tinjauan hukum islam terhadap arisan...
TRANSCRIPT
TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP ARISAN QURBAN
(Studi Kasus di Keluarga H. Moh. Nur Cipete Utara Jakarta Selatan)
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh
gelar Sarjana Syari’ah (S. Sy)
OLEH :
Achmad Fatih
NIM : 1110043100041
PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MADZHAB FIQH
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2016 M / 1437 H
i
TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP ARISAN QURBAN
(Studi Kasus di Keluarga H. Moh. Nur Cipete Utara Jakarta Selatan)
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh
gelar Sarjana Syari’ah (S. Sy)
OLEH :
Achmad Fatih
NIM : 1110043100041
Dibawah Bimbingan:
KONSENTRASI PERBANDINGAN MADZHAB FIQH
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2016 M / 1437 H
ii
iii
iv
ABSTRAK
Achmad Fatih, NIM 1110043100041, Tinjauan Hukum Islam Terhadap Arisan
Kurban (Studi Kasus H. Moh. Noer, di Cipete Utara) Kosentrasi Perbandingan
Mazhab Fikih, Program Studi Perbandingan Mazhab dan Hukum, Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 1437 / 2015.
Skripsi ini merupakan sebuah upaya untuk menjelaskan permaslahan ketika sebagian
keluarga besar mengadakan prosesi pemotongan hewan kurban untuk melestarikan
kegiatan orang tuanya dengan cara mengadakan arisan kurban, karena kita telah
ketahui bahwasannya orang yang dituntut untuk berkurban adalah orang yang mampu
dalam segi materi, sedangakan bagi mereka yang belum berlapang materi tidak bisa
dipaksakan.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa peraktek pelaksanaan arisan kurban yang
dilaksanakan oleh keluarga H. Moh. Noer seluruhnya melaksanakan hukum Islam,
dari penelitian ini supaya keluarga yang berkurban melaksanakan arisan kurban
dengan cara mengadakan arisan kurbvan guna untuk melestarikan dapat mengetahui
pendapat para ulama mengenai melestarikan ibadah kurban dengan cara berhutang,
karena setelah peristiwa ibrahimiyah kurban ini ditekankan berbentuk materi pada
perkembangan zaman yang semakin maju kebutuhan ekonomi dapat diupayakan baik
untuk kebutuhan sehari-hari maupun keperluan ibadah yang memerlukan uang yang
tidak sedikit, salah satu lembaga yang memberikan suatu manfaat untuk memenuhi
kebutuhan pada zaman ini adalah arisan, arisan juga adalah lembaga yang dapat
meringankan atau memperlancar kehidupan perekonomian baik secara langsung
maupun tidak langsung.
Adapun alasan mendasar diadakan prosesi arisan kurban ini adalah untuk
melestarikan kegiatan yang telah dilaksanakan H. Moh. Noer setiap tahunnya agar
selalu tetap terlaksana kegiatan tersebut dan berjalan walaupun H. Moh. Noer sudah
tiada.
Kata kunci, Arisan, Kurban dan Melestarikan.
Pebimbing 1 : DR. H. Ahmad Mukri Aji, MA.
Pebimbing 2 : Drs. Ahmad Yani, M.Ag.
Daftar Pustaka : 1983 s.d tahun 2007.
v
vi
vii
DAFTAR ISI
ABSTRAK ................................................................................................................. iv
KATA PENGANTAR ................................................................................................ v
DAFTAR ISI ............................................................................................................. vii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ......................................................................... 1
B. Pembatasan Dan Perumusan Masalah .................................................... 4
C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian .............................................................. 5
D. Metode penelitian ................................................................................... 6
E. Kajian Pustaka ........................................................................................ 9
F. Sistematika Penulisan ........................................................................... 10
BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG IBADAH KURBAN DAN
ARISAN
A. Kurban .................................................................................................. 12
1. Defini Kurban ................................................................................. 12
2. Dasar Hukum Kurban ..................................................................... 13
3. Sejarah Pensyariatan Kurban .......................................................... 16
4. Syarat – syarat Kurban .................................................................... 23
5. Waktu Berkurban ............................................................................ 28
B. Arisan .................................................................................................... 38
1. Definisi Arisan ................................................................................ 38
viii
2. Dasar Hukum Arisan ...................................................................... 38
3. Metode Arisan ................................................................................. 40
BAB III PROFIL KELUARGA H. MUHAMMAD NOER DI CIPETE
UTARA KECAMATAN CILANDAK JAKARTA SELATAN
A. Sekilas Tentang Kelurahan Cipete UTara ............................................ 42
B. Sejarah Kampung Cipete ...................................................................... 44
C. Jumlah Keluarga ................................................................................... 44
D. Kondisi Sosial Ekonomi ....................................................................... 44
E. Struktur Organisasi ............................................................................... 45
BAB IV ARISAN QURBAN KELUARGA BESAR H. MUHAMMAD
NOER
A. Sejarah Arisan Kurban .......................................................................... 48
B. Praktek Pelaksanaan Arian Kurban ...................................................... 51
C. Manfaat Arisan Kurban ....................................................................... 53
D. Pandangan Ulama Terhadap Hutang Beribadah Dalam Berkurban ..... 54
E. Analisis ................................................................................................ 58
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................................................... 68
B. Saran ..................................................................................................... 69
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 71
LAMPIRAN-LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Peribadatan peribadatan dalam agama Islam disamping memiliki nilai positif
bagi pelakunya juga memiliki dampak sosial,baik yang bersifat moral spiritual
maupun fisik material. Hal tersebut berlaku untuk semua ibadah,baik ibadah wajib
seperti solat, puasa, zakat dan haji maupun ibadah sunahseperti sedekah,
aqiqah,kurban,dan lain sebagainya1.
Kurban merupakan bentuk ibadah dalam Islam yang banyak ditemukan
dalam berbagai agama dunia,yang biasanya dilakukan sebagai tanda kesediaan si
pemeluknya untuk meyerahkan sesuatu kepada tuhannya. Ibadah kurban bukanlah
syariat yang baru di zaman Nabi Muhamad SAW, sebaliknya ia adalah ibadah
yangtelah lama diperkenalkan sejak zaman nabi Adamsendiri,ketika peristiwa
konflik antara Habil dan Qabil. Kurban merupakan salahsatu ritual ibadah
pemeluk agama Islam, dimana dilakukan peyembelihan binatang ternak untuk
dipersembahkan kepada Allah. Ritual kurban dilakukan pada bulan Dzulhijjah
pada penanggalan Islam,yakni pada tanggal 10 (hari nahar) dan11,12 (hari tasyrik)
bertepatan dengan hari raya Idul Adha.2
1 Huzaimah Tahido Yanggo, Masail Fiqhiyah, (Bandung: Angkasa Bandung,2005), h. 24.
2 Muhammad Bin Ahmad Al-Hanafi, Uz-zuhur Fi Waqa‟i Ad-duhur Penerjemah Mahfud
Hidayat & Ali Efendi, Kisah Para Rasul Hiburan Bagi Orang-orang Yang Berakal, (Jakarta: Rihlah
Press, 2006), h. 104.
2
Kurban merupakan sebagai suatu jenis peribatan yang hukumnya sunnah
muakadah, merupakan bentuk ritual yang memiliki peranan penting dalam
meningkatkan kesejahteraan masyarakat, Hikmah dan tujuan berkurban bukan
hanya ditujukan pada pembinaan diri peribadi mereka yang menjalankannya,tetapi
juaga bagi masyarakat pada umumnya bagi pelaku ibadah kurban akan tentram
dalam dirinya keimanan dan ketakwaanyang mendalam,adapun sifat patriotisme,
suka menolong dan membantu sesama, serta meningkatkan kepedulian sosial yang
tinggi. Sedangkan bagi kepentingan masyarakat Islam pada umumnya,kurban
dapat menimbulkan syiar dan kesemarakan Islam pada gilirannya nanti dapat
menimbulkan kebanggaan umat terhadap agama yang di anutnya. Bahwasannya
dapat disadari pembagian daging kurban kepada fakir dan miskin dapat
merangsang peningkatan gizi dan mutu kesehatan yang berarti juga membina
kesejahtraan masyarakat pada umumnya.diharapkan juga dari ajaran qurban ini
akan mewujudkan silaturahmi antara sikaya dan si miskin yang berhak menerima
daging kurban. Dengan demikian, terbina ukuwah Islamiyah dengan sebaik
baiknya.3
Dalam kehidupan umat Islam kesadaran beragama semakin meningkat,
termasuk kesadaran umat Islam yang berkemampuan dalam berkurban sangat
besar pada waktu peyembelihan dilakukan. Oleh karenanya dalam istilah syar‟i
seseorang yang mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan cara berkurban
bertujuan untuk memberikan nikmat atas harta bendanya kepada orang yang
3 Sayid Sabiq, Fiqih Al-Sunah, Jilid III, (Beirut: Daar al-Fikr, 1983), h. 274.
3
berhak menerimana kurban untuk mendapatkan ridha Allah SWT, karena Islam
menyadari di daerah lain yang kondisi sosial ekonominya sangat minim jumlah
daging kurban sangat sedikit bila dibandingkan dengan jumlah fakir dan miskin
yang sangat membutuhkan.4
Mengingat pada umumnya menunaikan ibadah kurban harus memerlukan
biaya yang tidak sedikit, keluarga yang ekonominya menengah kebawah merasa
tidak mampu namun keinginannya sangat besar untuk melestarikan kebiasaan
orangtuanyatimbullah solusi bagi keluarga, dengan faktor-faktor yang dapat
memberikan suatu solusi bagi terlaksananya suatu keinginanKeluarga H.
Muhamad Noer agar dapat terlaksananya suatu keinginan yang dapat melanjutkan
pelaksanaan ibadah kurban, di tengah masalah kemampuan materi kemampuan
untuk berkurban dilakukan terobosan-terobosan yang dapat memberikan keinginan
keluarga yang sangat besar untuk melakukam suatu ibadah kurban, yang mana
ibadah tersebut harus memiliki uang yang cukup besar. Diadakanya arisan kurban
dapat membantu bagi keluarga yang tidak mampu, namun keinginan ibadah adalah
suatu dambaan bagi setiap muslim kedatipun Ibadah tersebut harus memiliki uang
yang tidak sedikit namun dengan adanya arisan tersebut dapat membantu. Arisan
kurban merupakan yang paling tepat untuk melestarikan ibadah kurban yang ada
di Cipete Utara. Hal ini disebabkan karena arisan merupakan hal yang sudah
sangat populer dan sudah tumbuh sebagai bagian dari budaya masyarakat
4 Ibnu Mas‟ud dan zainal Abidin, Fiqih Mazhab Syaf‟i, cet II, (Bandung: Pustaka Setia,
2005), h. 682.
4
Indonesia, arisan sudah menjadi gaya hidup bagi sekelompok orang-orang tertentu
dan menjadi sebuah kebutuhan untuk memperoleh sesuatu yang diinginkan. Di
Cipete Utara terdapat Keluarga H. Muhamad Noer yang mengadakan arisan
kurban untuk meringankan bagi anggota keluarga yang kurang mampu, untuk
dapat melestarikan ibadah kurban yang biasa dilakukan H. Muhamad Noer.5
Arisan kurban yang diadakan di Cipete Utara ini dilaksanakan seperti arisan-
arisan pada umumnya, dengan cara meyetorkan sejumlah uang yang telah
disepakati, dalam waktu yang telah di tentukan. arisan kurban ini di khususkan
hanya diperuntukan untuk keluarga H. Muhamad Noer guna melestarikan
kebiasaan orangtua.
Berdasarkan permasalahan tersebut, maka penulis tertarik mengetahui lebih
jauh terhadap hukum arisan kurban yang berada di Cipete Utara sehingga penulis
ingin menjadikan sebuah judul skripsi yang berjudul. ” Tinjauan Hukum Islam
Terhadap Arisan Qurban Di Keluarga Bessar H. Muhammad Noer”
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Pembatasan dalam skripsi ini akan berkisar terhadap Pelaksanaan arisan
kurban yang dilakukan oleh sebuah keluarga H. Muhamad Noer di daerah Cipete
Utara pada Tahun 2014 M, sehingga penulis ingin mempelajari lebih dalam
tentang kepastian hukumnya. Untuk memudahkan penulisan dalam menyusun
5 Wawancara Dengan Bpk. Mashuri Selaku Ketua Sekaligus Perwakilan Dari Keluarga Bpk.
H. Moh Nur. Pada tanggal 25 Mei 2015.
5
karya ilmiahnya, penulis membatasi lokasi yang dijadikan objek penelitian hanya
di keluarga besar H. Muhamad Noer yang berada di Cipete Utara.
Sesuai dengan pokok permasalahan yang telah dipaparkan di atas dengan
inti dari permasalahan itu adalah :
1. Bagaimana praktek Arisan kurban yang berada di keluarga besar H.
Muhammad Noer?
2. Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap arisan kurban yang berada di di
keluarga besar H. Muhammad Noer?
C. Tujuan dan ManfaatPenelitian
Tujuan yang hendak dicapai agar penelitian ini lebih terarah dan tidak
meyimpang dari tujuan yang sebenarnya. Oleh karena itu, berdasarkan latar
belakang masalah yang di kemukakan diatas, maka yang menjadi tujuan penelitian
skripsi ini sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui tata cara pelaksanaan arisan kurban yang berada di
keluarga besar H. Muhammad Noer.
2. Untuk mengetahui bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap pelaksanaan
arisan kurban yang berada di Cipete Utara yang di lakukan oleh keluarga H.
Muhamad Noer.
a. Secara akademis
Manfaat penulis skripsi ini secara akademis adalah untuk
menambah pengetahuan dan penjelasan bagi masyarakat pada umumnya
6
dan bagi para anggota arisan kurban tersebut.
b. Secara praktis
Manfaat penulisan skripsi ini secara praktis adalah memberikan
penjelasan kepada masyarakat tentang hukum arisan kurban yang berada
di Cipete Utara.
D. Metode Penelitian
Hal-hal yang perlu di jelaskan berkaitan dengan metode penelitian ini
adalah sebagai berikut.
1. Jenis penelitian
Ditinjau dari jenis data yang di teliti penelitian ini termasuk
penelitian lapangan (field research). Penelitian lapangan (field research)
yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara mengumpulkan data dari
lapangan yaitu dengan cara wawancara.6 Dimana penelitian melakukan
penelitian berupa wawancara langsung secara mendalam dengan peserta
arisan kurban di Cipete Utara dengan cara tanya jawab secara lisan yang
berpedoman pada pertanyaan. Selain data lapangan penulis juga melakukan
penelitian keperpustakaan (library research) penelitian keperpustakaan,
(library research) yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara
mengumpulkan data- data, buku buku atau teks-teks tulisan lain.7
Ditinjau dari pembahasan masalahnya penelitian ini merupakan
6Muhammad Nasir, Metode Penelitian, (Jakarta: Ghalia Indonesia,1985), h. 53.
7Muhammad Nasir, Metode Penelitian, h. 53.
7
penelitian Deskriptif yaitu penelitian menggambarkan dan menjelaskan
masalah masalah yang ada sekarang dengan cara mengumpulkan data
meyusun mengklasifikasikan dan menginterprestasikan.
2. Sumber Data
a. Sumber Data Primer
Sumber data primer adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan
langsung di lapangan oleh orang yang melakukan penelitian atau yang
bersangkutan yang memerlukannya. Data primer disebut juga data asli
atau data baru.
b. Sumber Data Sekunder
Data yang diperoleh dengan cara mengadakan studi
keperpustakaan atau dokumen dokumen yang berhubungan dengan
masalah yang penulis angkat, adapun dokumen yang dimaksud adalah
Al-Quran, Al hadits dan buku buku karya ilmiyah serta buku buku yang
ada kaitanya pada masalah ini. Data sekunder disebut juga dengan data
tersedia.8
3. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yaitu upaya pengumpulan data-data
yang relevan dengan kajian penelitian, yang diperoleh dengan cara:
a. Interview
Metode interview atau wawancara yaitu teknik
8Muhammad Iqbal Hasan, Pokok-pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya,
(Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002), h.82.
8
pengumpulan data yang dilakukan dengan tanya jawab dalam
penelitian yang berlangsung secara lisan antara dua orang atau
lebih, bertatap muka mendengarkan secara langsung mengenai
informasi atau keterangan keterangan yang berkaitan dengan
arisan kurban di Cipete Utara. Keluaraga bapak H. Noer Untuk
mendapatkan data dari responden, maka penulis mengadakan
wawancara dengan yang mengatur dalam menjalankan
pelaksanaan arisan kurban tersebut agar mendapat berita yang
lebih jelas.
b. Dokumentasi
Tehnik ini akan dilakukan untuk mengumpulkan data-data
yang bersumber dari dokumen dan arsip, dimana bahan
dokumenter tersebut dapat diperoleh dari pihak-pihak yang ter
libat langsung dalam arisan kurban yang berada di Cipete Utara,
dan lain sebagainya.
4. Tehnik Analisis Data
Metode analisis data yang akan penulis uraikan adalah metode
deskriptif, yaitu suatu teknis analisis data di mana penulis menjabarkan
data-data yang diperoleh dari hasil wawancara di lapangan, kemudian
menganalisisnya dengan merujuk pada buku buku yang berkaitan dengan
permasalahan yang akan dipaparkan dalam skripsi ini.
9
5. Teknik Penulisan
Adapun teknik penulisan data yang digunakan adalah berpedoman
kepada buku pedoman penulisan skripsi yang dikeluarkan oleh Fakultas
Syariah dan Hukum tahun 2013.
E. Kajian Pustaka
Dari beberapa literatur skripsi yang berada di fakultas Syariah dan Hukum
serta Perpustakaan Utama, penulis menemukan sejumlah skripsi yang membahas
masalah qurban. Adapun daftar skripsi tersebut adalah sebagai berikut:
1. Suhaimi, dengan judul skripsi Pemotongan Hewan Kurban Urgensi Tujuan
dan Pemanfaatannya Bagi Pribadi dan Masyarakat. Skripsi ini membahas
tentang Pemotongan Hewan Kurban dan Pemanfa‟atan bagi pribadi dan
masyarakat, Tela‟ah Ayat-ayat suci Al-Qur‟an dan Hadits. Disini dijelaskan
nilai dagingnya itu untuk yang berkurban dan yang di berikan kepada
masyarakat apakah sudah sesuai dengan penerapan Al-Quran dan Hadits.
2. Sri Wahyuningsih, dengan judul skripsi Tinjauan Hukum Islam terhadap
Pelaksanaan Arisan Haji di Desa Kideung Hilir Ciampea Bogor.
Konsentrasi Perbandingan Mazhab Hukum Fakultas Syariah dan Hukum
tahun 2014. Disini dijelaskan bahwa sempurnanya Ibadah Haji adalah
mampu dalam segi biaya.
3. Mashuri, dengan judul skripsi Pandangan Fiqih Muamalat tentang Strategi
Pengelolaan Tabungan Ibadah Qurban pada BMT Al-Kautsar di Bidara
10
Cina Jakarta Timur. Konsentrasi Ekonomi Syriah tahun 2012. Skripsi ini
lebih membahas bagaimana menurut fikih strategi yang diaplikasi oleh BMT
Al-Kautsar pada strategi pengelolaan menurut fikih dan bagaimana
pengelolaan tabungan ibadah Kurban menurut fikih.
Dari beberapa judul tersebut, maka jelas berbeda pembahasannya dengan
skripsi yang akan dibahas oleh penulis. Penulis akan mencoba membahas Hukum
Arisan Kurban yang ada di Cipete Utara untuk Melestarikan Kebiasaan orang tua.
F. Sistematika Penulisan
Agar lebih memudahkan penyusunan dan pemahaman, maka sengaja materi
yang terdapat dalam skripsi dikelompokkan dalam lima bab, setiap dipilih menjadi
beberapa bab. Lengkapnya adalah sebagai berikut :
Bab I : Merupakan bab pendahuluan, terbagi kepada sub bab, yaitu :
Latar Belakang Masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah,
Tujuan dan Manfaat Penelitian, Studi Terdahulu, Metode
Penelitian, Sistematika Penulisan.
Bab II : Berisikan gambaran umum tentang ibadah kurban dan Arisan
yang meliputi tentang Definisi Kurban, Dasar Hukum Kurban,
Syarat-syarat Kurban, Sejarah Pensyariatan Kurban, Waktu
Berkurban, Definisi Arisan, Dasar Hukum Arisan, dan Metode
Arisan.
11
Bab III : Berisi gambaran umum profil keluarga besar H. Muhammad
Noer di Cipete Utara Kecamatan Cilandak Jakarta Selatan
meliputi: Letak Astronomis, Luas Wilayah, Pendidikan, Jumlah
Keluarga, Keadaan Sosial Ekonomi dan Struktur Organisasi.
Bab IV : Bab ini berisi tentang analisis penulis tentang kurban keluarga
besar H. Muhammad Noer yang meliputi: Sejarah Arisan
Kurban, Praktek, Manfaat, Pandangan Ulama, Analisis.
Bab V : Bab ini merupakan bab yang terakhir yang berisi Penutup yang
terdiri dari kesimpulan dan saran-saran dan disertai juga dengan
Daftar Pustaka dan Lampiran-lampiran Wawancara.
12
BAB II
GAMBARAN UMUM TENTANG IBADAH KURBAN DAN ARISAN
A. Kurban
1. Definisi Berkurban
Secara etimologis, kurban berarti sebutan bagi hewan yang dikurbankan
atau sebutan bagi hewan yang disembelih pada hari raya Idul Adha. Adapun
definisi secara fiqih adalah perbuatan menyembelih hewan tertentu dengan niat
mendekatkan diri kepada Allah swt dan dilakukan pada waktu tertentu, atau
bisa juga didefinisikan dengan hewan-hewan yang disembelih pada hari raya
Idul Adha dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah.9
Ibadah kurban disyariatkan pada tahun ketiga Hijriyah, sama halnya
dengan zakat dan shalat hari raya,10
landasan pensyariatannya dapat ditemukan
dalam Al-Qur‟an, As-sunnah dan ijma.
Artinya:” Maka laksanakanlah shalat karena Tuhanmu, dan berkurbanlah
sebagai ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah. (QS. Al-
Kautsar: 2)
Adapun landasan As-sunnah tersebar dalam beberapa hadits. Diantaranya
hadits yang diriwayatkan Aisyah R.A, yaitu Rasulullah SAW:
9Wahbah Az-zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, Terj. Abd. Hayyie Al-kattani, (Kuala
Lumpur: Darul Fikri, 2011), h. 254.
10
Abu Ishak Ibrahim Bin Ali Bin Yusuf, Al-muhazzab Jilid I, (Semarang: Dar Ihya Al-
Kutub Al-Arabiyah, Tth), h. 237.
13
Artinya: „‟Tidak ada suatu amalan pun yang dilakukan anak cucu adam pada
hari raya kurban yang lebih dicintai Allah swt dibandingkan
amalan menumpahkan darah (hewan) sesungguhnya ia (hewan-
hewan yang dikurbankan itu ) pada hari kiamat kelak akan datang
dengan diiringi tanduk, kuku, dan bulu-bulunya.sesungguhnya
darah yang ditumpahkan dari hewan itu telah diletakan Allah swt
ditempat khusus sebelum ia jatuh kepermukaan tanah . oleh karena itu doronglah diri kalian untuk suka berkurban.(HR. Hakim dan
Ibnu Majah)
Seluruh umat Islam sepakat bahwa berkurban merupakan perbuatan yang
disyariatkan Islam pada zaman Nabi Ibrahim AS. Banyak hadits yang
meyatakan bahwa berkurban adalah sebaik-baik perbuatan disisi Allah SWT
yang dilakukan seorang hamba pada hari raya kurban. Demikian juga bahwa
hewan kurban itu akan datang pada hari kiamat kelak persis seperti kondisi
ketika ia disembelih di dunia.12
2. Dasar Hukum Kurban
Para fuqaha berselisih pendapat tentang hukum menyembelih kurban Ia
wajib atau sunah. Abu Hanifah dan sahabat-sahabatnya berpendapat,
menyembelih kurban adalah wajib sekali dalam setahun bagi orang-orang yang
11
Muhammad Bin Ali Bin Muhammad Bin Abdullah, Nailul Authar, (Mesir: Dar El-Misri,
1993), h. 108
12
Hassen Saleh, Kajian FIQH Nabawi & FIQH Kontemporer, (Jakarta: Rajawali Pers,
2008), h. 252.
14
bermukim daripada penduduk penetapan, Al-Tahawi pula menyebut, mengikut
pendapat Abu Hanifah, dia adalah wajib, tetapi mengikuti pendapat dua
sahabatnya Muhamad dan Abu Yusuf, dia adalah sunah muakadah.13
Ulama yang lain dari pada Abu Hanifah mengatakan; hukum adalah
sunnah muakadah. Ia tidak wajib, bagaimanapun adalah makruh
meninggalkannya bagi mereka yang mampu. Hukum ini mengikut pendapat
yang masyhur dikalangan ulama Maliki bagi selain mereka yang mengerjakan
haji di Mina. Mengikuti mereka, sebaiknya satu kurban hendaklah dilakukan
oleh orang yang mampu untuk setiap orang di sisinya. Disisi ulama Syafi‟i
Ibadah kurban ini menjadi sunat aini bagi setiap orang sekali dalam seumur
hidupnya.Ia merupakan sunat kifayah jika bilangan keluarga dalam satu rumah
ramai. Jika salah seorang daripada anggota keluarga berkenaan melakukanya,
maka memadai untuk mencukupi semua orang yang lain.14
Adapun Dalil Ulama Hanafi yang menunjukan hukum wajib ialah sabda
nabi saw:
.
13
Moh.Rifa‟I, TerjamahKhuashasKifayatulAkhyar, (Semarang: CV. TOHA PUTRA
SEMARANG, 1978), h. 421.
14
Hassan Shaleh, KajianFiqhNabawi&FiqhKontemporer, (Jakarta: Raja WaliPers, 2008), h.
252. 15
Abu Abdullillah bin Ahmad Ibn Muhammad IbnHanbalIbnHilal, Musnad Al-imam Ahmad
bin HanbalJilid 24, (Ttp, MuassasahAr-risalah, 2001), h. 24.
15
Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Abu „Abdi Arrahman, telah
menceritakan kepada kami Abdullah bin „Ayyasy dari „Abdul
Arrahman bin Hurmaz Al-A‟raj dari Abi Hurairah berkata,
bersabda Nabi SAW: Barang siapa yang ada kelapangan belanja
tetapi tidak melakukan kurban, maka janganlah ia menghampiri
masjid kami.” (HR. Al-Hakim)
Menurut mereka, ancaman yang seperti ini tidak akan diucapkan Nabi
saw. Terhadap orang yang meninggalkan suatu perbuatan yang tidak wajib.
Disamping itu, berkurban adalah satu bentuk ibadah yang ditentukan waktunya
secara khusus, yaitu yang disebut dengan” hari ber kurban”. Penisbatannya
pada hari tertentu seperti itu mengindikasikan kewajiban hukum
melaksanakannya. Sebab, penisbatan tersebut berarti pengkhususan adanya
penyembelihan hewan pada hari itu. Padahal, hanya status wajib sajalah yang
bisa memaksa masyarakat secara umum untuk mewujudkan kurban pada hari
itu.16
Ulama jumhur pula mengemukakan beberapa hadits sebagai dalil
menunjukan ia hanya sunah ke atas orang yang mampu melakukannya.
Antarnya hadits Ibnu Salamah menyebut:
Artinya: “Jika kalian melihat hilal tanda masuknya bulan zulhijjah lalu
salah seorang kalian ingin berkurban, maka hendaklah ia tidak
memotong rambut dari kukunya (hingga datang hari berkurban) “.
16
WahbahAz-zuhaili, Al-fiqh Al-islamiWaAillatuhujuz 4, Penerjemah Abdul Hayyie Al-
kattani h. 256-257.
16
3. Syarat Syarat Kurban
Adapun syarat- syarat kurban adalah sebagaimana berikut:
a. Syarat-syarat diwajibkan atau disunatkan Kurban
Agar berkurban menjadi wajib(mengikut madzhab Hanafi) atau
menjadi sunah (mengikut pendapat imam-imam madzhab selain
Hanafi), maka disyaratkan adanya kemampuan dari sipelaku untuk
melakukan kurban, Dengan demikian, berkurban pada hari Idul Adha
tidaklah dituntut dari orang yang tidak mampumelakukannya.17
Menurut mazhab Hanafi, yang dimaksud dengan kemampuan itu
adalah adanya kelapangan, yaitu kelapangan yang bersifat fitrah, orang
yang akan berkurban hendaklah memiliki uang minimal 200 dirham,
yaitu sebanyak nisab zakat, atau memiliki barang yang senilai dengan
nominal uang tersebut, Baik uang atau barang dimaksud haruslah diluar
kebutuhan pokok orang itu, seperti untuk tempat tinggal atau
pakaiannya, serta diluar kebutuhan orang-orang yang dibawah
tanggungannya.18
Menurut madzhab Maliki, orang yang disebut mampu adalah
orang yang tidak membutuhkan uang yang akan digunakan membeli
hewan kurban itu untuk kebutuhan pokok hidupnya pada tahun itu,
17
Wahbah Az-zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu Jilid 4, Terj. Abd. Hayyie Al-kattani,
(Kuala Lumpur: Darul Fikri, 2011), h. 256.
18
FakhruAd-dinAz-zaila‟IAlhanafiy, Tabyinu Al-haqaid SyarhuKanzi Ad-daqaiqJilid 6,
(Lebanon: Dar El-Kitab Al-Islamiy, t.th), h. 3.
17
Bahkan apabila orang itu bisa berhutang (dengan keyakinan akan bisa
membayarnya) maka dibolehkan baginya berhutang (guna membeli
hewan kurban).19
Menurut madzhab Syafi‟i, orang yang disebut mampu dalam hal
ini adalah orang yang memiliki uang untuk membeli hewan kurban
diluar kebutuhannya, dan kebutuhan orang-orang yang berada dibawah
tanggunganya selama hari raya dan hari-hari Tasyriq, yaitu selama
waktu pelaksanaan kurban. Pendapat Syafi‟iyah ini senada dengan
pendapat mereka tentang zakat fitrah, yaitu hendaklah zakat yang akan
dikeluarkan itu merupakan makanan yang berlebih dari kebutuhan yang
bersangkutan pada siang dan malam hari raya.20
Menurut madzhab Hambali, orang yang disebut mampu adalah
orang yang bisa mendapatkan uang untuk membeli hewan kurban itu,
sekalipun dengan berhutang, asalkan orang itu yakin akan bisa
melunasinya di kemudian hari.21
b. Syarat-syarat Sah Berkurban
Untuk menjadikan sesuatu Kurban itu sah adalah disyariatkan
perkara-perkara berikut:
19
Wahbah Az-zuhaili, Terjamah Al-Fiqh Al-Islami Wa Adillatuhu, (Kuala Lumpur: Darul Fikri, 2011), h. 263.
20
Ibrahim Al-Bajuri, Hasyiyah Al-Bajuri Ala Ibn Al-Qasim Jilid II, (Surabaya: Dar El-Ilm, Tth), h. 304.
21
Abdurrahm Al-Jaziri, Kitabu Al-Fiqh „ala Mazahib Al-arba‟ah Jilid II Terj. Drs. H. Moh. Zuhri, (Semarang: CV Asy-syifa, 1994), h. 707.
18
1) Hewan yang dikurbankan itu terbebas dari cacat-cacat yang nyata
dan biasanya bahwa pada berkurang dagingnya atau timbulnya
penyakit yang membahayakan kesehatan orang-orang yang
memakannya. Adapun 4 macam cacat yang disepakati ulama
sebagai penghalang suatu hewan yang dikurbankan, yaitu buta
parah disalah satu mata, sakit parah, pincang dan kondisi badan
yang sangat kurus. Larangan berkurban dengan hewan-hewan
yang mengalami kondisi-kondisi ini didasrakan dalam penjelesan
salah satu hadits.22
Dengan demikian sesuai penegasan dalam hadits tidak
dibolehkan berkurban dengan hewan yang buta parah sebelah
matanya, yang menderita sakit parah, yang jelas kepincangan
salah satu kakinya, dan yang sangat kurus badannya tidak terlihat
bersumsum tulang kakinya.Adapun penjelasan tentang cacat-cacat
selain 4 hal diatas yang juga jadi penghalang suatu hewan yang
dikurbankan, berdasarkan pendapat keempat mazhab fiqih yang
ada.23
2) Kurban tersebut dilaksanakan pada waktu yang ditentukan.
Menurut mazhab Hanafi, waktu berkurban adalah tanggal 10, 11,
22
Imam Ad-dardiri, Asy-syarhush shagiir Jilid 2, (Ttp: Dar El-Ma‟arif, t.th), h. 141 & 144.
23
Muhammad bin Ali Bin Muhammad bin Abdullah As-syaukani, Nailu Al-Authar Jilid 5,
(Mesir: DarEl-hadits, 1993), h. 115 & 117.
19
12, 13 Dzulhijjah, mencakup malam-malamnya, yaitu yang terdiri
malam 11 ke 12, dengan demikian, tidak sah dilakukan kurban
pada malam hari raya, yaitu malam tanggal 10, begitu pula malam
tanggal 13 Dzulhijjah. Hal itu didasarkan ucapan sekolompok
sahabat yang menyatakan bahwa hari untuk berkurban hanya tiga
hari, lafal hari disini secara kebahasaan tentu saja mencakup
malamnya namun dipandang makruh hukumnya menyembelih
pada malam hari.24
Dalam mazhab Maliki, bahkan disyaratkan bahwa
penyembelihan itu dilakukan pada siang hari. Lebih lanjut mazhab
Maliki juga menambahkan dua persyaratan lain yaitu:
a) Seseorang yang melakukan penyembelihan hendaklah orang
muslim. Dengan demikian, tidak sah penyembelihan yang
dilakukan orang kafir, sekalian dari ahlul kitab, dan
walaupun yang bersangkutan dapat mandapat dari pemilik
kurban untuk melakukan penyembelihan kurban, jika
penyembelihan tetap terjadi maka daging hewan tersebut
tidak boleh dimakan.25
Menurut mazhab selain malikiyah hukum hanya
24
FakhruAd-dinAz-zaila‟IAlhanafiy, Tabyinu Al-haqaid SyarhuKanzi Ad-daqaiqJilid 6,
(Lebanon: Dar El-Kitab Al-Islamiy, t.th), h. 9.
25
Abu Ishak Ibrahim Bin Ali, Al-muhazab Jilid 1, (Lebanon: Dar El-kutub Al-alamiyah,
Tth), h.239.
20
dianjurkan agar penyembelihan itu tidak dilakukan oleh
selain muslim sebagaiman makruh hukumnya
penyembelihan yang dilakukan oleh seorang kafir
dzimmidari ahhlul kitab. Alasannya, penyembelihan kurban
adalah sebuah ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah
SWT, sementara orang kafir tidak berkompeten untuk
melakukan aktivitas seperti itu.26
b) Pembelian hewan kurban itu hendaklah tidak melalui
patungan, dengan demikian, jika beberapa orang bergabung
untuk membeli suatu hewan atau hewan itu dimiliki oleh
orang lalu disembelih sebagai kurban bersama, maka kurban
tersebut tidak sah bersama bagi seluruh peserta patungan.
Akan tetapi dibolehkan patungan dalam pahala berkurban
apabila diniatkan sebelum dilakukan penyembelihan dan
setelahnya. Yaitu, dalam kurban yang berupa unta atau sapi,
bukan yang berupa kambing patungan pahala ini boleh
diperuntukan sampai tujuh orang akan tetapi, dalam hal
seperti ini, menurut pandangan yang populer dalam mazhab
ini diharusakan memenuhi tiga syarat sebagai berikut:
(1) Pihak yang diikutkan dalam pahala ini adalah keluarga
dekat orang yang berkurban. Itu seperti anak, pamannya.
26
Ibrahim Al-ghanimi Ad-Dimasyqi, Allubab Fi Syarhi Al-kitab Jilid 3, (Lebanon: Al-
Maktabah Al-„alamiyah, Tth), h 236.
21
Termasuk juga dalam hal ini isteri yang bersangkutan.
(2) Pihak-pihak dimaksud hendakalah orang-orang yang
dinafkahi oleh orang yang berkurban itu, baik
penafkahan dimaksud bersifat wajib baginya seperti
orang tua dan anaknya yang hidup dalam kondisi miskin.
(3) Pihak-pihak yang dimaksud hendaklah tinggal bersama
dengan orang yang berkurban itu dalam satu rumah.
Menurut mazhab selain Malikiyah, patungan dalam
berkurban itu sendiri dibolehkan jika hewan yang
dikurbankan adalah unta atau sapi. Artinya sah hukumnya
kurban yang diperoleh dari hasil patungan tujuh orang
terhadap hewan yang berupa unta atau sapi, dengan syarat
masing-masing pihak bersaham sepertujuh bagian. Apabila
peserta patungan lebih dari tujuh atau pihak yang bersaham
kurang dari sepertujuh bagain maka kurban tersebut tidak
sah.27
c. Persyaratan bagi pihak-pihak yang Mendapat Beban Melakukan
Kurban
Para fuqaha menyepakati bahwa orang yang dituntut untuk
menunaikan Kurban adalah seorang muslim, mereka balig, berakal,
27
Ahmad Khatib As-syabini As-syafi‟I, Mugni Al-MuhtajIlaMa‟rifatiMa‟aniAlfazJilid 6
(Lebanon: Dar Al-kutub, 1994) H. 126.
22
menetap dinegrinya, serta mampu untuk berkurban. Akan tetapi, mereka
berbeda pendapat dalam hal tuntutan berkurban dari orang orang yang
dalam perjalanan dan dari anak kecil.28
Tentang golongan yang pertama, yaitu musafir, dalam madzhab
Hanafi dinyatakan bahwa tidak wajib bagi mereka berkurban. Hal itu
dikuatkan dengan tindakan Abu Bakar dan Umar yang tidak berkurban
jika mereka telah melakukan perjalanan. Ali bin Abi Thalib juga
berkata, seorang musafir tidak dituntut untuk shalat jum‟at dan
berkuban.29
Menurut Madzhab Maliki, disunatkan berkurban bagi orang yang
tidak menunaikan ibadah haji, alasanya, Ibadah yang disunatkan bagi
orang jamaah haji adalah meyembelih hadyu. Adapun bagi yang tidak
berhaji disunatkan berkurban.30
Menurut madzhab Syafi‟i dan Hambali, berkurban disunatkan bagi
setiap muslim, baik mereka yang musafir, sedang menunaikan haji, atau
yang selain dari yang keduanya, alasanya, Rasulullah saw. Sendiri
menyembelih kurban berupa seekor sapi di Mina mewakili istri-istri
28
Ibnu „Arafah Ad-dusuki Al-Maliki, Hasyiyah Ad-dusukiAlaAs-syarhi Al-Kabir Jilid
II,(Lebanon: Dar El-Fikr, Tth), h. 118.
29
FakhruAd-dinAz-zaila‟I Al-Hanafi, Tabyin Al-haqaiq Syarh Kanzu Ad-daqaiq Wa
Hasyiyatu As-syilbini Jilid 6,(Lebanon: Dar El-Kutub Al-Islami, tth), h. 3
30
Ahmad Bin Rasyad Al-kurtubi, Bidayah Al-MujtahibWaNihayatu Al-muqtasidJilid II, (Lebanon: Dar El-Hadits, 2004) h. 212.
23
beliau, sebagai mana yang disebutkan dalam hadits yang disebutkan
dalam hadits yang diriwayatkan Imam Bukhari danmuslim.31
Adapun tentang golongan kedua, yaitu anak kecil.Menurut
pendapat Imam Abu Hanifah dan Abu Yusuf, pendapat yang lebih kuat
adalah bahwa wajib kurban bagi anak kecil, Adapun uang untuk
membelinya diambil dari harta anak itu, pihak yang melaksanakan
adalah bapaknya atau walinya, anak tadi di bolehkan memakan daging
kurban itu sejauh yang ia mampu. Akan tetapi, menurut pendapat
Muhammad dan Zafar, orang tua atau wali anak kecil itu hendaklah
berkurban dengan hartanya sendiri, bukan drngan memakai harta
sianak.32
Adapun pendapat Madzhab Hanafi dan yang sering difatwakan,
berkurban hanya dianjurkan, bukan diwajibkan, bagi seorang anak
kecil.Demikian juga, orang tuanya tidak berhak mempergunakan harta
sianak untuk membeli hewan kurban tersebut. Alasanya, berkurban
jenis ibadah mahdhah.Begitu pula menurut madzhab Maliki, sunah
hukumnya berkurban bagi seorang anak kecil.Adapun dalam madzhab
Syafi‟ih dan Hambali tidak disunatkan berkurban bagi anak kecil dan
31
Ahmad Khatib As-syabini As-syafi‟I, Mugni Al-MuhtajIlaMa‟rifatiMa‟aniAlfazJilid 6 (Lebanon: Dar Al-kutub, 1994) h. 135.
32
Ustman Bin Ali bin Muhjin Al-Bara‟i, Tabyiynu Al-Haqaiq Jilid 6, (Lebanon: Dar El-Kutub, 1313 H), h. 3.
24
Hambali tidak disunahkan berkurban bagi anak kecil.33
Dari kesimpulan masalah ini adalah, bahwa menurut Madzhab
Hanafi dan Maliki, dianjurkan berkurban bagi anak kecil dan uang
pembelian hewan bermaksud dari harta walinya itu, sementara dari
madzhab syafi‟i dan ham bali tersebut tidak dianjurkan.
4. Sejarah Pensyariatan Kurban
a. Kurban di masa Nabi Adam As
Allah telah memberikan anugrah kepada Nabi Adam As dan Hawa
dengan diberi keturunan berupa anak kembar yaitu yang diberi nama Qabil
dan saudara kembarnya Habil.setelah dewasa Allah memerintahkan Nabi
Adam As agar mengawinkan Qabil dengan saudara perempuan kembar
habil yang bernama lubaba yang tidak bagus rupa dan mengawinkan habil
dengan saudara perempuan kembar Qabil yang bernama Iqlimah yang
cantik rupa. Namun Qabil menolak hal ini, sementara habil menerima.
Qabil ingin kawin dengan saudara perempuannya kembaranya sendiri yang
cantik rupa.34
Pada saat itu Nabi Adam berkata, wahai anakku! Janganlah ingkar
kepada Allah, Qabil menjawab, aku tidak merelakan saudaraku Habil
mengambil Iqlimah dariku. Maka Nabi Adam berkata, Baiklah, pergilah
33
Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid Wa Nihayatul Muqtashid, Terj. Abdul Rasyid Shiddiq, (Jakarta: Akbar Media, 2013) h. 627.
34
Shalah Al-Khalidy, Ma‟a Qashashis Sabiqina Fi Al-qur‟an Penerjemah Setiawan Budi Utomo, Kisah-kisah Al-Qur‟an pelajaran dari Orang-orang Dahulu, Cetakan ke-1, (Jakarta: Gema Insani Press, Jilid 3, 2000), h. 85.
25
kau bersama sadaramu persembahkan kurban kepada Allah SWT dan
hendaklah kurban itu harta yangterbaik yang kalian miliki kemudian
tunggulah dan lihatlah kurban siapa yang bakal diterima. Maka ia berhak
menikahi Iqlimah.35
Kemudian kedua anak Nabi Adam itu diminta untuk mendekatkan
diri kepada Allah dengan mempersembahkan kurban, maka Habil adalah
seorang peternak kambing dan ia berkurban dengan kambing qibas dan
Qabil tukang bercocok tanam, ia berkurban dengan mempersembahkan
gandum yang berasal dari hasil pertaniannya. Pada saat itu Habil mendapat
bagian yang melimpah dan sepak terjangnya mendapat taufik sesuai
dengan aturan yang ada. Maka diterima kurbannya Habil dan tidak
diterima kurbannya Qabil. Karena Qabil menentang keputusan ayahnya
dan tidak mempunyai niat ikhlas didalam mempersembahkan
kurban.36
Allah berfirman dalam surat Al-Baqarah (2) ayat 27:
Artinya: “(yaitu) orang-orang yang melanggar Perjanjian Allah sesudah
Perjanjian itu teguh, dan memutuskan apa yang diperintahkan
Allah (kepada mereka) untuk menghubungkannya dan membuat
kerusakan di muka bumi. mereka Itulah orang-orang yang rugi.”
(QS.2 (Al-Baqarah): 27)
35
Muhammad bin Ahmad Al-Hanafi, Bada‟uz Zuhur Fi Qawaid Ad-dhur, Penerjemah
Mahfud Hidayat & Ali Efendi, Kisah Para Rasul Hiburan Bagi Orang-orang yang Berakal, Cet. IV,
(Jakarta: Rihlah Press, 2006), h. 104.
36
Ali Muhammad al-Bajawi, dkk. Qashash Al-Qur‟an, Penerjemah Abdul Hamid, Untaian
Kisah Dalam Al-Qur‟an, cet. Ke 1, (Jakarta: Dar al-Haq, 2007), h. 15.
26
b. Kurban dimasa Nabi Ibrahim
Kurban yang dipersembahkan Nabi Ibrahim sebelum peyembelihan
anaknya Nabi Ismail, ia juga pernah berkurban dengan bersedekah dengan
roti dan Allah memerintahkan kepadanya supaya meyembelih lembu
betina, kibas dan lain-lainnya.37
Adapun ibadah kurban yang disunahkan dalam islam itu berawal dari
peristiwa kurban Nabi Ibrahim bersama anaknya yaitu Nabi Ismail.
Perintah Allah SWT kepada Nabi Ibrahim untuk meyembelih putrannya
yang diawali dari mimpi Nabi Ibrahim yang mendapat perintah dari Allah
SWT untuk meyembelih anaknya, Nabi Ismail. NabI Ibraim berkeyakinan
mimpi yang dialami adalah mimpi yang benar,38
Allah SWT berfirman
surat Ashafat‟ (37) ayat 102:
Artinya: “Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha
bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku
Sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku
menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" ia
menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan
kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku Termasuk
orang-orang yang sabar". (QS. As-shafat (37):102)
37
Fuad Sa‟id, Kurban dan Akikah Menurut Ajaran Islam, h.76.
38
Hasan Mu‟arif Ambary, dkk, ed., Ensiklopedia Islam, cet. IV, Vol. II, (Jakarta: PT. Ichtiar
Baru Van Hoeve Jilid 5, 1997), h. 82.
27
Dalam ayat ini imam Syafi‟i berkata, sunah Rasulullah memilki dua
sisi, yang pertama, sunah yang dijelaskan dalm kitabullah. Sunah ini
menjelaskan makna yang dikehendaki oleh Allah, baik secara husus dan
secara umum. Kedua, hikmah yang Allah berikan kepada Nabi-Nya adalah
wahyu. Olehkarena itu para musafir berkata bahwa mimpi para Nabi adalah
wahyu berdasarkan perkataan putra Nabi Ibrahim yang Allah SWT
peritahkan untuk meyembelihnys. Pengetahuan Nabi Ismail bahwa mimpi
ayahnya adalah perintah, menunjukan bahwa dirinya harus melaksanakan
perintah itu.39
Dengan kerelaan Nabi Ibrahim untuk meyembelih anaknya sebagai
kurban atas perintah Allah SWT lalu diabadikan menjadi sunnah sampai
kezaman Nabi Muhammmad SAW dan bahkan sampai akhir zaman.40
c. Kurban Nabi Muhammmad SAW
Ibadah kurban disyariatkan pada tahun kedua hijriyah. Saat itu nabi
Muhammad SAW melaksanakan shalat Idul Adha dan membaca khutbah
Idul Adha. Setelah itu beliau berkuban dengan dua ekor kambing yang
bertanduk dan berbulu putih sedikit ada loreng hitam.41
39
Ahmad Musthafa Al-farran, Tafsir Al-imam As-syafi‟i Penerjemah Ghazali Masykur,
Tafsir Imam Syafi‟i Cet. 1, (Jakarta: Al-mahira, 2008), h. 332.
40
T.A Latief Rousyidiy, Qurban dan Aqiqah Menurut Sunah Rasulullah, Cet. III, (Medan:
Rimbow, 1996), h. 10.
41
M. Husain Nasir, Fikih Dzabihah Kurban, Aqiqah, Khitan, Cet ke -1,(Jatim: Pustaka Sidogiri, 2005), h. 10.
28
Tradisi kurban sebetulnya telah menjadi kebiasaan umat- umat
terdahulu, hanya saja prosesi dan ketentuannya tidak sama persis dengan
kurban yang ada dalam syariat Nabi kita. Allah berfirman surat Al-Haj ayat
67:
Artinya: “Bagi tiap-tiap umat telah Kami tetapkan syari'at tertentu yang
mereka lakukan, Maka janganlah sekali-kali mereka membantah
kamu dalam urusan (syari'at) ini dan serulah kepada (agama)
Tuhanmu. Sesungguhnya kamu benar-benar berada pada jalan
yang lurus. (QS. Al-Haj (22): 67).
Dalam banyak literatur diterangkan bahwa kurbanumat-umat
terdahulu tidak dibagikan kepada fakir miskin sebagaimana yang ada
dalam syariat Nabi kita muhammad SAW akan tetapi langsung
dipersembahkan pada Allah SWT dengan disambar api yang datang dari
langit.42
Oleh karena itu kurban yang disyariatkan bagi umat Nabi
Muhammad SAW untuk mengingatkan kembali ni‟mat Allah SWT kepada
Nabi Ibrahim AS karena taat dan patuhnya kepada Allah SWT dan untuk
bertakarub kepada Allah SWT.43
42
M. Husain Nashir, Fikih Dzabihah Kurban, Aqiqah, Khitan, h. 27 43
Mohammad Rifa‟i, Ilmu Fiqih islam Lengkap, (Semarang: CV. Thoha Putra, t.th),h. 445.
29
5. Waktu Berkurban
a. Tentang Awal Waktu Peyembelihan
Fuqaha telah sependapat bahwa peyembelihan yang dilakukan
sebelum shalat Idul Adha itu tidak boleh, berdasarkan sabda Nabi SAW.
Yang diriwayatkan dengan shahih.
Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya telah
mengabarkan kepada kami Khalid bin „Abdullah dari
Mutharraf dari „Amir dari Al-Barai telah berkata Al-
Baraitelah berkurban Khali Abu Burdah sebelum shalat Idul
Adha kemudian bersabda Nabi SAW kurban itu hanya daging biasa” (HR. Muslim)
b. Akhir Waktu Meyembelih
Imam Malik berpendapat bahwa akhir waktu penyembelihan adalah
hari ketiga dari hari-hari Nahr, yaitu dengan terbenamnya matahari. Jadi,
baginya, penyembelihan itu dilakukan pada hari-hari yang telah
ditentukan, yaitu pada hari Nahr (Idul adha ) dan dua hari sesudahnya.
Pendapat ini juga di kemukakan oleh Imam Abu Hanifah, Ahmad dan
segolongan fuqaha.45
44
Muslim bin Hijaj Abu Al-Hasan Al-Qusyairi An-Naisaburi, Shahih Muslim Jilid 3, (Saudi
Arabiyah: Dar El-Ihya At-Turats Al-„Arabiy, Tth) h. 1552 45
Muhammad bin Ali bin Muhammad Al-Syaukani, Nailul Authar Jilid 5. h. 142.
30
Imam Syafi‟i dan al-Auza‟i berpendapat bahwa kurban itu empat
hari, yaitu hari Nahr dan tiga hari sesudahnya. Dari segolongan fuqaha
diriwayatkan pula bahwa kurban itu satu hari saja, yaitu hari Nahr (tanggal
10 Dzulhijjah).46
Diriwayatkan pula pendapat lain yang mengatakan bahwa
peyembelihan itu bisa dilakukan hingga hari terakhir bulan Dzul hijjah,
tetapi pendapat ini ganjil dan tidak berlandaskan dalil. Semua pendapat ini
juga diriwayatkan dari para ulama salaf.
Para fuqaha juga meyepakati tidak bolehnya melakukan
penyembelihan sebelum sholat Idul Adha atau pada malam Hari Raya Idul
Adha. Hal itu didasarkan pada kandungan Hadits diatas.47
Pada uraian berikut ini akan mengetengahkan pendapat-pendapat
yang dikemukakan para Ulama berkenaan dengan masalah yang mereka
perselisihkan tersebut.
a. Menurut Madzhab Hanafi
Waktu berkurban baru masuk dengan terbitnya fajar hari raya
dan terus berlangsung hingga sesaat sebelum terbenamnya mata hari
pada hari ketiga (tanggal 12 Dzulhijah). Hanya saja, tidak
dibolehkan bagi penduduk seluruh negri yang dibebankan untuk
46Sayid Saabiq, Fikih Sunah, h.154.
47
Wahbah Az-zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuh jilid 4, h. 265
31
melaksanakan sholat Idul Adha untuk meyembelih pada hari
pertama kecuali setelah selesai sholat Idul Adha, sekalipun sebelum
khatib berkhutbah. Adapun bagi orang yang berhalangan mengikuti
sholat Idul Adha, baru dibolehkan meyembelih pada hari itu setelah
berlalunya kadar waktu yang cukup untuk melakukan sholat Idul
Adha. sementara itu, orang-orang perdalaman yang tidak
berkewajiban melaksanakan shalat Idul Adha, dibolehkan
melakukan peyembelihan kurban langsung setelah terbit fajar hari
raya. Adapun jika seorang yang kaya tidak menyembelih kurban
pada hari raya, menurut pendapat yang lebih kuat dalam madzhab
Hanafi seperti disebutkan dalam kitab al-badaa‟i orang itu mesti
menggantinya dengan sedekah uang seharga satu ekor domba.
Pendapat seperti ini dikemukakan oleh imam Abu Hanifah dan
kedua sahabatnya. Alasanya, kurban itu hukumnya wajib bagi orang
kaya, sebagai mana juga waji bagi seorang yang miskin apabila ia
membeli hewan tertentu dengan maksud untuk dikurbankan.48
Landasan madzhab Hanafi ketika membolehkan
dilakukannya penyembelihan setelah shalat Idul Adha, padahal
khotbah belum disampaikan adalah hadits yang diriwayatkan oleh
48
Fakhru Ad-din Az-zaila‟I Al-Hanafi, Tabyin Al-haqaiq Syarh Kanzu Ad-daqaiq Wa
Hasyiyatu As-syilbini Jilid 6, (Lebanon: Dar El-Kutub Al-Islami, tth) h. 4.
32
al-Barra‟ bin azib terdahulu, khususnya pada penggalan hadits:
Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya telah
mengabarkan kepada kami Khalid bin „Abdullah dari Mutharraf
dari „Amir dari Al-Baraitelah berkata Al-Barai telah berkurban
Khali Abu Burdah sebelum shalat Idul Adha kemudian bersabda
Nabi SAW kurban itu hanya daging biasa kemudian berkata Al-
Baraiya Rasulullah aku mempunyai kambing dari ma‟zi
kemudian bersabdaNabi SAW berkurbanlah kamu dan tidaklah
layak selainmu kemudian bersabdaNabi SAW “Siapa yang
menyembelih sebelum shalat, maka sesungguhnya hasilnya
hanya untuk makanan dirinya saja sementara yang menyembelih
setelah shalat maka sah dan semburnalah ibadah kurban yang
dilakukannya dan iapun telah menjalankan sunah kaum
muslimin”(HR. Muslim)
Dari hadits diatas, terlihat bahwa Rasulullah SAW.
Meletakkanya urutan penyembelihan-penyembelihan kurban setelah
shalat, bukan setelah khatbah. Dengan demikian, yang menjadi
patokan dalam halini adalah shalat Id itu sendiri, bukanya khatbah.
49
Muslim bin Hijaj Abu Al-Hasan Al-Qusyairi An-Naisaburi, Shahih Muslim Jilid 3, (Saudi
Arabiyah: Dar El-Ihya At-Turats Al-„Arabiy, Tth) h. 1552
33
b. Menurut madzhab Maliki
Bagi Imam shalat Idul Adha, waktu berkurban dimulai
setelah shalat dan Khotbah Idul Adha. Jika ia menyembelih
sebelum itu, maka tidak sah. Adapun selain imam shalat, maka baru
boleh menyembelih pada hari pertama itu setelah sang imam
menyembelih atau berlalunya waktu yang diperkirakan sang imam
telah selesai menyembelih, yaitu dalam hal imam shalat memang
tidak menyembelih kurban. Jadi, jika seseorang dengan sengaja
menyembelih kurbanya sebelum imam menyembelih, maka
kurbanya tidak sah dan Ia harus menyembelih hewan lain sebagai
pengganti.50
Kesimpulanya, tidak sah meyembelih hewan kurban sebelum
shalat dan sebelum imam meyembelih. Hanya saja, jika seseorang
telah berusaha memantau aktifitas yang dilakukan imam terdekat (
dari tempat tinggalnya) dan sang imam tidak terlihat melakukan
peyembelihan lantas orang itu mengira bahwa sang imam sudah
meyem belih sehingaga ia pun kemudian menyembelih kurbanya,
maka sembelihanya itu sah.
Apabila pada hari pertama kurban (10 Dzulhijah) seserang
50
Assyarhul kabir jilid 2 h. 120-122,
34
tidak sepat meyembelih sebelum tergelicirnya mata hari, maka yang
lebih utama baginya adalah melakukan peyembelihan pada siang
yang masi tersisah. Sementara itu, jika hingga tergelicirnya
matahari di hari kedau ( tanggal 11 Dzulhijah) orang itu belum
sempat meyembelih kurbanta, maka yang lebih utama baginya
adalah menunda peyembelihan hingga pada hari ke tiga (tanggal 13
Dzulhijah). Adapun jika tidak sempat meyembelih hingga matahari
tergelincir dihari ke tiga maka hendaknya yang bersangkutan
meyembelih setelah matahari tergilincir. Seba, tidak ada lagi waktu
untuk menunggu atau menunda peyembelihan.51
Dalam madzhab Maliki, waktu peyembelihan berlanjut
hingga terbenamnya mata hari tanggai 12 Dzulhijjah. Dengan
demikian, pendapat mereka dalam hal ini sama dengan yang
dikemukakan nadzhab Hanafi juga madzhab Hambali, seperti yang
akan dijelaskan nanti. Hal itu dikarnakan penafsiran yang populer
terhadap lafal „‟hari-hari yang tertentu‟‟ yang terdapat pada ayat,
agar mereka meyaksikan berbagai manfaat untuk mereka dan agar
mereka meyebut nama Allah pada beberapa hari yang telah
ditentukan atas rezeki yang diaberikan kepada mereka berupa
hewan ternak...‟(QS. al-Hajj : 28)
51
Wahbah Az-zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, Terj. Abd. Hayyie Al-kattani, (Kuala
Lumpur: Darul Fikri, 2011), H. 269.
35
c. Dalam madzhab Syafi’i
Waktu penyembelihan kurban dimulai dengan berlalunya
waktu seukuran pelaksanaan yang setandar dari dua rakaat shalat
dan dua khutbah Idul Adha, lebih utama ketika matahari beranjak
naik hingga seukuran tombak, yaitu waktu dimulainya shalat
Dhuha.Dengan demikian, apabila penyembelihan kurban dilakukan
sebelum shalat dan khatbah, maka hukumnya tidak sah hal ini
berdasarkan hadits yang diriwatatkan imam Bukhari dan Muslim
dari al-Barra bin Azib seperti telah disebutkan terdahulu dimana
Rasulullah saw bersabda:52
Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin
Mutsana dan Ibn Basyar. Berkata keduanya telah
menceritakan kepada kami Muhammad bin Ja‟far telah
menceritakan kepada kami Syu‟bah dari zabaid Al-
52
Abu Ishak Ibrahim Bin Ali Bin Yusuf, Al-muhazzab Jilid I, (Semarang: Dar Ihya Al-
Kutub Al-Arabiyah, Tth), H. 237.
53
Muslim bin Hijaj Abu Al-Hasan Al-Qusyairi An-Naisaburi, Shahih Muslim Jilid 3, (Saudi
Arabiyah: Dar El-Ihya At-Turats Al-„Arabiy, Tth) H. 1553
36
iyyami dari Sya‟bidari Bara bin „Azib, telah bersabda
Nabi SAW Aktifitas pertama yang dilakukan untuk
memulai hari Idul adha adalah melaksanakan shalat dan
pulang kerumah lalu menyembelih kurban maka barang
siapa yang melakukan hal tersebut maka ia mendapatkan
sunahku”
Adapun pengecualian dari hukum diatas hanyalah apabila
para jamaah haji keliru melaksanakan wukuf di arafa, dimana
mereka melaksanakanya pada tanggal 8 Dzulhijjah lalu orang-orang
yang meyembelih kurban keesokan harinya. Sementara itu, keliru
tadi baru diketahui setelah itu. Dalam hal seperti ini, menurut
pendapat yang lemah dala madzhab Syafi‟i, kurban yang mereka
lakukan dianggap sah karena berpatokan pada peroses haji.
Selanjutnya, waktu peyembelihan kurban berlanjut siang dan
malam hingga akhirvhari Tasyrik yang menurut Imam Syafi‟i
adalah sampai tanggal 13 Dzulhijjah.
d. Dalam madzhab Hambali
Waktu penyembelihan kurban dimulai dari hari raya, yaitu
dengan berlalunya waktu seukuran pelaksanaan yang paling
minimal dari shalat dan dua khatbah Idul Adha. Dengan demikian,
pendapatnya sama seperti yang dikemukakan madzhab Syafi‟i.
Adapun waktu yang lebih utama adalah melaksanakan
peyembelihan itu setelah shalat, khotbah, dan iamam shalat selesai
menyembelih. Hal itu dalam rangka menghindari perselisihan
37
pendapat dikalangan madzhab-madzhab yang ada.54
Selanjutnya, apabila suatu masyarakat tidak dapat
melaksanakan shalat Id karena uzhur tertentu, sehingga habis
waktunya dengan tergelincirnya matahari, maka orang-orang yang
sudah mempersiapkan kurbanya boleh melakukan penyembelihan
pada waktu matahari telah tergelincir.Hal itu dikarnakan telah
hilangnya keharusan mengurutkan kurban dengan shalat Id dengan
telah habisnya waktu shalat.55
Jika seorang menyembelih sebelum shalat, maka kurbanya itu
tidak sah. Dalam hal kurbanya itu bersifat wajib dikarnakan nadzar
atau adanya penetapan sebelumnya, maka diwajibkan dengan
hewan lain. Dikarkan ibadah yang akan dilakukan itu bersifat wajib,
sementara ia telah sembrono melakukan penyembelihan sebelum
waktunya sehingga harus menggantinya. Adapun pada hari
berikutnya, maka penyembelihan boleh dilakukan sejak terbitnya
fajar dikarnakan tidak adanya kewajiban melaksanakan shalat Idul
Adha pada hari tersebut.
Waktu berkurban juga berlanjut hingga hari kedua setelah
hari Idul Adha. Dengan demikian, hari-hari untuk berkurban ada
54
Muhammad Bin Ali Bin Muhammad Bin Abdullah, Nailul AutharJilid 5, (Mesir: Dar El-
Misri, 1993) h. 5
55
Wahbah Az-zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, Terj. Abd. Hayyie Al-kattani, (Kuala
Lumpur: Darul Fikri, 2011), h. 270.
38
tiga, yakni hari raya dan dua hari setelahnya, persis seperti pendapat
Hanafi dan Maliki.
Yang lebih utama adalah menyembelih siang hari. Boleh juga
meyembelih pada malam hari, tetapi hukumnya makruh. Hal ini
dalam rangka menghindari perselisihan pendapat dikalangan ulama
dalam hal in, Dari rasulullah saw. Sendiri pernah diriwayatkan
bahwa beliaw melarang penyembelihan pada malam hari. Tapi
hukumnya makruh, halini dalam rangka menghindariperselisihan
pendapat para ulama dalam hal ini Dari Rasulullah SAW. Sendiri
pernah meriwayatkan bahwa beliau melarang penyembelihan pada
malam hari. Disamping itu, biasanya pada malam hari sangat susah
untuk mendistribusikan daging kurban, sehingga baru dilakukan
pada siangnya. Akibatnya, kondisi daging sudah berkurang
kesegaranya sehingga hilang beberapa hal yang semula diinginkan
oleh para pelaku kurban.56
Dalam hal setatus kurban bersifat wajib, jika sampai akhir
waktu kurban belum juga dilakukan penyembelihan, maka si pelaku
harus tetap menyembelih setelahnya dengan niat mengqadha.
Selanjutnya, ia juga diharuskan melakukan hal-hal yang harus
dilakukan ketika kurban itu dilaksanakan dalam waktunya. Akan
56
Muhammad Bin Ali Bin Muhammad Bin Abdullah, Nailul AutharJilid 5, (Mesir: Dar El-
Misri, 1993) h. 126.
39
tetapi dalam hal kurban yang bersetatus sukarela (tdak wajib), maka
seorang dibolehkan memilih antara mendistribusikan dagingnya
atau tidak.
Dalam setatus kurban bersifat wajib disebabkan si pelaku
mewajibkan pada dirinya untuk berkurban, lantas hewan yang
sudah dipersiapkan tadi hilang atau dicuri orang, bukan karena
kelalaiannya, maka yang bersangkutan tidak dikenakan sangsi apa
pun, hal itu dikarenakan hewan tadi adalah amanat yang berada
ditangannya, selanjutnya, jika hewan tadi ditemukan kembali, maka
ia harus segera meyembelihnya, baik penemuan itu masi pada
waktu atau hari peyembelihan ataupun sudah lewat.
B. Arisan
1. Definisi
Arisan menurut arti bahasanya bertemu (berkumpul).Adapun secara
istilah adalah kegiatan mengumpulkan uang atau barang yang bernilai sama
oleh beberapa orang kemudian diundi di antara mereka untuk menentukan
siapa yang memperolehnya, undian dilaksanakan dalam sebuah pertemuan
secara berkala sampai semua anggota memperolehnya.57
Hakikat arisan adalah setiap orang dari anggota meminjamkan uang
kepada anggota yang menenerimanya dan meminjam dari orang yang sudah
57
Poerwadarminta, KamusUmumBahasa Indonesia, (PN BalaiPustaka, 1967), h. 57.
40
menerimanya kecuali orang yang pertama mendapatkam arisan maka ia
menjadi orang yang berhutang terus setelah mendapatkan arisan, dan orang
yang terakhir mendapatkan arisan, maka ia selalu menjadi pemberi hutang
kepada anggotanya.58
2. Dasar Hukum Arisan
Membicarakan arisan berarti membicarakan di dalamnya perkumpulan
beberapa orang yang mengadakan suatu perjanjian atau akad untuk
dilaksanakan, agar tercapai pada suatu tujuan yang diharapkan. Perjanjian
dalam rangka mewujudkan keadilan, dapat terwujud jika beberapa pihak yang
bersangkutan melaksanakan perjanjian yang telah ada disepakati bersama.
Dengan adanya perjanjian berarti telah di mulai suatu hubungan dalam sebuah
kegiatan, yang di dalamnya akan menimbulkan hak-hak dan kewajiban-
kewajiban bagi pihak yang bersangkutan, dimana pihak-pihak tersebut dituntut
untuk bertanggungjawab atas hak dan kewajiban masing-masing. Seperti
disebutkan dalam firman Allah:
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu.
Dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan
kepadamu. (yang demikian itu) dengan tidak menghalalkan berburu
ketika kamu sedang mengerjakan haji. Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum menurut yang dikehendaki-Nya.”(QS. al
Maidah ayat: 1)
58
PengertianArisan :TinjauandariSisi Media, Wikipedia.com. artikeldiaksespadatanggal 25
November 2015, pukul 15. 45 WIB darihttp://id.wikipedia.org/wiki/Arisan.
41
Islam telah mewajibkan dikuatkannya akad-akad demi terjaminya hak-
hak dan tegaknya keadilan di antara sekalian manusia, maka Islam juga
memperhatikan agar akad-akad itu dapat dilakukan dengan tulisan dan saksi
agar masing-masing orang dapat terjamin, terhindar dari perbuatan kekhilafan
serta mereka dapat menegakkan keadilan manakala terjadi perselisihan faham
dan pertentangan.59
Mengingat arisan juga merupakan kegiatan muamalat, maka dalam
pelaksanaan arisan hendaknya berpegang pada perinsip-perinsip muamalat.
Dan prinsip-prinsip muamalat yang dirumuskan Ahmad Azhar Basyir antara
lain sebagai berikut:
a. Pada dasarnya segala bentuk mu‟amalat adalah mubah, kecuali yang
ditentukan lain oleh Al-Qur‟an dan As-sunah.
b. Mua‟amalah dilakukan atas dasar sukarela, tanpa ada mengandung unsur
paksaan.
c. Mu‟amalat dilakukan atas dasar pertimbangan mendatangkan manfaat
dan menghindari madharat dalam hidup masyarakat.
d. Mu‟amalat dilaksanakan dengan memelihara keadilan, menghindari
unsur-unsur penganiayaan, unsur-unsur pengambilan kesempatan dan
kesempitan.60
59
Abu Ahmadidan Ansari Umar Sitanggal, SistemEkonomi Islam, Prinsip-
prinsipdanTujuan-tujuannya, (Surabaya: PT. BinaIlmu Offset, 1980), h. 187-188. 60
Ahmad AzharBasyir, Asas-asasHukumMu‟amalat, (Yogyakarta: FakultasHukum UII,
1993), h. 10.
42
3. Metode Arisan
Sejatinya arisan merupakan perkumpulan dari sekelompok orang.
Dimana mereka berinsiatif untuk tetap bertemu dan bersosialisasi. Digagaslah
sebuah acara dimana mengumpulakan barang atau uang dalam jumlah tertentu
yang telah disepakati bersama. Lalu jika uang atau barang tersebut sudah
terkumpul, hanya akan ada satu orang yang bisa mendapatkannya
melaluiundian. Hal ini terus berjalan hingga semua anggotamendapatkannya.
Mekanisme penentuan pemenang dilakukan dengan cara diundi ataudi
kocok. Dengan lintingan-lintingan kertas bertuliskan nama para anggota di
dalamnya, salah satu anggota (biasanya ketua arisan) mengocok lintingan-
lintingan tersebut menggunakan gelas plastik berlubang sampai salah satunya
(atau dua) keluar dari gelas. Peserta yang dibacakan namanyalah yang menjadi
pemenangnya. Jumlah (amount) yang didapat tiap-tiap peserta dalam arisan ini
selalu sama. Sedangkan untuk jumlah putaran dalam satu periodenya,
biasanya disesuaikan dengan jumlah peserta yang ada. Jika jumlah peserta
mencapai sepuluh orang maka arisan pun akan dilakukan selama sepuluh
putaran (biasanya satu putaran per bulan). Namun, dalam kasus jumlah peserta
terlampau banyak, katakanlah 30 peserta, maka biasanya putaran arisan
disesuaikan dengan membagi jumlah peserta ke dalam beberapa bagian sesuai
dengan kesepakatan banyaknya putaran yang diinginkan (biasanya paling lama
sepuluh bulan).61
61
PengertianArisan :TinjauandariSisi Media,
http://aldigozali.com/?p=2491diaksespadatanggal 25 November 2015, pukul 15. 45 WIB
43
BAB III
PROFIL KELUARGA HAJI MUHAMMAD NOER DI CIPETE UTARA
KECAMATAN CILANDAK JAKARTA SELATAN
A. Sekilas Tentang Kelurahan Cipete Utara
1. Letak Astronomis
Perkembangan pembangunan yang sedemikian pesatnya, terutama
pembanguna fisik menjadi wilayah kelurahan Cipete Utara memiliki arti
strategis bagi pertumbuhan sektor perdagangan, jasa dan pemukiman. Maka
luas wilayah Kelurahan Cipete Utara adalah 1,83 KM. Terbagi menjadi 7 RW,
berikut batas-batas wilayah :
a. Sebelah Utara : berbatasan dengan kelurahan Pulo
b. Sebelah Timur : berbatasan dengan kelurahan Bangka
c. Sebelah Selatan : berbatasan dengan kelurahan Cipete Selatan
Kecamatan Cilandak.
d. Sebelah barat : berbatasan dengan Jl. Fatmawati di Kelurahan
Gandaria Utara.
2. Luas Wilayah
Berdasarkan keputusan Gubernur DKI Jakarta tahun 2015, Kelurahan
Cipete Selatan memiliki luas : 1,83 KM.
Jumlah penduduk : 25.520
Laki-laki : 26.118
44
Perempuan : 12.857
Jumlah Kepala Keluarga : 7.297 jiwa
Jumlah RW : 11 RW
Jumlah RT : 103 RT
Wilayah kelurahan Cipete Utara yang sangat luas disatu sisi
menguntungkan terutama dalam kaitannya dengan pemasukan pendapatan asli
daerah (PAD), namun disisi lain luas wilayahnya juga menuntut
profesionalisme yang tinggi di bidang pelayanan, mengingat jumlah penduduk
yang dilayani tentunya lebih banyak dengan latar belakang yang beragam.
Secara Historis penduduk Kelurahan Cipete Selatan memeluk Agama
Islam yang sampai saat ini masih dipegang teguh. Hasil prentase pemeluk
agama Islam 23.542 orang, Kristen 1.753 orang, Budha 45 orang, Aliran
kepercayaan 180 orang. Sejalan dengan mayoritas penduduk yang beragama
Islam, demikian halnya ketersedian fasilitas peribadatan didominasi oleh
Masjid dan Musholla, dengan jumlah keseluruhan mencapai 45 Masjid dan
Mushola. Fasilitas peribadatan lainnya ialah 4 Gereja.
3. Pendidikan
Untuk bidang pendidikan di Kelurahan Cipete Utara cukup memadai
dengan berkembangnya beberapa pusat pendidikan, seperti telah terdapat 15
sekolah dasar, 8 SLTP swasta atau negri, 3 SMTA swasta atau negri dan 4
perguruaan tinggi.
45
B. Sejarah Kampung Cipete
Cipete merupakan satu kawasan Jakarta Selatan yang wilayahnya terbagi dua
yaitu Cipete Utara dan Cipete Selatan. Daerah tersebut dulunya sebagai
perkampungan yang semulanya mayoritas penghuninya orang Betawi. Namun
seiring dengan perkembangan ibu kota maka tempat-tempat tersebut mulai dihuni
para pendatang termasuk etnis Tionghowa, nama Cipete diambil dari nama buah
yang biasa dijadikan lalapan atau sayuran yang ketika dikunyak menimbulkan bau
tidak sedap. Konon, asal muasal nama kampung Cipete berasal dari pohon pete.
Kata ci dalam bahasa Sunda berarti air atau sungai. Diyakini dahulunya didaerah
seputar sungai tersebut banyak tumbuhan pohon pete yang tumbuh, sehingga
akhirnya kawasan tersebut dinamai Cipete.
C. Jumlah Keluarga
Jumlah keluarga yang diketahui mengikuti arisan kurban saat ini dari hasil
pernikahan Bpk. H. Muhammad Noer dan Hj. Maryam dikaruniai anak 12 yang
terdiri dari 6 orang laki-laki dan 6 anak perempuan semua keturunan beliau sudah
berumah tangga, kemudian mempunyai menantu sebanyak 12 orang terdiri dari
laki-laki dan perempuan, 49 cucu (Laki-laki dan perempuan) dan cicit 63 (Laki-
laki dan perempuan), adik dan keponakan 54 orang terdiri (Laki-laki dan
perempuan).
46
D. Kondisi Sosial Ekonomi
1. Mata Pencaharian
Keluarga Bpk. H. Muhammad Noer mayoritas keluarganya berprofesi
mata pencahariannya dalam berdagang. Namun dari keturunannya tersebut
tidaklah semuanya berdagang, ada yang berprofesi menjadi guru, dokter, aparat
negara, dan eksekutif. Namun meskipun keturunan dan keluarga beliau begitu
banyak, mereka tidak meninggalkan tradisi yang ditinggalkan oleh orang
tuanya.
2. Pendidikan
Pendidikan merupakan salah satu sektor yang sangat penting dalam
pembangunan, baik pendidikan formal maupun non formal. Adapun jumlah
keluarga yang mengikuti arisan kurban dilihat dari segi status pendidikannya
berjumlah 87 orang. Sekolah Rakyat (SR) 8 orang, Sekolah lanjut Tingkat Atas
56 orang, Strata Satu 20 orang, PascaSarjana 3 orang.
E. Struktur Organisasi
Dalam sebuah ikatan arisan tentu membutuhkan pengurus-pengurus yang
dapat bertanggung jawab terhadap peserta atau anggota yang mengikuti arisan
tersebut. Dalam peraktek arisan kurban yang berada di keluarga bapak H.
Muhammad Nur Cipete Utara banyak menggunakan kepengurusan yang
bertanggung jawab terhadap terlaksananya arisan kurban di keluarga bapak H.
Muhammad Nur Cipete Utara. Struktur organisasi arisan terdiri dari ketua,
sekertaris, bendahara dan anggota arisan kurban. Jumlah anggota arisan kurban
47
tersebut terdiri dari 56 orang yang terdiri dari anak, cucu, ponakan, menantu, dan
saudara kandung, kemudian peserta yang terdiri dari 60 orang ini dibagi menjadi 8
kelompok, setiap kelompok terdiri dari 7 orang, dikarenakan kurban ini hanya
khusus binatang sapi dan kerbau maka ditetapkan setiap kelompok 7 orang.
Selain itu seluruh anggota arisan kurban tersebut diwajibkan mengikuti
perkumpulan yang selalu diadakan setiap satu bulan sekali yang mana
perkumpulan tersebut sudah disepakati bersama, perkumpulan tersebut sekaligus
memberikan setoran bulanan yang mana yang jumlahnya sudah ditentukan sebesar
Rp. 75.000 rupiah perbulan biasanya, perkumpulan ini bukan semata-mata untuk
keperluan penyetoran arisan kurban saja, melainkan perkumpulan ini sekaligus
diadakannya perkumpulan bulanan yang rutinitasnya tersebut guna mempererat
tali silaturahmi antara satu sama lainnya.
Adapun cara pengundian nama dilakukan dua bulan sebelum datangnya
hari raya Idul Adha. Semua anggota mendapatkan giliran arisan tersebut, tentu hal
ini berjalan sampai anggota arisan tersebut mendapat giliran untuk berkurban.
Adapun bagi nama kelompok yang keluar disaat pengundian ia berhak berkurban
pada tahun ini. Apabila seorang peserta yang telah mendapat giliran berkurban
tersebut telah meninggal dunia sebelum setorannya terlunasi, maka pihak ahliwaris
yang bertanggung jawab atas cicilannya tersebut sampai selesai.
48
BAB IV
ARISAN QURBAN KELUARGA BESAR HAJI MUHAMMAD NOERDI
CIPETE UTARA KECAMATAN CILANDAKJAKARTA SELATAN
A. Sejarah Arisan Kurban
Bpk H, Moh Nur adalah salah seorang putra dari Bpk H. Soleh dan ibu Hj.
Suryanih yang memiliki tiga bersaudara Bpk. H.Moh Nur adalah anak kedua dari
tiga bersaudara beliau adalah sosok orang yang sangat taat didalam menjalankan
ibadah baik melaksanakan ibadah wajib maupun ibadah-ibadah sunnah beliau juga
memiliki sifat dermawan.Bpk.H.Moh.Nur dilahirkan dari keluarga yang kurang
begitu mampu dari segi ekonomi, tetapi semangat perjuangan dan kegigihannya
sangat kuat didalam menjalani kehidupan. Bpk H. Moh Nur semasa mudanya
selain waktunya dihabiskan berdagang beliau juga tidak melupakan untuk
menuntut ilmu agama Islam, hampir setiap malem beliau selalu berangkat untuk
menuntut ilmu. Diantara guru beliau yang beliau ngaji adalah KH. Moh Naim dan
KH .Hamim. kedua guruini terkenal kealimannya dan kesederhanaannnya, hampir
setiap hari selesai berdagang beliau langsung mengaji kepada guru-guru beliau,
Bpk H.Moh Nur termasuk murid yang disayang oleh guru-gurunya karena
kerajinannya.62
Bpk H.Moh Nur menikah dengan HJ Mariam dengan
perkawinannya dikaruniai 11 orang anak, 6 orang putra dan 5 orang putri semua
anak-anaknya sudah berkeluarga, Bpk H.Moh Nur adalah sosok orang tua yang
62
Wawancara dengan Hj. Maeryam selaku Isteri Bpk. H. Muhammad Noer. (25 mei 2015)
49
sangat tegas dan disiplin dalam mendidik anak-anaknya dalam pengetahuan agama
dan selalu menganjurkan dan memberi pengarahan agar selalu menjalankan
perintah Allah SWT. beliau juga selalu memberikan contoh kepada anak-anaknya
dalam beribadah seperti melakukan ibadah-ibadah wajib maupun ibadah-ibadah
sunah, seperti mencontohkan anak-anaknya dalam melakukan ibadah kurban,
beliau hampir setiap tahun selalu meyisihkan sebagian hartanya untuk membeli
hewan kurban, dikediamam Bpk. H. Moh Nur hampir setiap perayaan Hari Raya
Idul Adha selalu ada pemotongan hewan kurban yang diadakan dikediamannya,
selain itu terkadang beliau juga menganjurkan bagi anak-anaknya yang sudah
mampu atau yang sudah memiliki penghasilan dianjurkan untuk mengikuti
patungan untuk membeli hewan kurban agar membiasakan berkurban sekaligus
mengajarkan anak-anaknya untuk meyisihkan hartanya untuk kepentingan ibadah
setiap tahunnya.
Pada tanggal 25 bulan Juni Thn 2013 Bpk H. Moh Nur berpulang
kerahmatullah dengan Usia 80 Tahun. Dengan rasa cintanya anak-anaknya ingin
sekali anak-anaknya melanjutkan kebiasaan al-marhum Bpk.H.Moh Nur dengan
melanjutkan kebiasaan rutinitas tahunan yang mana pada setiap hari raya Idul
Adha selalu diadakan penyembelih hewan kurban yang dilaksanakan dikediaman
almarhum. Adapun salah satu caran yang ditempuh oleh anak-anaknya agar
kegiatan tersebut dapaat berjalan secara optimal dan tidak memberatkan dan dapat
mempermudah dan memberikan keringanan agar terlaksananya kegiatan tersebut
50
maka terpikir sebuah ide dari salah satu anaknya agar mengadakan arisan kurban
tetapi ide tersebut disepakati oleh keluarga .63
Awal mulanya terbentuknya arisan kurban ini terbentuk karena keinginan
anak-anaknya dan keluarga baik dari pihak anak cucu maupun adik agar kurban
dikediaman Bpk H. Moh Nur terus diadakan dan terus dilestarikan yang mana
selama hidupnya beliau selalu mengadakan peyembelihan kurban dikediamannya.
kemudian sebuah ide-ide tersebut untuk mengadakan arisan kurban terlaksana,
bagi anak yang kurang begitu mampu dapat ikut berpartisipasi dalam
terlaksananya kegiatan tersebut secara optimal, dengan ada arisan ini bagi yang
kurang begitu mampu juga merasakan lebih ringan dengan diadakan arisan
tersebut.64
Arisan kurban sudah berdiri selama kurang lebih 2 tahun yaitu tepatnya
pada awal tahun 2014 yang mana pada saat itu di pimpin oleh saudara Mashuri,
arisan kurban ini baru 2 kali angkatan. Awal mulanya terbentuk arisan kurban ini
karena keinginan keluarga agar selalu terlaksananya kegiatan pemotongan hewan
kurban di kediaman Almarhum Bpk H.Moh Nur. sekaligus mengenang jasa-jasa
seorang bapak yang telah memberikan bimbingan semasa hidupnya agar setelah
beliau tidak ada kegiatan ini terus diadakan.65
63
Wawancara dengan Bpk Masyhuri Selaku Anak Bpk. H. Muhammad Noer, Sekaligus
Ketua Arisan Kurban. (25 mei 2015) 64
Wawancara Dengan Hj. Khairiyah Selaku Anak Sekaligus Anggota Arisan Kurban. (25
mei 2015) 65
Wawancara Dengan H. Mardani Selaku Adik dari Isteri Bpk. H. Muhammad Noer. (25
mei 2015)
51
B. Praktek Pelaksanaan Arisan Kurban
Arisan kurban ini diadakan atau dihususkan oleh para anggota keluarga Bpk
H. Moh Nur arisan ini dilakukan sebagaimana seperti arisan-arisan pada umumnya
dengan cara para peserta arisan kurban meyetorkan sejumlah uang yang telah
ditentukan jumlahnya dan waktu yang telah ditentukan pula, pertemuan ini
merupakan suatu upaya agar terkumpulnya jumlah setoran perorangan.66
Setiap bulan para anggota arisan kurban baik yang sudah mengikuti arisan
maupun yang belum dapat kesempatan mengikuti arisa diwajibkan untuk
menghadiri pada waktu peyetoran, dikarenakan pada waktu peyetoran sekaligus
diadakanya acara kumpul-kumpul acara silaturahmi bulanan yang mana kegiatan
silaturahmi bulanan tersebut sudah terbentuk lebih dahulu dibandingkan acara
arisan kurban tersebut.
Arisan ini terdiri dari 56 orang peserta dari 56 orang peserta ini dibagi
menjadi 8 kelompok setiap kelompok terdiri dari 7 orang. Karena kurban ini hanya
dihususkan untuk binatang sapi dan kerbau saja maka ditetapkan setiap
kelompoknya 7 orang.67
Selain itu seluruh anggota arisan kurban tersebut diwajibkan mengikuti
perkumpulan yang selalu diadakan setiap satu bulan sekali yang mana
perkumpulan tersebut sudah disepakati bersama, perkumpulan tersebut sekaligus
66
Wawancara Dengan Bpk. Muhammad Yamin Selaku Sekretaris Arisan Kurban. (25 mei
2015) 67
Wawancara Dengan Hj. Maryam Selaku Isteri Bpk. H. Muhammad Noer. (25 mei 2015)
52
memberikan setoran bulanan yang mana yang jumlahnya sudah ditentukan sebesar
Rp. 75.000 rupiah perbulan biasanya perkumpulan ini bukan semata-mata untuk
keperluan penyetoran arisan kurban saja, melainkan perkumpulan ini sekaligus
diadakannya perkumpulan bulanan yang mana rutinitas tersebut guna mempererat
tali silaturahmi antara satu sama lainnya.
Adapun waktu Pengundian nama dilakukan dua bulan sebelum datangnya
hari raya Idul Adha, semua anggota mendapatkan giliran arisan tersebut, tentu hal
ini terus berjalan sampai semua anggota arisan kurban tersebut mendapat giliran
untuk berkurban. adapun bagi nama kempok yang sudah keluar disaat melakukan
pengundian dia berhak berkurban pada tahun ini.
Akan tetapi arisan ini hanya diperuntukan khusus ibadah kurban saja, semua
uang yang terkumpul langsung dibelikan hewan kurban. Adapun jumlah uang
yang diterima oleh pemenang undian untuk membeli hewan kurban dengan jumlah
yang disimpan pada arisan tersebut. Uang yang dibelikan hewan kurban tersebut
merupakan hutang atau pinjaman kepada para anggota yang harus dikembalikan
secara berangsur-angsur melalui tabungan tiap bulannya sampai jumlah hutang
tersebut terlunasi.
Apabila seorang peserta yang telah mendapat giliran berkurban tersebut
telah meninggal dunia sebelum setorannya terlunasi, maka pihak ahliwaris yang
bertanggung jawab atas cicilannya tersebut sampai selesai. Mungkin hal ini sering
terjadi didalam peraktik arisan, tetapi alhamdulilah hal tersebut belum terjadi
selama arisan tersebut berjalan mungkin apabila hal ini terjadi selaku ahliwaris
53
dari pihak yang mengikuti arisan tersebut bersedia melanjutkan cicilan tersebut
sampai terlunasi. Begitu juga para setiap anggota yang mengikuti arisan kurban
tersebut maupun dari pihak ketua angotanya masih keluarga. Maka dengan begitu
jika terjadi peristiwa yang tidak diinginkan terjadi. Adapun dalam pengundian
nama dilakukan dua bulam sebelum hari Raya idul adha, arisan kurban ini selama
satu tahun dilakukan dua pengocokan.
C. Manfaat Arisan Kurban
Banyak sekali manfaat yang dapat diperoleh dari kalangan keluarga, yang
mana masing-masing keluarga tidak jauh berbeda mengungkapkan manfaat-
manfaat yang diperoleh dengan diadakannya arisan kurban tersebut, dimana arisan
tersebut dapat memberi manfaat yang sangat besar yang dapat dirasakan oleh
peserta arisan tersebut diantaranya adalah.68
1. Meringgankan untuk terlaksananya ibadah kurban
2. Dapat memberikan kesempatan atau kemudahan bagi keluarga yang belum
mampu sepenuhnya tapi keinginan untuk berkurban
3. Dapat mempererat talisilaturahmi kekeluargaan antara para keluarga
4. Agar membiyasakan meyisihkan sebagian harta yang dimiliki untuk
kepentingan ibadah
5. Agar membiyasakan berbagi
6. Agar terlaksananya kegiatan rutinitas tahunan yang berada dikediaman
Bpk.H.Moh Nur.
68
Wawancara Dengan Siti Rahma Selaku Anggota Arisan Kurban. (25 mei 2015)
54
D. Pandangan Ulama Terhadap Hutang Beribadah Dalam Berkurban
Pelaksanaan arisan kurban, sepengetahuan penyusun, belum ada didalam
masyarakat awal Islam (masa nabi dan saahabat), dan belum dijumpai dalam kitab-
kitab fikih. Hal tersebut menjadi dinamika baru didalam hukum Islam. Selama ini
yang terjadi didalam masyarakat pada umumnya ibadah kurbanhanya dilaksanakan
oleh orang yang mampu saja. Namun yang menjadi permasalahan adalah bagaimana
status hukum hutang didalam berkurban?
Menurut Ust. Rasyid Ridha selaku ulama setempat di cipete utara mengatakan
bahwa kurban dengan cara mengutang itu diperbolehkan jika syarat-syarat dalam
berkurban terpenuhi dan tidak ada unsur garar.69 Menurut penulis pendapat ust. Rasyid
Ridha sesuai dengan pendapat Imam Ahmad bin Hambal mengatakan tentang orang
yang tidak mampu aqiqah, ”Jika seseorang tidak mampu aqiqah, maka hendaknya ia
mencari utangan dan berharap Allah akan menolong melunasinya. Karena seperti ini
akan menghidupkan ajaran Rasulullah shallallahu ‟alaihi wa sallam.”70
Begitupun pendapat dari Sufyan Ats Tsauri mengatakan, ”Dulu Abu Hatim
pernah mencari utangan dan beliau pun menggiring unta untuk disembelih. Lalu
dikatakan padanya, ”Apakah betul engkau mencari utangan dan telah menggiring unta
untuk disembelih?” Abu Hatim menjawab, ”Aku telah mendengar firman Allah:71
69
Wawancara Dengan Ulama Setempat Pada Tanggal 12 Oktober 2015 Jam 08.30 WIB. 70
Wizarah Al-Auqaf wa As-Syu‟unu Al- Islamiyah, Mawsu‟ah Al Fiqhiyyah Al
Kuwaitiyyah jilid 38, (Al-Kuwait: Thab‟u Al-wazarah, 1427 H), H. 285. 71
Abul Fida‟ Ibnu Katsir, Tafsir Al Qur‟an Al „Azhim Jilid 5, (Lebanon:Dar Thoyibah
420H), H.426
55
”Kamu akan memperoleh kebaikan yang banyak padanya.”
Menurut Dr. Sudirman Abbas mengatakan bahwa kurban bermula dari
firman Allah SWT surat Al-kautsar ayat 1-3:
(٣-٨: ٨٠١/الكوثر (Artinya: “(1) Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang
banyak. (2) Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan
berkorbanlah (3) Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu Dialah yang terputus. (QS. Al-kautsar: 1-3)
Kurban adalah hari raya besar karena ada pengorbanan didalamnya bukan
hanyapengorbanan materi melainkan kurban nonmateri, hanya setelah peristiwa
Nabi Ibrahim AS itu justruyang lebih ditekankan adalah pengorbanan
materi.Berkurbandengan materi tentunya bagi mereka yang berlapang materi,
bagi mereka yang belum berlapang materi tidak bisa dipaksakan karena
sesungguhnya idul kurban itu hanyaberlakubagi orangyang berlapang materi.
Hanya saja ada orang yang memiliki pemahaman bahwa pengurbanan
materi bisa diupayakan sejak awal maka dibentuklah sebuah upayabagisebuah
keluarga menabung untuk satu tahun kedepan, sehingga kita dapat memberikan
kebahagiaan bagi mereka yang belum merasakan kebahagiaan dihari raya Idul
kurban.Menurut Dr. Sudirman Abbas mengatakan pula jika perbulan mereka cicil
tidak ada masalah bagi orang tuayang sudah mampu maupun belum mampu sama
saja, maka dalam perinsip ini tidak memndang orang kaya dan orang miskin,
56
karena sifat pengorbananan untuk diri sendiri, bukan untuk orang lain. Adapun
bagi mereka yang menyamakan orang kaya dengan orang miskin yang seharusnya
ia bisa ia hendel sendiri untuk satu sapi 7 orang kemudian mereka tetap memberi
kesempatan itu tidak menjadi masalah juga, karena masing-masing mempunyai
niat sebagaimana kaidah ushul fiqih mengatakan:
Ini menguji kita untuk selalu mensyukuri nikmat Allah dengan cara
bersedekah (berkurban) maka karena tradisi ini wajib dilestarikan keluarga harus
menteladani itu, karena tradisi itu pula menunjukan berkasih sayang kita kepada
orang lain karena kelapangan riski itu bukan diukur ketika kita tidak ada, siapa
tahu kita sudah niat baik sampai kita berhutang sesungguhnya Allah SWT yang
menanggung hutangnya. Sehingga kita diberikan kelapangan rizki, bukankah nabi
SAW ketika dirawat oleh Abu Thalib dalam keadaan tidak punya tapi beliau
sudah ikhlas bukan karena bagaimana memberi makan kepada anak yatim begitu
diberikan kelapangan rizki datang. Demikianhalini, ketika diberikan kelapangan
rizki datang karena kurban itu bukan untuk orang lain tetapi untuk diri kita
danuntukorang lain. Jadi keluarga yang kita anggap mampu jangan-jangan fakta
dilapangan tidak mampu, sebenarnya sama saja karena keperluan berbeda-beda,
kalau ia kaya tetapi tidak mampu menghendel sudah bersyukur artinya ia
57
memberikan kesempatan kepada yang lain coba kalau iayang menghendel dan
orang lain tidak mendapat kesempatan berkuraban berarti tradisi itu hilang. Itu
alasannya jadi jangan memandang realitanya saja dan memandang sepihak kita
memberikan ksempatan bahwa orang kaya walaupun ia punya tidak dihakimi
sendiri tapi saudaranya yang lain masih diberi kesempatan. Oleh karenanya
hukum melestarikannya mubah dan dinilai menjadi sedakah jariyah atau amal
yangharus dilestarikan. Jadi sudah jelas tradisi yang baik harus dilestarikan, yang
baik harus dibina sebagaimanakaidah fiqiyah mengatakan:
Adat kebiasaan baik yang didukung oleh agama itu harus dilestarikan,
karena sesuai dengan aturan syariat, jika tidak baik kebiasaan itu maka harus
dibuang. Danjangan lupa ada kaidah yang mengatakan:
Keyakinan kita seperti itu bahwa adat yang baik perlu dilestarikan bukan
karena mendukung tercapainya tujuansyariatyg mutlak harus dilakukan, janganlah
ragukan lagi. Kita tidak boleh menerka-nerka orang kayakarena ukuran kayaitu
bukan materinya, jangan-jangan materi yang terlihat tetapi ia kreditdiputarkan
karena pertaruhannya besar.
E. Analisis
Bahwasannya kita sadari atau tidak arisan telah banyak dilaksanakan oleh
masyarakat baik dari kalangan bawah hingga kalangan atas, arisan dilaksanakan
58
dalam rangka memenuhi kebutuhan keuangan yaitu dengan cara menabung yang
kita sebut juga arisan, apabila peserta telah mendapat keberuntungan didalam
arisan tersebut akan memperoleh uang yangsebenarnya uang mereka sendiri yang
mereka tabung, selain mendapat uang peserta juga dapat mendekatkan hubungan
kekerabatan dalam masyarakat atau keluarga.
Arisan didalam perkembangan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan.
Arisan juga suatu lembaga yang dapat meringankan atau memperlancar
kehidupan perekonomian masyarakat baik secara langsung maupun secara tidak
langsung, salah satu cara masyarakat mendekatkan masyarakat dengan
masyarakat baik keluarga dengan keluarga yaitu salah satunya adalah dengan cara
diadakannya arisan.
Pengertian yang disampaikan Ulama dunia dengan istilah jum‟iyyah al-
Muwazhzhafin atau al-qardhu al-ta‟awuni. Jum‟iyyah al-muwazhzhafin
dijelaskan para Ulama sebagai bersepakatnya sejumlah orang dengan ketentuan
setiap orang membayar sejumlah uang yang sama dengan yang dibayarkan yang
lainnya.72
Arisan termasuk masalah yang konterporer yang telah lama ditekuni oleh
banyak kaum muslimin mengingat manfaat yang mereka dapat rasakan dari arisan
tersebut para ulama juga berbeda pendapat didalam masalah arisan tersebut.
Adapun Hakekat arisan ini adalah setiap orang dari anggotanya
72
http://almanhaj.or.id/content/3818/slash/0/arisan-dalam-pandangan-islam/ diakses pada
tanggal 16 Oktober 2015 PadaPukul 13.00 WIB
59
meminjamkan uang kepada anggota yang menerimanya dan meminjam dari orang
yang sudah menerimanya kecuali orang yang pertama mendapatkan arisan maka
ia menjadi orang yang berhutang terus setelah mendapatkan arisan, juga orang
yang terakhir mendapatkan arisan, maka ia selalu menjadi pemberi hutang kepada
anggota.
Menurut pendapat Ali Mustofa Yakub dalam salah satu bukunnya
mengatakan bahwa arisan menurut agama diperbolehkan, dengan catatan tidak
ada salah satu pihak yang dirugikan dan tidak adannya unsur perjudian didalam
arisan tersebut.73
Adapun pendapat ulama yang mengharam kan arisan, mereka merujuk
kepada pendapat Syaikh sholih al-fauzan, syaikh Abdul Aziz alu, dengan dalil
bahwasannya tiap-tiap peserta sama halnya meminjamkan sesuatu kepada yang
lain dengan persaratan adanya orang lain meminjamkan sesuatu, maka dalan hal
ini pinjaman yang meng hasilkan suatu manfaat bagi orang yang meminjami
maka hal tersebua adalah riba. Arisan juga bisa dikatakan haram, jika didalamnya
terdapat unsur kezoliman satu samalainnya maka arisan ini menjadi haram.
Arisan kurban ini menjadi salah satu sarana yang dapat ditempuh bagi
keluarga Bpk H.Moh. Nur untuk mewujudkan terlaksananya pemotongan hewan
kurban dikediaman orang tua kami. Arisan kurban ini menjadi perbincangan yang
sangat menarik yang dapat memberikan wawasan terhadap penulis pribadi
maupun pendapat para ulama. Yakni pendapat yang mengatakan tidak ada
73
Ali Musthafa Ya‟kub, Fatwa-fatwa Imam Besar Masjid Istiqlal, Cet I, (Jakarta:PT.
Pustaka Firdaus, 2007), H. 209
60
masalah karena tidak ada dalil yang melarangnya baik dari Al-Qur‟an maupun
Assunah selama hal tersebut tidak melanggar kaidah-kaidah hukum yang berlaku,
serta pendapat yang menilai tidak sahnya ibadah kurban dengan cara arisan
karena didalamnya terdapat unsur-unsur yang dilarang dalam islam antara lain
adalah adannya unsur utang yag haltersebut menjadi permasalahan pada penulis
yang ingin sekali penulis ketahui dasar hukumnya, adanya unsur mengundi nasib
didalan ibadah.74
Ulama juga telah memberikan persaratan-persaratan bagi pihak-pihak yang
mendapatkan beban dalam melaksanakan kurban baik diwajibkan maupun
disunatkan.
Adapun pendapat imam Abu Hanifah yang dimaksud dengan mampu itu
adalah adanya kelapangan bagi pihak yang berkurban yaitu kelapangan yang
bersifat fitrah, orang yang ingi berkurban minimal memiliki uang sebesar 200
dirham yaitu sebanyak nisab zakat, atau memiliki barang yang senilai dengan
nominal uang tersebut, baik uang atau barang tersebut diluar kebutuhan pokok
orang yang ingin berkurban, seperti untuk tempat tinggal atau pakayan, serta dilur
kebutuhan orang-orang dibawah tanggungannya.75
Adapun pendapat Imam Malik orang yang disebut mampu adalah orang
yang tidak membutuhkan uang yang akan dibelikan hewan kurban, dan apabila
orang yang ingin berkurban bisa berhutang dengan keyakinan akan bisa
74
Wawancara Dengan Bpk. Masyhuri Selaku Ketua Arisan Kurban pada tanggal 13 Oktober
2015. 75
Fakhru Ad-din Az-zailaAl-hanfi, Tabyinu Al-Haqaiq Syarhu Al-Khanzi Ad-daqaiq Jilid 6,
(Lebanon: Dar El-Kitub Al-Islami, Tth), h. 3.
61
membayarnya maka diperbolehkan baginya berhutang guna membeli hewan
kurban.76
Adapun mendapat Imam Syafi‟i orang yang disebut mampu dalam hal ini
adalah orang yang memiliki uang untuk membeli hewan kurban diluar
kebutuhannya, dan kebutuhan orang-orang yang berada dibawah tanggungannya
selama hari raya dan hari-hari tasyriq, yaitu selama waktu pelaksanaan kurban,
pendapat ini senada dengan pendapat mereka tentang zakat fitrah, hendaknya
zakat yang akan dikeluarkan itu merupakan makanan yang berlebih dari
kebutuhan yang bersangkutan pada siang dan malam pada hari raya.77
Adapun pendapat Imam Ibn Hambal yang disebut mampu adalah orang
yang bisa mendapatkan uang untuk membeli hewan kurban itu, sekalipun dengan
berhutang asalkan orang yang meminjam uang untuk membeli hewan kurban
yakin akan bisa melunasinya dikemudian hari.78
Bahwasannya kita ketahui arisan merupakan peraktik sosial yang
merupakan suatu bentuk urf atau yang kita sebut tradisi masyarakat yang
salahsatu bentuk tradisi masyarakat yang mana arisan tersebut menjadi suatu adat
yang dapat memenuhi kebutuhan perekonomian. Urf atau bisa juga diartikan
suatu kebiasaan baik haltersebut berlaku umum atau khusus bisa dijadikan aturan
76
Wahbah Az-zuhaili, Terjemah Al-Fiqh Al-Islamiy Wa Adillatuhu, (Kuala Lumpur: Dar El-
Fikri, 2011), h. 263.
77
Ibrahim Al-bajuri, Hasyiyah Al-Bajuri „Ala Ibn Qasim Jilid 2, (Surabaya: Dar El-Ilmu,
Tth), h. 304. 78
Abdurrahman Al-Jaziri, Kitab Al-Fiqh „Ala Mazhahib Al-Arba‟ah Jilid II, Terjemah H.
Muhammad Zuhri, (Semarang: CV. Ass-syifa, 1994), h. 707.
62
atau hukum selama kebiasaan tersebut tidak ada Nash yang melarangnya,79
yang
menjadi permasalahan yang dapat menjadikan hukum didalam perbicangan yang
dapat diangkat penulis adalah arisan yang biasanya dijadikan sebagai suatu sarana
untuk memenuhi kebutuhan perekonomian dalam kehidupan malah di keluarga
Bpk H. Moh.Nor arisan tersebut dijadikan sebagai salah satu jalan untuk
terlaksananya ibadah kurban.
Di dalam arisan tersebut harus ada beberapa ketentuan-ketentuan yang perlu
kita perhatikan yang pertama adalah apakah didalan arisan ini ada unsur riba atau
tidak, jika arisan tersebut mengandung unsur riba maka arisan tersebut tidak
diperbolehkan. Namun dalam arisan yang diadakan dikediaman Bpk H.Moh Nur
ini tidak ada unsur riba semua peserta sudah rela sama rela karena arisan ini
bukan salah satu bentuk kebutuhan perekonomian melainkan bentuk ibadah, yang
dikatakan tidak adanya unsu ribanya adalah tidak ada tambahan setiap tahunya
sehingga tidak ada peserta yang dirugikan, maka hal ini menurut penulis apabila
memang tidak ada tambahan haltersebut diperbolehkan.Adapun hal yang harus
kita perhatikan adalah harus adanya suatu perjanjian yang tertulis, walaupun
arisan ini anggotanya terdiri dari keluarga tetap harus ada perjanjian yang tertulis,
sebagai mana Allah berfirman dalam surat Al Baqarah ayat 283:
79
Ahmad Sudirman Abbas, Qawaid Fiqhiyah Dalam Perspektif Fiqih Cetakan ke 1,
(Jakarta: RadarJaya, 2004), h. 164.
63
(٢٨٢ : ٢/)البقرة
Artinya: “Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai)
sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, Maka hendaklah ada
barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). akan tetapi
jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, Maka hendaklah
yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu
(para saksi) Menyembunyikan persaksian. dan Barangsiapa yang
menyembunyikannya, Maka Sesungguhnya ia adalah orang yang
berdosa hatinya; dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.(QS. 2 (al-Baqarah) 286)
Didalam ayat ini bisa kita memberikam kesimpulan dikatakan bahwa Allah
SWT memerintahkan kepada orang yang berhutang maupum ber muamalah
dalam waktu tertentu hendaklah ditulis perjanjian serta mendatangkan saksi,
haltersebut menjaga terjadinya sengketa pada waktu-waktu yang akan datang,
maka jika kita akan bertransaksi maka harus adanya suatu perjanjian yang jelas
dan tertulis, disertakan dengan saksi, apabila suatusaat terjadi perselisihan kita
bisa memberikan bukti secara jelas, selain itu mencegah dari unsur kedzoliman
antara satu sama lainnya.
Arisan di keluarga Bpk H. Moh.Nor terletak di cipete utara.Arisan tersebut
terdapat suatu perjanjian secara tertulis, gunanya adalah untuk mengikat antara
satuanggota dengan anggota keluarga lainnya, karena arisan ini diadakan atas
dasar kepercayaan. Disebabkan hal tersebut maka penulis memahamiarisan
keluarga Bpk. H. Moh Nur sesuai dengan hukum syara, Sehingga menurut penulis
haltersebut tidak jadi permasalahan karena ada unsur kejelasan.
Dalam Arisan ini harus adanya penanggungjawab atas jaminan yang
diberikan kepada peserta arisan, hal ini dilakukan sebagai bentuk antisipasi jika
64
satu saat nanti peserta yang bersangkutan telah mendapatkan arisan meninggal
dunia, sehingga diharuskan adanya penanggung jawab yang melunasi pembayaran
iurang yang belum terlunasi.
Di dalam ibadah kurban yang harus di perhatikan adalah jumlah binatang
kurban yang cukup bagi orang-orang yang berkurban.Didalam hal ini para ulama
berselisih pendapat, menurut Imam Malik, seorang boleh berkurban seekor
kambing kibas atau seekor sapi atau seekor unta untuk dirinya sendiri dan
keluargannya berdasarkan aturan syariat nafkah mereka menjadi
tanggungannya.80
Imam Syafi‟i, Imam Abu Hanifah dan ulama lainnya memperbolehkan
seseorang menyembelih seekor unta atau seekor sapi untuk tuju orang, baik untuk
berkurban atau untuk sembelihan dalam pelaksanaan ibadah haji, para ulama
sepakat, seekor kambinggibas hanya untuk satu orang, tetapi pendapat yang
dikutip oleh Imam Malik meyatakan bahwa seorang menyembelih seekor
kambing untuk dirinya sendiri dan keluarganya, asalkan tidak secara gotong
royong melainkan membelinya sendiri.
Dalam hal ini Abu Hanifah dan Tsauri punya pendapat yang berbeda kata
mereka, berkurban seekor kambing untuk tujuh orang itu bukan masalah tidak
cukup tetapi makruh.
Silang pendapat tersebut karena ada pertentangan ada hukum asal antara
qiyas yang didasarkan pada hadits yang menerangkan binatang sembelihan terkait
80
Ibnu Rusyd, Bidayatul Al-Mujtahid Penerjemah Abdu Al-Rasyad Siddiq, (Jakarta: Akbar
Media, 2013), h. 634.
65
pelaksanaan ibadah haji. Adapun menurut ketentuan hukum asal, seekor binatang
kurban hanya untuk satu orang. Itulah sebabnya mereka sepakat melarang
berkurban seekor kambing untuk beberapa orang.didalam hadits disebutkan.
Kenapa penulis katakan bahwasanya satu ekor kambing untuk satu orang saja,
karena perintah berkurban tidak boleh berupa potong-potongan, tetapi arus utuh,
sebab kalau tidak utuh maka tidak bisa disebut kurban, kecuali ada dalil syar‟i
yang menunjukan atas hal itu.
Hadits yang dibuat dasar oleh qiyas yang kontra dengan hukum asal ini
ialah hadits Nabi Muhammad SAW ketika di Hudaibiyah:
.
Artinya: “Telah Menceritakan kepada kami Muhammad bin Yahya telah
menceritakan kepada kami Abdu Ar-razak dari Malik bin Anas dari Abi
Zubair dari Jabir berkata jabir “Kami berkurban bersama Nabi
seekor unta untuk tujuh orang & sapi juga untuk tujuh orang ketika berada di Hudaibiyyah.” (HR. Ibnu Maajah)
Imam Malik berbeda pendapat dengan ulama lain dengan mengartika
berkurba secara gabungan. Kesepakatan ulama berlaku dalam masalah berkurban
secara kolektif bersama orang lain. Jadi dalam hal ini gabungan sekeluarga harus
diqiyaskan dengan gabungan dengan orang lain.ia menggunakan hadits tadi
81
Ibrahim Al-Khatab, Ma‟alimu As-sunan Juz 2, (Beirut: Matba‟ah Al-A‟lamiyah, 1932), h.
229.
66
sebagai dasar qiyas antara berkurban secara umum dengan kurban yang terkait
dengan pelaksanaan ibadah haji, sebenarnya perselisian para ulama dalam
masalah ini kembali lagi pada pertentangan antara qiyas-qiyas dalam pembahasan
ini.
Namun dalam pemaparan tersebut penulis menganalisis bahwasannya
didalam pelaksanaan arisan kurban yang berada di cipete utara yang berada
dikediaman Bpk H, Moh,Nur tidak ada unsur melenceng dari pemaparan yang
telah dipaparkan oleh penulis, hanya saja yang menjadi suatu permasalahan dalam
hal ini adalah berhutang dalam beribadah. namun tidak ada unsur pembebanan
antara satu dan lainnya, karena pada dasarnya para peserta arisan kurban ini
masing-masing mendapat haknya yang sama, dan arisan ini tidak ada unsur
ribanya kana peserta sudah rel sama rela, terlaksana ariasan ini juga atas
keinginan keluarga jadi satu sama lainnya saling meridhoi. maka arisan tersebut
diperbolehkan.
Selain itu arisan kurban ini terdapat unsur tolong menolong dan terdapat
unsur ketaatan anak terhadap orang tuanya, karena arisan ini bermaksud agar
terlaksananya kegiatan pemotongan hewan kurban yang berada dikediaman Bpk.
H. Moh. Nur yang mana selalu ada pemotongan setiap tahunnya selama beliau
masi hidup.
67
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah penulis menjelaskan dan menguraikan mengenai praktek arisan
kurban yang berada di keluarga besar Muhammad Noer, maka penulis
menyimlpulkan sebagai berikut:
1. Praktik arisan kurban yang terjadi dikeluarga besar Bpk.H.Muhammad Noer
menurut penulis melaksanakan hukum Islam sepenuhnya karena terdapat
beberapa faktor tidak memenuhi persyaratan berkurban: pertama,dengan
cara berhutang kedua,bagi keluarga yang mampu tetap mengikuti kegiatan
ini (berkurban dengan cara berhutang), karena diadakannya arisan ini
bertujuan untuk membantu kepada anggota keluarga yang belum sanggup
membeli hewan kurban secara seutuhnya.
Karena kurban adalah pengorbanan yang berbentuk materi, tentu
hanya diperuntukkan bagi mereka yang berlapang materi, sedangkan bagi
mereka yang belum berlapang materi tidak bisa dipaksakan.
Sesungguhnyan orang disunahkan berkurban adalah kemampuan
sipelaku sepenuhnya untuk membeli hewan kurban, dengan demikian
berkurban pada hari raya tidak dituntut bagi orang yang tidak mampu dan
seharusnya bagi orang yang mampu berkurban secara seutuhnya tidak perlu
berhutang dalam ibadah karena kemampuan yang ia miliki mewajibkan
seseorang untuk berkurban.
68
2. Menurut hukum Islam kegiatan arisan seperti ini diperbolehkan. karena
setelah peristiwa Ibrahim AS ibadah kurban ini lebihditekankan dalam
bentuk materi. Penulis berkesimpulan arisan kurban di keluarga Bpk. H.
Muhammad Noer terdapat suatu carayang dapat diupayakan sejak
awal,sehingga seseorang yang belum mampu dapat berkurban. Adapun tata
caranya yaitu mereka mencicil perbulannya. Tata cara tersebut menurut Dr.
sudirman Abbas itu tidak masalah karena sifat pengorbanan ini untuk dirinya
sendiri bukan untuk orang lain, dan bagi keluarga yang dianggap mampu
juga diperbolehkan mencicil. Diperbolehkannya disini karena tergantung
dengan niatnya, jika ia berniat untuk memberikan kebahagiaan keluarga
yang belum pernah merasakan kebahagiaan untuk berkurban maka itu
diperbolehan, karena kelapangan rizki itu bukan diukur ketika tidak adanya
harta, siapa tahu kita sudah niat baik sehingga kita berhutangAllah SWT
yang menanggungnya kemudian Allah memberikan kelapangan rizki kepada
kita.
B. Saran
Berdasarkan pembahasan dan kesimpulan yang telah penulis sampaikan
diatas maka penulis ingin memberikan saran dan alasan sebagai berikut:
Apa yang dilakukan oleh keluarga Bpk. H. Moh. Nor berdasarkan hasil
wawancara penulis kepada segenap keluarga bahwasannya bagi penulis
menghimbau apabila suatu saat khususnya bagi keluarga besar apabila ingin
69
melestarikan kebiasaan orang tua dalam melaksanakan ibadah kurban sebaiknya
tidak harus mengadakan arisan kurban, lebih baik perwakilan saja dari pihak
keluarga yang mempu untuk melakukan arisan tersebut tetap memliki nilai
kebaikan tetap tidak masuk kategori kurban secara syariat.
70
DAFTAR PUSTAKA
Abbas, Ahmad Sudirman, Qawaid Fiqhiyah Dalam Perspektif Fiqih Cetakan ke 1,
Jakarta: RadarJaya, 2004.
Abu Al-Hasan Al-Qusyairi An-Naisaburi, Muslim bin Hijaj, Shahih Muslim Jilid 3,
Saudi Arabiyah: Dar El-Ihya At-Turats Al-„Arabiy, Tth.
ad-Dimasyqi Ibrahim Al-ghanimi, Allubab Fi Syarhi Al-kitab Jilid 3, Lebanon: Al-
Maktabah Al-„alamiyah, Tth.
ad-Dusuki Al-Maliki, Ibnu „Arafah, Hasyiyah Ad-dusukiAlaAssyarhi Al-KabirJilid
II,Lebanon: Dar El-Fikr, Tth.
Ali Bin Yusuf, Abu Ishak Ibrahim Bin, Al-muhazzab Jilid I, Semarang: Dar Ihya Al-
Kutub Al-Arabiyah, Tth.
Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Edisi Revisi
IV, Jakarta: Rineka Ciptta,1998.
as-Syabini As-syafi‟i, Ahmad Khatib, Mugni Al-MuhtajIlaMa‟rifatiMa‟aniAlfazJilid
6, Lebanon: Dar Al-kutub, 1994.
as-Syu‟unu Al- Islamiyah, Wizarah Al-Auqaf wa, Mawsu‟ah Al Fiqhiyyah Al
Kuwaitiyyah jilid 38, Al-Kuwait: Thab‟u Al-wazarah, 1427 H.
az-Zaila Al-hanfi, Fakhru Ad-din, Tabyinu Al-Haqaiq Syarhu Al-Khanzi Ad-daqaiq
Jilid 6, Lebanon: Dar El-Kitub Al-Islami, Tth.
az-Zaila‟i Alhanafiy, FakhruAd-din, Tabyinu Al-haqaid SyarhuKanzi Ad-daqaiqJilid
6, Lebanon: Dar El-Kitab Al-Islamiy, tth.
az-Zuhaili, Wahbah, Terjemah Al-Fiqh Al-Islamiy Wa Adillatuhu, Kuala Lumpur:
Dar El-Fikri, 2011.
Bajawi, Ali Muhammad, Al, dkk. Qashash Al-Qur‟an, Penerjemah Abdul Hamid,
Untaian Kisah Dalam Al-Qur‟an, cet. Ke 1, Jakarta: Dar al-Haq, 2007.
Bajuri, Ibrahim, al-, Hasyiyah Al-Bajuri „Ala Ibn Qasim Jilid 2, Surabaya: Dar El-
Ilmu, Tth.
Bin Abdullah, Muhammad Bin Ali Bin Muhammad, Nailul Authar, Mesir: Dar El-
Misri, 1993.
71
Bin Ahmad Al-Hanafi, Muhammad, Bada‟iu Az-Zuhur Fi Qawaid Ad-dhur,
Penerjemah Mahfud Hidayat & Ali Efendi, Kisah Para Rasul Hiburan
Bagi Orang-orang yang Berakal, Cet. IV, Jakarta: Rihlah Press, 2006.
Bin Ali Bin Yusuf, Abu Ishak Ibrahim, Al-muhazzab Jilid I, Semarang: Dar Ihya Al-
Kutub Al-Arabiyah, Tth.
Farran, Ahmad Musthafa,Al,Tafsir Al-imam As-syafi‟i Penerjemah Imam Ghazali
Masykur, Tafsir Imam Syafi‟i Cet. 1, Jakarta: Al-mahira, Tth.
Hanafi, Fakhru Ad-din Az-zaila‟I,Al,Tabyin Al-haqaiqSyarhKanzuAd-
daqaiqWaHasyiyatu As-syilbini Jilid 6, Lebanon: Dar El-Kutub Al-Islami,
tth.
Hasan, Muhammad Iqbal, Pokok-pokok Materi Metodologi Penelitian dan
Aplikasinya, Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002.
http://almanhaj.or.id/content/3818/slash/0/arisan-dalam-pandangan-islam/ diakses
pada tanggal 16 Oktober 2015 PadaPukul 13.00 WIB
Husain Nasir, Muhammad, Fikih Dzabihah Kurban, Aqiqah, Khitan, Cet ke -1,Jatim:
Pustaka Sidogiri, 2005.
Ibnu Katsir, Abul Fida‟, Tafsir Al Qur‟an Al „Azhim Jilid 5, Lebanon: Dar Thoyibah
420 H.
Jaziri, Abdurrahman,Al, Kitab Al-Fiqh „Ala Mazhahib Al-Arba‟ah Jilid II, Terjemah
H. Muhammad Zuhri, Semarang: CV. Ass-syifa, 1994.
Khalidy, Shalah,Al,Ma‟a Qashashis Sabiqina Fi Al-qur‟an Penerjemah Setiawan
Budi Utomo, Kisah-kisah Al-Qur‟an pelajaran dari Orang-orang Dahulu, Cetakan ke-1, Jakarta: Gema Insani Press, Jilid 3, 2000.
Kurtubi, Ahmad Bin Rasyad, al-, Bidayah Al-MujtahibWaNihayatu Al-muqtasidJilid
II, Lebanon: Dar El-Hadits, 2004.
Mu‟arif Ambary, Hasan, dkk, ed., Ensiklopedia Islam, cet. IV, Vol. II, Jakarta: PT.
Ichtiar Baru Van Hoeve Jilid 5, 1997.
Muhammad Bin Abdullah, Muhammad Bin Ali Bin, Nailul AutharJilid 5, Mesir: Dar
El-Misri, 1993.
Muhammad Ibn Hanbal Ibn Hilal, Abu Abdullillah bin Ahmad Ibn, Musnad Al-imam
Ahmad bin HanbalJilid 24, Ttp, MuassasahAr-risalah, 2001.
72
Nasir, Muhammad, Metode Penelitian, Jakarta: Ghalia Indonesia,1985.
Rifa‟i, Mohammad, Ilmu Fiqih islam Lengkap, Semarang: CV. Thoha Putra, tth.
Rousyidiy, T.A Latief, Qurban dan Aqiqah Menurut Sunah Rasulullah, Cet.
III,Medan: Rimbow, 1996.
Rusyd, Ibnu, Bidayatu Al-Mujtahid Penerjemah Abdu Al-Rasyad Siddiq, Jakarta:
Akbar Media, 2013.
Sabiq, Sayid, Fiqih Al-Sunah, Jilid III, Beirut: Daar al-Fikr, 1983.
Tahido Yanggo, Huzaimah, Masail Fiqhiyah, Bandung: Angkasa Bandung, 2005.
Wawancara Dengan Bpk. Masyhuri Selaku Ketua Arisan Kurban pada tanggal 13
Oktober 2015.
Ya‟kub, Ali Musthafa, Fatwa-fatwa Imam Besar Masjid Istiqlal, Cet I,
Jakarta:PT.Pustaka Firdaus, 2007.