artinya zat kimia yang merusak

(A) (B) (C) (D)

Gambar 2.1 Bagian tumbuhan belimbing wuluh (A. billimbi), (A) pohon belimbing wuluh, (B) daun belimbing wuluh, (C) buah belimbing wuluh, dan (D) bunga belimbing wuluh

2.2.2. Klasifikasi Tanaman Belimbing Wuluh

Berdasarkan Cronquist (1981), belimbing wuluh memiliki tingkatan

taksonomi sebagai berikut :

Divisio : Magnoliophyta

Class : Magnoliopsida

Ordo : Oxalidales

Familia : Oxalidaceaa

Genus : Averrhoa

Species : Averrhoa bilimbi L.

2.2.3. Kandungan Senyawa Daun Belimbing Wuluh

Metabolit sekunder pada tumbuhan merupakan senyawa hasil metabolisme

tumbuhan yang tidak berperan langsung dalam pertumbuhan dan perkembangan.

Metabolit sekunder tanaman yang mempunyai aktifitas antimikroba antara lain

9

Uji Antifungal Ekstrak..., Fadli Nur Permana, FKIP, UMP, 2014

Page 5: TINJAUAN PUSTAKA - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/6167/3/BAB II.pdfUji Antifungal Ekstrak..., Fadli Nur Permana, FKIP, UMP, 2014. 3) suhu, artinya zat kimia yang merusak

tanin, flavonoid, saponin, dan alkaloid. Daun belimbing wuluh diketahui memiliki

kandungan senyawa metabolit sekunder antara lain alkaloid, saponin, tanin,

flavonoid, dan steroid (Aziz et al., 2014). Aktivitas antifungi pada daun beliming

wuluh (A. bilimbi L.) dapat dikaitkan dengan kehadiran bioaktif senyawa

flavonoid jenis luteolin dan apigenin (Zakaria et al., 2007). Bahan aktif pada daun

belimbing wuluh yang dapat dimanfaatkan sebagai obat adalah tanin (Hayati et

al., 2010). Berbagai ekstrak dari buah dan daun belimbing wuluh memiliki

kemampuan sebagai antifungi (Kumar et al., 2013).

a. Flavonoid

Flavonoid merupakan senyawa 15-karbon yang umumnya tersebar di

seluruh dunia tumbuhan (Salisbury & Ross, 1995). Flavonoid umumnya terdapat

dalam tumbuhan terikat pada gula sebagai glikosida dan aglikon flavonoid yang

mana terdapat dalam satu tumbuhan menjadi beberapa bentuk kombinasi

glikosida (Harborne, 1987). Beberapa kemungkinan fungsi flavonoid untuk

tumbuhan ialah pengaturan tumbuh, pengaturan fotosintesis, kerja antimikroba

dan antivirus, dan kerja terhadap serangga (Robinson, 1995). Flavonoid

mengandung sistem aromatik yang terkonjugasi dan karena itu menunjukan pita

serapan kuat pada daerah spektrum UV dan spektrum tampak (Harbone, 1987).

Flavonoid memiliki senyawa turunan yaitu isoflavon yang memiliki fungsi

sebagai fitoalexin atau antimikroba baik untuk bakteri maupun jamur (Hastari,

2012). Beberapa senyawa golongan flavonoid lainnya yaitu antosianin,

proantosianin, flavonol, flavon, glikoflavon, biflavon, flavanon, khalkon dan

auron (Harborne, 1987).

10

Uji Antifungal Ekstrak..., Fadli Nur Permana, FKIP, UMP, 2014

Page 6: TINJAUAN PUSTAKA - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/6167/3/BAB II.pdfUji Antifungal Ekstrak..., Fadli Nur Permana, FKIP, UMP, 2014. 3) suhu, artinya zat kimia yang merusak

b. Tanin

Tanin terdiri dari dua jenis yaitu tanin terkondensasi dan tanin terhidrolisis

(Hayati et al., 2010). Tanin terkondensasi hampir terdapat di tumbuhan paku-

pakuan, gymnospermae, angiospermae yang tertuama pada jenis tumbuhan

berkayu, sedangkan tanin yang terhidrolisis penyebaranya terbatas pada tumbuhan

berkeping dua (Harborne, 1987). Tanin terhidrolisis sering kali berupa campuran

beberapa asam fenolat yang teresterkan biasanya berupa senyawa amorf,

higroskopis, berwarna coklat kuning yang larut dalam air (terutama air panas)

membentuk larutan koloid bukan larutan sebenarnya (Robinson, 1995). Tanin

tersebar luas didalam tumbuhan dan fungsi utamanya adalah melindungi

tumbuhan terhadap serangan fungi (Salisbury & Ross, 1995).

c. Saponin

Saponin adalah senyawa aktif permukaan yang kuat yang menimbulkan

busa jika dikocok dalam air dan beberapa tumbuhan yang mengandung saponin

telah digunakan sebagai sebagai antimikroba (Robinson, 1995). Pembentukan

busa yang mantap sewaktu mengekstraksi tumbuhan atau waktu memekatkan

ekstrak tumbuhan merupakan bukti terpercaya akan adanya saponin (Harborne,

1987 ).

d. Terpenoid

Berbagai produk tumbuhan yang mempunyai beberapa sifat umum lipid

membentuk beraneka ragam golongan senyawa dengan satuan bangun rumus

bangun lima karbon yang dinaman isoprenoid, terpenoid, atau terpen (Salisbury &

11

Uji Antifungal Ekstrak..., Fadli Nur Permana, FKIP, UMP, 2014

Page 7: TINJAUAN PUSTAKA - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/6167/3/BAB II.pdfUji Antifungal Ekstrak..., Fadli Nur Permana, FKIP, UMP, 2014. 3) suhu, artinya zat kimia yang merusak

Ross, 1995). Terpenoid berasal dari molekul isoprena CH2 = C(CH3) – CH = CH2

dan kerangka karbonya dibangun oleh penyambung dua atau lebih satuan C5

(Harborne, 1987). Kebanyakan peneliti berpendapat bahwa fungsi terpenoid

rendah dalam tumbuhan lebih bersifat ekologi dari pada fisiologi, tetapi banyak

jenis senyawa ini yang menghambat pertumbuhan pesaingnya dan dapat juga

bekerja sebagai insektisida atau berdaya racun bagi hewan tingkat tinggi

(Robinson, 1995). Terpenoid tersusun dari beberapa senyawa, mulai dari

komponen minyak atsiri yaitu monoterpena dan siskui terpena yang mudah

menguap (C10 dan C15), diterpena yang lebih sukar menguap (C20), sampai ke

senyawa yang tidak menguap yaitu triterpenoid dan sterol (C30), serta pigmen

karotenoid (C40) (Harborne, 1987).

e. Alkaloid

Alkaloid sejati berasal dari asam amino dasar dan mengandung nitrogen dalam

cincin heterosiklik, misalnya nikotin dan atropin (Bennet, 1994). Selain sebagai

antimikroba juga dapat berperan dalam melindungi tumbuhan dari hewan

herbivora (Salisbury & Ross, 1995). Alkaloid sering kali beracun bagi manusia

dan banyak mempunyai kegiatan fisiologis yang menonjol, jadi digunakan dalam

pengobatan (Harborne, 1987).

2.2.4. Manfaat Daun Belimbing Wuluh

Tumbuhan belimbing wuluh (A. bilimbi L.) sering dimanfaatkan oleh

masyarakat Indonesia pada bagian buah dan daunya. Buah belimbing wuluh

umumnya digunakan untuk masak dan obat-obatan. Daunya dapat digunakan

sebagai obat luar maupun minum seperti obat demam, peradangan usus besar,

12

Uji Antifungal Ekstrak..., Fadli Nur Permana, FKIP, UMP, 2014

Page 8: TINJAUAN PUSTAKA - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/6167/3/BAB II.pdfUji Antifungal Ekstrak..., Fadli Nur Permana, FKIP, UMP, 2014. 3) suhu, artinya zat kimia yang merusak

olesan sakit gondongan dengan cara dicampur dengan bawang merah, sebagai

salep obat rheumatik (encok), dan obat bisul (Heyne, 1987). Daun belimbing

wuluh juga dimanfaatkan mengatasi penyakit seperti sariawan (Hayati et al.,

2010)

2.3. Ekstraksi Daun Belimbing Wuluh

Ekstrak yaitu sediaan sari pekat tumbuh-tumbuhan atau hewan yang

diperoleh dengan cara melepaskan zat aktif dari masing-masing bahan obat

menggunakan pelarut yang cocok (Dewi et al., 2013). Ekstraksi yaitu pemisahan,

penarikan, pengambilan senyawa yang akan diambil dari sampel tumbuhan.

Metode ekstraksi dan ukuran partikel dalam proses ekstraksi akan mempengaruhi

rendemen ekstrak yang dihasilkan, karena ukuran partikel sangat mempengaruhi

internal diffusi dari pelarut kedalam padatan (Hernani, 2009). Salah satu metode

ekstraksi dilakukan dengan cara maserasi. Metode maserasi dilakukan dengan

cara merendam sampel tanaman dengan menggunakan pelarut tertentu sesuai

dengan senyawa yang ingin diambil seperti nonpolar, semi polar, atau polar.

Pelarut polar yang biasa digunakan adalah etanol 70 %. Etanol disebut juga etil

alkohol yang di pasaran lebih dikenal sebagai alkohol merupakan senyawa

organik dengan rumus kimia C2H5OH (Munawaroh & Handayani, 2010). Etanol

70% adalah pelarut yang efektif untuk menghasilkan jumlah optimal bahan aktif,

tidak menyebabkan pembengkakan membran sel dan meningkatkan stabilitas

komponen terlarut (Hartini, 2012). Etanol memiliki sifat kurang toksik dibanding

dengan metanol (Dewi et al., 2013).

13

Uji Antifungal Ekstrak..., Fadli Nur Permana, FKIP, UMP, 2014

Page 9: TINJAUAN PUSTAKA - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/6167/3/BAB II.pdfUji Antifungal Ekstrak..., Fadli Nur Permana, FKIP, UMP, 2014. 3) suhu, artinya zat kimia yang merusak

2.4. Kapang Aspergillus flavus

2.4.1. Deskripsi Kapang Aspergillus flavus

Kapang Aspergillus flavus memiliki sifat morfologi yang hampir sama

dengan kapang pada genus Aspergillus lainya. Menurut Samson et al (1995), A.

flavus koloni pada medium Czapek agar pada 25oC mencapai diameter 3-5cm

dalam waktu 7 hari, konidiofor kuning-hijau (Gambar 2.2). Tipe kepala konidia

memancar, kemudian membelah menjadi beberapa kolom longgar, berwarna

kuning-hijau menjadi kuning gelap-hijau. Konidiofor hialin kasar, panjang sampai

dengan 1,0 mm (beberapa isolat hingga 2,5 mm). Vesikel bulat sampai agak bulat,

diameter 25-45 µm. Fialid menempel langsung pada vesikel atau metula. Sklerotia

sering diproduksi pada isolat segar, sering kali berwarna coklat sampai hitam.

Gambar mikroskopis dapat dilihat pada Gambar 2.3.A. flavus memiliki

kemampuan sebagai penghasil toksin pada jenis tanaman tertentu.

Gambar 2.2 Penampakan bentuk makroskopis kapang A. flavus

14

Uji Antifungal Ekstrak..., Fadli Nur Permana, FKIP, UMP, 2014

Page 10: TINJAUAN PUSTAKA - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/6167/3/BAB II.pdfUji Antifungal Ekstrak..., Fadli Nur Permana, FKIP, UMP, 2014. 3) suhu, artinya zat kimia yang merusak

Gambar 2.3 Penampakan bentuk mikroskopis kapang A. flavus

A. flavus terkenal sebagai kapang yang menghasilkan metabolit sekunder

berupa aflatoksin. Aflatoksin merupakan mikotoksin karsiogenik yang dihasilkan

oleh Aspergillus dan mengontaminasi pada kacang-kacangan serta padi-padian.

Aflatoksin sendiri terdiri atas lima kategori yaitu aflatoksin B1 (blue), B2, G1

(green), G2, dan M1 (milk) (Pratiwi, 2008). Jenis aflatoksin yang paling

melimpah dan memiliki sifat yang sangat beracun adalah aflatoksin B1 (Moore-

Landecker, 1996). Aflatoksin B1 dianggap paling berbahaya karena

kemampuanya merusak jaringan, terutama hati dan kerusakan sel hati yang pada

akhirnya menimbulkan kanker hati (Pratiwi, 2008). A. flavus memiliki senyawa

yang terdapat dalam metabolisme penghasil racun yaitu asam kojic, asam 3-

nitropropionic, asam cyclopiazonic, aflatoksin B1, dan asam aspergilik (Samson et

al., 1996). Selain menghasilkan aflatoksin, A. flavus juga mampu menginfeksi

manusia dan hewan, sehingga menghasilkan penyakit yang disebut aspergillosis

(Handajani, 2008).

15

Uji Antifungal Ekstrak..., Fadli Nur Permana, FKIP, UMP, 2014

Page 11: TINJAUAN PUSTAKA - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/6167/3/BAB II.pdfUji Antifungal Ekstrak..., Fadli Nur Permana, FKIP, UMP, 2014. 3) suhu, artinya zat kimia yang merusak

2.4.2. Klasifikasi Kapang Aspergillus flavus

Aspergillus flavus memiliki tingkat taxonomi (Alexopoulos, 1979),

sebagai berikut :

Divisio : Mycota

Subdivisio : Eumycotina

Class : Ascomycetes

Subclass : Euascomycetidae

Ordo : Eurotiales

Familia : Eurotiaceae

Genus : Aspergillus

Species : Aspergillus flavus

2.5. Khamir Candida albicans

2.5.1. Deskripsi Khamir Candida albicans

Menurut Simatupang (2009), khamir C. albicans pada sediaan apus

eksudat Candida tampak sebagai ragi lonjong, kecil, berdinding tipis, bertunas,

gram positif, berukuran 2-3 X 4-6 µm, yang memanjang menyerupai hifa

(pseudohifa). Candida membentuk pseudohifa ketika tunas-tunas terus tumbuh

tetapi gagal melepaskan diri, menghasilkan rantai sel-sel yang memanjang yang

terjepit atau tertarik pada septasi-septasi diantara sel. C. albicans bersifat

dimorfik, selain ragi-ragi dan pseudohifa, ia juga bisa menghasilkan hifa sejati.

Candida berkembang dengan cara budding / tunas. Pada agar sabouraud yang

dieramkan pada suhu kamar 37oC selama 24 jam, spesies Candida menghasilkan

16

Uji Antifungal Ekstrak..., Fadli Nur Permana, FKIP, UMP, 2014

Page 12: TINJAUAN PUSTAKA - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/6167/3/BAB II.pdfUji Antifungal Ekstrak..., Fadli Nur Permana, FKIP, UMP, 2014. 3) suhu, artinya zat kimia yang merusak

koloni-koloni halus berwarna krem yang mempunyai bau seperti ragi. Gambar

pengamatan mikroskopis dan makroskopis dapat dilihat pada Gambar 2.4.

(A) (B) (C)

Gambar 2.4 Pengamatan C. albicans, (A) pengamatan makroskopis, (B) bentuk sel C. albicans, (C) pengamatan pewarnaan Gram C. albicans berupa Gram positif

Khamir C. albicans adalah jenis khamir yang hidup disekitar mulut,

sekitar usus dan vagina, penghuni yang sehat, hidup tidak membahayakan seperti

sebuah saprotrof (Moore-Landecker, 1996). Sehingga dapat dikatakan C. albicans

merupakan mikroorganisme alami atau flora normal dalam tubuh manusia

(Pratiwi, 2008). Apabila pertumbuhannya berlebih akan menyebabkan

Candidiasis (Rachma, 2012). Candidiasis yaitu penyakit pada membran mocus

yang lembut, akan membentuk lesi putih abu-abu (Moore-Landecker, 1996).

Penyakit lain pada manusia yang disebabkan oleh C.albicans seperti sariawan, lesi

pada kulit, vulvavaginitis, candiduria dan gastrointestinal candidiasis

(Kusumaningtyas, 2012).

Proses infeksi penularan C.albicans memiliki mekanisme tertentu untuk

menginfeksi inangnya. Mekanisme infeksi C. albicans sangat komplek termasuk

adhesi dan invasi, perubahan morfologi dari bentuk sel khamir ke bentuk filamen

17

Uji Antifungal Ekstrak..., Fadli Nur Permana, FKIP, UMP, 2014

Page 13: TINJAUAN PUSTAKA - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/6167/3/BAB II.pdfUji Antifungal Ekstrak..., Fadli Nur Permana, FKIP, UMP, 2014. 3) suhu, artinya zat kimia yang merusak

(hifa), pembentukan biofilm, penghindaran dari sel-sel imunitas inang, dan

perubahan fenotip menjadi bentuk filamen yang memungkinkan C. albicans untuk

melakukan penetrasi ke epithelium serta berperanan dalam infeksi dan penyebaran

C. albicans pada sel inang (Kusumaningtyas, 2012). Kemampuan penginfeksian

C. albicans meliputi kemampuan perkembangbiakanya.

Kusumaningtyas (2012) mengatakan, C. albicans dapat tumbuh pada suhu

37oC dalam kondisi aerob atau anaerob. Pada kondisi anaerob, C. albicans

mempunyai waktu generasi yang lebih panjang yaitu 248 menit dibandingkan

dengan kondisi pertumbuhan aerob yang hanya 98 menit. Walaupun C. albicans

tumbuh baik pada media padat tetapi kecepatan pertumbuhan lebih tinggi pada

media cair dengan digoyang pada suhu 37oC. Pertumbuhan juga lebih cepat pada

kondisi asam dibandingkan dengan pH normal atau alkali.

2.5.2. Klasifikasi Khamir Candida albicans

Candida albicans memiliki tingkat taxonomi (Alexopoulos, 1979), sebagai

berikut :

Divisio : Mycota

Sub Divisio : Eumycotina

Class : Deuterumycetes

Ordo : Moniliales

Familia : Cryptococcaceae

Genus : Candida

Species : Candida albicans

18

Uji Antifungal Ekstrak..., Fadli Nur Permana, FKIP, UMP, 2014