tinjauan pustaka a. 1.a-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_0705816_chapter2x.pdf · produk dari...

32
7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Respon 1. Pengertian Respon Dalam istilah psikologi, respon dikenal dengan proses memunculkan dan membayangkan kembali gambaran hasil pengamatan. Menurut Kartono (1996:58) “respon bisa diidentifikasi sebagai gambaran ingatan dari pengamatan”. Sedangkan Ahmadi (1992:64) menyatakan respon adalah “gambaran ingatan dan pengamatan yang mana objek yang telah diamati tidak lagi berada dalam ruang dan waktu pengamatan”. Berdasarkan pendapat tersebut jelaslah bahwa terjadinya respon itu harus melalui pengamatan terlebih dahulu. Berbicara mengenai respon, Syah (1995:118) mengemukakan bahwa “pengamatan artinya proses menerima, menafsirkan dan memberi arti rangsangan yang masuk melalui indera-indera, seperti mata dan telinga”. Jadi respon adalah bayangan yang tinggal dalam ingatan kita setelah melalui proses pengamatan terlebih dahulu. Dalam proses pengamatan, respon tidak terikat oleh tempat dan waktu. Selain itu, yang menjadi objek dari respon itu masih kabur dan tidak mendetail dan juga tidak memerlukan adanya perangsang dan bersifat imajiner. Berdasarkan beberapa pernyataan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa respon itu bermula dari adanya suatu tindakan pengamatan yang

Upload: trancong

Post on 06-Mar-2019

212 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Respon

1. Pengertian Respon

Dalam istilah psikologi, respon dikenal dengan proses memunculkan dan

membayangkan kembali gambaran hasil pengamatan. Menurut Kartono

(1996:58) “respon bisa diidentifikasi sebagai gambaran ingatan dari

pengamatan”. Sedangkan Ahmadi (1992:64) menyatakan respon adalah

“gambaran ingatan dan pengamatan yang mana objek yang telah diamati tidak

lagi berada dalam ruang dan waktu pengamatan”. Berdasarkan pendapat tersebut

jelaslah bahwa terjadinya respon itu harus melalui pengamatan terlebih dahulu.

Berbicara mengenai respon, Syah (1995:118) mengemukakan bahwa

“pengamatan artinya proses menerima, menafsirkan dan memberi arti

rangsangan yang masuk melalui indera-indera, seperti mata dan telinga”. Jadi

respon adalah bayangan yang tinggal dalam ingatan kita setelah melalui proses

pengamatan terlebih dahulu. Dalam proses pengamatan, respon tidak terikat oleh

tempat dan waktu. Selain itu, yang menjadi objek dari respon itu masih kabur

dan tidak mendetail dan juga tidak memerlukan adanya perangsang dan bersifat

imajiner.

Berdasarkan beberapa pernyataan di atas, dapat diambil kesimpulan

bahwa respon itu bermula dari adanya suatu tindakan pengamatan yang

8

menghasilkan suatu kesan sehingga menjadi kesadaran yang dapat

dikembangkan pada masa sekarang atau pun menjadi antisipasi pada masa yang

akan datang. Jadi jelaslah bahwa pengamatan merupakan modal dasar dari

respon, sedangkan modal dari pengamatan adalah alat indera yang meliputi

penglihatan dan penginderaan.

2. Proses Terjadinya Respon

Dalam hal ini ada beberapa gejala terjadinya respon, mulai dari yang

paling berperaga dengan berpangkal pada pengamatan, sampai ke yang paling

tidak berperaga yaitu berfikir. Gejala tersebut menurut Suryabrata (1993:38)

adalah sebagai berikut:

Pengamatan, yakni kesan-kesan yang diterima sewaktu perangsang mengenai indera dan perangsangnya masih ada. Pengamatan ini adalah produk dari kesadaran dan pikiran yang merupakan abstraksi yang dikeluarkan dari arus kesadaran. Bayangan pengiring, yaitu bayangan yang timbul setelah kita melihat sesuatu warna. Bayangan pengiring itu terbagi menjadi dua macam, yaitu bayangan pengiring positif yakni bayangan pengiring yang sama dengan warna objeknya, serta bayangan pengiring negatif adalah bayangan pengiring yang tidak sama dengan warna objeknya, melainkan seperti warna komplemen dari warna objek. Bayangan eiditik, yaitu bayangan yang sangat jelas dan hidup sehingga menyerupai pengamatan. Respon, yakni bayangan yang menjadi kesan yang dihasikan dari pengamatan. Respon diperoleh dari penginderaan dan pengamatan. Pengertian, menurut Ahmadi (1992:169) adalah “hasil proses berfikir yang merupakan rangkuman sifat-sifat pokok dari suatu barang atau kenyataan yang dinyatakan dalam suatu perkataan”.

Jadi proses terjadinya respon adalah pertama-tama indera mengamati objek

tertentu, setelah itu muncul bayangan pengiring yang berlangsung sangat singkat

9

sesaat sesudah perangsang berlalu. Setelah bayangan perangsang muncul

kemudian muncul bayangan eiditis, bayangan ini sifatnya lebih tahan lama, lebih

jelas dari bayangan perangsang. Setelah itu muncul tanggapan dan kemudian

pengertian.

3. Macam-macam Respon

Kenangan atau kesan-kesan pengamatan dapat meninggalkan bekas yang

dalam, hal-hal tertentu dapat digambarkan kembali sebagai gambaran ingatan

atau tanggapan. Untuk mempermudah dalam memahami respon perlu

dikemukakan jenis atau macam-macam respon. Respon menurut Ahmadi

(1993:64) disebut “Laten” (tersembunyi, belum terungkap), apabila respon itu

berada di bawah sadar atau tidak kita sadari. Sedangkan respon disebut “Aktual”

(actual yaitu sungguh),apabila respon tersebut kita sadari.

Menurut Soemanto (1990: 23) terdapat tiga macam respon yaitu:

a. Respon masa lampau disebut juga respon ingatan. b. Respon masa sekarang yang sering disebut respon imajinatif. c. Respon masa mendatang yang disebut sebagai respon antisipatif.

Sementara itu Sumadi Suryabrata (1993:36-37) menyebutkan macam-macam

trespon yang tidak jauh berbeda dengan pendapat Soemanto. Sumadi

menyebutkan ada tiga macam respon di antaranya adalah:

a. Respon masa lampau atau respon ingatan. b. Respon masa datang atau respon mengantisipasikan.

10

c. Respon masa kini atau tanggapan representatif (respon mengimajinasikan).

Sedangkan Sujanto (1993:32) mengemukakan macam-macam respon secara

lebih lengkap lagi yaitu sebagai berikut:

a. Respon menurut indera yang mengamati, yaitu: 1) Respon auditif, yaitu respon terhadap apa-apa yang telah

didengarnya baik berupa suara, ketukan dan lain-lain. 2) Respon visual, yaitu respon terhadap segala sesuatu yang

dilihatnya. 3) Respon perasaan adalah respon terhadap sesuatu yang dialami oleh

dirinya. b. Respon menurut terjadinya, yaitu:

1) Respon ingatan atau respon masa lampau, yakni respon terhadap kejadian yang telah lalu.

2) Respon fantasi, yaitu tanggapan masa kini yakni respon terhadap sesuatu yang sedang terjadi.

3) Respon pikiran atau respon masa datang yakni respon terhadap sesuatu yang akan datang.

c. Respon menurut lingkungannya, yaitu: 1) Respon benda, yakni Respon terhadap benda-benda yang ada di

sekitarnya. 2) Respon kata-kata yaitu Respon terhadap ucapan atau kata-kata

yang dilontarkan oleh lawan bicara.

Pembagian macam-macam respon di atas dapat menunjukan bahwa panca indera

sebagai modal dasar pengamatan sangatlah penting, karena secara tidak langsung

merupakan modal dasar bagi adanya respon sebagai salah satu fungsi jiwa yang

dipandang sebagai kekuatan psikologis yang dapat menimbulkan keseimbangan

atau merintangi keseimbangan.

Selain dari panca indera, respon juga akan didasari oleh adanya perasaan

yang mendalam atau sesuatu pengetahuan dan ingatan serta cara respon tersebut

diungkapkan dalam kata-kata. Oleh karena itulah respon menjadi sesuatu yang

11

perlu dilihat dan diukur guna mengetahui gambaran atau pengamatan seseorang

terhadap sesuatu objek.

4. Pentingnya Memahami Respon

Seperti telah disebutkan di atas, bahwa individu dapat menanggapi objek

yang ada disekitarnya. Hasil dari persepsi tersimpan dalam jiwanya kemudian

disengaja atau tidak, individu akan melahirkan kembali gambaran dari responnya.

Walgito (1994:100) mengatakan bahwa “pada umumnya bayangan yang

saling berhubungan satu dengan yang lain saling menimbulkan kembali atau

saling memproduksi”. Begitu pula Sujanto (1990:35) mengemukakan bahwa

“dengan tanggapan kita dapat mengasosiasikan dan memproduksi sehingga

asosiasi diartikan sebagai kekuatan untuk menghubungkan respon - respon”.

Lain halnya dengan Suryabrata (1990:65) beliau menyatakan bahwa

respon hanya mempunyai peranan yang terbatas yaitu sebagai bahan ilustrasi,

untuk memudahkan pemecahan problem, dan sebagai bahan verifikasi, untuk

menguji kebenaran suatu pemecahan.

Walaupun Suryabrata di atas menyatakan bahwa respon hanya memiliki

peranan yang sedikit namun tanggapan sangat penting untuk proses berfikir.

Terlebih lagi dalam pemecahan masalah, maka respon berfungsi sebagai bahan

ilustrasi dan verifikasi. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa melalui

asosiasi dan reproduksi tanggapan seseorang dapat digunakan untuk proses

berfikir dan memecahkan suatu masalah. Pengukuran terhadap respon perlu baik

dan pengukuran juga perlu menjadi dasar dalam penentuan kebijakan.

12

5. Indikator Respon

Menurut Soemanto (1998:28) “respon yang muncul ke dalam kesadaran,

dapat memperoleh dukungan atau rintangan dari respon lain”. Dukungan terhadap

respon akan menimbulkan rasa senang. Sebaliknya respon yang mendapat

rintangan akan menimbulkan rasa tidak senang.

Penjelasan di atas menunjukkan bahwa indikator respon terdiri dari respon

yang positif kecenderungan tindakannya adalah mendekati, menyukai,

menyenangi, dan mengharapkan suatu objek. Sedangkan respon yang negatif

kecenderungan tindakannya menjauhi, menghindari dan memberi objek tertentu.

Sedangkan Sardiman, (1992:215) mengemukakan bahwa indikator respon itu

adalah:

a. keinginan untuk bertindak/berpartisifasi aktif, b. membacakan/mendengarkan, c. melihat, d. menimbulkan/membangkitkan perasaan dan e. mengamati.

Berdasarkan beberapa penjelasan di atas, dapat kita ketahui bahwa indikator dari

respon itu adalah senang atau positif dan tidak senang atau negatif. Mengenai

rasa tidak senang ini pada setiap orang berbeda-beda. Sebagian ada yang

menghargai dan menyenangi karena kedermawanannya, yang lainnya lagi karena

intelegensinya dan sebagainya.

Kecenderungan untuk mempertahankan rasa tidak senang atau

menghilangkan rasa tidak senang, akan memancing bekerjanya kekuatan

13

kehendak dan kemauan. Adapun kehendak atau kemauan ini merupakan

penggerak tingkah laku manusia.

B. Ruang dan Wilayah

1. Ruang

Ruang sebagai salah satu sumber tidaklah mengenal batas wilayah. Akan

tetapi, jika ruang dikaitkan dengan pengaturannya, maka haruslah jelas batas,

fungsi dan sitemnya dalam satu kesatuan. Disadari bahwa ketersediaan ruang itu

sendiri terbatas. Bila pemanfaatannya tidak teratur dengan baik. Kemungkinan

besar terdapat pemborosan manfaat ruang dan penurunan kualitas ruang. Karena

itu, diperlukan penataan ruang untuk mengatur pemanfaatannya berdasarkan

besaran kegiatan, jenis kegiatan, fungsi lokasi, kualitas ruang, dan estetika

lingkungan. Sebagaimana UU Nomor 24 Tahun 1992, bahwa

Ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan, dan ruang udara sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lainnya hidup dan melakukan kegiatan serta memelihara kelangsungan hidupnya.

Setelah dipahami kaitan penduduk dengan studi yang bercorak geografis

kemudian perlu ditafsir arti ruang didalam kalimat : bumi sebagai ruang huni

bagi manusia. Dalam perkembangan geografi dari abad keabad telah terjadi tiga

jenis tafsiran mengenai ruang dan dari masing-masing itu timbul pendekatan

yang khusus dalam studi gejala geografis.

14

Tafsiran ruang menurut Daldjoeni (1983 : 45-46)

Pertama, tafsiran ruang sebagai milieu yaitu lingkungan alam. Pendekatan ini disebut pendekatan ekologis dimana diperhatikan hubungan timbale balik antara manusia dan lingkungan. Diterapkan pada masalah kependudukan misalnya mengapa daerah yang satu lebih padat, kurang padat daripada yang lain, kuncinya dicari pada perbedaan mengenai jenis tanah, topografi, kondisi hidrologis atau variasi permusiman. Memang dengan majunya teknologi hambatan alami dapat dikurangi atau dihapus sama sekali. Tafsiran kedua, ruang sebagai space. Dari sini muncul pendekatan spatial atau keruangan: disitu diperhatikan berbagai tingkah laku keruangan (spatial behavior) manusia. Termasuk didalamnya seperti perkembangbiakan, perpindahan (urbanisasi, transmigrasi): juga matapencaharian beternak atau bertani yang berpindah-pindah. Pada masyarakat kota, gerak-gerik rutin sepanjang hari atau sepanjang pecan yang berisikan denngan pekerjaan. Kemudian yang ketiga, ruang sebagai region atau wilayah. Dengan pendekatan regional ini masalah penduduk dipelajari dalam suatu daerah tertentu baik yang berupa kota, kabupaten, provinsi, pulau, Negara ataupun anak benua dan benua. Pendekatan ini masih dapat dikombinasikan dengan pernyataan sebelumnya.

Menyimpulkan pendapat di atas, bahwa ruang di tafsirkan sebagai lingkuangan

alam, ruang sebaggai space dan ruang sebagai region atau wilayah. Semua

kehidupan yang ada di darat, laut maupun udara beserta kegiatan makhluk hidup

di dalamnya meruakan satu kesatuan yang disebut dengan ruang.

2. Wilayah

a. Pengertian Wilayah

Menurut Tarigan (2005:113) pengertian wilayah yang digunakan dalam

perencanaan dapat berarti suatu wilayah yang sangat sempit atau sangat luas,

15

sepanjang di dalamnya terdapat unsur ruang atau space. Wilayah sering diartikan

sebagai satu kesatuan ruang secara geografi yang mempunyai tempat tertentu

tanpa terlalu memperhatikan soal batas dan kondisinya.

Menurut Jayadinata (1999:13) suatu wilayah (region) dalam pengertian

geografi,

merupakan kesatuan alam yang serbasama, atau homogen, atau seragam (uniform), dan kesatuan manusia, yaitu masyarakat serta kebudayaannya yang serbasama yang mempunyai ciri (kekhususan) yang khas, sehingga wilayah tersebut dapat dibedakan dari wilayah lainnya.

Dalam pengertian diatas ada dua macam wilayah, yaitu:

1) Pengertian internasional: wilayah dapat meliputi beberapa negara yang mempunyai kesatuan alam dan kesatuan manusia, misalnya wilayah Asia Tenggara, wilayah Asia Baratdaya, wilayah Eropa Barat, Wilayah Amerika Latin, wilayah Asia dan sebaginya.

2) Pengertian nasional: wilayah merupakan sebagian dari negara, tetapi bagian tersebut mempunyai kesatuan alam dan kesatuan manusia, misalnya pantai timur Sumatera, pantai selatan Jawa, datar tinggi Bandung, dan sebaginya.

Dalam perencanaan maka wilayah harus dapat dibagi (partitoning) atau

dikelompokan (grouping) ke dalam satu ksatuan agar bias dibedakan dengan

kesatuan lain. Titik awal dari pembagian dan pengelompokannya adalah wilayah

yang kecil-kecil dan ingin di kelompokan dalam beberapa kesatuan yang lebih

besar dengan mengikuti kriteria yang digunakan. Misalnya wilayah Negara

Repulik Indonesia dapat dibagi atas provinsi, provinsi dapat dibagi atas

Kabupaten atau Kota, Kabupaten atau Kota dapat dibagi atas Kecamatan,

Kecamatan dibagi atas desa atau kelurahan, dan desa atau kelurahn dibagi atas

dusun lingkungan. Pembagian tersebut menggunakan kriteria yurisdiksi

16

administrasi pemerintah, tentunya bisa dibuat pembagian atau pengelompokan

lain dengan menggunakan kriteria yang berbeda.

Menurut Galsson (1974:111) ada dua cara pandangan yang berbeda

tentang wilayah, yaitu subjek dan objektif. Cara pandang subjektif, yaitu wilayah

adalah alat untuk mengidentifikasikan suatu lokasi yang didasarkan atas kriteria

tertentu atau tujuan tertentu. Dengan demikian, banyaknya wilayah tergantung

kepada kriteria yang digunakan. Pandangan objektif menyatakan wilayah itu

benar-benar ada dan dapat dibedakan dari ciri-ciri atau gejala alam disetiap

wilayah. Wilayah bias dibedakan berdasarkan musim atau temperature yang

dimilikinya atau berdasarkan konfigurasi lahan, jenis tumuh-tumbuhan, kepdatan

penduduk, atau gabungan dari ciri-ciri diatas.

Batas ruang dilapangan melakukan pengamatan seksama, perhitungan, dan

bantuan peralatan tertentu masih bias menyatakan sesuatu lokasi itu masuk

kedalam wilayah mana dari pengelompokan yang dibuat. Setidaknya batas itu

bisa digambarkan dipeta, dengan kriteria tertentu misalnya, wilayah nodal, batas

itu bisa berubah dari satu kurun waktu ke kurun waktu berikutnnya sesuai

dengan perubahan potensi pusatnya. Menurut Hanafiah dalam Robinson

(2005:112), unsur-unsur ruang yang terpenting adalah:

1) Jarak 2) Lokasi 3) Bentuk 4) Ukuran dan skala

17

Artinya setiap wilayah harus memiliki keempat unsur di atas. Unsur-unsur

diatas secara bersama-sama membentuk atau menyusun suatu unit ruang yang

disebut wilayah yang dapat diedakan dari wilayah lain. Glasson dalam Tarigan

(1974:112) mengatakan wilayah dapat dibedakan berdasarkan kondisinya atau

fungsinya. Berdasarkan kondisinya, wilayah dapat dikelompokan atas

keseragaman isinya (homogeneity) misalnya wilayah perkebunan, wilayah

peternakan, wilayah industri dan lain-lain. Berdasarkan fungsinya, wilayah dapat

dibedakan misalnya kota dengan wilayah belakangnya, lokasi produksi dengan

wilayah pemasarannya, susunan orde perkotaan, hierarki jalur transportasi dan

lain-lain.

b. Jenis-jenis Perwilayahan

Perwilayahan mengelompokan beberapa wilayah kecil dalam satu

kesatuan. Suatu perwilayahan dapat diklasifiasikan berdasarkan tujuan

pembentukan wilayah itu sendiri. Dasar dari perwilayahan dapat dibedakan

sebagai berikut :

1) Berdasarkan wilayah administratif pemerintah, di Indonesia dikenal

wilayah kekuasaan pemerintahan, seperti Provinsi, Kabupaten atau Kota,

Kecamatan, Desa atau Kelurahan dan Dusun atau lingkungan.

2) Berdasarkan kesamaan kondisi (homogenity), yang paling umum adalah

kesamaan kondisi fisik dan kondisi kesamaan sosial budaya.

18

3) Berdasarkan ruang lingkup pengaruh ekonomi. Perlu ditetapkan terlebih

dahulu beberapa pusat pertumbuhan (growth pole atau growth centre) yang

kira-kira sama besarnya atau rangkingnya, kemudian ditetapkan bats-batas-

batas pengaruh dari setiap pusat pertumbuhan.

4) Berdasarkan wilayah perencanaan atau program. Dalam hal ini ditetapkan

batas-batas wilayah ataupun daerah-daerah yang terkena suatu program

atau proyek dimana wilayah tersebut termasuk kedalam suatu perencanaan

untuk tujuan khusus.

Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa pengklasifikasian atau

pengelompokkan perwilayahan itu dibedakan berdasarkan empat dasar yaitu

berdasarkan wilayah administratif pemerintahan, kesamaan kondisi baik kondisi

fisik maupun kondisi sosial, ruang lingkup pengaruh ekonomi dan berdasarkan

wilayah perencanaan atau program.

C. Penduduk

1. Pengertian Penduduk

Penduduk merupakan jumlah orang yang bertempat tinggal di suatu

wilayah pada waktu tertentu dan merupakan hasil proses-proses demografi yaitu

fertilitas, mortalitas, dan migrasi.

Komposisi penduduk menggambarkan susunan penduduk yang dibuat

berdasarkan pengelompokkan penduduk menurut karakteristik-karakteristik yang

sama. Beragam pengelompokkan dapat dibuat seperti atas dasar etnis, agama,

19

kewarganegaraan, bahasa, pendidikan yang diselesaikan, umur, jenis kelamin,

dan golongan pendapatan.

2. Proses Penduduk

Menurut Jayadinata (1986: 18) suatu proses merupakan beberapa

perubahan tertentu yang berurutan pada suatu jangka waktu. Proses penduduk

dapat berlaku:

a. Secara alamiah, disebabkan oleh kelahiran dan kematian; b. Secara buatan, disebabkan oleh migrasi, yaitu imigrasi, dan emigrasi

(proses adalah berbagai perubahan yang terjadi secara berurutan. Dapat dikenal: proses alam yang merupakan suatu daur, dan sosial).

Proses penduduk adalah perubahan yang terjadi pada penduduk itu sendiri baik

secara ilmiah melalui proses kelahiran dan kematian maupun secara buatan yang

disebabkan oleh migrasi atau perpindahan yang dilakukan oleh penduduk.

3. Lingkugan Sosial Penduduk

Menurut Jayadinata (1986:18) hal ini merupakan sebagian dari

kebudayaan penduduk. Lingkungan social terdiri atas:

a. Pola kendali: agama, adat istiadat, tradisi, kebiasaan, pemerintahan, hukum, dan sebagainya. Jadi seluruh masyarakat mulai dari tiap pola kendali (pattern of control) tersebut.

b. Pola kegiatan (pattern of activities) 1) Kegiatan social: berkeluarga, kesehatan, pendidikan, berekreasi

dan sebagainya; 2) Kegiatan ekonomi: cara berproduksi, mata pencaharian, cara

berkonsumsi, cara berhemat dan sebagainya. Dalam berproduksi manusia memberikan tenaga kerja, yang menurut Royyen dan

20

Bengtson adalah usaha fisik dan mental yang dilakukan dalam produksi barang dan jasa.

c. Pola bina (pattern of construction) Hal ini merupakan segala sesuatu yang dibangun dan dibuat oleh manusia, sehingga hasilnya tampak dengan nyata. Pola bina ini dapat merupakan: prasarana (jalan, bangunan, irigasi, bina, tanah, pertanian, dan sebagainya), sarana (mesin, kendaraan, alat komunikasi lainnya, alat rumah tangga), bahan mentah, dan sebagainya.

Berhubungan dengan definisi di atas bahwa penduduk adalah sekelompok

manusia yang bergantung satu sama lain dan yang telah memperkembangkan

pola organisasi, yang memungkinkan mereka hidup bersama dan dapat

mempertahankan diri sebagai kelompok.

D. Permukiman

1. Pengertian Permukiman

Menurut Budihardjo (1992:9) awal permukiman manusia mulanya

manusia purba membuat bangunan-bangunan permukiman ialah perlindungan

fisik terhadap hujan dan matahari, terhadap keganasan alam dan pengembangan

diri, tehadap binatang-binatang buas dan sebagainya.

Menurut Soeprapto (1976:250) permukiman dapat dibedakan menjadi dua,

yaitu permukiman tradisional dan permukiman non-tradisional.

a. Permukiman tradisional; lingkungan yang dibatasi oleh kesatuan traidisional, seperti desa, kampong, pendukuhan dan sebagainya.

b. Permukiman non-tradisional; lingkungan hidup yang dibatasi oleh kesatuan genealogis, seperti klan, marga, rumah-rumah adat, kesain dan lain-lain.

21

Perkembangan dan pertumbuhan permukiman tradisional ini sangat dipengaruhi

oleh kegiatan usaha, sumber kehidupan dan alam sekitarnya. Permukiman non-

tradisional sebagian tumbuh dan berkembang karena pengaruh perekonomian

dan perdagangan.

Lingkungan permukiman merupakan bagian dari lingkungan binaan dan

lingkungan binaan merupakan bagian dari lingkungan hidup. Pembangunan

perumahan tempat tinggal manusia merupakan komponen penting dari

pembangunan manusia seutuhnya. Kebijaksanaan dan program historis

pembangunan lingkungan permukiman menyangkut pembangunan prasarana

fisik permukiman dan fasilitas pelayanan umum.

Sebagai akibat pertambahan penduduk, kebutuhan akan perumahan

semakin meningkat. Persoalannya sekarang adalah cara mengembangkan

permukiman dan perumahan dengan dampak kerusakan lingkungan yang sekecil

mungkin.

Menurut Blaang (1986:5): bermukim pada hakikatnya adalah hidup

bersama, dan untuk itu fungsi rumah dalam kehidupan manusia adalah sebagai

tempat tinggal yang diperlukan oleh manusia untuk memasyarakatkan diri.

2. Tujuan Pembangunan Perumahan/Permukiman

Manusia sebagai makhluk sosial tidak bisa menutup diri, sebaliknya harus

terbuka kearah kebersamaan dengan lingkungnnya. Karena itu permukiman

member arti dalam kehidupan mausia.

22

Menurut Blaang (1986: 5) bermukim pada hakekatnya adalah hidup

bersama, dan untuk itu fungsi rumah dalam kehidupan manusia adalah sebagai

tempat tinggal yang diperlukan manusia untuk memasyrakatkan diri,

Masih dikemukakan oleh Blaang (1986: 7) bahwa:

Tujuan pembangunan perumahan dan permukiman adalah agar setiap orang dapat menempati perumahan yang sehat, untuk mendukung kelangsungan dan peningkatan kesejahteraan soasialnya. Berhasilnya pengelolaan lingkungan permukiman sangat dipengaruhi oleh aktivitas manusia, yaitu aktivitas yang bersifat membina, membangun, dan mengembangkan.

Jika kita memahami penjelasan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa

tujuan manusia membangun permukiman perlu juga memperhatikan beberapa aspek

yang dapat menunjang kehidupan yang lebih baik seperti aspek sosial, ekonomi dan

budaya manusia juga berperan penting.

3. Perkembangan Permukiman

Perkembangan diartikan sama dengan “develop” yaitu grow gradually

became more mature advanced/organized (pertumbuhan secara berangsur-

angsur yang menjadikan atau membuat sesuatu lebih matang/maju/terorganisir).

Menurut Poerwadarminta (2005: 473) Perkembangan sama dengan

berkembang, yang berarti terbuka/terbentang menjadi luas dan besar, sesuatu

keadaan menjadi banyak. Perkembangan wilayah merupakan suatu proses

peningkatan wilayah dari kondisi sekarang untuk mencapai kondisi yang akan

23

datang yang kita inginkan. Jadi maksud dari perkembangan permukiman adalah

pertumbuhan tempat tinggal mannusia baik pertumbuhan jumlah, peningkatan

kualitas permukiman dan kepadatannya.

a. Pola Perkembangan Kawasan Permukiman

Ditinjau dari kegiatan utama kawasan pedesaan dengan kegiatan utama

pertanian dan kawasan perkotaan dengan kegiatan utama non pertanian, terdapat

perbedaan antara perumahan dengan permukiman pada beberapa aspek, antara

lain, rumah, lingkungan tempat tinggal, prasarana dan sarana lingkungan, serta

tempat yang mendukung perikehidupan dan penghidupan.

4. Syarat-syarat Permukiman

Setiap manusia tentunya menginginkan lingkungan tempat tinnggal yang

ideal dalam kehidupan bermasyarakat. Pola permukiman yang ideal adalah

pemukiman yang bentuk perumahan, sarana umum, fasilitas social, maupun

penataannya dapat menunjang perwujudan dan cita-cita daripada masyarakat itu

sendiri. Permukiman harus mencerminkan adanya hidup kekeluargaan tingkat

derajat yang sepadan, kerukunan beragama dan mendorong terwujudnya

kegotongroyongan serta kemanfaatan bersama dalam kegiatan kebudayaan,

olahraga, kesejahteraan keluarga, dan pemeliharaan lingkungan. Untuk itu semua

tentunya diperlukan adanya sarana-sarana umum yang diperlukan dalm bidang-

bidang tersebut seimbang dengan jumlah penduduk.

24

5. Persayratan Sosial Ekonomi Pembangunan Permukiman

Faktor ekonomi secara sadar atau tidak sudah masuk dalam pertimbangan

lokasi permukiman. Pengelompokan pembangunan sebenarnya juga didasari

pada adanya keuntungan yang di peroleh apabila permukiman dibangun tersebar,

hal ini disebabkan karena adanya saling ketergantungan antara para anggotanya,

keadaan social budaya dan social ekonomi penduduk ini harus ditinjau dan

dianalisa, sebab hal tersebut sangat menentukan corak atau karakter daerah yang

bersangkutan.

Analisa social ekonomi di tinjau dari:

a. Latar belakang sejarah tiap – tiap daerah.

b. Agama, harus diperhatikan dalam kaitan dengan pengadaaan sarana

peribadatan, sebab semua daerah mungkin penduduknya menganut agama

yang berbeda.

c. Pendidikan

d. Pola hidup masyarakat

e. Mata pencaharian dan system ekonomi yang meliputi system produksi dan

pemasaran

f. Struktur konsumsi

Dalam factor social permukiman berhubungan dengan perumahan,

penduduk ini termasuk ke dalam karakter demografi, struktur dan organisasi

social serta relasi social antara penduduk yang menghuni permukiman. Factor

budaya juga mempengaruhi pertumbuhan permukiman seperti tradisi setempat,

25

daya seni, kemampuan teknologi dan kemampuan ilmu pengetahuan penduduk

yang berkaitan dengan pemanfaatan sumberdaya setempat. Factor ekonomi

mempengaruhi permukiman seperti harga lahan. Sedangkan factor politik

berhubungn dengan pemerintahan dan kenegaraan dengan segala peraturan dan

kebijakansanaan setempat.

6. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Permukiman

Secara umum faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan

perkembangan permukiman yaitu faktor-faktor fisis, social, budaya, ekonomi,

politik, dan lain sebagainya. Faktor-faktor tadi menjadi landasan bagaimana

perkembangan permukiman itu selanjutnya.

Penyebaran lokasi permukiman dipengaruhi oleh beberapa factor, seperti

pernyataan yang di kemukakan oleh Bintarto (1984: 69), yaitu:

“penyebaran keruangan permukiman dipengaruhi oleh pelbagai factor, antara

lain saingan atau competition, hak milik pribadi atau private ownership,

perbedaan keinginan atau differential decirebility, topografi, transportasi,

struktur asal atau inertia of earlier structure, dan sebagainya.”

Jadi, tubuh kembangnya permukiman dipengaruhi oleh banyak factor. Hal

ini juga dikemukakan oleh Sumaatmadja (1981 : 192) mengenai factor-faktor

yang mempengaruhi tumbuhnya suatu permukiman, yaitu:

faktor sisis yang mempengaruhi pertumbuhan dari permukiman penduduk adalah keadaaan hidrografi, keadaaan tanah, iklim, morfologi, dan sumberdaya lainnya. Factor fisis ini mempengaruhi bentuk, kecepatan,

26

dan perluasan permukiman. Kedalam factor social, berkenaan dengan permukiman penduduk ini termasuk karakter demografinya, struktur dan organisasi social, dan relasi social diantara penduduk yang mempunyai permukiman penduduk. Factor budaya yang mempengaruhi pertumbuhan permukiman yaitu tradisi setempat, daya seni, kemampuan teknologi, dan kemampuan ilmu pengetahuan berkenaan dengan pemanfaatan sumber daya setempat. Factor ekonomi yang mempengaruhi pertumbuhan permukiman yaitu harga tanah, kemampuan daya beli penduduk setempat. Sedangkan yang termasuk factor politik adalah keadaan pemerintahan dan kenegaraan dengan segala peraturan dan kebijaksanaan setempat.

Untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk secara wajar, daerah permukiman

penduduk jangan dibiarkan berkembang secara spontan dan liar, melainkan harus

diatur berdasarkan pola perencanaan yang matang. Perkembangan permukiman

yang liar akan menimbulkan masalah lingkungan di hari-hari mendatang.

E. Permukiman Liar

Menurut McAuslan (1986: 67) bahwa sebutan permukiman liar tidak

mengandung suatu kecenderungan kriminal. Permukiman liar hanya

menunjukkan hubungan antara kelompok-kelompok orang dan perumahan di

atas tanah tertentu. Seorang pemukim liar adalah seorang yang menempati

sebidang tanah, sebuah rumah, atau sebuah bangunan tanpa kekuatan hukum.

Prakteknya ada beberapa macam.

1. Massa pemukim liar yang diorganisir. Ini banyak ditemukan di negara-

negara Amerika Latin, India, dan negara Asia, serta beberapa kota di Eropa

Barat.

27

2. Keluarga-keluarga secara sendiri-sendiri menetap di atas tanah yang mereka

anggap tidak ditempati dengan atau tanpa izin dari seseorang yang dianggap

mempunyai wewenang untuk memberikan izin kepada mereka.

3. Permukiman liar yang didasarkan pada transaksi resmi ortodoks, yaitu

pemukim membeli sebidang tanah dari seorang penjual yang memiliki tanah

itu, tetapi tidak mempunyai persetujuan yang sah mengenai pembagian tanah

untuk membangun rumah di atasnya, atau yang sebenarnya tidak mempunyai

hak, baik untuk memiliki atau menjual tanah itu kepada siapa pun.

Pemukiman liar bukan merupakan fenomena yang hanya terdapat di

negara-negara Dunia Ketiga saja. Di kota-kota di Eropa Barat, pada dasarnya

terdapat dua golongan permukiman liar.

1. Pengambilalihan gedung-gedung yang telah ada, perumahan, perkantoran

atau gedung-gedung bertingkat yang ditinggalkan atau dikosongkan, dan

dipakai sebagai tempat tinggal.

2. Jenis permukiman liar di negara Dunia Ketiga, yaitu bangunan liar di atas

tanah yang tidak dimiliki, yang biasanya dibangun dengan bahan-bahan tidak

permanen.

Penelitian telah menunjukkan dan beberapa pemerintah mulai menerima bahwa

kenyataan permukiman liar jauh dari apa yang diduga sebagai sarang kejahatan

dan sarang dari orang-orang yang tidak puas dengan keadaan politik yang ada.

Nyatanya penghuni permukiman liar itu terdiri dari orang-orang biasa, yang

sanggup dan bersedia berperan dalam pembangunan industry dan perkotaan.

28

Dalam kenyataannya, perekonomian informal yang dibutuhkan para

pemukim liar itu adalah perekonomian yang mampu menyediakan lapangan

pekerjaan atau yang mampu menyedot banyak tenaga kerja dari keluarga

pemukim liar yang tidak mampu itu. Lebih dari itu, kekuatan penting dalam

proses sosialisasi pendatang ke dalam cara dan kebiasaan kota sangat

dibutuhkan.

Meskipun pendatang-pendatang baru itu pada umumnya miskin, namun

mereka merasakan bahwa kesempatan hidup, mendapat pekerjaan dan gaji yang

lebih baik lebih besar kemungkinannya daripada jika mereka tetap tinggal di

desa. Biasanya mereka sudah siap untuk melakukan pekerjaan kasar apa pun

asalkan dapat mengubah standar hidupnya.

Banyak masalah urbanisasi di negara Dunia ketiga, termasuk Indonesia,

muncul karena kurangnya upaya kea rah pembangunan pedesaan. Sentralisasi

pembangunan merupakan cirri utama pembangunan di negara Dunia Ketiga,

yang pada gilirannya akan menarik banyak tenaga kerja pedesaan yang lari ke

kota, karena disana mereka lebih mudah mendapatkan pekerjaan dengan gaji

yang lebih baik.

F. Penguasaan Tanah

Penguasaan tanah menunjukkan hubungan hukum antara manusia

perorangan, kelompok orang, maupun badan hukum dengan tanah yang

menyangkut hak-hak mereka terhadap tanah. Hak-hak tersebut mencakup hak

29

memiliki, menguasai, menggunakan, dan mengalihkan hak tanah tersebut.

Menurut Sadyohutomo (2008: 89-93) menurut status penguasaannya, tanah

dibedakan menjadi 3, yaitu:

1. Tanah Hak Milik (Private Property) b. Hak Milik Secara Adat Belum Bersertifikat

Tanah milik adat perorangan adalah tanah yang dimiliki sesuai dengan hukum adat secara turun-temurun oleh individu atau keluarga.

c. Hak Milik Sudah Bersertifikat Tanah hak milik yang sudah didaftarkan pada kantor pemerintah yang mengurusi pertahanan akan diberikan sertifikat (sertifikat hak milik) sesuai dengan peraturan perundangan pertanahan.

2. Tanah Ulayat Tanah ulayat adalah hamparan tanah yang secara hukum adat dimiliki bersama-sama oleh warga masyarakat daerah tersebut sebagai bagian dari hak ulayat masyarakat hukum adat.

3. Tanah Negara Status tanah Negara dapat dibedakan menjadi empat kelompok , yaitu sebagai berikut: a. Tanah Negara bebas, yaitu tanah yang tidak atau belum dilekati

oleh sesuatu jenis hak atas tanah. b. Tanah Negara berasal dari pelepasan hak

Status tanah Negara yang berasal dari pelepasan hak umumnya bersifat

sementara karena biasanya tanah tersebut dalam proses permohonan hak oleh

seseorang atau badan hukum. Pemohon tanah untuk itu adalah pihak yang

membebaskan tanah tersebut, baik instansi pemerintah maupun swasta dalam

rangka investasi atau penanaman modal dan pihak/petani yang berhak menerima

tanah objek land reform. Tanah pemerintah adalah tanah Negara yang

dikuasai/dikelola instansi pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, berupa

perkantoran, prasarana umum (jalan raya, lapangan), kegiatan BUMN

30

(kehutanan, pelabuhan, lapangan terbang, PLN, Kereta Api Indonesia), kegiatan

BUMD, tanah militer, dan tanah milik desa (misalnya kas desa, tanah bengkok,

jalan desa).

Berdasarkan definisi di atas jadi tanah merupakan kebutuhan mutlak manusia

dan mempunyai sifat yang unik jika dibandingkan dengan aspek-aspek lain yang

dibutuhkan untuk kehidupan manusia. Dikarenakan keunikan tersebut maka

manajemen dan kebijaksanaan pertanahan merupakan lingkup yang sangat

kompleks. Perumusannya menyangkut perimbangan aspek lokasi, kelangkaanya,

penguasaan, dimensi-dimensi peranannya (ekonomi, sosial, budaya, politik, dan

hankamnas) dan aspek kelestarian lingkungan. Sama seperti kasus pada

penelitian ini bahwa karena kurangnya manajemen dan kebijaksanaan dari pihak-

pihak yang bersangkutan hal ini menyebabkan ketidakseimbangan aspeknya,

yaitu adanya penguasaan tanah milik suatu instansi atau perusahaan oleh

penduduk yang memang sangat membutuhkan tempat atau lahan untuk

melangsungkan kehidupan.

G. Sarana dan Prasarana Jasa Angkutan Kereta Api

Perkeretaapian merupakan salah satu moda transportasi yang memiliki

karakteristik dan keunggulan khusus terutama dalam kemampuannya untuk

mengangkut baik penumpang maupun barang secara masal, hemat energy, hemat

dalam penggunan ruang, mempunyai factor keamanan yang tinggi, dan tingkat

pencemaran yang rendah serta lebih efisien dibansing dengan moda transportasi

31

jalan raya untuk angkutan jarak jauh dan untuk daerah yang padat lalu lintas,

seperti angkutan kota.

Seperti yang diungkapkan oleh Faulks (1982: 32-33) mengemukakan

bahwa:

Transportasi kereta api merupakan angkuatan masal, yaitu dapat mengangkut penumpang dalam jumlah yang banyak, sehingga memmiliki karakteristik transportasi yang berbeda dengan transportasi darat lainnya, karena mempunyai sifat yang khusus dalam system operasi dan komponen system transportasi lainnya.

Salim (1997: 21) mengemukakan bahwa komponen transportasi kereta api,

meliputi:

1. Vehicles atau alat angkutan, berupa: a. Lokomotif b. Gerbong barang

2. Ways atau jalan, meliputi: a. Jalan kereta api (rel) b. Bantalan/track c. Signal, navigasi dan telekomunikasi d. Logistik untuk jalan

3. Stasiun, terdiri dari: a. Stasiun beserta perlengkapan b. Gudang c. Depot/balai kerja

Menurut undang-undang pengangkutan tahun 1992 komponen-komponen

pokok dalam system transportasi kereta api, adalah sebagai berikut:

a. Sarana Kereta Api

32

Menurut Undang-undang tentang perkeretaapian No. 13 tahun 1992 pasal

1 ayat 6 bahwa sarana kereta api adalah segala sesuatu yang dapat bergerak di

atas jalan rel. sarana Kereta Api terdiri dari:

a. Lokomotif kereta api adalah segala sesuatu yang dapat bergerak si atas

jalan rel dan merupakan tenaga penggerak kereta api

b. Kereta api adalah kendaraan dengan tenaga gerak baik berjalan sendiri

maupun dirangkaikan dengan kendaraan lainnya, yang akan ataupun

sedang bergerak di jalan rel.

Jenis- jenis kereta api terdiri dari lima jenis:

a. Kereta Api penumpang adalah rangkaian gerbong-gerbong penumpang

dan barang termasuk barang-barang kiriman pos.

Menurut kecepatannya kereta api penumpang terdiri dari:

1) Kereta api ekspres dengan kecepatan lebih dari 75 Km/jam

2) Kereta api cepat dengan kecepatan lebih dari 75 Km/jam

3) Kereta api khusus penumpang dengan kecepatan paling tinggi 60

Km/jam

4) Kereta api motor yaitu kereta-kereta yang mempunyai motor sendiri

tanpa lokomotif dengan kecepatan paling tinggi 75 Km/jam.

b. Kereta api barang

Kereta api barang adalah suatu rangkaian gerbong untuk barang dan

binatang. Kecepatan kereta paling tinggi 45 Km/jam.

c. Kereta Api Campuran

33

Kereta api campuran adalah suatu rangkaian gerbong-gerbong untuk

penumpang dan barang serta digunakan intuk suatu lalulintas yang tidak

ramai. Kecepatan kereta campuran ini adalah 45 Km/jam.

d. Kereta Api Kerja

Kereta api kerja adalah kereta api yang digunakan untuk perbaikan jalan

baja bila disuatu tempat ada kerusakan. Tempat-tempat tertentu dimana

ada perbaikan jalan. Kereta api ini dipergunakan untuk mengangkut

pekerja-pekerja dan bahan-bahan yang diperlukan untuk perbaikan.

e. Kereta api pertolongan

Kereta api pertolongan adalah kereta api yang digunakan untuk

pertolongan bila ada kecelakaan dan kereta api ini digunakan dan dikirim

ke tempat kecelakaan.

b. Prasarana kereta api

Menurut UU Pengankutan No. 13 pasal 1 ayat 7, menyatakan bahwa yang

dimaksud dengan prasarana kereta api adalah segala fasilitas yang diperlukan

agar sarana kereta api dapat dioprasikan, yang terdiri dari:

a. Jalan kereta api

Jalan kereta api atau rel kereta api merupakan jalan khusus untuk kereta

api yang berupa rangkaian jalan baja dalam suatu jaringan, sehingga dapat dilalui

oleh kereta api. Menurut Faulks (1982:32) jalan kereta api mempunyai criteria

tertentu:

34

Jalan kereta api harus memiliki jalur, stasiun, pensignalan dan seluruh

perlengkapannya yang perlu untuk memastikan jalur laju kereta api yang aman,

karena sifatnya yang khusus.

1) Stasiun

Menurut Sembiring (1986:1) stasiun adalah suatu kesatuan dari gedung-

gedung beserta perlengkapannya, peron dan lain-lain, dimana orang dapat

memanfaatkan jasanya untuk keperluan angkutan sehari-hari.

Sembiring (1986:3-4), membagi stasiun menurut ukurannya yaitu terdiri

dari:

a) Stasiun kecil Stasiun kecil biasanya terdapat dikota-kota tingkat kabupaten dan hanya kereta api jarak dekat (lokal) yang berhenti disini. Stasiun kecil hanya digunakan untuk penumpang local misalnya pedagang kecil, pegawai dan anak sekolah juga untuk pengiriman barang dalam jumlah kecil.

b) Stasiun sedang Sarana di stasiun sedang lebih lengkap dari stasiun kecil sehingga selain kereta api jarak dekat juga kereta api cepat dapat berhenti di sini, jadi ada kesempatan untuk penumpang turun dan naik dari stasiun ini.

c) Stasiun besar Stasiun besar pada umumnya terdapat dikota-kota besar dan kota-kota pelabuhan yang besar. Semua jenis dan ukuran kereta api berhenti disini. Perlengkapan di stasiun besar ini lebih baik dan lengkap dari pada stasiun sedang atau stasiun kecil, baik untuk kereta penumpang, kereta barang maupun perbaikan lokomotif dan gerbong.

Dari uraian di atas dapat kita ketahui bahwa stasiun merupakan tempat dimana

kita dapat memanfaatkan jasanya untuk keperluan angkutan terutama stasiun

kereta api yang sudah kita ketahui. Keberadaan stasiun ini disesiakan dengan

kebutuhan akan transportasi dan di kelompokkan pula berdasarkan ukurannya

35

yaitu stasiun kecil, sedang dan besar. Semua itu didasari oleh berbagai kondisi

baik kondisi tempat atau lokasi stasiun itu maupun kondisi penumpang.

2) Sistem operasi

Sistem operasi merupakan segala kebijaksanaan yang diambil untuk

mengatur penggunaan atau pengoperasian transportasi kereta api. Transportasi

kereta api merupakan transportasi darat yang mempunyai sifat yang khusus,

sehingga dalam system pengoperasiannya berbeda dengan transportasi darat

lainnya. Adapun yang termasuk dalam sistem operasi transportasi kereta api

adalah:

a) Rute angkutan, baik angkutan barang ataupun manusia dengan segala

perangkatnya.

b) Jalur atau rute angkutan kereta api baik barang ataupun manusia dengan

segala perangkatnya.

c) Peraturan-peraturan dalam pengoperasian kereta api yang diautr oleh badan

usaha yang memiliki wewenang dalam pengoperasian suatu sitem

transportasi.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sistem operasi perkeretaapian

diartikan sebagai suatu kegiatan terpadu dari seluruh usaha penggerak sejumlah

sarana angkutan dengan berbagai kebijakan baik itu rute angkutan, jalur dan

peraturan-peraturan yang sudah diatur sesuai dengan pola perencanaan

perjalanan lereta api.

36

H. Asumsi

Dalam suatu penelitian diperlukan suatu asumsi yang akan dijadikan tolak

ukur dan keinginan dalam menemukan jawaban atas suatu permasalahan yang diteliti,

asumsi ini dikenal dengan asumsi dasar atau anggapan dasar. Arikunto (1991 : 35)

mengemukakan bahwa “asumsi adalah titik tolak pemikiran yang kebenarannya

diterima oleh peneliti”. Asumsi dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Respon bermula dari adanya suatu tindakan pengamatan yang menghasilkan suatu

kesan sehingga menjadi kesadaran yang dapat dikembangkan pada masa sekarang

atau pun menjadi antisipasi pada masa yang akan datang.

2. Penduduk merupakan jumlah orang yang bertempat tinggal di suatu wilayah pada

waktu tertentu dan merupakan hasil proses-proses demografi yaitu fertilitas,

mortalitas, dan migrasi.

3. Pengaktifan jalur kereta yang sudah lama tidak dioperasikan dilakukan dalam

rangka mengurangi kepadatan lalu lintas adalah berupa langkah manajemen

pengendalian lalu lintas.

I. Hipotesis Penelitian

Hipotesis menurut Hasan (2004:31) adalah “pernyataan atau dugaan yang

bersifat sementara terhadap suatu masalah penelitian yang kebenarannya masih lemah

sehingga harus diuji secara empiris”. Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah:

1. Hubungan antara tingkat pendidikan dengan respon penduduk terhadap rencana pengaktifan kembali rel kereta Bandung-Ciwidey

37

Ha : Terdapat hubungan antara tingkat pendidikan dengan respon penduduk

terhadap rencana pengaktifan kembali rel kereta Bandung-Ciwidey

H0 : Tidak terdapat hubungan antara tingkat pendidikan dengan respon

penduduk terhadap rencana pengaktifan kembali rel kereta Bandung-

Ciwidey

2. Hubungan antara tingkat pendapatan dengan respon penduduk terhadap rencana pengaktifan kembali rel kereta Bandung-Ciwidey

Ha : Terdapat hubungan antara tingkat pedapatan dengan respon penduduk

terhadap rencana pengaktifan kembali rel kereta Bandung-Ciwidey

H0 : Tidak terdapat hubungan antara tingkat pendapatan dengan respon

penduduk terhadap rencana pengaktifan kembali rel kereta Bandung-

Ciwidey

3. Hubungan antara Mata Pencaharian dengan respon penduduk terhadap rencana pengaktifan kembali rel kereta Bandung-Ciwidey

Ha : Terdapat hubungan antara tingkat pedapatan dengan respon penduduk

terhadap rencana pengaktifan kembali rel kereta Bandung-Ciwidey

H0 : Tidak terdapat hubungan antara tingkat pendapatan dengan respon

penduduk terhadap rencana pengaktifan kembali rel kereta Bandung-

Ciwidey

4. Hubungan antara status kepemilikan rumah dengan respon penduduk terhadap rencana pengaktifan kembali rel kereta Bandung-Ciwidey

38

Ha : Terdapat hubungan antara Status Kepemilikan Rumah dengan respon

penduduk terhadap rencana pengaktifan kembali rel kereta Bandung-

Ciwidey

H0 : Tidak terdapat hubungan antara Status Kepemilikan Rumah dengan

respon penduduk terhadap rencana pengaktifan kembali rel kereta

Bandung-Ciwidey

5. Hubungan antara jarak rumah ke bekas rel dengan respon penduduk terhadap rencana pengaktifan kembali rel kereta Bandung-Ciwidey

Ha : Terdapat hubungan antara jarak rumah ke bekas rel dengan respon

penduduk terhadap rencana pengaktifan kembali rel kereta Bandung-

Ciwidey

H0 : Tidak terdapat hubungan antara jarak rumah ke bekas rel dengan

respon penduduk terhadap rencana pengaktifan kembali rel kereta

Bandung-Ciwidey