tinjauan hukum islam terhadap sistem kerja sama …

74
1 TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM KERJA SAMA ANTARA NELAYAN DAN PEMILIK KAPAL (STUDI MASYARAKAT NELAYAN KABUPATEN TAKALAR) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Ekonomi Syariah (S.H) pada Program Studi Hukum Ekonomi Syariah Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Makassar OLEH SLAMET PRIHATIN NIM: 105251103616 PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH FAKULTAS AGAMA ISLAM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 1442 H/ 2020

Upload: others

Post on 16-Oct-2021

11 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM KERJA SAMA …

1

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM KERJA SAMA

ANTARA NELAYAN DAN PEMILIK KAPAL

(STUDI MASYARAKAT NELAYAN KABUPATEN TAKALAR)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar

Sarjana Hukum Ekonomi Syariah (S.H) pada Program Studi

Hukum Ekonomi Syariah Fakultas Agama Islam

Universitas Muhammadiyah Makassar

OLEH

SLAMET PRIHATIN

NIM: 105251103616

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

1442 H/ 2020

Page 2: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM KERJA SAMA …

2

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM KERJA SAMA

ANTARA NELAYAN DAN PEMILIK KAPAL

(STUDI MASYARAKAT NELAYAN KABUPATEN TAKALAR)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar

Sarjana Hukum Ekonomi Syariah (S.H) pada Program Studi

Hukum Ekonomi Syariah Fakultas Agama Islam

Universitas Muhammadiyah Makassar

OLEH

SLAMET PRIHATIN

NIM: 105251103616

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

1442 H/ 2020

Page 3: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM KERJA SAMA …

3

Page 4: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM KERJA SAMA …

4

Page 5: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM KERJA SAMA …

5

v

Page 6: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM KERJA SAMA …

6

Page 7: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM KERJA SAMA …

7

ABSTRAK

Slamet Prihatin. 105 251 103 616. 2020. Tinjauan Hukum Islam Terhadap

Sistem Kerja sama Antara Nelayan dan Pemilik Kapal (Studi Masyarakat

Nelayan Kabupaten Takalar). Dibimbing oleh Ibu Hurriah Ali Hasan dan Bapak

Fahruddin Mansyur.

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yaitu bertujuan untuk

mengetahui sistem kerjasama antara nelayan dan pemilik kapal dan tinjauan

hukum Islam terhadap sistem kerjasama antara nelayan dan pemilik kapal di Desa

Bontosunggu Galesong Utara.

Penelitian ini dilakukan di Galesong Utara berlangsung selama 2 bulan

mulai dari tanggal 25 januari sampai dengan 25 maret 2020. Teknik pengumpulan

data dengan cara wawancara kepada 3 orang pemilik kapal dan 3 orang nelayan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem kerja sama yang terjadi antara

nelayan dan pemilik kapal di Desa Bontosunggu adalah kerja sama mudharabah

yaitu pemilik kapal akan menyedikan modal lalu nelayan akan berkontribusi

dengan memberikan tenaga, kemampuan, dan loyalitasnya untuk mengelola

modal tersebut. Kerjasama mudharabah yang terjadi antara nelayan dan pemilik

kapal sudah memenuhui syariat hukum isam karena dalam praktiknya telah

memenuhi rukun dan syarat mudharabah.

Kata Kunci: Kerja sama, Mudharabah, Hukum Islam

Page 8: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM KERJA SAMA …

8

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbilalamin, puji dan syukur senantiasa

teriring do’a dalam setiap hela nafas atas kehadirat Allah SWT.

Tuhan yang senatiasa melindungi hambanya dan segala Nikmat dan

Rahmat-Nya yang diberikan kepada penulis sehingga dapat

menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Salawat serta salam

tercurah kepada baginda Rasulullah SAW. Para sahabat, dan

keluarganya serta ummat yang senantiasa istiqomah dijalan-

Nya.

Tiada pencapaian yang sempurna dalam setiap langkah,

karena rintangan tak akan meninggalkan harapan dan cita-cita

agung. Segalanya penulis lalui dengan kesungguhan dan keyakinan

untuk terus melangkah, akhirnya sampai dititik akhir

penyelesaian skripsi ini. Namun semua tidak lepas dari uluran

tangan berbagai pihak lewat dukungan, arahan, bimbingan, serta

bantuan moril dan materil.

Ucapan terima kasih yang tak terhingga, peneliti

haturkan kepada:

1. Bapak Dr. H. Abd Rahman Rahim, SE., MM. selaku Rektor

Universitas Muhammadiyah Makassar.

Page 9: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM KERJA SAMA …

9

2. Bapak Dr. H. Mawardi Pewangi, M.Pd.I, selaku Dekan Fakultas

Agama Islam.

3. Bapak Dr. Ir. H. Muchlis Mappangaja, MP. Selaku Ketua Prodi

Hukum Ekonomi Syariah.

4. Bapak Hasanuddin, SE. Sy., selaku Sekretaris Prodi Hukum

Ekonomi Syariah yang senantiasa memberikan arahan-arahan selama

menempuh pendidikan.

5. Ibu Hurriah Ali Hasan, ST.,ME,.,Ph.D (Selaku Pembimbing I)

dan Bapak Fakhruddin Mansyur, S.E.I.,M.E.I (Selaku Pembimbing

II) dalam menyelesaikan Skripsi ini.

6. Bapak/Ibu para dosen Fakultas Agama Islam Universitas

Muhammadiyah Makassar yang senantiasa membimbing penulis

selama menempuh pendidikan di Hukum Ekonomi Syariah.

7. Teman dan sahabat penulis, yang selalu memberikan dukungan

dalam menyelesaikan skripsi ini.

8. Terakhir ucapan terima kasih kepada keluarga, yang tiada henti-

hentinya mendoakan, memberi dorongan moril maupun materil

selama menempuh pendidikan.

Penulis senantiasa mengharapkan kritikan dan saran dari

berbagai pihak yang sifatnya membangun karena penulis yakin bahwa

suatu persoalan tidak akan berarti sama sekali tanpa adanya

Page 10: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM KERJA SAMA …

10

kritikan. Mudah-mudahan skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi

para pembaca, terutama bagi diri pribadi penulis. Amin.

Makassar, 22 Juni 2020

Penulis

Slamet prihatin

Page 11: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM KERJA SAMA …

11

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL………………………………………………….…..... i

HALAMAN JUDUL…………………………………………………………. ii

ABSTRAK…………………………………………………………………… iii

KATA PENGANTAR……………………………………………………….. iv

DAFTAR ISI………………………………………………………………...... vi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang………………………………………………………. . 1

B. Rumusan Masalah…………………………………………………… . 6

C. Tujuan Penelitian……………………………………………………. . 6

D. Manfaat Penelitian……………………………………………………. 6

BAB II TINJAUAN TEORITIS

A. Pengertian Mudharabah………………………………………………. 10

B. Dasar Hukum Mudharabah………………………………………….. . 10

C. Rukun dan Syarat Mudharabah………………………………………. 14

D. Macam-macam Mudharabah…………………………………………. 17

E. Fatwa DSN-MUI Tentang Mudharabah…………………………….. . 18

F. Berakhirnya Akad Mudharabah………………………………………. 25

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian……………………………………………………….. 27

B. Lokasi dan Objek Penelitian………………………………………… . 27

Page 12: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM KERJA SAMA …

12

C. Fokus Penelitian dan Deskripsi Penelitian……………………............ 27

D. Sumber Data…………………………………………………….......... 28

E. Instrument Penelitian………………………………………….. .......... 29

F. Teknik Pengumpulan Data………………………………………......... 30

G. Teknik Analisis Data…………………………………………............. 33

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian…………………………………… 35

B. Hasil dan Pembahasan………………………………………………… 41

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan……………………………………………………………… 52

B. Saran ……………………………………………………………………. 52

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 55

BIODATA……………………………………………………………………… 57

LAMPIRAN……………………………………………………………………. 58

Page 13: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM KERJA SAMA …

13

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sumber daya kelautan dan perikanan Indonesia mempunyai

peranan penting bagi pembangunan nasional baik dari segi aspek ekonomi,

social, keamanan, dan ekologis. Dengan total luas laut Indonesia sekitar

5,8 juta kilometer persegi (km2) yang terdiri dari 2,3 juta km2perairan

kepulauan, 0,8 juta km2 perairan territorial, dan 2,7 km2 perairan Zona

Ekonomi Eksklusif Indonesia, maka posisi dan letak kepulauan Indonesia

yang bersifat archipelagic yang terdiri dari 17.504 pulau menjadi sangat

penting dalam sistem perdagangan dan penyedia bahan baku bagi

masyarakat nasional maupun internasional1.

Komitmen sebagai negara kepulauan terbesar menjadikan isu

perkembangan potensi sumber daya alam sebagai isu sentral untuk

membangun kesejahteraan masyarakat. Sebagai negara yang meiliki

wilayah laut lebih luas dari pada daratan, potensi yang melimpah tersebut

harus dimanfaatkan secara berkesinambungan tanpa mengabaikan

kesejahteraan masyarakat yang mengandalkan laut sebagai mata

pencahariannya2.

Dalam kamus besar Indonesia, pengertian nelayan adalah orang

yang mata pencaharian utama dan usahaya menangkap ikan di laut.

1 Apridar, dkk, Ekonomi Kelautan dan Pesisir (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011), 21. 2 Masyhuri Imron, Kemiskinan dalam Masyarakat Nelayan, Jurnal Masyarakat dan

Budaya, (2003), 63.

Page 14: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM KERJA SAMA …

14

DiIndonesia nelayan biasa bermukim di daerah pinggir pantai atau pesisir

laut3.

Al-Qur’an secara jelas memberikan peluang kepada manusia untuk

menikmati kekayaan laut. Sebagaimana dalam Q.S Al-Maidah : 96 :

م علي يارة وحر كم أحل لكم صيد البحر وطعامه متاعا لكم وللس

واتقوا حرما دمتم ما البر صيد تحشرون إليه الذي الل

Terjemahannnya:

Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan makanan (yang berasal)

dari laut sebagai makanan yang lezat bagimu, dan bagi orang-orang yang

dalam perjalanan, dan diharamkan atasmu (menangkap) binatang buruan

darat , selama kamu dalam ihram. Dan bertakwalah kepada Allah yang

kepada-Nya-lah kamu akan dikumpulkan4.

Sebagaimana diketahui, nelayan bukanlah suatu entitas tunggal.

Mereka terdiri dari beberapa kelompok, yang dilihat dari segi pemilikan

alat tangkap dapat dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu: nelayan buruh,

nelayan juragan, dan nelayan perorangan. Nelayan buruh adalah nelayan

yang bekerja dengan alat tangkap milik orang lain. Sebaliknya nelayan

juragan adalah nelayan yang memiliki alat tangkap yang dioperasikan oleh

orang lain. Adapun nelayan perorangan adalah nelayan yang memiliki

peralatan tangkap sendiri, dan dalam pengoperasiannya tidak melibatkan

orang lain5.

Sebagai makhluk sosial, kebutuhan akan kerja sama antara satu

pihak dengan pihak lain guna meningkatkan taraf perekonomian dan

3 Lina Asmara Wati, Mimit Primyastanto, Ekonomi Produksi Perikanan dan Kelautan (UB

Press, 2018), 23. 4 Departemen Agama RI, Al-qur’an. 5 Masyhuri Imran, Kemiskinan Dalam Masyarakat Nelayan, (2003), Vol 5 No 1.

Page 15: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM KERJA SAMA …

15

kebutuhan hidup atau keperluan-keperluan lain tidak bisa diabaikan.

Kerjasama dalam Islam merupakan suatu bentuk sikap saling tolong

menolong terhadap sesama yang disuruh dalam islam selama kerjasama itu

tidak dalam bentuk dosa dan permusuhan.

Kerjasama yang dimaksud di sini adalah kerjasama dalam bentuk

bagi hasil, yaitu kerjasama dalam berusaha untuk mendapatkan

keuntungan. Oleh karena itu kerjasama ini terlebih dahulu harus terjadi

dalam suatu akad atau perjanjian baik secara formal yaitu dengan ijab dan

qabul maupun dengan cara yang lain yang menunjukkan bahwa kedua

belah pihak telah melakukan kerjasama tersebut secara rela sama rela.

Untuk sahnya kerjasama, kedua belah pihak harus memenuhi syarat untuk

melakukan akad atau perjanjian kerjasama yaitu dewasa dalam arti

mempunyai kemampuan untuk bertindak dan sehat akalnya, serta atas

dasar kehendak sendiri tanpa paksaan dari pihak manapun.

Salah satu akad kerja sama yang terjadi dalam masyarakat adalah

kerja sama mudharabah6. Mudharabah berasal dari kata al-darab, disebut

juga qirad, yang berasal dari kata al-qardu berarti al-qat’u (potongan)

karena pemilik memotong sebagian hartanya untuk diperdagangkan dan

memperoleh sebagian keuntungannya. Menurut para fuqaha, mudharabah

ialah akad antara dua pihak (orang) saling menanggung, salah satu pihak

menyerahkan hartanya kepada pihak lain untuk diperdagangkan dengan

bagian yang telah ditentukan dari keuntungan, seperti setengah atau

6 Rachmat Syafe’I, Fiqih Muamalah, (Bandung : Pustaka Setia, 2001), 23.

Page 16: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM KERJA SAMA …

16

sepertiga dengan syarat-syarat yang telah ditentukan. Kiranya dapat

dipahami bahwa mudharabah atau qirad ialah akad antara pemilik modal

(harta) dengan pengelola modal tersebut dengan syarat bahwa keuntungan

diperoleh kedua belah pihak sesuai dengan jumlah kesepakatan7.

Dasar kebolehan praktik mudharabah adalah Q.S. Al-Baqarah :

198 :

م منعرفا كم جناح أن تبتغوا فضل من ربكم فإذا أفضت ليس علي

عند المشعر الحرام واذكروه كما هداكم وإن كنتم م ن فاذكروا الل

الين قبله لمن الض

Terjemahannya:

Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezeki hasil perniagaan)

dari Tuhanmu. Maka apabila kamu telah bertolak dari 'Arafat,

berdzikirlah kepada Allah di Masy'arilharam. Dan berdzikirlah (dengan

menyebut) Allah sebagaimana yang ditunjukkan-Nya kepadamu; dan

sesungguhnya kamu sebelum itu benar-benar termasuk orang-orang yang

sesat8.

Di Desa Bontosunggu Kecamatan Galesong Utara Kabupaten

Takalar terdapat praktik penerapan kerja sama yaitu antara pemilik kapal

(juragan) dengan nelayan. Perjanjian kerja sama antara nelayan dan

juragan ini berlangsung dalam satu musim (kurang lebih selama 1 minggu

hingga 2 minggu lamanya). Nelayan bekerja sama dengan juragan

berdasarkan sistem bagi hasil. Modal yang berupa biaya operasional

selama melaut seperti bahan bakar, es batu, bahan makanan selama melaut,

dan sebagainya berasal dari pemilik kapal. Sedangkan nelayan

memberikan kontribusi berupa tenaga, keterampilan, dan loyalitas dalam

7 Zaenuddin A. Naufal, Fiqih Muamalah Klasik dan Kontemporer, (Bogor: Ghalia

Indonesia, 2012), 141. 8 Departemen Agama RI, Al-qur’an.

Page 17: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM KERJA SAMA …

17

kegiatan kerja sama ini. Bagian bagi hasil nelayan akan diberikan setelah

kerja sama berakhir.

Bagi hasil keuntungan yang diterapkan oleh pemilik kapal terhadap

hasil melaut ialah 50:50. Karena dalam satu kapal terdapat 10-20 orang

nelayan, bagian mereka sebesar 50% akan dibagi sejumlah nelayan yang

bekerja pada kapal tersebut. Sedangkan apabila mengalami kerugian,

hanya ditanggung oleh nelayan yang kemudian akan menjadi hutang untuk

dilunasi ketika memperoleh keuntungan pada saat melaut berikutnya.

Perhitungan keuntungan/kerugian ini akan dilakukan setelah nelayan

kembali dari melaut kemudian hasil penjualan ikan diperoleh.

Berdasarkan kesenjangan tersebut yang akhirnya membuat peneliti

tertarik untuk melakukan penelitian tentang bagaimana praktik kerja sama

tersebut menurut perspektif hukum Islam. Maka untuk mengetahui hal

tersebut perlulah dilakukan sebuah kajian dan penelitian yang mendalam

mengenai kerja sama tersebut. Oleh karena itu peneliti bermaksud untuk

meneliti permasalahan ini dengan judul “Tinjauan Hukum Islam

terhadap Sistem KerjaSama antara Nelayan dan Pemilik Kapal

(Studi Masyarakat Nelayan Kabupaten Takalar)”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalah ini diuraikan

dalam pernyataan sebagai berikut :

1. Bagaimana sistem kerja sama antara nelayan dan pemilik kapal di

Kabupaten Takalar ?

Page 18: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM KERJA SAMA …

18

2. Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap kerja sama antara nelayan

dan pemilik kapal di Kabupaten Takalar ?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian masalah di atas, maka tujuan yang hendak

dicapai dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui sistem kerja sama antara nelayan dan pemilik kapal

di Kabupaten Takalar?

2. Untuk mengetahui tinjauan hukum Islam terhadap kerja sama antara

nelayan dan pemilik kapal di Kabupaten Takalar ?

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang di harapkan dari pnelitian ini memberikan deskripsi

pengembangan kepada dua hal yang berbeda, yaitu :

1. Manfaat teoritis

Hasil penerapan ini diharapkan berguna sebagai bentuk sumbangsih

dalam rangka memperkaya ilmu pengetahuan terutama yang berkaitan

dengan masalah ilmu muamamalah mengenai bentuk akad kerja yang

digunakan terkhusus mengenai kerja sama pemilik kapal dan nelayan

dalam melaksanakan usaha bersamanya.

2. Manfaat terapan (praktis)

a. Bagi dunia akademik

Sebagai sumbangsih pengetahuan bagi universitas selaku lembaga

pendidikan dalam mengembangkan ilmu pengetahuan yang

berkaitan dengan muamalah.

Page 19: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM KERJA SAMA …

19

b. Bagi peneliti

Sebagai tambahan pengetahuan bagi penulis agar dapat memahami

tentang muamalah.

c. Bagi pemilik kapal dan nelayan

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pemilik

kapal dalam menerapkan ketentuan dalam kerja samanyadengan

pihak nelayan agar sesuai dengan konsepmudarabah sehingga

terhindar dari tindakan yang merugikan salah satu pihak.

Page 20: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM KERJA SAMA …

8

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Kajian Teori

1. Pengertian mudharabah

Mudharabah atau qirad termasuk salah satu bentuk akad

shirkah (perkongsian). Mudharabah adalah istilah yang biasa

digunakan penduduk Irak, sedangkan orang Hijaz membahasakanya

dengan istilah qirad. Dengan demikian, mudharabah atau qirad adalah

dua istilah untuk maksud yang sama9. Istilah mudharabah berasal dari

kata darb, artinya memukul atau berjalan. Pengertian memukul atau

berjalan ini lebih tepatnya adalah proses seseorang menggerakkan

kakinya dalam menjalankan usaha.

Mudharabah telah dilakukan orang-orang Arab sebelum Islam.

Nabi Muhammad SAW. Sebelum diangkat menjadi Rasul telah ber-

mudharabah dengan Khadijah dalam menjalankan perniagaan dari

Mekah ke negeri Syam. Bahkan ketika Rasulullah SAW diangkat

menjadi Rasul dan ummat Islam selesai menaklukkan Khaibar, beliau

pernah menyerahkan tanah pertanian kepada orang Yahudi dengan

cara mudharabah dengan hasil dibagi sama10.

Menurut bahasa, qirad diambil dari kata al-qardu yang berarti

(potongan), sebab pemilik memberikan potongan dari hartanya untuk

9 Rachmat Syafe’I, Fiqih Muamalah. (Bandung: Pustaka Setia, 2001), 223. 10 Siah Khosyi’ah, Fiqih Muamalah Perbandingan, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2014),

152.

Page 21: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM KERJA SAMA …

9

diberikan kepada pengusaha agar mengusahakan harta tersebut dan

pengusaha akan memberikan potongan dari laba yang diperoleh. Bisa

juga diambil dari kata al-muqaradah yang berarti (kesamaan), sebab

pemilik modal dan pengusaha memiliki hak yang sama terhadap laba.

Orang Irak menyebutnya dengan istilah mudharabah, sebab setiap

yang melakukan akad memiliki bagian dari laba, atau pengusaha harus

mengadakan perjalanan dalam mengusahakan harta modal tersebut11.

Adapun menurut istilah ada beberapa pengertian yang

diungkapkan oleh para ahli antara lain:

a. Menurut Sayyid Sabiq

Mudharabah adalah akad antara dua pihak dimana salah

satu pihak mengeluarkan sejumlah uang (sebagai modal) kepada

pihak lainnya untuk diperdagangkan, dan laba dibagi dua sesuai

dengan kesepakatan12.

b. Antonio mengutip pendapat Al-Syarbasyi sebagai berikut:

Mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak

dimana pihak pertama (shahib al-mal) menyediakan seluruh

modal, sedangkan pihak lain menjadi pengelola dan keuntungan

usaha dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak.

11 Zaenudidin A. Naufal, Fiqih Muamalah Klasik dan Kontemporere, (Bogor: Ghalia

Indonesia, 2012), 141. 12 Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah Jilid IV, (Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2006), 218.

Page 22: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM KERJA SAMA …

10

Sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal selama

kerugian itu bukan akibat dari kelalaian si pengelola13.

c. Adiwarman A. Karim

Mudharabah adalah persetujuan kongsi antara harta dari

salah satu pihak dengan kerja dari pihak lain, dimana satu pihak

berperan sebagai pemilik modal dan mempercayakan sejumlah

modalnya untuk dikelola oleh pihak kedua, yakni si pelaksana

usaha dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan14.

Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa mudharabah

adalah bentuk kerja sama antara dua atau lebih pihak di mana

pemilik modal (shahibul amal) mempercayakan sejumlah modal

kepada pengelola (mudharib) dengan suatu perjanjian di awal.

Bentuk ini menegaskan kerja sama dengan kontribusi seratus

persen modal dari pemilik modal dan keahlian dari pengelola.

2. Dasar hukum mudharabah

Kerja sama dalam permodalan mudharabah disyariatkan oleh

firman Allah, hadits, ijma dari para sahabat dan para imam. Para imam

mazhab sepakat bahwa mudharabah adalah boleh berdasarkan Al-

Quran, sunnah, ijma, dan qiyas.

Ulama fiqih sepakat bahwa mudharabah disyaratkan dalam

islam berdasarkan pada Al-Quran, Sunnah, ijma, dan Qiyas.

13 Muhammad Syafi’I Antonio, Bank Syariah dari Teori Ke Praktek, (Jakarta: Gema Insani

Press, 2001), 95. 14 Adiwarman A Karim, Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan, (Jakarta: PT Raja

Grafindo, 2007), 204-205.

Page 23: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM KERJA SAMA …

11

a. Berdasarkan Al-Quran

Adapun ayat-ayat yang berkenaan dengan mudharabah, antara

lain: Q.S Al-muzammil: 20:

وآخرون يضربون في الرض يبتغون من فضل الل

Terjemahannya:

Dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian

karunia Allah15.

Yang menjadi argument ayat di atas adalah kata yadhribun

yang sama akarnya mudharabah yang berarti melakukan suatu

perjalanan usaha.

Q.S Al-jumuah: 10:

لة فانتشروا في الرض وابتغوا م ن فضل فإذا قضيت الص

واذ كثيرا لعلكم تفلحون الل كروا الل

Terjemahannya:

Apabila shalat telah dilaksanakan, maka bertebaranlah kamu di

bumi; carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak agar

kamu beruntung16.

b. As-sunnah

Ketika Islam datang, Rasulullah mengakui dan menyetujui

akad mudharabah ini. Para sahabatnya pun melakukan perjalanan

dagang dengan mengelola modal orang lain berdasarkan akad

mudharabah sementara beliau tidak melarang hal itu. Sunnah

merupakan perkataan, perbuatan, dan pengakuan Rasulullah SAW.

Maka ketika beliau telah mengakui mudharabah, berarti

15 Departemen Agama RI, Al-qur’an. 16 Departemen Agama RI, Al-qur’an.

Page 24: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM KERJA SAMA …

12

mudharabah telah ditetapkan oleh sunnah. Di antara hadits yang

berkaitan dengan mudharabah adalah hadits yang diriwayatkan

oleh Ibn Majah dari Suhaib bahwa:

م : صهيب ، قال : قال رسول الل صلى الل عليهوسل عن

لط ثلث فيهن البركة ، البيع إلى أجل ، والمقارضة ، وأخ

بيع البر بالشعير ، للبيت لا لل

Artinya :

Tiga perkara yang mengandung berkah adalah jual beli yang

ditangguhkan, melakukan qirad (memberi modal kepada orang

lain), dan yang mencampurkan gandum dengan jelas untuk

keluarga, bukan untuk diperjualbelikan.” (HR. Ibn Majah dari

Suhaib).

Ulama menyatakan bahwa keberkahan dalam arti tumbuh

dan menjadi lebih baik terdapat pada perniagaan, terlebih pada jual

beli yang dilakukan secara tempo atau pun akad mudharabah

sebagaimana disabdakan Rasulullah SAW. dalam hadith tersebut.

Dengan menunjuk adanya keberkahan ini, hal ini mengindikasikan

diperbolehkannya praktik mudharabah17.

c. Ijma

Kesepakatan ulama akan bolehnya mudharabah dikutip dari

Dr. Wahbah Zuhaili dari kitab al-fiqh al-Islami wa Adillatuh.

Diriwayatkan bahwa sejumlah sahabat melakukan mudarabah

dengan menggunakan harta anak yatim sebagai modal dan tak

seorangpun dari mereka yang menyanggah atau menolak. Beliau

itu antara lain Umar Ibn al-khattab, Uthman Ibn Affan, Ali Ibn

17 Djuwaini, Pengantar Fiqih Muamalah, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), 226.

Page 25: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM KERJA SAMA …

13

Abu Talib, Abdullah Ibn Mas’ud, Abdullah Ibn Umar, Abdullah

Ibn Amir, Aisyah. Jika praktik sahabat dalam suatu amalan tertentu

yang disaksikan oleh sahabat yang lain lalu tidak ada seorang pun

menyanggahnya maka hal itu adalah ijma.

d. Qiyas

Qiyas merupakan dalil lain yang membolehkan

mudharabah dengan mengqiyaskannya (analogi) kepada transaksi

al-musaqah, yaitu bagi hasil yang umum dilakukan dalam bidang

perkebunan. Dalam hal ini, pemilik kebun bekerja sama dengan

orang lain dengan pekerjaan penyiraman, pemeliharaan, dan

merawat isi perkebunan. Dalam perjanjian ini, sang penyiram

mendapatkan bagi hasil tertentu sesuai dengan kesepakatan di

depan dari output perkebunan (pertanian). Dalam mudharabah,

pemilik dana sahib al-mal dianalogikan dengan pemilik kebun,

sementara pemelihara kebun dianalogikan dengan pengusaha

(entrepreneur). Mengingat dasar musaqah lebih valid dan tegas

yang diambil dari sunnah Rasulullah SAW, maka metodologi qiyas

dapat dipakai untuk menjadi dasar diperbolehkannya

mudharabah18.

3. Rukun dan syarat mudharabah

Bagi hasil dilaksanakan dengan didahului oleh sebuah

perjanjian sehingga ia pun harus memenuhi rukun dan syarat-

18 Zaenuddin A N aufal, Fiqih Muamalah Klasik dan Kontemporer, (Bogor: Ghalia

Indonesia, 2012), 142.

Page 26: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM KERJA SAMA …

14

syaratnya. Akad muḍhārabah memiliki beberapa rukun yang telah

digariskan ulama guna menentukan sahnya akad tersebut. Rukun yang

dimaksud ialah ‘aqidain sahib al-mal (pemilik dana) dan muḍarib

(pengelola), sighat (ijab dan qabul), ra’sal-mal (modal), ribhun

(keuntungan), dan‘amal (pekerjaan)19.

Ulama mengajukan beberapa syarat terhadap rukun yang

melekat dalam akad muḍharabah, yaitu:

a. Disyaratkan bagi orang yang akan melakukan akad, yakni sahib al

mal dan muḍarib adalah ahli dalam mewakilkan atau menjadi

wakil, sebab mudarib mengusahakan harta sahib al-mal. Namun

demikian tidak disyaratkan harus muslim. Mudharabah sah

dilakukan antara seorang muslim dengan orang kafir yang

dilindungi di negara Islam. Adapunulama Malikiyah memakruhkan

mudharabah dengan kafir dzimmi jika mereka tidak melakukan

riba dan melarangnya jika mereka melakukan riba.

b. Sighat dalam akad qirad adalah bahasa transaksi berupa ijab dan

qabul yang memuat perjanjian kontrak kerja sama antara sahib al-

mal dengan mudarib dengan sistem bagi hasil (profit sharing).

Syarat atau ketentuannya yakni ijab dan qabul dilakukan secara

berkesinambungan (muttasil) di mana tidak ada jeda waktu yang

mencerminkan qabulbukan lagi sebagai respon dari ijab, terbebas

dari penangguhan (ta’li), dan kesesuaian maksud (muwafawah fi

19 Djuwaini, Pengantar Fiqih Muamalah, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), 227.

Page 27: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM KERJA SAMA …

15

al-ma’na) meskipun beda redaksi karena dalam akad mudarabah,

yang dijadikan patokan adalah maknanya bukan bentuk lafalnya20.

c. Ra’s al-mal (modal) adalah sejumlah uang yang diberikan oleh

sahib almal kepada mudarib untuk tujuan investasi dalam akad

mudarabah. Modal disyaratkan harus diketahui jumlah dan

jenisnya (mata uang), dan modal harus disetor tunai kepada

mudarib. Sebagian ulama membolehkan modal berupa barang

inventoris ataupun aset perdagangan, bahkan madzhab Hambali

membolehkan penyediaan aset non-moneter (pesawat, kapal, alat

transportasi) sebagai modal. Modal tidak dapat berbentuk hutang

(pada pihak ketiga atau mudarib). Menurut Abu Hanifah, modal

berupa barang adalah sah. Pemberian barang tersebut sama artinya

dengan memberikan uang untuk diperniagakan yang labanya

kemudian dibagi bersama sesuai dengan asas qirad21. Modal harus

tersedia digunakan dalam bentuk tunai atau aset. Selain itu, modal

harus diserahkan/dibayarkan kepada mudarib dan memungkinkan

baginya untuk menggunakannya.

d. Amal (pekerjaan) merupakan kontribusi mudarib dalam kontrak

mudharabah yang disediakan oleh pemilik modal. Pekerjaan dalam

kaitan ini berhubungan dengan manajemen kontrak mudharabah

dan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapakan oleh kedua belah

20 Tim Laskar Pelangi, Metodologi Fiqih Muamalah (Diskursus Metodologi Konsep

Interaksi Sosial- Ekonomi) (Kediri: Lirboyo Press, 2013), 262. 21 Khudori Soleh, Fiqh Konstektual (Jakarta: Pertja, 1999), 67.

Page 28: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM KERJA SAMA …

16

pihak dalam transaksi22. Syarat yang harus dipenuhi ialah yakni

usaha perniagaan adalah hak eksklusif mudarib tanpa adanya

intervensi dari pihak sahib al-mal, pemilik dana tidak boleh

membatasi tindakan dan usaha muda ribsedemikian rupa sehingga

dapat mempersempit ruang geraknya dalam memperoleh

keuntungan, mudarib tidak boleh menyalahi aturan syariah dalam

usaha perniagaannya, serta mudarib harus mematuhi syarat-syarat

yang ditentukan sahib al-mal sepanjang syarat itu tidak kontradiktif

dengan apa yang ada dalam kontrak mudarabah.

e. Ribhun (keuntungan) adalah jumlah yang didapat sebagai

kelebihan dari modal, keuntungan adalah tujuan akhir dari kontrak

mudarabah. Syarat keuntungan yang harus terpenuhi adalah khusus

dimiliki secara shirkah oleh sahib al-maldan mudarib, margin

profit ditentukan secara persentase (juz’iyyah) misalnya bagian

sahib al-mal sebesar 60% dan mudarib 40% dari total profit

sehingga tidak sah apabila ditentukan secara nominal (qodriyyah).

Apabila pembagian keuntungan tidak jelas, menurut ulama

Hanafiyah akad itu fasid (rusak), demikian pula halnya apabila

pemilik modal mensyaratkan bahwa kerugian pada kerja sama

tersebut ditanggung bersama.

22 Ismail Nawawi, Fiqih Muamalah Klasik dan Kontemporer (Bogor: Ghalia Indonesia,

2012), 143.

Page 29: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM KERJA SAMA …

17

4. Macam–macam mudharabah

Secara umum mudharabah terbagi menjadi dua jenis yaitu,

mudharabah muthlaqah dan mudharabah muqayyadah.

a. Mudharabah Muthlaqah

Yang dimaksud dengan mudharabah muthlaqah adalah

bentuk kerja sama antara shahibul maal dan mudharib yang

cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis

isaha, waktu, dan daerah bisnis. Dalam pembahasan fiqih ulama

salafus saleh seringkali dicontohkan dengan ungkapan ifal ma

syi’ta (lakukanlah sesukamu) dari shahibul maal ke mudharib yang

memberi kekuasaan sangat besar.

b. Mudharabah Muqayyadah

Mudharabah Muqayyadah atau disebut juga dengan istilah

restricted mudharabah/ specifited mudharabah adalah kebalikan

dari mudharabah muthlaqah. Si mudharib dibatasi dengan batasan

jenis usaha, waktu atau tempat usaha. Adanya pembatasan ini

seringkali mencerminkan kecenderungan umum si shahibul maal

dalam memasuki jenis dunia usaha23.

5. Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI (NO: 115/DSN-MUI/IX/2017)

Tentang Mudharabah

a. Ketentuan umum

23 Muhammad Syafi’I Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktek, (Jakarta: Gema Insani

Press, 2001), 97.

Page 30: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM KERJA SAMA …

18

1. Akad mudharabah adalah akad kerja sama suatu usaha antara

pemilik modal (malik/shahib al-mal) yang menyediakan seluruh

modal dengan pengelola (amil/mudharib) dan keuntungan usaha

dibagi di antara mereka sesuai nisbah yang disepakati dalam akad.

2. Shahib al-mal/malik adalah pihak penyedia dana dalam usaha kerja

sama usaha mudharabah, baik berupa orang (syakhshiyah

thabi’iyah/ natuurlijke persoon) maupun yang dipersamakan

dengan orang, baik berbadan hukum maupun tidak berbadan

hukum (syakhshiyah I’tibariah/syakhshiyah hukmiyah/

recthsperson).

3. Amil/mudharib adalah pihak pengelola dana dalam usaha kerja

sama usaha mudharabah, baik berupa orang (syakhshiyah

thabi’iyah/naturlijke persoon) maupun yang disamakan dengan

orang, baik berbadan hukum maupun tidak berbadan hukum

(syakhshiyah I’tibariah/syakhshiyah hukmiyah/retchperson).

4. Ra’s mal-mudharabah adalah modal usaha dalam usaha kerja sama

mudharabah.

5. Nisbah bagi hasil adalah nisbah atau perbandingan yang dinyatakan

dalam angka seperti persentase untuk membagi hasil usaha.

6. Mudharabah-muqayyadah adalah akad mudharabah yang dibatasi

jenis usaha, jangka waktu (waktu), dan/atau tempat usaha.

7. Mudharabah-muthlaqah adalah akad mudharabah yang tidak

dibatasi jenis usaha, jangka waktu (waktu), dan/atau tempat usaha.

Page 31: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM KERJA SAMA …

19

8. Mudharabah-tsuna’iyyah adalah akad mudharabah yang dilakukan

secara langsung antara shahib al-mal dan mudharib.

9. Mudharabah-muytarakah adalah akad mudharabah yang

pengelolanya (mudharib) turut menyertakan modalnya dalam kerja

sama usaha.

10. Taqwim al-urudh adalah penaksiran barang yang menjadi ra’s al-

mal untuk diketahui nilai atau harganya.

11. Keuntungan usaha (ar-ribh) mudharabah adalah pendapatan usaha

berupa pertambahan dari investasi setelah dikuragi modal, atau

modal dan biaya-biaya.

12. Kerugian usaha (al-khasarah) mudharabah adalah hasil usaha, di

mana jumlah modal usaha yang diinvestasikan mengalami

penurunan atau jumlah modal dan biaya-biaya melebihi jumlah

pendapatan.

13. At-ta’addi adalah melakukan suatu perbuatan yang seharusnya

tidak dilakukan.

14. At-taqsir adalah tidak melakukan suatu perbuatan yang seharusnya

dilakukan.

15. Mukhalafat asy-syuruth adalah menyalahi isi dan/atau substansi

atau syarat syarat yang disepakati dakam akad.

b. Ketentuan hukum bentuk mudharabah

Mudharabah boleh dilakukan dalam bentuk-bentuk berikut:

Page 32: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM KERJA SAMA …

20

1. Mudharabah-muqayyadah adalah akad mudharabah yang dibatasi

jenis usaha, jangka waktu (waktu), dan/atau tempat usaha.

2. Mudharabah-muthlaqah adalah akad mudharabah yang tidak

dibatasi jenis usaha, jangka waktu (waktu), dan/atau tempat usaha.

3. Mudharabah-tsuna’iyyah adalah akad mudharabah yang dilakukan

secara langsung antara shahib al-mal dan mudharib.

4. Mudharabah-musytarakah adalah akad mudharabah yang

pengelolanya (mudharib) turut menyertakan modalnya dalam kerja

sama usaha.

c. Ketentuan shighat akad

1. Akad mudharabah harus dinyatakan secara tegas, jelas, mudah

dipahami dan dimengerti serta diterima para pihak.

2. Akad mudharabah boleh dilakukan secara lisan, tertulis, isyarat,

dan perbuatan/tindakan, serta dapat dilakukan secara elektronik

sesuai syariah dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

3. Mudharib dalam akad mudharabah tsunaiyyah tidak boleh

melakukan mudharabah ulang (mudharib yudharib) kecuali

mendapatkan izin dari shahib al-mal.

d. Ketentuan para pihak

1. Shahib al-mal dan mudhrib boleh berupa orang (syakhshiyah

thbi’iyah /natuurlijke persoon maupun yang disamakan dengan

orang, baik berbadan hukum maupun tidak berbadan hukum

(syakhshiyah I’tirbariah/syakshiyah hukmiyah/recthperson).

Page 33: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM KERJA SAMA …

21

2. Shahib al-mal dan mudharib wajib cakap hukum sesuai dengan

syariah dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

3. Shahib al-mal wajib memiliki modal yang diserahterimakan kepada

mudharib.

4. Mudharib wajib memiliki keahlian/ketrampilan melakukan usaha

dalam rangka mendapatkan keuntungan.

e. Ketentuan terkait ra’s al-mal

1. Modal usaha mudharabah harus diserahterimakan (al-taslim)

secara bertahap atau tunai sesuai kesepakatan.

2. Modal usaha mudharabah pada dasarnya wajib dalam bentuk uang,

namun boleh juga dalam bentuk barang atau kombinasi antara uang

dan barang.

3. Jika modal usaha dalam bentuk barang, wajib dilakukan taqwim al-

urudh ada saat akad.

4. Modal usaha yang diserahkan oleh shahib al-mal wajib dijelaskan

jumlah/nilai nominalnya.

5. Jenis mata uang yang digunakan sebagai ra’s al-mal wajib

disepakati oleh para pihak (shahib al-mal dan mdharib).

6. Jika shahib al-mal menyertakan ra’s al-mal berupa mata uang uang

yang berbeda, wajib dikonversi ke mata uang yang disepakati

sebagai ra’s al-mal pada saat akad.

7. Ra’s al-mal tidak boleh dalam bentuk piutang.

f. Ketentuan terkait bagi hasil

Page 34: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM KERJA SAMA …

22

1. Sistem/metode pembagian keuntungan harus disepakati dan

dinyatakan secara jelas dalam akad.

2. Nisbah bagi hasil harus disepakati pada saat akad.

3. Nisbah bagi hasil sebagaimana angka 2 tidak boleh dalam bentuk

nominal atau angka persentase dari modal usaha.

4. Nisbah bagi hasil sebagaimanangka 2 tidak boleh menggunakan

angka persentase yang mengakibatkan keuntungan hanya dapat

diterima oleh salah satu pihak, sementara pihak lainnya tidak

berhak mendaptkan hasil usha mudharabah.

5. Nisbah bagi hasil boleh diubah sesuai kesepakatan.

6. Nisbah bagi hasil boleh dinyatakan dalam bentuk multinisbah.

g. Ketentuan kegiatan usaha

1. Usaha yang dilakukan mudharib harus usaha yang halal dan sesuai

dengan prinsip-prinsip syariah dan/atau peraturan perundang-

undangan yang berlaku.

2. Mudharib dalam melakukan usaha mudharabah harus atas nama

entitas mudharabah, tidak boleh atas nama dirinya sendiri.

3. Biaya-biaya yang timbul karena kegiatan usaha atas nama entitas

mudharabah, boleh dibebankan kedalam entitas mudharabah.

4. Mudharib tidak boleh meminjam, meminjamkan, menyumbangkan

atau menghadiahkan ra’s al-mal dan keuntungan kepada pihak lain,

kecuali atas dasar izin dari shahib al-mal.

Page 35: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM KERJA SAMA …

23

5. Mudharib tidak boleh melakukan perbuatan yang termasuk at-

ta’addi, at-taqshir, dan/atau mukhhalafat asy-yuruth.

h. Ketentuan terkait pembagian keuntungan dan kerugian

1. Keuntungan usaha mudharabah harus dihitung dengan jelas untuk

menghindarkan perbedaan dan/atau sengketa pada waktu alokasi

keuntungan atau penghentian mudharabah.

2. Seluruh keuntungan harus dibagikan sesuai nisbah bagi yang telah

disepakati, dan tidak boleh ada sejumlah tertentu dari keuntungan,

yang ditentukan di awal hanya untuk shahib al-mal atau mudharib.

3. Mudharib boleh mengusulkan kelebihan atau persentase

keuntungan untuk diberikan kepadanya jika keuntungan tersebut

melebihi jumlah tertentu.

4. Kerugian usaha mudaharabah menjadi tanggung jawab shahib al-

mal kecuali kerugian tersebut terjadi karena mudharib melakukan

tindakan yagng termasuk at-ta’addi, at-taqsir, dan/atau mukhalafat

asy-syuruth, atau mudharib melakukan pelanggaran terhadap

batasan dalam mudharabah muqayyadah.

i. Ketentuan aktivitas dan produk LKS

1. Jika akad mudharabah direalisasikan dalam bentuk pembiayaan

maka berlaku dhawabith dan hudud sebagaimana terdapat dalam

fatwa DSN-MUI Nomor 07/DSN-MUI/IV/2000 tentang

pembiayaan mudharabah (qiradh).

Page 36: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM KERJA SAMA …

24

2. Jika akad mudharabah direalisasikan dalam bentuk mudharabah-

musytarakah maka berlaku dhawabith dan hudud sebagaimana

terdapat dalam fatwa DSN-MUI Nomor 50/DSN-MUI/III/2006

tentang akad mudharabah musytarakah.

3. Jika akad mudharabah direalisasikan dalam bentuk mudharabah-

musytarakah pada aktivitas perasuransian syariah maka berlaku

dhawatibh dan hudud sebagaimana terdapat dalam fatwa DSN-

MUI Nomor 51/DSN-MUI/III/2006 tentang akad mudharabah

musytarakah pada asuransi syariah.

j. Ketentuan penutup

1. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannnya atau jika

terjadi perselisihan di antara para pihak, maka penyelesaiannya

dilakukan melalui lembaga penyelesaikan sengketa berdasarkan

syariah sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku setelah

tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.

2. Penerapan fatwa ini dalam kegiatan atau produk usaha wajib

terlebih dahulu mendapatkan opini dari Dewan Pengurus Syariah.

3. Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapakn dengan ketentuan jika di

kemudian hari ternyta terdapat kekeliruan maka akan diubah dan

disempurnakan sebagaimana mestinya.

6. Berakhirnya akad mudharabah

Di dalam kitab-kitab fiqih, sedikit sekali perhatian ayat yang

dicurahkan untruk mengkaji cara yang mewajibkan pembubaran

Page 37: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM KERJA SAMA …

25

mudarabah. Jika semuanya berjalan pada waktu yang di setujui, maka

sahib al-mal dan mudarib bisa berunding untuk membereskan laporan

perdagangan, membagi keuntungan dan mengakhiri asosiasi mereka.

Dalam spekulasi usaha yang tidak sukes, mudarib harus

mengembalikan sisa modal kepada sahib-al mal atau berapapun besran

modal yang tidak hilang dan kedanya mungkin akan bekerja sama lagi

untuk meraih nasib yag lebih baik dalam usaha mereka di masa yang

akan datang24.

Selain pembubaran yang wajar ada sejumlah kejadian yang

otomatis dan secara spontan dapat mengakhiri perjanjian mudharabah.

Antara lain adalah keputusan salah satu pihak untuk mengakhiri

mudharabah, kematian, hilang akal, atau kemurtadan dari islam pada

salah satu pihak. Selain kemurtadan yang memang telah di atur oleh

fiqh secara tersendiri, mudharabah harus di bubarkan sesegera

mungkin jika semua aset nya telah dialihkan dalam bentuk tunai. Jika

semua modal telah di serahkan kembali kepda sahib al-mal atau ahli

waris mereka, saldonya (jika ada) kemudian dibagi kepada pihak-pihak

yang telah mereka sepakati sejak awal25.

24 Udovitch Abraham L, kerjasama Syariah dan Bagi Untung Rugi Dalam Sejarah Islam

Abad Pertengahan, (Kediri: Qubah, 2008), 317. 25 Ismail Nawawi, Fiqih Muamalah Klasik dan Kontemporer, (Bogor: Ghalia Indonesia,

2012), 148-149.

Page 38: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM KERJA SAMA …

27

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Metode yang digunakan adalah metode kualitatif sesuai dengan

permasalahan dan tujuan penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif.

Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan dan menganalisa data secara

mendalam mengenai tinjauan hukum Islam terhadap sistem kerjasama

antara nelayan dan pemilik kapal. Berdasarkan konteks permasalahan

dalam penelitian ini maka penelitian ini menggunakan pendekatan

kualitatif dengan desain metode deskriptif.

Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk

memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian

misalnya perilaku, persepsi, tindakan, dan lain-lain, secara holistik dan

dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu

konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode

alamiah26.

B. Lokasi dan objek penelitian

Lokasi penelitian adalah tempat di mana peneliti melakukan

penelitian serta mengambil data yang diperlukan dalam rangka penelitian

yang dilakukan. lokasi penelitian bertempat di Desa Bontosunggu

Kecamatan Galesong Utara Kabupaten Takalar. Alasan peneliti

mengambil tempat di Desa Bontosunggu Kecamatan Galesong Utara

26 Moleong, Lexy , Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,

2010), 6.

Page 39: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM KERJA SAMA …

28

Kabupaten Takalar ialah karena di Desa Bontosunggu ini sebagian besar

masyarakatnya berprofesi sebagai nelayan dengan sistem kerja sama

antara nelayan dan pemilik kapal. Selain itu, di sini belum pernah

dilakukan penelitian mengenai permasalahan yang peneliti angkat menjadi

skripsi sehingga peneliti berinisatif untuk melakukan penelitian di sini.

C. Fokus penelitian dan deskripsi penelitian

Dalam pandangan kualitatif, peneliti menfokuskan pada situasi

yang diteliti meliputi aspek tempat (place), pelaku (actor), dan aktivitas

yang berinteraksi secara sinergi27.

Penelitian ini berfokus dalam 2 hal pokok, yaitu :

1. Sistem kerja sama antara nelayan dan pemilik kapal di Kabupaten

Takalar ?

2. Tinjauan hukum Islam terhadap kerjasama antara nelayan dan pemilik

kapal di Kabupaten Takalar?

D. Sumber data

Sumber data penelitian adalah subjek darimana dapat diperoleh,

sumber data dalam penelitian ini mencakup sumber primer dan sekunder28.

1. Data primer

Data primer adalah data dalam bentuk verbal atau kata-kata yang

diucapkan secara lisan, gerak-gerik atau perilaku yang di lakukan oleh

subjek yang dapat dipercaya, dalam hal ini adalah subjek penelitian

27 Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung: Alfabeta, 2013), 285. 28 Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rineka

Cipta, 2012), 127.

Page 40: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM KERJA SAMA …

29

(informan) yang berkenaan dengan variabel yang di teliti. Adapun

sumber data primer dalam penelitian ini adalah masyarakat nelayan

dan pemilik kapal di Desa Bontosunggu Galesong Utara.

2. Data sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dengan tidak memberikan

informasi secara langsung kepada peneliti. Sumber data sekunder ini

dapat berupa hasil pengolahan lebih lanjut dari data primer yang

disajikan dalam bentuk lain atau dari orang lain. Data sekunder peneliti

ini diperoleh dari studi kepustakaan seperti buku-buku yang berkaitan

dengan muamalah, kitab-kitab, website, dan lain sebagainya sesuai

dengan masalah yang di bahas oleh peneliti.

E. Instrument penelitian

Dalam penelitian ini penulis menggunakan instrument yaitu satu-

satunya instrument terpenting dalam penelitian kualitatif yaitu peneliti itu

sendiri.peneliti mungkin menggunakan alat alat bantu untuk

mengumpulkan data seperti tape recorder, video kaset, atau kamera. Tetapi

kegunaan atau pemanfaatan alat-alat ini sangat tergantung pada peneliti itu

sendiri.

Peneliti sebagai instrument disebut (participant-observer)

disamping memiliki kelebihan-kelebihan juga mengandung beberapa

kelemahan. Kelebihannya antara lain, pertama peneliti dapat langsung

melihat, merasakan, mengalami apa yang terjadi pada subjek yang

ditelitinya. Dengan demikian, peneliti akan lambat laun memahami makna

Page 41: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM KERJA SAMA …

30

makna apa saja yang tersembunyi dibalik realita yang kasat mata. Ini

adalah salah satu tujuan yang hendak di capai melalui penelitian kualitatif.

Kedua, peneliti akan mampu menentukan kapan penyimpulan data

telah mencukupi, data telah jenuh, dan penelitian dihentikan. Dalam

penelitian kualitatif, pengumpulan data tidak di batasi oleh instrument

misalnya kuisioner yang sengaja membatasi penelitian pada variabel-

variabel tertentu saja.

Ketiga, peneliti dapat langsung melakukan pengumpulan data,

menganalisanyamelakukan refleksi secara terus menerus, dan secara

gradual membangun pemahaman yang tuntas tentang suatu hal. Ingat,

dalam penelitian kualitatif, peneliti memang mengkonstruksi realitas yang

tersembunyi di dalam masyarakat29.

F. Teknik pengumpulan data

Adalah cara-cara yang ditempuh oleh penulis dalam rangka

mendapatkan data dan informasi yang di perlukan agar sesuai dengan ciri-

ciri penelitian kualitatif. Adapun cara-cara yang di tempuh dalm penelitian

ini, penulis menggunakan beberapa metode:

1. Wawancara

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu.

Percakapan ini dilakukan oleh dua pihak yakni pewawancara

(interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan pihak yang di

29 Moleong, Lexy, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,

2000), 19.

Page 42: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM KERJA SAMA …

31

wawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan

tersebut.

Wawancara merupakan pertemuan antara dua orang untuk

bertukar informasi dan ide melalui Tanya jawab, sehingga dapat

dikonstruksikan makna suatu topik tertentu.

Wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah

wawancara terstruktur dengan menggunakan alat bantu berupa

pedoman wawancara. Model yang digunakan peneliti dalam

wawancara untuk mengungkapkan data yakni dengan mengajukan

pertanyaan secara langsung kepada narasumber-narasumber

masyarakat nelayan Desa Bontosunggu Galesong Utara. Narasumber

ini meliputi : pemilik kapal, nelayan dan tokoh Agama.

2. Observasi

Observasi adalah proses pencatatan pola perilaku subjek

(orang), objek (benda), atau kejadian yang sistematis tanpa adanya

pertanyaan atau komunikasi dengan individu-individu yang diteliti.

Dalam hal ini, peneliti tidak hanya mencatat suatu kejadian,

melainkan mengenai segala sesuatu yang berkaitan dengan praktik

kerja sama antara nelayan dan pemilik kapal di Desa Bontosunggu

Galesong Utara. Teknik pengamatan ini memungkinkan melihat dan

mengamati sendiri kemudian mencatat kejadian sebagaimana yang

terjadi pada keadaan sebenarnya, yaitu suatu aktivitas yang

Page 43: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM KERJA SAMA …

32

memerhatikan dan mencermati bagaimana pelaksanaan praktik kerja

sama antara nelayan dan pemilik kapal.

Dengan metode observasi ini, peneliti secara langsung

melakukan pencatatan terhadap praktik kerja sama yang terjadi antara

nelayan dan pemilik kapal di Desa Bontosunggu Galesong Utara serta

mengamati dampak-dampak yang ditimbulkan dari praktik kerja sama

tersebut.

3. Dokumentasi

Dokumentasi adalah metode mencari data mengenai hal-hal

atau variable yang berupa catatan, buku, surat kabar, majalah, prasasti,

notulen, agenda dan sebagainya. Metode dokumentasi digunakan

untuk mencari dan mengumpulkan data serta informasi yang tertulis

dengan permasalahan penelitian.

Selain triangulasi sumber, peneliti juga menggunakan metode

triangulasi dengan metode, terdapat dua strategi yaitu pengecekan

derajat kepercayaan penemuan hasilpenelitian berupa teknik

pengumpulan data dengan metode yang sama. Dengan cara

membandingkan data hasil pengamatan, hasil wawancara juga

dokumentasi yang peneliti peroleh dari hasil penelitian.

G. Teknik analisis data

Analisi yang di gunakan dalam penelitian ini adalah metode

analisis data kualitatif. Analisis data kualitatif bersifat induktif, yaitu suatu

Page 44: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM KERJA SAMA …

33

analisis berdasarkan data yang diperoleh, analisis data terdiri dari 3 (tiga)

alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan yaitu30:

1. Reduksi data

Reduksi data yaitu proses pemusatan perhatian pada

penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi dta “kasar” peneliti

tidak perlu mengartikannya sebagai kuantifikasi, data kualitatif dapat

disederhanakan dan ditransformasikan dalam aneka macam cara, yakni

melalui seleksi yang ketat, melalui ringkasan atau uraian singkat,

menggolongkannya dalan satu pola yang lebih luas, dan sebagainya.

Kadang kala dapat juga mengubah data kedalam angka-angka atau

peringkat-peringkat, tetapi tindakan ini tidak selalu bijaksana. Reduksi

data di lakukan peneliti dengan memilih dan memutuskan data hasil

wawancara dan observasi di lapangan.

2. Penyajian data

Penyajian data adalah menyusun sekumpulan informasi yang

memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan

pengambilan tindakan. Penyajian-penyajian data yang di rancangkan

guna menggabungkan informasi yang tersusun dalam suatu bentuk

yang padu dan mudah di raih misalnya dituangkan dalam berbagai

jenis matriks, grafik, dan bagan.

3. Penarikan kesimpulan/verifikasi

30 Rahman, Maman, Metode Penelitian Pendidikan Moral, (Semarang: Unnes Press,

2011), 173.

Page 45: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM KERJA SAMA …

34

Penarikan kesimpulan adalah kegiatan mencari arti, mencatat

keteraturan, pola-pola penjelasan, alur sebab-akibat dan proposi.

Kesimpulan juga diverifikasikan selama penelitan berlangsung.

Verifikasi adalah penarikan kembali yang melintas dalam pikiran

penganalisis selama penyimpulan, suatu tinjauan ulang pada catatan-

catatan lapangan dan meminta responden yang telah dijaring datanya

untuk membaca kesimpulan yang telah disimpulkan peneliti. Makna-

makna yang muncul sebagai kesimpulan data teruji kebenarannnya,

kekokohannnya, dan kecocokannya31.

31 Miles, Matthew B dan A, Michael Huberman, Analisis Data Kualitatif, Terjemahan

Tjetjet Rohendi Rohidi, (Jakarta, UI Press, 1992), 16-17.

Page 46: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM KERJA SAMA …

35

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

1. Sejarah Desa

Desa Bontosunggu berada dalam wilayah Kecamatan Galesong

Utara Kabupaten Takalar Provinsi Sulawesi Selatan. Potensi Desa

Bontosunggu berada dalam sektor perikanan/kelautan dan sektor

pertanian. Wilayah Desa berbatasan langsung dengan selat Makassar,

sehingga mayoritas penduduk berprofesi sebagai nelayan.

Sepanjang sejarah kelahirannya, Desa Bontosunggu telah

dipimpin sebanyak 6 orang kepala desa. Saat ini Desa Bontosunggu

dipimpin oleh Saparuddin Bani yang terpilih sejak Juni 2016 periode

sebelumnya 2010 – 2016 dijabat oleh M. Hasyim Rala.

2. Demografi

Kepadatan Desa Bontosunggu dari luas wilayah 0.01 Km2

berkisar 2 jiwa per meter dengan prediksi jumlah penduduk Desa

Bontosunggu untuk 5 (lima) tahun kedepan sebanyak 2.395 melihat

dari jumlah penduduk dengan luas wilayahnya pertumbuhan naik

sekitar 2.13% atau 0.43% pertahunnya.

Desa Bontosunggu yang membawahi 4 wilayah Dusun berikut

perbandingan jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin laki-laki

dan perempuan di masing-masing Dusun :

Page 47: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM KERJA SAMA …

36

Tabel 1.1

Jumlah penduduk (Rumah dan Kepala Keluarga) berdasarkan jenis

kelamin

Nama Dusun Jumlah Penduduk Jumlah jiwa

Rumah KK Laki-laki Perempuan

Tamasongo 278 308 549 552 1104

Bontosunggu 385 438 729 743 1472

Kalongkong 379 426 732 738 1470

Maccini Sombala 297 332 648 657 1305

Total 1338 1504 2658 2690 5348

Persentase 49.7% 50.3% 100%

Tabel 1.2

Jumlah siswa dan tenaga pengajar

No Jenis Pendidikan Jumlah Siswa Jumlah Pengajar

1 TK 110 orang 15 orang

2 TPA 220 orang 10 orang

3 SD 455 orang 32 orang

4 SMP/Sederajat Orang Orang

5 SMU/Sederajat

TOTAL Orang Orang

Page 48: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM KERJA SAMA …

37

Desa Bontosunggu merupakan pusat perniagaan dimana

mayoritas penduduk berprofesi sebagai buruh kerja, petani dan nelayan

sehingga sektor ini juga menjadi tumpuan hidup sebagian besar

penduduknya dan sebagian penduduk berprofesi sebagai PNS,

pedagang, wiraswasta, jasa, dan lainnya. Berikut perbandingan

persentase jenis mata pencaharian.

Tabel 1.3

Keadaan ekonomi berdasarkan jenis pekerjaan

PEKERJAAN JUMLAH JIWA PERSENTASE

Petani 225 9.3 %

Nelayan 200 6.4 %

Buruh tani 54 2.3 %

Pegawai negeri 40 0.6 %

Pedagang/swasta 125 5.3 %

Jasa 76 3.2 %

Penggarap 123 5.2 %

Tukang kayu 25 1.1 %

Tukang batu 124 5.3 %

Lainnya 91 3.9 %

3. Pembagian Wilayah Desa

Desa Bontosunggu merupakan salah satu dari 9 Desa diwilayah

Kecamatan Galesong Utara, yang merupakan Desa Pesisir di

Page 49: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM KERJA SAMA …

38

Kecamatan Galesong Utara, yang terletak 4 Km kearah Selatan dari

kota Kecamatan. Desa Bontosunggu mempunyai luas wilayah seluas

0,77 Km2. Jumlah penduduk Desa Bontosunggu sebanyak 5348 jiwa

yang terdiri dari 2658 laki-laki dan 2690 perempuan dengan jumlah

kepala keluarga sebanyak 1504 KK.

a. Adapun batas wilayah Desa Bontosunggu :

Sebelah Timur : Desa Mandalle Kabupaten Gowa

Sebelah Utara : Desa Tamasaju

Sebelah Barat : Selat Makassar

Sebelah Selatan : Desa Pa’la’lakkang

b. Luas wilayah

Luas Desa Bontosunggu sekitar 0,77 Km2 dari luas tersebut sekitar

122 Ha merupakan lahan pertanian dan 275 Ha merupakan sawah

kering. Dari luas tersebut lahan digunakan sebagai tempat tinggal

pemukiman/perumahan, lokasi kantor pemerintahan dan tempat

perniagaan, lahan tambak serta lahan pertanian.

c. Keadaaan topografi

Secara umum keadaan topografi Desa Bontosunggu adalah daerah

dataran rendah. Dengan memiliki 3 wilayah dataran yaitu

perkampungan, persawahan dan wilayah pesisir. Semua dusun

memiliki garis pantai dan wilayah persawahan.

d. Iklim

Page 50: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM KERJA SAMA …

39

Iklim Desa Bontosunggu sebagaimana Desa-Desa lain di wilayah

Indonesiaberiklim tropis dengan dua musim, yakni kemarau dan

hujan.

e. Wilayah administrasi pemerintahan desa

Desa Bontosunggu terdiri atas 4 Dusun yakni, Dusun Tamasongo,

Dusun Bbontosunggu, Dusun Kalongkong dan Dusun Maccini

Sombala dengan jumlah Rukun Tetangga (RT) sebanyak 21 (RT)

dan ( ) RK.

Tabel 1.4

Wilayah administrasi Desa (nama Dusun)

Nama Dusun Jumlah RT Jumlah RK

Bontosunggu 6 -

Tamasongo 5 -

Kalongkong 5 -

Maccini Sombala 5 -

4. Visi dan Misi Desa Bontosunggu

a. Visi Desa Bontosunggu

“Mewujudkan ekonomi kerakyatan yang tangguh menuju

masyarakat mandiri, demokratis, berkeadilan sosial, aman dan

sejahtera.

Adapun penjabaran dari Visi pembangunan Desa

Bontosunggu adalah sebagai berikut:

Page 51: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM KERJA SAMA …

40

1. Ekonomi Kerakyatan : meningkatkan pendapatan masyarakat

berdasarkan usaha kecil dan usaha rumah tangga serta

memanfaatkan pasar desa.

2. Masyarakat Mandiri : masyarakat yang mampu merencanakan,

mengolah dan mengawasi pembangunan didesa dengan sistem

pemberdayaan nasyarakat.

3. Berkeadilan Sosial : masyarakat berkeadilan sosial adalah

masyarakat yang mendapatkan pelayanan serta mendapatkan akses

pemerintahan tanpa membeda-bedakan.

4. Sejahtera : dimaksudkan adalah bagaimana masyarakat

mendapatkan hak dan ketenangan yang sama dalam berbagai

macam bentuk kebutuhan kehidupan.

Konsisten dalam proses menuju visi tersebut diatas,

merupakan tindakan yang secara terus menerus harus dijaga. Arah

menuju tujuan tersebut dapat dideteksi melalui peningkatan

pelayanan kepada masyarakat sehingga Desa Bontosunggu menjadi

unggul dalam berbagai bidang pembangunan.

b. Misi Desa Bontosunggu

Sedangkan Misi Desa Bontosunggu adalah :

1. Menguatkan rasa persatuan seluruh masyarakat.

2. Meningkatkan sarana dan prasarana perkantoran dan umum.

3. Pengembangan agribisnis berbasis kelompok.

4. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia.

Page 52: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM KERJA SAMA …

41

5. Meningkatkan pelayanan masyarakat.

6. Pengembangan ekonomi masyarakat.

7. Membentuk dan mengembangkan Bum Desa.

B. Hasil dan Pembahasan

1. Praktik Sistem Kerjasama Antara Nelayan dan Pemilik Kapal

Menjadi seorang nelayan adalah suatu perjuangan yang luar

biasa untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari masyarakat.

Seperti halnya yang terjadi di Desa Bontosunggu yang sebagian

penduduk pinggir pantai bekerja sebagai nelayan dan yang lainnya

sebagai pemilik modal. Mereka bekerja sama dengan maksud dan

tujuan yang sama yaitu untuk mendapatkan keuntungan. Kerjasama ini

terjadi karena penduduknya ada yang mempunyai peralatan melaut dan

juga ada yang tidak.

Bapak Azis Daeng Taba menjelaskan bahwa alasan beliau ikut

bekerja sama dengan pemilik kapal yang bernama Bapak H Lotteng

karena memang beliau tidak mempunyai perlengkapan melaut sendiri.

Alasan saya dulu mau ikut gabung sama yang punya kapal

karena saya tidak punya alat sendiri untuk pergi tangkap ikan,

jadi daripada tidak ada penghasilan ya kita kerjasama saja32.

Sistem pembagian yang dilakukan oleh pemilik kapal itu 30 % : 70 %

dari keuntungan. Jadi setelah ikannnya dijual maka dikurangi biaya

modal melaut setelah itu baru dibagi sesuai dengan kesepakatan.

32 Bapak Azis Daeng Taba, Hasil Wawancara, 9 Maret 2020.

Page 53: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM KERJA SAMA …

42

Alasan Bapak Rasyid Nandri ikut bekerjasama dengan pemilik

kapal yang bernama Bapak H Narang selain karena beliau tidak

mempunyai perlengkapan melaut sendiri beliau juga merasa bahwa

tidak punya keahlian lain selain mencari ikan dan juga penghasilannya

sangat menjanjikan.

Alasan saya mau ikut kerjasama ini karena memang saya tidak

punya perlengkapan untuk pergi mencari ikan sendiri dan saya

tidak tau kerja yang lain Cuma bisa cari ikan saja, ya sudah kita

ikut orang saja33.

Sistem bagi hasil yang diterapkan sama pemilik kapal yaitu 50 % : 50

% dari keuntungan, setelah semua ikan dijual dikurangi modal terlebih

dahulu baru sisanya dibagi sesuai dengan kesepakatan.

Sedangakan alasan Bapak Sunar Suang ikut bekerjasama

dengan pemilik kapal yang bernama Bapak Aisar Hamid karena beliau

tidak mempunyai perlengkapan melaut, mau bertani tidak punya lahan,

mau berdagang tidak punya keberanian, akhirnya beliau memilih untuk

ikut bekerja sama dan dipercaya sebagai nahkoda kapal dan mendapat

penghasilan yang cukup menjanjikan. Sistem bagi hasilnya yaitu 30 %

: 70 % dari keuntungan.

Alasan saya mau menjalankan kerja sama ini karena tidak

punya kapal sendiri untuk pergi tangkap ikan, mau saya tanam

sayur juga tidak punya tempatnya, mau coba jualan tapi belum

pernah jualan. Mau tidak mau ya kita harus ikut sama orang34.

Dari hasil wawancara kepada ketiga nelayan tersebut dapat

disimpulkan bahwa alasan mereka ikut bekerjasama dengan pemilik

33 Bapak Rasyid Nandri, Hasil Wawancara, 9 Maret 2020. 34 Bapak Sunar Suang, Hasil Wawancara, 9 Maret 2020.

Page 54: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM KERJA SAMA …

43

kapal sebagai nelayan adalah karena mereka tidak mempunyai

perlengkapan melaut dan juga tidak mempunyai keahlian dibidang

lain.

Bentuk kerjasama ini melibatkan 2 pihak yaitu pihak pertama

selaku pemodal (pemilik kapal) dan pihak kedua selaku pengelola

(nelayan), yang mana bentuk kerjasama mereka dengan modal

berbentuk barang yaitu berupa kapal dan kebutuhan lainnya seperti cat,

bahan bakar, es batu balok, bahan makanan, dll. Ada juga pemilik

kapal yang memberikan modal berupa uang, dan uang itu akan

diserahkan kepada nelayan untuk dibelanjakan kebutuhan yang

semuanya sama saja antara 1 kapal dengan kapal lainnya. Dan

keuntungan yang akan di terima oleh pihak kedua atau pihak pengelola

(nelayan) ketika hasil tangkapan telah di jual dan keuntungan nelayan

dibagi setelah dikeluarkan terlebih dahulu modal, dan juga bagian dari

pemilik kapal35.

Akad yang digunakan dalam kerjasama yang terjadi di Desa

Bontosunggu ini adalah berbicara secara langsung antara pemilik kapal

dan nelayan, tidak ada perjanjian diatas hitam putih, hanya

bermodalkan kepercayaan antara kedua belah pihak, selain itu orang-

orang yang terlibat kerjasama ini adalah warga setempat yang mana

mereka juga sudah saling mengenal. Ketika melakukan perjanjian ini

kedua belah pihak akan membahas tentang sistem kerjasama, bagi

35 Bapak Aisar Hamid, Hasil Wawancara, 9 Mret 2020.

Page 55: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM KERJA SAMA …

44

hasil, tugas serta tanggung jawab masing-masing. Nelayan mempunyai

tugas untuk mencari ikan, tetapi didalam satu kapal itu nelayan

mempunyai tugas dan peran masing-masing ada sebagai koki, juru

mudi, juru mesin, ABK, jadi mereka bekerja sesuai tugasnya masing-

masing. Sedangkan kewajiban pemilik kapal yaitu membiayai segala

apa yang diperlukan untuk melaut, serta membantu untuk membiayai

kehidupan keluarga anggota nelayan selama suami mereka sedang

melaksanakan kewajiban mereka36.

Dari hasil wawancara yang dilakukan kepada pemilik kapal dan

juga nelayan, secara umum sistem kerjasama yang dilakukan relative

sama. Pemilik kapal adalah pihak sebagai pemberi modal memberikan

semua kebutuhan melaut sementara itu nelayan berkontribusi dalam

hal waktu, tenaga, dan keahliana mereka.

. kerjasama antara nelayan dan pemilik kapal sama-sama

mempunyai tujuan untuk memperoleh keuntungan. Pembagian

keuntungan antara kedua belah pihak yaitu dalam bentuk bagi hasil.

Dimana proses bagi hasil ini akan dilakukan setelah mereka menjual

hasil tangkapan mereka. Besar presentase bagi hasil kerjasama antara

nelayan dan pemilik kapal di Desa Bontosunggu berbeda-beda,

tergantung dari kesepakatan awal saat mereka melakukan perjanjian

kerjasama. Penentuan bagi hasil ini biasanya di lakukan bersama

dengan cara berdiskusi antara kedua belah pihak, tetapi ada juga

36 Bapak H Narang, Hasil Wawancara, 16 Maret 2020.

Page 56: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM KERJA SAMA …

45

penentuannya dilakukan oleh pemilik kapal itu sendiri. Mau itu

ditentukan bersama ataupun ditentukan sendiri oleh pemilik kapal,

selama ini saya merasa belum pernah ada kecurangan atau saya merasa

tidak adil karena perjanjian ini juga disepakati bersama oleh kedua

belah pihak37.

Perhitungan bagi hasil yang diterapkan oleh Bapak H Lotteng

yaitu setelah ikannya dijual maka akan dipotong dikeluarkan modal

terlebih dahulu, setelah itu keuntungan itu akan di potong 30 % untuk

pemilik kapal dan sisanya itulah yang akan menjadi keuntungan untuk

nelayan. Semua anggota mendapatkan bagian yang sama kecuali juru

mudi akan mendapatkan 2 bagian dari nelayan yang lainnya. Bagi hasil

ini dapat di contohkan sebagai berikut. Jumlah nelayan yang ikut

melaut ada 6 orang terdiri dari: 1 orang nahkoda, 1 orang juru mesin, 1

orang juru masak, dan 3 orang ABK. Lama waktu pencarian ikan

selama 7 hari, dengan total modal sebesar Rp 50.000.000. Dengan

hasil tangkapan sebesar Rp 100.000.000.

Laba kotor - Modal = RP 100.000.000 – Rp 50.000.000

= Rp 50.000.000

Nisbah pemilik kapal 30 % = Rp 15.000.000

Total bagi pemilik kapal = Rp 50.000.000 + 15.000.000

= Rp 65.000.00

Nisbah nelayan 70 % = Rp 35.000.000

37 Bapak Sunar Suang, Hasil Wawancara, 9 Maret 2020.

Page 57: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM KERJA SAMA …

46

Karena total nelayan ada 6 orang, maka total bagian berjumlah 7

orang. Inilah bagian masing-masing nelayan :

Keuntungan nelayan = Rp 35.000.000 : 7

= Rp 5.000.000

Nahkoda = 2 x Rp 5.000.000

= Rp 10.000.000

KKM = 1 x Rp 5.000.000

= Rp 5.000.000

Juru masak = 1 x Rp 5.000.000

=Rp 5.000.000

ABK = 1 x Rp 5.000.000

= Rp 5.000.00038.

Perhitungan bagi hasil yang diterapkan oleh Bapak H Narang

yaitu setelah ikannya dijual maka akan dikeluarkan modal, setelah itu

hasilnya akan dibagi sama rata yaitu 50 % untuk pemilik kapal dan 50

% utuks nelayan. Semua anggota mendapatkan bagian yang sama

kecuali juru mudi akan mendapatkan 2 bagian dari nelayan yang

lainnya. Dalam kerja sama ini juga segala kerugian akan dibebankan

sepenuhnya kepada nelayan. Bagi hasil ini dapat di contohkan sebagai

berikut: Jumlah nelayan yang ikut melaut ada 8 orang terdiri dari: 1

orang nahkoda, 2 orang juru mesin, 1 orang juru masak, dan 4 orang

ABK. Lama waktu pencarian ikan selama 7 hari, dengan total modal

38 Bapak H Lotteng, Hasil Wawancara, 16 Maret 2020.

Page 58: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM KERJA SAMA …

47

sebesar Rp 50.000.000. Dengan hasil tangkapan sebesar Rp

150.000.000.

Laba kotor – modal = RP 150.000.000 – Rp 50.000.000

= Rp 100.000.000

Nisbah pemilik kapal 50 % = Rp 50.000.000

Total bagi pemilik kapal yaitu = Rp 50.000.000 + Rp 50.000.000

= Rp 100.000.000

Nisbah nelayan 50 % = Rp50.000.000

Karena total nelayan ada 8 orang, maka total bagian berjumlah 9

orang. Inilah bagian masing-masing nelayan :

Keuntungan nelayan = Rp 50.000.000 : 9

= Rp 5.555.555

Nahkoda = 2 x Rp 5.555.555

= Rp 11.111.110

KKM = 1 x Rp 5.555.555

= Rp 5.555.555

Juru masak = 1 x Rp 5.555.555

=Rp 5.555.555

ABK = 1 x Rp 5.555.555

= Rp 5.555.55539.

Perhitungan bagi hasil yang diterapkan oleh Bapak Aisar

Hamid yaitu setelah ikannya dijual maka akan dikeluarkan modal,

39 Bapak H Narang, Hasil Wawancara, 16 Maret 2020.

Page 59: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM KERJA SAMA …

48

setelah itu hasilnya akan dibagi sama rata yaitu 30 % untuk pemilik

kapal dan 70 % utuk nelayan. Semua anggota mendapatkan bagian

yang sama kecuali juru mudi akan mendapatkan 2 bagian dari nelayan

yang lainnya. Bagi hasil ini dapat di contohkan sebagai berikut. Jumlah

nelayan yang ikut melaut ada 6 orang terdiri dari: 1 orang nahkoda, 1

orang juru mesin, 1 orang juru masak, dan 3 orang ABK. Lama waktu

pencarian ikan selama 5 hari, dengan total modal sebesar Rp

40.000.000. Dengan hasil tangkapan sebesar Rp 100.000.000.

Laba kotor – modal = RP 100.000.000 – Rp 40.000.000

= Rp 60.000.000

Nisbah pemilik kapal 30 % = Rp 18.000.000

Total bagi pemilik kapal yaitu = Rp 18.000.000 + Rp 40.000.000

= Rp 58.000.000

Nisbah untuk nelayan 70 % = Rp 42.000.000

Karena total nelayan ada 6 orang, maka total bagian berjumlah 7

orang. Inilah bagian masing-masing nelayan :

Keuntungan nelayan = Rp 42.000.000 : 7

= Rp 6.000.000

Nahkoda = 2 x Rp 6.000.000

= Rp 12.000.000

KKM = 1 x Rp 6.000.000

= Rp 6.000.000

Juru masak = 1 x Rp 6.000.000

Page 60: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM KERJA SAMA …

49

=Rp 6.000.000

ABK = 1 x Rp 6.000.000

= Rp 6.000.00040

Dalam sistem kerja sama ini pembebanan kerugian di setiap

kapal juga berbeda-beda, semuanya tergantung dari kesepakatan

antara nelayan dan pemilik kapal itu sendiri. Dari hasil wawancara

yang peneliti lakukan yang terdiri dari 3 orang pemilik kapal dan juga

3 orang nelayan di Desa Bontosunggu ini terdapat 1 orang pemilik

kapal yang membebankan kerugian kerjasama ini kepada nelayan.

Menurut Bapak H Lotteng selaku pemilik kapal beliau membebankan

kerugian kerjasama ini kepada nelayan karena beliau menganggap

bahwa nelayan yang mengelola usaha tersebut sedangkan beliau hanya

bertanggungjawab untuk memberikan modal serta membantu keluarga

mereka selama para nelayan ini pergi berlayar41.

2. Tinjauan hukum Islam terhadap kerjasama antara nelayan dan

pemilik kapal di Kabupaten Takalar

Berikut adalah hasil wawancara peneliti dengan tokoh agama

Ustad Saidin Mansyur:

Akad mudharabah adalah suaru akad/ kontrak/ perjanjian yang

sudah ditentukan dari awal antara pemilik modal dengan pengelola.

Dimana dalam perjanjian tersebut menjelaskan bahwa pemilik modal

adalah pemilik 100 % modal, sedangkan pengelola bertindak sebagai

40 Bapak Aisar Hamid, Hasil Wawancara, 9 Maret 2020. 41 Bapak H Lotteng, Hasil Wawancara, 16 Maret 2020.

Page 61: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM KERJA SAMA …

50

pengelola modal tersebut untuk jenis usaha yang halal. Singkatnya

akad Mudharabah adalah akad kerja sama pemodal dengan pengelola

untuk suatu usaha. Pemodal menyiapkan modal dan pengelola sebagai

pelaksana kegiatan usaha dengan pembagian keuntungan sesuai yang

disepakati.

Berdasarkan penjelasan di atas, bahwa kerjasama antara

pemilik kapal dan nelayan, menunjukkkan bahwa kerjasama antara

kedua belah pihak yaitu pemilik kapal dan nelayan adalah adalah

Mudharabah.

Kerjasama antara pemodal dengan nelayan, prinsipnya

kerjasama ini diperkenankan dalam islam. Dalam praktik kehidupan,

tidak semua orang sama dalam hal permodalan, skill mengelola usaha.

Karenanya, sering kali terjadi kerjasama yang saling memberi

keuntungan.

Dipesisir misalnya, lazim terjadi kerjasama antara pemodal

dengan nelayan. Umumnya, orang kaya/ pemodal menyerahkan modal

kepada nelayan untuk digunakan dalam rangka mencari ikan. Dimana

dalam kerjasama itu akan ada poin-poin kesepakatan kedua belah

pihak. Misalnya soal apakah usaha melaut oleh juragan/ sepenuhya

tanggungjawabnya. Kalau misalkan ada kerugian, kecelakaan apakah

juragan turut bertanggung jawab. Di sejumlah daerah ada juragan yang

turut melaut. Ada juga yang tidak sama sekali dan hanya menanti hasil

untuk dibagi keuntungannya setelah biaya operasional dikeluarkan.

Page 62: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM KERJA SAMA …

51

Didalam kerjasama, kejujuran, tanggungjawab, keuletan sangat

dipentingkan agar mendapatkan hasil maksimal.

Q.S Al-maidah : 2 :

ثم وٱلع ن وتعاونوا على ٱلبر وٱلتقو ولا تعاونوا على ٱل دو

شديد ٱلعقاب إن ٱلل وٱتقوا ٱلل

Terjemahannya:

Dan tolong menolonglah kamu dalam mengerjakan kebajikan dan

takwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan

pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya

Allah maha berat siksa-Nya.

Dalam Q.S Al-Maidah ayat 2 berisi perintah saling tolong

menolong antar manusia dalam kebajikan. Kerjasama antara pemilik

kapal dan nelayan adalah bagian dari tolong menolong dimana pemilik

kapal menolong nelayan dengan menyediakan modal sedangkan

nelayan menolong pemilik kapal dengan cara mengelola modal yang

telah disediakan oleh pemilik kapal.

Dalam menjalin kerjasama harus saling mempercayai.

Kejujuran menjadi hal yang sangat penting, disamping profesionalitas

pelaksana usaha. Karenanya, suatu kesepakatan harus lahir dari

keikhlasan tanpa beban. Kalau didalamnya ada paksaan, spekulasi dll

maka tentu tidak sesuai dengan aturan syariah. Apalagi memang

kerjasama itu harus berbasis taawun/ tolong menolong dan bukan

untuk mengeksploitasi manusia atas manusia. Dalam menjalin

kerjasama pada prinsipnya syariah mengatur agar tidak ada tindak

Page 63: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM KERJA SAMA …

52

eksploitasi, kecurangan, mau untung sendiri, kebohongan, spekulasi,

dll.

Dalam ketentuan kerjasama mudharabah ini, pemodal

bertanggung jawab penuh atas kerugian, jika kerugian bukan karena

kelalaian pengelola, tetapi apabila kerugian karena kelalaian dari

pengelola modal maka pengelola modal harus bertanggung jawab atas

kerugian tersebut.

Page 64: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM KERJA SAMA …

53

BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Berdasarkan uraian sebelumnya, peneliti dapat menyimpulkan bahwa :

1. Kerjasama yang terjadi antara pemilik kapal dan nelayan di Desa

Bontosunggu ini masuk dalam kerjasama Mudharabah. Yaitu salah

satu pihak selaku pemilik modal (pemilik kapal) dan pihak lainnya

adalah pengelola modal (nelayan).

2. Kerjasama yang terlaksana antara pemilik kapal dan nelayan

menggunakan akad mudharabah, seperti dalam Q.S Al-Maidah : 5:

ثم وٱلعدو ن وتعاونوا على ٱلبر وٱلتقو ولا تعاونوا على ٱل

شديد ٱلعقاب إن ٱلل وٱتقوا ٱلل

Terjemahannya:

Dan tolong menolonglah kamu dalam mengerjakan kebajikan dan

takwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan

pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya

Allah amat berat siksanya.

Ayat diatas memperbolehkan umat manusia untuk saling tolong

menolong dalam kebajikan seperti yang terjadi antara nelayan dan

pemilik kapal. Pemilik kapal membantu nelayan menyediakan modal

dan nelayan membantu pemilik kapal untuk mengelola modal tersebut.

B. SARAN

Berdasarkan uraian sebelumnya, maka peneliti sampaikan beberapa saran

yaitu :

Page 65: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM KERJA SAMA …

54

1. Akad kerja sama antara nelayan dan pemilik kapal masih secara lisan.

Seharusnya menggunakan perjanjian diatas kertas (tertulis) guna

menghindari hal-hal yang tidak diinginkan kedepannya.

2. Penelitian masih membutuhkan tindakan lebih lanjut untuk mengetahui

peranan ayat terkait kajian lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.

Page 66: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM KERJA SAMA …

55

DAFTAR PUSTAKA

Adiwarman A Karim. 2017. Bank Islam: Analsis Fiqih dan Keuangan. Jakarta:

PT Raja Grafindo.

Apridar, dkk. 2011. Ekonomi Kelautan dan Pesisir. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Arikunto, Suharsimi. 2012. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.

Jakarta: Rineka Cipta.

Departemen Agama RI. 2004. Al-Qur’an dan Terjemahannya. Bandung:

Jumanatul Ali Art (J-ART).

Djuwaini. 2008. Pengantar Fiqh Muamalah. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Khosyi’ah, R. 2014. Fiqh Muamalah Perbandingan. Bandung: CV P ustaka Setia.

Lina A W.,Mimit P. 2018. Ekonomi Produksi Kelautan dan Perikanan.

Miles., Matthew B. 1992. Analisis data Kualitatif, Terjemahan Tjepjep Rohendi

Rohidi. Jakarta: UI Press.

Moleong, Lexy. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja

Rosdakarya.

Muhammad A Antonio. 2001. Bank Syariah: Dari Teori ke Praktik. Jakarta:

Insani Press.

Nawawi, I. 2012. Fiqih Muamalah Klasik dan Kontemporer. Bogor: Ghalia

Indonesia.

Rachmat, Maman. 2011. Metode Penelitian Pendidikan Moral. Semarang: Unnes

Press.

Sayyid, S. 2006. Fiqh Sunnah Jilid IV. Jakarta: Pena Pundi Aksara.

Sugiyono. 2013. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.

Syafe’I, R. 2001. Fiqih Muamalah. Bandung: Pustaka Setia.

Tim Laskar Pelangi. 2013. Metodologi Fiqih Muamalah (Diskursus Metodologi

Konsep Interaksi Sosial-Ekonomi. Kediri: Lirboyo Press.

Page 67: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM KERJA SAMA …

56

Udovitch Abraham L. 2008. Kerja Sama Syariah dan Bagi Untung-Rugi dalam

Sejarah Islam Abad Pertengahan. Kediri: Qubah.

Wawancara dengan Bapak Azis Daeng Taba, nelayan Desa Bontosunggu.

Wawancara dengan Bapak Sunar Suang, nelayan Desa Bontosunggu.

Wawancara dengan Bapak Rasyid Nandri, Nelayan Desa Bontosunggu

Wawancara dengan Bapak H Lotteng, Pemilik kapal Desa Bontosunggu.

Wawancara dengan Bapak Aisar Hamid, Pemilik kapal Desa Bontosunggu.

Wawancara dengan Bapak H Narang, Pemilik Kapal Desa Bontosunggu.

Wawancara dengan Bapak Saidin Mansyur, tokoh Agama.

Zaenuddin A Naufal. 2012. Fiqih Muamalah Klasik dan Kontemporer. Bogor:

Ghalia Nusantara.

Page 68: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM KERJA SAMA …

57

RIWAYAT HIDUP

Slamet Prihatin, lahir di Kediri, 16 Maret 1995, putri ke 6 dari pasangan Sutoro

dan Parinem. Penulis menyelesaikan jenjang pendidikan di SD Negeri Inpres

Waropen tahun 2006. Kemudian melanjutkan pendidikan di SMP Muhammadiyah

Serui tahun 2009. Lalu kemudian melanjutkan pendidikan di SMK

Muhammadiyah Serui pada tahun 2012. Lalu pada tahun 2016 penulis

melanjutkan pendidika Perguruan Tinggi di Universitas Muhammadiyah

Makassar Fakultas Agama Islam pada Program Studi Hukum Ekonomi Syariah

(S1).

Page 69: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM KERJA SAMA …

58

LAMPIRAN

DAFTAR PERTANYAAN WAWANCARA ( PEMILIK KAPAL )

1. Sudah berapa lama bapak mempunyai perahu ?

a. Sejak tahun berapa

b. Beli perahunya pakai modal siapa

c. Berapa banyak perahu yang bapak miliki

2. Sudah berapa lama bekerjasama dengan para nelayan ?

a. Ada berapa orang anggota

b. Apa saja tugas dan peran para nelayan

c. Setiap orang dapat berapa penghasilan

3. Darimana bapak mendapatkan modal untuk membeli peralatan melaut ?

4. Apakah bapak ikut pergi melaut bersama para nelayan ? alasannya

5. Apa saja hak dan kewajiban menjadi juragan (pemilik kapal) ?

6. Bagaimana sistem kerjasama yang bapak lakukan dengan para nelayan ?

7. Bagaimana awal mula terjalinnya kerjasama antara bapak dengan para

nelayan ?

8. Apa resiko yang biasanya dihadapi oleh para nelayan ketika melaut ?

9. Bagaimana cara nelayan ketika menghadapi resiko pekerjaannya ?

a. Siapa yang menanggung kerugian

10. Apa saja hasil tangkapan laut yang diperoleh nelayan ketika melaut ?

a. Di jual kemana

b. Bagaimana sistem jualnya

c. Yang menentukan harga siapa

Page 70: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM KERJA SAMA …

59

11. Berapa banyak jumlah hasil tangkapan laut yang biasanya dihasilkan oleh

para nelayan ?

12. Bagaimana cara pembagian hasil kerjasama antara bapak dan para

nelayan?

DAFTAR PERTANYAAN WAWANCARA (NELAYAN)

1. Bagaimana awal mula sehingga terjalin kerjasama antara bapak dengan

pemilik kapal ?

2. Sudah berapa lama bapak bekerja sebagai nelayan dan melakukan

kerjasama melaut dengan para pemilik kapal ?

3. Apa saja hak dan kewajiban menjadi nelayan ?

4. Bagaimana sistem kerjasama yang bapak lakukan dengan pemilik kapal ?

5. Apa saja resiko yang biasanya bapak hadapi ketika melaut ?

6. Bagaimana cara bapak menghadapi resiko tersebut ?

7. Bagaimana cara pembagian hasil kerjasama ini ?

8. Apakah ada kecurangan atau ketidakadilan ketika pembagian hasil

kerjasama ini ?

9. Bagaimna kalau bapak tidak bias ikut melaut karena sakit ?

a. Apa juragan akan membantu

10. Bagaimana kalau terjadi kecelakaan dilaut ?

DAFTAR WAWANCARA UNTUK TOKOH AGAMA

1. Apa itu akad Mudharabah ?

2. Bagaimana cara menjalankan akad mudharabah menurut syariat islam ?

3. Bagaimana tinjauan Hukum Islam terhadap sistem kerja sama antara

nelayan dan pemilik kapal ?

Page 71: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM KERJA SAMA …

60

4. Batasan dan persyaratan/kesepakatan kerja sama yang dibenarkan syariat

islam ?

5. Bagaiamana jika pemilik kapal membebankan kerugian usaha kepada

nelayan ?

6. Apakah kerja sama yang terjadi antara nelayan dan pemiik kapal di Desa

Bontosunggu sudah sesuai syariat ?

7. Saran untuk nelayan dan pemilik kapal ?

Page 72: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM KERJA SAMA …

61

Page 73: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM KERJA SAMA …

62

Page 74: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM KERJA SAMA …

63