tinjauan pustaka depresi

21
BAB IV TINJAUAN PUSTAKA BEBERAPA MASALAH DAN GANGGUAN YANG SERING TERJADI PADA LANSIA A. Demensia Demensia adalah suatu gangguan intelektual/daya ingat yang umumnya progresif dan ireversibel. Biasanya ini sering terjadi pada orang yang berusia > 65 tahun. Faktor resiko yang sering menyebabkan lanjut usia terkena demensia adalah: usia, riwayat keluarga, jenis kelamin perempuan. Demensia merupakan suatu penyakit degeneratif primer pada susunan sistem saraf pusat dan merupakan penyakit vaskuler. Kriteria derajat demensia: Ringan:walaupun terdapat gangguan berat daya kerja dan aktivitas sosial, kapasitas untuk hidup mandiri tetap dengan higiene personal cukup dan penilaian umum yang baik. Sedang:hidup mandiri berbahaya diperlukan berbagai tingkat suportivitas. Berat:aktivitas kehidupan sehari-hari terganggu sehingga tidak berkesinambungan, inkoherensi. Terdapat 7 jenis demensia yang sering terjadi pada lansia, yaitu:

Upload: penny-n-r-lestari

Post on 23-Dec-2015

13 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

depresi

TRANSCRIPT

Page 1: tinjauan pustaka DEPRESI

BAB IV

TINJAUAN PUSTAKA

BEBERAPA MASALAH DAN GANGGUAN YANG SERING TERJADI PADA LANSIA

A. Demensia

Demensia adalah suatu gangguan intelektual/daya ingat yang umumnya progresif dan

ireversibel. Biasanya ini sering terjadi pada orang yang berusia > 65 tahun. Faktor resiko yang

sering menyebabkan lanjut usia terkena demensia adalah: usia, riwayat keluarga, jenis kelamin

perempuan. Demensia merupakan suatu penyakit degeneratif primer pada susunan sistem saraf

pusat dan merupakan penyakit vaskuler.

Kriteria derajat demensia:

Ringan:walaupun terdapat gangguan berat daya kerja dan aktivitas sosial, kapasitas untuk hidup

mandiri tetap dengan higiene personal cukup dan penilaian umum yang baik.

Sedang:hidup mandiri berbahaya diperlukan berbagai tingkat suportivitas.

Berat:aktivitas kehidupan sehari-hari terganggu sehingga tidak berkesinambungan, inkoherensi.

Terdapat 7 jenis demensia yang sering terjadi pada lansia, yaitu:

1. Demensia Tipe Alzheimer

2. Demensia Vaskuler

3. Demensia Pick

4. Demensia Penyakit Creutzfeldt – Jacob

5. Demensia karena Penyakit Huntington

6. Demensia karena Hidrosefalus Tekanan Normal

7. Demensia karena Penyakit Parkinson

B. Depresi

Page 2: tinjauan pustaka DEPRESI

Gangguan depresi merupakan hal yang terpenting dalam problem lansia. Usia bukan

merupakan faktor untuk menjadi depresi tetapi suatu keadaan penyakit medis kronis dan

masalah-masalah yang dihadapi lansia yang membuat mereka depresi. Gejala depresi pada lansia

dengan orang dewasa muda berbeda dimana pada lansia terdapat keluhan somatik.

Gejala depresi pada lansia, yaitu:

Gejala utama:

Afek depresi

Kehilangan minat

Berkurangnya energi (mudah lelah)

Gejala lain:

Konsentrasi dan perhatian berkurang

Kurang percaya diri

Sering merasa bersalah

Pesimis

Ide bunuh diri

Gangguan pada tidur

Gangguan nafsu makan

Berdasarkan gejala di atas, depresi pada lansia dapat dibedakan beberapa bentuk berdasarkan

berat ringannya:

Depresi ringan: 2 gejala utama + 2 gejala lain+ aktivitas tidak terganggu.

Depresi sedang: 2 gejala utama + 3 gejala lain+ aktivitas agak terganggu.

Depresi berat: 3 gejala utama + 4 gejala lain+ aktivitas sangat terganggu.

Penyebab terjadinya depresi merupakan gabungan antara faktor-faktor psikologik, sosial dan

biologik.

Biologik: sel saraf yang rusak, faktor genetik, penyakit kronis seperti hipertensi, DM, stroke,

keterbatasan gerak, gangguan pendengaran/penglihatan.

Sosial: kurang interaksi sosial, kemiskinan, kesedihan, kesepian, isolasi sosial.

Psikologis: kurang percaya diri, gaul, akrab, konflik yang tidak terselesai.

C. Skizofrenia

Page 3: tinjauan pustaka DEPRESI

Skizofrenia biasanya dimulai pada masa remaja akhir/dewasa muda dan menetap seumur

hidup. Wanita lebih sering menderita skizofrenia lambat dibanding pria. Perbedaan onset lambat

dengan awal adalah adanya skizofrenia paranoid pada tipe onset lambat.

Sekurang-kurangnya satu gejala berikut:

1. Thought echo, insertion, broadcasting.

2. Delution of control, influence, passivity, perseption

3. Halusinasi auditorik

4. Waham yang menetap

Paling sedikit 2 gejala berikut:

1. Halusinasi panca indera yang menetap

2. Arus pikir yang terputus

3. Perilaku katatonik

4. Gejala negatif

Adanya gejala-gejala khas tersebut di atas berlangsung selama kurun waktu satu bulan

atau lebih.

Terapi dapat diberikan obat anti psikotik seperti haloperidol, chlorpromazine, dengan pemberian

dosis yang lebih kecil.

D. Gangguan Delusi

Onset usia pada gangguan delusi adalah 40 – 55 tahun, tetapi dapat terjadi kapan saja.

Pada gangguan delusi terdapat waham yang tersering yaitu: waham kejar dan waham somatik.

Pencetus terjadinya gangguan delusi adalah:

Kematian pasangan

Isolasi sosial

Finansial yang tidak baik

Penyakit medis

Kecacatan

Gangguan pengelihatan/pendengaran

Pada gangguan delusi terdapat jenis lain yang onset lambat yang dikenal sebagai

parafrenia yang timbul selama beberapa tahun dan tidak disertai demensia. Terapi yang dapat

diberikan yaitu: psikoterapi yang dikombinasi dengan farmakoterapi.

Page 4: tinjauan pustaka DEPRESI

E. Gangguan Kecemasan

Gangguan kecemasan adalah berupa gangguan panik, fobia, gangguan obsesif konfulsif,

gangguan kecemasan umum, gangguan stres akut, gangguan stres pasca traumatik. Onset awal

gangguan panik pada lansia adalah jarang, tetapi dapat terjadi. Tanda dan gejala fobia pada lansia

kurang serius daripada dewasa muda, tetapi efeknya sama, jika tidak lebih, menimbulkan

debilitasi pada pasien lanjut usia. Teori eksistensial menjelaskan kecemasan tidak terdapat

stimulus yang dapat diidentifikasi secara spesifik bagi perasaan yang cemas secara kronis.

Kecemasan yang tersering pada lansia adalah tentang kematiannya. Orang mungkin

menghadapi pikiran kematian dengan rasa putus asa dan kecemasan, bukan dengan ketenangan

hati dan rasa integritas (“Erik Erikson”). Kerapuhan sistem saraf anotomik yang berperan dalam

perkembangan kecemasan setelah suatu stressor yang berat.

Gangguan stres lebih sering pada lansia terutama jenis stres pasca traumatik karena pada

lansia akan mudah terbentuk suatu cacat fisik. Terapi dapat disesuaikan secara individu

tergantung beratnya dan dapat diberikan obat anti anxietas seperti: hydroxyzine, Buspirone.

F. Gangguan Somatiform

Gangguan somatiform ditandai oleh gejala yang sering ditemukan apada pasien > 60

tahun. Gangguan biasanya kronis dan prognosis adalah berhati-hati. Untuk mententramkan

pasien perlu dilakukan pemeriksaan fisik ulang sehingga ia yakin bahwa mereka tidak memliki

penyakit yang mematikan.Terapi pada gangguan ini adalah dengan pendekatan psikologis dan

farmakologis.

G. Gangguan penggunaan Alkohol dan Zat lain

Riwayat minum/ketergantungan alkohol biasanya memberikan riwayat minum berlebihan

yang dimulai pada masa remaja/dewasa. Mereka biasanya memiliki penyakit hati. Sejumlah

besar lansia dengan riwayat penggunaan alkohol terdapat penyakit demensia yang kronis seperti

ensefalopati wernicke dan sindroma korsakoff.

Presentasi klinis pada lansia termasuk terjatuh, konfusi, higienis pribadi yang buruk, malnutrisi

dan efek pemaparan. Zat yang dijual bebas seperti kafein dan nikotin sering disalah gunakan. Di

Page 5: tinjauan pustaka DEPRESI

sini harus diperhatikan adanya gangguan gastrointestiral kronis pada lansia pengguna alkohol

maupun tidak obat-obat sehingga tidak terjadi suatu penyakit medik.

H. Gangguan Tidur

Usia lanjut adalah faktor tunggal yang paling sering berhubungan dengan peningkatan

prevalensi gangguan tidur. Fenomena yang sering dikeluhkan lansia daripada usia dewasa muda

adalah:

Gangguan tidur,

Ngantuk siang hari,

Tidur sejenak di siang hari,

Pemakaian obat hipnotik.

Secara klinis, lansia memiliki gangguan pernafasan yang berhubungan dengan tidur dan

gangguan pergerakan akibat medikasi yang lebih tinggi dibanding dewasa muda. Disamping

perubahan sistem regulasi dan fisiologis, penyebab gangguan tidur primer pada lansia adalah

insomnia. Selain itu gangguan mental lain, kondisi medis umum, faktor sosial dan lingkungan.

Ganguan tersering pada lansia pria adalah gangguan rapid eye movement (REM). Hal yang

menyebabkan gangguan tidur juga termasuk adanya gejala nyeri, nokturia, sesak napas, nyeri

perut.

Keluhan utama pada lansia sebenarnya adalah lebih banyak terbangun pada dini hari

dibandingkan dengan gangguan dalam tidur. Perburukan yang terjadi adalah perubahan waktu

dan konsolidasi yang menyebabkan gangguan pada kualitas tidur pada lansia.

Terapi dapat diberikan obat hipnotik sedatif dengan dosis yang sesuai dengan kondisi

masing-masing lansia dengan tidak lupa untuk memantau adanya gejala fungsi kognitif, perilaku,

psikomotor, gangguan daya ingat, insomnia rebound dan gaya jalan.

DEPRESI

Pengertian Depresi

Page 6: tinjauan pustaka DEPRESI

Depresi merupakan salah satu gangguan alam perasaan yang ditandai dengan perasaan

sedih yang berlebihan, murung, tidak bersemangat, merasa tidak berharga, merasa kosong, dan

tidak ada harapan, berpusat pada kegagalan dan menuduh diri, dan sering disertai iri dan pikiran

bunuh diri, klien tidak berminat pada pemeliharaan diri dan aktivitas sehari-hari.

Etiologi Depresi

Etiologi depresi yang pasti belum diketahui. Beberapa faktor yang diketahui berkaitan

dengan terjadinya depresi:

1. Berbagai penyakit fisik

2. Faktor psikis

3. Faktor sosial dan lingkungan

4. Faktor obat

5. Faktor usia

6. Faktor genetik

Depresi Sebagai Bagian dari Gangguan Alam Perasaan

Kelainan fundamental dan kelompok gangguan alam perasaan yang membedakan dengan

kelompok gangguan kejiwaan lainnya adalah adanya perubahan suasana perasaan (mood),

biasanya ke arah depresi (dengan atau tanpa anxietas yang menyertainya), atau ke arah elasi.

Perubahan efek ini biasanya disertai dengan suatu perubahan pada keseluruhan tingkat aktifitas,

dan kebanyakan gejala lainnya adalah sekunder terhadap perubahan itu, atau mudah dipahami

hubungannya dengan perubahan tersebut.

Tabel 2.3 Klasifikasi Gangguan Perasaan (mood)

Kode Jenis Gangguan Suasana Perasaan (mood)

F.32. Episode depresi

F.32.0 Episode depresi ringan

Page 7: tinjauan pustaka DEPRESI

F.32.00 Tanpa gejala somatik

F.32.01 Dengan gejala somatik

F.32.1 Episode depresi sedang

F.32.10 Tanpa gejala somatik

F.32.11 Dengan gejala somatik

F.32.2 Episode depresi berat tanpa gejala psikotik

F.32.3 Episode depresi berat dengan gejala psikotik

F.32.8 Episode depresi lainnya

F.32.9 Episode depresi yang tidak tergolongkan (unspecified)

F.33 Gangguan depresi berulang

F.33.0 Gangguan depresi berulang, episode kini ringan

F.33.00 Tanpa gejala somatik

F.33.01 Dengan gejala somatik

F.33.1 Gangguan depresi berulang, episode kini sedang

F.33.01 Tanpa gejala somatik

F.33.11 Dengan gejala somatik

F.33.2 Gangguan depresi berulang, episode kini berat tanpa gejala psikotik

F.33.3 Gangguan depresi berulang, episode kini berat dengan gejala psikotik

F.33.4 Gangguan depresi berulang, kini di atas remisi

F.33.8 Gangguan depresi berulang lainnya

F.33.9 Gangguan depresi berulang yang tidak tergolongkan (unspecified)

Gejala dan Penegakan Diagnosis Depresi

Untuk menegakkan diagnosa depresi seseorang, maka yang dipakai pedoman adalah ada

tidaknya gejala utama dan gejala penyerta lainnya, lama gejaa yang muncul, dan ada tidaknya

episode depresi ulang. Sebagaimana tersebut berikut ini :

1. Gejala utama pada derajat ringan, sedang dan berat

1) Afek depresi

Page 8: tinjauan pustaka DEPRESI

2) Kehilangan minat dan kegembiraan

3) Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan yang mudah lelah (rasa lelah

yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan menurunnya aktivitas.

2. Gejala penyerta lainnya:

1) Konsentrasi dan perhatian berkurang

2) Harga diri dan kepercayaan diri berkurang

3) Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna

4) Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis

5) Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri

6) Tidur terganggu

7) Nafsu makan berkurang

Untuk episode depresi dan ketiga tingkat keparahan tersebut diperlukan masa sekurang-

kurangnya 2 minggu untuk penegakkan diagnosis, akan tetapi periode lebih pendek dapat

dibenarkan jika gejala luar biasa beratnya dan berlangsung cepat.

Kategori diagnosis depresi ringan (F.32.0), sedang (F.32.1) dan berat (F.32.2) hanya

digunakan untuk episode depresi tunggal (yang pertama). Episode depresi berikutnya harus

diklasifikasikan di bawah salah satu diagnosis gangguan depresi berulang (F.33).

1) Pedoman Diagnostik Episode Depresi Ringan

(1) Sekurang-kurangnya harus ada 2 dan 3 gejala utama depresi seperti tersebut di atas

(2) Ditambah sekurang-kurangnya 2 dari gejala lainnya

(3) Tidak boleh ada gejala yang berat diantaranya lamanya seluruh episode berlangsung

sekurang-kurangnya sekitar 2 minggu

(4) Hanya sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan sosial yang biasa dilakukannya.

Page 9: tinjauan pustaka DEPRESI

2) Pedoman Diagnostik Episode Depresi Sedang

(1) Sekurang-kurangnya harus ada 2 dan 3 gejala utama

(2) Ditambah sekurang-kurangnya 3 atau 4 dari gejala lainnya

(3) Lamanya seluruh episode berlangsung minimum 2 minggu

(4) Menghadapi kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan, dan urusan

rumah tangga.

3) Pedoman Diagnostik Episode Depresi Berat Tanpa Gejala Psikotik

(1) Semua 3 gejala utama depresi harus ad

(2) Ditambah sekurang-kurangnya 4 dari gejala lainnya dan beberapa diantaranya harus

berintensitas berat

(3) Bila ada gejala penting (misal retardasi psikomotor) yang menyolok, maka pasien

mungkin tidak mau atau tidak mampu untuk melaporkan banyak gejalanya secara rinci.

Dalam hal demikian, penilaian secara menyeluruh terhadap episode depresi berat masih

dapat dibenarkan.

(4) Sangat tidak mungkin pasien akan mampu meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan atau

urusan rumah tangga, kecuali pada taraf yang sangat terbatas.

4) Pedoman Diagnostik Episode Depresi Berat dengan Gejala Psikotik

Episode depresi berat yang memenuhi kriteria menurut No. 3 di atas (F.32.2) tersebut di atas,

disertai waham, halusinasi atau stupor depresi.Waham biasanya melibatkan ide tentang dosa,

kemiskinan atau malapetaka yang mengancam dan pasien merasa bertanggung jawab atas hal

itu. Halusinasi auditorik atau alfatorik biasanya berupa suara yang menghina atau menuduh,

atau bau kotoran. Retardasi psikomotor yang berat dapat menuju pada stupor.

Depresi sebagai Bagian dari Reaksi Kehilangan

Page 10: tinjauan pustaka DEPRESI

Kehilangan, berpisah dengan barang, orang, status, sesuatu yang dicintainya, atau tempat

dimana ia berada adalah faktor pencetus terjadinya depresi. Kehilangan dapat berupa kehilangan

yang nyata atau aktual ataupun yang dirasakan sementara ataupun menetap.

Reaksi kehilangan ada 5 tahap, yaitu :

1. Deniel

2. Anger

3. Bergaining

4. Depresi

5. Accpetance

Istrumen Pemeriksaan Tingkat Depresi

Hingga saat ini belum ada preparat biokimia yang handal untuk pemeriksaan depresi

yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat depresi seseorang.

Tingkat depresi dibagi menjadi empat tingkatan (Beck Depression Inventory) :

1. Skor <11 = Tidak ada depresi

2. Skor 11-15 = Depresi ringan

3. Skor 16-25 = Depresi sedang

4. Skor > 25 = Depresi berat

DEFINISI, KLASIFIKASI GANGGUAN JIWA DAN DIAGNOSIS MULTIAKSIAL

Penggolongan gangguan jiwa pada PPDGJ-III menggunakan pendekatan ateoretik dan

deskriptif. Urutan hierarki blok diagnosis (berdasarkan luasnya tanda dan gejala, dimana urutan

hierarki lebih tinggi memiliki tanda dan gejala yang semakin luas) :

Page 11: tinjauan pustaka DEPRESI

1. F00-09 dan F10-192. F20-293. F30-394. F40-495. F50-596. F60-697. F70-798. F80-899. F90-9810. Kondisi lain yang menjadi focus perhatian klinis (kode Z)

I. Klasifikasi Gangguan Jiwa

F0 Gangguan Mental Organik, termasuk Gangguan Mental Simtomatik

Gangguan mental organic = gangguan mental yang berkaitan dengan penyakit/gangguan sistemik

atau otak. Gangguan mental simtomatik = pengaruh terhadap otak merupakan akibat sekunder

penyakit/gangguuan sistemik di luar otak.

Gambaran utama:

Gangguan fungsi kongnitif

Gangguan sensorium – kesadaran, perhatian

Sindrom dengan manifestasi yang menonjol dalam bidang persepsi (halusinasi), isi pikir

(waham), mood dan emosi

Fl Gangguan Mental dan Perilaku Akibat Penggunaan Alkohol dan Zat Psikoaktif

Lainnya

F2 Skizofrenia, Gangguan Skizotipal dan Gangguan Waham

Skizofrenia ditandai dengan penyimpangan fundamental dan karakteristik dari pikiran dan

persepsi, serta oleh afek yang tidak wajar atau tumpul. Kesadaran jernih dan kemampuan

intelektual tetap, walaupun kemunduran kognitif dapat berkembang kemudian

F3 Gangguan Suasana Perasaan (Mood [Afektif])

Page 12: tinjauan pustaka DEPRESI

Kelainan fundamental perubahan suasana perasaan (mood) atau afek, biasanya kearah depresi

(dengan atau tanpa anxietas), atau kearah elasi (suasana perasaan yang meningkat). Perubahan

afek biasanya disertai perubahan keseluruhan tingkat aktivitas dan kebanyakan gejala lain adalah

sekunder terhadap perubahan itu

F4 Gangguan Neurotik, Gangguan Somatoform dan Gangguan Terkait Stres

F5 Sindrom Perilaku yang Berhubungan dengan Gangguan Fisiologis dan Faktor Fisik

F6 Gangguan Kepribadian dan Perilaku Masa dewasa

Kondisi klinis bermakna dan pola perilaku cenderung menetap, dan merupakan ekspresi pola

hidup yang khas dari seseorang dan cara berhubungan dengan diri sendiri maupun orang lain.

Beberapa kondisi dan pola perilaku tersebut berkembang sejak dini dari masa pertumbuhan dan

perkembangan dirinya sebagai hasil interaksi faktor-faktor konstitusi dan pengalaman hidup,

sedangkan lainnya didapat pada masa kehidupan selanjutnya.

F7 Retardasi Mental

Keadaan perkembangan jiwa yang terhenti atau tidak lengkap, yang terutama ditandai oleh

terjadinya hendaya ketrampilan selama masa perkembangan, sehingga berpengaruh pada tingkat

kecerdasan secara menyeluruh. Dapat terjadi dengan atau tanpa gangguan jiwa atau gangguan

fisik lain. Hendaya perilaku adaptif selalu ada.

F8 Gangguan Perkembangan Psikologis

Gambaran umum

Onset bervariasi selama masa bayi atau kanak-kanak

Adanya hendaya atau keterlambatan perkembangan fungsi-fungsi yang berhubungan erat

dengan kematangan biologis susunan saraf pusat

Berlangsung terus-menerus tanpa remisi dan kekambuhan yang khas bagi banyak

gangguan jiwa

Page 13: tinjauan pustaka DEPRESI

Pada sebagian besar kasus, fungsi yang dipengaruji termasuk bahasa, ketrampilan visuo-spasial,

koordinasi motorik. Yang khas adalah hendayanya berkurang secara progresif dengan

bertambahnya usia

F9 Gangguan Perilaku dan Emosional dengan Onset Biasanya Pada Masa Kanak dan

Remaja

II. Diagnosis Multiaksial

Aksis I

Gangguan Klinis (F00-09, F10-29, F20-29, F30-39, F40-48, F50-59, F62-68, F80-89, F90-98,

F99)

Kondisi Lain yang Menjadi Focus Perhatian Klinis

(tidak ada diagnosis à Z03.2, diagnosis tertunda à R69)

Aksis II

Gangguan Kepribadian (F60-61, gambaran kepribadian maladaptive, mekanisme defensi

maladaptif)

Retardasi Mental (F70-79)

(tidak ada diagnosis à Z03.2, diagnosis tertunda à R46.8)

Aksis III

Kondisi Medik Umum

Aksis IV

Masalah Psikososial dan Lingkungan (keluarga, lingkungan social, pendidikan, pekerjaan,

perumahan, ekonomi, akses pelayanan kesehatan, hukum, psikososial)

Aksis V

Penilaian Fungsi Secara Global (Global Assesment of Functioning = GAF Scale)

100-91   gejala tidak ada, fungsi max, tidak ada masalah yang tidak tertanggulangi

Page 14: tinjauan pustaka DEPRESI

90-81     gejala min, fungsi baik, cukup puas, tidak lebih dari masalh harian biasa

80-71     gejala sementara dan dapat diatasi, disabilitas ringan dalam social

70-61     beberapa gejala ringan dan menetap, disabilitas ringan dalam fungsi, secara umum baik

60-51     gejala dan disabilitas sedang

50-41     gejala dan disabilitas berat

40-31     beberapa disabilitas dalam hubungan dengan realita dan komunikasi, disabilitas berat

dalam beberapa fungsi

30-21   disabilitas berat dalam komunikasi dan daya nilai, tidak mampu berfungsi dalam

hampir semua bidang

20-11    bahaya mencederai diri/orang lain, disabilitas sangat berat dalam komunikasi dan

mengurus diri

10-01     persisten dan  lebih serius

0            informasi tidak adekuat

Tujuan diagnosis multiaksial

Informasi komprehensif sehingga membantu perencanaan terapi dan meramalkan

outcome

Format mudah dan sistematik sehingga membantu menata dan mengkomunikasikan

informasi klinis, menangkap kompleksitas situasi klinis, dan menggambarkan

heterogenitas individu dengan diagnosis yang sama

Penggunaan model bio-psiko-sosial

Daftar Pustaka :.

1. Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA. Sinopsis Psikiatri: Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis. 7th ed. Jakarta: Binarupa Aksara;2010

2. Maslim R, editor. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa: Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya;2001