bab ii tinjauan pustaka a. konsep...
TRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Diri
1. Pengertian
Konsep Diri didefinisikan sebagai semua pikiran, keyakinan dan
kepercayaan yang membuat seseorang mengetahui tentang dirinya dan
mempengaruhi hubungannya dengan orang lain (Stuart dan Sundeen,
1998). Konsep Diri adalah citra subjektif dari diri dan percampuran
yang kompleks dari perasaan, sikap dan persepsi bawah sadar maupun
sadar. Konsep Diri memberikan kita kerangka acuan yang
mempengaruhi manajemen kita terhadap situasi dan hubungan kita
dengan orang lain (Potter, P, Anne Griffin,P., 2005). Individu dengan
Konsep Diri positif dapat berfungsi lebih efektif yang terlihat dari
kemampuan interpersonal, kemampuan intelektual dan penguasaan
lingkungan. Konsep Diri yang negatif dapat dilihat dari hubungan
sosial yang mal adaptif.
2. Komponen-komponen Konsep Diri terdiri atas : Citra Tubuh, Ideal
Diri, Harga Diri, Penampilan Peran dan Identitas Personal (Stuart dan
Sundeen, 1998) :
a. Citra Tubuh
Citra tubuh adalah kumpulan dari sikap individu yang disadari dan
tidak disadari terhadap tubuhnya. Termasuk persepsi masa lampau
dan sekarang, serta perasaan tentang ukuran, fungsi penampilan,
dan potensi, yang secara berkesinambungan dimodifikasi dengan
persepsi dan pengalaman baru.
b. Ideal Diri
Ideal diri adalah persepsi individu tentang bagaimana dia
berperilaku berdasarkan standar, aspirasi, tujuan atau nilai personal
tertentu. Ideal diri sering disebut juga sebagai cita-cita, keinginan
dan harapan tentang diri sendiri.
c. Harga Diri
Harga diri adalah penilaian individu tentang nilai personal yang
diperoleh dengan menganalisa seberapa baik perilaku seseorang,
sesuai dengan ideal diri. Harga diri yang tinggi adalah perasaan
yang berakar dalam penerimaan diri sendiri tanpa syarat, walaupun
melakukan kesalahan, kekalahan, tetap merasa sebagai seseorang
yang penting dan berharga.
d. Penampilan Peran
Peran adalah serangkaian pola perilaku yang diharapkan oleh
lingkungan sosial berhubungan dengan fungsi individu diberbagai
kelompok sosial. Peran yang ditetapkan adalah peran dimana
seseorang tidak mempunyai pilihan. Peran yang diterima adalah
peran yang terpilih atau dipilih oleh individu.
e. Identitas Personal
Identitas adalah kesadaran akan diri sendiri yang bersumber dari
penilaian dan observasi diri sendiri. Identitas diri ditandai dengan
kemampuan memandang diri sendiri berbeda dengan orang lain,
mempunyai percaya diri yang dapat mengontrol diri dan
mempunyai persepsi tentang peran serta Citra Diri.
3. Rentang Respons Konsep Diri
Konsep Diri terdiri atas lima komponen yaitu perubahan dalam Citra
Tubuh, Ideal Diri, Harga Diri, Penampilan Peran dan Identitas
Personal. Rentang individu terdapat Konsep Diri berfluktuasi
sepanjang rentang respons Konsep Diri yaitu adaptif sampai
maladaptif.
Rentang Respons Konsep Diri
Respon adaptif respon maladaptif
Aktualisasi Konsep Diri Harga diri Kerancuan depersonalisasi
Diri Positif rendah identitas
Bagan 1.1. Rentang Respon Konsep Diri
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri
Faktor-faktor yang mempengaruhi Konsep Diri adalah (Tarwoto &
Wartonah, 2003) :
a. Tingkat perkembangan dan kematangan
Konsep diri terbentuk melalui proses belajar sejak masa
pertumbuhan seseorang manusia dari kecil hingga dewasa.
Pengalaman, pola asuh serta perlakuan orang tua serta
lingkunganya turut memberikan pengaruh terhadap pembentukan
Konsep diri. Sikap atau respon dari orang tua dan lingkunganya
akan menjadi bahan informasi bagi anak untuk menilai siapa
dirinya.
b. Budaya
Pada usia anak-anak nilai akan diadopsi dari orang tua, kelompok
dan lingkungannya. Orang tua yang bekerja seharian akan
membawa anak lebih dekat pada lingkungannya.
c. Sumber eksternal dan internal
Kekuatan dan perkembangan pada individu sangat berpengaruh
terhadap Konsep Diri. Pada sumber internal misalnya, orang yang
humoris koping individunya lebih efektif. Sumber eksternal
misalnya adanya dukungan dari masyarakat, dan ekonomi yang
kuat.
d. Pengalaman sukses dan gagal
Ada kecenderungan bahwa riwayat sukses akan meningkatkan
Konsep Diri, demikian pula sebaliknya.
e. Stresor
Stresor dalam kehidupan misalnya perkawinan, pekerjaan baru,
ujian dan ketakutan. Jika koping individu tidak adekuat maka akan
menimbulkan Depresi, menarik diri, dan kecemasan.
f. Usia, dan trauma
Usia tua akan mempengaruhi persepsi seseorang terhadap dirinya.
Semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang
akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja. Dari segi
kepercayaan masyarakat seseorang yang lebih dewasa akan lebih
mudah percaya dari orang yang belum cukup tinggi
kedewasaannya. Hal ini sebagai akibat dari pengalaman dan
kematangan jiwanya. Makin tua umur seseorang rnakin konstruktif
dalam menggunakan koping terhadap masalah yang dihadapi.
Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan akan merubah
perilaku seseorang dalam menghadapi lingkungan disekitarnya,
seseorang akan cenderung tertutup dan koping terhadap masalah
tidak efektif dikarenakan kurangnya komunikasi dengan orang
lain.
g. Pendidikan
Faktor pendidikan seseorang sangat menentukan kecemasan, klien
dengan pendidikan tinggi akan lebih mampu mengatasinya dan
menggunakan koping yang efektif serta konstruktif daripada
seseorang dengan pendidikan rendah. Pendidikan adalah salah satu
usaha untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di
dalam dan luar sekolah serta berlangsung seumur hidup.
h. Pekerjaan
Seseorang yang mempunyai pekerjaan yang penting dan
memerlukan aktifitas, maka akan merasa sangat terganggu apabila
kehilangan kegiatan pekerjaan, hal ini penyebab timbulnya
kecemasan dan akan mempengaruhi perannya di masyarakat.
i. Status perkawinan
Seseorang yang telah menikah akan lebih mempunyai rasa percaya
diri dan ketenangan dalam melakukan kegiatan, karena mereka
pernah mengalami menjadi bagian dari keluarga, maupun sebagai
anggota masyarakat, sehingga diharapkan dapat memahami
keberadaannya.
5. Faktor Resiko Gangguan Konsep Diri
Faktor resiko yang menyebabkan gangguan Konsep Diri (Tarwoto&
Wartonah, 2003) :
a. Gangguan Identitas Diri : perubahan perkembangan, trauma, jenis
kelamin dan budaya
b. Gangguan Citra Tubuh (body image) : hilangnya bagian tubuh,
perubahan perkembangan dan kecacatan.
c. Gangguan Harga Diri : hubungan interpersonal yang tidak
harmonis, kegagalan perkembangan, kegagalan mencapai tujuan
hidup dan kegagalan dalam mengikuti aturan moral.
d. Gangguan Peran : kehilangan peran, peran ganda dan
ketidakmampuan dalam mengikuti aturan moral.
e. Gangguan Ideal Diri : kehilangan harapan, keinginan dan cita-cita.
B. Depresi
1. Pengertian
Depresi adalah suatu perasaan sedih yang mendalam, yang bisa terjadi
setelah kehilangan seseorang atau peristiwa menyedihkan lainnya,
tetapi tidak sebanding dengan peristiwa tersebut dan terus menerus
dirasakan melebihi waktu yang normal. Depresi adalah suatu
pengalaman yang menyakitkan, suatu perasaan tidak ada harapan lagi
(Hadi, P., 2004). Episode depresi biasanya berlangsung selama 6-9
bulan, tetapi pada 15-20 % penderita bisa berlangsung sampai 2 tahun
atau lebih.
2. Penyebab Depresi
Macam-macam penyebab terjadinya depresi (Hadi, P., 2004) :
a. Kehilangan merupakan faktor utama yang mendasari depresi.
b. Reaksi terhadap stress 85 % depresi ditimbulkan oleh stress dalam
hidup.
c. Terlalu lelah atau capai, karena pengurasan tenaga baik secara fisik
maupun emosi.
d. Perubahan fisiologik diakibatkan oleh obat-obatan atau penyakit
fisik, seperti infeksi dan gangguan keseimbangan metabolik juga
sering disertai dengan depresi.
3. Tanda dan Gejala
Pada umumnya penderita Depresi dapat dikenali melalui beberapa
gejala, misalnya (PPDGJ III, 1996) :
a. Secara fisik : gerakan menjadi lamban, gangguan tidur, nafsu
makan menurun, gairah seksual menurun bahkan bisa hilang sama
sekali, pusing, mulut kering, jantung berdebar cepat biasanya
menyertai penderita ini.
b. Kehilangan prespektif dalam hidupnya. Pandangan terhadap hidup,
pekerjaan dan keluarga menjadi kabur.
c. Perasaan berubah-ubah dan sulit dikendalikan. Berbagai perasaan
seperti putus asa, kehilangan harapan, sedih, cemas, rasa bersalah,
apatis dan marah, sering muncul tidak menentu dan menciptakan
suasana hampa dan mati
d. Beberapa gejala psikologis seperti kehilangan harga diri,
menjauhkan diri dari orang lain karena takut ditolak dan ingin
melarikan diri dari masalah atau hidupnya sendiri.
e. Pikiran dilusi, pada depresi yang sangat parah muncul pikiran-
pikiran dilusi yang bisa merugikan. Misalnya “seseorang akan
meracuni saya”
4. Tingkat Depresi
Pedoman diagnosa episode Depresi adalah sebagai berikut (PPDGJ
III, 1996) :
a. Kelompok 1. Selama paling kurang 2 minggu dan hampir setiap
hari mengalami suasana perasaan (mood) yang depresif,
kehilangan minat, kegembiraan dan berkurangnya energi yang
menuju meningkatnya keadaan mudah lelah dan berkurangnya
aktivitas.
b. Kelompok 2. Keadaan tersebut diatas paling sedikit dua minggu
dan hampir setiap hari dialami akan disertai gejala-gejala sebagai
berikut : konsentrasi dan perhatian berkurang, gagasan tentang
perasaan bersalah dan tak berguna (bahkan pada episode tipe
ringan sekalipun), pandangan masa depan yang suram dan
pesimistik, gagasan atau perbuatan yang membahayakan diri atau
bunuh diri, tidur terganggu dan nafsu makan berkurang. Periode
berlangsungnya gejala lebih pendek dari dua minggu dapat
dibenarkan jika gejala tersebut luar biasa beratnya dan berlangsung
cepat.
c. Kelompok 3. Gejala-gejala tersebut diatas menyebabkan hambatan
psikososial, cacat fungsi pekerjaan, hubungan sosial dan kegiatan
sehari-hari.
Tingkat depresi dapat dibedakan atas (PPDGJ, III, 1996) :
1). Tingkat depresi ringan: harus ada dua gejala dari kelompok 1,
disertai minimal dua gejala dari kelompok 2 (sedikit kesulitan
dalam melanjutkan pekerjaan, hubungan soaial dan kegiatan
sehari-hari).
2). Tingkat depresi sedang: harus ada dua gejala dari kelompok 1,
disertai minimal dua dari kelompok 2 dan hambatan psikososial
sedang dari kelompok 3.
3). Tingkat depresi berat: harus ada tiga gejala dari kelompok 1,
minimal empat gejala dari kelompok 2 dan hambatan psikososial
berat dari kelompok 3 (tidak dapat melanjutkan kegiatan).
5. Pengukuran tingkat depresi
Pengukuran tingkat depresi menggunakan Instrumen Beck Depresi
Inventory (BDI) yang dirancang oleh Beck (1960), merupakan skala
pengukuran depresi yang dapat digunakan sebagai instrument
penyaringan di komunitas dan klinik. lnstrumen ini terdiri dari 21 item
yang memuat tentang kesedihan pesimisme, perasaan gagal, perasaan
tidak puas, perasaan bersalah atau berdosa, perasaan dihukum, rasa
benci pada diri sendiri, mudah tersinggung, menarik diri dari
lingkungan sosial, tidak mampu mengambil keputusan, peyimpangan
Citra tubuh, kelambanan dalam bekerja, menangis, gangguan tidur,
kelelahan, hilangnya nafsu makan, penurunan berat badan, kecemasan
fisik dan penurunan libido.
C. Diabetes Mellitus
1. Pengertian Diabetus Mellitus
Diabetus Mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang
ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah (hiperglikemia)
kronik disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal
yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal,
syaraf dan pembuluh darah (Smeltzer C.S, 2002).
2. Klasifikasi etiologis Diabetus Mellitus
Klasifikasi etiologis Diabetus Mellitus yang diajukan oleh PERKENI
(1998), yang sesuai anjuran klasifikasi Diabetus Mellitus American
Diabetes Association (ADA, 1997) adalah: (Mansjoer, A.et all, 2000)
a. Diabetes tipe 1 (Insulin Dependent Diabetes Mellitus atau
IDDM)
b. Diabetes tipe 2 (Non Dependent Diabetes Mellitus atau NIDDM)
c. Diabetes tipe lain
d. Diabetes Mellitus Gestasional
3. Tanda dan Gejala
a. Poliuria
b. Polifagia
c. Polidipsi
d. Lemas
e. Kesemutan
f. Berat badan turun
g. Gatal
h. Mata kabur
i. Impotensi pada pria
j. Pruritus vulva pada wanita
4. Etiologi Diabetus Mellitus (Mansjoer, A.et all, 2000):
Sebab timbulnya Diabetus Mellitus hingga saat ini belum diketahui
dengan jelas, tetapi dari berbagai penelitian dapat dikemukakan bahwa
etiologi Diabetus Mellitus terdiri dari beberapa faktor yang kompleks
yaitu:
a. Faktor lingkungan (obat, kimia, virus)
b. Faktor genetik (keturunan)
c. Faktor pencetus: kelebihan makan, kekurangan makan dan
kegemukan.
5. Pemeriksaan penunjang
a. Glukosa darah sewaktu
b. Kadar glukosa darah puasa
c. Tes toleransi glukosa
6. Kriteria Diagnostik
Menurut WHO kriteria diagnostik untuk diabetes mellitus, pada
sedikitnya 2 kali pemeriksaan di dapatkan :
a. Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
b. Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
c. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah
mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam Post prandial (pp) > 200
mg/dl.
Kadar Glukosa Bukan DM Belum pasti DM DM
Kadar glukosa darah
sewaktu
- Plasma vena
- Darah kapiler
< 100
< 80
100 - 200
80 - 200
> 200
> 200
Kadar glukosa darah
puasa
- Plasma vena
- Darah kapiler
< 110
< 90
110 - 120
90 - 110
> 126
> 110
Tabel 1.
Patokan penyaring diagnosa Diabetus Mellitus
7. Permasalahan Psikologi pada DM
Penyakit Diabetus Mellitus dapat menimbulkan permasalahan bagi diri
seseorang baik permasalahan fisik maupun psikologis. Permasalahan
pada penderita diabetes tersebut dikategorikan menjadi dua. Pertama
masalah yang muncul akibat penyakit Diabetus Mellitus misalnya
masalah yang menyangkut fisik dan perubahan metabolisme. Kedua
masalah yang menyangkut pengendalian atau perawatan diabetes.
Perawatan terhadap penyakit yang dialami kadangkala menimbulkan
kesulitan atau gangguan dalam fungsi tubuh sehingga individu merasa
tidak nyaman dan menganggap bahwa perawatan yang dilakukan sama
buruknya dengan penyakit yang diderita (Sukmaningrum, E., 2005).
Pada kasus Diabetus Mellitus konsekuensi fisik dari gangguan kronis
menempatkan suatu batasan/larangan terhadap kehidupan individu. Hal
ini bertujuan untuk mengendalikan kadar gula darah tetap normal dan
mencegah terjadinya konsekuensi yang tidak diinginkan. Pengendalian
Diabetus Mellitus dilakukan dalam jangka waktu yang lama dan
kompleks sehingga cenderung mengganggu aktivitas sehari-hari
termasuk mengubah gaya hidup penderita (Sukmaningrum, E., 2005).
Kecemasan dapat terjadi pada penderita Diabetus Mellitus
karena penyakit ini merupakan penyakit menahun yang tidak bisa
disembuhkan, mempunyai banyak komplikasi dan pengobatannya
dilakukan seumur hidup serta harus melakukan diet yang ketat.
Individu yang tidak dapat menerima kenyataan akan penurunan
kemampuan dirinya akibat Diabetus Mellitus yang dideritanya, tidak
menutup kemungkinan munculnya gangguan psikologis yang akhirnya
akan membawa dampak yang buruk bagi penyakit Diabetesnya. Pada
saat mereka menghadapi kenyataan bahwa penyakit tersebut tidak
dapat disembuhkan mereka sulit untuk menikmati kehidupan karena
harus mengendalikan penyakit diabetes yang dideritanya. Hal ini
berlanjut terhadap bagaimana individu memandang masa depannya.
Sikap pesimis terhadap masa depan dan kurangnva keyakinan diri
dapat menampakkan rasa tidak puas terhadap kondisi yang
dihadapinya.
Selain permasalahan psikologis di atas DM juga dapat menimbulkan
beberapa dampak bagi penderitanya yaitu (Price&Wilson, 1995) :
a. Dampak ekonomi.
Pengendalian Diabetus Mellitus tersebut dilakukan dalam jangka
waktu yang lama dan kompleks serta membutuhkan biaya yang
besar, sehingga berdampak pada masalah ekonomi keluarga.
Dampak ekonomi pada diabetes jelas terlihat akibat biaya
pengobatan dan hilangnya pendapatan.
b. Dampak fisik.
Pada penderita Diabetus Mellitus yang lanjut akan menimbulkan
berbagai dampak secara fisik yaitu adanya komplikasi, misalnya
kelemahan fisik, berat badan rendah, kesemutan, gatal, mata kabur,
stroke dan gangren. Hal tersebut dapat menimbulkan perubahan
dan penampilan fisik penderita.
c. Dampak sosial
Penderita Diabetus Mellitus yang tidak dapat menerima keadaan
sakitnya akan mempunyai pandangan yang negatif misalnya pasien
merasa putus asa, tidak berguna dapat menyebabkan pasien merasa
depresi. Hal tersebut dapat menyebabkan interaksi sosial dan
hubungan interpersonal terganggu.
8. Penyakit kronis dan depresi
Penyakit kronis merupakan penyakit yang telah lama diderita dan
biasanya tidak mendapatkan pengobatan yang lengkap. Penyakit
kronis dapat dikontrol dengan diet, olahraga dan menjaga kesehatan.
Contoh penyakit kronis adalah Diabetus Mellitus, penyakit jantung,
artritis, penyakit ginjal, lupus dan multiple sclerosis. Seseorang
dengan diagnosa penyakit kronis harus mengatur pola hidup untuk
memspertahankan kondisi yang stabil. Penyakit ini mungkin dapat
mempengaruhi mobilitas dan tingkat kemandirian seseorang serta
mengalami perubahan dalam hidupnya yaitu cara melihat dirinya
sendiri dan ataupun untuk berhubungan dengan orang lain. Untuk
alasan tertentu, keputusasaan dan rasa sedih adalah hal yang normal.
Penyakit kronis ini dapat meyebabkan terjadinya depresi (Grayson,
2006).
Depresi merupakan salah satu keadaan yang biasa terjadi
pada seseorang yang menderita penyakit kronis dengan komplikasi.
Diperkirakan antara 1-3 individu dengan kondisi kesehatan yang
serius menunjukkan gejala depresi. Depresi dan penyakit kronis
mungkin dapat terjadi secara bersamaan karena adanya perubahan
fisik yang dihubungkan dengan penyakit yang merupakan penyebab
dari depresi dan individu akan menunjukkan reaksi psikologis
(Grayson, 2006). Beberapa kondisi kronis dapat menjadi penyebab
terjadinya depresi, tetapi resiko terjadi depresi akan meningkat seiring
dengan semakin beratnya penyakit. Resiko terjadinya depresi secara
umum antara 10-25 % pada wanita dan 5-11 % pada laki-laki.
Bagaimanapun juga orang dengan penyakit kronis mempunyai resiko
tinggi terjadi depresi yaitu antara 25-33 % (Grayson, 2006). Kelelahan
dapat menyebabkan seseorang mengalami penurunan tenaga sesuai
kondisi, Depresi juga cenderung membuat seseorang menarik diri dari
lingkungannya (Grayson, 2006).
9. Hubungan antara Konsep diri dan Depresi
Menurut stuart dan sundeen (1998), Konsep diri yang negatif dan
harga diri yang rendah (teori organisasi kepribadian) merupakan faktor
predisposisi terjadinya Depresi. Hal ini berarti bahwa semakin buruk
konsep diri seseorang maka akan semakin tinggi tingkat depresi
seseorang, begitu juga sebaliknya semakin baik Konsep diri seseorang
maka tingkat Depresinya akan semakin rendah.
D. Kerangka Teori
Faktor yang mempengaruhi Konsep Diri :
- tingkat perkembangan dan kematangan
- sumber eksternal dan internal - pengalaman sukses dan gagal - stressor - usia, keadaan sakit dan trauma - pendidikan - pekerjaan - status perkawinan
Konsep Diri : - Citra tubuh - Ideal diri - Peran diri - Harga diri - Identitas diri
Faktor yang mempengaruhi Depresi : - Kehilangan - Reaksi terhadap stress - Terlalu lelah atau capai - Perubahan fisiologik karena
obat-obatan atau penyakit fisik - Konsep diri
Depresi : - Ringan - Sedang - Berat
Diabetus Mellitus : - Obat-obatan - Diet - Insulin - Komplikasi
(gangrene, jantung, stroke)
Diagram 1.1
Kerangka teori hubungan antara Konsep Diri dengan Tingkat Depresi
pada penderita Diabetes Mellitus (Hadi, P., 2004)
E. Kerangka Konsep
Variable Independent variable Dependen
Konsep Diri penderita Diabetus Mellitus
Tingkat Depresi penderita Diabetus Mellitus
Diagram 1.2
Kerangka Konsep Penelitian.
F. Variabel penelitian
Variabel dalam penelitian terdiri dari variabel Independen dan variabel
Dependen
1. Variabel Independen
Variabel Independen dalam penelitian ini adalah Konsep Diri pada
penderita Diabetus Mellitus
2. Variabel Dependen
Variabel Dependen dalam penelitian ini adalah tingkat depresi
penderita Diabetus Mellitus
G. Hipotesis
Ada hubungan antara Konsep Diri dengan Tingkat Depresi pada penderita
Diabetus Mellitus di RSUD Tugurejo Semarang.