tinjauan pustaka depresi
DESCRIPTION
depresiTRANSCRIPT
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
BEBERAPA MASALAH DAN GANGGUAN YANG SERING TERJADI PADA LANSIA
A. Demensia
Demensia adalah suatu gangguan intelektual/daya ingat yang umumnya progresif dan
ireversibel. Biasanya ini sering terjadi pada orang yang berusia > 65 tahun. Faktor resiko yang
sering menyebabkan lanjut usia terkena demensia adalah: usia, riwayat keluarga, jenis kelamin
perempuan. Demensia merupakan suatu penyakit degeneratif primer pada susunan sistem saraf
pusat dan merupakan penyakit vaskuler.
Kriteria derajat demensia:
Ringan:walaupun terdapat gangguan berat daya kerja dan aktivitas sosial, kapasitas untuk hidup
mandiri tetap dengan higiene personal cukup dan penilaian umum yang baik.
Sedang:hidup mandiri berbahaya diperlukan berbagai tingkat suportivitas.
Berat:aktivitas kehidupan sehari-hari terganggu sehingga tidak berkesinambungan, inkoherensi.
Terdapat 7 jenis demensia yang sering terjadi pada lansia, yaitu:
1. Demensia Tipe Alzheimer
2. Demensia Vaskuler
3. Demensia Pick
4. Demensia Penyakit Creutzfeldt – Jacob
5. Demensia karena Penyakit Huntington
6. Demensia karena Hidrosefalus Tekanan Normal
7. Demensia karena Penyakit Parkinson
B. Depresi
Gangguan depresi merupakan hal yang terpenting dalam problem lansia. Usia bukan
merupakan faktor untuk menjadi depresi tetapi suatu keadaan penyakit medis kronis dan
masalah-masalah yang dihadapi lansia yang membuat mereka depresi. Gejala depresi pada lansia
dengan orang dewasa muda berbeda dimana pada lansia terdapat keluhan somatik.
Gejala depresi pada lansia, yaitu:
Gejala utama:
Afek depresi
Kehilangan minat
Berkurangnya energi (mudah lelah)
Gejala lain:
Konsentrasi dan perhatian berkurang
Kurang percaya diri
Sering merasa bersalah
Pesimis
Ide bunuh diri
Gangguan pada tidur
Gangguan nafsu makan
Berdasarkan gejala di atas, depresi pada lansia dapat dibedakan beberapa bentuk berdasarkan
berat ringannya:
Depresi ringan: 2 gejala utama + 2 gejala lain+ aktivitas tidak terganggu.
Depresi sedang: 2 gejala utama + 3 gejala lain+ aktivitas agak terganggu.
Depresi berat: 3 gejala utama + 4 gejala lain+ aktivitas sangat terganggu.
Penyebab terjadinya depresi merupakan gabungan antara faktor-faktor psikologik, sosial dan
biologik.
Biologik: sel saraf yang rusak, faktor genetik, penyakit kronis seperti hipertensi, DM, stroke,
keterbatasan gerak, gangguan pendengaran/penglihatan.
Sosial: kurang interaksi sosial, kemiskinan, kesedihan, kesepian, isolasi sosial.
Psikologis: kurang percaya diri, gaul, akrab, konflik yang tidak terselesai.
C. Skizofrenia
Skizofrenia biasanya dimulai pada masa remaja akhir/dewasa muda dan menetap seumur
hidup. Wanita lebih sering menderita skizofrenia lambat dibanding pria. Perbedaan onset lambat
dengan awal adalah adanya skizofrenia paranoid pada tipe onset lambat.
Sekurang-kurangnya satu gejala berikut:
1. Thought echo, insertion, broadcasting.
2. Delution of control, influence, passivity, perseption
3. Halusinasi auditorik
4. Waham yang menetap
Paling sedikit 2 gejala berikut:
1. Halusinasi panca indera yang menetap
2. Arus pikir yang terputus
3. Perilaku katatonik
4. Gejala negatif
Adanya gejala-gejala khas tersebut di atas berlangsung selama kurun waktu satu bulan
atau lebih.
Terapi dapat diberikan obat anti psikotik seperti haloperidol, chlorpromazine, dengan pemberian
dosis yang lebih kecil.
D. Gangguan Delusi
Onset usia pada gangguan delusi adalah 40 – 55 tahun, tetapi dapat terjadi kapan saja.
Pada gangguan delusi terdapat waham yang tersering yaitu: waham kejar dan waham somatik.
Pencetus terjadinya gangguan delusi adalah:
Kematian pasangan
Isolasi sosial
Finansial yang tidak baik
Penyakit medis
Kecacatan
Gangguan pengelihatan/pendengaran
Pada gangguan delusi terdapat jenis lain yang onset lambat yang dikenal sebagai
parafrenia yang timbul selama beberapa tahun dan tidak disertai demensia. Terapi yang dapat
diberikan yaitu: psikoterapi yang dikombinasi dengan farmakoterapi.
E. Gangguan Kecemasan
Gangguan kecemasan adalah berupa gangguan panik, fobia, gangguan obsesif konfulsif,
gangguan kecemasan umum, gangguan stres akut, gangguan stres pasca traumatik. Onset awal
gangguan panik pada lansia adalah jarang, tetapi dapat terjadi. Tanda dan gejala fobia pada lansia
kurang serius daripada dewasa muda, tetapi efeknya sama, jika tidak lebih, menimbulkan
debilitasi pada pasien lanjut usia. Teori eksistensial menjelaskan kecemasan tidak terdapat
stimulus yang dapat diidentifikasi secara spesifik bagi perasaan yang cemas secara kronis.
Kecemasan yang tersering pada lansia adalah tentang kematiannya. Orang mungkin
menghadapi pikiran kematian dengan rasa putus asa dan kecemasan, bukan dengan ketenangan
hati dan rasa integritas (“Erik Erikson”). Kerapuhan sistem saraf anotomik yang berperan dalam
perkembangan kecemasan setelah suatu stressor yang berat.
Gangguan stres lebih sering pada lansia terutama jenis stres pasca traumatik karena pada
lansia akan mudah terbentuk suatu cacat fisik. Terapi dapat disesuaikan secara individu
tergantung beratnya dan dapat diberikan obat anti anxietas seperti: hydroxyzine, Buspirone.
F. Gangguan Somatiform
Gangguan somatiform ditandai oleh gejala yang sering ditemukan apada pasien > 60
tahun. Gangguan biasanya kronis dan prognosis adalah berhati-hati. Untuk mententramkan
pasien perlu dilakukan pemeriksaan fisik ulang sehingga ia yakin bahwa mereka tidak memliki
penyakit yang mematikan.Terapi pada gangguan ini adalah dengan pendekatan psikologis dan
farmakologis.
G. Gangguan penggunaan Alkohol dan Zat lain
Riwayat minum/ketergantungan alkohol biasanya memberikan riwayat minum berlebihan
yang dimulai pada masa remaja/dewasa. Mereka biasanya memiliki penyakit hati. Sejumlah
besar lansia dengan riwayat penggunaan alkohol terdapat penyakit demensia yang kronis seperti
ensefalopati wernicke dan sindroma korsakoff.
Presentasi klinis pada lansia termasuk terjatuh, konfusi, higienis pribadi yang buruk, malnutrisi
dan efek pemaparan. Zat yang dijual bebas seperti kafein dan nikotin sering disalah gunakan. Di
sini harus diperhatikan adanya gangguan gastrointestiral kronis pada lansia pengguna alkohol
maupun tidak obat-obat sehingga tidak terjadi suatu penyakit medik.
H. Gangguan Tidur
Usia lanjut adalah faktor tunggal yang paling sering berhubungan dengan peningkatan
prevalensi gangguan tidur. Fenomena yang sering dikeluhkan lansia daripada usia dewasa muda
adalah:
Gangguan tidur,
Ngantuk siang hari,
Tidur sejenak di siang hari,
Pemakaian obat hipnotik.
Secara klinis, lansia memiliki gangguan pernafasan yang berhubungan dengan tidur dan
gangguan pergerakan akibat medikasi yang lebih tinggi dibanding dewasa muda. Disamping
perubahan sistem regulasi dan fisiologis, penyebab gangguan tidur primer pada lansia adalah
insomnia. Selain itu gangguan mental lain, kondisi medis umum, faktor sosial dan lingkungan.
Ganguan tersering pada lansia pria adalah gangguan rapid eye movement (REM). Hal yang
menyebabkan gangguan tidur juga termasuk adanya gejala nyeri, nokturia, sesak napas, nyeri
perut.
Keluhan utama pada lansia sebenarnya adalah lebih banyak terbangun pada dini hari
dibandingkan dengan gangguan dalam tidur. Perburukan yang terjadi adalah perubahan waktu
dan konsolidasi yang menyebabkan gangguan pada kualitas tidur pada lansia.
Terapi dapat diberikan obat hipnotik sedatif dengan dosis yang sesuai dengan kondisi
masing-masing lansia dengan tidak lupa untuk memantau adanya gejala fungsi kognitif, perilaku,
psikomotor, gangguan daya ingat, insomnia rebound dan gaya jalan.
DEPRESI
Pengertian Depresi
Depresi merupakan salah satu gangguan alam perasaan yang ditandai dengan perasaan
sedih yang berlebihan, murung, tidak bersemangat, merasa tidak berharga, merasa kosong, dan
tidak ada harapan, berpusat pada kegagalan dan menuduh diri, dan sering disertai iri dan pikiran
bunuh diri, klien tidak berminat pada pemeliharaan diri dan aktivitas sehari-hari.
Etiologi Depresi
Etiologi depresi yang pasti belum diketahui. Beberapa faktor yang diketahui berkaitan
dengan terjadinya depresi:
1. Berbagai penyakit fisik
2. Faktor psikis
3. Faktor sosial dan lingkungan
4. Faktor obat
5. Faktor usia
6. Faktor genetik
Depresi Sebagai Bagian dari Gangguan Alam Perasaan
Kelainan fundamental dan kelompok gangguan alam perasaan yang membedakan dengan
kelompok gangguan kejiwaan lainnya adalah adanya perubahan suasana perasaan (mood),
biasanya ke arah depresi (dengan atau tanpa anxietas yang menyertainya), atau ke arah elasi.
Perubahan efek ini biasanya disertai dengan suatu perubahan pada keseluruhan tingkat aktifitas,
dan kebanyakan gejala lainnya adalah sekunder terhadap perubahan itu, atau mudah dipahami
hubungannya dengan perubahan tersebut.
Tabel 2.3 Klasifikasi Gangguan Perasaan (mood)
Kode Jenis Gangguan Suasana Perasaan (mood)
F.32. Episode depresi
F.32.0 Episode depresi ringan
F.32.00 Tanpa gejala somatik
F.32.01 Dengan gejala somatik
F.32.1 Episode depresi sedang
F.32.10 Tanpa gejala somatik
F.32.11 Dengan gejala somatik
F.32.2 Episode depresi berat tanpa gejala psikotik
F.32.3 Episode depresi berat dengan gejala psikotik
F.32.8 Episode depresi lainnya
F.32.9 Episode depresi yang tidak tergolongkan (unspecified)
F.33 Gangguan depresi berulang
F.33.0 Gangguan depresi berulang, episode kini ringan
F.33.00 Tanpa gejala somatik
F.33.01 Dengan gejala somatik
F.33.1 Gangguan depresi berulang, episode kini sedang
F.33.01 Tanpa gejala somatik
F.33.11 Dengan gejala somatik
F.33.2 Gangguan depresi berulang, episode kini berat tanpa gejala psikotik
F.33.3 Gangguan depresi berulang, episode kini berat dengan gejala psikotik
F.33.4 Gangguan depresi berulang, kini di atas remisi
F.33.8 Gangguan depresi berulang lainnya
F.33.9 Gangguan depresi berulang yang tidak tergolongkan (unspecified)
Gejala dan Penegakan Diagnosis Depresi
Untuk menegakkan diagnosa depresi seseorang, maka yang dipakai pedoman adalah ada
tidaknya gejala utama dan gejala penyerta lainnya, lama gejaa yang muncul, dan ada tidaknya
episode depresi ulang. Sebagaimana tersebut berikut ini :
1. Gejala utama pada derajat ringan, sedang dan berat
1) Afek depresi
2) Kehilangan minat dan kegembiraan
3) Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan yang mudah lelah (rasa lelah
yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan menurunnya aktivitas.
2. Gejala penyerta lainnya:
1) Konsentrasi dan perhatian berkurang
2) Harga diri dan kepercayaan diri berkurang
3) Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna
4) Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis
5) Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri
6) Tidur terganggu
7) Nafsu makan berkurang
Untuk episode depresi dan ketiga tingkat keparahan tersebut diperlukan masa sekurang-
kurangnya 2 minggu untuk penegakkan diagnosis, akan tetapi periode lebih pendek dapat
dibenarkan jika gejala luar biasa beratnya dan berlangsung cepat.
Kategori diagnosis depresi ringan (F.32.0), sedang (F.32.1) dan berat (F.32.2) hanya
digunakan untuk episode depresi tunggal (yang pertama). Episode depresi berikutnya harus
diklasifikasikan di bawah salah satu diagnosis gangguan depresi berulang (F.33).
1) Pedoman Diagnostik Episode Depresi Ringan
(1) Sekurang-kurangnya harus ada 2 dan 3 gejala utama depresi seperti tersebut di atas
(2) Ditambah sekurang-kurangnya 2 dari gejala lainnya
(3) Tidak boleh ada gejala yang berat diantaranya lamanya seluruh episode berlangsung
sekurang-kurangnya sekitar 2 minggu
(4) Hanya sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan sosial yang biasa dilakukannya.
2) Pedoman Diagnostik Episode Depresi Sedang
(1) Sekurang-kurangnya harus ada 2 dan 3 gejala utama
(2) Ditambah sekurang-kurangnya 3 atau 4 dari gejala lainnya
(3) Lamanya seluruh episode berlangsung minimum 2 minggu
(4) Menghadapi kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan, dan urusan
rumah tangga.
3) Pedoman Diagnostik Episode Depresi Berat Tanpa Gejala Psikotik
(1) Semua 3 gejala utama depresi harus ad
(2) Ditambah sekurang-kurangnya 4 dari gejala lainnya dan beberapa diantaranya harus
berintensitas berat
(3) Bila ada gejala penting (misal retardasi psikomotor) yang menyolok, maka pasien
mungkin tidak mau atau tidak mampu untuk melaporkan banyak gejalanya secara rinci.
Dalam hal demikian, penilaian secara menyeluruh terhadap episode depresi berat masih
dapat dibenarkan.
(4) Sangat tidak mungkin pasien akan mampu meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan atau
urusan rumah tangga, kecuali pada taraf yang sangat terbatas.
4) Pedoman Diagnostik Episode Depresi Berat dengan Gejala Psikotik
Episode depresi berat yang memenuhi kriteria menurut No. 3 di atas (F.32.2) tersebut di atas,
disertai waham, halusinasi atau stupor depresi.Waham biasanya melibatkan ide tentang dosa,
kemiskinan atau malapetaka yang mengancam dan pasien merasa bertanggung jawab atas hal
itu. Halusinasi auditorik atau alfatorik biasanya berupa suara yang menghina atau menuduh,
atau bau kotoran. Retardasi psikomotor yang berat dapat menuju pada stupor.
Depresi sebagai Bagian dari Reaksi Kehilangan
Kehilangan, berpisah dengan barang, orang, status, sesuatu yang dicintainya, atau tempat
dimana ia berada adalah faktor pencetus terjadinya depresi. Kehilangan dapat berupa kehilangan
yang nyata atau aktual ataupun yang dirasakan sementara ataupun menetap.
Reaksi kehilangan ada 5 tahap, yaitu :
1. Deniel
2. Anger
3. Bergaining
4. Depresi
5. Accpetance
Istrumen Pemeriksaan Tingkat Depresi
Hingga saat ini belum ada preparat biokimia yang handal untuk pemeriksaan depresi
yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat depresi seseorang.
Tingkat depresi dibagi menjadi empat tingkatan (Beck Depression Inventory) :
1. Skor <11 = Tidak ada depresi
2. Skor 11-15 = Depresi ringan
3. Skor 16-25 = Depresi sedang
4. Skor > 25 = Depresi berat
DEFINISI, KLASIFIKASI GANGGUAN JIWA DAN DIAGNOSIS MULTIAKSIAL
Penggolongan gangguan jiwa pada PPDGJ-III menggunakan pendekatan ateoretik dan
deskriptif. Urutan hierarki blok diagnosis (berdasarkan luasnya tanda dan gejala, dimana urutan
hierarki lebih tinggi memiliki tanda dan gejala yang semakin luas) :
1. F00-09 dan F10-192. F20-293. F30-394. F40-495. F50-596. F60-697. F70-798. F80-899. F90-9810. Kondisi lain yang menjadi focus perhatian klinis (kode Z)
I. Klasifikasi Gangguan Jiwa
F0 Gangguan Mental Organik, termasuk Gangguan Mental Simtomatik
Gangguan mental organic = gangguan mental yang berkaitan dengan penyakit/gangguan sistemik
atau otak. Gangguan mental simtomatik = pengaruh terhadap otak merupakan akibat sekunder
penyakit/gangguuan sistemik di luar otak.
Gambaran utama:
Gangguan fungsi kongnitif
Gangguan sensorium – kesadaran, perhatian
Sindrom dengan manifestasi yang menonjol dalam bidang persepsi (halusinasi), isi pikir
(waham), mood dan emosi
Fl Gangguan Mental dan Perilaku Akibat Penggunaan Alkohol dan Zat Psikoaktif
Lainnya
F2 Skizofrenia, Gangguan Skizotipal dan Gangguan Waham
Skizofrenia ditandai dengan penyimpangan fundamental dan karakteristik dari pikiran dan
persepsi, serta oleh afek yang tidak wajar atau tumpul. Kesadaran jernih dan kemampuan
intelektual tetap, walaupun kemunduran kognitif dapat berkembang kemudian
F3 Gangguan Suasana Perasaan (Mood [Afektif])
Kelainan fundamental perubahan suasana perasaan (mood) atau afek, biasanya kearah depresi
(dengan atau tanpa anxietas), atau kearah elasi (suasana perasaan yang meningkat). Perubahan
afek biasanya disertai perubahan keseluruhan tingkat aktivitas dan kebanyakan gejala lain adalah
sekunder terhadap perubahan itu
F4 Gangguan Neurotik, Gangguan Somatoform dan Gangguan Terkait Stres
F5 Sindrom Perilaku yang Berhubungan dengan Gangguan Fisiologis dan Faktor Fisik
F6 Gangguan Kepribadian dan Perilaku Masa dewasa
Kondisi klinis bermakna dan pola perilaku cenderung menetap, dan merupakan ekspresi pola
hidup yang khas dari seseorang dan cara berhubungan dengan diri sendiri maupun orang lain.
Beberapa kondisi dan pola perilaku tersebut berkembang sejak dini dari masa pertumbuhan dan
perkembangan dirinya sebagai hasil interaksi faktor-faktor konstitusi dan pengalaman hidup,
sedangkan lainnya didapat pada masa kehidupan selanjutnya.
F7 Retardasi Mental
Keadaan perkembangan jiwa yang terhenti atau tidak lengkap, yang terutama ditandai oleh
terjadinya hendaya ketrampilan selama masa perkembangan, sehingga berpengaruh pada tingkat
kecerdasan secara menyeluruh. Dapat terjadi dengan atau tanpa gangguan jiwa atau gangguan
fisik lain. Hendaya perilaku adaptif selalu ada.
F8 Gangguan Perkembangan Psikologis
Gambaran umum
Onset bervariasi selama masa bayi atau kanak-kanak
Adanya hendaya atau keterlambatan perkembangan fungsi-fungsi yang berhubungan erat
dengan kematangan biologis susunan saraf pusat
Berlangsung terus-menerus tanpa remisi dan kekambuhan yang khas bagi banyak
gangguan jiwa
Pada sebagian besar kasus, fungsi yang dipengaruji termasuk bahasa, ketrampilan visuo-spasial,
koordinasi motorik. Yang khas adalah hendayanya berkurang secara progresif dengan
bertambahnya usia
F9 Gangguan Perilaku dan Emosional dengan Onset Biasanya Pada Masa Kanak dan
Remaja
II. Diagnosis Multiaksial
Aksis I
Gangguan Klinis (F00-09, F10-29, F20-29, F30-39, F40-48, F50-59, F62-68, F80-89, F90-98,
F99)
Kondisi Lain yang Menjadi Focus Perhatian Klinis
(tidak ada diagnosis à Z03.2, diagnosis tertunda à R69)
Aksis II
Gangguan Kepribadian (F60-61, gambaran kepribadian maladaptive, mekanisme defensi
maladaptif)
Retardasi Mental (F70-79)
(tidak ada diagnosis à Z03.2, diagnosis tertunda à R46.8)
Aksis III
Kondisi Medik Umum
Aksis IV
Masalah Psikososial dan Lingkungan (keluarga, lingkungan social, pendidikan, pekerjaan,
perumahan, ekonomi, akses pelayanan kesehatan, hukum, psikososial)
Aksis V
Penilaian Fungsi Secara Global (Global Assesment of Functioning = GAF Scale)
100-91 gejala tidak ada, fungsi max, tidak ada masalah yang tidak tertanggulangi
90-81 gejala min, fungsi baik, cukup puas, tidak lebih dari masalh harian biasa
80-71 gejala sementara dan dapat diatasi, disabilitas ringan dalam social
70-61 beberapa gejala ringan dan menetap, disabilitas ringan dalam fungsi, secara umum baik
60-51 gejala dan disabilitas sedang
50-41 gejala dan disabilitas berat
40-31 beberapa disabilitas dalam hubungan dengan realita dan komunikasi, disabilitas berat
dalam beberapa fungsi
30-21 disabilitas berat dalam komunikasi dan daya nilai, tidak mampu berfungsi dalam
hampir semua bidang
20-11 bahaya mencederai diri/orang lain, disabilitas sangat berat dalam komunikasi dan
mengurus diri
10-01 persisten dan lebih serius
0 informasi tidak adekuat
Tujuan diagnosis multiaksial
Informasi komprehensif sehingga membantu perencanaan terapi dan meramalkan
outcome
Format mudah dan sistematik sehingga membantu menata dan mengkomunikasikan
informasi klinis, menangkap kompleksitas situasi klinis, dan menggambarkan
heterogenitas individu dengan diagnosis yang sama
Penggunaan model bio-psiko-sosial
Daftar Pustaka :.
1. Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA. Sinopsis Psikiatri: Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis. 7th ed. Jakarta: Binarupa Aksara;2010
2. Maslim R, editor. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa: Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya;2001