tinjauan etika

2
Tinjauan Etika & Hukumndalam Layanan Kesehatan Jiwa Sintak Gunawan FK Atma Jaya Kasus EM, 40 tahun, tamat SMA, PNS gol 3A. Cerai hidup dengan 1 anak, tinggal di Jakarta. Ia menderta gangguan jiwa sejak 1989. Saat pertama kali sakit, pasien merasa ketakutan, dikejar-kejar TNI. Sering marah-marah, terutama bila keinginannya tidak dituruti. Bila marah merusak. Pasien dirawat, dapat obat psikotropika. Namun jika sudah tenang dan membaik obat dihentikan keluarga. Akibatnya pasien kambuh, ngamuk dan dirawat lagi. Pasien lebih banyak menghabiskan waktu di rumah sakit. Perlakuan salah Diperlakukan berbeda di rumah, tidak boleh bekerja di rumah, cuci pakaian, nonton TV sendiri Tidak boleh keluar jika ada tamu Dikucilkan, makan sendiri Tidak boleh pegang uang Tidak boleh keluar rumah Ditinggal pasangan hidup Di kantor didiamkan, tidak punya teman, tidak diberi pekerjaan Pasien dan keluarga dikucilkan lingkungan/tetangga Sering diejek, dikatai “gila” Tidak punya teman Di RS: diikat, dipukul Dibawa polisi pakai borgol Ungkapan pasien “Selamat pagi dok, kenapa saya ada di sini? Padahal dok, bukan saya yang salah, kakak duluan yang ngata-ngatain saya. Dia yang sakit, dia yang seharusnya dirawat. “Selalu saja gitu, uuuuu (pasien nangis)”. Selalu saja gitu! Dipanggilin petugas, disuntik, dibawa ke sini. Dulu ke panti, ke orang pintar, bosan dok, bosan, kesal,…. “NO HEALTH WITHOUT MENTAL HEALTH” Survei WHO: 24% pasien menderita gangguan jiwa di pelayanan primer 11,7% depresi 10,5% gangguan ansietas 50% luput dari pemeriksaan dokter Dampak Gangguan jiwa merupakan penyebab ke 4 gangguan kemampuan manusia / masyarakat; di atas kanker, jantung atau stroke Ggn.jiwa (8%), TBC (7,2%), Kanker (5,8%), Jantung (4,4%), Malaria (2,6%) dampaknya lebih besar daripada penyakit fisik kronis umumnya seperti: hipertensi, DM, artritis. Masalah dalam Pelayanan Kesehatan Jiwa fasilitas kurang: psikiater sedikit dokter umum kurang terampil, kepedulian rendah terhadap masalah gangguan jiwa sulit merujuk tidak ditanggung asuransi jarang RS dengan fasilitas perawatan untuk ODGJ obat-obatan terbatas, mahal Perubahan masyarakat desa - kota 1950 : 30% penduduk di kota 2010 : 40 – 50 % penduduk tinggal di kota Penduduk desa migrasi ke kota Desa berubah jadi kota Masyarakat Perkotaan Padat Individualis, kompetitif, konsumeristik Daerah elit/eksklusif dan daerah kumuh Tindak kejahatan / kekerasan tinggi Stresor psikososial lebih banyak Penyalahgunaan NAPZA, percobaan bunuh diri, penyakit PHS lebih besar Kompetensi dokter umum Perawatan gangguan jiwa memerlukan keterampilan khusus Penderita gangguan jiwa tersebar di seluruh daerah Indonesia Siapkah dokter umum Indonesia menangani pasien gangguan jiwa? Kendala dokter umum Pengetahuan kurang Kurang tertarik Keterampilan kurang Pendidikan menekankan gangguan jiwa berat Keterbatasan waktu pemeriksaan Kompetensi dokter umum Sejauh mana wewenang dokter umum dalam perawatan pasien gangguan jiwa? Pemeriksaan pasien gangguan jiwa Prinsip: Tidak boleh dipaksa Sejauh mana keluarga boleh memaksa Prosedur pemeriksaan? Persetujuan Pengobatan Perawatan lama, melelahkan, mahal Kompeten – inkompeten – kompeten Perlu dukungan dokter, tenaga kesehatan, keluarga, dan masyarakat Data :siapa yg memutuskan? 80 % keputusan merawat dari keluarga 15 % sendiri 15 % pihak lain Data dirawat 20% sukarela 45% tidak sukarela : dibujuk, dibohongi, dipaksa, dengan kekerasan Konfidensialitas Penting diperhatikan Rekam medis harus disimpan lebih lama dan lebih baik Pengungkapan masalah gangguan jiwa dilakukan dengan hati- hati UU RI NO. 29 tentang Praktek Kedokteran. Bagian VII, Psl. 24 Kesehatan jiwa diselenggarakan untuk mewujudkan jiwa yg sehat secara optimal baik intelektual maupun emosional Meliputi pemeliharaan dan peningkatan kesehatan jiwa, pencegahan dan pemulihan penderita gangguan jiwa UU RI NO. 29 tentang Praktek Kedokteran. Bagian VII, Psl. 26 Penderita gangguan jiwa yg dapat menimbulkan gangguan terhadap keamanan dan ketertiban umum wajib diobati dan dirawat di sarana pelayanan kesehatan jiwa atau sarana pelayanan kesehatan lainnya.

Upload: odiliajessicanpvia

Post on 03-Feb-2016

213 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

tinjauan

TRANSCRIPT

Page 1: Tinjauan Etika

Tinjauan Etika & Hukumndalam Layanan Kesehatan JiwaSintak GunawanFK Atma Jaya

Kasus EM, 40 tahun, tamat SMA, PNS gol 3A. Cerai hidup dengan 1 anak, tinggal di Jakarta. Ia menderta gangguan jiwa sejak 1989. Saat pertama kali sakit, pasien merasa

ketakutan, dikejar-kejar TNI. Sering marah-marah, terutama bila keinginannya tidak dituruti. Bila marah merusak.

Pasien dirawat, dapat obat psikotropika. Namun jika sudah tenang dan membaik obat dihentikan keluarga. Akibatnya pasien kambuh, ngamuk dan dirawat lagi. Pasien lebih banyak menghabiskan waktu di rumah sakit.

Perlakuan salah Diperlakukan berbeda di rumah, tidak boleh bekerja di rumah, cuci pakaian, nonton TV

sendiri Tidak boleh keluar jika ada tamu Dikucilkan, makan sendiri Tidak boleh pegang uang Tidak boleh keluar rumah Ditinggal pasangan hidup Di kantor didiamkan, tidak punya teman, tidak diberi pekerjaan Pasien dan keluarga dikucilkan lingkungan/tetangga Sering diejek, dikatai “gila” Tidak punya teman Di RS: diikat, dipukul Dibawa polisi pakai borgol

Ungkapan pasien “Selamat pagi dok, kenapa saya ada di sini? Padahal dok, bukan saya yang salah, kakak

duluan yang ngata-ngatain saya. Dia yang sakit, dia yang seharusnya dirawat. “Selalu saja gitu, uuuuu (pasien nangis)”. Selalu saja gitu! Dipanggilin petugas, disuntik, dibawa ke sini. Dulu ke panti, ke orang pintar, bosan dok, bosan, kesal,….

“NO HEALTH WITHOUT MENTAL HEALTH” Survei WHO: 24% pasien menderita gangguan jiwa di pelayanan primer 11,7% depresi 10,5% gangguan ansietas 50% luput dari pemeriksaan dokter

Dampak Gangguan jiwa merupakan penyebab ke 4 gangguan kemampuan manusia / masyarakat;

di atas kanker, jantung atau stroke Ggn.jiwa (8%), TBC (7,2%), Kanker (5,8%), Jantung (4,4%), Malaria (2,6%) dampaknya lebih besar daripada penyakit fisik kronis umumnya seperti: hipertensi, DM,

artritis.

Masalah dalam Pelayanan Kesehatan Jiwa fasilitas kurang: psikiater sedikit dokter umum kurang terampil, kepedulian rendah terhadap masalah gangguan jiwa sulit merujuk tidak ditanggung asuransi jarang RS dengan fasilitas perawatan untuk ODGJ obat-obatan terbatas, mahal

Perubahan masyarakat desa - kota 1950 : 30% penduduk di kota 2010 : 40 – 50 % penduduk tinggal di kota Penduduk desa migrasi ke kota Desa berubah jadi kota

Masyarakat Perkotaan Padat Individualis, kompetitif, konsumeristik Daerah elit/eksklusif dan daerah kumuh Tindak kejahatan / kekerasan tinggi Stresor psikososial lebih banyak Penyalahgunaan NAPZA, percobaan bunuh diri, penyakit PHS lebih besar

Kompetensi dokter umum Perawatan gangguan jiwa memerlukan keterampilan khusus Penderita gangguan jiwa tersebar di seluruh daerah Indonesia Siapkah dokter umum Indonesia menangani pasien gangguan jiwa?Kendala dokter umum Pengetahuan kurang

Kurang tertarik Keterampilan kurang Pendidikan menekankan gangguan jiwa berat Keterbatasan waktu pemeriksaan

Kompetensi dokter umum Sejauh mana wewenang dokter umum dalam perawatan pasien gangguan jiwa?

Pemeriksaan pasien gangguan jiwa Prinsip: Tidak boleh dipaksa Sejauh mana keluarga boleh memaksa Prosedur pemeriksaan?

Persetujuan Pengobatan Perawatan lama, melelahkan, mahal Kompeten – inkompeten – kompeten Perlu dukungan dokter, tenaga kesehatan, keluarga, dan masyarakat

Data :siapa yg memutuskan? 80 % keputusan merawat dari keluarga 15 % sendiri 15 % pihak lain

Data dirawat 20% sukarela 45% tidak sukarela : dibujuk, dibohongi, dipaksa, dengan kekerasan

Konfidensialitas Penting diperhatikan Rekam medis harus disimpan lebih lama dan lebih baik Pengungkapan masalah gangguan jiwa dilakukan dengan hati-hati

UU RI NO. 29 tentang Praktek Kedokteran. Bagian VII, Psl. 24 Kesehatan jiwa diselenggarakan untuk mewujudkan jiwa yg sehat secara optimal baik

intelektual maupun emosional Meliputi pemeliharaan dan peningkatan kesehatan jiwa, pencegahan dan pemulihan

penderita gangguan jiwa

UU RI NO. 29 tentang Praktek Kedokteran. Bagian VII, Psl. 26 Penderita gangguan jiwa yg dapat menimbulkan gangguan terhadap keamanan dan

ketertiban umum wajib diobati dan dirawat di sarana pelayanan kesehatan jiwa atau sarana pelayanan kesehatan lainnya.

Pengobatan dan perawatan penderita gangguan jiwa dapat dilaksanakan atas permintaan suami atau istri atau wali atau anggota keluarga penderita atau atas prakarsa pejabat yg bertanggung jawab atas keamanan dan ketertiban di wilayah setempat atau hakim bilamana dalam perkara timbul persangkaan bahwa ybs adalah penderita gangguan jiwa.