tingkahlaku harian dan tingkahlaku makan ular … · ular sanca hijau merupakan jenis ular yang...
TRANSCRIPT
TINGKAHLAKU HARIAN DAN TINGKAHLAKU MAKAN ULAR SANCA HIJAU (Morelia viridis)
DI CV TERRARIA INDONESIA
SKRIPSI JERRY JERROMIAS
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005
RINGKASAN
JERRY JERROMIAS. D14101073. 2005. Tingkahlaku Harian Dan Tingkahlaku Makan Ular Sanca Hijau (Morelia viridis) Di CV Terraria Indonesia. Skripsi. Program Studi Teknologi Produksi Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Pembimbing Utama : Dr. Ir. Hj. Sri Supraptini Mansjoer Pembimbing Anggota : Prof. drh. D.T.H Sihombing, M.Sc., Ph.D.
Ular sanca hijau (Morelia viridis) merupakan hewan dari Ordo Squamata yang sebagian besar kegiatannya di pepohonan (arboreal), dan aktif pada malam hari sehingga disebut hewan nokturnal. Ular sanca hijau mempunyai ciri khas, berwarna kuning atau merah kecoklatan pada saat muda, dan berwarna hijau saat dewasa. Pupil mata vertikal, kepala tampak besar dengan leher yang semakin mengecil. Ular sanca hijau merupakan jenis ular yang statusnya sudah terdaftar dalam APENDIX III, atau dengan kata lain sudah dilindungi dan bukan tidak mungkin ular dari spesies lain akan segera menyusul.
Penelitian ini dilakukan di penangkaran CV. Terraria Indonesia yang berada di Desa Gunung Sindur, Kecamatan Sawangan, Kabupaten Bogor yang berlangsung dari bulan Mei sampai dengan Juni 2005. Penelitian ini bertujuan untuk mengumpulkan informasi dasar dari tingkahlaku yang ditampilkan ular sanca hijau di kandang penangkaran. Dalam penelitian ini digunakan ular sanca hijau (Morelia viridis) dewasa sebanyak enam ekor.
Metode pengamatan yang digunakan dalam penelitian tingkahlaku harian adalah metode ad libitum sampling dan pengamatan tingkahlaku khusus (makan) dengan metode focal animal sampling dan metode one zero untuk pencatatan. Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif, analisis grafik, dan persentase. Peubah yang diukur pada tingkahlaku harian antara lain istirahat, bergerak (lokomosi), memeriksa (investigasi), makan dan minum (ingesti), perawatan tubuh (epimiletik), defekasi dan urinasi (eliminasi), tingkahlaku khusus (makan) antara lain mengamati/memeriksa, menerkam/meng-gigit, membelit, menelan, dan istirahat.
Hasil aktivitas harian ular sanca hijau meliputi istirahat (34,70%), bergerak (33,70%), memeriksa (30,90%), minum (0,25%), perawatan tubuh (0,45%), defekasi dan urinasi (0,00%). Proses tingkahlaku makan meliputi mengamati/memeriksa (3,65%), menerkam/menggigit (2,25%), membelit (20,80%), menelan (45,00%), dan istirahat (28,30%). Hasil yang didapat pada penelitian ini diharapkan dapat membantu pelestarian dan budidaya ular sanca hijau agar populasinya tidak mengalami penurunan dengan memberi perhatian pada lingkungan penangkaran guna meningkatkan kesejahteraan satwa ular sanca hijau.
Kata-kata kunci: ular sanca hijau, arboreal, nokturnal, APENDIX III
ABSTRACT
Daily Behaviour and Eating Behaviour of Green Tree Python (Morelia viridis) in CV Terraria Indonesia
Jeromias, J., S.S. Manjoer, and D.T.H. Sihombing
Green tree python (Morelia viridis) is a nocturnal animal which mostly activities on trees (arboreal). The color of juveniles green tree python haves two basic type color, golden yellow and maroon. The color of juveniles are not permanent. There are many variation colors, and sometimes its shows extreme variation within these two types and it will changes into green when it becomes adult. It has vertical eye pupils, big visible head with narrow neck. Green tree python represents the groups of snakes which its status have been listed in Appendix III or in other word have been protected by regulation and in the short time other species will immediately following to be registered.
The aim of this research was to observe the daily and feeding behaviours in captivity, using ad libitum and focal animal sampling methods. The result of the observation in CV Terraria Indonesia as the exsitu conservation site, green tree pythons started their daily activities from 05.00 pm up to 05.00 am at their cages. Daily activitis of green tree pythons were resting (34.70%), locomotion (33.70%), investigation (30.90%), drinking (0.25%), epimiletic (0.45%), and elimination (defecation and urination) (0.00%). The feeding behaviour progress, were investigation (3.65%), nipping (2.25%), twisting (20.80%), swallowing (45.00%), and resting (28.30%). To conserve green tree pythons in order to avoid the degradation of populations, is developing through breeding conservation and give more attention to the environment facilities to improved the animal wellfare.
Keywords: green tree pythons, arboreal, nocturnal, Appendix III
TINGKAHLAKU HARIAN DAN TINGKAHLAKU MAKAN ULAR SANCA HIJAU (Morelia viridis)
DI CV TERRARIA INDONESIA
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
Oleh :
JERRY JERROMIAS
D14101073
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005
Judul : Tingkahlaku Harian Dan Tingkahlaku Makan Ular Sanca Hijau
(Morelia viridis) Di CV Terraria Indonesia
Nama : Jerry Jerromias
NRP : D.14101073
Menyetujui,
Pembimbing I Pembimbing II
(Dr. Ir. Hj. Sri Supraptini M.) (Prof. drh. D.T.H Sihombing, M.Sc., Ph.D.)
NIP 130354159 NIP 130188196
Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
(Dr. Ir. Ronny Rachman Noor, M.Rur.Sc) NIP 131624188
Tanggal lulus : 01 Desember 2005
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 25 Januari 1983 di D.K.I Jakarta. Penulis
adalah anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Daniel Denny Susanto
dan Ibu Sylvester Sylvie Darmawi.
Pendidikan dasar penulis diselesaikan pada tahun 1995 di SD Santa Maria
Jakarta. Pendidikan lanjutan menengah pertama diselesaikan pada tahun 1998 di
SMP Santa Maria Jakarta dan pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan pada
tahun 2001 di SMU Budi Mulia Jakarta.
Penulis diterima sebagai mahasiswa pada Program Studi Teknologi Produksi
Ternak, Departemen Ilmu Produksi Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian
Bogor melalui Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN) pada tahun 2001.
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
semua limpahan berkat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul Tingkahlaku Harian dan Tingkahlaku Makan Ular Sanca Hijau (Morelia
viridis) di CV Terraria Indonesia. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar sarjana peternakan Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Ular sanca hijau (Morelia viridis) merupakan hewan yang sebagian besar
kegiatannya pada pepohonan (arboreal), dan aktif pada malam hari (nokturnal). Ular
ini mempunyai ciri berwarna kuning atau merah kecoklatan pada saat muda, dan
berwarna hijau saat dewasa, pupil mata vertikal, kepala yang tampak besar dengan
leher yang semakin mengecil. Ular sanca hijau merupakan jenis ular yang statusnya
sudah terdaftar dalam APENDIX III, dengan kata lain sudah dilindungi dan bukan
tidak mungkin spesies lain akan segera menyusul. Salah satu cara untuk melestarikan
ular sanca hijau agar populasinya tidak mengalami penurunan, bahkan punah adalah
dengan mengembangkan melalui kegiatan perlindungan dan pelestarian baik di
habitat aslinya (insitu) maupun di luar habitat aslinya (exsitu). Penangkaran
merupakan cara perlindungan dan pelestarian diluar habitat aslinya (exsitu).
Skripsi ini merupakan hasil penelitian mengenai Tingkahlaku harian dan
Tingkahlaku makan ular sanca hijau di CV Terraria Indonesia yang terletak di Desa
Gunung Sindur, Kecamatan Sawangan, Kabupaten Bogor. Penulis menyadari bahwa
karya ini masih jauh dari sempurna, namun penulis berharap semoga hasil yang
didapat pada penelitian ini dapat membantu usaha teknik pembudidayaan dan
pelestarian satwa ular sanca hijau, agar kekayaan alam Indonesia tersebut mendapat
perhatian dan tidak mengalami kepunahan.
Bogor, September 2005
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman RINGKASAN ..................................................................................... i
ABSTRACT........................................................................................ ii
RIWAYAT HIDUP ............................................................................. v
KATA PENGANTAR ......................................................................... vi
DAFTAR ISI ....................................................................................... vii
DAFTAR TABEL ............................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR........................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN........................................................................ xi
PENDAHULUAN............................................................................... 1
Latar Belakang......................................................................... 1 Tujuan...................................................................................... 3 Manfaat.................................................................................... 3
TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 4
Klasifikasi................................................................................ 4 Habitat dan Penyebaran ............................................................... 4 Karakteristik Biologis .................................................................. 5 Morfologi dan Anatomi ............................................... . 5 Reproduksi ................................................................... 9 Tingkahlaku.................................................................. 11
Tingkahlaku Istirahat dan Bergerak................. 12 Tingkahlaku Makan dan Minum...................... 12 Tingkahlaku seksual........................................ 13 Tingkahlaku Ganti Kulit dan Merawat tubuh... 14 Tingkahlaku Eliminasi .................................... 15
Penangkaran............................................................................. 15
METODE............................................................................................ 16
Lokasi dan Waktu .................................................................... 16 Materi dan Peralatan ................................................................ 16
Pengumpulan Data ................................................................... 17 Tingkahlaku Harian ...................................................... 17 Tingkahlaku Makan...................................................... 17 Keadaan Umum Penangkaran................................................... 18 Analisis Data............................................................................ 18
HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................ 19
Keadaan Umum Penangkaran................................................... 19 Lokasi penangkaran...................................................... 19 Fasilitas Penangkaran ................................................... 19
Kegiatan Ekspor ........................................................... 21 Pemeliharaan Satwa...................................................... 21
Tingkahlaku Harian.................................................................. 22 Tingkahlaku Istirahat .................................................... 23 Tingkahlaku Bergerak .................................................. 25 Tingkahlaku Memeriksa ............................................... 26 Tingkahlaku Minum ..................................................... 28 Tingkahlaku Merawat Tubuh........................................ 28
Tingkahlaku Makan ................................................................. 29 Tingkahlaku Mengamati/Memeriksa............................. 31 Tingkahlaku Menerkam/Menggigit............................... 32 Tingkahlaku Membelit.................................................. 32 Tingkahlaku Menelan ................................................... 33 Tingkahlaku Istirahat .................................................... 34
SIMPULAN DAN SARAN ................................................................. 36
UCAPAN TERIMAKASIH................................................................. 37
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................... 38
LAMPIRAN........................................................................................ 40
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Data Morfologi Ular Sanca Hijau (Morelia viridis) ....................... 8
2. Performa Reproduksi Ular Sanca Hijau (Morelia viridis) .............. 11
3. Satwa Reptil Yang Telah Ditangkarkan dan Diekspor ................... 21
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Ular Sanca Hijau Muda Sesaat Setelah Menetas............................ 6
2. Empat Ras Ular Sanca Hijau ......................................................... 6
3. Berbagai Macam Ukuran Sex Proof .............................................. 8
4. Telur Ular Sanca Hijau.................................................................. 9
5. Ular Sanca Hijau Sedang Mengeram ............................................ 10
6. Tingkahlaku Istirahat Ular Sanca Hijau ........................................ 12
7. Ular Sanca Hijau Sesaat Sebelum Menerkam Mangsanya ............ 13
8. Tingkahlaku Kawin Ular Sanca Hijau .......................................... 14
9. Tingkahlaku Ganti Kulit Ular Sanca Hijau .................................. 14
10. Keadaan Bangunan Penampungan................................................. 20
11. Fasilitas Ternak Mencit dan Tikus Untuk Pakan Reptil ................. 22
12. Frekuensi Tingkahlaku Harian Ular Sanca Hijau........................... 23
13. Tingkahlaku Istirahat .................................................................... 24
14. Frekuensi Tingkahlaku Istirahat Ular Sanca Hijau......................... 24
15. Tingkahlaku Bergerak................................................................... 25
16. Frekuensi Tingkahlaku Bergerak Ular Sanca Hijau ....................... 26
17. Tingkahlaku Memeriksa................................................................ 27
18. Frekuensi Tingkahlaku Memeriksa Ular Sanca Hijau .................... 27
19. Tingkahlaku Minum...................................................................... 28
20. Tingkahlaku Menguap .................................................................. 29
21. Berbagai Ukuran Mencit dan Tikus Sebagai Pakan Ular................ 30
22. Grafik Tingkahlaku Makan Ular Sanca Hijau................................ 30
23. Tingkahlaku Mengamati/Memeriksa ............................................. 31
24. Tingkahlaku Menerkam/Menggigit ............................................... 32
25. Tingkahlaku Membelit .................................................................. 33
26. Tingkahlaku Menelan ................................................................... 34
27. Tingkahlaku Istirahat .................................................................... 35
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Aktivitas Harian Ular Sanca Hijau (Morelia viridis)......................... 41
2. Tingkahlaku Makan Ular Sanca Hijau (Morelia viridis) .................. 43
PENDAHULUAN
Latar Belakang Flora dan fauna sebagai pendukung kehidupan manusia harus senantiasa
diperhatikan, dilestarikan dan dijaga kelangsungan hidupnya. Ketidakhadiran salah
satu spesies saja di muka bumi ini, akan mengakibatkan pergeseran keseimbangan
daur kehidupan makhluk hidup masa mendatang, manusia turut ambil bagian di
dalamnya. Keberadaan satwa ular merupakan fenomena alam yang unik dan
mengundang berbagai pertanyaan, karena karakter salah satu jenis reptilia ini cukup
unik dan penuh misteri.
Ular adalah salah satu binatang yang masuk dalam rangkaian alur mata rantai
kehidupan. Sampai saat ini, karena minimnya pengembangan studi tentang ular di
masyarakat, paradigma masyarakat umum tentang ular cenderung negatif. Semua
jenis ular terkesan menyeramkan dan mematikan, akibatnya banyak sekali ular yang
mati sia-sia karena dianggap binatang yang berbahaya. Pada kenyataannya dari 2.700
spesies ular yang sudah tercatat di dunia, sebanyak 70% menetas dan sisanya
melahirkan, dan hanya 25% yang memiliki bisa. Dari 250 spesies ular yang sudah
tercatat di Indonesia hanya sekitar 5% yang berbisa dan mematikan sehingga perlu
diwaspadai.
Sejak awal kehidupan manusia ular selalu menjadi makhluk yang ditakuti
karena ular dianggap menyeramkan, mematikan dan karena itu sering pula
didewakan dalam mitos, religi, dan medis. Orang Inggris kuno percaya bahwa ular
memilki kekuatan untuk menyembuhkan, untuk mengobati penyakit, dokter selalu
menggunakan ular untuk kesembuhan pasiennya. Orang-orang yang menyebut
dirinya kaum “Druids”, percaya bahwa ular tertentu atau ular berbisa memiliki telur
ajaib. Telur itu disebut dengan “Adders stones” (batu ular berbisa) yang dipercaya
dapat memberikan keberuntungan dan menangkal berbagai penyakit. Di Irlandia
tidak terdapat ular. Menurut cerita, Santo Patrick telah mengusir semua ular di
Irlandia. Di Mesir, ular kobra dipuja sebagai Dewa Ejo, dan tidak hanya dipuja,
tetapi juga sebagai hiasan di kepala pada waktu itu. Suku Indian (Arizona) dan Suku
Aborigin (Australia) memuja Dewa Ular sebagai Dewa yang dapat memberikan
hujan untuk tanah mereka dengan menarikan tarian ular. Di Afrika, beberapa ritual
dalam beberapa suku di Afrika memasukkan tarian ular untuk memohon memberikan
kesuburan pada gadis-gadis. Di India ular king cobra dipercaya sebagai Dewa
Pencipta yang dipuja dengan mempersembahkan sesaji. Perayaan Nagpanchmi yang
jatuh pada hari kelima bulan Hindu Shravana, selama perayaan patung ular dan sesaji
dibawa ke candi. Cerita rakyat Cina kaya akan legenda dan fabel yang berkaitan
dengan ular. Mereka sering mementaskan drama “ Madam White Snake”, dan fabel
yang paling terkenal adalah cerita tentang ular putih yang merupakan jelmaan dari
seorang puteri cantik yang menikah dengan manusia dan memilki seorang putera.
Ular juga digunakan sebagai lambang dalam penanggalan Cina.
Dalam hal religi, agama Hindu percaya bahwa ular king cobra merupakan
simbol dari keberuntungan dan kesuburan. Dalam agama Budha dikisahkan, suatu
saat ular sedang mengamati Sang Budha yang sedang bertapa di sebuah tempat yang
terbuka, tetapi tiba-tiba jatuh di dekat Sang Budha, ular itu lalu menggulung
tubuhnya dan mengangkat kepalanya kemudian melebarkan tudungnya untuk
menghalau roh-roh yang datang untuk mengganggu Sang Budha, setelah selesai
bertapa Sang Budha menggunakan jari tengah dan telunjuknya untuk memberkati
ular tersebut dengan membuat tanda seperti mata pada tudungnya. Dalam agama
Kristen ular dikutuk oleh Allah, “.... ia akan melata dengan menggunakan perutnya,
dan keturunannya akan bermusuhan dengan manusia. Keturunan manusia akan
meremukkan kepalanya dan ia akan meremukkan tumit manusia”. Allah juga
memperingatkan bangsa Israel yang sudah mulai tidak setia kepada Allah dengan
mengirimkan ular-ular berbisa dan mematuk mereka, kemudian Allah memberikan
kuasa kepada Musa untuk membuat ular tembaga di atas tongkatnya, dan setiap
orang yang melihat akan sembuh.
Dalam bidang medis, tubuh ular dapat digunakan untuk menyembuhkan
berbagai penyakit. Dalam ilmu pengobatan Cina, sup ular dapat digunakan untuk
menyembuhkan penyakit kulit, ada juga yang percaya meminum rendaman ular
dengan anggur sebagai penawar dari gigitan ular dan juga sebagai obat kuat. Masih
banyak lagi bagian dari tubuh ular yang dapat digunakan dalam pengobatan, antara
lain bisanya yang digunakan sebagai penawar bisa, oleh karenanya dijadikan
lambang kefarmasian di seluruh dunia.
Seiring dengan peningkatan jumlah penduduk yang semakin pesat
mengandung resiko semakin sempitnya ruang hidup ular. Kebutuhan manusia akan
ular juga mengalami peningkatan. Manusia terus memburu demi memenuhi
kebutuhan akan ular, beberapa diburu untuk dikonsumsi, diambil kulitnya, bagian
tubuhnya diambil dan digunakan sebagai bahan dasar kosmetik, obat, dan untuk
dijadikan hewan peliharaan. Selain itu ular juga mempunyai fungsi yang tidak kalah
penting sebagai pemangsa dalam siklus rantai makanan. Ular sanca hijau diburu
karena mempunyai warna kulit yang indah dan mempunyai nilai ekonomis yang
tinggi untuk dijadikan hewan peliharaan. Ular sanca hijau merupakan jenis ular yang
statusnya sudah terdaftar dalam APENDIX III, atau dengan kata lain sudah
dilindungi dan bukan tidak mungkin spesies lain akan segera menyusul.
Salah satu cara untuk melestarikan ular agar populasinya tidak mengalami
penurunan bahkan punah adalah dengan mengembangkan melalui kegiatan
perlindungan dan pelestarian baik di habitat aslinya (insitu) maupun di luar habitat
aslinya (exsitu). Penangkaran merupakan cara perlindungan dan pelestarian diluar
habitat aslinya (exsitu). Kegiatan penangkaran dapat menunjang dalam upaya
perlindungan dan pemanfaatan ular secara lestari. Dalam upaya pengembangan
penangkaran ular sanca hijau, penelitian mengenai teknik penangkaran ular sanca
hijau mutlak untuk dilakukan, yang sampai saat ini informasi mengenai hal tersebut
masih sangat terbatas jumlahnya. Informasi tersebut selanjutnya dapat dijadikan
sebagai data dasar untuk pembudidayaan.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan mengumpulkan informasi dasar pola tingkahlaku ular
sanca hijau (Morelia viridis) di penangkaran.
Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi untuk
membantu usaha pengembangan teknik pembudidayaan dan pelestarian satwa ular
sanca hijau (Morelia viridis), agar kekayaan alam Indonesia tersebut mendapat
perhatian dan tidak mengalami kepunahan.
TINJAUAN PUSTAKA
Klasifikasi Menurut Maxwell (2003), ular sanca hijau mempunyai klasifikasi sebagai
berikut: Filum Chordata, Sub Filum Vertebrata, Kelas Reptilia, Sub Kelas
Lepidasauria, Ordo Squamata, Sub Ordo Serpentes, Famili Boidae, Sub Famili
Pythoninae, Genus Morelia, dan Spesies Morelia viridis.
Masih terdapat kerancuan pada beberapa literatur dan sumber-sumber
informasi dari situs internet ular sanca hijau dimasukan dalam genus Chondropython,
sehingga spesiesnya menjadi Chondropython viridis. Hal ini dikarenakan perubahan
taksonomi dari Genus Chondropython menjadi Morelia baru terjadi tahun 1994.
Perubahan taksonomi ini dikarenakan adanya keeratan hubungan antara ular sanca
hijau dengan salah satu Genus dari Sub Famili Pythoninae, yaitu Morelia. Salah satu
contoh ular dari Genus Morelia adalah ular sanca karpet (Morelia spilota), yang
memiliki banyak kemiripan dengan ular sanca hijau (Bartlett dan Wagner, 1997).
Habitat dan Penyebaran
Selama proses evolusi berlangsung, margasatwa beradaptasi dengan berbagai
faktor fisik, vegetasi dan margasatwa lain. Hasil adaptasi tersebut menyebabkan
margasatwa menetap di suatu daerah dengan kondisi lingkungan yang sesuai dengan
kehidupannya. Kondisi lingkungan tersebut meliputi tempat-tempat untuk mencari
makan, minum, berlindung, bermain dan tempat berkembang biak yang secara
keseluruhan disebut habitat (Alikodra, 1980).
Ular sanca hijau hidup di daerah beriklim tropis, dengan kelembaban relatif
sekitar 80%, vegetasi lebat, suhu berkisar antara 22–32°C (Maxwell, 2003).
Penyebarannya meliputi hutan hujan tropis, pegunungan di Papua, kepulauan
Salomon dan sedikit terdapat di Australia bagian utara (Stoops dan Wright, 1993).
Secara umum pada habitat aslinya ular muda akan memakan mamalia kecil seperti tikus, reptila seperti cicak, kadal atau tokek, dan kodok. Ular dewasa akan
memakan mamalia, reptilia, dan burung (O’Shea dan Halliday, 2001). Makanan yang terbaik bagi ular di penangkaran adalah seperti keadaan yang ada di alam, seperti
tikus, burung, tokek, dan kadal (Schmidt, 1995).
Karakteristik Biologis Morfologi dan Anatomi
Ular adalah binatang yang mempunyai sisik, memiliki sepasang tulang rusuk
pada setiap ruas tulang belakang, mempunyai paru-paru, telurnya bercangkang, dan
berdarah dingin. Ular hanya dapat mendengar melalui tulang tengkorak, yang
meneruskan getaran dari tanah. Matanya tidak pernah berkedip tertutup sisik bening
mengkilat (Carr, 1980). Ular sanca hijau memiliki semua organ dalam yang umum
dimiliki oleh hewan bertulang belakang, seperti jantung, lambung, hati, empedu,
usus, dan memiliki dua paru-paru (Weidensaul, 2004).
Semua jenis ular memiliki organ yang membantu dalam indera penciuman
yang dinamakan Organ Jacobson’s. Semua jenis partikel di udara seperti: bau, tetes
air, serbuk sari dan lain sebagainya ditangkap melalui lidah. Setelah lidah
dimasukkan semua unsur yang tertangkap kemudian di transfer ke unit khusus yang
terdapat di langit-langit mulut yaitu Organ Jacobson’s. Lidah ular bercabang berguna
untuk mengecap secara stereo, sehingga dapat menentukan arah mangsanya dari
jauh. Ular memiliki tulang rahang yang unik, bagian rahang atas dan bawah terbagi
dua dan memiliki pangkal tulang rahang yang berbentuk segiempat, yang secara
keseluruhan dihubungkan dengan otot elastis sehingga ular dapat menelan mangsa
yang lebih besar dari kepalanya (Stafford, 1986).
Menurut Schmidt (1995) ular sanca hijau yang masih muda mempunyai
warna yang lebih bervariasi mulai dari kuning terang, coklat keputihan, coklat
kemerahan, dan bahkan merah (Gambar 1). Ular ini memiliki sisik yang halus
terutama pada bagian kepala, pupil mata yang vertikal, dan mempunyai ujung ekor
prehensile berwarna hitam dengan sedikit putih. Semua jenis ular tidak memiliki
kaki tetapi dalam famili ular-ular besar (Boidae), hal tersebut masih dapat dilihat
dalam bentuk cakar yang terdapat di bagian anal (Geus, 1995). Selanjutnya
dinyatakan oleh Stafford (1986), ular dari famili Boidae adalah salah satu dari sedikit
famili ular yang memiliki sisa kaki yang kecil akibat proses rudimenter berupa kuku
terletak di mulut kloaka, yang merupakan peninggalan dari masa lalu.
Gambar 1. Ular Sanca Hijau Muda Sesaat Setelah Menetas Sumber: Maxwell, (2003)
Terdapat empat perbedaan ras ular sanca hijau yang telah diketahui (Gambar
2), empat ras tersebut adalah ras Pulau Biak, ras Pulau Aru, ras daratan Sorong, dan
ras dataran Merauke atau Cape York, Wamena (Maxwell, 2003).
a b
c d
Gambar 2. Empat Ras Ular Sanca Hijau a) Ras Aru, b) Ras Sorong, c) Ras Biak, dan d) Ras Wamena
Sumber: Maxwell, (2003)
Perubahan dari fase anakan, remaja, menuju dewasa ditandai dengan adanya
perubahan warna tiap individu. Tidak terdapat ketentuan di dalam proses perubahan
warna pada ular sanca hijau seekor individu dapat berubah dengan cepat, bahkan
dalam waktu semalam. Beberapa individu ada yang membutuhkan waktu sampai
beberapa tahun untuk menyelesaikan perubahan warna dari anakan, remaja, menuju
dewasa. Individu yang menetas dengan warna kuning memiliki perbedaan kelajuan
dalam proses perubahan warna dibandingkan dengan individu yang menetas dengan
warna gelap seperti merah, oranye, coklat atau hitam. Rata-rata ular sanca hijau
muda akan memulai proses perubahan warna pada umur kira-kira enam bulan sampai
satu tahun. Anakan yang lahir dengan warna kuning biasanya memulai proses
perubahan warna ditandai dengan munculnya beberapa warna hijau pada sisiknya.
Beberapa sisik warna hijau kemudian akan menyebar ke seluruh bagian tubuh dan
setelah beberapa lama akan menutupi hampir ke seluruh bagian tubuh. Proses
perubahan ini kadang memakan waktu sangat cepat, tetapi seringkali membutuhkan
waktu beberapa minggu sampai beberapa bulan (Maxwell, 2003).
Ular sanca hijau mempunyai panjang tubuh maksimal 2,0 m, dengan panjang
rata-rata 1,2 m. Ular sanca hijau jantan dewasa memiliki panjang tubuh rata-rata 1,2–
1,5 m dengan bobot yang berkisar antara 900–1.200 g, sedangkan ular sanca hijau
betina dewasa memiliki panjang tubuh sedikit lebih panjang daripada jantan dengan
bobot yang berkisar antara 1.200–1.500 g, bahkan dapat mencapai 2.000 g (Maxwell,
2003). Ular ini mempunyai badan yang tampak padat jika dilihat dari samping, dan
memiliki kepala yang tampak besar dengan leher yang semakin mengecil,
mempunyai warna dasar hijau terang, terdapat juga sedikit warna kuning atau putih
kusam berupa garis yang terletak di punggung (Coborn, 1992).
Ular sanca hijau jantan dan betina dapat dibedakan dari segi fisiknya, ular
jantan memiliki bentuk kepala lebih ramping, memiliki ekor lebih panjang dan
ramping, memiliki kuku di bagian anal (sisa kaki) lebih besar, serta memiliki badan
lebih ramping daripada ular betina, akan tetapi dengan cara melihat secara fisik
belum tentu dapat diketahui jenis kelaminnya secara pasti. Penentuan jenis kelamin
ular sanca hijau dapat melalui pengamatan pada bagian alat reproduksi dengan
menggunakan sex proof (Gambar 3).
Gambar 3. Berbagai Macam Ukuran Sex Proof
sex proof adalah sebuah alat yang dipakai untuk mengetahui jenis kelamin satwa
reptil (ular dan kadal) yang penggunaannya dilakukan dengan cara dimasukkan ke
dalam lubang kloaka, dimana ciri jantan dan betina dapat dibedakan dengan melihat
panjang sex proof yang masuk ke dalam lubang kloaka. Individu jantan mempunyai
ukuran sex proof lebih panjang dibandingkan dengan betina. Panjangnya ukuran sex
proof individu jantan disebabkan oleh adanya organ hemipenis dengan saluran
kloaka yang lebih panjang (Gow, 1989).
Tabel 1. Data Morfologi Ular Sanca Hijau (Morelia viridis)
Kriteria (satuan)
Keterangan
Panjang untuk dewasa
Jantan (m) 1,3-1,5 Betina (m) 1,5-2,0
Panjang lahir (cm) ± 30,0 Bobot dewasa
Jantan (g) 900-1.200 Betina (g)
Bobot lahir (g) 1.800-2.000
± 9,0
Sumber: Maxwell, (2003) dan Schmidt, (1995)
Reproduksi
Menurut Goin dan Goin (1978) daerah tropis dengan kondisi suhu cukup
stabil dan curah hujan cukup tinggi mempengaruhi reproduksi reptil, sehingga
potensi induk berkembang biak sepanjang tahun stabil. Waktu alami ular sanca hijau
bertelur di habitat aslinya berkisar dari bulan Mei hingga Agustus (Schmidt, 1995).
Di daerah tropis dimana periode hibernasi tidak ada, menjadikan dewasa
kelamin lebih cepat dicapai karena pertumbuhan tidak terputus (Goin dan Goin,
1978). Ular sanca hijau di kandang penangkaran mencapai dewasa kelamin pada
umur tiga tahun dan memiliki bobot badan paling tidak 1.000 g dimana pada umur
ini ular betina sudah dapat bertelur untuk yang pertama kalinya, sedangkan untuk
jantan membutuhkan waktu 18 bulan (Maxwell, 2003).
Pada umumnya Reptilia adalah ovipar yaitu bertelur dan menetas diluar tubuh
induk (Goin dan Goin, 1971). Menurut Gow (1989) ular sanca hijau adalah salah satu
spesies ular ovipar. Selama pengeraman terbentuk gigi telur di bagian moncong bayi
ular yang berguna dalam mempercepat proses penetasan. Selanjutnya dikatakan
setelah bagian kepala bayi ular keluar dari cangkang telur, gigi telur ini akan tanggal.
Secara alami induk ular sanca hijau di habitat aslinya membuat sarang dari
dedaunan kering, kemudian meletakkan telurnya di dasar hutan maupun lubang-
lubang kayu pada tempat yang cukup lembab dan cukup panas sehingga proses
penetasan dapat berlangsung dengan baik. Telur yang dikeluarkan akan diikat oleh
lendir sehingga telur tidak terpisah satu persatu. Bentuk telur umumnya agak bundar
atau oval dengan kulit telur yang tidak mudah retak atau elastis (Gambar 4).
Gambar 4. Telur Ular Sanca Hijau
Sumber: Maxwell, (2003) Setelah ular sanca hijau bertelur segera telur-telur tersebut dikumpulkan
dengan cara menggerakkan ekor dan tubuhnya. Selanjutnya telur-telur ditutup
dengan material di sekitarnya sehingga membentuk piramid yang dilingkarinya
(Gambar 5). Tubuh melingkar membentuk spiral dan kepala menutupi bagian atas.
Selama pengeraman tubuh induk mengalami peningkatan suhu tubuh di atas suhu
lingkungan. Peningkatan suhu ini disebabkan oleh kontraksi otot-otot secara
spasmodik yang dilakukan selama pengeraman (Gow, 1989).
Gambar 5. Ular Sanca Hijau Sedang Mengeram Sumber: Maxwell, (2003)
Goin dan Goin (1971) menjelaskan bahwa panas dibutuhkan bagi
pertumbuhan embrio. Pada Aves dan Mamalia endotermik, embrio memerlukan
panas konstan yang berasal dari tubuh induknya. Akibatnya periode embriotik selalu
konstan untuk setiap spesies. Pada Reptilia yang bersifat ektotermik penetasan sangat
tergantung pada temperatur lingkungan yang sangat bervariasi dari tempat dan
waktu. Kondisi ini menjadikan periode embriotik sangat bervariasi meskipun dari
spesies yang sama.
Ular sanca hijau memiliki masa bunting antara 110-120 hari, dan bertelur
selama 18–19 hari dengan jumlah telur 15–25 butir, dengan rata-rata ukuran telur
3,9x2,5 cm dan bobot rata-rata 15 g (Maxwell, 2003). Ular sanca hijau termasuk
pengeram sejati, karena menghasilkan panas yang berasal dari otot-otot yang
mengejang. Dalam keadaan dierami secara alami oleh induknya telur ular sanca hijau
akan menetas dalam waktu 50–62 hari, tetapi dalam inkubator dengan suhu 28-29°C
membutuhkan waktu antara 50–65 hari (Schmidt, 1995).
Tabel 2. Performa Reproduksi Ular Sanca Hijau (Morelia viridis)
Kriteria (satuan)
Keterangan
Umur dewasa kelamin
Jantan (bulan) ± 18,0 Betina (bulan) 25,0-27,0
Umur dikawinkan pertama kali Jantan (tahun) ± 2,0 Betina (tahun) ± 3,0
Waktu bunting (hari) Masa pengeraman alami (hari)
Masa inkubasi (hari) Jumlah telur (butir) Ukuran telur (cm)
Bobot telur (g)
110-120 50-62 50-65 15-25
3,9x2,5 ± 15,0
Sumber: Maxwell, (2003) dan Schmidt, (1995)
Tingkahlaku Menurut Tinbergen (1969), perilaku hewan adalah gerak-gerik hewan, dan
cenderung dianggap sebagai gerak atau perubahan gerak, termasuk dari bergerak ke
tidak bergerak. Tingkahlaku ini meliputi antara lain gerak pada waktu makan, kawin,
mengeluarkan bunyi, bahkan perilaku ini dapat juga berupa sikap diam.
Tingkahlaku hewan dipengaruhi oleh faktor dalam dan luar dari individu yang bersangkutan. Faktor dalam antara lain hormon dan sistem syaraf, sedangkan
faktor luar berupa cahaya, suhu dan kelembaban (Grier, 1984). Aktivitas ular secara umum dapat berupa diam (istirahat), bergerak: melata, melompat atau memanjat, makan, minum, memeriksa, eliminasi, ganti kulit, kawin, dan bertelur (Taylor dan
O’Shea, 2004) .
Tingkahlaku istirahat dan bergerak (lokomotive behaviour). Menurut Coborn (1992) ular sanca hijau mempunyai tingkahlaku istirahat yang sangat unik yaitu
dengan menggulung badannya pada batang pohon dengan letak kepalanya berada
tepat ditengah (Gambar 6). Menurut Taylor dan O’Shea (2004) ular memiliki empat cara dalam bergerak; serpentine (gerakan ke samping bergelom-bang/berombak),
rectilinear (gerakan seperti garis lurus), concertina (gerakan pegas), dan sidewinding (gerakan menyamping). Kemudian diketahui bahwa ular bergerak tidak hanya dalam
satu cara saja melainkan kombinasi dari empat cara tersebut tergantung kondisi.
Gambar 6. Tingkahlaku Istirahat Ular Sanca Hijau Sumber: Maxwell, (2003)
Tingkahlaku makan dan minum (ingestive behaviour). Tingkahlaku makan ular
sanca hijau sama seperti ular sanca yang lainnya yaitu memulai gerakan dengan
membentuk posisi huruf “S” (Gambar 7), kemudian dengan cep at menerkam dan
membunuh mangsanya terlebih dahulu dengan membelit hingga mangsanya sulit
untuk bernapas, setelah itu dengan bergantung di cabang batang pohon menggunakan
ekornya ular ini akan mencari bagian kepala dari mangsanya (jika dalam keadaan
normal) dan menelan mulai dari bagian kepala untuk menghindari kesulitan dalam
menelan, lalu menelannya secara utuh (Maxwell, 2003). Pada tingkahlaku minum
ular sanca hijau akan menjulurkan lidahnya sebagai indera perasa secara berulang-
ulang untuk mendeteksi keberadaan sumber air, kemudian setelah mengetahui
adanya sumber air ular sanca hijau akan meminumnya dengan menjulurkan lidahnya
secara berulang-ulang (Stafford, 1986).
Gambar 7. Ular Sanca Hijau Membentuk Posisi Huruf “S” Sebelum Menerkam Mangsanya
Sumber: Maxwell, (2003)
Tingkahlaku seksual (sexual behaviour). Pada tingkahlaku kawin awalnya
pejantan akan menggosokkan dagunya disepanjang punggung tubuh betina secara
berulang-ulang. Selanjutnya pejantan berusaha menyejajarkan tubuhnya di atas tubuh
betina, membuat gerakan kejang dan mengkerut. Tindakan selanjutnya adalah
pejantan membuat gerakan seperti gelombang dari arah ekor ke arah kepala, gerakan
ini dimaksudkan merangsang betina untuk kopulasi. Pejantan akhirnya akan
menggosokkan tubuh betina, mengangkat atau mendorong bagian bawah ekor betina
untuk mendapatkan posisi yang cocok untuk kopulasi. Perilaku ini berulang-ulang
sampai betina menjadi benar-benar responsif dan ekor mereka bergulung (Gambar
8). Apabila betina tidak siap untuk kopulasi ia akan mengibaskan ekornya kemudian
melata menjauhi pejantan. Famili Boidae (Pythons dan Boas) pejantan menggunakan
cloacal spurs untuk merangsang betina, pada saat kopulasi berlangsung kemudian
diikuti dengan gerakan ekor yang kejang (Gow, 1989). Ular sanca hijau di
penangkaran cenderung untuk melakukan perkawinan pada waktu malam, dan tidak
menghiraukan manipulasi cahaya lampu (Stoops dan Wright, 1993).
Gambar 8. Tingkahlaku Kawin Ular Sanca Hijau Sumber: Maxwell, (2003)
Tingkahlaku ganti kulit dan merawat tubuh (epimiletic behaviour). Ular sanca
hijau sama seperti semua ular secara periodik akan melakukan proses pergantian
kulit. Bayi ular sanca hijau secara normal akan mengganti kulit untuk pertama kali
pada umur sekitar sepuluh hari setelah menetas, dan akan mengganti kulit secara
periodik setiap empat sampai enam minggu sekali semasa hidupnya (Maxwell,
2003). Tingkahlaku dalam mengganti kulit ular sanca hijau akan menggesekkan
badannya hingga seluruh kulit yang sudah tua terlepas (Gambar 9). Sebelum proses
pergantian kulit terjadi akan tampak tanda-tanda fisik yaitu berupa mata dari ular
tersebut akan tampak berwarna kebiruan, dan warna pada sisik menjadi kusam.
Lapisan epidermis kulit ular yang dipenuhi oleh sisik sebagian besar terdiri dari
keratin, benda mati sekaligus materi infleksibel. Jadi untuk perkembangan tubuhnya
seekor ular harus sering mengganti kulit (Stafford, 1986).
Gambar 9. Tingkahlaku Ganti Kulit Ular Sanca Hijau
Sumber: Maxwell, (2003)
Tingkahlaku eliminasi (eliminative behaviour). Ular sanca hijau muda akan lebih sering melakukan eliminasi karena memiliki metabolisme lebih tinggi dibandingkan dengan dewasa. Ular sanca hijau seringkali eliminasi setelah proses mengganti kulit selesai. Perilaku eliminasi (defekasi dan urinasi) dari ular sanca hijau ditandai dengan melakukan gerakan menjulurkan ekornya hingga menyentuh dasar kandang kemudian dilanjutkan dengan mengeluarkan kotoran padat dan urin (Maxwell, 2003).
Penangkaran
Penangkaran merupakan kegiatan pembesaran dan pengembangbiakan satwa
liar dan tumbuhan alam, dengan tetap mempertahankan galur murninya (Dephut,
1997). Dasar hukum penangkaran ular sanca hijau adalah sebagai berikut:
1) Undang-undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati
dan ekosistemnya;
2) KEPPRES No. 43. Tahun 1978 tentang Ratifikasi Konservasi Internasional
Perdagangan Flora dan Fauna Langka (CITES);
3) KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN No. 556/Ktps-II/1989 tentang
Pemberian Ijin, Menangkap/Mengambil, Memiliki, Memelihara, dan
Mengangkut, baik di dalam Negeri maupun ke Luar Negeri Satwa
Liar,Tumbuhan Alam dan/ atau Bagian-bagiannya;
4) KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN No. 25/Ktps-II/1994 tentang
Pembentukan Tim Akreditasi Penangkaran Satwa Liar dan Hasilnya; dan
5) KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PHPA No. 07/Ktps/Dj-IV/1998 tentang
Penangkaran Satwa Liar dan Tumbuhan Alam.
METODE
Lokasi dan Waktu
Penelitian ini telah dilaksanakan di penangkaran CV Terraria Indonesia yang
berada di Desa Gunung Sindur, Kecamatan Sawangan, Kabupaten Bogor. Penelitian
berlangsung mulai awal bulan Mei sampai dengan bulan Juni 2005.
Materi dan Peralatan
Hewan
Hewan yang digunakan dalam penelitian ini ular sanca hijau (Morelia viridis)
yang tersedia di penangkaran CV Terraria Indonesia, terdiri dari enam ekor ular
sanca hijau dewasa (umur lebih dari 500 hari). Ular sanca hijau dikandangkan dalam
enam buah kandang yang masing-masing berisi satu ekor.
Kandang
Kandang yang digunakan terbuat dari plastik berventilasi dengan ukuran
40x20x25 cm. Kandang tersebut diletakkan dalam ruangan beukuran 8x6 m.
Pakan
Ular sanca hijau diberi pakan berupa tikus (Rattus norvegicus) dewasa
sebanyak satu ekor untuk sekali pemberian, dengan interval waktu pemberian satu
minggu. Air minum diberikan ad libitum yang ditaruh di dasar kandang.
Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam penelitian antara lain: alat tulis, lampu
berwarna merah, stopwatch dan kamera.
Pengumpulan Data
Tingkahlaku harian Tingkahlaku harian diamati dengan metode ad libitum sampling. Ad libitum
sampling adalah metode pencatatan semua tingkahlaku yang dilihat dan diperagakan pada waktu pengamatan (Altman, 1973). Pengamatan tingkahlaku hewan dapat diarahkan pada siklus harian yaitu pengamatan dengan menggunakan metode ad
libitum sampling dan metode pencatatan one-zero sampling. One-zero sampling ialah teknik pencatatan untuk mengetahui intensitas tingkahlaku dalam bentuk jumlah kali suatu tingkahlaku yang dilakukan pada waktu tertentu (Altman, 1973). Pengamatan
dengan menggunakan metode ad libitum sampling dibagi kedalam empat fase pengamatan dengan interval waktu pengamatan 15 menit, yaitu hari 1 (Fase I: 06.00-12.00 WIB) dan (Fase III: 18.00-24.00 WIB), hari 2 (Fase II: 12.00-18.00 WIB) dan (Fase IV: 24.00-06.00 WIB), sehingga setiap ulangan dilakukan pengamatan selama 24 jam. Pada tahap ini digunakan metode pencatatan one-zero sampling, jika hewan
melakukan perilaku tertentu pada waktu selang pengamatan, diberi nilai satu dan jika tidak ada perilaku diberi nilai nol. Waktu yang dibutuhkan untuk mengamati satu ekor ular dua hari, untuk seluruh individu sebanyak enam ekor ular dibutuhkan
waktu 12 hari, dengan dua kali ulangan dibutuhkan waktu 24 hari. Tahap berikutnya akan ditentukan urutan dan jenis perilaku ular sanca hijau.
Peubah-peubah yang akan diamati sebagai pengamatan tingkahlaku harian, adalah sebagai berikut:
a) tingkahlaku istirahat;
b) tingkahlaku bergerak (lokomotive behaviour);
c) tingkahlaku memeriksa (investigative behaviour);
d) tingkahlaku makan dan minum (ingestive behaviour);
e) tingkahlaku ganti kulit dan merawat tubuh (epimiletic behaviour); dan
f) tingkahlaku eliminasi (eliminative behaviour).
Tingkahlaku makan Tingkahlaku makan diamati dengan Focal animal sampling. Focal animal
sampling adalah metode pegamatan tingkahlaku dengan mengamati hewan tertentu yang menjadi fokus pengamatan dengan waktu yang sudah ditentukan dan mencatat secara rinci semua gerakan yang terjadi, biasanya digunakan untuk berbagai kategori tingkahlaku yang berbeda (Martin dan Bateson, 1993). Periode waktu focal animal sampling adalah pada waktu pemberian pakan di penangkaran, diamati pada delapan ekor ular sanca hijau pada kandang yang berbeda. Perilaku makan dicatat sejak ular
mengamati, memeriksa, menerkam, menggigit, membelit hingga mangsa ditelan. Pencatatan meliputi deskripsi perilaku secara rinci dan waktu berlangsungnya
perilaku makan.
Keadaan Umum Penangkaran
Informasi lokasi, organisasi, dan manajemen penangkaran didapat melalui
wawancara dan pengamatan langsung.
Analisis Data Data yang terkumpul dianalisis secara deskriptif merupakan penguraian dan
penjelasan mengenai jenis aktivitas yang dilakukan, lama beraktivitas, frekuensi setiap aktivitas yang dilakukan dan ritme aktivitas. Informasi mengenai kejadian-
kejadian tingkahlaku harian dan tingkahlaku makan ular sanca hijau di lokasi penangkaran meliputi peubah-peubah yang berhubungan dengan tingkahlaku.
Analisis perhitungan hasil pengolahan data mengenai tingkahlaku harian untuk mengetahui persentasi tingkahlaku dengan menggunakan persamaan
matematika (Martin dan Bateson, 1993):
� = yx
x 100%
Keterangan: � = persentasi tingkahlaku,
x = jumlah kali kegiatan tingkahlaku yang diamati, dan
y = jumlah kali seluruh tingkahlaku yang terjadi.
Selanjutnya data diinterpretasikan dalam bentuk persentase yakni
menggambarkan proporsi pengggunaan lama waktu satwa beraktivitas dan frekuensi
setiap aktivitas, tabel, dan grafik yakni menggambarkan peubah-peubah yang diukur
dengan penyajian grafik yang menggambarkan intensitas tingkahlaku.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Umum Penangkaran
Lokasi Penangkaran
Lokasi penelitian berada di kandang penangkaran reptil CV Terraria
Indonesia yang berada di Desa Curug, Kecamatan Gunung Sindur, Kabupaten Bogor
Jawa Barat, dengan luas 3.000 m2, yang terbagi menjadi dua yaitu tempat
penampungan 1.000 m2 dan tempat pembiakkan 2.000 m2. CV Terraria Indonesia
bergerak dalam perdagangan khusus reptil baik yang dilindungi undang-undang
maupun yang tidak dilindungi undang-undang yang berorientasi ekspor. Kegiatan
usaha ini berdasarkan pada peraturan pemerintah No. 162 / KPTS – V / 2000 tentang
pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwa liar.
CV Terraria Indonesia menyediakan fasilitas penangkaran dan non
penangkaran, yang dimaksud dengan non penangkaran adalah bertindaknya CV ini
sebagai pengumpul satwa-satwa reptil khususnya yang akan diekspor ke luar negeri
yaitu ke negara Amerika dan Jepang. Dalam kegiatan ekspor ini guna memenuhi
pasar luar negeri satwa reptil dan amphibi dicari langsung dari daerah. Agar ditempat
penampungan tidak terlalu banyak satwa dan untuk menghindari kematian selama
ditampung maka pihak perusahaan menerapkan aturan bahwa satwa yang akan
dikirim kepada perusahaan disesuaikan dengan pesanan permintaan dari perusahaan.
Fasilitas Penangkaran
Fasilitas yang digunakan untuk usaha penangkaran terdiri dari tiga bangunan
berukuran besar. Bangunan pertama digunakan untuk mensortir satwa-satwa yang
baru datang. Apabila ada permintaan terhadap satwa atau satwa tersebut tidak
ditangkarkan, maka satwa tersebut akan tetap berada di bangunan pertama ini.
Bangunan kedua bertindak sebagai tempat karantina bagi satwa-satwa yang akan
ditangkarkan. Satwa dalam bangunan ini akan diperiksa kesehatannya sebelum
dimasukkan ke bangunan ketiga yang bertindak sebagai tempat penangkaran. Setiap
sisi bangunan yang dipergunakan ditutup kawat ram berukuran 1 cm, hal ini
dikarenakan demi keamanan jika ada satwa yang terlepas dari kandang individu tidak
akan keluar dari bangunan induk.
Bangunan pertama bertindak sebagai tempat penampungan berukuran 8x6 m
berisi satwa-satwa yang ditampung seperti ular, cicak, tokek, kura-kura, dan biawak.
Satwa-satwa tersebut dipisahkan kedalam kandang plastik dengan ukuran 40x25x30
cm dengan posisi ditumpuk empat menggunakan rak terbuat dari besi. Pada sudut
ruangan terdapat inkubator menggunakan lampu untuk menetaskan telur-telur satwa
reptil. Inkubator yang digunakan adalah buatan sendiri. Disamping ruang
penampungan pertama terdapat ruang penampungan yang digunakan untuk
menampung berbagai jenis kura-kura yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia.
Gambar 10. Keadaan Bangunan Penampungan
Keadaan bangunan penampungan (Gambar 10) terdiri dari a) untuk
menampung ular dengan mnggunakan rak yang terbuat dari besi disusun empat
tingkat, b) kandang yang terbuat dari kayu triplek, digunakan untuk menampung
tokek, c) untuk menampung ular, biawak, dan kadal yang berukuran kecil, dan d)
pintu masuk utama kandang penampungan.
Untuk kelancaran usahanya perusahaan memiliki kamar bagi karyawan dan
fasilitas penelitian bagi mahasiswa yang akan melakukan penelitian di bidang reptil.
Selain itu perusahaan menyediakan fasilitas air bersih. Air sangat penting bagi usaha
penangkaran, selain digunakan untuk keperluan minum satwa, air juga digunakan
untuk sanitasi satwa. Pembuangan limbah cair ini langsung ke lubang pembuangan
yang berada di bawah bangunan sehingga tidak mencemari lingkungan sekitarnya.
Kegiatan Ekspor
Berbagai jenis satwa reptil dan amphibi yang diekspor oleh CV Terraria
Indonesia diperoleh melalui perantara didaerah ataupun langsung ke berbagai daerah
yang berpotensi jenis satwanya. Selain memperoleh langsung perusahaan telah
mengupayakan penangkaran berbagai jenis satwa reptil. Usaha penangkaran yang
dilakukan bertujuan untuk pelestarian satwa agar tidak terjadi kepunahan dihabitat
a b
d c
aslinya. Spesies-spesies reptil yang telah berhasil ditangkarkan dan diekspor oleh
perusahaan ini dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Satwa Reptil yang Telah Ditangkarkan dan Diekspor
No. Nama daerah Nama ilmiah Asal daerah
1. Ular sanca hijau Morelia viridis Papua
2. Ular sanca darah Python curtus Sumatera
3. Ular sanca batik Python reticulatus Sumatera, Jawa,
Kalimantan, dan Sulawesi
4. Ular sanca karpet Morelia spilota variegata Papua
5. Ular sanca kuning Morelia clastolepis Kepulauan Maluku
6. Ular sanca timor Python timorensis Timor
7. Biawak kuning Varanus rudicolis Papua
Pemeliharaan Satwa
Keberadaan satwa di lokasi penangkaran memerlukan perlakuan dan
perawatan yang baik oleh petugas kandang agar satwa tetap dalam kondisi sehat.
Perlakuan dan perawatan satwa yang meliputi kebersihan kandang, penyediaan air
dan pakan satwa dilakukan setap hari kecuali pemberian pakan oleh setiap petugas
kandang. Pemberian pakan untuk satwa dilakukan secara rutin setiap satu minggu
sekali pada waktu kerja antara pukul 08.00-16.00 WIB. Pengadaan pakan berupa
mencit atau tikus diusahakan sendiri oleh perusahaan dengan cara menernaknya.
Gambar 11. Fasilitas Ternak Mencit dan Tikus untuk Pakan Reptil
Fasilitas ternak mecit dan tikus (Gambar 11) terletak ditengah lokasi
penangkaran antara kandang penampungan dengan kandang penangkaran. Ruangan
yang dipergunakan untuk berternak mencit berjumlah dua buah, demikian juga
dengan fasilitas ternak tikus, sehingga kandang yang dipergunakan bejumlah empat
buah ruangan permanen, yang dikelilingi oleh kawat ram berukuran 1 cm, untuk
mencegah mecit atau tikus keluar dari kandang.
Tingkahlaku Harian
Ular sanca hijau merupakan hewan yang hampir melakukan semua
aktivitasnya pada malam hari, sehingga disebut hewan noktunal. Pada pagi dan siang
hari, ular sanca hijau hanya berdiam diri membentuk gulungan di batang pohon,
sesekali nampak menggerakkan tubuhnya. Ular sanca hijau mulai menggulung pada
pukul 05.00, apabila tidak terdapat gangguan maka ular sanca hijau akan
menggulung hingga memulai lagi aktivitasnya pada pukul 17.00.
Dengan pengamatan selama 24 jam didapatkan tingkahlaku harian ular sanca
hijau sebagai berikut: istirahat (34,70%), bergerak (lokomosi) (33,70%), memeriksa
(investigasi) (30,90%), minum (ingesti) (0,25%), dan merawat tubuh (epimiletik)
(0,45%). Beberapa peubah yang dilakukan oleh ular sanca hijau tidak didapatkan
selama pengamatan yaitu, eliminasi dan ganti kulit. Tidak adanya perilaku eliminasi
dan ganti kulit dikarenakan terjadi diluar waktu pengamatan.
0
10
20
30
40
50
60
70
80
18-1
9WIB
20-2
1WIB
22-2
3WIB
24-0
1WIB
02-0
3WIB
04-0
5WIB
Waktu Pengamatan
Fre
kuen
si (
kali) istirahat
lokomotive
investigative
ingestive
epimiletic
Gambar 12. Frekuensi Tingkahlaku Harian Ular Sanca Hijau
Perilaku harian yang diekspresikan oleh ular sanca hijau dan telah diamati
degan menggunakan metode Ad libitum sampling dengan metode pencatatan one-
zero sampling berinterval 15 menit, atau pengamatan perilaku setiap 15 menit
dengan interval 15 menit selama 24 jam. Pada grafik hanya ditampilkan pola
tingkahlaku harian dimulai sejak pukul 18.00 sampai dengan pukul 06.00, hal ini
karena ular sanca hijau merupakan hewan nokturnal (Gambar 12). Pengamatan
perilaku harian tersebut dijelaskan dengan lebih rinci di bawah ini.
Tingkahlaku Istirahat
Tingkahlaku istirahat ular sanca hijau paling tinggi dibandingkan dengan
aktivitas yang lain yaitu sebesar 34,70% dari seluruh tingkahlaku harian yang
diamati. Tingkahlaku istirahat dalam pengamatan ini berupa ular diam menggulung
tubuhnya di batang pohon yang telah disediakan di dalam kandang. Tingkahlaku
istirahat yaitu apabila ular sanca hijau menggulung tubuhnya di batang pohon dengan
posisi kepala disembunyikan atau dikeluarkan berada tepat ditengah gulungan bagian
depan, dan bagian ekor dapat disembunyikan atau dikeluarkan tepat ditengah
gulungan bagian belakang tanpa melakukan tingkahlaku lain (Gambar 13).
Gambar 13. Tingkahlaku Istirahat
Berdasarkan pengamatan mengenai tingkahlaku istirahat ular sanca hijau di
kandang penangkaran didapatkan grafik pada Gambar 14 :
0123456789
16-1
7WIB
18-1
9WIB
20-2
1WIB
22-2
3WIB
24-0
1WIB
02-0
3WIB
04-0
5WIB
Waktu Pengamatan
Frek
uens
i (ka
li)
Aru 1Aru 2
Aru 3
Biak 1Biak 2
Biak 3
Gambar 14. Frekuensi Tingkahlaku Istirahat Ular Sanca Hijau
Dengan pengamatan selama 24 jam didapatkan persentase tingkahlaku
istirahat ular sanca hijau sebesar 34,70%, yang sebagian besar diekspresikan mulai
pukul 05.00 sampai dengan pukul 17.00 WIB. Pada grafik hanya ditampilkan pola
tingkahlaku istirahat dimulai sejak pukul 16.00 sampai dengan pukul 06.00, hal ini
karena pada pengamatan pagi dan siang hari ular hanya beristirahat konstan tanpa
melakukan gerakan apapun. Persentase tingkahlaku istirahat ular sanca hijau perekor
sebagai berikut: Aru 1 (5,70%), Aru 2 (6,50%), Aru 3 (5,70%), Biak 1 (5,60%), Biak
2 (5,60%), dan Biak 3 (5,60%), dengan rerata 5,78%, simpangan baku 0,35%, dan
koefisien keragaman 0,06.
Tingkahlaku Bergerak (Lokomotive)
Perilaku bergerak dilakukan ular sanca hijau dengan memanfaatkan otot-otot
dan sisik yang berada di sepanjang perutnya. Ular sanca hijau melakukan perilaku
tersebut pada potongan batang kayu yang dibentangkan secara horizontal didalam
kandang soliter. Ular sanca hijau bukan ular yang aktif seperti kebanyakan ular
arboreal yang lain, ular ini bergerak dengan sangat efisien. Setelah melakukan
gerakan sekali atau dua kali merayap di batang kayu maka ular sanca hijau akan
berhenti untuk beristirahat, sesekali terlihat mejulurkan lidahnya berulang-ulang
untuk merasakan keadaan sekelilingnya (Gambar 15). Selama pengamatan jarang
sekali terjadi ular sanca hijau berpindah tempat secara utuh, yang sering terjadi hanya
melakukan gerakan dengan ekor menjadi tumpuan mencengkram pada batang kayu.
Gambar 15. Tingkahlaku Bergerak
Hal ini karena luasan kandang yang kurang memadai, sehingga sulit untuk
berpindah tempat secara utuh. Gerakan lain yang sering terlihat adalah ular sanca
hijau mendorong-dorong tutup kandang, hal ini dikarenakan ular dapat merasakan
adanya aliran udara yang masuk melalui ventilasi udara disekitar tutup kandang.
0
2
4
6
8
10
12
14
16
06-0
7WIB
08-0
9WIB
10-1
1WIB
01-1
2WIB
14-1
5WIB
16-1
7WIB
18-1
9WIB
20-2
1WIB
22-2
3WIB
24-0
1WIB
02-0
3WIB
04-0
5WIB
Waktu Pengamatan
Frek
uens
i (ka
li) Aru 1Aru 2Aru 3Biak 1Biak 2Biak 3
Gambar 16. Frekuensi Tingkahlaku Bergerak Ular Sanca Hijau
Dengan pengamatan selama 24 jam didapatkan persentase tingkahlaku
bergerak ular sanca hijau sebesar 33,70%, yang sebagian besar diekspresikan mulai
pukul 17.00 sampai dengan pukul 05.00 WIB (Gambar 16). Persentase tingkahlaku
bergerak ular sanca hijau perekor sebagai berikut: Aru 1 (6,20%), Aru 2 (6,20%),
Aru 3 (6,40%), Biak 1 (4,90%), Biak 2 (4,40%), dan Biak 3 (5,60%), dengan rerata
5,62%, simpangan baku 0,81%, dan koefisien keragaman 0,14.
Tingkahlaku Memeriksa (Investigative)
Perilaku memeiksa dilkukan oleh ular sanca hijau pada saat memulai
aktivitasnya, perilaku memeriksa dilakukan antara pukul 17.00 sampai dengan 05.00
WIB. Pemeriksaan keadaan sekeliling dilakukan dengan cara memandang dan
menjulurkan lidahnya secara berulang-ulang, semakin cepat frekuensi menjulurkan
lidahnya ular akan merasakan adanya ancaman (Gambar 17). Jika dirasakan aman,
ular sanca hijau akan mulai bergerak dengan cara melata di batang kayu yang telah
disediakan. Perilaku memeriksa juga diekspresikan oleh ular sanca hijau pada saat
sebelum makan dan minum. Pakan atau air yang telah tersedia terlebih dahulu
diperhatikan dan diperiksa sebelum dikonsumsi.
Gambar 17. Tingkahlaku Memeriksa
Berdasarkan pengamatan mengenai tingkahlaku memeriksa ular sanca hijau
di kandang penangkaran didapatkan grafik pada Gambar 18 :
0
5
10
15
20
25
06-0
7WIB
08-0
9WIB
10-1
1WIB
01-1
2WIB
14-1
5WIB
16-1
7WIB
18-1
9WIB
20-2
1WIB
22-2
3WIB
24-0
1WIB
02-0
3WIB
04-0
5WIB
Waktu Pengamatan
Frek
uens
i (ka
li)
Aru 1Aru 2Aru 3Biak 1Biak 2Biak 3
Gambar 18. Frekuensi Tingkahlaku Memeriksa Ular Sanca Hijau
Dengan pengamatan selama 24 jam didapatkan persentase tingkahlaku
memeriksa ular sanca hijau sebesar 30,90%, yang sebagian besar diekspresikan
mulai pukul 17.00 sampai dengan pukul 05.00 WIB. Persentase tingkahlaku bergerak
ular sanca hijau perekor sebagai berikut: Aru 1 (5,00%), Aru 2 (5,20%), Aru 3
(5,00%), Biak 1 (7,00%), Biak 2 (2,00%), dan Biak 3 (6,70%), dengan rerata 5,15%,
simpangan baku 1,78%, dan koefisien keragaman 0,34. Pada ular Biak 2 dapat dilihat
memiliki nilai persentase yang kecil jika dibandingkan dengan ular yang lain. Hal ini
karena pada waktu pengamatan ular tersebut baru saja makan.
Tingkahlaku Minum (Ingestive)
Ular sanca hijau cukup efisien dalam menggunakan air. Selama pengamatan
jarang sekali terlihat ular sanca hijau menghampiri air minum yang tersedia di dasar
kandang, hanya lima kali tercatat ular sanca hijau minum. Perilaku minum ular sanca
hijau dilakukan dengan cara medekatkan mulutnya ke tempat air minum yang telah
disediakan kemudian lidahnya dijulurkan ke dalam air secara berulang-ulang
(Gambar 19). Selama pegamatan juga terlihat ular sanca hijau menjilat air yang
melekat pada sisi kandang.
Gambar 19. Tingkahlaku Minum
Dengan pengamatan selama 24 jam didapatkan persentase tingkahlaku
minum ular sanca hijau hanya sebesar 0,25%. Selama pengamatan hanya lima kali
tercatat ular sanca hijau minum. Dari enam ekor ular yang diamati hanya tiga ekor
ular yang tercatat melakukan tingkahlaku minum yaitu Aru 1, Aru 3, dan Biak 1.
Persentase tingkahlaku minum ular sanca hijau perekor sebagai berikut: Aru 1
(0,10%), Aru 2 (0,00%), Aru 3 (0,05%), Biak 1 (0,10%), Biak 2 (0,00%), dan Biak 3
(0,00%), dengan rerata 0,04%, simpangan baku 0,05%, dan koefisien keragaman
1,25.
Tingkahlaku Epimiletic (Merawat Tubuh)
Tingkahlaku merawat tubuh ular sanca hijau dilakukan tidak dipegaruhi oleh
waktu. Selama pengamatan tercatat hanya sembilan kali ular sanca hijau melakukan
perilaku merawat tubuhnya, yaitu dengan menguap. Perilaku menguap yaitu, ular
sanca hijau membuka mulutnya dengan cara meregangkan kedua rahangnya ke arah
atas dan bawah selama beberapa detik (Gambar 20). Perilaku menguap dilakukan
ular sanca hijau dengan tujuan untuk memperbaiki posisi rahang agar tetap berada
pada posisinya, dan untuk pertukaran antara oksigen dan karbondioksida. Selama
pengamatan sempat terlihat ular sanca hijau merawat tubuhnya dengan cara
menggesekkan bagian tubuhnya pada sisi kandang atau dengan batang kayu. Gerakan
tersebut dilakukan karena terdapat bagian tubuh ular sanca hijau yang gatal.
Gambar 20. Tingkahlaku Menguap
Dengan pengamatan selama 24 jam didapatkan persentase tingkahlaku
merawat tubuh ular sanca hijau hanya sebesar 0,45%. Selama pengamatan hanya
sembilan kali tercatat ular sanca hijau melakukan tingkahlaku merawat tubuh. Dari
enam ekor ular yang diamati hanya empat ekor ular yang tercatat melakukan
tingkahlaku merawat tubuh yaitu Aru 1, Aru 2, Aru 3, dan Biak 1. Persentase
tingkahlaku merawat tubuh ular sanca hijau perekor sebagai berikut: Aru 1 (0,15%),
Aru 2 (0,05%), Aru 3 (0,05%), Biak 1 (0,20%), Biak 2 (0,00%), dan Biak 3 (0,00%),
dengan rerata 0,07%, simpangan baku 0,08%, dan koefisien keragaman 1,14.
Tingkahlaku Makan
Ular sanca hijau termasuk satwa karnivora, yang hanya memakan daging.
Ular sanca hijau yang berada di CV Terraria Indonesia hanya diberikan pakan berupa
mencit dan tikus. Mencit dan tikus yang berfungsi sebagai pakan sebagian besar
satwa reptil yang berada di CV Terraria Indonesia merupakan hasil ternak yang
diusahakan sendiri oleh perusahaan. Mencit dan tikus yang diberikan sebagai pakan
mempunyai perbedaan ukuran sesuai dengan kebutuhan, artinya untuk ular ukuran
kecil sampai sedang diberikan pakan berupa mencit. Sedangkan untuk ular ukuran
besar diberikan pakan berupa tikus. Mencit dan tikus yang diberikan di CV Terraria
Indonesia sebagai pakan hidup (Gambar 21).
Gambar 21. Bebagai Ukuran Mencit dan Tikus Sebagai Pakan Ular
Waktu yang diperlukan pada perilaku makan sangat bervariasi, tergantung
pada kondisi ular. Selama pengamatan tercatat waktu terlama yang dibutuhkan ular
sanca hijau dalam perilaku makan adalah 75 menit oleh individu Merauke 3, hal ini
berkaitan dengan proses menelan tikus dimulai dari bagian ekor. Sedangkan waktu
tercepat adalah 27 menit oleh individu Aru 3, dan rata-rata waktu yang dibutuhkan
pada perilaku makan ini adalah 44,5 menit (Gambar 22).
05
101520253035
Meng am
ati /m
emer ik
sa
Mene rk
am/m
en ggig i t
Mem
beli t
Mene lan
Istir
ahat
Tingk ah Lak u
Wa
ktu
(m
en
it)
A ru 1
A ru 3
Biak 1
Biak 2
Biak 3
Merauke 1
Merauke 2
Merauke 3
Gambar 22. Grafik Tingkahlaku Makan Ular Sanca Hijau Waktu yang diperlukan pada perilaku makan ular sanca hijau perekor sebagai
berikut: Aru 1 (42 menit), Aru 3 (27 menit), Biak 1 (42 menit), Biak 2 (45 menit),
Biak 3 (33 menit), Merauke 1 (44 menit), Merauke 2 (48 menit), dan Merauke 3 (75
menit), dengan rerata 44,5 menit, simpangan baku 14,12 menit, dan koefisien
keragaman 0,32. Persentase tingkahlaku makan ular sanca hijau sebagai berikut:
mengamati/memeriksa (3,65%), menerkam/menggigit (2,25%), membelit (20,80%),
menelan (45,00%), dan istirahat (28,30%), dengan rerata 20,00%, simpangan baku
17,87%, dan koefisien keragaman 0,89.
Tingkahlaku mengamati/memeriksa. Pada tahap ini ular sanca hijau mengamati
dan memeriksa pakan berupa tikus dengan cara bagian depan tubuhnya membentuk
huruf ‘s’, mengarahkan padangan ke arah tutup kandang sambil menjulurkan
lidahnya secara berulang-ulang dengan frekuensi yang semakin cepat (Gambar 23).
Ular akan terus merasakan keberadaan dari mangsanya melalui panas tubuh yang
dikeluarkan dari mangsanya yang ketakutan karena adanya ancaman dari pemangsa,
sehingga membuat tikus panik dan membuat tikus semakin aktif bergerak mencari
cara untuk menghindari serangan dari pemangsa.
Gambar 23. Tingkahlaku Mengamati/Memeriksa
Semakin aktif gerakan dari mangsanya membuat keberadaannya semakin
mudah untuk dideteksi oleh ular. Rata-rata waktu yang dibutuhkan oleh satu ekor
ular sanca hijau dalam tingkahlaku mengamati atau memeriksa selama pengamatan
adalah 1,6 menit.
Tingkahlaku menerkam/menggigit. Perilaku menerkam atau menggigit ular sanca
hijau dilakukan setelah dengan pasti mengetahui jenis dan jarak mangsanya. Ular
sanca hijau mengetahui jenis dan jarak mangsanya dengan cara merasakan panas dan
bau yang dikeluarkan oleh mangsanya melalui media udara. Panas dan bau tersebut
ditangkap oleh indera perasa ular yaitu lidah yang bercabang, guna menangkapnya
secara stereo.
Gambar 24. Tingkahlaku Menerkam/Menggigit
Setelah semua partikel di udara ditangkap dengan lidah, akan ditransfer ke
unit khusus yang berada di langit-langit mulut yaitu organ jacobson. Organ jacobson
kemudian meneruskannya ke otak, yang kemudian meneruskan menjadi sebuah
tindakan menerkam/menggigit (Gambar 24). Rata-rata waktu yang dibutuhkan oleh
satu ekor ular sanca hijau dalam tingkahlaku menerkam atau menggigit selama
pengamatan adalah 1,0 menit.
Tingkahlaku membelit. Setelah menggigit mangsanya dengan cepat ular akan
membelitnya. Ular sanca hijau membelit memanfaatkan seperempat panjang tubuh
bagian depan. Ular sanca hijau membelit dengan cara melilit dengan membuat
lingkaran pada badan mangsanya (Gambar 25). Perilaku membelit ini dilakukan oleh
ular sanca hijau untuk melumpuhkan mangsanya. Mangsa akan pingsan ataupun mati
karena belitan ini, tapi tidak akan mematahkan tulang dari mangsanya.
Gambar 25. Tingkahlaku Membelit
Prinsip kerja dari belitan ini adalah ular akan merasakan detak jantung dan
gerakan yang ditimbulkan oleh mangsanya. Setiap gerakan dan detak jantung mangsa
yang dirasakan oleh ular, ular tersebut akan mengencangkan belitan sampai pada
akhirnya paru-paru korban tidak lagi dapat terisi oleh oksigen dan pada akhirnya
mati lemas atau hanya pingsan. Rata-rata waktu yang dibutuhkan oleh satu ekor ular
sanca hijau dalam tingkahlaku membelit selama pengamatan adalah 9,2 menit.
Tingkahlaku menelan. Proses menelan dilakukan setelah ular dengan pasti
mengetahui mangsanya telah pingsan atau mati. Perilaku menelan pada tahap awal
adalah melepaskan gigitan yang pertama untuk kemudian mencari bagian kepala
mangsanya, atau dengan kata lain menelan searah dengan tumbuhnya rambut atau
bulu mangsa. Hal ini dilakukan untuk memudahkan dalam proses menelan. Dalam
proses menelan ular sanca hijau dibantu dengan lekukan-lekukan tubuhnya dan
tekanan peristaltik.
Selama pengamatan hanya terdapat satu kali ular sanca hijau menelan dari
bagian ekor, hal ini memakan waktu lebih lama jika dibandingkan dengan ular yang
menelan melalui bagian kepala. Secara normal ular akan memulai menelan dari
bagian kepala mangsanya. Rata-rata waktu yang dibutuhkan oleh satu ekor ular sanca
hijau dalam tingkahlaku menelan selama pengamatan adalah 20,0 menit.
Gambar 26. Tingkahlaku Menelan
Proses tingkahlaku menelan (Gambar 26) ular sanca hijau dimulai dengan a)
setelah mendapatkan posisi kepala dari mangsanya ular sanca hijau akan memulai
menggigit, kemudian proses menelan dimulai, b) ular sanca hijau dengan mudah
melanjutkan proses menelan setelah bagian kepala mangsanya telah tertelan lebih
dahulu, c) proses menelan sudah sampai tahap akhir yaitu tinggal menyisakan bagian
kaki belakang dan ekor dari mangsanya yaitu tikus, dan d) proses menelan telah
selesai, kemudian ular sanca hijau akan kembali beristirahat dan memulai proses
pencernaan.
Tingkahlaku istirahat. Setelah selesai proses menelan, ular akan melakukan
perilaku istirahat dengan membuat gulungan. Sementara proses menelan masih
berlangsung sampai pada akhirnya posisi mangsa berada tepat di bagian perut ular
dengan bantuan tekanan selama proses menggulung pada batang kayu berlangsung.
Ular memanfaatkan tekanan yang dihasilkan dari gesekkan yang terjadi selama
proses menggulung. Rata-rata waktu yang dibutuhkan oleh satu ekor ular sanca hijau
dalam tingkahlaku istirahat selama pengamatan adalah 12,6 menit.
a b
d c
Gambar 27. Tingkahlaku Istirahat
Tingkahlaku istirahat yang dilakukan oleh ular sanca hijau setelah proses
menelan selesai dalam pengamatan ini berupa sikap ular diam menggulung tubuhnya
di batang pohon yang telah disediakan di dalam kandang (Gambar 27). Tingkahlaku
istirahat yaitu apabila ular sanca hijau menggulung tubuhnya di batang pohon dengan
posisi kepala disembunyikan atau dikeluarkan berada tepat ditengah gulungan bagian
depan, dan bagian ekor dapat disembunyikan atau dikeluarkan tepat ditengah
gulungan bagian belakang tanpa melakukan tingkahlaku lain. Sesekali dalam posisi
istirahat setelah tingkahlaku makan selesai ular sanca hijau akan menguap atau
membuka mulutnya dengan lebar. Hal ini dilakukan oleh ular sanca hijau untuk
mengembalikan letak rahangnya sehingga tepat berada di posisi yang benar, karena
selama proses menggigit dan menelan rahang atas dan bawah dari ular sanca hijau
sering kali bergeser dari posisinya untuk memudahkan dalam proses menelan,
sehingga perlu dikembalikan ke posisi semula.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Ular sanca hijau (Morelia viridis) merupakan hewan malam (nokturnal) yang
memulai aktivitas pada sore hari sampai pada pagi hari, yaitu pukul 17.00 sampai
dengan pukul 05.00 WIB. Pada pagi dan siang hari ular sanca hijau hanya
beristirahat dengan mnggulung tubuhnya pada batang kayu yang tersedia di dalam
kandang.
Tingkahlaku harian ular sanca hijau di penangkaran CV Terraria Indonesia
meliputi, istirahat (34,70%), bergerak (33,70%), memeriksa (30,90%), minum
(0,25%), dan perawatan tubuh (0,45%). Tingkahlaku makan meliputi mengamati/me-
meriksa (3,65%), menerkam/menggigit (2,25%), membelit (20,80%), menelan
(45,00%), dan istirahat (28,30%).
Perilaku makan ular sanca hijau dimulai dengan proses mengamati/me-
meriksa, menerkam/menggigit, membelit hingga mangsa pingsan atau mati,
kemudian menelannya secara utuh, setelah itu kembali istirahat. Proses menelan ular
sanca hijau dimulai dengan menelan dari bagian kepala atau sesuai dengan arah
tumbuhnya rambut atau bulu dari mangsanya. Rata-rata waktu yang dibutuhkan oleh
seekor ular sanca hijau selama melaksanakan proses tingkahlaku makan adalah 44,5
menit.
Saran
Untuk penangkaran reptil lebih diperhatikan kesejahteraannya dalam hal
penanganan, perkandangan, dan pakan baik dari segi kualitas maupun kuantitas.
Perlu diadakan penelitian lebih lanjut mengenai aspek pemuliaan, reproduksi,
penyakit, dan pengelolaan ular sanca hijau pada habitat alaminya sebagai upaya
peningkatan pengelolaan di luar habitatnya.
Pengembangan usaha-usaha penangkaran satwa reptil di CV Terraria
Indonesia dalam upaya pelestarian seyogyanya mendapat dukungan dari berbagai
pihak, seperti halnya mendukung upaya konservasi insitu dan program penyelamatan
terhadap spesies-spesies yang dilindungi, dan ada pembatasan jual-beli satwa reptil
dalam dan luar negeri.
UCAPAN TERIMAKASIH
Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
semua berkat-Nya yang telah melimpahkan karunia dan rahmat-Nya hanya dengan
pertolongan-Nya, skripsi ini dapat diselesaikan.
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada kedua orang tua yang
banyak membantu baik materi, motivasi, serta kasih sayang yang tiada henti
diberikannya. Juga kepada Ibu Dr. Ir. Hj. Sri Supraptini Mansjoer dan Bapak Prof.
drh. D.T.H Sihombing, M.Sc., Ph.D. yang telah membimbing, mengarahkan, dan
membantu penyusunan usulan proposal hingga tahap akhir penulisan skripsi. Selain
itu ucapan terima kasih disampaikan kepada Ir. Salundik, MS dan Dr. Ir. H. Rachjan
G. Pratas, M.Sc. yang telah menguji, mengkritik, dan memberikan sumbangan
pemikiran serta masukan dalam penulisan skripsi ini.
Ucapan terima kasih Penulis sampaikan juga kepada seluruh staff
menajemen CV. Terraria Indonesia yang banyak memberi bantuan dalam penelitian
ini, kepada seluruh dosen Fakultas Peternakan, teman-teman seperjuangan Teknologi
Produksi Ternak angkatan 38, teman-teman di Fakultas Peternakan, teman-teman
kost P-12, lembaga studi ular Sioux, teman-teman pedagang burung, ikan hias, dan
reptil Kartini, Hanggar, dan Barito, dan teman-teman Ikatan Pecinta Reptil Jakarta
yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Terakhir penulis ucapkan terima kasih banyak kepada civitas akademika
Fakultas Peternakan IPB. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi yang membacanya.
Bogor, September 2005
Penulis
DAFTAR PUSTAKA
Alikodra, H. S. 1980. Erosi Keanekaragaman Jenis. Makalah Seminar. PHPA, Jakarta, Indonesia.
Altman, J. 1973. Observational Study of Behaviour: Sampling Methods. University
of Chicago, Chicago, USA. Bartlett, P. and E. Wagner. 1997. Pythons: A Complete Pet Owner’s Manual.
Barron’s Educational Series, Inc., New York, USA. Carr, A. 1980. Reptilia. Pustaka Alam Life, Tira Pustaka, Jakarta, Indonesia.
Coborn, J. 1992. Boas & Pythons and Other Friendly Snakes. T.F.H. Publications, Inc., New Jersey, USA.
Departemen Kehutanan. 1997. Penangkaran Satwa. Biro Humas Departemen Kehutanan, Jakarta, Indonesia.
Geus, A. 1995. The Proper Care of Snakes. T.F.H. Publications, Inc., New Jersey, USA.
Goin. 1971. Introduction to Herpertology Second Edition. W.H. Freeman and Company, San Fransisco, USA.
Goin. 1978. Introduction to Herpertology Third Edition. W.H. Freeman and Company, San Fransisco, USA.
Gow, G. 1989. The Complete Guide to Australian Snakes. Angus and Robertson Publisher, Sidney, Australia.
Grier, J. W. 1984. Biology of Animal Behavior. Times Mirror / Mosty College Publishing, St. Louis. Missouri, USA.
Martin, P. and P. Bateson. 1993. Measuring Behaviour: An Introductory Guide. Cambridge University Press, Cambridge, UK.
Maxwell, G. 2003. The Complete Chondro: A Comprehensive Guide To The Care and Breeding of Green Tree Pythons. ECO Publising, Miami, USA.
O’ Shea, M. and T. Halliday. 2001. Reptiles and Amphibians. Dorling Kindersly, London, UK.
Schmidt, D. 1995. Breeding and Keeping Snakes. T.F.H. Publications, Inc., New Jersey, USA.
Stafford, P. J. 1986. Pythons and Boas. T.F.H. Publications, Inc., New Jersey, USA.
Stoops, E. D. and A. T. Wright. 1993. Boas & Pythons Breeding and Care. T.F.H. Publications, Inc., New Jersey, USA.
Taylor, B and M, O’Shea. 2004. The Great Big Books of Snakes & Reptiles. Hermes House Publications, London, UK.
Tinbergen, N. 1969. Perilaku Binatang. Tira Pustaka, Jakarta, Indonesia. Widensaul, S. 2004. Snakes of The World. Quantum Publishing, London, UK.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Aktivitas Harian Ular Sanca Hijau (Morelia viridis) Jenis Perilaku Waktu A B C D E 06.00-07.00 24 10 0 0 0
07.00-08.00 24 5 0 0 0
08.00-09.00 24 7 0 0 0
09.00-10.00 24 6 0 0 0
10.00-11.00 24 3 0 0 0
11.00-12.00 24 1 0 0 0
12.00-13.00 24 7 1 0 0
13.00-14.00 24 2 0 0 0
14.00-15.00 24 8 0 0 0
15.00-16.00 24 7 1 1 1
16.00-17.00 26 15 7 0 0
17.00-18.00 26 48 52 0 0
18.00-19.00 41 64 74 1 4
19.00-20.00 31 46 62 0 0
20.00-21.00 41 53 71 0 0
21.00-22.00 36 55 62 2 0
22.00-23.00 32 44 61 0 1
23.00-24.00 29 49 51 0 1
24.00-01.00 36 49 50 0 1
01.00-02.00 35 52 55 1 1
02.00-03.00 30 48 27 0 0
03.00-04.00 33 38 21 0 0
04.00-05.00 28 41 17 0 0
05.00-06.00 24 10 0 0 0
Persentase (%) 34,70 33,70 30,90 0,25 0,45
Keterangan
A = tingkahlaku istirahat
B = tingkahlaku berpindah tempat (lokomotive)
C = tingkahlaku memeriksa (investigative)
D = tingkahlaku minum (ingestive)
E = tingkahlaku merawat tubuh (epimiletic)
Lampiran 2. Tingkahlaku Makan Ular Sanca Hijau (Morelia viridis)
Jenis Perilaku Individu A B C D E Aru 1 1 1 6 13 21
Aru 3 1 1 5 14 6
Biak 1 1 1 17 17 6
Biak 2 1 1 7 19 17
Biak 3 1 1 12 13 6
Merauke 1 1 1 4 24 14
Merauke 2 1 1 6 27 13
Merauke 3 6 1 17 33 18
Persentase (%) 3,65 2,25 20,80 45,00 28,30 Keterangan
A = mengamati/memeriksa
B = menerkam/menggigit
C = membelit
D = menelan
E = istirahat