tinjauan perencanaan pelabuhan perikanan di kawasan …

20
Tinjauan Perencanaan Pelabuhan Perikanan di Kawasan Rawan Tsunami Nanda Meirisya, Emirhadi Suganda 1. Program Studi Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, 16424, Depok 2. Program Studi Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, 16424, Depok E-mail: [email protected] Abstrak Indonesia merupakan negara maritim yang berpotensi untuk mengembangkan hasil laut. Sebagai negara yang dilalui oleh subduction zone, Indonesia rentan terkena bencana gempa dan tsunami. Banda Aceh sebagai daerah yang pernah ditimpa oleh bencana tersebut pada 26 Desember 2004 memerlukan fasilitas pelabuhan sebagai sarana untuk mendukung transaksi perikanan. Untuk itu perlu adanya kajian lebih lanjut mengenai pelabuhan perikanan di daerah rawan bencana tsunami. Penelitian ini ditulis dengan metode deskriptif melalui pengumpulan data primer dari wawancara dan observasi serta data sekunder dari textbook, journal, dengan menggunakan 3 daerah sebagai bahan studi kasus. Daerah tersebut antara lain pelabuhan perikanan Lampulo Indonesia, pelabuhan perikanan Beruwala Srilanka, dan pelabuhan perikanan Aonae Jepang yang lebih berpengalaman dalam menanggulangi masalah mitigasi bencana tsunami. Penulisan ini membahas dari aspek tata letak dan bangunan yang dapat diintegrasikan dengan upaya mitigasi. Sehingga disimpulkan bahwa tata letak, bentuk bangunan, fasilitas pokok pelabuhan perikanan (bangunan perlindungan pantai) menjadi hal yang sangat penting untuk diterapkan pada pelabuhan perikanan rawan tsunami. Kajian ini menjadi awal pembelajaran bagi Indonesia untuk lebih memperhatikan penanggulangan bencana tsunami terhadap pelabuhan perikanan yang bermasa depan panjang di Indonesia. Kata kunci: Pelabuhan Perikanan, Bencana Tsunami, Mitigasi Research of Fishing Port Planning in Tsunami Prone Area Abstract Indonesia is a maritime country that has a potential in developing its marine resources. As a country that is traversed by the subduction zone, Indonesia could easily be hit by natural disasters such as earthquake and tsunami. Banda Aceh as a region that has ever been hit by those disasters on December 26 th 2004, requires port facilities as a mean to support fisheries transactions. Therefore, there needs to be a further study about the fishing port in tsunami prone areas. This research is written using a descriptive method through primary data collection such as interview and obeservatian, secondary data such as textbooks, journals, and other sources which then been examined through three case studies, each from different regions. The regions are Lampulo fishing port in Indonesia, Beruwala fishery harbor in Srilanka, and Aonae fishing port in Japan that has more experience in tackling the problem of tsunami disaster mitigation. This thesis discusses aspects such as layout of the area and buildings that can be integrated into mitigation efforts. In conclusion, layout, building form, and main facilities of fishing port (such as coastal-protection building) become the important aspects for fishing port located in the tsunami prone area. This research could hopefully be a trigger for Indonesia to pay more attention in encountering natural disasters, especially tsunami that might strike fishing ports since fishing industry has a long and bright future in Indonesia. Keywords: Fishing Port, Tsunami Disaster, Mitigation Tinjauan Perencanaan..., Nanda Meirisya, FT UI, 2013

Upload: others

Post on 16-Nov-2021

17 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Tinjauan Perencanaan Pelabuhan Perikanan di Kawasan …

Tinjauan Perencanaan Pelabuhan Perikanan di Kawasan Rawan Tsunami

Nanda Meirisya, Emirhadi Suganda

1. Program Studi Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, 16424, Depok 2. Program Studi Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, 16424, Depok

E-mail: [email protected]

Abstrak

Indonesia merupakan negara maritim yang berpotensi untuk mengembangkan hasil laut. Sebagai negara yang dilalui oleh subduction zone, Indonesia rentan terkena bencana gempa dan tsunami. Banda Aceh sebagai daerah yang pernah ditimpa oleh bencana tersebut pada 26 Desember 2004 memerlukan fasilitas pelabuhan sebagai sarana untuk mendukung transaksi perikanan. Untuk itu perlu adanya kajian lebih lanjut mengenai pelabuhan perikanan di daerah rawan bencana tsunami. Penelitian ini ditulis dengan metode deskriptif melalui pengumpulan data primer dari wawancara dan observasi serta data sekunder dari textbook, journal, dengan menggunakan 3 daerah sebagai bahan studi kasus. Daerah tersebut antara lain pelabuhan perikanan Lampulo Indonesia, pelabuhan perikanan Beruwala Srilanka, dan pelabuhan perikanan Aonae Jepang yang lebih berpengalaman dalam menanggulangi masalah mitigasi bencana tsunami. Penulisan ini membahas dari aspek tata letak dan bangunan yang dapat diintegrasikan dengan upaya mitigasi. Sehingga disimpulkan bahwa tata letak, bentuk bangunan, fasilitas pokok pelabuhan perikanan (bangunan perlindungan pantai) menjadi hal yang sangat penting untuk diterapkan pada pelabuhan perikanan rawan tsunami. Kajian ini menjadi awal pembelajaran bagi Indonesia untuk lebih memperhatikan penanggulangan bencana tsunami terhadap pelabuhan perikanan yang bermasa depan panjang di Indonesia.

Kata kunci: Pelabuhan Perikanan, Bencana Tsunami, Mitigasi

Research of Fishing Port Planning in Tsunami Prone Area

Abstract  Indonesia is a maritime country that has a potential in developing its marine resources. As a country that is traversed by the subduction zone, Indonesia could easily be hit by natural disasters such as earthquake and tsunami. Banda Aceh as a region that has ever been hit by those disasters on December 26th 2004, requires port facilities as a mean to support fisheries transactions. Therefore, there needs to be a further study about the fishing port in tsunami prone areas. This research is written using a descriptive method through primary data collection such as interview and obeservatian, secondary data such as textbooks, journals, and other sources which then been examined through three case studies, each from different regions. The regions are Lampulo fishing port in Indonesia, Beruwala fishery harbor in Srilanka, and Aonae fishing port in Japan that has more experience in tackling the problem of tsunami disaster mitigation. This thesis discusses aspects such as layout of the area and buildings that can be integrated into mitigation efforts. In conclusion, layout, building form, and main facilities of fishing port (such as coastal-protection building) become the important aspects for fishing port located in the tsunami prone area. This research could hopefully be a trigger for Indonesia to pay more attention in encountering natural disasters, especially tsunami that might strike fishing ports since fishing industry has a long and bright future in Indonesia. Keywords: Fishing Port, Tsunami Disaster, Mitigation  

Tinjauan Perencanaan..., Nanda Meirisya, FT UI, 2013

Page 2: Tinjauan Perencanaan Pelabuhan Perikanan di Kawasan …

Latar Belakang

Indonesia merupakan negara maritim yang memiliki potensi untuk mengembangkan sarana

dan prasarana terhadap wilayah perairannya yang sangat luas. Oleh karena itu, menjadi hal

yang sangat penting untuk mempertahankan apa yang telah dihasilkan oleh perairannya. Laut

sebagai sumber bahan pangan, jalur transportasi, dan daerah yang dapat dimanfaatkan

keindahannya menjadi hal yang penting dalam hidup manusia untuk memenuhi kebutuhan.

Wilayah perairan ini berpotensi untuk dikembangkan dalam hal perdagangan maritim secara

nasional maupun internasional. Pengembangan tersebut dapat meningkatkan pendapatan

pribadi maupun daerahnya masing-masing. Oleh karena itu, perlu adanya suatu wadah khusus

yang dapat menampung dan mendukung kebutuhan manusia tersebut yang berfungsi seperti

layaknya gerbang untuk menghubungkan daratan dengan daratan lainnya yang dipisahkan

oleh wilayah perairan, yaitu pelabuhan.

Provinsi Aceh sebagai provinsi yang terletak di ujung barat Pulau Sumatera menjadi bagian

dari Negara Indonesia yang memiliki potensi tersebut. Secara geografis, Banda Aceh dilalui

oleh dua lempengan bumi, antara lain lempeng Eurasia dan lempeng Indo-Australia. Daerah

tersebut merupakan daerah yang rawan bencana gempa dan tsunami. Hal tersebut telah

terbukti pada 26 Desember 2004 yang telah memporak-porandakan hampir seluruh kota

Banda Aceh akibat bencana gempa dan tsunami. Berbagai upaya rehabilitasi dan rekonstruksi

pasca bencana telah dilakukan sehingga menunjukkan perubahan yang signifikan terhadap

Banda Aceh. Salah satu daerah yang direhabilitasi dan direkonstruksi adalah pelabuhan

perikanan Lampulo di Banda Aceh. Hal ini mengingat adanya potensi di Banda Aceh di

bidang perikanan terkait letaknya di paling ujung barat Sumatera.

Belajar dari tragedi gempa dan tsunami di Banda Aceh, perencanaan suatu pembangunan di

daerah yang rawan bencana memerlukan suatu pertimbangan khusus dibandingkan dengan

daerah yang tidak rawan bencana. Perlu adanya suatu antisipasi untuk prakiraan kemungkinan

datangnya bencana tersebut kembali. Dengan adanya antisipasi, masyarakat dapat lebih

mempersiapkan diri dan membantu mengurangi dampak besar dari bencana seperti banyaknya

korban yang berjatuhan serta rusaknya infrastruktur yang sangat parah. Pelabuhan perikanan

sebagai tempat yang menghimpun kegiatan transaksi hasil tangkapan laut sudah pasti

posisinya langsung berhadapan dengan muka laut. Hal inilah yang membuat penulis tertarik

untuk mengetahui lebih lanjut bagaimana upaya mitigasi bencana yang dapat dilakukan pada

Tinjauan Perencanaan..., Nanda Meirisya, FT UI, 2013

Page 3: Tinjauan Perencanaan Pelabuhan Perikanan di Kawasan …

sebuah pelabuhan perikanan yang langsung berhubungan dengan laut sehingga berkurangnya

dampak bencana yang negatif melalui perencanaan yang efektif.

Perencanaan yang tidak mengindahkan adanya bencana tsunami akan mengakibatkan

kerusakan yang sama seperti bencana yang telah terjadi sebelumnya. Untuk itu, perlu adanya

perhatian khusus pada daerah yang dilewati oleh subduction zone1 yang berpotensi diterjang

bencana tsunami. Dengan demikian masalah yang timbul adalah bagaimana upaya antisipasi

bencana di kawasan tersebut terkait tata letak dan bangunan serta bagaimana gambaran

mengenai fasilitas pelabuhan perikanan yang dapat diintegrasikan dengan upaya mitigasi

bencana tsunami. Dalam penulisan ini, lingkup yang akan dibahas adalah mengenai tata letak

dan fasilitas bangunan pelabuhan perikanan terkait dengan upaya mitigasi bencana tsunami.

Pembahasan mengenai upaya antisipasi bencana terhadap pelabuhan perikanan ini memiliki

tujuan untuk dapat menjawab masalah tersebut.

Tinjauan Teoritis

Berikut adalah pembahasan teori mengenai beberapa aspek yang perlu diperhatikan dalam

sebuah perencanaan pelabuhan perikanan terutama yang terletak di kawasan rawan tsunami.

Aspek-aspek yang perlu diperhatikan antara lain perencanaan pelabuhan perikanan dan

perencanaan terkait bencana gempa dan tsunami itu sendiri.

1. Perencanaan Pelabuhan Perikanan

Untuk membuat suatu perencanaan pelabuhan perikanan di kawasan rawan tsunami pertama-

tama perlu memperhatikan bagaimana perencanaan pelabuhan perikanan secara umumnya.

Hal apa saja yang menjadi dasar dan syarat menurut beberapa ahli terdahulu termasuk

peraturan-peraturan yang telah dikeluarkan oleh pemerintah.

Adapun syarat agar sebuah pelabuhan secara umum dapat berfungsi berdasarkan penjelasan

dari beberapa ahli, antara lain:

1. Memperhatikan kedalaman perairan

2. Terlindung dari gelombang

3. Jauh dari sumber pendangkalan

4. Pemilihan tanah yang stabil

                                                                                                                         1Subduction Zone adalah daerah pertemuan lempeng benua dan lempeng samudera  

Tinjauan Perencanaan..., Nanda Meirisya, FT UI, 2013

Page 4: Tinjauan Perencanaan Pelabuhan Perikanan di Kawasan …

5. Tersedia ruang gerak kapal (kolam pelabuhan yang memadai)

6. Pembuatan tambatan atau dermaga yang kuat menahan tumbukan kapal

7. Mempunyai gudang terbuka dan gudang tertutup

8. Adanya peralatan bongkar muat yang memadai

9. Adanya air bersih, listrik, telepon, dan minyak yang cukup untuk melayani kapal dan

muatan

10. Mempunyai sarana penghubung

11. Adanya bunker bahan bakar dan pemadam kebakaran

12. Tersedia fasilitas pemeliharaan, perkantoran, dan ruang tunggu

Menurut Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 8 tahun 2012

tentang Kepelabuhanan Perikanan, fasilitas yang harus ada pada pelabuhan perikanan

sehingga pelabuhan tersebut dapat beroperasional, meliputi:

• Fasilitas pokok: lahan, dermaga, kolam pelabuhan, jalan komplek dan drainase;

• Fasilitas fungsional: kantor administrasi pelabuhan, TPI, suplai air bersih, dan instalasi

listrik;

• Fasilitas penunjang: pos jaga dan MCK.

2. Perencanaan terkait Bencana Gempa dan Tsunami Sebelum mengetahui hal-hal yang perlu diperhatikan dalam perencanaan terkait bencana

gempa dan tsunami, perlu diketahui bagaimana kronologi sehingga bencana tsunami tersebut

dapat terjadi. Subandono Diposaptono (2007) menjelaskan bahwa tsunami bisa dideskripsikan

sebagai gelombang laut dengan periode panjang yang ditimbulkan gangguan impulsif yang

terjadi pada medium laut. Berbeda dengan gelombang laut biasa yang diakibatkan oleh gaya

gesek angin atau gelombang pasang surut yang ditimbulkan oleh gaya tarik benda angkasa,

gangguan impulsif tersebut bisa berupa gempa bumi tektonik di laut, erupsi vulkanik

(meletusnya gunung berapi) di laut, longsoran (land-slide) di laut, atau jatuhnya meteor. Di

lokasi pembentukan tsunami, tinggi gelombang tsunami diperkirakan sekitar 0,5 m sampai 3,0

m dan panjang gelombangnya lebih dari puluhan kilometer. (Hal. 6-7)

Tinjauan Perencanaan..., Nanda Meirisya, FT UI, 2013

Page 5: Tinjauan Perencanaan Pelabuhan Perikanan di Kawasan …

 

Gambar 1. Proses Terjadinya Tsunami Akibat Gempa Bumi di Bawah Laut Sumber: Subandono Diposaptono (2007)

Upaya untuk mengantisipasi bencana guna meminimalisir dampak yang negatif dari sebuah

bencana biasa disebut dengan istilah mitigasi bencana. Menurut Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau

Kecil, mitigasi bencana adalah upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik secara struktur

atau fisik melalui pembangunan fisik alami dan/atau buatan maupun nonstruktur atau nonfisik

melalui peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana di wilayah pesisir dan pulau-

pulau kecil. Berdasarkan dari peraturan pemerintah tersebut, maka pembahasan berikut

dikategorikan menjadi dua hal, antara lain upaya struktural/fisik dan upaya non

struktural/nonfisik

A. Upaya Struktural/ Fisik

Subandono Diposaptono (2004) menyatakan bahwa upaya mitigasi bencana tsunami

struktural adalah upaya teknis yang bertujuan untuk meredam atau mengurangi energi

gelombang tsunami yang menjalar ke kawasan pantai. Sesuai dengan ruang lingkup yang

sudah dibatasi, maka upaya struktural ini ditinjau dari dua aspek, antara lain:

1) Dari aspek tata letak

a. Tata letak yang terdiri dari elemen keras (hard material) berupa perkerasan, bangunan dan

elemen lembut (soft material) berupa tanaman akan membentuk pola yang dapat

menciptakan jalur evakuasi (escape route) dan perlindungan terhadap area yang ada di

daratan (Irfani, 2004).

b. Subandono Diposaptono (2007) menyatakan bahwa green area atau coastal forest dapat

berfungsi sebagai sabuk pengaman area pemukiman. Hal ini dikarenakan tanaman pantai

seperti mangrove dan sebagainya dapat meredam gelombang tsunami melalui akar, batang,

dan dedaunannya.

Tinjauan Perencanaan..., Nanda Meirisya, FT UI, 2013

Page 6: Tinjauan Perencanaan Pelabuhan Perikanan di Kawasan …

   

Gambar 2. Coastal Forest Sumber: JICA Study Team (2009)

c. Sisi panjang dari struktur sedapat mungkin diarahkan sejajar dengan arah penjalaran

gelombang tsunami (Diposaptono, 2007) dan tata letak bangunan yang teratur dapat

mengurangi kerusakan (Amri, 2004).

 

Gambar 3. Tata Letak Bangunan yang Teratur Dapat Mengurangi Kerusakan Sumber: Sjafei Amri (2004)

d. Garis sempadan bangunan minimal 200-250 m dari garis pantai (Irfani, 2004)

e. Dapat dilakukan 3 alternatif penempatan, antara lain (Biljsma, 1996):

• Protection. Upaya ini adalah membuat suatu struktur yang dapat melindungi bangunan

dari gelombang tsunami.Hal ini dilakukan jika peletakan bangunan butuh berada di

dekat dengan laut.

• Accomodation. Berusaha untuk menyediakan struktur yang ramah terhadap gelombang

tsunami, misalnya bangunan dibuat tinggi dan terbuka di bagian bawahnya agar

gelombang tsunami dapat teraliri dengan baik

• Retreat. Jika tidak membutuhkan tempat untuk dekat dengan laut, maka hal yang bisa

dilakukan untuk menghindari gelombang tsunami adalah dengan memberi jarak antara

bangunan dan garis pantai serta meletakkan bangunan di tempat yang lebih tinggi

sehingga gelombang tsunami tidak dapat menghampiri.

2) Dari aspek bangunan/struktural

a. Agar bangunan dapat bertahan sebelum datangnya tsunami maka diperlukan konstruksi

bangunan yang tahan gempa. Rumah tahan gempa memiliki tembok dengan perkuatan

Tinjauan Perencanaan..., Nanda Meirisya, FT UI, 2013

Page 7: Tinjauan Perencanaan Pelabuhan Perikanan di Kawasan …

sloof, balok lingkar (ring balk) dan kolom praktis. Antara pondasi, sloof, balok lingkar,

dan kolom praktis harus tersambung dengan baik. Kemudian, denah rumah yang simetris

dapat lebih menguraikan beban dengan baik dan akan lebih baik lagi jika diberi alur

pemisah (berupa balok atau dinding) antar ruangnya. Hal tersebut untuk membuat

perkuatan pada kolom sehingga gaya gempa dapat diuraikan dengan lebih seimbang. Alur

pemisah tersebut menghubungkan antara bidang dinding yang panjang dengan dinding

yang bersudut (Diposaptono, 2007).

b. Pembuatan pemecah gelombang (breakwater), tembok laut (seawall), dan pintu air.

(Diposaptono, 2007)

 Gambar 4. Breakwater

Sumber: RTRW Kota Banda Aceh (2009)

 Gambar 5. Tembok Laut

Sumber: JICA Study Team (2009)

c. Struktur tahan tsunami seperti, lantai terbawah dari bangunan bertingkat sebaiknya dibuat

terbuka, pondasi yang menerus (Diposaptono, 2007)

d. Pembuatan bangunan evakuasi publik (escape building)

 Gambar 6. Atap Bangunan Pelabuhan yang dirancang untuk evakuasi bila terjadi tsunami

Sumber: Subandono Diposatono (2007)

e. Pembuatan embankment. Embankment adalah bangunan pantai yang berfungsi untuk

menghalangi air setelah melewati breakwater (RTRW Kota Banda Aceh 2009)

Tinjauan Perencanaan..., Nanda Meirisya, FT UI, 2013

Page 8: Tinjauan Perencanaan Pelabuhan Perikanan di Kawasan …

   

Gambar 7. Embankment Sumber: JICA Study Team (2005)

f. Perlindungan dengan gumuk pasir (sand dome)

 

Gambar 8. Perlindungan Gumuk Pasir (Sand Dome) di desa Pancer, Banyuwangi Sumber: Sjafei Amri (2004)

B. Upaya Nonstruktural/Nonfisik  Upaya non struktural adalah upaya yang mendasari upaya struktural agar upaya struktural

tersebut dapat berjalan. Upaya ini biasanya berupa kebijakan dari pemerintah tentang tata

guna lahan maupun syarat teknis bangunan, serta penyuluhan kepada masyarakat ramai akan

bahaya bencana dan bagaimana cara mengantisipasinya. Jika perlu, penyuluhan tersebut dapat

dilakukan dengan pelatihan simulasi sehingga masyarakat dapat lebih memahami upaya

mitigasi seolah-olah seperti nyata. Dengan adanya kebijakan tersebut, masyarakat dapat lebih

mempersiapkan diri untuk menanggapi datangnya bencana. Selain itu, upaya non struktural

yang lain adalah pembuatan peta rawan bencana agar masyarakat dapa melihat daerah mana

saja yang perlu di antisipasi.

Metode Penelitian

Metode yang dilakukan untuk menyusun penulisan ini adalah metode deskriptif dengan

pendekatan kualitatif melalui pengumpulan data, antara lain:

Tinjauan Perencanaan..., Nanda Meirisya, FT UI, 2013

Page 9: Tinjauan Perencanaan Pelabuhan Perikanan di Kawasan …

a. Data primer yang didapatkan dari hasil observasi lapangan ke pelabuhan perikanan

Lampulo secara langsung guna memperoleh data yang lebih objektif dan dapat dianalisa

dengan baik. Penulis juga melakukan wawancara langsung dengan berbagai macam

narasumber dari pihak pemerintah dan masyarakat yang dianggap lebih mengetahui hal-hal

mengenai bencana gempa dan tsunami serta pelabuhan perikanan. Setelah melakukan

kedua hal tersebut, dilakukan perolehan data melalui beberapa pertanyaan (kuesioner) yang

diajukan kepada para pekerja kantoran (pengelola), pengusaha, nelayan, maupun

pendatang (konsumen) sebagai pengguna fasilitas pelabuhan perikanan.

b. Data sekunder yang didapat melalui studi pustaka yang terdiri dari tinjauan penelitian

sejenis, textbook, journal, dan peraturan-peraturan pemerintah terkait dengan aspek

pelabuhan perikanan dan bencana gempa/tsunami.

Hasil Penelitian

Penelitian ini mengkaji tiga kasus dari tiga Negara diantaranya, Indonesia (pelabuhan

perikanan Lampulo, Banda Aceh), Srilanka (pelabuhan perikanan Beruwala), dan Jepang

(pelabuhan perikanan Jepang) sebagai pembanding yang dianggap lebih maju dalam bidang

mitigasi bencana. Berikut hasil kajian dari ketiga negara tersebut yang didasari oleh tinjauan

teoritis.

Tabel 1. Perbandingan Tiga Studi Kasus: Pelabuhan Perikanan Lampulo, Pelabuhan Perikanan Beruwala, dan Pelabuhan Perikanan Aonae (olahan pribadi, 2013). Sampel

Variabel

Pelabuhan Perikanan

Lampulo, Banda Aceh Beruwala, Srilanka Aonae, Jepang

Jenis pelabuhan Buatan (reklamasi) Semi alami

(letaknya di teluk dan dikeruk)

Buatan (ada yang dikeruk)

Letak pelabuhan Dekat muara sungai Teluk Semenanjung

Kejadian tsunami 26 Desember 2004 26 Desember 2004 12 Juli 1993

Ketinggian tsunami

Kurang lebih 12 m 4,82 m menjadi

2,35 m 4,77 m sampai 8,64 m

Tinjauan Perencanaan..., Nanda Meirisya, FT UI, 2013

Page 10: Tinjauan Perencanaan Pelabuhan Perikanan di Kawasan …

Fasi

litas

Pel

abua

n Penahan gelombang Breakwater Breakwater, tebing,

dan groyne Breakwater dan

seawall

Dermaga ü ü ü

Kolam ü ü ü

Jalan komplek/sirkulasi

ü ü ü

Jalan komplek yang terintegrasi dengan jalur evakuasi

x x ü

Tata letak bangunan

Tidak searah penjalaran tsunami

Tidak searah penjalaran tsunami

Tidak searah penjalaran tsunami

Green area ü ü x

Karakter bangunan secara keseluruhan

Menempel di atas tanah dan rumah panggung

Struktur konvensional

Menempel di atas tanah

Struktur konvensional

Menempel di atas tanah

Struktur konvensional dan berbentuk

silinder menyerupai batang pohon

Bangunan sebagai sarana evakuasi

Pelabuhan perikanan Lampulo belum menerapkan secara konsisten antisipasi bencana

tsunami. Padahal sudah jelas tertera pada peraturan pemerintah bahwa area tersebut harus

dibangun sesuai dengan kebutuhan kawasan yang rentan bencana tsunami. Sangat

Tinjauan Perencanaan..., Nanda Meirisya, FT UI, 2013

Page 11: Tinjauan Perencanaan Pelabuhan Perikanan di Kawasan …

disayangkan jika perencanaan pelabuhan perikanan samudera yang akan dibangun nanti tidak

benar-benar mempertimbangkan adanya keharusan pengadaan mitigasi supaya dampak besar

dari bencana tsunami silam tidak terulang lagi.

Pada pelabuhan perikanan Beruwala terdapat daratan yang lebih tinggi daripada area

permukaan kolam pelabuhan. Daratan ini terbuat secara alami dan menjadi hal yang sangat

menguntungkan bagi area pelabuhan. Adanya breakwater yang dibuat tinggi membuktikan

bahwa breakwater mampu mereduksi gelombang tsunami. Pelabuhan Perikanan Beruwala

juga terlihat masih sangat padat area hijaunya dan hal ini juga yang menjadi keuntungan

alamiah bagi pelabuhan dan wilayah pemukiman dibelakangnya sehingga gelombang tsunami

dapat tereduksi. Pelabuhan perikanan Beruwala ini tidak terlihat adanya upaya rekontruksi

yang signifikan pasca bencana gempa dan tsunami. Hal ini dikarenakan pelabuhan perikanan

Beruwala tidak mengalami kerusakan infrastruktur yang sangat parah.

Di Jepang, pelabuhan perikanan Aonae sudah terdapat penanggulangan bencana tsunami.

Meskipun tidak dilakukan dengan menggunakan mesin-mesin yang berteknologi tinggi,

Jepang melakukannya dengan upaya yang lebih sederhana, yaitu dengan menghubungkan

semua unsur-unsur yang ada di dalam pelabuhan dan sekitarnya. Misalnya, menghubungkan

bangunan dan bukit yang ada di dekat pelabuhan dengan menggunakan jembatan sehingga

bangunan tersebut dapat berfungsi sebagai sarana evakuasi.

Pembahasan

Beberapa fasilitas pelabuhan perikanan ada yang sudah sesuai dengan upaya mitigasi bencana

tsunami, seperti TPI (Tempat Pelelangan Ikan) yang biasanya memang didesain terbuka.

Namun, ada beberapa pelabuhan yang tidak melihat peluang ini sehingga TPI tidak

diintegrasikan dengan upaya mitigasi (lantai atasnya dibuat perkerasan untuk evakuasi).

Fasilitas pokok pelabuhan yang lain seperti breakwater terbukti mampu mereduksi

gelombang tsunami. Perlu adanya tambahan fasilitas lain di pelabuhan yang dapat diterapkan

sehingga upaya untuk mengurangi dampak tsunami terhadap infrastruktur pelabuhan dan

masyarakat sekitar dapat ditanggulangi dengan baik. Berikut pembahasan hasil penelitian

ketiga studi kasus yang ditinjau dari aspek tata letak dan bangunan.

Tinjauan Perencanaan..., Nanda Meirisya, FT UI, 2013

Page 12: Tinjauan Perencanaan Pelabuhan Perikanan di Kawasan …

a. Perbandingan Ketiga Pelabuhan Perikanan dari Aspek Tata Letak  Jika melihat studi kasus yang telah dijelaskan sebelumnya tentu yang paling kurang dalam

mengantisipasi bencana adalah pelabuhan perikanan Lampulo, Banda Aceh. Rekontruksi

dilakukan dengan seadanya demi tujuan agar terciptanya kembali kegiatan transaksi ikan di

Lampulo Banda Aceh. Perencanaan ini dilakukan tanpa matang terlepas dari masalah

pembiayaan, namun tidak ada salahnya jika suatu perencanaan pelabuhan benar-benar

memperhatikan kondisi wilayah sekitar yang memang jelas rentan terhadap bencana gempa

dan tsunami. Berbeda dengan pelabuhan perikanan Beruwala, Srilanka yang tempat

pelabuhannya merupakan tebing sehingga bangunan yang di atasnya dapat terlindungi.

Kondisi yang terjadi secara alami ini sudah tentu membawa keuntungan bagi masyarakat dan

infrastruktur sekitar. Namun, semakin ke arah Utara, tebing yang terbuat secara alami ini

semakin tidak tampak terlihat, sehingga tsunami yang terjadi di sebelah Utara tingginya lebih

besar dibandingkan dengan arah Selatan. Kemudian jika dilihat secara letak, justru yang

paling ekstrim adalah Pelabuhan Perikanan Aonae yang terletak di Pulau Okushiri. Daerah

pelabuhan Aonae adalah daerah semenanjung yang berdasarkan teori, daerah ini memiliki

kerawanan bencana tsunami yang tinggi dan dapat menimbulkan gelombang yang besar. Di

Jepang, cara penanggulangan tsunami dilakukan dengan peninggian daratan sehingga dapat

mencegah naiknya gelombang tsunami ke area pemukiman. Pemerintah Jepang melakukan

kebijakan untuk memindahkan area pemukiman penduduk ke area lebih dalam pulau.

Dari ketiga studi kasus, hanya pelabuhan perikanan Aonae di Jepang yang sudah

mengaplikasikan sarana evakuasi secara terencana. Mereka membuat suatu jalur dan tangga

serta alur khusus kursi roda untuk melakukan evakuasi. Dari area pelabuhan terdapat alur

khusus yang langsung berhubungan dengan bukit, sehingga orang-orang bisa melakukan

evakuasi langsung ke bukit.

Jika dilihat dari aspek tata letak bangunan, ketiga studi kasus tidak memiliki tata letak

bangunan yang sejajar dengan arah penjalaran tsunami. Hal ini disebabkan oleh kebutuhan

peletakan bangunan yang berbeda-beda pada masing-masing pelabuhan. Dengan semikian,

upaya untuk mengurangi dampak tsunami dengan cara memperhatikan posisi bangunan

menjadi kurang efektif karena pelabuhan tersebut sudah lama terbangun dan tidak mungkin

untuk dirombak secara keseluruhan. Solusi untuk mengatasi hal tersebut dapat dipelajari dari

Tinjauan Perencanaan..., Nanda Meirisya, FT UI, 2013

Page 13: Tinjauan Perencanaan Pelabuhan Perikanan di Kawasan …

Jepang yang tidak terlalu memperhatikan posisi bangunan, tetapi mengantisipasinya dengan

cara meninggikan bangunan.

Jika dilihat dari aspek tata hijaunya, pelabuhan Beruwala adalah pelabuhan yang sangat

menguntungkan dari sisi alamiahnya. Pelabuhan Beruwala memiliki zona hijau yang sangat

padat seperti pohon kelapa dan sebagainya, sehingga area di belakang pelabuhan tidak terkena

dampak yang begitu besar dari hempasan tsunami. Namun, di pelabuhan Aonae Jepang, tidak

tampak adanya area padat pepohonan melainkan hanya rerumputan. Mereka

mengantisipasinya dengan cara cukup meninggikan daratannya dan membuat suatu

perlindungan dari dinding yang tinggi. Pada pelabuhan Lampulo yang lama pepohonan tidak

terlihat begitu padat sehingga potensi untuk diterjang tsunami akan menjadi sangat tinggi

terlebih lagi pada area pelabuhan Lampulo yang baru hanya merupakan daerah tambak tanpa

adanya pepohonan yang padat.

b. Perbandingan Ketiga Pelabuhan Perikanan dari Aspek Bangunan  Jika melihat dari sisi fasilitas, Pelabuhan Perikanan Lampulo lebih lengkap dibandingkan di

pelabuhan Aonae Jepang. Hal ini mungkin disebabkan karena Aonae merupakan pulau yang

kecil sehingga yang menggunakan pelabuhan hanya para nelayan setempat. Mereka tidak

memerlukan ruang packaging untuk mengirimkan barang mereka dan sebagainya. Di pulau

Aonae juga terdapat pelabuhan-pelabuhan perikanan yang lainnya seperti pelabuhan

perikanan Okushiri yang lebih besar. Fasilitas Pelabuhan Perikanan Lampulo hampir sama

dengan fasilitas yang ada di pelabuhan perikanan Srilanka, meskipun Srilanka memiliki

beberapa pelabuhan perikanan lainnya. Namun, area pengolahan ikan dilakukan di area

breakwater dan tempat ini juga digunakan oleh orang-orang umum untuk memancing.

Berbicara tentang breakwater, semua pelabuhan yang tidak diselingi oleh pulau yang lain

didepannya pasti membutuhkan breakwater. Pada pelabuhan Beruwala di Srilanka, yang jelas

terlihat pengaruhnya terhadap pereduksian gelombang tsunami adalah breakwater.

Breakwater ini berfungsi ganda antara lain sebagai pereduksi gelombang tsunami dan

pemecah gelombang pada saat tidak terjadi tsunami agar air kolam pelabuhan dapat tenang.

Fasilitas-fasilitas pelabuhan perikanan semestinya bisa berpotensi untuk dijadikan area

pereduksi gelombang tsunami, sehingga gelombangnya tidak terkena sampai ke area

pemukiman.

Tinjauan Perencanaan..., Nanda Meirisya, FT UI, 2013

Page 14: Tinjauan Perencanaan Pelabuhan Perikanan di Kawasan …

Setiap pelabuhan memiliki seawall yang berfungsi sebagai pelindung daratan agar tidak

terjadinya abrasi. Namun, seawall yang benar-benar berfungsi sebagai pemecah gelombang

tsunami adalah yang terletak di pelabuhan perikanan Jepang. Hal ini dapat ditunjukkan

dengan adanya seawall yang mencapai ketinggian 11 m. Seawall yang dibuat di pelabuhan

perikanan Lampulo hanya sekedar berfungsi sebagai pemecah gelombang laut bukan

gelombang tsunami. Padahal daerah ini merupakan salah satu tempat yang dilewati oleh

subduction zone sehingga akan sayang sekali jika fungsi fasilitas pelabuhan ini tidak

dimaksimalkan dengan baik. Kemudian, seawall yang terdapat di pelabuhan perikanan

Beruwala bentuknya diperindah dengan adanya ukiran-ukiran sehingga dapat meningkatkan

estetika waterfront. Hal ini disebabkan oleh letak seawall yang berdekatan dengan masjid.

Menilik fasilitas yang terdapat di pelabuhan Aonae, dapat dikatakan bahwa Jepang sudah

lebih maju daripada Indonesia maupun Srilanka. Terlepas dari kemajuan teknologi, Aonae

merupakan pulau kecil yang jauh dari pusat kota sehingga upaya mitigasi terhadap pelabuhan

perikanannya dilakukan dengan cara diluar kemajuan teknologi tinggi. Kemudian fasilitas

publik untuk para nelayan di pelabuhan perikanan Jepang juga dintegrasikan dengan fungsi

mitigasi sehingga jika terjadi bencana, para nelayan dapat melakukan evakuasi ke tempat

yang dihubungkan secara langsung dengan pelabuhan perikanan. Bangunan yang berada di

dekat pelabuhan (biasanya tempat pelelangan Ikan), di Jepang bangunan ini dibuat

multifungsi, bagian atas dibuat untuk kegiatan publik dan dijadikan tempat evakuasi jika

terjadinya bencana. Kemudian lantai di bawahnya dibuat terbuka dan dijadikan tempat para

nelayan berkegiatan. Sayangnya, pelabuhan perikanan Lampulo kurang memperhatikan

potensi ini. TPI Pelabuhan Lampulo memang dibuat terbuka, namun bagian atasnya tidak

difungsikan sebagai area evakuasi. Bentuk atap yang melengkung dibuat sebagai adaptasi

angin sehingga fungsinya tidak dimaksimalkan dengan baik. Area Pelabuhan Perikanan

Lampulo yang cukup luas membuat masyarakat harus menempuh jarak yang jauh untuk

berlari menghindar terjangan tsunami. Berbeda dengan Pelabuhan Beruwala Srilanka dan

Pelabuhan Perikanan Aonae yang tidak besar dan kawasannya yang memanjang sepanjang

garis pantai sehingga jarak berlari dari area pelabuhan ke luar pelabuhan lebih dekat

dibandingkan dengan pelabuhan perikanan Lampulo yang luas areanya sangat besar.

Konstruksi bangunan dan bentuk bangunan yang didirikan di wilayah pelabuhan perikanan

Lampulo juga dibuat konvensional, tidak ada suatu kriteria khusus diterapkan padahal wiayah

ini rentan terhadap bencana. Berbeda dengan pelabuhan perikana Aonae Jepang, yang

Tinjauan Perencanaan..., Nanda Meirisya, FT UI, 2013

Page 15: Tinjauan Perencanaan Pelabuhan Perikanan di Kawasan …

memang merencanakan konstruksi bangunannya. Pemilihan bentuk beton bertulang pada

pelabuhan perikanan Jepang dibuat silinder agar dapat mendistribusikan gelombang tsunami

dengan baik.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil dari tinjauan-tinjauan sebelumnya dapat dilihat bahwa Pelabuhan Perikanan

Lampulo belum sepenuhnya mengantisipasi bencana tsunami padahal berdasarkan tabel

perbandingan yang dijelaskan sebelumnya bahwa tsunami yang tertinggi adalah di Lampulo.

Tindakan-tindakan yang dapat diupayakan untuk mengurangi dampak negatif dari bencana

tsunami di area pelabuan perikanan, antara lain:

1) Dari aspek tata letak:

• Pelabuhan yang langsung berhadapan dengan muka laut biasanya tidak diselingi oleh

tanaman-tanaman seperti hutan bakau dan lain sebagainya. Tanaman hutan bakau dapat

menghambat pemantauan dari laut ke darat dan dari darat ke laut. Di area pelabuhan,

fasilitas-fasilitasnya perlu berhubungan langsung antara daratan dan lautan.

• Letak bangunan dapat dibuat dengan tiga opsi, misalnya jika bangunan terletak langsung

di dekat area pelabuhan maka bangunannya dibuat seperti rumah panggung (bagian bawah

terbuka). Kemudian jika bangunan tidak dibuat panggung, maka perlu adanya penahan

gelombang di depannya, lalu jika tidak dengan keduanya, maka daratannya yang

ditinggikan.

• Pengaturan tata letak bangunan yang sejajar arah gelombang tsunami tidak begitu efisien

untuk diterapkan. Hal ini dikarenakan arah penjalaran gelombang tsunami yang sudah

pecah melalui breakwater dan pemecah gelombang lainnya sehingga penjalarannya sudah

tidak tegak lurus. Selain itu, penempatan ini juga kurang efektif jika diterapkan pada

pelabuhan yang sudah ada sejak lama. Tata letak disesuaikan dengan kebutuhan aktivitas

masing-masing

• Menyediakan jalan komplek yang terintegrasi dengan sarana evakuasi. Sebagai contoh,

jalur evakuasi di Pelabuhan perikanan Aonae yang langsung berhubungan dengan bukit

terdekat.

Tinjauan Perencanaan..., Nanda Meirisya, FT UI, 2013

Page 16: Tinjauan Perencanaan Pelabuhan Perikanan di Kawasan …

2) Dari aspek bangunan/struktur fisik:

• Untuk bangunan sebagai infrasruktur pemanfaatan pantai yang mendukung kegiatan

transaksi di pelabuhan perikanan perlu dibuat terbuka di lantai bawahnya agar dapat dialiri

gelombang tsunami sehingga tidak merusak bangunan.

• Struktur yang dibuat harus tahan gempa dan sebaiknya berbentuk silinder agar dapat

mendistribusikan gelombang tsunami dengan baik. Hal ini dapat digunakan pada

bangunan seperti rumah panggung

• Struktur bangunan layaknya hutan buatan. Struktur dibangunan lantai bawah seperti

bangunan untuk para nelayan di Pelabuhan Perikanan Aonae, juga dapat membantu

mereduksi gelombang tsunami. Struktur dapat dibuat sedemikian rupa sehingga berbentuk

seperti layaknya hutan bakau di wilayah pesisir.

• Dengan meninggikan bangunan atau daratan sekitar (Artificial height), tempat ini dapat

dibangun sedemikian rupa sebagai tempat evakuasi. Tempat ini bisa berupa gundukan

yang tinggi (artificial mount) yang dapat dibangun di sekitar area dekat pelabuhan. Untuk

sehari-harinya, artificial height ini dapat digunakan sebagai area rekreasi menikmati

wilayah pesisir pantai atau fungsi publik lainnya. Artificial height ini juga dapat berfungsi

sebagai penahan gelombang tsunami dan melindungi area dibelakangnya. Tempat ini

bukan sebagai fasilitas utama pelabuhan namun sebagai tempat untuk evakuasi

masyarakat sekitar pelabuhan.

Bangunan-bangunan pelindung pantai yang biasanya menjadi fasilitas pokok pada pelabuhan

terbukti dapat mereduksi gelombang tsunami, bangunan tersebut antara lain:

• Seawall, dinding laut ini tidak hanya berfungsi sebagai pembatas garis pantai, namun

seawall yang tinggi dapat membantu mereduksi gelombang tsunami yang datang ke

daratan. Seawall yang tinggi dan besar dapat dintegrasikan sebagai tempat evakuasi di

daerah pinggiran pantai. Sebagai fungsi sehari-harinya dapat digunakan untuk kegiatan

bersantai menikmati pemandangan laut , memancing dan sebagainya.

• Embankment, adalah fasilitas tambahan berupa tanggul yang dapat di bangun dipinggir

pantai. Biasanya embankment ini juga bisa disebut juga dengan seawall jika letaknya

disepanjang garis pantai. Namun, tanggul ini bisa dibangun sebagai fasilitas tambahan

untuk mengantisipasi tsunami, tanggul dapat menjalar sampai ke area perumahan

penduduk jika diperlukan.

• Breakwater, berupa fasilitas pelabuhan yang wajib ada (fasilitas pokok) yang berfungsi

untuk memecah gelombang air, bentuk breakwater disesuaikan dengan topografi suatu

Tinjauan Perencanaan..., Nanda Meirisya, FT UI, 2013

Page 17: Tinjauan Perencanaan Pelabuhan Perikanan di Kawasan …

daerah pesisir. Breakwater juga terbukti mampu mereduksi gelombang tsunami meskipun

kecil. Hampir mempunyai fungsi yang bersamaan dengan seawall akan tetapi yang

membedakannya adalah breakwater biasanya dibangun dari daerah garis pantai hingga ke

laut lepas untuk membentuk suatu kolam pelabuhan. Pada kolam pelabuhan ini, airnya

harus tenang agar kapal bisa menepi dengan baik.

• Tidal gate, berupa pintu air yang sebaiknya di tempatkan pada pelabuhan yang dekat

dengan muara sungai seperti pelabuhan perikanan lampulo yang dekat dengan muara

sungai. Hal ini merupakan penting bagi upaya mitigasi agar penjalaran gelombang tsunami

tidak masuk melalui sungai.

Semua fasilitas pelabuhan perikanan akan sangat efisien jika dintegrasikan dengan mitigasi

bencana agar tidak hanya berfungsi sebagai pendukung kegiatan masyarakat namun juga

dapat berfungsi sebagai antisipasi bencana. Misalnya bangunan di buat tinggi seperti rumah

panggung, Selain itu, alur pelabuhan juga bisa diintegrasikan dengan sarana evakuasi untuk

menghubungkan tempat satu dengan yang lainnya namun juga perlu diperhatikan lebar dari

jalannya agar suatu ketika bencana terjadi dapat mengurangi traffic jam. Untuk mendukung

arah jalan ini, perlu dibuat peta khusus area evakuasi serta rambu evakuasinya agar masyrakat

dapat mengikuti alurnya ketika sedang panik.

Saran Di Indonesia, antisipasi terhadap bencana tsunami masih kurang digalakkan padahal bencana

ini sudah sering melanda, seperti tsunami akibat meletusnya gunung Krakatau tahun 1883,

tsunami di Aceh tahun 2004, tsunami di Padang, dan tsunami di Pangandaran. Bencana

tersebut tidak hanya memporak-porandakan infrastruktur tiapa daerah sekitarnya tetapi juga

menelan banyak korban. Sebagai negara yang dilewati oleh subdunction zone di sepanjang

garis pantai Selatan wilayah Indonesia. Sudah semestinya diperhatikan antisipasi bencana

terutama pada pelabuhan perikanannya. Indonesia yang merupakan negara kepulauan

memiliki potensi dalam bidang perikanannya, prospek ke depan masih sangat panjang akan

ketergantungan dengan hasil laut ini. Perlu adanya fasilitas yang mendukung tidak hanya dari

segi kebutuhan pokok untuk bertransaksi ikan tetapi juga kebutuhan akan keselamatan jiwa

serta infrastruktur lainnya. Pada Banda Aceh terutama, mengingat adanya pembangunan

pelabuhan perikanan tingkat samudera perlu memperhatikan permasalahan ini agar dampak

Tinjauan Perencanaan..., Nanda Meirisya, FT UI, 2013

Page 18: Tinjauan Perencanaan Pelabuhan Perikanan di Kawasan …

negatif yang besar pada tanggal 26 Desember 2004 tidak terulang lagi. Adapun saran-saran

yang dapat penulis sampaikan dapat di bagi beberapa sisi, antara lain:

1) Standarisasi bangunan area pelabuhan perikanan terkait wilayah yang rentan terhadap

bencana tsunami.

Perlu adanya ketetapan khusus untuk suatu kawasan yang rentan terhadap bencana,

terlebih lagi di area pelabuhan perikanan. Bangunan-bangunan di sekitarnya dapat

dintegrasikan dengan upaya mitigasi bencana, misalnya saja pada lantai bawahnya dibuat

terbuka. Pada lantai bawah yang dekat dengan dermaga dapat difungsikan untuk kegiatan

sesuai dengan kebutuhan. Sedangkan lantai atasnya dapat dibuat untuk keperluan lain

jika tidak terjadi bencana. Bangunan dapat dibuat lebih dari dua tingkat agar dapat

menghemat lahan, dengan begitu lahan yang diperlukan untuk area pelabuhan dapat

dikurangi. Sehingga lahan yang lain (area belakang pelabuhan) dapat ditanami dengan

hutan bakau sebagai pelindung area pemukiman penduduk atau dibuatnya artificial

height sebagai fungsi publik diluar fasilitas pelabuhan perikanan. Hal ini akan lebih

efisien dibandingkan dengan luas lahan yang sangat besar pada pelabuhan perikanan

namun bangunannya tersebar dengan ketinggian yang tidak cukup untuk sekaligus

dijadikan bangunan evakuasi.

2) Peraturan dari pemerintah

Perlu adanya kerjasama dengan pemerintah agar memperhatikan pembangunan di

daerahnya. Daerah yang rentan akan bencana perlu perhatian khusus sehingga dengan

diberlakukannya peraturan-peraturan terkait bencana tidak hanya dilakukan secara

tertulis namun diterapkan juga ke dalam keterbangunannya. Kemudian, perlu adanya

standarisasi bangunan yang lebih terperinci mengenai mitigasi pelabuhan perikanan.

3) Kerjasama masyarakat

Masyarakat perlu memahami bencana tsunami, apa dampaknya, apa yang harus

dilakukan ketika tsunami terjadi, dan apa yang harus dilakukan untuk mengantisipasinya.

Perlu adanya penyuluhan untuk masyarakat sekitar seperti nelayan, ABK, dan orang

orang yang sering berkegiatan di area pelabuhan perikanan agar mereka mengetahui

fungsi dari mitigasi bencana tsunami tersebut. Mereka perlu memahami fungsi kenapa

bangunan dibuat terbuka dibawahnya, untuk apa perlu adanya tanggul penahan tsunami,

dan untuk apa perlu adanya rambu serta peta evakuasi. Mitigasi bencana ini tidak akan

berjalan dengan baik jika tidak adanya kerjasama dari masyarakat sekitar.

Tinjauan Perencanaan..., Nanda Meirisya, FT UI, 2013

Page 19: Tinjauan Perencanaan Pelabuhan Perikanan di Kawasan …

Daftar Referensi

Akio Kuroyanagi. (1994). Town Planning with Pleasure Harbour. Tokyo:Process

Architecture Co.,Ltd.

Akira Nagano. (2005). 21th January Future University-Hakodate

BPPT. (2002-2003-2004). Penetapan Hasil Riset Untuk Penangggulangan Bencana Tsunami

di Indonesia. Tsunami Research Center, BPP Teknologi. Jogjakarta: BPPT Press

Def. Quinn, Alonzo. (1972). Design And Construction of Ports and Marines Structures. New

York: Mc Graw-Hill Book Company

Diposaptono, Subandono. (2007). Hidup Akrab Dengan Gempa dan Tsunami. Bogor: PT.

Sarana Komunikasi Utama

. (2007). Sebuah Kumpulan Pemikiran Mengantisipasi Bencana

Gempa Bumi, Tsunami, Banjir, Abrasi, Pemanasan Global, dan Semburan Lumpur

Sidoarjo. Bogor: Penerbit Buku Ilmiah Populer

Direktorat Pesisir dan Lautan. (2009). Pedoman Pelaksanaan Pembangunan Rumah Ramah

Bencana di Wilayah Pesisir. Jakarta: Direktorat Jendral Kelautan, Pesisir dan Pulau-

Pulau Kecil Departemen Kelautan dan Perikanan

.(2005). Pedoman Mitigasi Bencana Alam di Wilayah Pesisir

dan Pulau-Pulau Kecil. Jakarta: Direktorat Jendral Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau

Kecil Departemen Kelautan dan Perikanan

Djamaluddin, Ridwan. (2005). Operasi Bakti TeknologiAceh 2005 Pasca Bencana Gempa

Bumi dan Tsunami. Jakarta: Balai Teknologi Survey Kelautan Badan Pengkajian dan

Peranan Teknologi

FEMA. (2012). Guidelines for Design of Structures for Vertical Evacuation from Tsunamis

Second Edition. California: APPLIED TECHNOLOGY COUNCIL

Hadisoewarno, Soelarto. (1995). Makalah Pelabuhan Bagi Pengembangan Transportasi Laut

di Indonesia menghadapi PJPT II. Jakarta: Seminar Sehari Teknil Sipil 1995

Menjadikan Jakarta sebagai Kota Pelabuhan

Tinjauan Perencanaan..., Nanda Meirisya, FT UI, 2013

Page 20: Tinjauan Perencanaan Pelabuhan Perikanan di Kawasan …

Intergovernmental Oceanographic Commission.(2009). Tsunami risk assessment and

mitigation for the Indian Ocean, knowing your tsunami risk and what to do about it.

IOC Manual and Guides No. 52. Paris: Unesco

Kodoatie, Robert J.(2006). Pengelolaan Bencana Terpadu Banir, Longsor, Kekeringan, dan

Tsunami. Jakarta: Yarsif Watampoe

Komarudin. (1999). Pembangunan Perkotaan Berwawasan lingkungan. Jakarta: Direktorat

Jenderal Cipta Karya Dep. Pekerjaan Umum Bekerja Sama Dengan Deputi Bidang

Pengkajian Kebijaksanaan Teknologi BPPT

Kramadibrata, Soedjono. (1985). Perencanaan Pelabuhan. Bandung: SATELIT OFFSET

Murata, Susumu, dkk. (2010). Advanced series on ocean engineering: vol 32 Tsunami: to

survive from tsunami. World Scientific:London

Resowikoro, Sirjanto. (1993).Dasar-dasar Perencanaan Pelabuhan Laut.Artikel Insinyur

Indonesia no. 19 tahun XV 1993. Hal 52-54

Ruslin, M.Anwar. (2012). Port Specipication.Malang:Pelindo 3 Cabang Lembar. Diakses

pada 30 Juni 2013 dari http://hamdimuhammad.blogspot.com/.  

Sciortino, J.A. (2010). Fishing Harbour Planning, Construction, and Management.

Roma:FAO

Susanto, A.B. (2006). Disaster Management di Negeri Rawan Bencana. Jakarta: PT. Aksara

Grafika Pratama

 

Tinjauan Perencanaan..., Nanda Meirisya, FT UI, 2013