tinjauan hukum pidana islam terhadap putusan … filetinjauan hukum pidana islam terhadap putusan...

85
TINJAUAN HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN NEGERI RANTAU PRAPAT NOMOR: 718/PID.B/2016/PN.RAP TENTANG KELALAIAN YANG MENGAKIBATKAN KEBAKARAN YANG MENIMBULKAN KERUSAKAN PADA BARANG SKRIPSI Oleh: Zuhrufatul Aini Kholison NIM. C73213105 Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Fakultas Syariah dan Hukum Jurusan Hukum Publik Islam Prodi Hukum Pidana Islam SURABAYA 2018

Upload: lamnhu

Post on 29-Mar-2019

232 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

TINJAUAN HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PUTUSAN

PENGADILAN NEGERI RANTAU PRAPAT NOMOR:

718/PID.B/2016/PN.RAP TENTANG KELALAIAN YANG

MENGAKIBATKAN KEBAKARAN YANG MENIMBULKAN

KERUSAKAN PADA BARANG

SKRIPSI

Oleh:

Zuhrufatul Aini Kholison

NIM. C73213105

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel

Fakultas Syariah dan Hukum

Jurusan Hukum Publik Islam Prodi Hukum Pidana Islam

SURABAYA

2018

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

v

ABSTRAK

Skripsi ini adalah hasil penelitian studi kasus dengan judul “Tinjauan

Hukum Pidana Islam Terhadap Putusan Pengadilan Negeri Rantau Prapat

Nomor: 718/PID.B/2016/PN.RAP Tentang Kealpaan Yang Menyebabkan

Kebakaran Yang Menimbulkan Kerusakan Pada Barang” yang bertujuan untuk

menjawab dua pertanyaan: 1. Bagaimana pertimbangan hakim dalam putusan

pengadilan negeri Rantau Prapat nomor: 718/Pid.B/2016/PN.Rap tentang

kelalaian yang mengakibatkan kebakaran yang menimbulkan kerusakan pada

barang. 2. Bagaimana tinjauan hukum pidana Islam terhadap pertimbangan

hakim dalam putusan pengadilan negeri Rantau Prapat nomor:

718/Pid.B/2016/PN.Rap tentang kelalaian yang mengakibatkan kebakaran yang

menimbulkan kerusakan pada barang.

Data dalam penelitian ini dihimpun dengan mempelajari dokumen,

berkas-berkas perkara dan bahan pustaka, yang selanjutnya diolah dengan

beberapa tahap yaitu Editing. Melakukan pemeriksaan kembali terhadap data-

data yang diperoleh secara cermat baik dari sumber primer dan sumber sekunder.

Menyusun data secara sistematis dan menganalisisnya. Tahapan analisis

menggunakan metode deskriptif dan pola pikir deduktif.

Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa pertimbangan hakim dalam

menjatuhkan sanksi kepada pelaku tindak pidana kelalaian yang mengakibatkan

kebakaran yang menimbulkan kerusakan pada barang adalah pasal 188 KUHP,

yaitu hukuman penjara 1 tahun 6 bulan, hukuman tersebut dirasa terlalu berat

karena tujuan dari hukuman adalah sebagai pendidikan agar pelaku jera dan tidak

melakukan perbuatan yang sama dikemudian hari. Dalam hukum pidana Islam

tindak pidana ini termasuk dalam jarimah ta’zi>r yaitu bentuk dan hukumannya

tidak ditentukan oleh nash. dan hakim diberi kewenangan untuk menjatuhkan

hukuman bagi pelaku jarimah ta’zi>r dengan mempertimbangkan kemaslahatan

umum.

Sejalan dengan kesimpulan diatas, diharapkan baik aparat penegak hukum

maupun masyarakat bisa berperan aktif dalam menjaga dan melindungi

lingkungan khususnya dari tindakan pembakaran lahan. Dan hukuman yang

dijatuhkan kepada pelaku haruslah mendidik dan memberikan efek jera bagi

pelaku kejahatan agar tidak mengulangi perbuatannya lagi di masa yang akan

datang.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

viii

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM ..................................................................................... i

PERNYATAAN KEASLIAN ..................................................................... ii

PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING .............................................. iii

PENGESAHAN ........................................................................................ iv

ABSTRAK ................................................................................................. v

KATA PENGANTAR .............................................................................. vi

DAFTAR ISI ........................................................................................... viii

DAFTAR TRANSLITERASI ................................................................... xi

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah ................................................... 1

B. Identifikasi dan Batasan Masalah ................................... 10

C. Rumusan Masalah .......................................................... 12

D. Kajian Pustaka ................................................................ 12

E. Tujuan Penelitian ........................................................... 15

F. Kegunaan Hasil Penelitian ............................................. 15

G. Definisi Operasional ....................................................... 16

H. Metode Penelitian ........................................................... 17

I. Sistematika Pembahasan ................................................ 20

BAB II JARIMAH TA’ZI>R .................................................................. 22

A. Kelalaian Dalam Perspektif Hukum Islam ..................... 22

B. Jarimah Ta’zi>r Dalam Hukum Pidana Islam ................ 25

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

ix

1. Pengertian Jarimah Ta’zi>r ......................................... 25

2. Dasar Hukum Disyariatkannya Ta’zi>r ...................... 27

3. Macam-Macam Jarimah Ta’zi>r ................................ 30

4. Macam-Macam Hukuman Ta’zi>r ............................ 32

C. Pertanggungjawaban Pidana Dalam Hukum Islam ......... 43

BAB III PUTUSAN NO. 718/PID.B/2016/PN.RAP TENTANG

TINDAK PIDANA KELALAIAN YANG

MENGAKIBATKAN KEBAKARAN HINGGA

MENIMBULKAN BAHAYA BAGI BARANG ................... 52

A. Deskripsi Kasus ............................................................... 52

B. Keterangan Saksi-Saksi .................................................. 53

C. Pertimbangan Hakim Pengadilan Negeri Rantau Prapat

Terhadap Kelalaian Yang Menyebabkan Kebakaran

Yang Menimbulkan Bahaya Pada Barang ...................... 57

D. Hal-Hal Yang Memberatkan Dan Meringankan ............. 62

E. Amar Putusan .................................................................. 63

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP

PERTIMBANGAN HAKIM PENGADILAN NEGERI

RANTAU PRAPAT DALAM PUTUSAN NO.

718/PID.B/2016/PN.RAP TENTANG KELALAIAN

YANG MENGAKIBATKAN KEBAKARAN YANG

MENIMBULKAN KERUSAKAN PADA BARANG .......... 65

A. Pertimbangan Hakim Pengadilan Negeri Rantau Prapat

Dalam Putusan No. 718/Pid.B/2016/Pn.Rap Tentang

Kelalaian Yang Mengakibatkan Kebakaran Yang

Menimbulkan Kerusakan Pada Barang ........................... 65

B. Analisis Hukum Pidana Islam Terhadap Pertimbangan

Hakim Pengadilan Negeri Rantau Prapat Dalam

Putusan No. 718/Pid.B/2016/Pn.Rap Tentang Kelalaian

Yang Mengakibatkan Kebakaran Yang Menimbulkan

Kerusakan Pada Barang ................................................... 68

BAB V PENUTUP ................................................................................. 72

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

x

A. Kesimpulan ......................................................................... 72

B. Saran .................................................................................... 73

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 74

LAMPIRAN

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alamnya.

Keanekaragaman kekayaan alam Indonesia sebagian besar dijumpai

dikawasan hutan dan sebagian besar hutan Indonesia adalah hutan hujan

tropis. Dengan kondisi hutan yang seperti ini, maka hutan tropis Indonesia

merupakan hutan alam tropika terbesar dan terkaya serta dapat

menghasilkan berbagai jenis tumbuhan yang memiliki nilai jual yang sangat

tinggi.

Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi

sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan

alam lingkungannya yang satu sama lainnya tidak dapat dipisahkan.1 Lahan

merupakan suatu wilayah dipermukaan bumi, mencakup semua komponen

biosfer yang dapat dianggap tetap atau bersifat siklis yang berada di atas dan

di bawah wilayah tersebut termasuk atmosfer, tanah, batuan induk, relief,

hidrologi, tumbuhan dan hewan, serta segala akibat yang ditimbulkan oleh

aktivitas manusia di masa lalu dan sekarang, yang semuanya itu berpengaruh

1Takdir Rahmadi, Hukum Lingkungan Di Indonesia, (Jakarta: Rajawali Pers, 2015), 158.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

2

terhadap penggunaan lahan manusia pada saat sekarang dan masa yang akan

datang (Brinkman dan Smyth, 1973; Vink, 1975; dan FAO, 196).2

Hutan dan lahan memiliki peranan penting bagi kehidupan manusia.

Seluruh kebutuhan manusia baik yang bersifat material maupun spiritual

dapat diperolah dari lahan sesuai dengan pemanfaatan lahan tersebut.

Manusia sebagai komponen aktif pengelola lingkungan dapat menetukan

pola dan corak penggunaan lahan pada suatu wilayah. Lahan dapat

dimanfaatkan dalam berbagai aspek kehidupan manusia, yaitu sebagai

tempat tinggal, tempat bercocok tanam, tempat membudidayakan ikan, dan

sebagainya.

Dalam pengelolahan hutan dan lahan ini tentu memiliki kekurangan

dan kelebihan. Dan salah satu kekurangan yang paling sering kita temui

adalah tingginya tingkat kebakaran. Hal ini dapat disebabkan oleh dua faktor

yaitu faktor alami dan faktor kegiatan manusia yang tidak terkontrol.

Kebakaran yang dimaksud di sini adalah kegiatan yang menyebabkan adanya

api atau asap pada suatu kawasan baik disengaja ataupun tidak disengaja.

Kebakaran yang disengaja seperti, membakar hasil tebasan untuk pembukaan

lahan baru, dan kebakaran yang tidak sengaja, seperti karena percikan api

dari lahan yang bersebelahan, membuang puntung rokok sembarangan dan

lupa mematikan api saat kegiatan perkemahan.

2Juhadi,”Pola-Pola Pemanfaatan Lahan Dan Degradasi Lingkungan Pada Kawasan

Perbukitan”,http://download.portalgaruda.org/article.php?article=136595&val=5671, diakses

pada, 10 agustus 2017.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

3

Dalam kegiatan pembukaan lahan baru, banyak sekali masyarakat

yang menggunakan api untuk persiapan lahan, hal ini dilakukan karena biaya

murah, tidak memakan waktu yang lama dan hasil yang dicapai cukup

memuaskan. Dan faktor lain yang mempengaruhi masyarakat melakukan

metode ini adalah kekecewaan masyarakat terhadap pemerintah dalam hal

pengelolaan hutan yang tidak memberikan manfaat ekonomi terhadap

masyarakat, sehingga masyarakat lebih memilih cara yang mudah dan

murah. Terbatasnya pendidikan dan minimnya pengetahuan masyarakat

tentang fungsi dan manfaat hutan juga menjadi faktor yang melatar

belakangi tindakan mereka tanpa memikirkan dampak dan hukum yang ada.

Kegiatan pembukaan lahan dengan pembakaran sudah biasa

dilakukan oleh para petani ataupun perusahaan-perusahaan besar. Walaupun

pembakaran lahan dilaksanakan secara terkendali, namun masih sering

terjadi kebakaran yang sangat besar diluar kemampuan mereka, hal ini bisa

disebabkan dengan adanya percikan api dari lahan yang dibakar, kemudian

diterbangkan oleh angin dan mendarat dilahan sekitarnya. Sebab terjadinya

kebakaran lebih sering terjadi karena faktor kelalaian atau kealpaan manusia

dalam melakukan kewajibannya.

Kebakaran merupakan fenomena yang sudah biasa terjadi dikawasan

hutan dan lahan, hal ini merupakan peristiwa yang belum bisa diatasi

sepenuhnya. Setiap tahunnya selalu ada kawasan hutan dan lahan yang

terbakar, kebakaran hutan dan lahan terbesar di Indonesia tahun 1997/1998

dengan luas sekitar 9.7 juta hektare yang terdiri atas 54 persen hutan, 39

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

4

persen pertanian, 1.2 persen perkebunan dan 5.8 persen HTI (Bappenas

ADB,1999). Kemudian pada tahun 2015 kembali terjadi yang disebabkan

oleh El Nino, meskipun diperkirakan tidak seluas kebakaran tahun

1997/1998 namun juga menimbulkan kerugian besar bagi masyarakat,

pemerintah, dan kegiatan ekonomi secara keseluruhan.3

Kebakaran hutan dan lahan ini sangat berdambak besar bagi

kehidupan manusia, yaitu kerusakan pada aset pertanian dan perkebunan,

dan tidak sedikit juga yang memakan korban jiwa. Selain berdampak pada

manusia, kebakaran juga berdampak pada keanekaragaman hayati dan

punahnya habitat bagi hewan liar yang hidup di hutan. Asap yang

ditimbulkan oleh kebakaran akan langsung berdampak pada kesehatan,

khususnya gangguan saluran pernafasan. Asap mengandung sejumlah gas dan

partikel kimia yang mengganggu pernafasan seperti sulfur dioksida (SO2),

karbon monoksida (CO), formaldehid, benzen, nitrogen oksida (NOx), dan

ozon (O3).4

Kebakaran yang disebabkan oleh pembukaan lahan baru hingga

mengakibatkan pemcemaran dan kerusakan lingkungan hidup dapat

dikenakan sanksi pidana berdasarkan UU No. 32 tahun 2009 tentang

perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup pasal 69 ayat (1) huruf h

“Setiap orang dilarang melakukan pembukaan lahan dengan cara

3GAPKI Indonesian Palm Oil Association,”Perkebunan Kelapa Sawit Dalam Fenomena

Kebakaran Hutan Dan Lahan”, dalam https://gapki.id/perkebunan-kelapa-sawit-dalam-fenomena-

kebakaran-hutan-dan-lahan/, diakses pada 28 juli 2017. 4 Jurnal Bumi,”kebakaran hutan”, dalam https://jurnalbumi.com/kebakaran-hutan/, diakses pada

28 juli 2017.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

5

membakar”. Pasal 69 ayat (2) UUPPLH “Ketentuan sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) huruf h memperhatikan dengan sungguh-sungguh kearifan

lokal di daerah masing-masing”. Kearifan lokal yang dimaksud dalam

ketentuan ini adalah melakukan pembakaran lahan dengan luas lahan

maksimal 2 hektare per kepala keluarga untuk ditanami tanaman jenis

varietas lokal dan dikelilingi oleh sekat bakar sebagai pencegah agar api

tidak menjalar kewilayah sekelilingnya. Dan sanksi pidana jika melanggar

ketentuan diatas dijelaskan dalam pasal 108 UUPPLH “Setiap orang yang

melakukan pembakaran lahan sebagaimana dimaksud dalam pasal 69 ayat (1)

huruf h, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan

paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling sedikit Rp3.000.000.000,00

(tiga miliar rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar

rupiah).

Dalam pembukaan lahan baru dengan cara pembakaran menurut pasal

69 ayat (2) UUPPLH diperbolehkan dengan ketentuan luas lahan maksimal 2

hektare per kepala keluarga. Hal ini merupakan cara pemerintah untuk

mengantisipasi terjadinya kebakaran. Faktor terjadinya kebakaran sering kali

disebabkan karena kelalaian dari manusia yang kurang memikirkan dampak

yang akan terjadi dari suatu yang dilakukannya. Memang tidak mudah

mencarikan alasan yang dapat menjatuhkan sanksi pidana kepada seseorang

yang menimbulkan suatu akibat tertentu tanpa ada niat atau terfikir dari

pelaku tentang kemungkinan yang akan terjadi dari perbuatannya.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

6

Dalam kasus kebakaran yang terjadi pada tahun 2016 di Dusun

Sukoarjo, Desa Tanjung Mulia, Kec. Kampung Rakyat, Kab. Labuhan Batu

Sumatera Utara, melibatkan Indra dan ayahnya yaitu Marta dan temannya

Junaidi, Indra mengaku bahwa telah membakar lahan dengan tujuan

membuka lahan untuk ditanami tanaman yang baru. Ketiganya membakar

lahan dengan menyiapkan parang untuk berjaga-jaga jika api menjalar ke

lahan sebelahnya. Namun, api tetap menjalar tanpa sepengetahuan Indra,

Marta dan Junaidi, dalam kejadian tersebut tidak ada korban jiwa, namun

menimbulkan kerugian yang sangat besar. Kasus tersebut di dakwa

melanggar pasal 188 KUHP dengan ancaman pidana penjara 1 (satu) tahun

dan 6 (enam) bulan.

Tuntutan pidana dalam kasus kelalaian yang menyebabkan kebakaran

disebutkan dalam pasal 188 KUHP “Barangsiapa karena kesalahannya

menyebabkan kebakaran, ledakan atau banjir, diancam dengan pidana

penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun

atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah, bila karena

perbuatan itu timbul bahaya umum bagi barang, apabila karena perbuatan itu

timbul bahaya bagi nyawa orang lain, atau apabila perbuatan itu

mengakibatkan orang mati”.5

Yang dimaksud dengan kejahatan pada umumnya adalah perbuatan

yang dilarang dan diancam dengan pidana. Akan tetapi adakalanya suatu

akibat tindak pidana terjadi tanpa adanya kesengajaan, namun dapat

5 KUHP & KUHAP, (Surabaya: Kesindo Utama, 2013), 64.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

7

menimbulkan kerugian yang amat besar bagi kepentingan orang lain, seperti

menyebabkan bahaya terhadap kepentingan umum mengenai orang atau

barang. Jadi dalam kasus kealpaan atau kurang hati-hatinya pelaku dalam

melakukan perbuatan tidak dapat dijadikan alasan untuk penghapusan

kesalahan atau alasan pemaafan dalam hukum pidana. Indonesia adalah

negara hukum, dimana segala perbuatan yang bertentangan dengan hukum

yang berlaku akan dimintai pertanggungjawabannya.

Begitu pula dalam hukum Islam, segala bentuk tindak pidana

memiliki pertanggungjawabannya masing-masing, baik dilakukan secara

sengaja ataupun tidak disengaja. Dalam kasus pembunuhan yang tidak

disengaja, pelaku tetap mendapatkan hukuman yang sesuai dengan

perbuatannya. Hukuman pokok bagi pelaku pembunuhan tidak sengaja

adalah kafarat, memerdekaan hamba sahaya yang mukmin dan menyerahkan

sejumlah harta atau uang jika keluarga korban memaafkan perbuatan pelaku,

dan untuk hukuman penggantinya adalah hukuman ta’zi>r dan bagi pelaku

pembunuhan yang mempunyai kaitan kewarisan dengan orang yang dibunuh

mendapat hukuman tambahan, yaitu terputusnya hak waris yang

bersangkutan. Hal ini dijelaskan dalam Al-Qur’an surat Al-Nisa’ (4): ayat

92:

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

8

Artinya: “Dan tidak layak bagi seorang mukmin membunuh seorang

mukmin (yang lain), kecuali karena tersalah (tidak sengaja), dan

Barangsiapa membunuh seorang mukmin karena tersalah ia

memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar

diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu), kecuali

jika mereka (keluarga terbunuh) bersedekah. jika ia (si terbunuh) dari

kaum (kafir) yang ada perjanjian (damai) antara mereka dengan

kamu, Maka (hendaklah si pembunuh) membayar diat yang

diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh) serta memerdekakan

hamba sahaya yang beriman. Barangsiapa yang tidak

memperolehnya, Maka hendaklah ia (si pembunuh) berpuasa dua

bulan berturut-turut untuk penerimaan taubat dari pada Allah. dan

adalah Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana”. (QS. Al-Nisa’

(4): 92).6

Hukuman bagi pelaku pembunuhan tidak sengaja lebih ringan

dibandingkan dengan hukuman pembunuhan yang dilakukan dengan sengaja,

hal ini dikarenakan pembunuhan yang terjadi tanpa maksud melawan hukum

dari pelakunya, baik dalam perbuatannya maupun objeknya. Pembunuhan

karena kelalaian atau kekeliruan tidak mengandung unsur sengaja, dan

pelaku dihukum karena kelalaiannya saja.

Hukum Islam tidak menghukum seseorang jika perbuatan itu

dilakukan karena dipaksa dan orang yang hilang kesadarannya. Hal ini

berdasarkan firman Allah SWT,

6 Depag RI. Al-Qur’an danTerjemahan, (Jakarta: Wali, 2010), 93

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

9

Artinya: “Barangsiapa yang kafir kepada Allah sesudah dia beriman

(dia mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir

padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa), akan

tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, Maka

kemurkaan Allah menimpanya dan baginya azab yang besar”. (QS.

An-Nahl (16): 106).7

Rasulullah Saw bersabda,

“Diampuni dari umatku (dosa) kekeliruan, kelupaan, dan apa saja

yang dipaksakan atas mereka”.8

Dasar dalam hukum Islam menetapkan bahwa tidak ada

pertanggungjawaban pidana kecuali karena melakukan perbuatan yang

disengaja yang telah diharamkan oleh syariat. Alasan tidak dijatuhi hukuman

adalah karena kelalaian (ketersalahan) telah menghapus salah satu unsur

pidana yaitu kesengajaan. Namun hal tersebut tidak menghalangi

pertanggungjawaban secara perdata, karena kaidah hukum Islam menetapkan

bahwa darah dan harta benda dilindungi dan mendapatkan jaminan

keselamatan dan alasan-alasan syar’i > tidak menghapuskan jaminan

keselamatan tersebut.9

Merusak barang orang lain atau membuat kerugian pada usaha orang

lain adalah termasuk yang mendapat jaminan keselamatan. Dalam hukum

pidana Islam merusak barang termasuk dalam jarimah ta’zi>r yang berkenaan

dengan harta. Dan hukuman bagi kejahatan terhadap harta yaitu dapat

berupa denda dan penyitaan harta pelaku tindak pidana. Para ulama, Imam

7 Depag RI. Al-Qur’an danTerjemahan, (Jakarta: Wali, 2010), 279

8 Abdul Qadir Audah, At-Tassyri’ al-Jina’i al-Islamy, Tim Tsalisah/juz II, (t.tp: Muassasah Ar-

Risalah, t.t), 57 9 Abdul Qadir Audah, At-Tassyri’ al-Jina’i al-Islamy, Tim Tsalisah/juz II, (t.tp: Muassasah Ar-

Risalah, t.t), 57, 104

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

10

Abu Hanifah dan Muhammad tidak membolehkan sanksi ta’zi>r berupa harta,

sedangkan Abu Yusuf, Imam Syafi’i, Imam Malik, dan Imam Ahmad

membolehkannya. Ulama yang membolehkannya juga berbeda pendapat

dalam mengartikan sanksi ta’zi>r berupa harta benda. Ada yang

mengartikannya dengan menahan harta terhukum selama waktu tertentu,

bukan dengan merampas atau menghancurkannya. Ibn Taimiyah membagi

sanksi ta’zi>r berupa harta menjadi tiga bagian, yaitu menghancurkannya,

mengubahnya dan memilikinya.10

Dengan adanya latar belakang permasalahan seperti di atas,

mendorong penulis untuk memaparkan lebih jauh tentang sanksi pidana bagi

pelaku yang karena kelalaiannnya mengakibatkan kebakaran hingga

menimbulkan kerusakan pada barang dan kerugian bagi orang lain yang akan

dikaji dalam perspektif hukum pidana Islam dengan judul “Tinjauan Hukum

Pidana Islam Terhadap Putusan Pengadilan Negeri Rantau Prapat Nomor:

718/Pid.B/2016/Pn.Rap Tentang Kelalaian Yang Mengakibatkan Kebakaran

Yang Menimbulkan Kerusakan Pada Barang”.

B. Identifikasi dan Batasan Masalah

Dari uraian latar belakang di atas, terdapat beberapa masalah yang

teridentifikasi dan memungkinkan untuk diteliti, yaitu:

10

A. Djazuli, Fiqih Jinayah, Cetakan ketiga, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2000), 210-211.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

11

1. Faktor-faktor penyebab terjadinya kebakaran

2. Pertimbangan hukum yang dilakukan oleh hakim dalam menerapkan

pasal 188 dalam putusan nomor: 718/Pid.B/2016/PN.Rap tentang

sanksi hukum pidana perkara kelalaian yang mengakibatkan kebakaran

sehingga menimbulkan kerusakan pada barang

3. Sanksi pidana bagi pelaku yang karena kelalaiannya menyebabkan

kebakaran hingga menyebabkan rusaknya barang milik orang lain.

Berdasarkan pasal 188 adalah diancam dengan hukuman penjara

maksimal lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun atau

pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah

4. Sanksi pidana terhadap pelaku yang karena kelalaiannya

mengakibatkan kebakaran sehingga menimbulkan kerusakan pada

barang milik orang lain dalam perspektif hukum pidana Islam.

Beberapa masalah yang teridentifikasi dan memungkinkan untuk

diteliti, sekiranya penulis akan membatasi permasalahan-permasalahan yang

ada di dalam penelitian ini, yaitu:

1. Pertimbangan hakim terhadap pelaku tindak pidana kelalaian yang

mengakibatkan kebakaran sehingga menimbukan kerusakan pada

barang dalam putusan nomor: 718/Pid.B/2016/PN.Rap

2. Tinjauan hukum pidana Islam terhadap putusan pengadilan negeri

Rantau Prapat nomor: 718/Pid.B/2016/PN.Rap tentang tindak pidana

kelalaian yang mengakibatkan kebakaran sehingga menimbulkan

kerusakan pada barang.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

12

C. Rumusan Masalah

Dari identifikasi masalah di atas, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini, yaitu:

1. Bagaimana pertimbangan hakim dalam putusan pengadilan negeri

Rantau Prapat nomor: 718/Pid.B/2016/PN.Rap tentang kelalaian yang

mengakibatkan kebakaran yang menimbulkan kerusakan pada barang?

2. Bagaimana tinjauan hukum pidana Islam terhadap pertimbangan hakim

dalam putusan pengadilan negeri Rantau Prapat nomor:

718/Pid.B/2016/PN.Rap tentang kelalaian yang mengakibatkan

kebakaran yang menimbulkan kerusakan pada barang?

D. Kajian Pustaka

Kajian pustaka adalah deskripsi ringkas tentang kajian penelitian

yang sudah pernah dilakukan diseputar masalah yang akan diteliti sehingga

terlihat jelas bahwa kajian yang akan dilakukan ini tidak merupakan

pengulangan atau duplikasi dari kajian penelitian yang telah ada.11

Penulis

telah mencari dan mengkaji tentang berbagai hal yang berkaitan dengan

kealpaan. Namun, skripsi yang penulis bahas ini sangat berbeda dengan

skripsi-skripsi yang sudah ada. Hal ini dapat dilihat dari judul-judul skripsi

yang ada, walaupun mempunyai kesamaan tema, tetapi berbeda dalam segi

11

Fakultas syariah dan hukum UIN Sunan Ampel, Petunjuk Penulisan Skripsi, (Surabaya: Fakultas

Syariah Dan Hukum, 2016), 8.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

13

pembahasannya. Berikut adalah contoh skripsi yang memiliki tema yang

sama yang penulis temukan:

1. Skripsi yang ditulis oleh “Faridatul Islamiyah” jurusan SJ (Siyasah

Jina>yah), IAIN Sunan Ampel Surabaya, Tahun 2005 dengan judul

“Putusan Pengadilan Negeri Surabaya No. 2630/Pid.B/2004/PN.Sby

Karena Kealpaan Yang Menyebabkan Orang Lain Mati Ditinjau Dari

Perspektif Hukum Islam”. Skripsi tersebut membahas tentang

penerapan pasal 359 KUHP sebagai landasan hakim untuk memutus

perkara kealpaan dalam lalu lintas yang menyebabkan orang lain mati

ditinjau dari segi hukum pidana Islam.12

2. Skripsi yang ditulis oleh “Alfatah Reza” jurusan HPI (Hukum Pidana

Islam), UIN Sunan Ampel Surabaya, Tahun 2016 dengan judul

“Tinjauan Hukum Pidana Islam Terhadap Kelalaian Pengemudi Yang

Menyebabkan Orang Lain Meninggal Dunia, Luka Berat, Luka Ringan

Dan Kerusakan Barang (Studi Putusan Nomor

589/Pid.Sus/2015/PN.Bil)”. Dalam penelitian ini membahas tentang

penerapan sanksi pidana bagi kelalaian pengemudi yang menyebabkan

orang lain meninggal dunia, luka berat, luka ringan, dan kerusakan

barang yang dianalisis menggunakan hukum pidana Islam.13

12

Faridatul Islamiyah, “Putusan Pengadilan Negeri Surabaya No. 2630/Pid.B.Sby Karena Kealpaan

Yang Menyebabkan Orang Lain Mati Ditinjau Dari Perspektif Hukum Islam” (Skripsi--, IAIN

Sunan Ampel Surabaya, 2005). 13

Alfatah Reza,“Tinjauan Hukum Pidana Islam Terhadap Kelalaian Pengemudi Yang

Menyebabkan Orang Lain Meninggal Dunia, Luka Berat, Luka Ringan Dan Kerusakan Barang

(Studi Putusan Nomor 589/Pid.Sus/2015/PN.Bil)” (Skripsi--, UIN Sunan Ampel Surabaya, 2016).

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

14

3. Skripsi yang ditulis oleh “Fathi Rizka Khairinnisaa’” jurusan HPI

(Hukum Pidana Islam), UIN Sunan Ampel Surabaya, Tahun 2016

dengan judul “Analisis Yuridis Terhadap Pertanggungjawaban

Korporasi PT. Mekarsari Alam Lestari Pada Pembiaran Kebakaran

Hutan Di Riau (Studi Putusan No. 235/Pid.Sus/2012/PTR)”. Dalam

penelitian ini membahas tentang pertanggungjawaban sanksi pidana

korporasi terhadap badan hukum yang membiarkan terjadinya

pembakaran lahan.14

4. Skripsi yang ditulis oleh “Rachmad Rahardjo” jurusan HPI (Hukum

Pidana Islam), UIN Sunan Ampel Surabaya, tahun 2016 dengan judul

“Analisis Hukum Pidana Islam Terhadap Putusan Hakim Pada Kasus

Pembakaran Lahan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Meulaboh No.

131/Pid.B/2013/PN.MBO)”. Dalam penelitian ini membahas tentang

penerapan sanksi bagi pelaku pembakaran hutan yang di analisis dari

hukum pidana Islam.15

Keempat skripsi tersebut memiliki persamaan dengan skripsi yang

akan penulis bahas yaitu sama-sama membahas tentang kealpaan dan

kebakaran lahan. Pada skripsi pertama dan kedua di atas membahas tentang

kealpaan yang terjadi karena kecelakaan lalu lintas. Sedangkan yang

membedakan dengan skripsi yang telah ada adalah penulis membahas

14

Fathi Rizka Khairinnisaa’,“Analisis Yuridis Terhadap Pertanggungjawaban Korporasi PT.

Mekarsari Alam Lestari Pada Pembiaran Kebakaran Hutan Di Riau (Studi Putusan No.

235/Pid.Sus/2012/PTR)” (Skripsi--, UIN Sunan Ampel Surabaya, 2016). 15

Rachmad Rahardjo,“Tinjauan Hukum Pidana Islam TerhadapPutusan Hakim Pada Kasus

Pembakaran Lahan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Meulaboh No. 131/Pid.B/2013/PN.MBO)” (Skripsi--, UIN Sunan Ampel Surabaya, 2016).

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

15

kelalaian yang mengakibatkan kebakaran hingga menyebabkan kerusakan

pada barang dan menganalisisnya dengan menggunakan hukum pidana Islam.

Dan skripsi yang ketiga dan keempat di atas membahas tentang sanksi bagi

pelaku pembakaran lahan. Sedangkan pembahasan dalam skripsi yang akan

penulis kaji ini adalah kebakaran yang terjadi tanpa adanya niat dan

kesengajaan dari para pelaku pembakaran dan menganalisisnya dengan

menggunakan hukum pidana Islam.

E. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan skripsi ini, yaitu:

1. Untuk mengetahui sanksi pidana bagi pelaku yang karena kelalaiannya

mengakibatkan kebakaran yang menimbulkan kerusakan pada barang

menurut pasal 188 KUHP.

2. Untuk mengetahui sanksi pidana bagi pelaku yang karena kelalaiannya

mengakibatkan kebakaran yang menimbulkan kerusakan pada barang

dalam perspektif hukum pidana Islam.

F. Kegunaan Hasil Penelitian

Dalam penelitian ini diharapkan dapat berguna dalam dua aspek, yaitu:

1. Segi Teoritis, untuk memperkaya khazanah ilmu pengetahuan tentang

sanksi dalam hukum pidana Islam, khususnya tentang kelalaian yang

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

16

mengakibatkan kebakaran yang menimbulkan kerusakan pada barang

yang ditinjau dari perspektif fikih jina>yah.

2. Segi Praktis, dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam

menerapkan sanksi pidana bagi pelaku kelalaian yang mengakibatkan

kebakaran yang menimbulkan kerusakan pada barang. Yang

memberikan efek jera kepada pelaku demi terciptanya lingkungan yang

aman dan masyarakat yang taat pada hukum.

G. Definisi Operasional

Untuk mempermudah pembahasan, maka disini perlu dijelaskan

definisi dari judul skripsi berikut:

1. Hukum pidana Islam merupakan terjemahan dari fikih jina>yah yaitu

hukum-hukum yang mengatur perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh

syariat dan dapat mengakibatkan hukuman had, atau ta’zi>r. Dan dalam

penelitian ini penulis mengartikan sebagai peraturan-peraturan yang

berkaitan dengan hukuman ta’zi>r bagi pelaku yang merusak barang

orang lain tanpa sengaja.

2. Putusan adalah pernyataan hakim yang dituangkan dalam bentuk

tertulis dan diucapkan oleh hakim dalam sidang terbuka untuk umum

sebagai hasil dari pemeriksaan perkara gugatan. Isi dalam putusan

tersusun dari kepala putusan, nomor registrasi perkara, nama

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

17

pengadilan yang memutus perkara, duduk perkara, hukuman yang

menjadi pertimbangan hakim, dan amar putusan.

3. Kealpaan adalah seseorang yang melakukan suatu perbuatan tanpa

adanya maksud untuk melakukan tindak pidana, akan tetapi sebab dari

perbuatannya mengakibatkan tindak pidana. Yang dalam hal ini adalah

perbuatan terdakwa yang tidak bermaksud untuk membakar lahan

milik orang lain, namun karena kelalaiannya mengakibatkan kebakaran

hingga menimbulkan kerusakan pada lahan yang ada disekitarnya.

4. Kebakaran adalah kegiatan yang menyebabkan adanya api atau asap

pada suatu kawasan baik disengaja ataupun tidak disengaja dan

menyebabkan kerugian. Dalam kasus yang terjadi di Sumatera Utara

tepatnya di Ds. Sukoarjo terjadi kebakaran yang disebabkan oleh

kelalaian pelaku dalam kegiatan pembukaan lahan baru dengan cara

dibakar sehingga menyebabkan api menjalar kelahan yang ada

disekitarnya, dan mengakibatkan kerusakan pada perkebunan kelapa

sawit dan kerugian yang besar.

5. Barang adalah lahan perkebunan kelapa sawit yang terbakar sehingga

menimbulkan kerugian.

H. Metode Penelitian

1. Data yang dikumpulkan

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

18

Untuk menjawab permasalah dalam penelitian ini, maka data

yang dikumpulkan adalah data yang berkaitan dengan tindak pidana

kelalaian yang mengakibatkan kebakaran hingga menimbulkan

kerusakan pada barang dalam putusan pengadilan negeri Rantau Prapat

nomor 718/Pid.B/2016/PN.Rap.

2. Sumber Data

Data yang diperoleh dalam penulisan skripsi ini menggunakan

dua sumber, yaitu:

a. Bahan Hukum Primer: yaitu putusan pengadilan negeri Rantau

Prapat nomor 718/Pid.B/2016/PN.Rap.

b. Bahan Hukum Sekunder: yaitu data yang digunakan untuk

memperkuat sumber data primer dan sebagai pendukung terhadap

kelengkapan penelitian ini terdiri dari perundang-undangan,

pendapat para sarjana yang terdapat dalam buku literatur, karya

ilmiah berupa skripsi dan artikel media internet yang memiliki

keterkaitan dengan penelitian ini, antara lain:

1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Islam (KUHP)

2) Hukum Pidana Islam (Fiqih Jina>yah), oleh Rahmat Hakim.

3) Hukum Pidana Islam, oleh Ahmad Wardi Muslich.

4) Departemen Agama RI. Al-Quran Terjemahan Indonesia.

5) Abdul Qadir Audah, At-Tassyri’ al-Jina’i al-Islamy, juz II,

(t.tp: Muassasah Ar-Risalah, t.t).

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

19

3. Teknik pengumpulan data

Pengumpulan data dalam skripsi ini yaitu dengan penelitian

pustaka, yaitu dengan membaca, menelaah dan menganalisis sumber

pustaka, kemudian mencatat hal-hal yang dianggap penting dan

menempatkan data tersebut sesuai dengan sistematika pembahasannya.

4. Teknik analisis data

Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan

data ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat

ditemukan tema dan rumusan yang dibutuhkan data dalam penelitian.16

Data yang diperoleh dari lapangan akan dianalisis oleh penulis dengan

metode antara lain:

a. Analisis deskriptif yaitu metode yang memberikan gambaran

tentang sanksi pidana bagi pelaku yang karena kelalaiannya

mengakibatkan kebakaran hingga menyebabkan rusaknya barang.

b. Analisis deduktif yaitu metode yang digunakan untuk mengkaji

data yang diperoleh secara umum kemudian ditarik kesimpulan

secara khusus. Dalam skripsi ini data yang diperoleh yaitu dengan

menganalisis kasus dan pendapat para ulama tentang sanksi bagi

pelaku kejahatan terhadap harta, guna memperoleh pandangan

hukum pidana Islam terhadap kelalaian yang mengakibatkan

kebakaran sehingga menimbulkan kerusakan pada barang.

16

Lexy J. Maleyong, Metodologi Penelitian Kumulatif, (Jakarta: PT. Remaja Rosdakarya, 2000),

248.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

20

I. Sistematika Pembahasan

Sistematika pembahasan dalam skripsi ini dijelaskan dalam lima bab,

yaitu:

Bab I, pada bab ini diuraikan tentang pendahuluan yang meliputi,

latar belakang masalah, identifikasi dan batasan masalah, rumusan masalah,

kajian pustaka, tujuan penelitian, kegunaan hasil penelitian, definisi

operasional, metode penelitian, dan sistematika pembahasan.

Bab II, bab ini membahas tentang landasan teori mengenai

pertanggungjawaban pidana dan jarimah ta’zi>r sebagai sanksi bagi pelaku

tindak pidana kelalaian yang mengakibatkan kebakaran yang menimbulkan

kerusakan pada barang dalam perspektif hukum pidana Islam.

Bab III, bab ini berisi uraian dari putusan pengadilan negeri Rantau

Prapat nomor 718/Pid.B/2016/PN.Rap tentang kelalaian yang

mengakibatkan kebakaran yang menimbulkan kerusakan pada barang,

landasan dan pertimbangan hukum yang dilakukan oleh hakim untuk

memutuskan perkara.

Bab IV, bab ini mengemukakan analisis hukum pidana Islam dan

analisis tentang dasar hukum yang menjadi landasan hakim dalam putusan

pengadilan negeri Rantau Prapat nomor: 718/Pid.B/2016/PN.Rap dalam

memutuskan perkara kelalaian yang mengakibatkan kebakaran yang

menimbulkan kerusakan pada barang serta nilai kesesuaian hukuman untuk

menetapkan hukuman terhadap tindak pidana tersebut.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

21

Bab V, adalah penutup yang berisi kesimpulan dan saran yang

memuat uraian jawaban dari permasalahan penelitian.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

22

BAB II

JARIMAH TA’ZI>R

A. Kelalaian Dalam Perspektif Hukum Pidana Islam

Hukum pidana Islam sering disebut dengan fiqih jina>yah. Fiqih

adalah ilmu tentang hukum-hukum Islam yang bersifat praktis yang diambil

dari dalil-dalil yang terperinci. Sedangkan jina>yah adalah perbuatan dosa,

perbuatan salah atau jahat. Jina>yah adalah masdar (kata asal) dari kata kerja

(fi’il madhi) jana> yang mengandung arti suatu kata kerja yang diperuntukkan

bagi satuan laki-laki yang telah berbuat dosa atau salah. Adapun sebutan

pelaku kejahatan wanita adalah ja>niah, yang artinya dia (wanita) yang telah

berbuat dosa. Dan orang yang menjadi sasaran atau objek dari pelaku

kejahatan disebut mujna> alaih atau korban.1

Dr. Abdul Qadir Audah dalam kitabnya At-Tasyri Al Jina’i Al Islamy

menjelaskan arti kata jina>yah sebagai berikut:2

ن ج ل ا ا.ه ب س ت ااك م ر ش ن م ء ر لم ا ه ن ج ام ل م س ا ة غ ل ة ا ح ل ط اص م و ل ا س م ل ف ع ر م ح

ا ع ر اء ش و ق ع س ل و ل ىا لف ع ف س ع ال ا و ن ال ك ا و م ذ ر .غ

Artinya: ‚Jina>yah menurut bahasa merupakan nama bagi suatu

perbuatan jelek seseorang. Adapun menurut istilah adalah nama bagi

suatu perbuatan yang diharamkan syariat, baik perbuatan tersebut

mengenai jiwa, harta benda, maupun selain jiwa dan harta benda‛.

1 Rahmat Hakim, Hukum Pidana Islam (Fiqh Jina>yah), Cetakan I, (Bandung: CV. Pustaka Setia,

2000), 12. 2 Ibid.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

23

Pengertian jina>yah dapat dibagi ke dalam dua jenis pengertian,

klasifikasi pengertian ini terlihat dari sanksi yang dapat dikenakan terhadap

jina>yah:3

1. Dalam pengertian luas, jina>yah merupakan perbuatan-perbuatan yang

dilarang oleh syariat dan dapat mengakibatkan hukuman had atau

ta’zi>r.

2. Dalam pengertian sempit, jina>yah merupakan perbuatan-perbuatan

yang dilarang oleh syariat dan dapat menimbulkan hukuman had,

bukan ta’zi>r.

Sedangkan kelalaian dalam hukum pidana Islam dalam penelitian ini

penulis kaitkan dengan niat pelaku dalam melakukan tindak pidana. Dilihat

dari niatnya, tindak pidana terbagi menjadi dua, yaitu:4

1. Tindak pidana disengaja (doleus delicten/jara’im maqsudah, artinya si

pelaku dengan sengaja melakukan perbuatannya serta mengetahui

bahwa perbuatannya dilarang.

2. Tidak disengaja (colpose delicten/jara’im gair maqsudah), artinya si

pelaku tidak sengaja melakukan perbuatan yang dilarang, tetapi

perbuatannya tersebut terjadi akibat kekeliruan. Dalam kekeliruan ini

ada dua macam:

3 A. Djazuli, Fiqh Jina>yah, Cetakan ketiga, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2000), 2.

4 Abdul Qadir Audah, At-Tassyri’ al-Jina’i al-Islamy, juz I, (t.tp: Muassasah Ar-Risalah, t.t), 104-

105.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

24

a. Pelaku dengan sengaja melakukan suatu tindakan yang

berpotensi terjadinya tindak pidana, tetapi ia tidak berniat untuk

melakukan tindak pidana tersebut. Kekeliruan juga terdapat pada

dugaan pelaku. Contohnya adalah dalam kasus yang penulis

angkat dalam penelitian ini, dimana terdakwa Indra bermaksud

melakukan pembakaran di lahan milik ibu terdakwa sendiri tapi

karena kelalaiannya api menjalar ke lahan orang lain yang

bersebelahan dengan lahan terdakwa. Dalam hal ini, pelaku

bermaksud melakukan sebuah perbuatan, tetapi sama sekali tidak

berniat melakukan tindak pidana. Kekeliruan pada perbuatan dan

dugaannyalah yang mengakibatkan terjadinya tindak pidana.

b. Pelaku tidak bermaksud melakukan suatu perbuatan dan tidak

berniat melakukan suatu tindak pidana, tetapi perbuatan tindak

pidana yang terjadi diakibatkan oleh kelalaian dan kekurang hati-

hatiannya. Seperti orang yang sedang tidur kemudian terjatuh

dan mengenai orang lain sehingga yang tertimpa kemudian

meninggal.

Penting sekali adanya pembagian tindak pidana di atas, untuk

membedakan sanksi pada pelaku tindak pidana yang dilakukan secara

sengaja dan tidak sengaja. Dalam tindak pidana sengaja menunjukkan

adanya kesengajaan untuk melakukan tindak pidana sedangkan pada tindak

pidana tidak sengaja, kecenderungan berbuat salah tidak ada. Inilah yang

menyebabkan hukuman tindak pidana disengaja lebih berat dan tindak

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

25

pidana tidak sengaja lebih ringan. Dalam tindak pidana disengaja, hukuman

tidak dapat dijatuhkan kepada pelaku jika unsur kesengajaanya tidak

terbukti, sedangkan pada tindak pidana tidak sengaja, hukuman yang

dijatuhkan hanya karena kelalaian dan ketidakhati-hatiannya saja.5

B. Jarimah Ta’zi>r Dalam Hukum Pidana Islam

1. Pengertian jarimah ta’zi>r

Ta’zi >r secara etimologis adalah masdar bagi ‘azzara> yang berarti

menolak dan mencegah kejahatan, juga berarti menguatkan, memuliakan,

membantu.6 Sedangkan secara terminologis adalah:

ر ز ع ا ا لت و اه ر د ق ت ك ر ت و اه ار د ق م ان ب ب ع ار الشن م د ر م ل ىت الات ب و ق لع ه

ا ل و ل .ن د اه ج الم ىاض لق ا و ا ر م ل

Artinya: ‚Ta’zi>r adalah bentuk hukuman yang tidak disebutkan

ketentuan kadar hukumnya oleh syara’ dan menjadi kekuasaan

waliyyul amri atau hakim‛.7

Al-Mawardi mengartikan ta’zi>r sebagai hukuman yang bersifat

pendidikan atas perbuatan dosa (maksiat) yang hukumannya belum

ditentukan oleh syariat. Wahbab Zuhaili mendefinisikan ta’zi>r adalah

hukuman yang ditetapkan atas perbuatan maksiat atau jina>yah yang tidak

dikenakan hukuman had dan tidak pula kafarat. Dan Ibrahim Unais

5 Abdul Qadir Audah, At-Tassyri’ al-Jina’i al-Islamy, juz I, (t.tp: Muassasah Ar-Risalah, t.t), 105.

6 A. Djazuli, Fiqh Jina>yah, Cetakan ketiga, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2000), 164.

7 Rahmat Hakim, Hukum Pidana Islam (Fiqh Jina>yah), Cetakan I, (Bandung: CV. Pustaka Setia,

2000), 141.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

26

mengartikan ta’zi>r sebagai hukuman pendidikan yang tidak mencapai

hukuman had.8

Sebagian ulama mengartikan ta’zi>r sebagai hukuman yang

berkaitan dengan pelanggaran terhadap hak Allah dan hak hamba yang

tidak di tentukan Al-qur’an dan hadis. Ta’zi>r berfungsi memberikan

pengajaran kepada si terhukum dan sekaligus mencegahnya untuk tidak

mengulangi perbuatan yang serupa. Sebagian lain mengatakan sebagai

sebuah hukuman terhadap perbuatan maksiat yang tidak dihukum dengan

hukuman had atau kafarat.9

Hukuman ta’zi>r tidak ditentukan oleh syariat, ada sebagian

jarimah ta’zi>r yang ditentukan oleh syariat, namun dalam pelaksanaannya

tetap di serahkan kepada kebijaksanaan ulil amri, Qadhi diperkenankan

memberikan hukuman dengan mempertimbangkan tuntutan

kemaslahatan, hal ini sesuai dengan kaidah:10

ع م ر و د ر ز ع ة ا لت ل ح ص ال م

Artinya: ‚Ta’zi>r itu sangat tergantung kepada tuntutan

kemaslahatan‛

Di samping itu juga jarimah ta’zi>r dapat dijatuhkan pada

perbuatan yang bukan maksiat jika hal itu dikehendaki untuk

kemaslahatan umum. Perbuatan yang termasuk dalam kelompok ini tidak

bisa ditentukan karena perbuatan tersebut tidak diharamkan karena

8 Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, Cetakan Kedua, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005),

249. 9 Rahmat Hakim, Hukum Pidana Islam (Fiqh Jina>yah), Cetakan I, (Bandung: CV. Pustaka Setia,

2000), 141. 10

A. Djazuli, Fiqh Jina>yah, Cetakan ketiga, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2000), 166.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

27

zatnya melainkan karena sifatnya. Apabila sifat tersebut ada maka

perbuatannya diharamkan, dan apabila sifat tersebut tidak ada maka

perbuatannya dihukumi mubah. Sifat yang menjadi alasan untuk

menetapkan hukuman tersebut adalah adanya unsur merugikan

kepentingan dan ketertiban umum. Apabila dalam suatu perbuatan

terdapat unsur merugikan kepentingan umum maka perbuatan tersebut

dianggap jarimah dan pelaku dikenakan hukuman.11

Akan tetapi apabila

dalam perbuatan tersebut tidak terdapat unsur merugikan kepentingan

umum, maka perbuatan tersebut bukan jarimah dan pelaku tidak

dikenakan hukuman.12

Dan untuk terpenuhinya tersebut maka harus

memenuhi dua hal berikut:13

a. Ia telah melakukan perbuatan yang mengganggu kepentingan dan

ketertiban umum.

b. Ia berada dalam kondisi yang mengganggu kepentingan dan

ketertiban umum.

2. Dasar hukum disyariatkannya ta’zi>r

Sesuai dengan pengertian ta’zi>r yang telah di bahas diatas,

pelaksanaan hukuman ta’zi>r di serahkan kepada kebijakan ulil amri. Dasar

11

Jaih Mubaraq, Kaidah Fiqh Jinayah:Asas-Asas Hukum Pidana Islam, (Bandung:Pustaka Bani

Quraisy, 2004), 14. 12

Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, Cetakan Kedua, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005),

251. 13

Zainuddin Ali, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2012), 11.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

28

hukum disyariatkannya ta’zi>r terdapat dalam beberapa hadis Nabi Saw

dan tindakan sahabat, antara lain:14

حوي عبد أخبرا د بي الر حو م بي ه ثا قال سل أخبر ي قال أ ساهة ىأب حد

بارك ابي عي حك ين بي بهز عي هعور عي الو عي أب ي للا رس ىل أى جد

للا صلى (السائ روا) ت هوة ف ي اسا حبس وسلن علي15

Artinya: ‚Telah mengabarkan kepada kami Abdur Rahman bin

Muhammad bin Sallam telah menceritakan kepada kami Abu

Usamah, ia berkata: telah menceritakan kepadaku Ibnu Al

Mubarak dari Ma'mar dari Bahz bin Hakim dari ayahnya dari

kakeknya bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam

memenjarakan beberapa orang karena sebuah tuduhan. 16

ا ن ث د ىح ح ن ان ب م ل ن س ث د ن ح ب اب ه ن و ر ب وأ خ ر م اأ نع ر ه ب ك ث د ح

اق ال م ن اب ال س أ ن د ج ن ان ع م ل ن س ار ب س اء إ ذ د ج ب ن ع م ح ن الر اب ر ب ج

ث د ان ف ح م ل ن س ار ب س ل ث م ب اأ ق ن ل ل ع ان س م ن ار ب س ن ف ق ال ث د د ح ب ع

ن م ح ن الر اب ر ب اه أ نج ه أ ب ث د ه ح ع أ ن م اس ة أ ب د يب ر ار ص ت ق ال ال ن ع م س

ب لىالن ه للا ص ل لم ع س ق ول و وال ل د ج ق ت ة ف و ر ش اط ع و د ف إ لأ س ح

ن ود م د ح (بخاريرواه)للا17

14

Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, Cetakan Kedua, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005),

252-253. 15

Sunan An-Nasa’i, Ebook web hadits 9 imam – Hadits Sunan An-Nasa’i, No. Hadist: 4792, Bab

Potong Tangan. 16

Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, Cetakan pertama, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005),

252. 17

AbuAbdillah Muhammad Bin Ismai’il, Shohih Bukhori – Kitab Hudud/Bab Ta’zi>r Dan Adab

No. Hadits: 6848, Cetakan Pertama, (Beirut: Dar Ibni Katsir, 1423 H/2002 M),1694.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

29

Artinya: ‚Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Sulaiman

telah menceritakan kepadaku Ibnu Wahb telah mengabarkan

kepadaku Amru bahwa Bukair menceritakan kepadanya, dia

berkata; ketika kami sedang duduk-duduk di dekat Sulaiman bin

Yasar datanglah Abdurrahman bin Jabir, dan dia menceritakan

kepada Sulaiman bin Yasar, kemudian Sulaiman bin Yasar

menghadap ke kami dan berkata: Abdurrahman bin Jabir telah

menceritakan kepadaku, bahwa bapaknya telah menceritakan

kepadanya, bahwasanya dia telah mendengar Abu Burdah Al

Anshari berkata: aku mendengar Nabi shallallahu 'alaihi

wasallam bersabda: "janganlah kalian menjilid diatas sepuluh

cambukan, kecuali dalam salah satu hukuman had Allah."18

ا ن ث د ن ح ب ف ر ع دج م م ح اف رو ن م س اب م ل ي نس ار ب م ا:ق ال ,ال ن ر ب ن أ خ ب ا ب

أ

ك ن :ف د د ع ب كع ل ن ا لم دب ه –ز ب س ف ر ن ع ن ج اف رب س دأ ل ىم ع ن س دب ز

ن رو ب م لب ن ع ف ن ,ن د ع م ن م ح ب ب ر أ ك ن ,ب ر ع م ن ,ع ة ع ائ ش :ق ال ت ,ع

ل ق ال و س لىللا ر ه للا ص ل لم ع س لأ م ه ات ر ث ع ت ئا ه ال ىو ذ وال ق أ :و

19(ابوداودرواه)د و د لح ا

Artinya: ‚Telah menceritakan kepada kami Ja’far bin Musafir

dan Muhammad bin Sulaiman Al-Ambaryu, berkata: telah

mengabarkan kepada kami Ibni Abi Fudaik: dari Abdul Malik bin

Zaid menyampaikan Ja’far bin Musafir kepada Sa’id bin Zaid bin

umar dan Ibnu Nafil, dari Muhammad bin Abu Bakar, dari Umar,

dari Aisyah ra, bahwa Nabi Saw bersabda: ‚Ringankanlah

hukuman bagi orang yang tidak pernah melakukan kejahatan atas

perbuatan mereka, kecuali dalam jarimah-jarimah hudud. (HR.

Abu Daud)".20

18

Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam..., 253. 19

Abu Daud Sulaiman Bin Asy’ab Al-Azdi As-Sijistani, Sunan Abu Daud - Kitab Hudud Jilid 6

No. Hadits: 4375, Cetakan Pertama, (Damaskus: Dar Ar-Risalah Al-Alamiyah, 1430 H/2009 M),

428. 20

Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam..., 253.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

30

Dari ketiga hadis di atas menjelaskan eksistensi ta’zi>r dalam

syariat Islam. Hadis pertama menjelaskan tentang tindakan Nabi yang

menahan seseorang yang diduga melakukan tindak pidana dengan tujuan

untuk memudahkan penyelidikan. Hadis kedua menjelaskan tentang

tentang batas hukuman ta’zi>r yang tidak boleh lebih dari sepuluh kali

cambukan, untuk membedakan dengan jarimah hudud. Dengan adanya

batas hukuman ini dapatlah diketahui mana yang termasuk jarimah hudud

dan mana yang termasuk jarimah ta’zi>r. Tiga hadis diatas mengatur

tentang teknis pelaksanaan hukuman ta’zi>r yang bisa berbeda antara satu

pelaku dengan pelaku lainnya, tergantung kepada status mereka dan

kondisi-kondisi lain yang menyertainya.21

3. Macam-macam jarimah ta’zi>r

Jarimah ta’zi>r dapat dibagi dalam beberapa macam. Dilihat dari

segi dilanggarnya, jarimah ta’zi>r dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu:22

a. Jarimah ta’zi>r yang menyinggung hak Allah, adalah semua perbuatan

yang berkaitan dengan kepentingan dan kemaslahatan umum. Seperti:

membuat kerusakan di muka bumi, pencurian yang tidak memenuhi

syarat, mencium wanita yang bukan istri dan lain-lain.

b. Jarimah ta’zi>r yang menyinggung hak perorangan (individu), adalah

setiap perbuatan yang mengakibatkan kerugian kepada perseorangan

21

Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, Cetakan Kedua, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005),

253 22

Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam..., 252

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

31

dan hak-hak mereka. Seperti: penghinaan, penipuan, pemukulan dan

lain-lain.

Dari segi sifatnya, jarimah ta’zi>r dapat dibagi menjadi tiga

bagian. Pertama, ta’zi>r karena melakukan perbuatan maksiat. Kedua,

ta’zi>r karena melakukan perbuatan yang membahayakan kepentingan

umum. Ketiga, ta’zi>r karena melakukan pelanggaran (Mukhalafah).23

Dari segi dasar hukumnya, jarimah ta’zi>r dapat dibagi menjadi

tiga bagian, yaitu:24

a. Jarimah ta’zi>r yang berasal dari jarimah-jarimah hudud atau qishash,

tetapi syarat-syaratnya tidak terpenuhi, atau ada syubhat, seperti

pencurian yang tidak mencapai satu nishab, atau oleh keluarga

sendiri.

b. Jarimah ta’zi>r yang jenisnya disebutkan dalam nas tetapi

hukumannya belum ditetapkan, seperti riba, suap, mengurangi

takaran dan timbangan.

c. Jarimah ta’zi>r yang baik jenis maupun sanksinya belum ditentukan

oleh syariat. Hal ini sepenuhnya diserahkan kepada ulil amri.

Abdul Aziz Amir membagi jarimah ta’zi>r secara rinci kepada

beberapa bagian, yaitu:25

a. Jarimah ta’zi>r yang berkaitan dengan pembunuhan

b. Jarimah ta’zi>r yang berkaitan dengan pelukaan

23

Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam..., 255 24

Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam..., 255 25

ibid

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

32

c. Jarimah ta’zi>r yang berkaitan dengan kejahatan terhadap kehormatan

dan kerusakan akhlak

d. Jarimah ta’zi>r yang berkaitan dengan harta

e. Jarimah ta’zi>r yang berkaitan dengan kemaslahatan individu

f. Jarimah ta’zi>r yang berkaitan dengan keamanan umum

4. Macam-macam hukuman ta’zi>r

Hukuman dalam istilah Arab sering disebut ‘uqubah, yaitu

bentuk balasan bagi seseorang yang atas perbuatannya melanggar

ketentuan syara’ yang ditetapkan Allah dan Rasul-Nya untuk

kemaslahatan manusia.26

Hukuman ta’zi>r adalah hukuman yang belum ditetapkan oleh

syariat dan diserahkan kepada ulil amri untuk menetapkannya. Hukuman

ta’zi>r memiliki banyak ragam dan jenisnya, mulai dari hukuman yang

paling berat sampai hukuman yang paling ringan. Tujuan dari hukuman

ta’zi>r adalah sebagai pencegahan, pendidikan, dan diharapkan dapat

merubah pola hidup pelaku kearah yang lebih baik.27

Jenis-jenis hukuman

tersebut sebagai berikut:

a. Hukuman mati

Sebagaimana diketahui, ta’zi>r mengandung arti pendidikan

dan pengajaran. Jadi tujuan ta’zi>r adalah mengubah si pelaku menjadi

orang yang baik kembali dan tidak melakukan kejahatan yang sama

26

Makhrus Munajat, Dekonstruksi Hukum Pidana Islam, Cetakan Pertama, (Jogjakarta: Logung

Pustaka, 2004), 39. 27

M. Nurul Irfan dan Masyrofah, Fiqh Jinayah, (Jakarta: Amzah, 2013), 136.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

33

pada waktu yang lain. Untuk jarimah ta’zi>r, hukuman mati ini

diterapkan oleh para fuqaha secara beragam. Hanafiyah membolehkan

kepada ulil amri untuk menerapkan hukuman mati sebagai ta’zi>r

dalam jarimah-jarimah yang jenisnya diancam dengan hukuman mati

apabila jarimah tersebut dilakukan berulang-ulang. Contohnya

pencurian yang berulang-ulang dan menghina Nabi beberapa kali

yang dilakukan oleh kafir zimi, meskipun setelah ia masuk Islam.28

Malikiyah juga membolehkan hukuman mati sebagai ta’zi>r

untuk jarimah-jarimah ta’zi>r tertentu, seperti spionase dan melakukan

kerusakan di muka bumi. Pendapat ini juga dikemukakan oleh

sebagian fuqaha Hanabilah, seperti Imam Ibn Uqail. Sebagian fuqaha

Syafi’iyah membolehkan hukuman mati sebagai ta’zi>r dalam kasus

penyebaran aliran-aliran sesat yang menyimpang dari ajaran Al-

Qur’an dan hadis.29

Hukuman mati untuk jarimah ta’zi>r hanya dilaksanakan

dalam jarimah-jarimah yang sangat berat dan berbahaya, dengan

memenuhi dua syarat. Pertama, bila pelaku adalah residivis yang

tidak mempan oleh hukuman-hukuman hudud selain hukuman mati.

Kedua, harus dipertimbangkan betul-betul dampak kemaslahatan

terhadap masyarakat dan pencegahan terhadap kerusakan yang

menyebar dimuka bumi. Adapun alat yang digunakan untuk

melaksanakan hukuman mati sebagai ta’zi>r tidak ada keterangan

28

Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam..., 258 29

Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam..., 258

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

34

yang pasti. Ada yang mengatakan boleh dengan pedang, dan ada yang

mengatakan boleh dengan alat yang lain, seperti kursi listrik. Namun

kebanyakan ulama memilih menggunakan pedang karena kematian

terhukum lebih cepat jika menggunakan pedang.30

Sanksi jarimah ta’zi>r sepenuhnya di serahkan kepada

penguasa, dalam menjatuhkan hukuman mati penguasa harus

mempertimbangkan dampak negatif bagi kemaslahatan masyarakat

dan penyebaran kerusakan yang lebih parah di masa yang akan

datang, karena tujuan dari hukuman mati itu sendiri adalah untuk

pencegahan dan pendidikan bagi orang yang tidak berbuat jarimah

agar tidak melakukan perbuatan yang serupa.31

b. Hukuman jilid

Hukuman jilid dalam jarimah ta’zi>r di terapkan untuk

mengatasi masalah kejahatan atau pelanggaran yang tidak ada

sanksinya dan tidak boleh melebihi hukuman jilid dalam hudud.

Hanya saja mengenai batas maksimalnya tidak ada kepastian di

kalangan para fuqaha. Perbedaan jumlah jilid bagi pelaku jarimah

ta’zi>r yang diikhtilafkan ulama antara lain yaitu jumlah jilid bagi

jarimah ta’zi>r tidak boleh melebihi hukuman bagi jarimah yang pokok

seperti 40 kali bagi peminum khamr, 80 kali bagi penuduh zina dan

seratus kali bagi pezina ghoiru muhson.32

30

Ibid, 260 31

Rahmat Hakim, Hukum Pidana Islam (Fiqh Jina>yah)..., \156-157 32

Rahmat Hakim, Hukum Pidana Islam (Fiqh Jina>yah)..., 158

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

35

Adapun sifat atau cara pelaksanaan hukuman jilid masih

diperselisihkan oleh para fuqaha. Menurut Hanafiyah jilid sebagai

jarimah ta’zi>r harus dicambukkan lebih keras daripada jilid dalam had

agar ta’zi>r orang yang terhukum akan menjadi jera, dan karena

jumlahnya lebih sedikit dari pada dalam had. Alasan lain adalah

semakin keras cambukan itu semakin menjerakan. Akan tetapi ulama

selain Hanafiyah menyamakan sifat jilid dalam ta’zi>r dengan sifat

jilid dalam hudud.33

Apabila orang yang dihukum ta’zi>r adalah laki-laki maka

baju yang menghalangi cambuk ke kulit harus dibuka. Akan tetapi

jika dia perempuan maka bajunya tidak boleh dibuka karena akan

terlihat auratnya. Pukulan atau cambuk tidak boleh diarahkan ke

muka, farji, dan kepala melainkan diarahkan kebagian punggung.

Imam Abu Yusuf menambahkan tidak boleh mencambuk bagian dada

dan perut, karena pukulan tersebut dapat membahayakan keselamatan

orang yang terhukum. Hal ini didasarkan kepada atsar sahabat Umar

yaitu:

اك ب أ ن أ ر أ س ت ض ج الر ا لف ر و

Artinya: ‚Hindarilah untuk memukul kepala dan farji‛

Jadi, hukuman jilid tidak boleh sampai menimbulkan cacat

dan membahayakan organ-organ tubuh orang yang terhukum, apalagi

membahayakan jiwanya, karena tujuannya adalah memberi pelajaran

33

Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam..., 260

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

36

dan pendidikan kepadanya. Dan pendapat yang lebih kuat, sasaran

jilid dalam ta’zi>r adalah pada bagian punggung.34

c. Hukuman penjara

Dalam bahasa arab ada dua istilah untuk hukuman penjara

yaitu Al-Habsu dan As-Sijnu. Pengertian Al-Habsu menurut bahasa

adalah al-man’u yang artinya mencegah atau menahan, dan juga bisa

berarti tempat untuk menahan orang. Kata Al-Habsu diartikan juga

As-Sijnu, dengan demikian kata tersebut mempunyai arti yang

sama.35

Menurut Imam Ibn Al-Qayyim Al-Jauziyah yang dimaksud

dengan Al-Habsu menurut syariat bukanlah menahan pelaku di

tempat yang sempit, melainkan menahan seseorang dan mencegahnya

agar ia tidak melakukan perbuatan hukum, baik menahanan tersebut

di dalam rumah, atau masjid, maupun tempat lainnya. Penahanan

model inilah yang dilaksanakan pada masa Nabi dan Abu Bakar.

Artinya, pada masa Nabi dan Abu Bakar tidak ada tempat yang

khusus disediakan untuk menahan seorang pelaku. Akan tetapi

setelah umat islam bertambah banyak dan wilayah kekuasaan Islam

bertambah luas, Khalifah Umar pada masa pemerintahannya membeli

rumah Shafwan Ibn Umayyah dengan harga 4000 (empat ribu)

dirham untuk kemudian dijadikan sebagai penjara. Atas kebijakan

inilah para ulama membolehkan kepada ulil amri (pemerintah) untuk

34

Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam..., 260-261 35

Ibid, 261

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

37

membuat penjara. Meskipun demikian para ulama yang lain tetap

tidak membolehkan untuk mengadakan penjara, karena hal itu tidak

pernah dilakukan oleh Nabi maupun Abu Bakar.36

Di samping itu, alasan lain untuk dibolehkannya hukuman

penjara sebagai ta’zi>r adalah tindakan Nabi Saw yang pernah

memenjarakan beberapa orang di Madinah dalam tuntutan

pembunuhan. Juga tindakan Khalifah Utsman yang pernah

memenjarakan Dhabi’ ibn Al-Harits, salah satu pencuri dari Bani

Tamim, sampai ia mati di penjara. Demikian pula Khalifah Ali

pernah memenjarakan Abdullah ibn Az-Zubair di Mekah, ketika ia

menolak untuk membaiat Ali. Hukuman penjara dalam syariat Islam

dibagi kepada dua bagian yaitu hukuman penjara yang dibatasi

waktunya, dan hukuman penjara yang tidak dibatasi waktunya.37

d. Hukuman pengasingan

Hukuman pengasingan termasuk hukuman had yang

diterapkan untuk pelaku tindak pidana hirabah (perampokan), hal ini

berdasarkan pada Surah Al-Maidah ayat 33:38

36

Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam..., 261 37

Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam..., 262 38

Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam..., 264

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

38

Artinya: ‚Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang

memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka

bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan

dan kaki mereka dengan bertimbal balik, atau dibuang dari negeri

(tempat kediamannya). yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan

untuk mereka didunia, dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang

besar‛. (QS. Al-Maidah (5): 33). 39

Dan hukuman pengasingan juga didasarkan atas hadis Nabi

yang berkaitan dengan jarimah zina yang dilakukan oleh pelaku ghair

muhson sebagai berikut:

ن اع و ذ ل ف ق د خ ع ل ل ه نللا ج ب ر س ة ن س ف ن و ة ائ م د ل ج ر ك ب ال ب ال ب ك

ب ب ثلا .م ج الرو ة ائ م د ل ج ب الث

Artinya: ‚Ambillah dariku, sesungguhnya Allah telah

menjadikan jalan baginya, perawan dan bujang (yang

melakukan zina) dijilid seratus kali dan dibuang satu

tahun‛.40

Diantara hukuman ta’zi>r yang dikenakan hukuman

pengasingan adalah orang yang berperilaku mukhannats (waria), yang

pernah dilaksanakan oleh Nabi dengan mengasingkannya ke luar dari

Madinah. Demikian pula dengan tindakan Khalifah Umar yang

mengasingkan Nashr ibn Hajjaj karena banyak wanita yang tergoda

olehnya, walaupun sebenarnya ia tidak melakukan jarimah. Demikian

juga tindak pidana pemalsuan terhadap Al-qur’an, pemalsuan Baitul

Mal, seperti yang dilakukan oleh Khalifah Umar ibn Al-Khattab

terhadap Mu’an ibn Zaidah yaitu mengasingkannya setelah

39

Depag RI. Al-Qur’an danTerjemahan, (Jakarta: Wali, 2010), 133 40

Rahmat Hakim, Hukum Pidana Islam..., 164

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

39

sebelumnya dikenakan hukuman jilid. Hukuman pengasingan ini

dijatuhkan kepada pelaku jarimah yang dikhawatirkan berpengaruh

kepada orang lain sehingga pelakunya harus dibuang (diasingkan)

untuk menghindarkan pengaruh-pengaruh tersebut.41

Adapun untuk tempat pengasingan, ulama berbeda pendapat.

Menurut Imam Malik ibn Anas, pengasingan itu artinya menjauhkan

pelaku dari Negeri Islam ke Negeri bukan Islam. Menurut Umar ibn

Abdul Aziz dan Said ibn Jubayyir pengasingan adalah dibuang dari

satu kota ke kota lain. Menurut Imam Abu Hanifah dan satu pendapat

dari Imam Malik pengasingan itu artinya dipenjarakan.42

Lamanya (masa) pengasingan juga terdapat perbedaan

pendapat antar ulama. Syafi’iyah dan dan Hanabilah mengatakan

bahwa masa pengasingan tidak boleh lebih dari satu tahun agar tidak

melebihi masa pengasingan dalam jarimah zina yang merupakan

hukuman had. Pendapat mereka berlandaskan pada hadis Nabi yang

diriwayatkan oleh Imam Al-Baihaqi dari Nu’man ibn Basyir bahwa

Rasulullah bersabda:

ن ل غ م اب د د ف ىح ح ر ن غ م ن ف ه و د ت ع ا لم

Artinya: ‚Barang siapa yang mencapai (melaksanakan) hukuman had bukan dalam jarimah hudud maka ia termasuk orang yang melampaui

batas‛.43

41

Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam..., 264 42

Ibid, 265 43

Rahmat Hakim, Hukum Pidana Islam..., 166

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

40

Menurut Imam Hanafiyah masa pengasingan bisa lebih dari

satu tahun, sebab pengasingan di sini merupakan hukuman ta’zi>r,

bukan hukuman had. Dimana ta’zi>r, baik jarimah dan hukumannya

ditentukan syariat maupun tidak merupakan hak penguasa. Dimana

penguasa berhak menentukan berapa lama pelaku harus dibuang

sesuai dengan kemaslahatan dan kepentingan umum.44

e. Hukuman penyaliban

Dalam pengertian ta’zi>r, hukuman salib berbeda dengan

hukuman salib yang dikenakan pada pelaku jarimah hudud hirabah.

Hukuman salib sebagai hukuman ta’zi>r dilakukan tanpa didahului

atau disertai dengan mematikan si pelaku jarimah dan pelaku disalib

hidup-hidup dan dilarang makan dan minum atau melakukan

kewajiban salatnya walaupun sebatas dengan isyarat. Adapun

lamanya hukuman ini tidk lebih dari tiga hari.45

f. Hukuman terhadap harta

Hukuman denda dijatuhkan pada orang atau pelaku yang

menyembunyikan, menghilangkan, atau merusak barang milik orang

lain dengan sengaja. Hukuman terhadap harta dapat berupa denda

atau penyitaan harta si pelaku. Para ulama berbeda pendapat tentang

dibolehkannya hukuman ta’zi>r dengan cara mengambil harta, Imam

Abu Hanifah dan Muhammad tidak membolehkan sanksi ta’zi>r

berupa harta, sedangkan Abu Yusuf, Imam Syafi’i, Imam Malik, dan

44

ibid 45

Ibid

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

41

Imam Ahmad membolehkannya. Ulama yang membolehkannya juga

berbeda pendapat dalam mengartikan sanksi ta’zi>r berupa harta

benda. Ada yang mengartikannya dengan menahan harta terhukum

selama waktu tertentu, bukan dengan merampas atau

menghancurkannya.46

Imam Hanafiyah membolehkan hukuman ta’zi>r dengan cara

mengambil harta, hal ini berdasarkan redaksi berikut:47

ك أن س ى م االق اد ء ن ش ال م ان ىم ة الج د تى,م ن ح ك و ال ك اذ اج ر ز

ف ه ل ه ر ت ااق م ه ث م,ع د اح ب ه ع ال ص م د ن ت هع ب و ت ر ه ظ ت

Artinya: ‚Hakim menahan sebagian harta si terhukum

selama waktu tertentu, sebagai pelajaran dan upaya

pencegahan atas perbuatan yang dilakukannya, kemudian

mengembalikannya kepada pemiliknya apabila ia telah jelas

taubatnya‛.

Dari redaksi di atas menjelaskan bahwa hukuman ta’zi>r

dengan mengambil harta pelaku untuk diri hakim atau untuk kas

umum negara. Namun, untuk menahan harta pelaku untuk sementara

sampai pelaku bertaubat. Namun jika pelaku tidak bisa diharapkan

untuk bertaubat maka hakim dapat mentasarufkan (menyerahkan)

harta tersebut untuk kepentingan yang mengandung maslahat.48

Imam Ibn Taimiyah membagi hukuman ta’zi>r berupa harta

menjadi tiga bagian, dengan memperhatikan pengaruhnya terhadap

46

A. Djazuli, Fiqh Jina>yah, Cetakan ketiga, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2000), 210-211 47

Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, Cetakan Kedua, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005),

265-266 48

Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, Cetakan Kedua, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005),

266

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

42

harta, yaitu menghancurkannya ( ل ف ت (ال mengubahnya ر ) غ (ا لت

dan memilikinya ( ك ل م (ا لت . Penghancuran barang sebagai hukuman

ta’zi>r berlaku pada barang-barang dan perbuatan/sifat yang mungkar.

Penghancuran barang ini tidak selamanya merupakan kewajiban,

melainkan dalam kondisi tertentu boleh dibiarkan atau disedekahkan.

Adapun ta’zi>r yang berupa mengubah harta pelaku seperti mengubah

patung yang disembah oleh muslim dengan cara memotong bagian

kepalanya sehingga mirip dengan pohon. Dan hukuman ta’zi>r berupa

pemilikan harta pelaku seperti keputusan Rasulullah melipatgandakan

denda bagi seorang yang mencuri buah-buahan di samping hukuman

jilid. Demikian pula keputusan Khalifah Umar yang melipatgandakan

denda bagi orang yang menggelapkan barang temuan.49

Syariat Islam tidak menetapkan batas terendah atau tertinggi

dari hukuman denda. Hal ini sepenuhnya diserahkan kepada hakim

dengan mempertimbangkan berat ringannya jarimah yang dilakukan

oleh pelaku. Selain denda, hukuman ta’zi>r yang berupa harta adalah

penyitaan atau perampasan harta. Namun hukuman ini

diperselisihkan oleh para fuqaha. Jumhur ulama memperbolehkan

dengan syarat-syarat sebagai berikut:50

1) Harta diperoleh dengan cara yang halal.

2) Harta itu degunakan sesuai dengan fungsinya.

49

Ibid, 267 50

Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam..., 267

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

43

3) Penggunaan harta itu tidak mengganggu hak orang lain.

g. Hukuman-hukuman ta’zi>r yang lain

Di samping hukuman-hukuman yang telah disebutkan,

terdapat hukuman-hukuman ta’zi>r yang lain yaitu peringatan keras,

dihadirkan di hadapan sidang, nasihat, celaan, pengucilan, pemecatan,

pengumuman kesalahan secara terbuka.51

Para ahli hukum Islam mengklasifikasikan hukuman menurut

syariat dengan tujuan yang sangat luas, yaitu:52

1) Menjamin keamanan dari kebutuhan-kebutuhan hidup (primer),

yaitu: agama, jiwa, akal pikiran, keturunan, dan hak milik.

2) Menjamin keperluan hidup (sekunder), yaitu mencakup hal-hal

penting dari berbagai fasilitas untuk penduduk dan memudahkan

kerja keras dan beban tanggung jawab.

3) Membuat berbagai perbaikan, yaitu menjadikan hal-hal yang

dapat menghiasi kehidupan sosial dan menjadikan manusia

mampu berbuat dan mengatur urusan hidup lebih baik (keperluan

tersier).

C. Pertanggungjawaban Pidana Dalam Hukum Islam

Pertanggungjawaban pidana adalah kebebasan seseorang untuk

melakukan atau tidak melakukan suatu perbuatan dan akibat yang

51

Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam..., 268 52

Topo Santoso, Membumikan Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Gema Insani Press, 2003), 19.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

44

ditimbulkan dari apa yang diupayakan atau tidak diupayakan atas dasar

kemauannya sendiri.53

Dalam hal pertanggungjawaban pidana, hukum Islam

hanya membebankan hukuman pada manusia yang masih hidup dan

mukallaf. Hukum Islam juga mengampuni anak-anak dari hukuman yang

semestinya di jatuhkan bagi orang dewasa kecuali jika ia telah balig. Hal ini

berdasarkan firman Allah SWT,54

Artinya: ‚Dan apabila anak-anakmu telah sampai umur balig, Maka

hendaklah mereka meminta izin, seperti orang-orang yang sebelum

mereka meminta izin...‛ (QS. An-Nur (24):59).55

Rasulullah Saw juga bersabda,

‚Diangkatkan pembebanan hukum dari tiga jenis orang (1) anak kecil

sampai ia balig. (2) orang tidur sampai ia bangun. (3) orang gila

sampai ia sembuh‛.

Hukum Islam tidak menjatuhkan hukuman terhadap pelaku yang

dipaksa dan orang yang hilang kesadarannya, hal ini berdarkan firman Allah

SWT,56

Artinya: ‚Kecuali orang yang dipaksa kafir Padahal hatinya tetap

tenang dalam beriman (dia tidak berdosa)..., (QS. An-Nahl (16):106).

Rasulullah Saw bersabda,

‚Diampuni dari ummatku (dosa) kekeliruan, kelupaan, dan apa yang

dipaksakan atas mereka‛.

53

Rahmat Hakim, Hukum Pidana Islam..., 175 54

Abdul Qadir Audah, At-Tassyri’ al-Jina’i al-Islamy, Tim Tsalisah/juz II (t.tp: Muassasah Ar-

Risalah, t.t), 57. 55 Depag RI. Al-Qur’an danTerjemahan. Jakarta: Wali, 2010), 358. 56

Abdul Qadir Audah, At-Tassyri’ al-Jina’i..., 57.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

45

Sistem masyarakat menyepakati bahwa perbuatan-perbuatan yang

dilarang itu diperintahkan untuk ditinggalkan atau dilarang untuk

dikerjakan, karena mengerjakan perbuatan tersebut atau mengabaikannya

dapat membahayakan sistem masyarakat,\ akidah, dan kehidupan

individunya, sebagaimana membahayakan pula terhadap harta, kehormatan,

dan perasaan mereka serta berbagai hal lainnya yang menyangkut

kemaslahatan individu (perseorangan) dan masyarakat beserta tatanannya.

Jadi, penjatuhan hukuman bertujuan untuk menjaga kemaslahatan

masyarakat dan sistemnya. Apabila kemaslahatan masyarakat menuntut agar

sebuah hukuman harus diperberat, maka hukuman tersebut diperberat,

apabila menuntut untuk diperingan, maka harus diperingan, dan apabila

kemaslahatan masyarakat menuntut agar pelaku tindak pidana harus dicabut

sampai ke akarnya, hal tersebut harus dilakukan kepadanya, baik dengan

membunuhnya, memenjarakannya sampai mati, maupun sampai keadaannya

menjadi baik.57

Dan karena eksistensi hukuman adalah cara yang paling ideal

untuk melindungi masyasrakat dari tindak pidana, ia menjadi kebutuhan

masyarakat yang harus dipenuhi tanpa bisa dihindari, dan hukuman harus

disesuaikan dengan kadarnya. Hukuman dapat dianggap mewujudkan

57

Abdul Qadir Audah, At-Tassyri’ al-Jina’i al-Islamy, Tim Tsalisah/juz II (t.tp: Muassasah Ar-

Risalah, t.t), 55

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

46

kemaslahatan masyarakat manakala ia jauh dari sifat berlebih-lebihan (ifrat

wa tafrit) dan memenuhi unsur-unsur berikut:58

1. Hukuman mempunyai daya kerja yang cukup sehingga bisa memberikan

pendidikan dan mencegah terpidana mengulangi perbuatannya.

2. Hukuman mempunyai daya kerja yang cukup bagi orang lain.

3. Ada persesuaian antara hukuman dan tindak pidana yang diperbuatnya.

Dalam hal ini hukum Islam misalnya, menjatuhkan hukuman atas tindak

pidana pencurian dengan hukuman potong tangan, tetapi tidak

menghukum tindak pidana qadzaf (menuduh zina) dengan hukuman

potong lidah dan tidak menghukum tindak pidana zina dengan hukuman

kebiri. Hukum Islam juga menghukum kasus pembunuhan sengaja

dengan qishas, namun tidak menjatuhi hukuman yang sama pada

perbuatan perusakan pada harta benda.

4. Ketentuan hukuman bersifat umum. Artinya, berlaku untuk setiap orang

yang memperbuat tindak pidana tanpa memandang pangkat, keturunan,

dan berbagai pertimbangan lainnya.

Dalam hukum Islam, pertanggungjawaban pidana berarti manusia

harus bertanggungjawab atas akibat dari perbuatan haram yang dilakukannya

ketika ia memiliki kebebasan berkehendak (tidak dipaksa) dan mengetahui

arti serta akibat perbuatan tersebut.59

Jadi, seseorang dapat dijatuhi hukuman

apabila ia memenuhi tiga dasar pertanggungjawaban yaitu melakukan

58

Ibid, 60 59

Abdul Qadir Audah, At-Tassyri’ al-Jina’i..., 66.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

47

perbuatan haram, si pelaku memiliki pilihan, dan si pelaku memiliki

pengetahuan (idrak). Apabila salah satu dari tiga dasar ini tidak ada maka

pertanggungjawaban tidak ada.60

Apabila pada suatu perbuatan terdapat faktor faktor

pertanggungjawaban pidana yaitu melakukan kemaksiatan (perbuatan

melawan hukum) dan dua syarat yaitu mengetahui dan memiliki pilihan, si

pelaku dianggap sebagai pelaku maksiat dan perbuatannya dianggap

pelanggaran hukum Islam dan patut dijatuhi hukuman. Akan tetapi jika tidak

terdapat salah satu syarat pertanggungjawaban pidana pada diri si pelaku, ia

tidak dianggap sebagai pelaku kemaksiatan dan perbuatannya tidak dianggap

sebagai pelanggaran hukum.61

Dalam hal pertanggungjawaban pidana, hukum Islam selalu

mengaitkan perbuatan dengan niat dan menjadikan niat sebagai dasar atas

apa yang diperoleh seseorang, hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah Saw,62

‚Sesungguhnya perbuatan- perbuatan itu (tergantung) niatnya dan

bagi seseorang adalah apa yang dia niatkan‛

Berdasarkan prinsip ini hukum Islam tidak hanya melihat perbuatan

pidana ketika menentukan adanya pertanggungjawaban pidana, tetapi juga

kepada niat si pelaku. Kemaksiatan yang dapat menjadikan seseorang yang

memiliki pengetahuan dan pilihan harus mempertanggungjawabkan secara

pidana tidak keluar dari dua jenis: pertama, kemaksiatan yang dilakukan

secara sengaja untuk melanggar syariat. Kedua, kemaksiatan yang dilakukan

60

Ibid. 61

Abdul Qadir Audah, At-Tassyri’ al-Jina’i..., 75. 62

Ibid.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

48

tidak sengaja (tersalah). Sengaja dibagi menjadi dua yaitu sengaja yang

direncanakan dan sengaja biasa. Tersalah juga dibagi menjadi dua yaitu

tersalah yang benar dan keadaan lain yang dipersamakan dengan tersalah.

Tersalah yang benar disini artinya pelaku melakukan perbuatan tanpa

bermaksud memperbuat kemaksiatan, namun ia tersalah, dan biasanya

ketersalahannya terletak pada perbuatan dan maksudnya. Sedangkan yang

dianggap tersalah adalah pelaku tidak bermaksud melakukan suatu

perbuatan, tetapi perbuatan itu terjadi akibat kelalaiannya dan bisa juga

berarti si pelaku menjadi penyebab tidak langsung terjadinya perbuatan yang

dilarang dan dia tidak bermaksud melakukannya.63

Dalam penetapan hukumannya, hukum Islam menetapkan

pertanggungjawaban pidana yang berat pada pelaku yang sengaja dan

pertanggungjawaban yang ringan kepada pelaku yang tersalah. Hal ini

berlandaskan pada firman Allah SWT,64

Artinya: ‚... Dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu

khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh

hatimu...‛. (QS. Al-Ahzab (33): 5)65

Rasulullah Saw mempertegas hal ini dalam sabdanya,

‚Diampuni dari umatku (dosa) kekeliruan, kelupaan...‛

63

Abdul Qadir Audah, At-Tassyri’ al-Jina’i..., 76. 64

Ibid. 65

Depag RI. Al-Qur’an danTerjemahan. Jakarta: Wali, 2010), 418.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

49

Maksud dari kata diampini diatas adalah pertanggungjawaban orang

yang tersalah akan diperingan dan pertanggungjawaban orang yang sengaja

tidak disamakan dengannya. Akan tetapi hal itu tidak bertujuan

menghapuskan tanggung jawab pidana secara keseluruhan. Dalam hal

pertanggungjawaban pidana terdapat beberapa hal yang dapat

mempengaruhi, yaitu:66

1. Pengaruh tidak tahu terhadap pertanggungjawaban pidana

Pelaku tindak pidana tidak dapat dijatuhi hukuman kecuali bila

ia benar-benar mengetahui pelarangan perbuatan tersebut, jika ia tidak

mengetahui pelarangannya, pertanggungjawaban pidana terhapus

darinya. Mengetahui tentang keharaman suatu perbuatan dapat dilihat

dari kemampuan orang tersebut, apabila ia sudah mencapai usia dewasa,

berakal, serta mudah baginya untuk mengetahui apa-apa yang yang

diharamkan atas dirinya baik dengan cara merujuk kepada nas dan

dengan bertanya kepada orang alim, maka ia sudah dianggap mengetahui

dan tidak ada alasan untuk tidak mengetahui atau berdalih tidak

mengetahui. Karena itu, para fuqaha mengatakan di negara Islam tidak

ada alasan untuk tidak mengetahui hukum.

2. Pengaruh tersalah terhadap pertanggungjawaban pidana

Tersalah adalah terjadinya suatu hal bukan atas kehendak pelaku,

perbuatan tersebut terjadi tanpa kehendak pelaku dan berlainan dengan

maksudnya. Kadang pelaku bermaksud melakukan perbuatan tertentu

66

Abdul Qadir Audah, At-Tassyri’ al-Jina’i..., 100-110.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

50

yang esensinya bukan tindak pidana, lalu dari perbuatan yang

dibolehkan itu melahirkan perbuatan yang dianggap sebgai tindak

pidana yang tidak dimaksudkan olehnya. Tindak pidana yang terlahir

dari perbuatan yang pada dasarnya diperbolehkan itu dianggap sebagai

tindak pidana yang tidak disengaja walaupun sebenarnya pelaku

bermaksud melakukan perbuatan tersebut, karena perbuatannya itu

ditujukan pada objek yang tidak diharamkan.

Para fuqaha menggunakan dua kaidah umum yang dapat

menentukan keadaan tersalah. Dengan menerapkan keduanya, kita dapat

mengetahui apakah seseorang itu tersalah atau tidak. Kaidah pertama,

apabila pelaku melakukan perbuatan yang mubah (tidak dilarang) atau

menyangka perbuatan itu diperbolehkan kemudian perbuatan itu

menimbulkan keadaan yang tidak dibolehkan, ia bertanggungjawab

secara pidana baik keadaan tersebut ditimbulkannya dengan langsung

maupun tidak langsung bila pelaku bisa menghindarinya. Apabila ia

tidak mampu menghindarinya, maka tidak ada pertanggungjawaban

pidana padanya. Kaidah kedua, apabila perbuatan tidak dilarang, namun

pelaku melakukannya baik secara langsung maupun tidak langsung

tanpa ada keadaan darurat yang memaksa, maka hal itu dianggap bukan

keadaaan darurat dan apa yang ditimbulkan darinya menyebabkan

pelaku harus bertanggungjawab secara pidana, baik perbuatan itu dapat

ia hindari maupun tidak.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

51

3. Pengaruh lupa terhadap pertanggungjawaban pidana

Lupa adalah tidak tersiapnya sesuatu pada saat dibutuhkan. Para

fuqaha berbeda pendapat mengenai hukum lupa. Sebagian berpendapat

bahwa lupa merupakan uzur yang umum dalam ibadah dan ‘uqubat

(hukuman-hukuman tindak pidana). Kaidah umum hukum Islam

menetapkan bahwa orang yang melakukan perbuatan yang dilarang

karena lupa maka tidak ada dosa dan hukuman atasnya. Akan tetapi

meskipun orang yang lupa terlepas dari pertanggungjawaban pidana, ia

tidak terbebas dari pertanggungjawaban perdata karena harta dan darah

(jiwa) terpelihara dan mendapat jaminan keselamatan (maksum), dan

uzur-uzur syar’i tidak bertentangan dengan jaminan tersebut.

4. Pengaruh rela atas tindak pidana terhadap pertanggungjawaban pidana

Pada dasarnya, telah ditetapkan dalam hukum Islam bahwa

kerelaan dan persetujuan korban atas tindak pidana yang menimpanya

tidak membuat pidana tersebut menjadi boleh dan tidak mempengaruhi

pertanggungjawabanan pidana kecuali bila kerelaan dan persetujuan

tersebut menghapuskan salah satu unsur asasi tindak pidana. Dan kaidah

umum ini diterapkan oleh hukum Islam secara akurat terhadap semua

tindak pidana kecuali pada tindak pidana pembunuhan dan penganiayaan

(pelukaan dan pemukulan).

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

52

BAB III

PUTUSAN NO. 718/PID.B/2016/PN.RAP TENTANG TINDAK PIDANA

KELALAIAN YANG MENGAKIBATKAN KEBAKARAN HINGGA

MENIMBULKAN BAHAYA PADA BARANG

A. Deskripsi Kasus

Kasus yang penulis angkat dalam penelitian ini adalah kasus

kebakaran yang terjadi di Dusun Sukoarjo, Desa Tanjung Mulia, Kec.

Kampung Rakyat, Kab. Labuhan Batu Sumatera Utara atau di wilayah

hukum pengadilan negeri Rantau Prapat yang menyebabkan kerugian yang

sangat besar yang telah diputus dan memiliki kekuatan hukum tetap dengan

deskripsi kasus sebagai berikut:

Kasus kebakaran terjadi pada hari rabu, tanggal 06 juli 2016, pukul

10.00 Wib, dengan terdakwa yang bernama Indra Situmorang alias Indra,

berumur 23 tahun yang bertempat tinggal di perumahan karyawan PT. Toton

Usaha Mandiri Estate, Desa Sei Siarti, Kec. Panai Tengah, Kab.

Labuhanbatu, beragama kristen protestan, dan bekerja sebagai karyawan

kebun.

Terjadinya kebakaran bermula ketika terdakwa Indra dan orang

tuanya yang bernama Marta Br Simanjuntak dan temannya yang bernama

Junaidi Silaban bersama-sama bekerja membabat pakisan yang telah kering

dengan menggunakan parang babat, dengan tujuan untuk membuat galangan

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

53

atau membuat batas api agar tidak menyebar, setelah galangan api dibuat

berkisar 10 meter, lalu terdakwa mengambil mancis gas dari kantong

celananya dan dengan inisiatif terdakwa membakar rumput yang ada

ditengah-tengah galangan api yang telah dibentuk lingkaran, namun setelah

rumput atau pakis yang kering tersebut dibakar oleh Indra (terdakwa), tiba-

tiba api langsung menjalar kesemua lahan hingga kelahan milik orang lain

yang berada disamping lahan Indra (terdakwa), selanjutnya terdakwa

bersama-sama berupaya memadamkan api bersama warga yang datang.

Akibat dari perbuatan Indra tersebut menyebabkan lahan orang lain

terbakar dan mengalami kerugian yang sangat besar, dimana lahan milik

Dedi Syahputra mengalami kerugian material sebesar Rp15.000.000,- (lima

belas juta rupiah), lahan milik Milson Silitonga mengalami kerugian material

sebesar Rp15.000.000,- (lima belas juta rupiah).

B. Keterangan Saksi-Saksi

Untuk membuktikan dakwaannya penuntut umum telah mengajukan

saksi-saksi yang telah memberikan keterangan dibawah sumpah sesuai

dengan agama masing-masing saksi, yaitu sebagai berikut:

1. Saksi Tukino, dibawah sumpah yang pada pokoknya menerangkan

bahwa terjadinya kebakaran lahan tersebut terjadi pada hari Rabu

tanggal 6 Juli 2016 sekitar pukul 10.10 WIB di Dusun Sukoarjo, Desa

Tanjung Mulia, Kec. Kampung Rakyat, Kab. Labuhanbatu Selatan.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

54

Lahan yang terbakar adalah perkebunan kelapa sawit milik saudara

Marta Br. Simanjuntak, saudara Suparmin alias Lek Min, saksi Dedy

Syahputra Silitonga alias Dedi dan saksi Wilson Silitonga alias Pak Son.

Saksi tidak mengetahui cara terdakwa melakukan pembakaran lahan

tersebut, namun atas keterangan terdakwa menerangkan berawal dari

puntung rokok akan tetapi saksi menanyakan kembali kepada terdakwa

lalu terdakwa mengakui melakukan pembakaran tersebut dari mancis

gas yang sengaja dibakar oleh terdakwa dan luas lahan yang terbakar

pada saat itu adalah sekitar + 6 (enam) hektare. Terdakwa melakukan

pembakaran lahan tersebut dengan maksud dan tujuan agar lahan miliki

saudara Marta Br. Simanjuntak bersih dan agar tidak ada tumbuhan

rumput liar dilahan tersebut. Saksi tidak mengetahui berapa kerugian

yang dialami saudara Marta Br. Simanjuntak, saudara Suparmin alias

Lek Min, saksi Dedy Syahputra Silitonga alias Dedi dan Saksi Wilson

Silitonga alias Pak Son akibat perbuatan terdakwa tersebut.

2. Saksi Hardianto, dibawah sumpah yang pada pokoknya menerangkan

bahwa terjadinya kebakaran lahan tersebut terjadi pada hari Rabu

tanggal 6 Juli 2016 sekitar pukul 10.10 WIB di Dusun Sukoarjo, Desa

Tanjung Mulia, Kec. Kampung Rakyat, Kab. Labuhanbatu Selatan.

Lahan yang terbakar adalah perkebunan kelapa sawit milik saudara

Marta Br. Simanjuntak, saudara Suparmin alias Lek Min, saksi Dedy

Syahputra Silitonga alias Dedi dan saksi Wilson Silitonga alias Pak Son.

Saksi mengetahui bahwa asal mula api tersebut dari lahan milik saudara

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

55

Marta Br. Simanjuntak yang ketika itu lahan masih belum ditanami

kelapa sawit. Pada saat kebakaran tersebut saksi sedang berada

diwarung pak Moro yang tiba-tiba datang Indra (terdakwa), kemudian

saksi Hardianto bertanya kepada Indra, “Untuk apa meminjam mesin

pompa air?”, kemudian Indra (terdakwa) menjawab “ada kebakaran”,

akan tetapi Pak Moro tidak memiliki mesin pompa air dan saksi

Hardianto pergi kelokasi lahan yang terbakar. Setelah sampai dilokasi,

saksi melihat lahan saudara Marta Br. Simanjuntak namun lahan saudara

Suparmin alias Lek Min belum ikut terbakar, dan pada saat itu saudara

Suparmin alias Lek Min bersama terdakwa berusaha memadamkan api

kemudian saksi pun ikut membantu memadamkan api dilokasi lahan dan

perkiraan saudara Suparmin mengalami kerugian sebesar Rp20.000.000,-

(dua puluh juta rupiah).

3. Saksi Dedi Syahputra Silitonga alias Dedi, dibawah sumpah yang pada

pokoknya menerangkan bahwa terjadinya kebakaran lahan tersebut

terjadi pada hari Rabu tanggal 6 Juli 2016 sekitar pukul 10.10 WIB di

Dusun Sukoarjo, Desa Tanjung Mulia, Kec. Kampung Rakyat, Kab.

Labuhanbatu Selatan. Lahan yang terbakar adalah perkebunan kelapa

sawit milik saudara Marta Br. Simanjuntak, saudara Suparmin alias Lek

Min, saksi Dedy Syahputra Silitonga alias Dedi dan saksi Wilson

Silitonga alias Pak Son. Saksi mengetahui kebakaran tersebut awalnya

karena di telepon oleh kepala dusun bernama saksi Tukino yang ketika

itu saksi sedang berada dirumah saksi dengan memberitahukan telah

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

56

terjadi kebakaran dan sebagian dari lahan yang terbakar adalah lahan

saksi yang telah ditanami kelapa sawit. Mendengar hal tersebut saksi

Dedi langsung menuju lahan tersebut dan melihat sebagian lahan saksi

sudah hangus terbakar sekitar + 2 (dua) hektare. Saksi tidak mengetahui

tujuan terdakwa melakukan pembakaran tersebut, karena saksi

mengetahui terdakwa melakukan pembakaran lahan tersebut dari

informasi masyarakat dan ketika itu terdakwa mengakui bahwa

terdakwa melakukan pembakaran dilahan ibu terdakwa yaitu Marta Br.

Simanjuntak dan merambat kelahan saksi. Dan akibat dari perbuatan

terdakwa tersebut saksi Dedi mengalami kerugian sebesar

Rp15.000.000,- (lima belas juta rupiah), namun keluarga terdakwa sudah

mengganti rugi atas kebakaran tersebut.

4. Saksi Wilson Silitonga alias Pak Son, dibawah sumpah yang pada

pokoknya menerangkan bahwa terjadinya kebakaran lahan tersebut

terjadi pada hari rabu tanggal 6 Juli 2016 sekitar pukul 10.10 WIB di

Dusun Sukoarjo, Desa Tanjung Mulia, Kec. Kampung Rakyat, Kab.

Labuhanbatu Selatan. Lahan yang terbakar adalah perkebunan kelapa

sawit milik saudara Marta Br. Simanjuntak, saudara Suparmin alias Lek

Min, saksi Dedy Syahputra Silitonga alias Dedi dan saksi Wilson

Silitonga alias Pak Son. Saksi mengetahui kebakaran tersebut awalnya

karena di telpon oleh kepala dusun bernama saksi Tukino yang ketika itu

saksi sedang berada dirumah saksi dengan memberitahukan telah terjadi

kebakaran dan sebagian dari lahan yang terbakar adalah lahan saksi yang

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

57

telah ditanami kelapa sawit. Dan keesokan harinya saksi menuju lahan

saksi yang terbakar dan melihat lahan saksi sudah hangus terbakar

sekitar + 2 (dua) hektare. Saksi tidak mengetahui tujuan terdakwa

melakukan pembakaran tersebut, akibat dari perbuatan terdakwa

tersebut saksi Dedi mengalami kerugian sebesar Rp15.000.000,- (lima

belas juta rupiah), namun keluarga terdakwa sudah mengganti rugi atas

kebakaran tersebut.

C. Pertimbangan Hakim Pengadilan Negeri Rantau Prapat Terhadap Kelalaian

Yang Menyebabkan Kebakaran Menimbulkan Bahaya Bagi Barang.

Indra Situmorang telah didakwa oleh penuntut umum dengan

dakwaan yang bersifat primer sebagaimana yang diatur pada pasal 187 ayat

(1) KUHP, dan subsider sebagaimana diatur dalam pasal 188 KUHP. Dalam

dakwaan primer, yaitu pasal 187 ayat (1) KUHP dengan unsur-unsur sebagai

berikut:

1. Barang siapa

Yang dimaksud “Barang siapa” dalam ilmu hukum pidana

diartikan sebagai orang selaku subjek hukum pendukung dan kewajiban

yang atas perbuatan pidananya ia dapat dibebani pertanggungjawaban

pidana. Dalam kasus ini keterangan saksi-saksi dan keterangan terdakwa

saling bersesuaian, maka majelis hakim berpendapat bahwa yang

dimaksud dengan unsur “barang siapa” dalam hal ini, menunjuk kepada

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

58

diri terdakwa Indra Situmorang alias Indra sendiri dan bukan orang lain,

dengan demikian unsur “barang siapa” ini telah terpenuhi.

2. Dengan sengaja menimbulkan kebakaran yang dapat mendatangkan

bahaya terhadap barang

KUHP Indonesia tidak merumuskan secara terperinci apa yang

dimaksud “Dengan sengaja” di dalam teori ilmu hukum pidana dikenal

dengan 2 (dua) aliran tentang sengaja yaitu teori kehendak dan teori

pengetahuan. Menurut teori kehendak, kesengajaan adalah kehendak

yang diarahkan pada terwujudnya perbuatan seperti yang dirumuskan

dalam undang-undang yang merupakan suatu tindak pidana, sedangkan

menurut teori pengetahuan kesengajaan adalah kehendak untuk berbuat

dengan mengetahui akibat dari perbuatan sebagaimana rumusan undang-

undang dan merupakan suatu tindak pidana. Jadi, yang dimaksud dengan

kesengajaan adalah akibat dari perbuatan tersebut dikehendaki atau

dimaksudkan, termasuk dalam niat pelaku, dimana dalam hal ini akibat

dari perbuatan itu adalah menimbulkan kebakaran. Untuk membuktikan

adanya unsur “dengan sengaja” ada dalam diri terdakwa, haruslah dilihat

dari perbuatan-perbuatan yang nyata yang dilakukan oleh terdakwa,

serta apakah terdakwa benar telah melakukan perbuatan yang

menimbulkan kebakaran terhadap barang seseorang yaitu yang menjadi

korban dalam perkara ini.

Berdasarkan keterangan-keterangan saksi, keterangan terdakwa serta

barang bukti yang diajukan penuntut umum memiliki kesamaan yaitu

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

59

kebakaran terjadi pada hari rabu, tanggal 06 juli 2016, pukul 10.00 Wib di

Dusun Sukoarjo, Desa Tanjung Mulia, Kec. Kampung Rakyat, Kab.

Labuhanbatu Selatan. Kebakaran bermula ketika terdakwa Indra dan orang

tuanya yang bernama Marta Br Simanjuntak dan temannya yang bernama

Junaidi Silaban bersama-sama bekerja membabat pakisan yang telah kering

dengan menggunakan parang babat, dengan tujuan untuk membuat galangan

atau membuat batas api agar tidak menyebar, setelah galangan api dibuat

berkisar 10 meter, lalu terdakwa mengambil mancis gas dari kantong

celananya dan dengan inisiatif terdakwa membakar rumput yang ada

ditengah-tengah galangan api yang telah dibentuk lingkaran, namun setelah

rumput atau pakis yang kering tersebut dibakar oleh Indra (terdakwa), tiba-

tiba api langsung menjalar kesemua lahan hingga kelahan milik orang lain

yang berada disamping lahan Indra (terdakwa), selanjutnya terdakwa

bersama-sama berupaya memadamkan api bersama warga yang datang.

Berdasarkan uraian fakta diatas majelis hakim berpendapat bahwa

terdakwa tidak berniat melakukan pembakaran lahan milik orang karena

terdakwa telah lalai melakukan pembakaran dilahan ibu terdakwa dan

menyebabkan lahan orang lain terbakar. Jadi terdakwa ada maksud untuk

melakukan pembakaran lahan orang lain, maka penyebab lahan orang lain

terbakar adalah karena kelalaian terdakwa oleh karenanya unsur ini tidak

terpenuhi menurut hukum.

Selanjutnya akan dipertimbangkan mengenai dakwaan subsider yaitu

pasal 188 KUHP dengan unsur-unsur sebagai berikut:

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

60

1. Barang siapa

Yang dimaksud “Barang siapa” dalam ilmu hukum pidana

diartikan sebagai orang selaku subjek hukum pendukung dan kewajiban

yang atas perbuatan pidananya ia dapat dibebani pertanggungjawaban

pidana. Dalam kasus ini keterangan saksi-saksi dan keterangan terdakwa

saling bersesuaian, maka majelis hakim berpendapat bahwa yang

dimaksud dengan unsur “barang siapa” dalam hal ini, menunjuk kepada

diri terdakwa Indra Situmorang Alias Indra sendiri dan bukan orang lain,

dengan demikian unsur “barang siapa” ini telah terpenuhi.

2. Karena kelalaiannya yang menyebabkan kebakaran terhadap barang

Tindakan pembakaran di atas lahan ibu terdakwa sendiri, dan

pada faktanya telah merambat dan membakar lahan milik orang lain

yaitu lahan saudara Suparmin alias Lek Min, saksi Dedy Syahputra

Silitonga alias Dedy dan Wilson Silitonga alias Pak Son dan

mengakibatkan saudara Suparmin alias Lek Min, saksi Dedy Syahputra

Silitonga alias Dedy dan Wilson Silitonga alias Pak Son mengalami

kerugian atas perbuatan terdakwa.

Dalam pembakaran lahan sendiri tersebut, terdakwa juga tidak

melakukan antisipasi untuk mencegah merambatnya api hingga

mengenai lahan orang lain. Ketidak hati-hatian atau kelalaian terdakwa

lalu menyebabkan tanaman yang ada di atas lahan milik orang lain

mengalami kebakaran dan menyebabkan suatu dirugikan, sehingga unsur

ini telah terbukti secara sah menurut hukum.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

61

Majelis hakim berpendapat bahwa unsur karena kelalaiannya yang

menyebabkan kebakaran terhadap barang telah terpenuhi. Bahwa karena

semua unsur dari pasal 188 KUHP telah terpenuhi, maka terdakwa haruslah

dinyatakan telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak

pidana sebagaimana didakwakan dalam dakwaan subsider.

Dari uraian diatas majelis hakim tidak menemukan hal yang dapat

menghapuskan pertanggungjawaban pidana, baik sebagai alasan pembenar

dan atau alasan pemaaf, maka terdakwa harus mempertanggungjawabkan

perbuatannya. Dan selama dipersidangan juga tidak ditemukan alasan

penghapusan pidana, baik alasan pembenar maupun alasan pemaaf bagi

terdakwa, terdakwa dinyatakan secara sah dan meyakinkan bersalah

melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan oleh penuntut

umum dan haruslah dijatuhi pidana yang setimpal dengan kesalahannya.

Keterangan terdakwa dan barang bukti yang diajukan dipersidangan juga

menjadi penguat bagi majelis hakim untuk membuktikan kesalahan

terdakwa, maka majelis hakim berpendapat perbuatan terdakwa telah

terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah. Kemudian berdasarkan pasal

22 ayat (4) KUHAP, masa penahanan yang telah dijalani terdakwa harus

dikurangkan seluruhnya dari pada penjara yang dijatuhkan kepada terdakwa,

oleh karena tidak ada alasan majelis hakim untuk mengeluarkan terdakwa,

maka terdakwa diperintahkan untuk tetap berada di dalam Rumah Tahanan

Negara (RUTAN).

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

62

D. Hal-hal Yang Meringankan Dan Memberatkan

Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang dilakukan oleh majelis

hakim diatas maka unsur-unsur dari dakwaan primer yaitu pasal 187 ayat (1)

KUHP tidak terpenuhi, maka terdakwa tidak terbukti secara sah dan

meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana dalam dakwaan

primer. Selanjutnya yaitu dakwaan sekunder dari pasal 188 KUHP, unsur-

unsur dalam pasal ini telah terpenuhi seluruhnya dan oleh sebab itu terdakwa

haruslah dinyatakan bersalah dan harus dihukum dengan hukuman yang

setimpal dengan perbuatannya.

Sebelum majelis memutuskan untuk menjatuhkan pidana kepada

terdakwa, maka perlu dipertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan hal-

hal yang meringankan bagi terdakwa sebagai berikut:

Hal-hal yang memberatkan:

1. Perbuatan terdakwa telah merugikan orang tua lain atas kebakaran

tersebut.

Hal-hal yang meringankan:

1. Terdakwa menyesali perbuatannya dan bersikap sopan dipersidangan.

2. Terdakwa belum pernah dihukum.

3. Terdakwa sudah berdamai dengan pemilik lahan yang terbakar tersebut.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

63

E. Amar Putusan

MENGADILI

1. Menyatakan terdakwa Indra Situmorang Alias Indra tidak terbukti

secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana

sebagaimana dalam dakwaan primer.

2. Membebaskan terdakwa Indra Situmorang Alias Indra dari dakwaan

primer tersebut.

3. Menyatakan terdakwa Indra Situmorang Alias Indra terbukti secara sah

dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Karena

kelalaiannya mengakibatkan kebakaran menimbulkan bahaya bagi

barang”, “sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam dakwaan

subsider”.

4. Menjatuhkan pidana kepada terdakwa oleh karena itu dengan pidana

penjara selama 1 (satu) tahun dan 6 (enam) bulan.

5. Menetapkan masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani

terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan.

6. Menetapkan terdakwa tetap ditahan.

7. Menetapkan barang bukti berupa:

- 2 (dua) batang pohon kelapa sawit yang telah terbakar.

- 3 (tiga) buah parang babat dengan panjang masing-masing 1,5 meter

dimusnahkan.

8. Membebankan kepada terdakwa membayar biaya perkara sejumlah

Rp2.000,- (dua ribu rupiah).

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

64

Demikian diputuskan dalam rapat permusyawaratan majelis hakim

pengadilan negeri Rantau Prapat yang bersidang di kota Pinang pada hari

senin tanggal 19 desember 2016 oleh kami: T. Almadyan, S.H. M.H., selaku

hakim ketua majelis dengan Deni Albar, SH., dan Rinaldi, S.H., masing-

masing sebagai hakim anggota, yang diucapkan dalam sidang terbuka untuk

umum pada hari selasa tanggal 20 desember 2016 oleh hakim ketua dengan

didampingi hakim anggota tersebut dan dibantu oleh Burhanuddin, S.H.,

panitera pengganti pada pengadilan negeri Rantau Prapat dengan dihadiri

oleh M. Rizqi Darmawan, S.H., jaksa penuntut umum pada kejaksaan negeri

Labuhanbatu Selatan serta dihadapan terdakwa.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

65

BAB IV

ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PERTIMBANGAN

HAKIM PENGADILAN NEGERI RANTAU PRAPAT DALAM PUTUSAN

NO. 718/Pid.B/2016/PN.Rap TENTANG KELALAIAN YANG

MENGAKIBATKAN KEBAKARAN YANG MENIMBULKAN KERUSAKAN

PADA BARANG

A. Pertimbangan Hakim Pengadilan Negeri Rantau Prapat Dalam Putusan No.

718/Pid.B/2016/Pn.Rap Tentang Kelalaian Yang Mengakibatkan Kebakaran

Yang Menimbulkan Kerusakan Pada Barang.

Dalam kasus dengan nomor perkara 718/Pid.B/2016/PN.Rap yang

karena kelalaian Indra ketika membakar lahan milik orang tuanya sehingga

api menjalar kelahan sebelahnya, hingga mengakibatkan kerusakan pada

lahan milik orang lain dan mengalami kerugian yang sangat besar. Karena

peristiwa tersebut hakim menjatuhkan vonis yang berpedoman pada pasal

188 KUHP yang berbunyi “Barangsiapa karena kesalahannya menyebabkan

kebakaran, ledakan atau banjir, diancam dengan pidana penjara paling lama

lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun atau pidana denda

paling banyak empat ribu lima ratus rupiah, bila karena perbuatan itu timbul

bahaya umum bagi barang, apabila karena perbuatan itu timbul bahaya bagi

nyawa orang lain, atau apabila perbuatan itu mengakibatkan orang mati”.

Keputusan hakim memvonis Indra dengan pasal 188 KUHP karena unsur-

unsur dari pasal tersebut telah terpenuhi sebagai berikut:

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

66

1. Barang siapa

Yang dimaksud “Barang siapa” dalam ilmu hukum pidana

diartikan sebagai orang selaku subjek hukum pendukung dan kewajiban

yang atas perbuatan pidananya ia dapat dibebani pertanggungjawaban

pidana. Dalam kasus ini keterangan saksi-saksi dan keterangan terdakwa

saling bersesuaian, maka majelis hakim berpendapat bahwa yang

dimaksud dengan unsur “barang siapa” dalam hal ini, menunjuk kepada

diri terdakwa Indra Situmorang alias Indra sendiri dan bukan orang lain,

dengan demikian unsur “barang siapa” ini telah terpenuhi.

2. Karena kelalaiannya yang menyebabkan kebakaran terhadap barang

Tindakan pembakaran di atas lahan ibu terdakwa sendiri, dan

pada faktanya telah merambat dan membakar lahan milik orang lain

yaitu lahan saudara Suparmin alias Lek Min, saksi Dedy Syahputra

Silitonga alias Dedy dan Wilson Silitonga alias Pak Son dan

mengakibatkan saudara Suparmin alias Lek Min, saksi Dedy Syahputra

Silitonga alias Dedy dan Wilson Silitonga alias Pak Son mengalami

kerugian atas perbuatan terdakwa. Dalam pembakaran lahan sendiri

tersebut, terdakwa juga tidak melakukan antisipasi untuk mencegah

merambatnya api hingga mengenai lahan orang lain. Ketidak hati-hatian

atau kelalaian terdakwa lalu menyebabkan tanaman yang ada di atas

lahan milik orang lain mengalami kebakaran dan menyebabkan suatu

dirugikan, sehingga unsur ini telah terbukti secara sah menurut hukum.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

67

Setelah mempertimbangkan dari unsur-unsur tindak pidana

hakim juga mempertimbangkan dari hal-hal yang memberatkan dimana

perbuatan terdakwa telah merugikan orang lain atas kebakaran tersebut.

Dan hal-hal yang meringankan yaitu Indra (terdakwa) menyesali

perbuatannya dan bersikap sopan dipersidangan, belum pernah dihukum

dan sudah berdamai dengan pemilik lahan yang terbakar tersebut.

Dari pertimbangan-pertimbangan diatas hakim menjatuhkan

hukuman pidana penjara selama 1 tahun dan 6 bulan pada terdakwa.

Dalam hal penjatuhan pidana, hakim bebas dalam mencari hukuman

yang dijatuhkan terhadap terdakwa secara tepat dengan

memperhitungkan sifat dan seriusnya delik yang dilakukan, keadaan

yang meliputi perbuatan-perbuatan yang dihadapkan kepadanya. Serta

melihat kepribadian pelaku, umurnya, tingkat pendidikan, apakah

terdakwa itu pria atau wanita, lingkungannya, dan lain-lain.1

Dan hukuman yang dijatuhkan terhadap pelaku tindak pidana

haruslah memberikan efek jera dan pelajaran terhadap pelaku, sehingga

ia dapat merenungi kesalahannya dan tidak mengulangi lagi. Dan

memiliki dampak kepada masyarakat luas agar menjadi pelajaran dan

tidak terjadi tindak pidana yang sama dikemudian hari.

1 Oemar Seno, Hukum Hakim Pidana, (Jakarta: Erlangga, 1984), 8.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

68

B. Analisis Hukum Pidana Islam Terhadap Pertimbangan Hakim Pengadilan

Negeri Rantau Prapat Dalam Putusan No. 718/Pid.B/2016/Pn.Rap Tentang

Kelalaian Yang Mengakibatkan Kebakaran Yang Menimbulkan Kerusakan

Pada Barang.

Hukum pidana Islam merupakan aturan-aturan Allah yang

bertujuan untuk menjaga kemaslahatan kehidupan manusia, memelihara

jiwa, harta, akal dan keturunan. Hukum Islam memandang bahwa hukuman

adalah balasan yang harus diterima oleh pelaku yang melanggar aturan atau

yang melakukan kejahatan. Dengan adanya balasan atau hukuman bagi

pelaku tindak pidana diharapkan bisa mewujudkan kemaslahatan bagi

masyarakat.

Dalam kaidah umum yang dapat menentukan keadaan tersalah,

kasus ini termasuk pada kaidah yang pertama, yaitu pelaku melakukan

perbuatan yang mubah (tidak dilarang) kemudian perbuatan itu

menimbulkan keadaan yang tidak dibolehkan, ia bertanggungjawab secara

pidana baik keadaan tersebut ditimbulkannya dengan langsung maupun tidak

langsung bila pelaku bisa menghindarinya. Apabila ia tidak mampu

menghindarinya, maka tidak ada pertanggungjawaban pidana padanya.

Dalam hal pertanggungjawaban pidana, seseorang dapat dijatuhi

hukuman apabila ia memenuhi tiga dasar pertanggungjawaban yaitu

melakukan perbuatan haram, si pelaku memiliki pilihan, dan si pelaku

memiliki pengetahuan (idrak). Apabila salah satu dari tiga dasar ini tidak ada

maka pertanggungjawaban tidak ada.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

69

Selain dalam hal pertanggungjawaban pidana diatas, hukum Islam

selalu mengaitkan perbuatan dengan niat dan menjadikan niat sebagai dasar

atas apa yang diperoleh seseorang. Kemaksiatan yang dapat menjadikan

seseorang yang memiliki pengetahuan dan pilihan harus

mempertanggungjawabkan secara pidana tidak keluar dari dua jenis:

pertama, kemaksiatan yang dilakukan secara sengaja untuk melanggar

syariat. Kedua, kemaksiatan yang dilakukan tidak sengaja (tersalah).

Dan hukuman yang baik adalah: Pertama, harus mencegah

seseorang dari berbuat maksiat serta mencegah sebelum terjadinya perbuatan

dan menyerahkan setelah terjadinya perbuatan. Kedua, batas tertinggi dan

terendah suatu hukuman sangat tergantung kepada kebutuhan kemaslahatan

masyarakat, apabila kemaslahatan menghendaki beratnya hukuman, maka

hukuman diperberat. Demikian sebaliknya, bila kebutuhan kemaslahatan

masyarakat menghendaki ringannya hukuman, maka hukuman diperingan.

Ketiga, memberikan hukuman kepada orang yang melakukan kejahatan itu

bukan berarti balas dendam, melainkan sesungguhnya untuk

kemaslahatannya, seperti dikatakan Ibnu Taimiyah bahwa hukuman itu

disyariatkan sebagai rahmat Allah bagi hambanya dan sebagai cermin dari

keinginan Allah untuk insan kepada hamba-Nya. Oleh karena itu, sudah

pantaslah bagi orang yang memberikan hukuman kepada orang lain atas

kesalahannya harus bermaksud melakukan ihsan (baik) dan memberi rahmat

kepadanya. Keempat, hukuman adalah upaya terakhir dalam menjaga

seseorang supaya tidak terjadi kedalam suatu kemaksiatan.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

70

Dalam kasus ini yaitu kelalaian yang mengakibatkan kebakaran

yang menimbulkan kerusakan pada barang termasuk dalam jarimah ta’zi>r,

yaitu hukuman yang tidak ditentukan oleh Alquran dan hadis yang berkaitan

dengan kejahatan yang melanggar hak hamba yang berfungsi untuk memberi

pelajaran kepada si terhukum dan mencegahnya untuk tidak mengulangi

kejahatan serupa.

Syariat Islam tidak menentukan secara rinci dan tegas hukuman

yang akan dikenakan terhadap setiap pelanggaran jarimah ta’zi>r. Syariat

Islam hanya mengemukakan sejumlah hukuman yang dapat diterapkan,

sesuai kemaslahatan yang dikehendaki. Dalam menetapkan suatu hukuman

terhadap jarimah ta’zi>r, pihak penguasa/hakim harus senantiasa berpatokan

pada keadaan terpidana, lingkungan yang mengitari terpidana, kemaslahatan

masyarakat yang menghendaki, dan berorientasi pada tujuan hukuman yang

dikehendaki oleh syariat, yaitu pencegahan seseorang dan berhentinya

seseorang melakukan tindak pidana.

Terhadap sanksi yang dijatuhkan hakim terhadap terdakwa dalam

putusan Nomor.718/Pid.B/2016/PN.Rap dengan menjatuhkan hukuman

pidana 1 tahun 6 bulan dirasa terlalu berat karena dalam hal tersalah

hukuman yang dijatuhkan hanya pada kelalaian dan ketidakhati-hatiannya

saja. Dari peristiwa tersebut menimbulkan kabakaran yang merugikan orang

lain, jadi seharusnya hukuman yang pantas pagi pelaku yang karena

kelalaiannya mengakibatkan kebakaran ini adalah hukuman yang berkaitan

dengan harta yaitu denda. Dalam jarimah ta’zi>r hukuman denda dijatuhkan

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

71

pada orang atau pelaku yang menyembunyikan, menghilangkan, atau

merusak barang milik orang lain dengan sengaja. Syariat Islam tidak

menetapkan batas terendah atau tertinggi dari hukuman denda. Hal ini

sepenuhnya diserahkan kepada hakim dengan mempertimbangkan berat

ringannya jarimah yang dilakukan oleh pelaku.

Dalam penetapan hukumannya, hukum Islam menetapkan

pertanggungjawaban pidana yang berat pada pelaku yang sengaja dan

pertanggungjawaban yang ringan kepada pelaku yang tersalah. Jadi, dalam

hal tersalah, tidak mengahapuskan hukuman secara keseluruhan, hanya saja

memperingan hukuman karena pelaku tidak mengetahui dampak atau akibat

dari perbuatannya. Hal ini berlandaskan pada firman Allah SWT,

Artinya: “... Dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu

khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh

hatimu...”. (QS. Al-Ahzab (33): 5)

Rasulullah Saw mempertegas hal ini dalam sabdanya,

“Diampuni dari umatku (dosa) kekeliruan, kelupaan...”

Meskipun orang yang lupa terlepas dari pertanggungjawaban

pidana, ia tidak terbebas dari pertanggungjawaban perdata karena harta dan

darah (jiwa) terpelihara dan mendapat jaminan keselamatan (maksum).

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

72

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pengamatan dan apa yang sudah di jelaskan mengenai

iraian-uraian dalam bab-bab sebelumnya, mengenai kelalaian yang

mengakibatkan kebakaran yang menimbulkan rusaknya barang dapat ditarik

kesimpulan sebagai berikut:

1. Pertimbangan majelis hakim negeri Rantau Prapat dalam memutuskan

perkara nomor: 718/Pid.B/2016/PN.Rap dengan mempertimbangkan

dakwaan jaksa penuntut umum dan melihat unsur-unsur dalam pasal 188

KUHP yang karena kelalaian dari pelaku mengakibatkan kebajaran

sehingga menimbulkan kerusakan pada barang dirasa sangat berat. Hal

ini dapat dilihat dari unsur-unsur yang terdapat dalam kasus dan juga

melihat fakta-fakta di persidangan yang murni karena kesalahan, dimana

tidak ada niat sebelumnya dari pelaku untuk membuat kebakaran

sehingga menimbulkan kerugian yang sangat besar.

2. Dalam hukum Islam sanksi terhadap pelaku yang karena kelalaiannya

mengakibatkan kebakaran sehingga menimbulkan rusaknya barang

termasuk dalam jarimah ta’zi>r karena tidak ada ketentuan nas yang

mengatur tindak pidana ini. Dan dalam hal kelalaian, hukuman yang

dijatuhkan hanya pada kelalaian dan ketidakhati-hatiannya saja. Dari

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

73

peristiwa kasus dalam penelitian ini menimbulkan kabakaran yang

merugikan orang lain, jadi seharusnya hukuman yang pantas pagi pelaku

yang karena kelalaiannya mengakibatkan kebakaran ini adalah hukuman

yang berkaitan dengan harta yaitu denda. Syariat Islam tidak

menetapkan batas terendah atau tertinggi dari hukuman denda. Hal ini

sepenuhnya diserahkan kepada hakim dengan mempertimbangkan berat

ringannya jarimah yang dilakukan oleh pelaku.

B. Saran

1. Untuk masyarakat, hendaknya ikut berperan aktif dalam melindungi

lingkungan agar tetap terjaga kelestariannya sehingga tercipta

lingkungan yang aman dan sehat. Dan lebih mementingkan kepentingan

bersama daripada kepentingan pribadi.

2. Untuk aparat penegak hukum, diharapkan memiliki jiwa keadilan dan

kecermatan dalam menjatuhkan hukuman pada setiap tindak pidana

dengan mempertimbangkan aspek kerugian pada masyarakat sehingga

memberikan efek jera dan hati-hati bagi pelaku dan tidak mengulangi

perbuatan yang serupa dimasa yang akan datang.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

74

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Zainuddin. Hukum Pidana Islam. Jakarta: Sinar Grafika, 2012.

An-Nasa’i, Sunan. Ebook web hadits 9 imam – Hadits Sunan An-Nasa’i, No.

Hadist: 4792, Bab Potong Tangan.

Djazuli, A. Fiqh Jinayah. Cetakan ketiga. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,

2000.

Fakultas syariah dan hukum UIN Sunan Ampel. Petunjuk Penulisan Skripsi.

Surabaya: Fakultas Syariah Dan Hukum, 2016.

Hakim, Rahmat. Hukum Pidana Islam (Fiqh Jinayah). Cetakan I. Bandung: CV.

Pustaka Setia, 2000.

Islamiyah, Faridatul. “Putusan Pengadilan Negeri Surabaya No. 2630/Pid.B.Sby

Karena Kealpaan Yang Menyebabkan Orang Lain Mati Ditinjau Dari

Perspektif Hukum Islam”. Skripsi-- IAIN Sunan Ampel, Surabaya, 2005.

Masyrofah, dan M. Nurul Irfan. Fiqh Jinayah. Jakarta: Amzah, 2013.

Mubaraq, Jaih. Kaidah Fiqh Jinayah: Asas-Asas Hukum Pidana Islam. Bandung:

Pustaka Bani Quraisy, 2004.

Maleyong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kumulatif. Jakarta: PT. Remaja

Rosdakarya, 2000.

Muhammad, Abu Abdillah Bin Ismai’il. Shohih Bukhori – Kitab Hudud/Bab

Ta’zi>r Dan Adab No. Hadits: 6848. Cetakan Pertama. Beirut: Dar Ibni

Katsir, 1423 H/2002 M.

Munajat, Makhrus. Dekonstruksi Hukum Pidana Islam. Jogjakarta: Logung

Pustaka, 2004.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

75

Sulaiman, Abu Daud Bin Asy’ab Al-Azdi As-Sijistani. Sunan Abu Daud - Kitab

Hudud Jilid 6 No. Hadits: 4375. Cetakan Pertama. Damaskus: Dar Ar-

Risalah Al-Alamiyah. 1430 H/2009 M.

Rahardjo, Rachmad. “Tinjauan Hukum Pidana Islam TerhadapPutusan Hakim

Pada Kasus Pembakaran Lahan (Studi Putusan Pengadilan Negeri

Meulaboh No. 131/Pid.B/2013/PN.MBO)” . Skripsi--UIN Sunan Ampel,

Surabaya, 2016.

Rahmadi, Takdir. Hukum Lingkungan Di Indonesia. Jakarta: Rajawali Pers, 2015.

Reza, Alfatah. “Tinjauan Hukum Pidana Islam Terhadap Kelalaian Pengemudi

Yang Menyebabkan Orang Lain Meninggal Dunia, Luka Berat, Luka

Ringan Dan Kerusakan Barang (Studi Putusan Nomor

589/Pid.Sus/2015/PN.Bil)”. Skripsi--UIN Sunan Ampel, Surabaya, 2016.

Rizka Khairinnisaa’, Fathi. “Analisis Yuridis Terhadap Pertanggungjawaban

Korporasi PT. Mekarsari Alam Lestari Pada Pembiaran Kebakaran Hutan

Di Riau (Studi Putusan No. 235/Pid.Sus/2012/PTR)”. Skripsi-- UIN

Sunan Ampel, Surabaya, 2016.

Santoso, Topo. Membumikan Hukum Pidana Islam. Jakarta: Gema Insani Press,

2003.

Wardi Muslich, Ahmad. Hukum Pidana Islam. Cetakan Kedua. Jakarta: Sinar

Grafika, 2005.

Qadir Audah, Abdul. At-Tassyri’ al-Jina’i al-Islamy. Tim Tsalisah/juz II. t.tp:

Muassasah Ar-Risalah, t.t.

Depag RI. Al-Qur’an danTerjemahan. Jakarta: Wali, 2010)

KUHP & KUHAP.Surabaya: Kesindo Utama, 2013.

Juhadi,”Pola-Pola Pemanfaatan Lahan Dan Degradasi Lingkungan Pada Kawasan

Perbukitan”,http://download.portalgaruda.org/article.php?article=136595

&val=5671, diakses pada, 10 agustus 2017.

GAPKI Indonesian Palm Oil Association,”Perkebunan Kelapa Sawit Dalam

Fenomena Kebakaran Hutan Dan Lahan”, dalam

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

76

https://gapki.id/perkebunan-kelapa-sawit-dalam-fenomena-kebakaran-

hutan-dan-lahan/, diakses pada 28 juli 201\7.