tindak tutur direktif guru sma muhammadiyah 1 … · “ barang siapa beriman kepada allah dan hari...

87
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i TINDAK TUTUR DIREKTIF GURU SMA MUHAMMADIYAH 1 KARANGANYAR (Dalam Pembelajaran di Kelas XI) Skripsi oleh : NUNING TRI MARDIASTUTI X1206039 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011

Upload: dinhtuong

Post on 25-Mar-2019

216 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: TINDAK TUTUR DIREKTIF GURU SMA MUHAMMADIYAH 1 … · “ Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, berbicaralah yang baik-baik, kalau tidak mampu, maka diamlah saja.” (HR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

i

TINDAK TUTUR DIREKTIF

GURU SMA MUHAMMADIYAH 1 KARANGANYAR

(Dalam Pembelajaran di Kelas XI)

Skripsi

oleh :

NUNING TRI MARDIASTUTI X1206039

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2011

Page 2: TINDAK TUTUR DIREKTIF GURU SMA MUHAMMADIYAH 1 … · “ Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, berbicaralah yang baik-baik, kalau tidak mampu, maka diamlah saja.” (HR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ii

TINDAK TUTUR DIREKTIF

GURU SMA MUHAMMADIYAH 1 KARANGANYAR

(Dalam Pembelajaran di Kelas XI)

Skripsi

Ditulis dan Diajukan untuk Memenuhi Syarat Mendapatkan

Gelar Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni

oleh :

NUNING TRI MARDIASTUTI NIM X 1206039

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2011

Page 3: TINDAK TUTUR DIREKTIF GURU SMA MUHAMMADIYAH 1 … · “ Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, berbicaralah yang baik-baik, kalau tidak mampu, maka diamlah saja.” (HR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iii

PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji

Skripsi Program Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Keguruan dan

Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret.

Persetujuan Pembimbing

Pembimbing I, Pembimbing II, Drs. H. Purwadi Drs. Slamet Mulyono, M. Pd. NIP 195401031981031003 NIP 196207281990031002

Page 4: TINDAK TUTUR DIREKTIF GURU SMA MUHAMMADIYAH 1 … · “ Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, berbicaralah yang baik-baik, kalau tidak mampu, maka diamlah saja.” (HR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iv

PENGESAHAN

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas

Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret dan diterima untuk

memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.

Pada hari :

Tanggal :

Tim penguji skripsi:

Nama Terang Tanda Tangan

Ketua : Dra. Raheni Suhita, M. Hum. ......................

Sekretaris : Sri Hastuti, S. S., M. Pd. ......................

Anggota I : Drs. Purwadi. ......................

Anggota II : Drs. Slamet Mulyono, M. Pd. ......................

Disahkan oleh

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Sebelas Maret

Dekan,

Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M. Pd. NIP 196007271987021001

Page 5: TINDAK TUTUR DIREKTIF GURU SMA MUHAMMADIYAH 1 … · “ Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, berbicaralah yang baik-baik, kalau tidak mampu, maka diamlah saja.” (HR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

v

ABSTRAK Nuning Tri Mardiastuti. X 1206039. TINDAK TUTUR DIREKTIF GURU SMA MUHAMMADIYAH 1 KARANGANYAR (Dalam Pembelajaran di Kelas XI). Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sebelas Maret Surakarta, Maret 2011.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan: (1) penerapan

prinsip kesantunan dalam tindak tutur direktif yang digunakan guru SMA Muhammadiyah 1 Karanganyar, (2) penerapan prinsip kerja sama dalam tindak tutur direktif yang digunakan guru SMA Muhammadiyah 1 Karanganyar. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Sumber data yang digunakan adalah peristiwa pembelajaran di kelas, rekaman ujaran yang muncul ketika pembelajaran, dan informan. Objek penelitian adalah Guru di SMA Muhammadiyah 1 Karanganyar, khususnya kelas XI ICT 1 dan XI IPS SK 2. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan tiga cara yaitu observasi, transkip, dan wawancara. Validitas data diuji dengan menggunakan triangulasi data dan triangulasi metode, yaitu menggunakan beberapa sumber dan metode untuk mengecek keabsahan data tersebut. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis interaktif yang terdiri dari tiga komponen yang saling berinteraksi, yaitu reduksi data, display data, dan penarikan kesimpulan. Berdasarkan data penelitian dapat disimpulkan: (1) dalam pembelajaran di SMA Muhammadiyah 1 Karanganyar ditemukan tuturan-tuturan yang mematuhi dan melanggar maksim-maksim dalam prinsip kerja sama. Seorang penutur tidak harus selalu mematuhi seluruh maksim dalam prinsip kerja sama dalam berkomunikasi. Maksim yang dilanggar dalam prinsip kerja sama adalah maksim kuantitas. Penutur memberikan keterangan lebih banyak daripada yang dibutuhkan dalam komunikasi. Hal ini terjadi karena dalam menyampaikan materi penutur cenderung mengemukakan sesuatu yang akan dipertuturkan secara panjang lebar. Hal ini wajar karena dalam berkomunikasi seorang penutur tidak hanya harus memperhatikan maksim-maksim dalam prinsip kerja sama saja, tetapi juga harus memperhatikan maksim-maksim dalam prinsip sopan santun. Maksim yang dipatuhi adalah maksim relevansi. Hal ini wajar mengingat keterangan yang diberikan dalam komunikasi haruslah sesuatu yang nyata dan sesuai dengan fakta sesungguhnya. (2) dalam pembelajaran di SMA Muhammadiyah 1 Karanganyar ditemukan tuturan-tuturan yang mematuhi dan melanggar maksim-maksim dalam prinsip kesantunan. Secara konversasional seorang penutur dimungkinkan untuk tidak selalu mematuhi seluruh maksim dalam prinsip sopan santun. Ada kalanya seorang penutur melanggar salah satu atau lebih maksim dalam prinsip sopan santun. Hal ini terjadi karena dalam bertutur seorang penutur tidak hanya memperhatikan penerapan prinsip kesantunan saja tetapi juga memperhatikan penerapan prinsip kerja sama.

Page 6: TINDAK TUTUR DIREKTIF GURU SMA MUHAMMADIYAH 1 … · “ Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, berbicaralah yang baik-baik, kalau tidak mampu, maka diamlah saja.” (HR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vi

MOTTO

“ Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, berbicaralah yang baik-baik,

kalau tidak mampu, maka diamlah saja.”

(HR. Bukhari-Muslim)

Page 7: TINDAK TUTUR DIREKTIF GURU SMA MUHAMMADIYAH 1 … · “ Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, berbicaralah yang baik-baik, kalau tidak mampu, maka diamlah saja.” (HR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vii

PERSEMBAHAN

Kupersembahkan karya ini sebagai wujud syukur

dan terima kasihku kepada:

1. Kedua orang tuaku, Bapak Wagimin dan Ibu

Sumarsi atas dukungan, kasih sayang, doa

yang tak akan pernah putus;

2. Kakakku Didik, Wiwik, dan Budi yang

selalu memberiku semangat dan keceriaan;

3. Sahabatku (Fyna, Aileen, Wiwit, Niken,

Anna, Rika) semoga persahabatan kita tak

terpisahkan karena jarak;

4. Temanku curhat Pak Parno, Rumi, Murtini,

dan Narsi yang selalu memberiku semangat;

5. Calon Imamku yang selalu memberiku doa

serta semangat; dan

6. Almamater.

Page 8: TINDAK TUTUR DIREKTIF GURU SMA MUHAMMADIYAH 1 … · “ Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, berbicaralah yang baik-baik, kalau tidak mampu, maka diamlah saja.” (HR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

viii

KATA PENGANTAR

Puji syukur peneliti panjatkan ke hadirat Tuhan yang Maha Esa karena

atas rahmat dan karunia-Nya, skripsi ini dapat peneliti selesaikan. Skripsi ini

peneliti tulis dan ajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar

Sarjana Pendidikan.

Banyak hambatan dalam penyelesaian skripsi ini, namun berkat bantuan

dari berbagai pihak, akhirnya kesulitan-kesulitan tersebut dapat teratasi. Untuk itu,

peneliti menyampaikan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M. Pd. selaku Dekan Fakultas Keguruan

dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah

memberikan izin penyusunan skripsi ini;

2. Drs. Suparno, M. Pd. selaku Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni FKIP

Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan persetujuan

penyusunan skripsi ini;

3. Drs. Slamet Mulyono, M. Pd., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa

dan Sastra Indonesia dan selaku Pembimbing Skripsi II yang telah

memberikan bimbingan, dukungan dan motivasi selama menyusun skripsi

serta izin untuk menyusun skripsi ini;

4. Drs. Yant Mujiyanto, M. Pd. selaku Pembimbing Akademik yang senantiasa

memantau kegiatan akademik dan memberikan nasihat, saran, dan bimbingan

kepada peneliti selama kuliah;

5. Drs. H. Purwadi, M. Pd. selaku Pembimbing Skripsi I yang telah memberikan

bimbingan dan arahan dengan sabar kepada penulis sehingga skripsi ini dapat

diselesaikan dengan lancar;

6. Alim Sukarno, S. Pd. selaku Kepala Sekolah SMA Muhammadiyah 1

Karanganyar yang telah memberikan izin untuk melaksanakan penelitian;

7. Wahyu Lestari, S.Pd. dan Ngadimin, S. Pd. selaku guru kelas XI SMA

Muhammadiyah 1 Karanganyar yang telah banyak membantu dan berperan

aktif dalam proses penelitian; dan

Page 9: TINDAK TUTUR DIREKTIF GURU SMA MUHAMMADIYAH 1 … · “ Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, berbicaralah yang baik-baik, kalau tidak mampu, maka diamlah saja.” (HR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ix

8. Berbagai pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi ini, yang tidak

dapat peneliti sebutkan satu persatu.

Semoga kebaikan semua pihak tersebut mendapatkan balasan terbaik dari

Tuhan Yang Maha Esa.

Surakarta,

Peneliti

Page 10: TINDAK TUTUR DIREKTIF GURU SMA MUHAMMADIYAH 1 … · “ Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, berbicaralah yang baik-baik, kalau tidak mampu, maka diamlah saja.” (HR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

x

DAFTAR ISI

Halaman JUDUL ...................................................................................................... i

PENGAJUAN ........................................................................................... ii

PERSETUJUAN ........................................................................................ iii

PENGESAHAN ......................................................................................... iv

ABSTRAK ................................................................................................ v

MOTTO ..................................................................................................... vi

PERSEMBAHAN ...................................................................................... vii

KATA PENGANTAR ............................................................................... viii

DAFTAR ISI .............................................................................................. x

DAFTAR GAMBAR ................................................................................. xii

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. xiii

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah .................................................................. 1

B. Rumusan Masalah ........................................................................... 6

C. Tujuan Penelitian ............................................................................ 6

D. Manfaat Penelitian .......................................................................... 6

BAB II . LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka ............................................................................. 8

1. Hakikat Pragmatik ..................................................................... 8

2. Tindak Tutur.............................................................................. 9

3. Tindak Tutur Direktif ................................................................ 13

4. Situasi Tutur .............................................................................. 16

5. Prinsip-prinsip Berkomunikasi ................................................. 17

B. Penelitian yang Relevan .................................................................. 39

C. Kerangka Berpikir ........................................................................... 41

BAB III . METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian ......................................................... 43

B. Bentuk dan Strategi Penelitian ........................................................ 43

C. Sumber Data .................................................................................... 44

Page 11: TINDAK TUTUR DIREKTIF GURU SMA MUHAMMADIYAH 1 … · “ Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, berbicaralah yang baik-baik, kalau tidak mampu, maka diamlah saja.” (HR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xi

D. Teknik Pengumpulan Data .............................................................. 44

E. Validitas Data .................................................................................. 45

F. Teknik Analisis Data ....................................................................... 45

G. Prosedur Penelitian.......................................................................... 47

BAB IV . HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Lokasi Penelitian............................................................. 50

B. Hasil penelitian................................................................................ 52

1. Penerapan Prinsip Kesantunan .................................................. 53

2. Penerapan Prinsip Kerja sama................................................ ... 60

C. Pembahasan ..................................................................................... 67

1. Penerapan Prinsip Kesantunan ................................................. 67

2. Penerapan Prinsip Kerja sama............................................... ... 69

BAB V. SIMPULAN , IMPLIKASI , DAN SARAN

A. Simpulan ......................................................................................... 71

B. Implikasi .......................................................................................... 72

C. Saran ................................................................................................ 73

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Page 12: TINDAK TUTUR DIREKTIF GURU SMA MUHAMMADIYAH 1 … · “ Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, berbicaralah yang baik-baik, kalau tidak mampu, maka diamlah saja.” (HR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Kerangka Berpikir ................................................................................... 42

2. Model Analisis Interaktif ........................................................................ 47

Page 13: TINDAK TUTUR DIREKTIF GURU SMA MUHAMMADIYAH 1 … · “ Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, berbicaralah yang baik-baik, kalau tidak mampu, maka diamlah saja.” (HR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

LAMPIRAN 1. TRANSKRIP REKAMAN ................................................. 77

LAMPIRAN 2. CATATAN LAPANGAN .................................................... 94

LAMPIRAN 3. INSTRUMEN WAWANCARA ........................................... 104

LAMPIRAN 4. LAPORAN HASIL WAWANCARA ................................... 111

LAMPIRAN 5. FOTO .................................................................................... 121

Page 14: TINDAK TUTUR DIREKTIF GURU SMA MUHAMMADIYAH 1 … · “ Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, berbicaralah yang baik-baik, kalau tidak mampu, maka diamlah saja.” (HR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ABSTRACT Nuning Tri Mardiastuti. X 1206039. DIRECTIVE SPEECH ACT OF TEACHERS OF SMA MUHAMMADIYAH 1 KARANGANYAR (In Learning Process in XI Class). Thesis, Surakarta: Teacher Training and Education Faculty. Surakarta Sebelas Maret University, March 2011.

The objective of research is to describe: (1) the application of politeness principle in directive speech act used by the teachers of SMA Muhammadiyah 1 Karanganyar and (2) the application of cooperative principle in directive speech act used by the teachers of SMA Muhammadiyah 1 Karanganyar. This research employed a descriptive qualitative method with case study approach. The data source employed was learning event in the class, the recording of speech emerging during learning, and informant. The object of research was teachers of SMA Muhammadiyah 1 Karanganyar, particularly in XI ICT 1 and XI IPS SK 2 classes. Techniques of collecting data used were observation, transcription, and interview. The data validity was tested using data and method triangulation, namely using several sources and methods to validate the data. Technique of analyzing data used was an interactive analysis consisting of three interrelated components: data reduction, data display, and conclusion drawing. Considering the data of research, it can be concluded that: (1) in learning in SMA Muhammadiyah 1 Karanganyar, it can be found the speech act complying with and breaking the maxims in cooperative principle. A speaker should not always comply with all maxims in the cooperative principle in communication. The maxim broken in cooperative principle is maxim of quantity. The speaker gives information more than needed in communication. It occurs because in delivering the material, the speaker tends to explain something to be spoke of in detail. It is reasonable because in communicating, a speaker should not only consider the maxims in cooperative principle, but also those in politeness principles. The maxim complied with is maxim of relevance. It is reasonable recalling the information given in communication should be real and corresponding to the actual fact. (2) In learning in SMA Muhammadiyah 1 Karanganyar, it can be found the speech complying with and breaking the maxims in politeness principle. Conventionally, a speaker is likely not complying with all maxims in politeness principle. Sometimes, a speaker breaks one or more maxims in politeness principle. It is because in speaking, a speaker not only considers the application of politeness principle but also the application of cooperative principle.

Page 15: TINDAK TUTUR DIREKTIF GURU SMA MUHAMMADIYAH 1 … · “ Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, berbicaralah yang baik-baik, kalau tidak mampu, maka diamlah saja.” (HR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Bahasa merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat,

manusia tidak pernah terlepas dari pemakaian bahasa. Manusia sebagai makhluk

sosial pada dasarnya selalu menginginkan adanya kontak dengan manusia lain,

sedangkan alat yang paling efektif untuk keperluan itu adalah bahasa, dengan

bahasa seseorang dapat menunjukkan peranan dan keberadaannya dalam

lingkungan. Pemakaian bahasa dapat dijumpai dalam berbagai segi kehidupan.

Kenyataan menunjukkan bahwa pemakaian bahasa dalam suatu segi kehidupan

yang satu berbeda dengan pemakaian bahasa dalam segi kehidupan yang lain.

Termasuk di dalamnya bahasa yang dipakai dalam suatu pembelajaran di lembaga

pendidikan.

Keberhasilan suatu program pembelajaran ditentukan oleh beberapa

komponen dan semua komponen tersebut harus saling berinteraksi. Salah satu

komponen tersebut adalah bahasa. Sejalan dengan pendpat di atas Nababan (1987:

68) berpendapat bahwa alat terutama dalam interaksi belajar mengajar antara

murid, guru, dan pelajaran adalah bahasa, dalam proses belajar mengajar

terjadilah komunikasi timbal balik atau komunikasi dua arah antara guru dan

siswa atau siswa dengan siswa.

Proses belajar mengajar akan berjalan efektif jika guru dan siswa

menggunakan bahasa Indonesia secara baik dan benar, dalam hal ini guru dituntut

untuk terampil dalam berkomunikasi agar apa yang disampaikan dapat dimengerti

dan dipahami siswa. Pada umumnya masyarakat Indonesia terlebih dahulu

mengenal bahasa daerah sebelum mengenal bahasa Indonesia sehingga bahasa

daerah berfungsi sebagai bahasa pertama yang digunakan sebagai alat komunikasi

sehari-hari dalam suatu etnik tertentu, sedangkan bahasa Indonesia sebagai bahasa

kedua mengalami kontak bahasa dengan bahasa daerah. Salah satu contohnya

adalah tindak tutur guru dalam proses pembelajaran di SMA Muhammadiyah 1

Karanganyar seperti yang penulis teliti.

Page 16: TINDAK TUTUR DIREKTIF GURU SMA MUHAMMADIYAH 1 … · “ Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, berbicaralah yang baik-baik, kalau tidak mampu, maka diamlah saja.” (HR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2

Masyarakat pengguna bahasa dalam situasi tertentu dan untuk mencapai

tujuan tertebtu akan selalu berusaha memilih dan menggunakan kaidah-kaidah

tuturan yang sesuai dengan peraturan. Selain itu, masyarakat pengguna bahasa

juga harus memperhatikan tata cara berbahasa yang disesuaikan dengan norma

atau aspek sosial dan budaya yang ada dalam masyarakat tertentu. Apabila tata

cara berbahasa seseorang tidak sesuai dengan norma sosial dan budaya, ia akan

mendapat nilai negatif, misalnya dikatakan orang yang tidak santun, sombong,

angkuh, egois, tidak beradat, bahkan tidak berbudaya (Muslich, 2006: 2).

Pakar bahasa menyadari perlunya perhatian terhadap dimensi

kemasyarakatan bahasa, termasuk di dalamnya aspek sosial dan budaya. Hal ini

dikarenakan dimensi kemasyarakatan tersebut bukan sekedar memberi makna

terhadap bahasa, tetapi juga menyebabkan terjadinya ragam bahasa dan juga

sebagai indikasi situasi berbahasa serta mencerminkan tujuan, topik, aturan-

aturan, dan modus pemakaian bahasa. Pemakaian bahasa tidak terpisah dari

interaksi sosial, kebudayaan, dan kepribadian. Interaksi sosial merupakan sarana

pokok bagi masyarakat untuk menafsirkan peristiwa-peristiwa sehari-hari dan

menggunakan makna tersebut sebagai sumber pemahaman terhadap berbagai

kegiatan.

Bahasa pada prinsipnya merupakan alat untuk berkomunikasi dan alat

untuk menunjukkan identitas masyarakat pemakai bahasa. Masyarakat tutur

merupakan masyarakat yang timbul karena rapatnya komunikasi atau integrasi

simbolis dengan tetap menghormati kemampuan komunikatif penuturnya, tanpa

mengingat jumlah bahasa atau variabel bahasa yang digunakan. Misalnya,

masyarakat Jawa menggunakan bahasa tidak hanya sekedar untuk alat

berkomunikasi, tetapi juga sebagai identitas dan parameter kesantunan dalam

berkomunikasi. Norma kesantunan tampak dari perilaku verbal maupun perilaku

nonverbalnya. Perilaku verbal dalam fungsi direktif misalnya, terlihat pada

bagaimana penutur mengungkapkan perintah, nasihat, permohonann permintaan,

keharusan atau larangan melakukan sesuatu kepada mitra tutur. Adapun perilaku

nonverbal tampak dari gerak gerik fisik yang menyertainya. Norma sosiokultural

menghendaki agar manusia bersikap santun dalam berinteraksi dengan sesamanya.

Page 17: TINDAK TUTUR DIREKTIF GURU SMA MUHAMMADIYAH 1 … · “ Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, berbicaralah yang baik-baik, kalau tidak mampu, maka diamlah saja.” (HR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

3

Hal penting yang berkenaan dengan keberhasilan pengaturan interaksi

sosial melalui bahasa adalah strategi-strategi yang mempertimbangkan status

penutur dan mitra tutur. Keberhasilan menggunakan strategi-strategi ini

menciptakan suasana santun yang memungkinkan interaksi sosial berlangsung

tanpa mempermalukan penutur dan mitra tutur. Tata cara berbahasa, termasuk

santun berbahasa sangat penting diperhatikan oleh para peserta komunikasi

(penutur dan mitra tutur) untuk kelancaran komunikasinya. Misalnya, dalam

masyarakat Jawa, seorang penutur tidak akan menyatakan maksudnya hanya

dengan mengandalkan pikiran (rasionya), tetapi yang lebih penting adalah

perasaanya (angon rasa). Angon rasa tersebut merupakan komunikasi yang

dilakukan dengan menjaga perasaan mitra tutur. Meskipun informasi yang

disampaikan didukung oleh data dan realita, tetapi jika waktu menyampaikannya

tidak tepat, harus ditunda terlebih dahulu. Jika prinsip ini dilanggar, kemungkinan

besar komunikasi dapat gagal mencapai tujuan (Pranowo, 2009: 45). Hal ini tidak

hanya terjadi dalam komunikasi sosial, tetapi juga dalam komunikasi formal

ataupun komunikasi akademik supaya selalu tercipta suasana tutur yang harmonis.

Bahasa dengan segala bentuk pemakaian, konteks, dan situasinya sangat

menarik untuk dijadikan bahan penalitian, termasuk kesantunan berbahasa. Untuk

menjalin hubungan yang “mesra” dan demi “keselamatan” dalam berkomunikasi

perlu dipertimbangkan segi kesantunan berbahasa. Dewasa ini kita sering

mendengar kebanyakan orang menggunakan bahasa yang kurang sopan,

khususnya generasi muda. Bahasa yang digunakannya sering memancing emosi

seseorang sehingga menimbulkan keributan atau perselisihan, termasuk fenomena

berbahasa di kalangan siswa yang menanggalkan nilai-nilai kesantunan berbahasa

sebagai akibat pergeseran nilai di tengah masyarakat yang semakin mengglobal

ini.

Pembelajaran akan mudah dilakukan jika murid-muridnya sejak kecil

sudah terbiasa untuk berbahasa Indonesia atau bahkan menjadi bahasa

pertamanya. Akan tetapi, hal tersebut menjadi sebuah permasalahan tersendiri jika

murid-muridnya belum terbiasa menggunakan bahasa Indonesia sebagai alat

komunikasi sehari-hari. Misalnya anak-anak yang tinggal di daerah pedesaan,

Page 18: TINDAK TUTUR DIREKTIF GURU SMA MUHAMMADIYAH 1 … · “ Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, berbicaralah yang baik-baik, kalau tidak mampu, maka diamlah saja.” (HR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

4

meraka belum menggunakan bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi. Berkaitan

dengan hal ini, Soemiarti (2003: 37) berpendapat bahwa guru hendaknya peka

terhadap kondisi anak yang memiliki kemampuan berbahasa Indonesia berbeda

yang disebabkan karena datang dari daerah sehingga terhambat sosialisasinya.

Kesantunan berbahasa dapat dipandang sebagai usaha untuk menghindari

konflik antara penutur dengan mitra tutur. Kesantunan berbahasa merupakan hasil

pelaksanaan kaidah yaitu kaidah sosial, dan hasil pemilihan strategi komunikasi.

Kesantunan berbahasa penting di mana pun individu berada. Setiap anggota

masyarakat percaya bahwa kesantunan berbahasa yang diterapkan mencerminkan

budaya suatu masyarakat. Setiap masyarakat selalu ada hierarki sosial yang

dikenakan pada kelompok anggota masyarakat, karena mereka telah menetukan

penilaian tertentu, misalnya, antara guru dan siswa, orang tua dan anak muda,

pemimpin dan yang dipimpin, majikan dan buruh, serta status lainnya. Selain itu

faktor konteks juga menyebabkan kesantunan berbahasa karena pada dasarnya

prinsip kesantunan berbahasa tersebut merupakan kaidah berkomunikasi untuk

menjaga keseimbangan sosial, psikologis, dan keramahan hubungan antara

penutur dan mitra tutur.

Berdasarkan pernyataan di atas kebutuhan akan hadirnya sosiopragmatik

makin terasa. Apalagi, kita sering menghadapi berbagai masalah kebahasaan yang

ternyata tidak cukup diselesaikan hanya dengan pendekatan linguistik, tetapi

memerlukan pula pertimbangan-pertimbangan nonlinguistik, seperti disiplin ilmu

sosiologi dan pragmatik. Masalah demikian timbul karena studi bahasa itu sendiri

cenderung bersifat multidisipliner. Selain itu, juga karena adanya kenyatan-

kenyataan Bahwa (1) bahasa itu selalu berubah sejalan dengan perubahan

masyarakat pemakainya, (2) perubahan bahasa itu terjadi sebagaia akibata adanya

perubahan nilai masyarakat terhadap bahasa yang dipakainya, dan (3) perubahan

nilai tersebut bersumber pada perubahan-perubahan sosial budaya yang dimiliki

oleh masyarakat tersebut. Di dalam masyarakat seseorang tidak lagi dipandang

sebagai anggota kelompok sosial. Oleh sebab itu, bahasa dan pemakaiannya tidak

diamati secara individual, melainkan selalu dihubungkan dengan kegiatan di

masyarakat (Lubis, 1993: 124). Dengan kata lain, bahasa tidak saja dipandang

Page 19: TINDAK TUTUR DIREKTIF GURU SMA MUHAMMADIYAH 1 … · “ Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, berbicaralah yang baik-baik, kalau tidak mampu, maka diamlah saja.” (HR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

5

sebagai gejala individual, tetapi juga merupakan gejala sosial, termasuk fenomena

kesantunan berbahasa Indonesia di lingkungan sekolah.

Penelitian kesantunan berbahasa Indonesia ini akan dibatasi bentuk

tuturan direktif dalam pembelajaran di kelas. Tindak tutur direktif tersebut

merupakan salah satu tindak tutur yang sangat penting dan banyak digunakan oleh

sekelompok penutur untuk melaksanakan tugas-tugasnya, seperti halnya di

lingkungan sekolah pada saat kegiatan belajar-mengajar. Tindak tutur direktif

sangat mendominasi dalam kegiatan belajar-mengajar di sekolah yang menarik

adalah untuk mengungkapkan maksud yang sama, misalnya ‘perintah penutur

kepada mitra tutur’, ternyata dapat dibanggun atau direalisasikan dengan

menggunakan bentuk-bentuk afirmatif, imperatif, bahkan bentuk interogatif.

Sehubungan dengan hal tersebut di atas, sangatlah beralasan jika, Leech

(1983: 121) menyatakan bahwa prinsip sopan santun berbahasa tidak boleh

dianggap sebagai sebuah prinsip yang sekedar ditambahkan saja pada prinsip

kerja sama, tetapi prinsip sopan santun ini merupakan prinsip berkomunikasi

penting yang dapat menyelamatkan prinsip kerja sama dari suatu kesulitan yang

serius. Oleh karena itu diasumsikan bahwa prinsip kerja sama kedudukannya

sangat penting, tetapi pertimbangan prinsip kesantunan tampaknya tidak dapat

dikesampingkan begitu saja, apalagi dalam interaksi belajar-mengajar antara guru

dan siswa ataupun antarsiswa di lingkungan sekolah.

Agar penelitian ini lebih mendalam, peneliti membatasi permasalahan

yang akan dikaji, adapun pembatasan tersebut, yaitu (1) penarapan prinsip

kesantunan dalam berbahasa; dan (2) penerapan prinsip kerja sama dalam

berbahasa.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah penerapan prinsip kesantunan dalam tindak tutur direktif yang

digunakan guru SMA Muhammadiyah 1 Karanganyar?

2. Bagaimanakah penerapan prinsip kerja sama dalam tindak tutur direktif yang

digunakan guru SMA Muhammadiyah 1 Karanganyar?

Page 20: TINDAK TUTUR DIREKTIF GURU SMA MUHAMMADIYAH 1 … · “ Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, berbicaralah yang baik-baik, kalau tidak mampu, maka diamlah saja.” (HR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

6

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan khusus dari penelitian ini bertujuan untuk

mendiskripsikan:

1. Penerapan prinsip kesantunan dalam tindak tutur direktif yang digunakan guru

SMA Muhammadiyah 1 Karanganyar.

2. Penerapan prinsip kerja sama dalam tindak tutur direktif yang digunakan guru

SMA Muhammadiyah 1 Karanganyar.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Manfaat Teoretis

a. Memperluas pengetahuan dan wawasan mengenai tindak tutur, khususnya

penerapan prinsip kesantunan yang digunakan guru dalam pembelajaran di

SMA.

b. Menambah wawasan mengenai tindak tutur para siswa.

c. Menambah kekayaan penelitian di bidang pragmatik.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Guru

1) Guru dapat menggunakan bahasa yang komunikatif dalam

pembelajaran sehingga apa yang disampaikan dapat diterima dengan

baik.

2) Guru dapat membiasakan siswa untuk belajar menggunakan tindak

tutur dengan santun.

b. Bagi Orang Tua Murid

1) Dengan mengetahui tuturan anak, orang tua dapat membiasakan

menggunakan tuturan yang baik.

2) Dengan mengetahui arti penting bertutur, maka orang tua dapat

melakukan upaya tertentu agar merangsang anak untuk berbicara

dengan santun.

Page 21: TINDAK TUTUR DIREKTIF GURU SMA MUHAMMADIYAH 1 … · “ Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, berbicaralah yang baik-baik, kalau tidak mampu, maka diamlah saja.” (HR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

7

c. Bagi Peneliti

Penelitian ini dapat memperdalam pengetahuan tentang fenomena

pemakaian tindak tutur direktif.

Page 22: TINDAK TUTUR DIREKTIF GURU SMA MUHAMMADIYAH 1 … · “ Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, berbicaralah yang baik-baik, kalau tidak mampu, maka diamlah saja.” (HR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

8

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Pragmatik

Levinson (1983: 27) mendefinisikan pragmatik adalah penelitian atau

kajian di bidang dieksis atau implikatur, praanggapan, pertuturan atau tindak

bahasa, dan struktur wacana. Leech (1993: 8), mengemukakan pragmatik adalah

bidang linguistik yang mengkaji makna dalam hubungannya dengan situasi-situasi

tutur (speech situations). Hal ini berarti bahwa makna dalam pragmatik adalah

makna eksternal, makna yang terkait konteks, atau makna yang bersifat triadis

(Wijana, 1996: 2-3). Gunarwan (1994: 83) mendefinisikan pragmatik sebagai

bidang linguistik yang mengkaji maksud ujaran.

Kridalaksana (1984: 159) menjelaskan pengertian pragmatik

(pragmatics), yaitu (1) cabang semiotik yang mempelajari asal-usul, pemakaian

dan akibat lambang dan tanda; (2) ilmu yang menyelidiki peraturan, konteksnya,

dan maknanya. Nababan (1987: 1) memakai istilah pragmatik secara lebih luas

yang mengacu pada ”aturan-aturan pemakaian bahasa, yaitu pemilihan bentuk

bahasa dan penentuan maknanya sehubungan dengan maksud pembicara sesuai

dengan konteks dan keadaan”.

Pragmatik adalah studi tentang hubungan antara bentuk-bentuk linguistik

dan pemakai bentuk-bentuk itu. Manfaat belajar bahasa melalui pragmatik adalah

bahwa seseorang dapat bertutur kata tentang makna yang dimaksudkan orang,

asumsi mereka, maksud atau tujuan mereka, dan jenis-jenis tindakan (sebagai

contoh: permohonan) yang mereka perlihatkan ketika mereka sedang berbicara.

Kerugian yang besar adalah bahwa semua konsep manusia ini sulit dianalisis

dalam suatu cara konsisten dan objektif.

Page 23: TINDAK TUTUR DIREKTIF GURU SMA MUHAMMADIYAH 1 … · “ Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, berbicaralah yang baik-baik, kalau tidak mampu, maka diamlah saja.” (HR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

9

2. Hakikat Tindak Tutur

a. Bentuk Tindak Tutur

Tindak tutur lokusi adalah tindak tutur untuk menyatakan sesuatu.

Tindak tutur ini disebut sebagai the acts of saying something. Konsep ini

berkaitan dengan proposisi kalimat, yaitu di dalamnya terdapat subjek atau topik

dan predikat atau comment. Tindak tutur ini berwujud tindak bertutur dengan

fonem, kata, frasa, dan kalimat bahkan sampai dengan wacana sesuai dengan

makna yang dikandung dalam konstruksi fonem, kata, frasa, kalimat, dan wacana

itu. Dalam tindak tutur ini tidak dipermasalahkan maksud dan fungsi tuturan yang

dikemukakan oleh penutur. Semata-mata hanya dimaksudkan untuk memberi tahu

mitra tutur bahwa pada saat penutur bertutur Ada iklan melintang di jalan Gajah

Mada berarti ‘penutur mengetahui ada iklan melintang di jalan Gajah Mada. Oleh

sebab itu tuturan ini di dalam studi pragmatik dianggap kurang menarik sebab

tidak terdapatnya maksud interpersonal.

Tindak tutur ilokusi dimaksudkan untuk menyatakan sesuatu dan

melakukan sesuatu. Oleh karena itu, tindak tutur ini dinamakan sebagai the acts of

doing something. Untuk menafsirkan tindak tutur ilokusi ini diperlukan

pemahaman terhadap situasi tutur. Jadi, tuturan Ada iklan melintang di jalan

Gajah Mada bukan semata-mata dimaksudkan untuk memberi tahu terdapatnya

iklan yang melintang di jalan Gajah Mada, namun lebih dari itu bahwa maksud

yang hendak dituju adalah penutur menginginkan mitra tutur melakukan tindakan

menurunkan iklan yang melintang di jalan Gajah Mada.

Tuturan perlokusi mempunyai pengaruh (perlocitionary force) terhadap

mitra tutur. Untuk itu, tindak ini dinamakan dengan the act of effecting some one.

Tindak tutur ini dituturkan oleh penutur untuk menumbuhkan pengaruh (effect)

kepada mitra tutur. Jadi, tuturan Ada iklan melintang di jalan Gajah Mada,

misalnya dapat digunakan untuk menumbuhkan pengaruh rasa takut kepada mitra

tutur.

Page 24: TINDAK TUTUR DIREKTIF GURU SMA MUHAMMADIYAH 1 … · “ Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, berbicaralah yang baik-baik, kalau tidak mampu, maka diamlah saja.” (HR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

10

b. Jenis Tindak Tutur

Klasifikasi tindak tutur yang dibicarakan di sini adalah klasifikasi

berdasarkan daya ilokusi pada khususnya, karena klasifikasi ini sebagai patokan

dalam mengklasifikasikan berbagai tuturan yang berimplikatur dalam bahasa

Indonesia. Oleh karena itu, peneliti tidak membicarakan klasifikasi tindak tutur

yang lain, seperti tindak tutur langsung dan tindak tutur tidak langsung, tindak

tutur literal dan tindak tutur tidak literal (Wijana, 1996: 32). Maka peneliti

simpulkan bahwa tindak tutur literal adalah tindak tutur harfiah atau sesuai dengan

kenmyataan, dan tindak tutur tidak literal adalah tindak tutur tidak sesuai dengan

kenyataan.

Secara garis besar kategori-kategori dalam Leech (1993: 164-165)

dikelompokkan menjadi lima yaitu asertif, direktif, komisif, ekspresif, dan

deklarasi.

a. Asertif (assertives): pada ilokusi ini penutur terikat pada kebenaran preposisi

yang diungkapkan, misalnya, menyatakan, mengusulkan, membual,

mengeluh, mengemukakan pendapat, melaporkan. Dari segi sopan santun

ilokusi cenderung netral, yakni, mereka termasuk kategori bekerja sama

(collaborative). Tetapi ada beberapa perkecualian: misalnya membual

biasanya dianggap tidak sopan, dari segi semantik ilokusi asertif bersifat

proporsional.

b. Direktif (directives): ilokusi ini bertujuan menghasilkan efek berupa tindakan

yang dilakukan oleh penutur, ilokusi misalnya, memesan, memerintah,

memohon, menutut, memberi nasihat. Jenis ilokusi ini sering dapat

dimasukkan ke dalam kategori kompetitif (competitive) karena mencakup

juga kategori ilokusi yang membutuhkan sopan santun negatif. Namun di

pihak lain terdapat juga beberapa ilokusi direktif, seperti mengundang yang

secara intrinsik sopan. Agar istilah direktif tidak dikacaukan dengan ilokusi

langsung dan tidak langsung, digunakan istilah imposif (impositive)

khususnya untuk mengacu pada ilokusi kompetitif dalam kategori direktif.

c. Komisif (Commissives): pada ilokusi ini penutur (sedikit banyak) terikat pada

suatu tindakan di masa depan, misalnya, menjanjikan, menawarkan, berkaul.

Page 25: TINDAK TUTUR DIREKTIF GURU SMA MUHAMMADIYAH 1 … · “ Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, berbicaralah yang baik-baik, kalau tidak mampu, maka diamlah saja.” (HR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

11

Jenis ilokusi ini cenderung berfungsi menyenangkan dan kurang bersifat

kompetitif, karena tidak mengacu pada kepentingan penutur tetapi pada

kepentingan petutur.

d. ekspresif (Ekspressives): fungsi ilokusi ini ialah mengungkapkan atau

mengutarakan sikap psikologis penutur terhadap keadaan yang tersirat dalam

ilokusi, misalnya, mengucapkan terima kasih, mengucapkan selamat,

memberi maaf, mengencam, memuji, mengucapkan belasungkawa, dan

sebagainya. Sebagaimana juga dengan ilokusi komisif, ilokusi ekspresif

cenderung menyenangkan, karena itu secara intrinsik ilokusi ini sopan,

kecuali tentunya ilokusi-ilokusi ekspresif seperti ‘mengencam’, dan

‘menuduh’.

e. Deklarasi (Deklarations): berhasilnya pelaksanaan ilokusi ini akan

mengakibatkan adanya kesesuaian antara isi proposisi dengan realitas,

misalnya, mengundurkan diri, membaptis, memecat, memberi nama,

menjatuhkan hukuman, mengucilkan/membuang, mengangkat, (pegawai),

dan sebagainya. Searle mengatakan bahwa tindakan-tindakan ini merupakan

kategori tindak ujar yang sangat khusus, karena tindakan-tindakan ini

biasanya dilakukan oleh seseorang yang dalam sebuah kerangka acuan

kelembagaan diberi wewenang untuk melakukannya. (Contoh klasik ialah

hakim yang menjatuhkan hukuman pada pelanggar undang-undang, pendeta

yang membaptis bayi, pejabat yang memberi nama pada sebuah kapal baru,

dan sebagainya). Sebagai suatu tindakan kelembagaan (dan bukan sebagai

tindakan pribadi) tindakan-tindakan tersebut hampir tidak melibatkan faktor

sopan santun.

Lima macam tindak tutur tersebut juga dikemukakan oleh Mey (1994:

163) dan levinson (1983: 240). Keduanya juga mengutip pendapat Searle (1974:

34). Berdasarkan beberapa pendapat di atas, peneliti dapat mengetahui bahwa

pendapat mereka semua sama, yaitu tuturan dapat dibedakan ke dalam lima

macam dilihat dari daya ilokusinya. Tindak tutur tersebut adalah assertives,

directives, commissives, expressives, dan declarations. Asertif adalah tuturan yang

digunakan untuk menunjukkan kebenaran tentang yang dinyatakan, misalnya

Page 26: TINDAK TUTUR DIREKTIF GURU SMA MUHAMMADIYAH 1 … · “ Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, berbicaralah yang baik-baik, kalau tidak mampu, maka diamlah saja.” (HR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

12

menyatakan, menjelaskan, mengadukan, menyarankan, mengeluh, dan membual.

Direktif adalah tuturan yang dimaksudkan untuk mempengaruhi mitra tutur untuk

melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Sebagai contoh adalah permohonan,

suruhan, permintaan, perintah, nasihat, anjuran, dan ajakan. Komisif menuntut

penutur untuk melakukan sesuatu di masa yang akan datang, misalnya

menawarkan, berjanji. Ekspresif adalah tuturan yang berfungsi mengungkapkan

sikap penutur tentang sesuatu baik yang bersifat positif maupun negatif, yang

bersifat positif misalnya, pujian, pernyataan maaf; dan yang bersifat negatif

misalnya, tuduhan, menyelahkan orang lain. Deklarasi biasanya diungkapkan oleh

orang yang berwenang dalam lembaga sosial, agama, hukum, dan tidak berkaitan

dengan hubungan personal dengan orang lain. Misalnya tuturan yang digunakan

oleh majelis hakim dalam pemberian keputusan kepada terdakwa, atau pejabat

yang meresmikan hasil pembangunan.

Berdasarkan kelima macam tuturan tersebut peneliti akan

mengklasifikasikan tindak tutur ke dalam empat macam, yaitu asertif, direktif,

ekspresif, dan komisif. Deklarasi tidak peneliti bahas karena topik yang peneliti

bahas adalah tentang implikatur tindak tutur. Dengan demikian, tidak mungkin

deklarasi diungkapkan secara tidak jelas dalam suatu tuturan.

c. Strategi Bertutur

Prinsip pemilihan strategi betutur pada garis besarnya menyatakan bahwa

bertutur (berbicara) itu tidak “asbun” asal bunyi saja. Bertutur memerlukan pilihan

strategi, terutama dalam rangka menjaga muka mitra tutur dan atau peserta

interaksi yang lain. Untuk ini, Gunarwan (2005: 4-5) mengingatkan pentingnya

berhati-hati dalam bertutur. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan antara lain: (a)

bagaimana membedakan status atau kekuasaan diantara penutur dan mitra tutur,

(b) bagaimana jarak sosial diantara penutur dan mitra tutur, (c) bagaimana bobot

relatif pengungkapannya di dalam masyarakat yang bersangkutan.

Strategi betutur langsung dilakukan dengan menggunakan tipe-tipe

kalimat sesuai dengan fungsi tipe kalimat itu. Misalnya, kalimat berita digunakan

untuk mengatakan atau memberitahukan sesuatu. Kalimat tanya digunakan untuk

Page 27: TINDAK TUTUR DIREKTIF GURU SMA MUHAMMADIYAH 1 … · “ Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, berbicaralah yang baik-baik, kalau tidak mampu, maka diamlah saja.” (HR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

13

menanyakan sesuatu dan seterusnya kalimat perintah digunakan untuk

menyatakan perintah, ajakan, pemintaan atau permohonan.

(1) Anak didik sedang belajar di kelas.

(2) Apakah anak didik sedang belajar di kelas?

(3) Anak didik supaya belajar di kelas!

Berdasarkan strategi bertuturnya, tuturan (1), (2), dan (3) dapat

dinyatakan sebagai tuturan langsung apabila tuturan (1) mengandung ,maksud

‘memberitahukan ada anak didik sedang belajar di kelas,’ tuturan (2)

mengandung maksud ‘menanyakan apakah anak didik sedanng belajar di dalam

kelas,’ dan (3) mengandung maksud ‘memerintahkan agar anak didik belajar di

kelas.’

Sebaliknya, tuturan tidak langsung digunakan dengan cara mengubah

fungsi jenis kalimat, misalnya, untuk menyatakan perintah dapat digunakan

kalimat berita atau untuk menyatakan perintah dapat digunakan kalimat tanya, dll.

Contoh;

(4) Papan tulisnya kelihatan kotor.

(5) Mengapa papan tulisnya kelihatan kotor?

Tuturan (4) dan (5) dapat dinyatakan sebagai tuturan tidak langsung

apabila tuturan (4) mengandung maksud ‘menyuruh mitra tutur untuk menghapus

papan tulis yang memang kotor’ dan tuturan (5) bermaksud ‘penutur menghendaki

papan tulisnya dihapus atau dibersihkan’.

3. Tindak Tutur Direktif

a. Konsep Tindak Tutur Direktif

Austin (1962: 151), Searle (1974: 23), dan Leech (1983: 106)

menempatkan tindak tutur direktif sebagai salah satu aspek makro tindak ilokusi.

Tindak ilokusi merupakan salah satu dari pembagian tentang tindak tutur, dua

yang lainnya adalah tindak ilokusi dan tindak perlokusi. Tindak ilokusi

berhubungan dengan apa yang dilakukan dalam tindak mengatakan sesuatu.

Sementara itu, tindak lokusi hanya berhubungan dengan apa yang dikatakan dan

Page 28: TINDAK TUTUR DIREKTIF GURU SMA MUHAMMADIYAH 1 … · “ Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, berbicaralah yang baik-baik, kalau tidak mampu, maka diamlah saja.” (HR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

14

makna yang dikatakan. Lebih lanjut lagi tindak perlokusi berhubunga dengan

pengaruh yang dihasilkan dari apa yang dikatakan.

Searle (1990: 358-364) menyatakan bahwa tindak tutur direktif adalah

bentuk tindak tutur yang merupakan usaha penutur agar mitra tutur melakukan

sesuatu tindakan. Tindak tutur ini digambarkan ke dalam bentuk tindak tutur

memerintah (command), menyuruh (request), meminta (beg), memohon (plead),

mengundang (invite), dan menasehati (advise).

Tindak tutur pada dasarnya bertujuan untuk menghasilkan efek berupa

tindakan yang dilakukan oleh mitra tutur. Tindak tutur direktif cenderung

dikategorikan sebagai tindak tutur yang mengandung unsur kompetitif dan bersifat

prospektif. Realisasi kompetitif tindak tutur ini adalah adanya permintaan penutur

kepada mitra tutur untuk melakukan tindakan tertentu atau sebaliknya. Larangan

penutur kepada mitra tutur untuk tidak melakukan tindakan tertentu. Sifat

prospektif tindak tutur ini adalah bahwa permintaan penutur kepada mitra tutur

untuk melakukan sesuatu tindakan setelah penutur menuturkan sesuatu untuk

mengandung permintaan. Tindak tutur ini tidak bisa mengandung permintaan

untuk melakukan sesuatu perbuatan sebelum dituturkannya sesuatu yang

mengandung permintaan.

Ilustrasi bentuk dan sifat tindak tutur ini memunculkan problematika baru

yakni seberapa lama jarak waktu yang dibutuhkan oleh mitra tutur untuk

melakukan sesuatu sebagaimana yang diperintahkan penutur. Tuturan (6) berikut

mengandung permintaan agar mitra tutur menurunkan iklan yang melintang di

jalan Gajah Mada secepatnya. Maksud secepatnya ini dapat berarti ‘sekarang

juga’ atau ‘sekarang tetapi beberapa menit kemudian’ atau ‘ segera setelah tuturan

ini’ atau ‘sekarang siang nanti’ atau ‘sekarang pada waktu yang sama dengan

penerbitan periode ini, dll.

(6) Ada iklan melintang di Jalan Gajah Mada.

Berdasarkan konsep teoretis di atas, dapat dirunut bahwa tindak tutur

direktif mengekspresikan sikap penutur terhadap tindakan yang akan dilakukan

oleh mitra tutur. Tindak tutur ditektif mengekspresikan dua hal pokok, yaitu, (a)

proposisi berupa tindakan yang akan dilakukan dan ditujukan kepada mitra tutur,

Page 29: TINDAK TUTUR DIREKTIF GURU SMA MUHAMMADIYAH 1 … · “ Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, berbicaralah yang baik-baik, kalau tidak mampu, maka diamlah saja.” (HR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

15

dan (b) mengekspresikan maksud penutur supaya tuturan yang diekspresikan

dijadikan alasan bagi mitra tutur untuk menindakkan sesuatu yang dimaksudkan

dalam tuturan itu.

Deskripsi realisasi perwujudan tindak tutur direktif sebagaimana di atas

menunjukkan bahwa tindak tutur direktif tidak hanya penutur mununtut mitra

tutur melakukan sesuatu, bertindak dan berkata, tetapi penutur menuntut mitra

tutur melakukannya sesuai dengan rencana penutur. Rencana tindak tutur yang

dimaksud menyangkut apa yang dikatakan, apa yang dimaksudkan, dan apa yang

dilakukan di sini berkaitan dengan tuturan sosial-budaya di antara penutur-mitra

tutur.

b. Bentuk dan Fungsi Tindak Tutur Direktif

Searle (1980: 23) dan Leech (1983: 104-107) mengklasifikasikan ragam

tindak tutur direktif menjadi empat tipe dasar, yaitu: (1) tindak memerintah, (2)

tindak memohon, (3) tindak memberi saran, dan (4) tindak memberi izin.

Pragmatik tindak tutur direktif meliputi maksud perintah, permohonan, pemberian

saran, dan pemberian izin.

Bentuk tindak tutur direktif menurut Searle dan Leech itu berdasarkan

konteksnya dapat memiliki fungsi kompetitif (competitive), bertentangan

(conflictive), menyenangkan (convival), atau bekerjasama (collaborative). Fungsi

kompetitif bersaing dengan tujuan sosial, fungsi konfliktif bertentangan dengan

tujuan sosial. Fungsi menyenangkan bernilai positif dengan tujuan sosial-fungsi

kerjasama berupa pemeliharaan keseimbangan dan keharmonisan perilaku

interaksi dalam konteks sosiobudaya tertentu.

Ragam dan fungsi tindak tutur direktif itu akan bermakna jika

ditempatkan pada kewenangan dan keharusan bertindak antara penutur dan mitra

tutur. Kaitannya dengan tindak tutur direktif dalam peristiwa pembelajaran di

kelas maka tindak tutur direktif mengemban tugas untuk menyediakan modus

penyampaian sehubungan dengan untung-rugi, langsung-tidak langsung, dan

alternatif tindakan yang dapat dimanfaatkan penutur-mitra tutur. Oleh karena itu,

hubungan antara tindak, fungsi, maksud, dan modus tindak direktif dengan

Page 30: TINDAK TUTUR DIREKTIF GURU SMA MUHAMMADIYAH 1 … · “ Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, berbicaralah yang baik-baik, kalau tidak mampu, maka diamlah saja.” (HR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

16

komponen tutur merupakan kesatuan integratif. Realisasi perwujudan tindak tutur

direktif berhubungan dengan fungsi dan komponen tutur.

Tindak tutur direktif mengekspresikan sikap penutur terhadap tindakan

prospek mitra tutur dan kehendak penutur terhadap tindakan mitra tutur. Tindak

ini merupakan jenis tindak tutur yang dilakukan oleh penutur untuk membuat

mitra tutur melakukan sesuatu baik berfungsi sebagai pengatur tingkah laku

maupun sebagai pengontrol mitra tutur dalam bertindak. Hubungan antara prospek

dan kehendak penutur dengan pengatur dan pengontrol mitra tutur inilah yang

kemudian menjadi dasar sebuah tindak tutur direktif itu dapat mengemban fungsi

menyenangkan, kerja sama atau kompetitif, bertentangan.

Kekuatan tindak tutur direktif kaitannya dengan fungsinya dapat

dikarakteristikkan menurut (a) situasi mental penutur-mitra tutur yang

dipresuposisi secara pragmatik, konteks latar dan informasi serta penjelas yang

dipahami penutur dan mitra tutur, dan (b) situasi interaksi yang dihasilkan oleh

tindakan dari tuturan direktif tersebut. Realisasi tindak tutur direktif guru dalam

peristiwa pembelajaran didasarkan pada asumsi bahwa (a) setiap penutur memiliki

sesuatu dalam pikirannya sehingga mitra tutur harus membuat inferensi maksud

tindakan yang diharapkan penutur, dan (b) setiap tindak tutur direktif membawa

dampak tertentu. Dampak reaksi tindak tutur ini menurut Ibrahim (1996: 51)

dibedakan menjadi dua, yaitu: (a) simetris, berarti menunjukkan adanya sifat kerja

sama antara penutur-mitra tutur, (b) asimetris, berarti menunjukkan adanya

kewenangan penutur atas mitra tutur. Sementara itu, Brown dan Levinson (1978:

60) mengidentifikasikan dampak kekuatan tindak tutur direktif berkisar pada dua

aspek, yaitu: nosi muka positif atau nosi muka negatif.

4. Situasi Tutur

Konteks situasi tutur yang dimaksudkan dalam kajian pragmatik adalah

segala sesuatu yang mengiringi direalisasikannya suatu pertuturan. Segala sesuatu

itu bisa berupa latar belakang pengetahuan yang muncul dipahami secara bersama

(background knowledge), baik oleh penutur maupun mitra tutur dan aspek-aspek

Page 31: TINDAK TUTUR DIREKTIF GURU SMA MUHAMMADIYAH 1 … · “ Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, berbicaralah yang baik-baik, kalau tidak mampu, maka diamlah saja.” (HR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

17

non-kebahasaan lainnya yang mengiringi, menyertai, dan melatarbelakangi

digunakannya suatu pertuturan tertentu.

Konteks situasi tutur dalam kajian pragmatik memegang peran penting.

Konteks situasi tutur inilah yang menjadi pengendali maksud sebuah pertuturan.

Konteks situasi tutur ini pulalah yang menjadi pilar lahirnya bidang kajian

pragmatik. Hal ini seperti dikemukakan oleh Firth (dalam Rohmadi, 2004: 1)

bahwa kajian bahasa tidak akan dapat dilakukan tanpa mempertimbangkan

konteks situasi. Konteks situasi tutur menurut Leech (1983: 19-20) meliputi:

penutur dan mitra tutur, konteks sebuah tuturan, tujuan sebuah tuturan, tuturan

sebagai bentuk tindakan dan kegiatan, tuturan sebagai produk tindak verbal.

Sementara itu, ahli lain Purwo (1990: 16) lebih banyak menggunakan

sebutan pembicara dan lawan bicara. Sebutan penutur dan lawan tutur lazim

digunakan oleh Wijana (1996: 10), Rahardi (2003: 18). Gunarwan (2004: 1)

menggunakan sebutan penyampai pesan dan lawan peserta pada kesempatan

lainnya menggunakan si penutur dan si petutur dan pada kesempatan yang lainnya

menggunakan O1, O2, dan O3.

Lahirnya bentuk-bentuk tuturan yang digunakan oleh seseorang guru

sangat berkaitan dengan tujuan tutur yang hendak dicapainya. Semakin konkret

tuturan yang digunakan oleh seorang guru akan semakin jelas pulalah tujuan

tuturnya. Asumsi ini didasarkan pada paradigma bahwa satu bentuk tuturan

dimungkinkan memiliki tujuan dan bermacam-macam. Sebaliknya satu tujuan

tutur dapat diwujudkan dengan bentuk-bentuk tuturan yang berbeda.

5. Prinsip-Prinsip Berkomunikasi

a. Prinsip karjasama

Suatu percakapan, penutur dan mitra tutur dapat berkomunikasi dengan

lancar karena mereka memiliki latar belakang pengetahuan yang sama terhadap

suatu yang dipertuturkan. Di antara mereka terdapat semacam “kesepakatan

bersama” diantaranya berupa kontrak tidak tetulis bahwa ikhwal yang dibicarakan

itu saling berhubungan dan berkaitan. Hubungan atau keterkaitan itu sendiri tidak

terdapat pada tiap-tiap kalimat secara lepas; maksudnya, makna keterkaitan itu

Page 32: TINDAK TUTUR DIREKTIF GURU SMA MUHAMMADIYAH 1 … · “ Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, berbicaralah yang baik-baik, kalau tidak mampu, maka diamlah saja.” (HR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

18

tidak terungkap secara harfiah pada kalimat itu sendiri. Ini yang disebut

implikatur percakapan. Oleh karena itu, apabila terjadi suatu komunikasi yang

tidak lancar dimungkinkan kedua orang yang sedang terlibat percakapan tersebut

tidak memiliki latar belakang pengetahuan yang sama untuk mengetahui

implikatur percakapan. Mari kita perhatikan percakapan berikut;

(7) Nonton film yo dik.

(8) Besok ada ulangan.

Tuturan (8) bukan sekedar merupakan informasi kepada mitra tutur

bahwa ‘Besok ada ulangan’, namun lebih dari itu bahwa penutur menolak ajakan

mitra tuturnya dengan cara mengemukakan alasannya saja, tanpa menolak secara

langsung bahwa dia tidak dapat mengikuti ajakan mitra tuturnya. Namun

demikian, di dalam percakapan sering terjadi adanya penyimpangan-

penyimpangan yang tentu saja ada implikasi-implikasi tertentu yang ingin dicapai

oleh penuturnya. Bila implikasi itu tidak ada, maka penutur yang bersangkutan

tadak melaksanakan kerjasama atau tidak kooperatif (Wijana, 1996: 46)

Implikatur diturunkan dari asas umum percakapan (asas kerja sama),

yaitu ‘kuantitas, kualitas, hubungan, dan cara’ ditambah sejumlah petuah yang

biasanya dipatuhi para penutur. Grice menunjukkan bahwa asas-asas kerjasama

itu sudah tuntas, namun ‘asas sopan santun’ juga perlu diperhatikan (dalam Brown

dan Yule, 1996: 32).

Grice mengemukakan bahwa dalam rangka melaksanakan prinsip kerja

sama itu, setiap penutur harus mematuhi empat maksim percakapan

(conversational maxim), yakni maksim kuantitas (maxim of quantity), maksim

kualitas (maxim of quality), maksim relevansi/hubungan (maxim of

relevance/relation), dan maksim pelaksanaan/cara (maxim of manner) (Grice,

1975: 45-47; Yule, 1996: 35-37; Mey, 1994: 65; Leech, 1993: 128,144,154;

Wijana, 1996: 45-53).

Keempat maksim yang mendukung pelaksanaannya prinsip kerjasama

dalam berkomunikasi tersebut dapat disimak berikut.

1) Maksim kuantitas

(9)) Make your contribution as informative as required;

Page 33: TINDAK TUTUR DIREKTIF GURU SMA MUHAMMADIYAH 1 … · “ Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, berbicaralah yang baik-baik, kalau tidak mampu, maka diamlah saja.” (HR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

19

‘Berilah keterangan sejelas/seinformatif mungkin;’

(10) Do not make your contribution more informative than required;

‘Jangan memberi keterangan yang lebih banyak dari yang diperlukan’

(Mey, 1994: 65)

Maksim kuantitas menghendaki setiap peserta pertuturan memberikan

keterangan/kontribusi yang secukupnya atau sebanyak yang dibutuhkan oleh

mitra tuturnya. Misalnya penutur yang bebicara secara wajar tentu akan

memilih (11) dibandingkan dengan (12) berikut ini;

(11) There is a male adult human being in unpright stance using his legs as a

mens of locomotion to propel himself up a series of flat-topped

structures of some six o seven inches high.

(12) There is a man going upstair.

2) Maksim kualitas

(13) Do not say what you believe to be false;

‘Jangan mengatakan sesuatu yang menurut anda sendiri salah’;

(14) Do not say that for which you lack adequate evidence.

‘Jangan mengatakan sesuatu yang tidak ada buktinya’.

(Mey, 1994: 65)

Maksim percakapan ini mewajibkan setiap peserta percakapan mengatakan

hal yang sebenarnya. Kontribusi peserta percakapan hendaknya didasarkan

pada bukti-bukti yang memadai. Apabila penutur mengatakan hal yang

bertentangan dengan keadaan yang sebenarnya, tentu ada alasan-alasan

mengapa hal itu bisa terjadi. Perhatikan wacana berikut ini;

(15) + Ini sate ayam atau kambing?

- Ayam berkepala kambing.

Jawaban (-) jelas melanggar maksim kualitas, karena tidak umum (tidak

mungkin ada ayam yang berkepala kambing). Namun, karena ada tujuan atau

efek tertentu (efek lucu) yang akan diraih, tuturan seperti itu menjadi sah dan

diterima oleh mitra tutur sebagai lelucon.

3) Maksim relevansi/hubungan

(15 )Make your contribution relevant.

Page 34: TINDAK TUTUR DIREKTIF GURU SMA MUHAMMADIYAH 1 … · “ Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, berbicaralah yang baik-baik, kalau tidak mampu, maka diamlah saja.” (HR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

20

‘Bicaralah yang relevan.’

Maksim relevansi mengharuskan setiap peserta percakapan memberikan

kontribusi yang relevan dengan masalah pembicaraan. Untuk lebih jelasnya

perhatikan wacana berikut;

(17) What time is it?

‘Jam berapa sekarang?’

(18) Well, the postman’s been already.

‘Tukang pos sudah datang’

(Brown dan Levinson, 1978: 63)

Jawaban (18) di atas sepintas tidak berhubungan, tetapi bila dicermati,

hubungan implikasionalnya dapat diterangkan. Dengan memperhatikan

kebiasaan tukang pos mengantarkan surat kepada mereka, penutur (17) dapat

membuat kesimpulan jam berapa ketika itu.

4) Maksim pelaksanaan/cara

Be perspicacious and specifically

(19) Avoid obscurity ’Hindari ketidakjelasan’

(20) Avoid ambiguity ‘Hindari ketaksaan’

(21) Be brief ‘Bicaralah dengan singkat’

(22) Be orderly ‘Bicaralah dengan teratur’

Maksim cara mengharuskan setia peserta percakapan berbicara secara

langsung, tidak kabur, tidak taksa, dan tidak berlebih-lebihan, serta runtut.

Berkaitan dengan prinsip ini (Parker, 1986: 23 dalam Wijana, 1996: 51)

memberi contoh sebagai berikut;

(23) + Let’s stop and get something to eat.

‘Mari kita berhenti dan makan sesuatu.’

- Okay, but not M-C-D-O-N-A-L-D-S.

‘Baiklah, tetapi bukan M-C-D-O-N-A-L-D-S.

Dalam (23) tokoh (-) menjawab ajakan (+) secara tidak langsung, yakni

dengan mengeja satu per satu kata Mc. Donalds. penyimpangan ini dilakukan

karena ia tidak menginginkan anaknya yang sangat menggemari makanan itu

mengetahui maksudnya. Anak-anak kecil dalam batas umur tertentu memang

Page 35: TINDAK TUTUR DIREKTIF GURU SMA MUHAMMADIYAH 1 … · “ Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, berbicaralah yang baik-baik, kalau tidak mampu, maka diamlah saja.” (HR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

21

akan sulit atau tidak mampu menangkap makna kata yang dieja hurufnya satu

per satu.

Leech (1993: 80) berpendapat bahwa prinsip kerja sama dibutuhkan

untuk memudahkan penjelasan hubungan antara makna dan daya. Penjelasan

demikian sangat memadai, khususnya untuk memecahkan masalah yang timbul di

dalam semantik yang menggunakan pendekatan berdasarkan kebenaran (truth-

based approach). Akan tetapi, prinsip kerja sama itu sendiri tidak mampu

menjelaskan mengapa orang sering menggunakan cara yang tidak langsung di

dalam menyampaikan maksud. Prinsip kerja sama juga tidak dapat menjelaskan

hubungan antara makna dan daya kalimat non-deklaratif. Untuk mengatasi

kelemahan itu, Leech mengajukan prinsip lain di luar prinsip kerjasama, yang

dikenal sebagai prinsip kesantunan.

b. Prinsip Kesantunan

Prinsip kesantunan bahasa, dalam hal ini bahasa Indonesia merupakan

sebuah kaidah berkomunikasi untuk menjaga keseimbangan sosial, psikologis,

dan keramahan hubungan antara penutur dan mitra tutur (Harun Joko Prayitno,

2009: 7). Muslich (2006: 1-2) menjelaskan bahwa kesantunan dapat dilihat dari

berbagai segi dalam pergaulan sehari-hari. Pertama, kesantunan memperlihatkan

sikap yang mengandung nilai sopan santun atau etiket dalam pergaulan sehari-

hari. Ketika orang dikatakan santun, dalam diri seseorang tergambar nilai sopan

santun atau nilai etiket yang berlaku secara baik di masyarakat tempat seseorang

itu mengambil bagiab sebagai anggotanya. Ketika dia dikatakan santun,

masyarakat memberikan nilai kepadanya, baik penilaian itu dilakukan secara

seketika (mendadak) maupun secara konvensional (panjang, memakan waktu

lama).

Kedua, kesantunan sangat kontekstual, yakni berlaku dalam masyarakat,

tempat, atau situasi lain. Ketika seseorang bertemu dengan teman karib, boleh saja

dia menggunakan kata yang agak kasar dengan suara keras, tetapi hal itu tidak

santun apabila ditujukan kepada tamu atau seseorang yang baru dikenal.

Mengecap atau mengunyah makanan dengan mulut berbunyi kurang sopan kalau

Page 36: TINDAK TUTUR DIREKTIF GURU SMA MUHAMMADIYAH 1 … · “ Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, berbicaralah yang baik-baik, kalau tidak mampu, maka diamlah saja.” (HR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

22

sedang makan dengan orang banyak disebuah perjamuan, namun hal itu tidak

begitu dikatakan kurang sopan apabila dilakukan di rumah.

Ketiga, kesantunan selalu bipolar, yaitu memiliki hubungan dua kutub,

seperti antara anak dan orang tua, antara orang yang masih muda dan orang yang

lebih tua, antara tuan rumah dan tamu, antara pria dan wanita, antara murid dan

guru, dan sebagainya. Keempat, kesantunan tercermin dalam cara berpakaian

(berbusana), cara berbuat (bertindak), dan cara bertutur (berbahasa).

Berdasarkan butir terakhir, kesantunan dapat dibagi menjadi tiga, yaitu

kesantunan berpakaian, kesantunan berbuat, dan kesantunan berbahasa. Namun,

dalam kajian teori ini hanya akan dijelaskan kesantunan berbahasa yang menjadi

topik penelitian.

Kesantunan bahasa tercermin dalam tata cara berkomunikasi lewat tanda

verbal atau tata cara berbahasa. Ketika berkomunikasi, kita tunduk pada norma-

norma budaya, tidak hanya sekedar menyampaikan ide yang kita pikirkan. Tata

cara berbahasa harus sesuai dengan unsur-unsur budaya yang ada dalam

masyarakat tempat hidup dan dipergunakannya suatu bahasa dalam

berkomunikasi. Apabila tata cara berbahasa seseorang tidak sesuai dengan norma-

norma budaya, ia akan mendapatkan nilai negatif, misalnya dituduh sebagai orang

yang sombong, angkuh, tak acuh, egois, tidak beradat, bahkan tidak berbudaya

(Muslich, 2006: 3). Hal tersebut senada dengan pendapat Leech (1983: 139),

yaitu sebagai berikut.

“Politeness is manifested not only in the content of conversation, but also in the way conversation is managed and structured by its participans. For example, conversational behaviour such as speaking at the wrong time (interrupting) or being silent of the wrong time has impolite implications.” Sebagaimana disinggung di depan bahwa kesantunan berbahasa

menggambarkan kesantunan atau kesopansantunan penuturnya. Menurut Leech

(1983: 206-207) kesantunan berbahasa pada hakikatnya harus memperhatikan

empat prinsip sebagai berikut.

Pertama, penerapan prinsip kesopanan atau kesantunan (politeness

principle) dalam berbahasa. Leech (terjemahan, 1983: 206-207) yang

Page 37: TINDAK TUTUR DIREKTIF GURU SMA MUHAMMADIYAH 1 … · “ Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, berbicaralah yang baik-baik, kalau tidak mampu, maka diamlah saja.” (HR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

23

mendiskripsikan sejumlah maksim sopan santun yang memiliki kesamaan dengan

prinsip kerja sama (cooperative principle) yang ditemukan oleh Grice. Maksim-

maksim yang dikemukakan oleh Leech tersebut, antara lain (1) maksim kearifan

(tact maxim), yang menekankan pada ‘pengurangan beban untuk orang lain dan

memaksimalkan ekspresi kepercayaan yang memberikan keuntungan untuk orang

lain’, (2) maksim kemurahan hati atau kedermawanan (the generosity maxim),

yang menyatakan bahwa kita harus mengurangi ekspresi yang menguntungkan

diri sendiri dan harus memaksimalkan ekspresi yang dapat menguntungkan orang

lain, (3) maksim pujian atau penerimaan (the approbation maxim), yang menuntut

kita untuk meminimalkan ekspresi ketidakyakinan terhadap orang lain dan

memaksimalkan ekspresi persetujuan terhadap orang lain, (4) maksim kerendahan

hati atau kesederhanaan (the modesty maxim), yang menuntut diri kita untuk tidak

membanggakan diri sendiri, (5) maksim kesepakatan atau persetujuan (the

agreement maxim), yang menuntut kita untuk mengurangi ketidaksetujuan antara

diri sendiri dan orang lain; memaksimalkan persetujuan antara diri sendiri dengan

orang lain, dan (6) maksim simpati (sympathy maxim), yang menuntut diri kita

untuk mengurangi rasa antipasti antara diri dengan orang lain dan tingkatkan rasa

simpati sebanyak-banyaknya antara diri dan orang lain.

Kedua, penghindaran kata tabu (taboo). Pada kebanyakan masyarakat,

kata-kata yang berbau seks, kata-kata yang merujuk pada organ-organ tubuh yang

lazim ditutupi pakaian, kata-kata yang merujuk pada suatu benda yang

menjijikkan, dan kata-kata “kotor” atau “kasar” termasuk kata-kata tabu dan tidak

lazim digunakan dalam berkomunikasi sehari-hari, kecuali untuk tujuan tertentu.

ketiga, penggunaan atau pemakaian eufimisme, yaitu ungkapan penghalus sebagai

salah satu cara untuk menghindari kata-kata tabu. Penggunaan eufimisme ini perlu

diterapkan untuk menghindari kesan negatif dalam bertutur.

Keempat, penggunaan pilihan kata honorifik, yaitu ungkapan hormat

untuk berbicara dan menyapa orang lain. Penggunaan kata-kata honorifik ini tidak

hanya berlaku bagi bahasa yang mengenal tingkatan (undha-usuk, Jawa) tetapi

berlaku juga pada bahasa-bahasa yang tidak mengenal tingkatan. Hanya saja, bagi

bahasa yang mengenal tingkatan, penentuan kata-kata honorifik sudah ditetapkan

Page 38: TINDAK TUTUR DIREKTIF GURU SMA MUHAMMADIYAH 1 … · “ Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, berbicaralah yang baik-baik, kalau tidak mampu, maka diamlah saja.” (HR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

24

secara baku dan sistematis untuk pemakaian setiap tingkatan. Misalnya, bahasa

krama Inggil (laras tinggi) dalam bahasa Jawa perlu digunakan kepada orang yang

tingkat sosial dan tingkat usianya lebih tinggi dari pembicara; atau kepada orang

yang dihormati oleh pembicara. Walaupun bahasa Indonesia tidak mengenal

tingkatan, sebutan kata diri, seperti Engkau, Anda, Saudara, Bapak/Bu

mempunyai efek kesantunan yang berbeda ketika kita gunakan untuk menyapa

orang. Keempat kalimat berikut menunjukkan tingkat kesantunan ketika seseorang

pemuda menanyakan seorang pria yang lebih tua.

(24) “Engkau mau ke mana?”

(25)“Saudara mau ke mana?”

(26)“Anda mau ke mana?”

(27)“Bapak mau ke mana?”

Dalam konteks tersebut, kalimat (24) dan (25) tidak atau kurang sopan

diucapkan oleh orang yang lebih muda, tetapi kalimat (27) yang sepatutnya

diucapkan jika penuturnya ingin memperlihatkan kesantunan, kalimat (26) lazim

diucapkan kalau penuturnya kurang akrab dengan orang yang disapanya,

walaupun lebih pantas menggunakan kalimat (27).

Percakapan yang tidak menggunakan kata sapaan pun dapat

mengakibatkan kekurangsantunan bagi penutur (Suharsih, 2009). Percakapan

yang tidak menggunakan kata sapaan pun dapat mengakibatkan kekurangsantunan

bagi penutur.

(28) “Saya sudah mengumpulkan kok.”

(29) “Buku yang mana?”

Tuturan di atas dituturkan oleh siswa kepada gurunya. Jelas tuturan

tersebut tidak menunjukkan kesantunan berbahasa. Hal ini dikarenakan tuturan

tersebut tidak menggunakan bentuk sapaan, seperti Pak dan Bu. Seharusnya

kalimat di atas diubah sebagai berikut agar terdengar santun.

(30a) ”Saya sudah mengumpulkan kok, Pak.”

(30b) “Buku yang mana Bu?”

Tujuan utama kesantunan berbahasa, termasuk bahasa Indonesia adalah

memperlancar komunikasi. Oleh karena itu, pemakaian bahasa yang sengaja

Page 39: TINDAK TUTUR DIREKTIF GURU SMA MUHAMMADIYAH 1 … · “ Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, berbicaralah yang baik-baik, kalau tidak mampu, maka diamlah saja.” (HR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

25

dibelit-belitkan, yang tidak tepat sasaran, atau yang tidak menyatakan yang

sebenarnya karena segan kepada orang yang lebih tua juga merupakan

ketidaksantunan berbahasa. Kenyataan ini sering dijumpai di sebagian masyarakat

Indonesia karena terbawa oleh budaya “tidak terus terang” dan menonjolkan

perasaan. Dalam batas-batas tertentu masih bisa ditoleransi jika penutur tidak

bermaksud mengaburkan komunikasi sehingga orang yang diajak berbicara tidak

tahu apa yang dimaksudkan.

Brown dan Levinson (dalam Gunarwan, 1994: 90) menjelaskan bahwa

prinsip kesantunan berbahasa berkisar atas nosi (face) yang dibagi menjadi dua

jenis ‘muka’, yaitu muka negatif (negative face) dan muka positif (positive face).

Muka nagatif itu mengacu ke citra diri setiap orang yang berkeinginan agar ia

dihargai dengan jalan membiarkannya bebas melakukan tindakannya atau

membiarkannya bebas dari keharusan mengerjakan sesuatu. Sebaliknya, muka

positif mangacu ke citra diri setiap orang yang berkeinginan agar apa yang

dilakukannya, apa yang dimilikinya atau apa yang merupakan nilai-nilai yang ia

yakini diakui orang lain sebagai suatu hal yang baik, yang menyenangkan, yang

patut dihargai, dan sebagainya. Selain itu ada dua jenis kesantunan yang menjadi

perhatian saat kita berinteraksi dengan orang lain, yaitu positive politeness yang

ditandai dengan penggunaan bahasa yang informal dan menawarkan pertemanan.

Di sisi lain negative politeness ditandai oleh penggunaan formalitas bahasa,

mengacu pada perbedaan, dan ketidaklangsungan (Suharsih, 2009).

Kesantunan bahasa, Cruse (dalam Gunarwan 2007: 164) menyarankan

bahwa kita harus menghindari beberapa hal atau bentuk berikut.

(a) memperlakukan petutur sebagai orang yang tunduk kepada penutur, yakni

dengan menghendaki agar penutur melakukan sesuatu yang menyebabkan ia

mengeluarkan “biaya” (biaya sosial, fisik, psikologis, dan sebagainya);

(b) mengatakan hal-hal yang jelek mengenai diri penutur atau orang atau orang

atau barang yang ada kaitannya dengan penutur;

(c) mengungkapkan rasa senang atas kemalangan penutur;

(d) menyatakan ketidaksetujuan dengan petutur sehingga petutur merasa

namanya jatuh; dan

Page 40: TINDAK TUTUR DIREKTIF GURU SMA MUHAMMADIYAH 1 … · “ Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, berbicaralah yang baik-baik, kalau tidak mampu, maka diamlah saja.” (HR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

26

(e) memuji diri atau membanggakan nasib baik atau kelebihan diri penutur.

Berdasarkan penjelasan di atas, penutur harus menghindari kelima hal

tersebut apabila ingin dikatakan santun dalam berbahasa. Namun, apabila kelima

hal tersebut tidak dihindari atau justru digunakan, maka si penutur akan dikatakan

tidak santun dalam berbahasa. Berdasarkan kelima hal di atas mengindikasikan

bentuk ketidaksantunan berbahasa.

Pranowo (2009: 37-39) mengemukakan tujuh prinsip yang dapat

mengukur santun tidaknya pemakaian bahasa. Ketujuh prinsip tersebut adalah

sebagai berikut.

(a) kemampuan mengendalikan emosi agar tidak “lepas kontrol” dalam

berbicara. Keadaan emosi tersebut sangat menentukan kesantunan seseorang

dalam melakukan tindak tutur, yaitu sangat menetukan gaya berbicara, tingkat

tutur, dan penggunaan kata-katanya.

(b) kemampuan memperlihatkan sikap bersahabat kepada mitra tutur. Hal

tersebut dapat diperlihatkan melalui kemauan seseorang mendengarkan

dengan sungguh-sungguh tentang apa yang disampaikan oleh orang lain.

(c) gunakan kode bahasa yang mudah dipahami oleh mitra tutur. Berbahasa

dikatakan santun apabila kode bahasa yang digunakan oleh penutur mudah

dipahami oleh mitra tutur, misalnya: (1) tuturannya lengkap, (2) tuturannya

logis, (3) sungguh-sungguh verbal, dan (4) menggunakan ragam bahasa

sesuai dengan konteksnya.

(d) kemampuan memilih topik yang disukai oleh mitra tutur dan cocok dengan

situasi. Tuturan dengan topik yang menyenangkan mitra tutur adalah tuturan

yang sopan. Hindarilah topik yang tidak menjadi minat mitra tutur.

(e) kemukakan tujuan pembicaraan dengan jelas, meskipun tidak harus seperti

bahasa proposal. Untuk menjaga kesantunan, tujuan hendaknya diungkapkan

dengan jelas dan tidak berbelit-belit. Apalagi bila tujuan tuturan itu berkenaan

dengan kebutuhan pribadi penutur.

(f) penutur hendaknya memilih bentuk kalimat yang baik dan diucapkan dengan

enak agar mudah dipahami dan diterima oleh mitra tutur dengan enak pula.

Jangan suka menggurui, jangan berbicara terlalu keras, tetapi juga jangan

Page 41: TINDAK TUTUR DIREKTIF GURU SMA MUHAMMADIYAH 1 … · “ Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, berbicaralah yang baik-baik, kalau tidak mampu, maka diamlah saja.” (HR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

27

terlalu lembut, jangan berbicara terlalu cepat, tetapi juga jangan terlalu

lambat.

(g) perhatikan norma tutur lain, seperti gerakan tubuh (gestur) dan urutan tuturan.

Jika ingin menyela, katakana maaf. Hindari keseringan menyela pembicaraan

orang. Mengenai gerakan tubuh (gestur) pada saat berbicara, tunjukkan wajah

berseri dan penuh perhatian terhadap mitra tutur. Tunjukkan sikap badan dan

tangan yang sopan saat berbicara.

Nababan (1987: 67) menunjukkan empat cara mengatur tata cara bertutur

yang juga merupakan prinsip atau dasar bertindak tutur, yaitu faktor waktu dan

keadaan, ragam bahasa, giliran bicara, dan saat harus diam atau tidak bicara.

Berikut ini penjelasan keempat faktor tersebut secara singkat.

(1) Faktor Waktu dan Keadaan

Faktor waktu dan keadaan menentukan apa yang seharusnya dikatakan oleh

seseorang. Misalnya, pada waktu siang hari seseorang dapat bertutur lebih

keras dari pada malam hari. Contoh lain, yaitu pada keadaan kesusahan atau

kesedihan, tidak pantas sekiranya kita membuat humor atau banyolan.

(2) Ragam Bahasa

Pemilihan ragam bahasa hendaknya tepat dan wajar dalam situasi linguistik

tertentu, artinya pemakai bahasa hendaknya memilih ragam bahasa

berdasarkan kepada siapa ia bicara, dalam suasana apa, untuk keperluan apa,

bagaimana tempat dan waktunya, apakah ada kehadiran orang ketiga atau

tidak, dan sebagainya.

(3) Giliran Bicara

Penutur sering tidak mengetahui tata cara giliran bicara. Orang jawa

menyebut ‘nyathek’ bagi orang muda yang tidak mengerti menggunakan

giliran bicara secara tepat atau menyela semaunya sendiri. Hal ini juga

berlaku jika seseorang harus menyela pembicaraan orang lain. Orang yang

lebih muda atau lebih rendah kedudukannya, tuturan bicaranya harus

mengalah dan jika akan menyela pembicaraan harus menunggu diberi

kesempatan oleh orang yang lebih tua atau lebih tinggi kedudukannya.

Page 42: TINDAK TUTUR DIREKTIF GURU SMA MUHAMMADIYAH 1 … · “ Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, berbicaralah yang baik-baik, kalau tidak mampu, maka diamlah saja.” (HR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

28

(4) Saat Harus Diam atau Tidak Bicara

Apabila seseorang tidak mengetahui secara tepat suatu permasalahan, lebih

baik ia diam atau tidak ikut bicara. Di depan orang yang lebih tua atau lebih

tinggi kedudukannya, sikap lebih banyak diam kiranya lebih baik dari pada

kesan ‘nyinyir’, kecuali jika orang tersebut diberi kesempatan untuk

memberikan pendapatnya.

Berdasarkan penjelasan di atas, tampak bahwa keasantunan berbahasa

atau bertutur tersebut bertalian erat dengan norma tutur. Norma tutur yang

dimaksud adalah aturan-aturan bertutur yang mempengaruhi alternatif-alternatif

pemilihan bentuk tutur Hymes (dalam Suwito 1997: 141). Lebih lanjut Hymes

membedakan norma tutur menjadi dua macam, yaitu (1) norma interaksi (norm of

interaction) dan (2) norma interpretasi (norm of interpretation). Norma interaksi

adalah norma yang bertalian dengan boleh tidaknya sesuatu dilakukan oleh

masing-masing penutur ketika interaksi verbal berlangsung. Norma ini

menyangkut hal-hal yang merupakan etika umum dalam bertutur sehingga

sifatnya relatif objektif. Norma interpretasi merupakan norma yang didasarkan

pada interpretasi sekelompok masyarakat tertentu terhadap suatu aturan, yang

dilatarbelakangi oleh nilai sosiokultural yang berlaku di dalam masyarakat yang

bersangkutan. Hal ini senada dengan pendapat Brown dan Levinson (dalam Aziz

2003: 172) yang menyatakn sebagai berikut.

Before taking a particular action, a speaker must determint seriouseness of face-threatening act. They thus posit three independent and culturally-sensitive variables, with they claims subsume all others that play principal role: (1) the social distance (D) of S and H (a symmetric relation), indicating the degree of familiarity and solidarity shared by the S and H, (2) the relative “power” of S and H (a symmetric relation) indicatingthe degree to which the S can impose will on H, (3) the “absolute ranking (R) of impositions in particular culture” both in term of the expenditure of goods and/or service by the H, the right of the S to perform the act and the degree to which the H welcomes to imposition. Norma interaksi tampak apabila terjadi interaksi verbal langsung

antarpenutur. Untuk dapat mencapai komunikasi seperti itu, kedua belah pihak

harus selalu menjaga apa-apa yang sebaiknya dilakukan, dan apa-apa yang

sebaiknya tidak dilakukan pada waktu mereka saling bertutur. Norma interaksi

Page 43: TINDAK TUTUR DIREKTIF GURU SMA MUHAMMADIYAH 1 … · “ Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, berbicaralah yang baik-baik, kalau tidak mampu, maka diamlah saja.” (HR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

29

member batas-batas apakah yang sebaiknya dilakukan terhadap mitra tutur dan

apa pula yang sebaiknya tidak dilakukan terhadap mitra tutur. Norma ini juga

berlaku pada bahasa Indonesia. Sebagai contohnya, berbicara terus-menerus tanpa

memberi kesempatan kepada mitra tutur untuk ganti bertutur atau sikap acuh tak

acuh dalam menanggapi pembicaraan mitra tuturnya merupakan sikap yang tidak

santun. Demikian juga kebiasaan memotong tuturan orang lain sebelum selesai

berbicara, termasuk pelanggaran norma tutur yang perlu dihindari (Markhamah,

dkk., 2009: 121).

Norma-norma interpretasi berkaitan dengan latar belakang sosial budaya

yang hidup di dalam masyarakat yang bersangkutan. Norma-norma semacam itu

bersifat unik karena didasarkan penafsiran (interpretasi) suatu masyarakat tertentu

terhadap perilaku tutur tertentu dalam proses komunikasi (Suwito, 1997: 144).

Adanya keterkaitan antara bahasa dan masyarakat ini juga diungkapkan oleh

Trudgill (1983: 14), yaitu “…it is clear that both these aspects of linguistic

behavior are reflections of the fact that there is a close interrelationship between

language and society.” Termasuk dalam masyarakat itu adalah pola-pola perilaku

dan budaya yang ada pada masyarakatnya. Misalnya, masyarakat yang menganut

budaya patrilinial, pemakaian bahasanya menunjukkan adanya perbedaan pola,

yaitu pemakaian bahasa perempuan memiliki kecenderungan lebih sopan

dibandingkan dengan bahasa laki-laki. Hal itu sejalan dengan pernyataan Holmes

(1993: 320), yaitu sebagai berikut.

“Women put more emphasis than men on the polite or effective functions of tags, using them as facilitative positive politeness devices. Men, on the other hand, usere more tags for the expression of uncertainly.” Hal tersebut juga disampaikan oleh Ledagard (2004) dalam

penelitiannya yang menyatakan bahwa perbedaan perempuan dan laki-laki dalam

hal pemakaian bahasa pada dasarnya sudah terbentuk sejak usia kanak-kanak.

Anak-anak perempuan cenderung menampakkan kesantunan berbahasa yang lebih

daripada anak laki-laki ketika sedang bermain dengan kelompoknya.

Berdasarkan penjelasan dari para pakar bahasa di atas, dapat disimpulkan

bahwa prinsip kesantunan berbahasa merupakan sebuah kaidah atau norma

berkomunikasi, baik norma interaksi maupun interpretasi untuk menjaga

Page 44: TINDAK TUTUR DIREKTIF GURU SMA MUHAMMADIYAH 1 … · “ Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, berbicaralah yang baik-baik, kalau tidak mampu, maka diamlah saja.” (HR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

30

keseimbangan sosial, psikologis, dan keramahan hubungan antara penutur dan

mitra tutur. Berbagai kaidah atau norma yang telah dipaparkan di atas sebaiknya

ditaati oleh masyarakat tutur karena berlaku secara umum dan hampir semua

bahasa memilikinya.

Beberapa pakar yang mengkaji kesantunan berbahasa antara lain: Lakoff

(1972), Fraser (1978), Brown dan Levinson (1978), dan Leech (1983). Teori

mereka pada dasarnya beranjak dari pengamatan yang sama, yaitu bahwa di dalam

komunikasi yang sebenarnya, penutur tidak mematuhi Prinsip Kerja Sama Grice,

yang terdiri atas maksim kualitas, kuantitas, relevansi, dan cara (Gunarwan, 2007:

187). Perbedaannya antara lain terletak pada bagaimana pakar-pakar tersebut

melihat wujud kesantunan. Lakoff dan Leech melihat sebagai penerapan kaidah

(kaidah sosial), sedangkan Fraser serta Brown dan Levinson melihatnya sebagai

hasil pemilihan strategi.

Fraser (dalam Gunarwan 2007: 188) mendefinisikan kesantunan, dalam

hal ini kesantunan berbahasa adalah “property associated with neither exeeded

any right nor failed to fulfill any obligation”. Dengan kata lain kesantunan

berbahasa adalah properti yang diasosiasikan dengan ujaran dan di dalam hal ini

menurut pendapat si pendengar atau penutur, si penutur tidak melampaui hak-

haknya atau tidak mengingkari untuk memenuhi kewajibannya. Sementara itu,

menurut Lakoff (dalam Gunarwan 2007: 187), sebuah ujaran dikatakan santun

jika ia tidak terdengar memaksa atau angkuh, ujaran itu memberi pilihan tindakan

kepada lawan bicara, dan lawan bicara itu menjadi lebih senang.

Muslich (2006: 1) menyatakan bahwa kesantunan (politiness), sopan

santun, atau etiket adalah tata cara, adat atau kebiasaan yang berlaku dalam

masyarakat. Kesantunan merupakan aturan perilaku yang ditetapkan bersama oleh

suatu masyarakat tertentu sehingga kesantunan sekaligus menjadi prasyarat yang

disepakati oleh perilaku sosial. Oleh karena itu, kesantunan berbahasa ini juga

disebut “tata krama” berbahasa.

Kesantunan berbahasa tidak hanya terungkap dalam isi percakapan, tetapi

juga dalam cara percakapan dikendalikan dan dipola oleh para pemeran sertanya

(Leech, 1993: 219). Tata cara berbahasa sangat penting diperhatikan para peserta

Page 45: TINDAK TUTUR DIREKTIF GURU SMA MUHAMMADIYAH 1 … · “ Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, berbicaralah yang baik-baik, kalau tidak mampu, maka diamlah saja.” (HR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

31

komunikasi demi kelancaran komunikasi. Oleh karena itu, masalah tata cara

berbahasa ini harus mendapatkan perhatian, terutama dalam proses belajar-

mengajar bahasa. Menurut Muslich (2006: 3-4) menyatakan bahwa dengan

mengetahui tata cara berbahasa, diharapkan orang lebih bisa memahami pesan

yang disampaikan dalam komunikasi karena tata cara berbahasa bertujuan

mengatur serangkaian hal berikut.

1) apa yang sebaiknya dikatakan pada waktu dan keadaan tertentu;

2) ragam bahasa apa yang sewajarnya dipakai dalam situasi tertentu;

3) kapan dan bagaimana giliran berbicara dan pembicaraan sela diterapkan;

4) bagaimana mengatur kenyaringan suara ketika berbicara;

5) bagaimana sikap dan gerak-gerik ketika berbicara; dan

6) kapan harus diam dan mengakhiri pembicaraan.

Banyak orang Indonesia yang tidak pernah belajar kaidah bahasa, tetapi

mereka dapat berbahasa secara baik dan benar. Begitu juga banyak orang

Indonesia yang tidak pernah belajar kesantunan berbahasa tetapi mereka dapat

berbahasa secara santun. Kaidah bahasa yang baik, benar, dan santun dapat

dipelajari secara formal, informal, ataupun nonformal. Karena kaidah bahasa yang

santun belum ada acuan baku, kaidah kesantunan kebanyakan dikuasai secara

informal ataupun nonformal (Pranowo, 2009: 52). Krishen (dalam Pranowo 2009:

52-53) mengemukakan bahwa penguasaan kaidah kesantunan dapat dikuasai

melalui pemerolehan. Berkaitan dengan pemerolehan kesantunan tersebut, dapat

diidentifikasi ciri-cirinya sebagai berikut.

1) dikuasai secara informal (melalui keluarga) maupun nonformal (melalui

lingkungan masyarakat);

2) setiap orang dapat berbahasa secara santun sesuai dengan pranata kesantunan

yang berkembang dalam lingkungannya;

3) tidak mengetahui kaidah kesantunan secara formal, tetapi setiap berbahasa

berusaha santun;

4) belum ada guru yang mengajarkan kesantunan secara formal;

5) belum ada rumusan kaidah kesantunan secara baku; dan

6) tidak ada rumusan tujuan secara pasti.

Page 46: TINDAK TUTUR DIREKTIF GURU SMA MUHAMMADIYAH 1 … · “ Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, berbicaralah yang baik-baik, kalau tidak mampu, maka diamlah saja.” (HR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

32

Berkaitan dengan hal di atas, jika masyarakat Indonesia selalu

memerhatikan kesantunan dalam pemakaian bahasa Indonesia, niscaya

kepribadian bangsa pun akan tumbuh dan berkembang dengan baik. Meskipun

bahasa Indonesia belum memiliki kaidah kesantunan berbahasa secara baku, tetapi

beberapa prinsip umum dari berbagai budaya dan bahasa lain dapat diserap

sebagai dasar untuk mengembangkan kaidah kesantunan berbahasa Indonesia

(Pranowo, 2009: 53). Prinsip umum dalam komunikasi yang dapat dikembangkan

dalam kaidah kesantunan berbahasa, antara lain sebagai berikut.

1) setiap komunikasi harus ada yang dikomunikasikan (pokok masalah);

2) setiap berkomunikasi harus menggunakan cara-cara tertentu agar dapat

diterima oleh mitra tutur dengan baik (cara); dan

3) setiap berkomunikasi harus ada alasan-alasan tertentu mengapa sesuatu harus

dikomunikasikan (alasan).

Menurut Pranowo (2009: 74-75) mencatat beberapa gejala penutur yang

bertutur secara santun, yaitu dengan bentuk sebagai berikut.

1) berbicara secara wajar dengan menggunakan akal sehat;

2) mengedepankan pokok masalah yang diungkapkan;

3) selalu berprasangka baik kepada mitra tutur;

4) penutur bersifat terbuka dan menyampaikan kritik secara umum;

5) menggunakan bentuk lugas, atau bentuk pembelaan diri secara lugas sambil

menyindir; dan

6) mampu membedakan situasi bercanda dengan situasi serius.

Adapun gejala penutur yang bertutur secara tidak santun, yaitu dengan

bentuk sebagai berikut.

1) menyampaikan kritik secara langsung (menohok mitra tutur) dengan kata atau

frasa yang kasar;

2) didorong rasa emosi ketika bertutur;

3) protektif terhadap pendapatnya;

4) sengaja ingin momojokkan mitra tutur dalam bertutur; dan

5) menyampaikan tuduhan atas dasar kecurigaan terhadap mitra tutur.

Page 47: TINDAK TUTUR DIREKTIF GURU SMA MUHAMMADIYAH 1 … · “ Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, berbicaralah yang baik-baik, kalau tidak mampu, maka diamlah saja.” (HR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

33

Tata cara berbahasa secara santun memang dipengaruhi oleh norma-

norma budaya suku bangsa atau kelompok masyarakat tertentu. Tata cara

berbahasa orang Inggris berbeda dengan tata cara orang Amerika meskipun

mereka sama-sama berbahasa Inggris. Begitu juga, tata cara berbahasa orang Jawa

berbeda dengan tata cara berbahasa orang Batak meskipun mereka sama-sama

berbahasa Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa kebudayaan yang sudah

mendarah daging pada diri seseorang berpengaruh pada pola berbahasanya. Itulah

sebabnya kita perlu mempelajari atau memahami norma-norma budaya di

samping mempelajari bahasanya karena tata cara berbahasa yang mengikuti

norma-norma budaya akan menghasilkan kesantunan berbahasa.

Senada dengan pendapat Sumarlan (1995: 3) yang menyatakan bahwa

kesantunan berbahasa bergantung pada sosial budaya, norma, dan aturan suatu

tempat sehingga nilai atau aturan satu budaya dapat berbeda dengan budaya lain.

Sebagaimana orang Jawa yang sangat memerhatikan tuturan yang santun atau

sopan. Misalnya, seorang guru yang bermaksud siswanya untuk mengambil spidol

di kantor, dia dapat memilih salah satu di antara tuturan berikut:

(31) Ambilkan spidol!

(32) Di kelas ini tidak ada spidol.

(33) Bapak memerlukan spidol.

(34) O, ternyata tidak ada spidol.

(35) Di sini tidak ada spidol, ya?

(36) Mengapa tidak ada yang mau mengambil spidol?

Berdasarkan tuturan di atas maksud “menyuruh” agar seseorang

melakukan tindakan, dapat diungkapkan dengan menggunakan kalimat imperatif

seperti tuturan (31), kalimat deklaratif seperti tuturan (33-34), atau kalimat

interogatif seperti tuturan (35-36). Jadi, secara pragmatis, kalimat berita

(deklaratif) dan kalimat tanya (interogatif) di samping berfungsi untuk

memberitahukan atau menanyakan sesuatu juga berfungsi untuk menyuruh

(imperatif dan direktif).

Geertz (dalam Suseno 2001: 38) menyatakan bahwa ada dua kaidah yang

paling menentukan pola pergaulan atau hubungan interaksi dalam masyarakat

Page 48: TINDAK TUTUR DIREKTIF GURU SMA MUHAMMADIYAH 1 … · “ Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, berbicaralah yang baik-baik, kalau tidak mampu, maka diamlah saja.” (HR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

34

Jawa. Dua kaidah itu sangat erat hubungannya dengan kesantunan berbahasa.

Kaidah pertama, bahwa dalam setiap situasi manusia hendaknya bersikap

sedemikian rupa hingga tidak sampai menimbulkan konflik. Suseno menyebut

kaidah ini sebagai prinsip kerukunan. Prinsip kerukunan tersebut dijabarkan

menjadi empat bidal, yaitu kurmat (hormat), andhap-asor (rendah hati), empan-

mapan (sadar akan tempat), dan tepa-slira (tenggang rasa). Kaidah kedua,

menuntut agar manusia dalam cara bicara dan membawa diri selalu menunjukkan

sikap hormat terhadap orang lain, sesuai dengan derajat dan kedudukannya.

Suseno menyebut kaidah kedua ini sebagai prinsip hormat.

Menurut Mulder (dalam Suseno, 2001: 65) menyatakan bahwa keadaan

rukun terdapat di mana semua pihak berada dalam keadaan damai satu sama lain,

suka bekerja sama, saling menerima, dalam suasana tenang dan sepakat. Pendapat

Mulder ini diperkut oleh pernyataan Geertz (dalam Suseno, 2001: 65), yaitu

bahwa berlaku rukun tersebut berarti menghilangkan tanda-tanda ketegangan

dalam masyarakat atau antara pribadi-pribadi sebagai hubungan-hubungan sosial

tetap kelihatan selaras dan baik, dalam kaitannya dengan prinsip hormat, Geertz

menjelaskan ada tiga perasaan yang harus dimiliki masyarakat Jawa dalam

berkomunikasi dengan tujuan untuk menciptakan situasi-situasi yang menuntut

sikap hormat, yaitu wedi (takut), isin (malu), dan sungkan. Ketiga hal tersebut

merupakan suatu kesinambungan perasaan-perasaan yang mempunyai fungsi

sosial untuk memberi dukungan psikologis terhadap tuntutan-tuntutan prinsip

hormat. Individu merasa terdorong untuk selalu mengambil sikap hormat atau

sopan, sedangkan kelakuan yang kurang hormat menimbulkan rasa tak enak

(Suseno, 2001: 65).

Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa kesantunan

berbahasa itu adalah tata cara atau etiket berbahasa yang ditetapkan dan disepakati

bersama oleh suatu masyarakat tertentu dengan memerhatikan kaidah (kaidah

sosial) dan pemilihan strategi agar komunikasi berjalan lancar dan harmonis.

Kesantunan berbahasa tersebut bergantung pada sosial budaya, norma, dan aturan

di suatu tempat sehingga nilai atau aturan satu budaya dapat berbeda dengan

budaya lain.

Page 49: TINDAK TUTUR DIREKTIF GURU SMA MUHAMMADIYAH 1 … · “ Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, berbicaralah yang baik-baik, kalau tidak mampu, maka diamlah saja.” (HR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

35

Retorika interpersonal terdapat prinsip kejasama, prinsip kesopanan, serta

prinsip ironi. Prinsip kesopanan memiliki sejumlah maksim, yakni maksim

kearifan (tact maxim), maksim kedermawanan (generosity maxim), maksim pujian

(approbation maxim), maksim kerendahan hati (modesty maxim), maksim

kesepakatan (agreement maxim), dan maksim simpati (sympathy maxim) (Leech,

1993: 132; Mey, 1994: 67; Wijana, 1996: 55).

Wijana (1996: 55) mengungkapkan bahwa di dalam mengungkapkan

maksim-maksim dalam prinsip kesopanan memerlukan bentuk ujaran, yang

meliputi: ujaran komisif, yaitu ujaran yang berfungsi untuk menyatakan janji atau

tawaran, misalnya You must borrow my bicycle, if you like ‘Kamu dapat

meminjam sepeda saya, kalau mau’ (Leech, 1993: 211). Ujaran imposif, yaitu

ujaran yang digunakan untuk menyatakan perintah atau suruhan, misalnya You

must come and have dinner with us ‘Kamu harus datang untuk makan malam di

rumah kami’ (Leech, 1993: 209). Ujaran ekspresif, yaitu ujaran yangdigunakan

untuk menyatakan sikap psikologis pembicara terhadap suatu pembicaraan,

misalnya What a amarvellous meal you cooked! ‘Masakanmu enak sekali’ (Leech,

1993: 212) dan ujaran asertif, yaitu ujaran yang digunakan untuk menyatakan

kebenaran proposisi yang diungkapkan, misalnya George isn’t sometimes late

‘George tidak kadang-kadang terlambat/berarti, George sering atau selalu

terlambat’ (Leech, 1993: 255).

Di dalam percakapan, penutur harus menyusun tuturannya sedemikian

rupa agar mitra tuturnya sebagai individu merasa diperlakukan secara santun.

Dalam hal ini, prinsip kesopanan dapat dipakai sebagai tutunan cara bertutur

sopan. Teori kesantunan itu pada dasarnya beranjak dari pengamatan yang sama,

yaitu bahwa di dalam berkomunikasi yang sebenarnya, penutur tidak selalu

mematuhi prinsip kerjasama Grice, yang terdiri atas maksim-maksim kuantitas,

kualitas, hubungan, dan cara perbedaannya antara lain terletak pada bagaimana

pakar-pakar itu melihat wujud kaidah kesantunan (kaidah sosial).

Teori kesantunan berbahasa menurut Leech (1993: 123), ada tiga skala

yang perlu kita pertimbangkan untuk menilai derajat kesantunan sebuah ditrektif.

Page 50: TINDAK TUTUR DIREKTIF GURU SMA MUHAMMADIYAH 1 … · “ Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, berbicaralah yang baik-baik, kalau tidak mampu, maka diamlah saja.” (HR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

36

Ketiga skala itu, yang kesemuanya terangkum dalam skala pragmatik, adalah

skala untung-rugi (the cost-benefit scale), skala kemanasukaan (the optinality

scale), dan skala ketaklangsungan (the indirectness scale). Skala untung-rugi

memperkirakan keuntungan atau kerugian bagi penutur atau mitra tutur dengan

adanya suatu satuan pragmatis atau implikasi pragmatis. Skala kemanasukaan

mengurutkan ilokusi menurut jumlah pilihan yang diberikan oleh penutur kepada

mitra tutur. Skala ketaklangsungan dipandang dari sudut penutur mengurutkan

ilokusi-ilokusi berdasarkan panjang jarak antara tindak ilokusi dan tujuan ilokusi

dalam analisis cara tujuan. Dia juga mengatakan

“It is assumed that politenes to be an abstract quality, residing in

individual particular expressions, lexical items or morphemes, without

regard to the particular circumstances that govern their use”

Leech (dalam Mey, 1994: 68)

Keenam maksim beserta submaksimnya masing-masing berikut.

1) maksim kearifan, maksim ini digunakan dalam ujatan imposif dan komisif:

a. Minimeze cost to other.

‘Minimalkan kerugian bagi orang lain.’

Contoh: Kalau tidak keberatan datanglah anda ke rumah saya.

b. Maximize benefit to other.

‘Maksimalkan keuntungan bagi orang lain.’

Contoh: Mari saya bawakan tas Anda.

2) maksim kedermawanan, maksim ini digunakan dalam ujaran impositif dan

komisif:

a. Minimize benefit to self.

‘Minimalkan keuntungan bagi diri sendiri.’

Contoh: Saya akan mengundangmu ke rumah untuk makan malam.

b. Maximize cost to self.

‘Maksimalkan kerugian bagi diri sendiri.’

Contoh: Saya dapat meminjamkan mobil saya pada Anda.

3) maksim pujian, maksim ini digunakan dalam ujaran ekspresif dan asertif:

a. Minimize dispraise of other.

Page 51: TINDAK TUTUR DIREKTIF GURU SMA MUHAMMADIYAH 1 … · “ Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, berbicaralah yang baik-baik, kalau tidak mampu, maka diamlah saja.” (HR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

37

‘Perkecil rasa tidak hormat kepada orang lain.’

Contoh: Permainan Anda sangat bagus.

b. Maximize praise of other.

‘Pujilah orang lain sebanyak mungkin.’

Contoh: Masakan Anda sungguh enak!

4) maksim kerendahan hati, maksim ini digunakan dalam ujaran ekspresif dan

asertif:

a. Minimeze praise of self.

‘Pujilah diri sendiri sesedikit mungkin.’

Contoh: Mereka begitu baik kepada kami.

b. Maximize dispraise of self.

‘Kecamlah diri sendiri sebanyak mungkin.’

Contoh: How stupid of me.

‘Alangkah bodohnya saya.’

5) maksim kesepakatan, maksim ini digunakan dalam ujaran asertif:

a. Minimize disagreement between self and other.

‘Usahakan agar ketaksepakatan antara diri sendiri dan orang lain terjadi

sesedikit mungkin.’

Contoh: + Bahasa Inggris sukar, ya?

- Ya.

b. Maximize disagreement between self and other.

‘Maksimalkan kecocokan antara diri sendiri dan orang lain.’

Contoh: a. A referendum will statisfy every body.

‘Referendum akan memuaskan setiap orang’

b. Yes, definetely.

‘Ya, tentu saja.’

6) maksim simpati, maksim ini digunakan dalam ujaran asertif:

a. Minimize antipathy between self and other.

‘Kurangi rasa antipati antara diri sendiri dan orang lain sebanyak

mungkin.’

Contoh: + Aku lolos di UMPTN, Jon.

Page 52: TINDAK TUTUR DIREKTIF GURU SMA MUHAMMADIYAH 1 … · “ Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, berbicaralah yang baik-baik, kalau tidak mampu, maka diamlah saja.” (HR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

38

- Selamat, ya!

b. Maximize sympathy between self and other.

‘Tingkatkan rasa simpati terhadap orang lain setinggi mungkin.’

Contoh: I’m terribly sorry to hear that your cat died.

‘Saya ikut bersedih atas kematian kucing Anda.’

Berkenaan dengan prinsip kerja sama dan prinsip kesopanan, Nababan

(1987: 34) mengemukakan bahwa kedua prinsip yang menghasilkan implikatur itu

dalam pergaulan sosial sama-sama bekerja. Situasi prinsip kesopanan lebih

dominan, terapi dalam situasi lain prinsip kerja sama lebih dominan untuk

menentukan apa yang sewajarnya diucapkan oleh penutur dan mengarahkan

bagaimana seharusnya mitra tutur menafsirkan suatu tuturan yang diucapkan oleh

penutur.

c. Prinsip Ironi

Retorik interpersonal prinsip ironi mengambil tempat di sisi prinsip

kerjasama dan prinsip kesopanan. Prinsip kesopanan juga menjadi parasit bagi

kedua prinsip tersebut dalam arti bahwa kefungsionalan prinsip kerjasama dan

prinsip kesopanan langsung tampak pada peranan mereka dalam mengembangkan

komunikasi interpersonal yang efektif; tetapi prinsip ironi hanya dapat dijelaskan

melalui prinsip-prinsip lain. Leech (1993: 224) menyatakan bahwa prinsip ironi

menempati urutan kedua, yang memungkinkan seseorang untuk bertindak tidak

sopan melalui sikap yang seakan-akan sopan; caranya dengan memberi kesan

melanggar prinsip kerjasama tetapi sebetulnya menantinya. Jadi prinsip ironi dys-

fungsional; yaitu prinsip kesopanan mendorong terwujudnya hubungan yang

ramah dan menghindari konflik dalam hubungan-hubungan sosial, sedangkan

prinsip ironi, dengan memungkinkan kita untuk bertindak tidak sopan, memupuk

penggunaan bahasa yang ‘antisosial’. Orang dikatakan bersikap ironis bila

menggunakan sopan santun yang tidak tulus sebagai pengganti sikap tidak sopan,

dan dengan perilaku ini orang itu bertujuan merugikan dan menyudutkan orang

lain.

Ketidaktulusan dalam sopan santun ini kadang-kadang tampak dengan

jelas, kadang-kadang tidak, dan dapat berupa pelanggaran maksim kuantitas dari

Page 53: TINDAK TUTUR DIREKTIF GURU SMA MUHAMMADIYAH 1 … · “ Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, berbicaralah yang baik-baik, kalau tidak mampu, maka diamlah saja.” (HR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

39

prinsip kerja sama, atau lebih sering lagi dapat berupa pelanggaran maksim

kualitas. Daya ironi sebuah pernyataan sering ditandai oleh pernyataan yang

berlebihan atau pernyataan yang mengecilkan arti, sehingga menjadi lebih sulit

bagi mitra tutur untuk menafsirkan pernyataan tersebut dengan cepat. Daya ironi

sebuah pernyataan sering ditandai oleh pernyataan yang berlebihan atau

pernyataan yang mengecilkan arti, sehingga menjadi lebih sulit bagi mitra tutur

untuk menafsirkan pernyataan tersebut dengan cepat.

Leech (1993: 227) menyatakan bahwa daya ironi sangat beragam; ada

yang menggelikan, ada juga yang memnyinggung perasaan melalui perintah-

perintah yang sarkastik, seperti dalam kalimat Do help yourself, won’t you?

‘Silakan ambil sendiri’ yang dikatakan kepada seseorang yang memang sedang

sibuk melayani dirinya sendiri. Selain mempunyai fungsi negatif, prinsip ironi

mempunyai fungsi positif. Melalui ironi sikap-sikap agresif dapat disalurkan

dalam bentuk-bentuk verbal yang tidak berbahaya daripada dalam serangan-

serangan langsung seperti kritik, penghinaan, ancaman, dan sebagainya.

Penghinaan dengan mudah dapat dibalas dengan penghinaan sehingga

mengakibatkan konflik, sedangkan pernyataan ironis tidak mudah dibalas dengan

ironi.

B. Penelitian yang Relevan

Beberapa penelitian yang dianggap relevan dengan penelitian yang

dilakukan oleh penulis adalah sebagai berikut.

1. R. Irwan Nurdin (berupa skripsi) yang berjudul Aplikasi Prinsip Kerjasama

dan Prinsip Kesantunan dalam Percakapan Bahasa Inggris Mahasiswa

Program Pendidikan Bahasa Inggris FKIP UNS (sebuah kajian pragmatik)

pada tahun 2004. R. Irwan Nurdin dalam penelitiannya tersebut

menyimpulkan bahwa percakapan bahasa Inggris yang dilakukan mahasiswa

program pendidikan bahasa Inggris fakultas FKIP UNS cenderung

mematuhinya. Adapun presentase yang mematuhi prinsip kerjasama, yaitu

87.2%, sedangkan yang tidak mematuhi sebesar 21.8%. Demikian juga

dengan prinsip kesantunan berbahasa, menunjukkan kecenderungan untuk

Page 54: TINDAK TUTUR DIREKTIF GURU SMA MUHAMMADIYAH 1 … · “ Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, berbicaralah yang baik-baik, kalau tidak mampu, maka diamlah saja.” (HR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

40

mematuhinya. Presentase yang mematuhi prinsip kesantunan sebesar 60.5%,

sedangkan yang tidak mematuhi prinsip kesantunan berbahasa sebesar 39.5%.

2. Penelitian tentang ”Tindak Tutur Direktif Pejabat dalam Peristiwa Rapat

Dinas: Kajian Sosiopragmatik Berperspektif Jender di Lingkungan

Pemerintahan Kota Surakarta” oleh Harun Joko Prayitno (2009). Penelitian ini

merupakan penelitian studi kasus tentang tindak tutur direktif dalam peristiwa

rapat dinas di lingkungan kota Surakarta, meliputi kegiatan yang dimulai

membuka sampai menutup rapat. Hasil penelitian secara umum mereka

mengawali rapat dinas dengan tuturan religius, salam kewaktuan, dan salam

ekspresif kemudian dilanjutkan dengan pemakaian tindak tutur direktif. Secara

keseluruhan kesetaraan perempuan dan laki-laki yang menjadi PNS di

lingkungan pemkot Surakarta dapat dinyatakan sejajar.

3. Penelitian tentang ”Tindak Tutur dalam Kampanye Pemilihan Umum

Presiden Republik Indonesia 2004” oleh Djoko Wijono (2007). Penelitian ini

merupakan penalitian studi kasus tentang pemakaian tindak tutur dalam

kampanye pemilu presiden 2004. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa

jenis tindak tutur yang dominan dalam kampanye pemilu presiden RI 2004

ialah tindak tutur direktif terdapat 18 subtindak tutur. Dari kedelapan belas

subtindak tutur tersebut yang paling dominan ialah subtindak tutur

’menyuruh’.

Beberapa penelitian tersebut dianggap relevan karena sama-sama

mengkaji tentang tindak tutur. Perbedaannya terletak pada fokus kajian, ada yang

meneliti tindak tutur mahasiswa, tindak tutur pejabat, dan tindak tutur dalam

kampanye pemilu presiden 2004. Penelitian ini memiliki kesamaan sumber data

dengan penelitian nomor satu, yaitu mahasiswa sebagai objek penelitian, yang

membedakan penelitian tersebut adalah fokus kajian. Jika dalam penelitian

tersebut dikaji masalah bagaimana penerapan tindak tutur guru dalam strategi

membuka sampai menutup pelajaran, sedangkan penelitian yang dilakukan

penulis mengkaji masalah yang lebih khusus yaitu tindak tutur direktif yang

dipakai guru SMA dalam pembelajaran di kelas.

Page 55: TINDAK TUTUR DIREKTIF GURU SMA MUHAMMADIYAH 1 … · “ Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, berbicaralah yang baik-baik, kalau tidak mampu, maka diamlah saja.” (HR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

41

C. Kerangka Berpikir

Kesantunan berbahasa merupakan tata cara atau aturan perilaku berbahasa

yang ditetapkan dan disepakati bersama oleh suatu masyarakat tutur tertentu

dengan mempertahankan kaidah (Kaidah sosial) dan pemilihan strategi agar

kominikasi berjalan lancar dan harmonis. Kesantunan berbahasa tercermin dalam

tata cara berkomunikasi (Penutur dan mitra tutur), dengan mengetahui tata cara

berbahasa diharapkan orang lebih bisa memahami pesan yang disampaikan dalam

komunikasi dengan baik, tanpa adanya ketergantungan di antara peserta tutur.

Analisis data yang diamati berdasar masyarakat tutur/peserta tutur tersebut

menghasilkan tuturan bahasa, dalam hal ini masyarakat tutur yang diteliti adalah

guru dan siswa di SMA Muhammadiyah 1 Karanganyar. Guru dan siswa SMA

Muhammadiyah 1 Karanganyar tersebut di dalam komunikasi/peristiwa tutur

menghasilkan berbagai bentuk tuturan, dalam hal ini yang diambil adalah tuturan

direktif baik tuturan yang santun maupun yang tidak santun. Analisis ini akan

mencermati fenomena kesantunan berbahasa tuturan direktif yang dilakukan pada

peristiwa tutur di SMA Muhammadiyah 1 Karanganyar.

Analisis selanjutnya, yaitu mengenai prinsip dan strategi kesantunan

berbahasa tuturan direktif yang digunakan/diterapkan oleh guru dan siswa di SMA

Muhammadiyah 1 Karanganyar berdasarkan penelitian yang dilakukan di

lapangan akan ditemukan prinsip-prinsip dan pemilihan kesantunan berbahasa

oleh guru dan siswa yang kemungkinan berbeda atau tidak ditemukan di

kelompok masyarakat tutur lain.

Berdasarkan hasil penelitian di lapangan kemudian dipaparkan dan

diterangkan atau dibahas secara jelas dengan kajian sosiopragmatik. Hal ini yang

menjadi pemikiran peneliti untuk meneliti bagaimanakah penerapan prinsip

kesantunan dan penerapan prinsip kerja sama dalam tindak tutur yang digunakan

dalam pembelajaran di SMA yang dapat dilihat dari aspek direktif agar selain

komunikatif, siswa juga dapat meningkatkan kesantunan dalam bertutur.

Page 56: TINDAK TUTUR DIREKTIF GURU SMA MUHAMMADIYAH 1 … · “ Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, berbicaralah yang baik-baik, kalau tidak mampu, maka diamlah saja.” (HR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

42

Secara visual pemikiran tersebut dapat digambarkan sebagai berikut.

Gambar 1. Alur Kerangka Berpikir

Masyarakat tutur (guru dan siswa)

Peristiwa Tutur Guru

Penerapan Prinsip Kerja Sama

Penerapan Prinsip Kesantunan

Deklarasi Representatif Direktif Komisif Ekspresif

1. Memerintah 2. Mengajak 3. Menyarankan 4. Menjelaskan 5. Memohon 6. Pernyataan 7. Memuji 8. Menasehati

Page 57: TINDAK TUTUR DIREKTIF GURU SMA MUHAMMADIYAH 1 … · “ Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, berbicaralah yang baik-baik, kalau tidak mampu, maka diamlah saja.” (HR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

43

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di sebuah SMA, tepatnya di SMA

Muhammadiyah 1 Karanganyar. Waktu penelitian dilakukan antara bulan Juni-

September 2010, dengan rincian kegiatan seperti pada tabel di bawah ini.

Tabel 1. Rincian Kegiatan dan Waktu Penelitian

No Rincian waktu

Jenis Kegiatan

Juni’01 Juli ‘10 Agust‘10 Sept ‘10

3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2

1.

2.

3.

4.

5.

Persiapan survey awal

sampai penyusunan

proposal

Pengurusan surat izin

penelitian

Pengumpulan data

Analisis data

Penyusunan laporan

X X

X

X

X

X

X

X

X

X

X

X

X

X

X

X

X

B. Bentuk dan Strategi Penelitian

Bentuk penelitian ini adalah deskriptif kualitatif yaitu penelitian yang

bertujuan untuk menggambarkan atau melukiskan kenyataan yang ada

berdasarkan konsep, kategori, dan tidak berdasarkan angka. Peneliti mencatat data

yang berwujud tindak tutur yang digunakan dalam proses pembelajaran di SMA.

Penulis melakukan penelitian melalui pendekatan studi kasus dengan

menggunakan strategi tunggal terpancang. Tunggal artinya hanya ada satu ruang

lingkup penelitian yang dilakukan oleh penulis, yaitu penelitian yang dilakukan di

SMA Muhammadiyah 1 Karanganyar. Terpancang maksudnya yaitu penelitian

Page 58: TINDAK TUTUR DIREKTIF GURU SMA MUHAMMADIYAH 1 … · “ Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, berbicaralah yang baik-baik, kalau tidak mampu, maka diamlah saja.” (HR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

44

yang dilakukan ini terpancang pada satu pokok permasalahan, yaitu tentang tindak

tutur direktif yang dipakai guru di SMA tersebut.

C. Sumber Data

Data yang diambil dalam penelitian ini adalah tindak tutur, sedangkan

sumber data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari tiga macam, yaitu

transkip, peristiwa, dan informan. Dokumen berupa catatan maupun rekaman

yang disampaikan guru dalam proses pembelajaran di kelas XI ICT 1 dan XI IPS

SK 2. Data yang berupa peristiwa di sini adalah proses pembelajaran yang terjadi

di SMA, sedangkan yang menjadi informan adalah guru yang melakukan proses

pembelajaran di SMA tersebut.

D. Teknik Pengumpulan Data

Ada tiga teknik pengumpulan data yang diterapkan sebagai alat untuk

menjaring data secara lengkap dan akurat sehubungan dengan masalah yang

diteliti.

1. Analisis dokumen, peneliti menganalisis data yang berupa bahasa yang telah

dicatat maupun direkam sehubungan dengan tindak tutur direktif.

2. Observasi, peneliti mengadakan pengamatan langsung terhadap proses

pembelajaran di SMA Muhammadiyah 1 Karanganyar, dalam hal ini peneliti

berperan sebagai partisipan pasif, kehadiran peneliti diketahui dan disadari

namun tidak mempengaruhi proses pembelajaran, observasi dilakukan empat

kali.

3. Wawancara, peneliti melakukan wawancara mendalam (in-depth interview)

kepada informan untuk mendapatkan data yang tidak bisa didapatkan melalui

teknik observasi. Informan yang dipilih adalah dua guru yang mengajar di

kelas XI. Peneliti hanya melakukan wawancara kepada guru karena

disesuaikan dengan data yang akan diambil, yaitu berupa tindak tutur direktif.

Dalam hal ini guru berperan secara dominan dalam interaksi pembelajaran

sehingga pihak yang banyak mengeluarkan ujaran adalah guru. Pertanyaan

dalam wawancara yang dilakukan bersifat open-ended atau terbuka. Jadi,

Page 59: TINDAK TUTUR DIREKTIF GURU SMA MUHAMMADIYAH 1 … · “ Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, berbicaralah yang baik-baik, kalau tidak mampu, maka diamlah saja.” (HR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

45

mengarah pada kedalaman informasi, serta dilakukan dengan cara yang tidak

terstruktur (Sutopo, 2002: 59). Isi wawancara diharapkan diperoleh data

mengenai fenomena kesantunan tuturan direktif dalam pembelajaran di kelas

SMA Muhammadiyah 1 Karanganyar.

E. Validitas Data

Untuk menguji validitas data dalam penelitian ini, peneliti menggunakan

teknik triangulasi (sumber/data dan metode).

1. Triangulasi data, yaitu peneliti menggunakan beberapa sumber untuk

mendapatkan dan mengumpulkan data yang sama. Untuk menjaga validitas

data berupa tindak tutur direktif, peneliti menggunakan beberapa sumber,

yaitu dokumen (hasil rekaman maupun catatan ujaran-ujaran yang

disampaikan guru dan siswa dalam pembelajaran), peristiwa (proses

pembelajaran), dan informan (guru di SMA Muhammadiyah 1 Karanganyar).

2. Triangulasi metode, yaitu peneliti menggunakan metode yang berbeda untuk

mendapatkan data yang sama. Untuk menjaga validitas data berupa tindak

tutur, peneliti menggunakan metode yang berbeda. Misalnya dalam penelitian

ini penulis mengambil data berupa tindak tutur direktif. Agar tindak tutur

direktif yang diperoleh tersebut valid, maka peneliti menggunakan metode

rekam catat dan observasi sehingga data makin kuat dan saling melengkapi.

Selain menggunakan metode observasi dan analisis dokumen, peneliti juga

menggunakan metode wawancara untuk menjaga validitas makna dari tuturan

yang muncul secara khusus, yaitu dengan bertanya kepada guru di SMA

Muhammadiyah 1 Karanganyar.

F. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah model

analisis interaktif (interaktive model of analysis). Menurut Miles & Huberman

(dalam Sutopo, 2002: 91) dalam analisis data kualitatif ada tiga komponen utama

yang harus diperhatikan oleh peneliti. Analisis model interaktif ini merupakan

interaksi dari tiga komponen tersebut, yaitu: reduksi data, penyajian data (display

Page 60: TINDAK TUTUR DIREKTIF GURU SMA MUHAMMADIYAH 1 … · “ Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, berbicaralah yang baik-baik, kalau tidak mampu, maka diamlah saja.” (HR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

46

data), dan penarikan kesimpulan (verivikasi). Pada saat melakukan tahap

pengumpulan data, peneliti sudah melakukan reduksi dan display data sekaligus

sesuai dengan kemunculan data yang diperlukan. Adapun langkah-langkah

analisis interaktif adalah sebagai berikut:

1. Reduksi Data

Pada bagian ini peneliti melakukan pengurangan dan penyeleksian data.

Seluruh data yang diperoleh tidak serta merta disajikan semua. Peneliti

memilih data-data mana yang dianggap tepat untuk disajikan dan dianalisis

lebih lanjut. Misalnya untuk memperoleh data berupa tindak tutur, peneliti

merencanakan akan melakukan perekaman selama tiga kali. Melalui beberapa

pertimbangan, peneliti menyeleksi semua data yang diperoleh. Berdasarkan

hasil seleksi, penulis menetapkan dua rekaman yang diangap paling layak

diambil untuk disajikan.

2. Display Data

Pada bagian ini, data yang telah diseleksi kemudian disajikan. Data hasil

seleksi pun tidak serta merta disajikan apa adanya. Data hasil seleksi tersebut

dikelompokkan dan dipilah-pilah sesuai dengan permasalahannya sehingga

mudah untuk dianalisis. Dalam penelitian ini penulis mengelompokkan data

berupa tindak tutur ke dalam lima jenis. Apabila ada kelompok yang masih

dapat dikelompokkan menjadi kelompok yang ruang lingkupnya lebih sempit,

maka penulis mengelompokkannya kembali. Setelah data dikelompokkan

kemudian dianalisis. Pada saat penulis menganalisis data, penulis juga

melakukan konfirmasi kepada informan untuk mendapatkan kelengkapan dan

ketepatan analisis.

3. Penarikan Kesimpulan

Setelah melakukan konfirmasi kepada informan yang bersangkutan, peneliti

dapat mengambil kesimpulan yang tepat tentang pemakaian ujaran dalam

pembelajaran di SMA Muhammadiyah 1 Karanganyar.

Page 61: TINDAK TUTUR DIREKTIF GURU SMA MUHAMMADIYAH 1 … · “ Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, berbicaralah yang baik-baik, kalau tidak mampu, maka diamlah saja.” (HR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

47

Visualisasi proses analisis tersebut sebagai berikut:

G. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian merupakan rangkaian tahap demi tahap kegiatan

penelitian dari awal sampai akhir. Tahap penelitian ini dilakukan dengan cara

sebagai berikut.

1. Tahap Persiapan

a. Menentukan masalah penelitian dan mengajukan judul penelitian.

Pada tahap ini peneliti melakukan survey awal untuk mendeteksi masalah-

masalah yang muncul di lokasi penelitian, khususnya terhadap

penggunaan bahasanya. Setelah menemukan hal yang menarik untuk

diteliti, maka peneliti merumuskan berbagai permasalahan yang kemudian

akan dicari judul yang sesuai dengan permasalahan tersebut. Dalam

penelitian ini peneliti mengajukan judul “Tindak Tutur Direktif Guru

SMA Muhammadiyah 1 Karanganyar (dalam Pembelajaran di Kelas).”

b. Melakukan prapenelitian untuk mendapatkan gambaran tentang objek

penelitian.

Peneliti melakukan prapenelitian ke SMA Muhammadiyah 1 Karanganyar

dengan mengamati kejadian yang terjadi di lapangan untuk mendapatkan

gambaran tentang objek penelitian, serta untuk menentukan bagaimana

Reduksi Data Display Data

Pengumpulan Data

Penarikan Kesimpulan

Gambar 2. Model Analisis Interaktif (Sutopo, 2002: 96)

Page 62: TINDAK TUTUR DIREKTIF GURU SMA MUHAMMADIYAH 1 … · “ Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, berbicaralah yang baik-baik, kalau tidak mampu, maka diamlah saja.” (HR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

48

cara untuk mendapatkan data yang diperlukan dan siapa yang akan

menjadi informan.

c. Membuat proposal penelitian.

Judul yang telah diajukan kemudian dikembangkan menjadi sebuah

proposal untuk ijin penelitian selanjutnya. Pada tahap ini peneliti mencari

teori-teori yang relevan dengan permasalahan yang telah dirumuskan.

Peneliti berkonsultasi kepada pembimbing untuk mendapatkan susunan

proposal yang baik.

d. Mengurus perizinan.

Setelah mendapatkan persetujuan dari kedua pembimbing, selanjutnya

peneliti mencari pengesahan dari Ketua program, Ketua Jurusan, Tim

Skripsi, Pembantu Dekan I dan Pembantu Dekan III. Langkah terakhir

dalam mengurus perizinan adalah mengajukan izin ke SMA

Muhammadiyah 1 Karanganyar.

e. Mempersiapkan perlengkapan penelitian.

Pada tahap ini peneliti mempersiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan

untuk mengadakan penelitian. Hal-hal yang perlu disiapkan antara lain

adalah alat tulis, hand record dan kaset rekaman.

2. Tahap Pelaksanaan

a. Pengumpulan data.

Peneliti mengobservasi kegiatan pembelajaran yang terjadi di kelas dengan

cara ikut masuk ke dalam kelas. Pada saat itu peneliti merekam segala

bentuk ujaran yang terjadi selama proses pembelajaran berlangsung. Selain

dengan cara merekam, peneliti juga mengumpulkan data dengan cara

mencatat, hal tersebut dilakukan untuk mengantisipasi jika ada

ketidakjelasan data yang diperoleh melalui teknik rekam. Selain

melakukan observasi, peneliti juga melakukan wawancara kepada

informan guna mendapatkan data-data lain yang diperlukan.

Page 63: TINDAK TUTUR DIREKTIF GURU SMA MUHAMMADIYAH 1 … · “ Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, berbicaralah yang baik-baik, kalau tidak mampu, maka diamlah saja.” (HR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

49

b. Mengumpulkan bahan-bahan pustaka yang mendukung.

Peneliti mencari dan mengumpulkan bahan pustaka yang mendukung

untuk menjadi teori yang akan digunakan untuk melakukan pendekatan

terhadap permasalahan yang telah dirumuskan.

c. Menganalisis data yang terkumpul.

Pada tahap ini, data yang telah terkumpul tersebut direduksi kamudian

dianalisis berdasarkan pendekatan teori yang telah ditentukan sehingga

dapat ditarik suatu kesimpulan.

3. Tahap Akhir

a. Membuat kesimpulan.

Dari hasil analisis data tersebut dibuat kesimpulan-kesimpulan yang

bermanfaat bagi kepentingan peneliti, SMA, dan bidang keilmuan.

b. Menyusun laporan.

Langkah terakhir peneliti adalah menyusun laporan sesuai dengan

penelitian yang telah dilakukan.

Page 64: TINDAK TUTUR DIREKTIF GURU SMA MUHAMMADIYAH 1 … · “ Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, berbicaralah yang baik-baik, kalau tidak mampu, maka diamlah saja.” (HR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

50

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMA Muhammadiyah 1 Karanganyar yang

beralamat di Jalan Brigjen Slamet Riyadi Karanganyar. Lokasi SMA

Muhammadiyah 1 Karanganyar sangat strategis, yaitu terletak di pinggiran kota

dan jauh dari tempat-tempat hiburan maupun keramaian. Letaknya bersebelahan

dengan SMA Negeri 1 Karanganyar, tepatnya berada di depan MI Karanganyar.

Di sekitar SMA Muhammadiyah 1 Karanganyar terdapat tempat kost yang mudah

didapat bagi siswa yang berasal dari luar kota dengan biaya yang cukup ringan.

Lokasinya juga mudah dijangkau karena dekat dengan jalur bus dari solo ke

Jatipuro. Selain itu, keadaan lingkungan sekitar SMA Muhammadiyah 1

Karanganyar cukup bagus. Di depan SMA Muhammadiyah 1 Karanganyar

terdapat tempat foto kopi dan toko kecil yang menjual peralatan sekolah,

sedangkan di sebelah kiri SMA Muhammadiyah 1 Karanganyar terdapat SMA

Negeri 1 Karanganyar, warung makan dan tempat kos untuk siswa yang rumahnya

jauh.

SMA Muhammadiyah 1 Karanganyar fasilitas belajar cukup memadai,

seperti adanya ruang komputer, perputakaan, laboratorium yang terdapat tiga

ruang, yaitu Laboratorium Fisika, Laboratorium Kimia, dan laboratorium bahasa,

serta ruang kelas yang terdapat 20 ruang yang masing-masing ruang kelas

luasnya kurang lebih 63 meter persegi. Kelas X terdapat 8 kelas, kelas XI terdapat

7 kelas, kelas XII terdapat 5 kelas. Lingkungan sekitar SMA Muhammadiyah 1

Karanganyar sangat nyaman dan teduh karena banyak ditumbuhi pohon-pohon

besar dan tanaman-tanaman dalam pot yang indah. Peneliti sengaja memilih kelas

XI ICT 1 dan IPS SK 2 karena kelas tersebut memungkinkan untuk mengadakan

penelitian, karena letaknya berada di lantai atas yang jauh dari suara keramaian

atau kebisingan di lantai bawah. Di bawah lantai kelas tersebut adalah ruang BK

(Bimbingan Konseling) dan masjid sehingga untuk mengontrol siswa untuk tidak

ramai lebih mudah. Jumlah siswa kelas XI ICT 1 sebanyak 19 siswa, sedangkan

Page 65: TINDAK TUTUR DIREKTIF GURU SMA MUHAMMADIYAH 1 … · “ Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, berbicaralah yang baik-baik, kalau tidak mampu, maka diamlah saja.” (HR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

51

jumlah siswa kelas XI IPS SK 2 sebanyak 27 siswa yang semuanya terdiri dari

putra dan putri.

Ruang kelas XI ICT 1 terlihat bersih dan tertata rapi. Pada sisi sebelah kiri

berderet kaca dengan letak pintu terdapat di sebelah kiri, tepatnya di sudut pojok.

Di depan kelas terdapat pagar tembok. Di sebelah kiri kelas terdapat kamar kecil

dan di bawah kelas terdapat kelas X ICT 1, kursi dan meja diatur dalam posisi

menghadap ke barat, terdiri dari 4 baris dan 5 deret meja kursi untuk siswa dengan

satu buah meja kursi untuk guru yang menghadap ke timur yang terdapat 1 unit

komputer untuk guru. Di depan kelas terdapat papan tulis yang memakai

boardmaker (whiteboard) dan di atas papan tulis terdapat sebuah gambar Presiden

dan Wakil Presiden Republik Indonesia, yaitu Susilo Bambang Yudhoyono dan

Boediono. Di tengah-tengah gambar Presiden dan Wakil presiden Republik

Indonesia terdapat patung Garuda Pancasila. Tepat di atas patung Garuda

Pancasila ada sebuah speaker yang berfungsi sebagai alat untuk memberikan

pengumuman atau informasi penting bagi siswa. Di sebelah kiri papan tulis

terdapat daftar regu piket dan daftar pengurus kelas. Di sebalah kanan papan tulis

ada sebuah LCD.

Ruang kelas XI IPS SK 2 terlihat bersih dan tertata rapi. Pada sisi sebelah

kanan dan kiri berderet kaca dengan letak pintu terdapat di sebelah kiri, tepatnya

di sudut pojok. Di depan kelas terdapat pagar tembok. Di sebelah kiri kelas

terdapat ruang kelas XI IPS SK 1 dan di sebelah kanan kelas terdapat ruang kelas

XI IPS 1, kursi dan meja diatur dalam posisi menghadap ke timur, terdiri dari 4

baris dan 7 deret meja kursi untuk siswa dengan satu buah meja kursi untuk guru

yang menghadap ke barat. Di depan kelas terdapat papan tulis yang memakai

boardmaker (whiteboard) dan di atas papan tulis terdapat sebuah gambar Presiden

dan Wakil Presiden Republik Indonesia, yaitu Susilo Bambang Yudhoyono dan

Boediono. Di tengah-tengah gambar Presiden dan Wakil presiden Republik

Indonesia terdapat patung Garuda Pancasila. Tepat di atas patung Garuda

Pancasila ada sebuah speaker yang berfungsi sebagai alat untuk memberikan

pengumuman atau informasi penting bagi siswa. Di sebelah kiri papan tulis

Page 66: TINDAK TUTUR DIREKTIF GURU SMA MUHAMMADIYAH 1 … · “ Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, berbicaralah yang baik-baik, kalau tidak mampu, maka diamlah saja.” (HR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

52

terdapat daftar regu piket dan daftar pengurus kelas. Di sebalah kanan papan tulis

ada sebuah LCD, tetapi untuk sementara belum difungsikan karena baru proses

perbaikan.

Adapun sarana penunjang yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran di

SMA Muhammadiyah 1 Karanganyar adalah adanya buku-buku yang berkaitan

dengan pembelajaran. Salah satu buku penunjang kegiatan pembelajaran adalah

buku pegangan guru buku paket, LKS, buku-buku lainnya yang dapat ditemukan

di perpustakaan sekolah. Perputakaan yang terdapat di SMA Muhammadiyah 1

Karanganyar ternyata merupakan sarana yang memadai dalam kegiatan

pembelajaran karena para siswa biasanya mengunjungi perpustakaan setiap

istirahat pelajaran. Terkadang apabila ada tugas dari guru yang harus dikerjakan

dengan mencari referensi di perpustakaan, siswa juga pergi ke perpustakaan.

Mengingat letak perpustakaan yang relatif strategis, yaitu di bawah laboratorium,

di sebelah kiri adalah kamar kecil dan sebelah kanannya adalah ruang BP.

B. Hasil Penelitian

Penutur dan mitra tutur dapat berkomunikasi dengan lancar karena

mereka memiliki latar belakang pengetahuan yang sama terhadap sesuatu yang

sedang dipertuturkan itu. Mereka memiliki kesepakatan bersama terhadap situasi

dan sesuatu yang dipertuturkan. Hal ini dalam pragmatik dikenal sebagai prinsip

kerja sama. Prinsip kerja sama tersebut dijabarkan dalam empat maksim, yaitu

maksim kuantitas, maksim kualitas, maksim relevansi, dan maksim

pelaksanaan/cara.

Prinsip kerja sama itu sendiri tidak mampu menjelaskan mengapa

penutur sering menggunakan cara yang tidak langsung di dalam menyampaikan

maksud. Selain itu, prinsip kerja sama juga tidak bisa menjelaskan hubungan

antara makna dan daya maka dibutuhkan prinsip kesantunan. Dalam prinsip

kesantunan terdapat maksim-maksim, yaitu maksim kebijaksanaan, maksim

kemurahan, maksim penerimaan, maksim kerendahan hati, maksim kecocokan,

maksim kesimpatian.

Page 67: TINDAK TUTUR DIREKTIF GURU SMA MUHAMMADIYAH 1 … · “ Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, berbicaralah yang baik-baik, kalau tidak mampu, maka diamlah saja.” (HR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

53

Dalam penelitian ini, tuturan-tuturan yang terdapat dalam pembelajaran

di SMA Muhammadiyah 1 Karanganyar ada yang mematuhi dan ada yang

melanggar maksim-maksim prinsip kerja sama dan prinsip kesantunan. Hal ini

akan dideskripsikan sebagai berikut.

1. Penerapan Prinsip Kesantunan

Penerapan prinsip kesantunan berbahasa di SMA Muhammadiyah 1

Karanganyar memiliki kesamaan atau kesesuaian dengan prinsip-prinsip

kesopanan atau kesantunan yang dikembangkan oleh Leech yang terdiri atas

maksim kearifan, maksim kerendahan hati, maksim pujian, maksim kerendahan

hati, maksim keesepakatan, dan maksim simpati. Berikut ini pemaparan maksim-

maksim tersebut yang disesuaikan dengan fakta berbahasa di SMA

Muhammadiyah 1 Karanganyar.

(1) Maksim Kearifan (Tack Maxim)

Maksim kearifan tersebut menekankan pada pengurangan beban untuk

orang lain dan memaksimalkan ekspresi kepercayaan yang memberikan

keuntungan untuk orang lain dalam kegiatan bertutur. Penutur yang berpegang

teguh pada maksim kearifan atau kebijaksanaan ini, akan dapat menghindarkan

diri dari sikap dengki dan iri hati kepada mitra tuturnya. Di bawah ini beberapa

contoh tuturan yang memperlihatkan kepatuhan si penutur terhadap maksim

kearifan.

(1) “Bisa mengikuti wawancara orang lain, bisa kamu sendiri selaku pewawancara.” (G, 36).

Konteks tuturan:

Tuturan dituturkan oleh Pak guru kepada siswanya untuk memberikan saran dalam mengerjakan tugas wawancara. Tuturan tersebut dituturkan dengan nada santun.

(2) “Kalau bukunya ketinggalan, nanti bisa gabung dengan temannya.”

(G, 27). Konteks tuturan:

Page 68: TINDAK TUTUR DIREKTIF GURU SMA MUHAMMADIYAH 1 … · “ Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, berbicaralah yang baik-baik, kalau tidak mampu, maka diamlah saja.” (HR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

54

Tuturan dituturkan oleh Ibu guru kepada siswanya di kelas pada saat mengerjakan tugas latihan. Pada waktu itu siswanya ada yang tidak membawa buku.

Kedua contoh tuturan di atas, yaitu tuturan (1) dan (2) menunjukkan

bahwa si penutur selalu memberikan keuntungan pada mitra tuturnya ketika

bertutur. Pada tuturan (1) penutur memberikan pilihan mengenai tugas

wawancara. Pada tuturan (2) penutur menyarankan siswa yang tidak membawa

buku untuk gabung dengan temannya. Dengan berprinsip pada maksim kearifan

atau kebijaksanaan tersebut, penutur telah menghindarkan diri dari sikap dengki

dan iri hati kepada mitra tuturnya. Selain itu, penutur juga mengerti keadaan mitra

tuturnya dengan memberikan bantuan atau respon baik.

(2) Maksim Kerendahan Hati atau Kedermawanan (the generosity maxim)

Maksim kedermawanan ini menyatakan bahwa kita harus mengurangi

ekspresi yang menguntungkan diri sendiri dan harus memaksimalkan ekspresi

yang dapat menguntungkan orang lain. Apabila setiap orang melaksanakan

maksim ini pada saat bertutur, hal-hal yang tidak diinginkan akan terhindar,

seperti kedengkian, iri hati, dan sakit hati antarsesama perbedaan mencolok

dengan maksim kearifan atau kebijaksanaan adalah bahwa maksim

kedermawanan menawarkan suatu perbuatan atau tingkah laku, tetapi penerima

(mitra tutur) dimungkinkan untuk menolak apa yang menjadi tawarannya.

Perhatikan beberapa contoh tuturan yang memperlihatkan maksim kedermawanan

berikut ini.

(3) “Maka pakailah dengan bahasa yang benar.” (G, 44) Konteks tuturan: Tuturan dituturkan oleh Pak guru kepada siswanya pada saat salah satu siswa membacakan hasil wawancara dengan bahasa yang kurang tepat.

(4) “Dah itu untuk PR di rumah, kalau pertemuan besok hari sabtu bisa kita bahas bersama-sama.” (G, 28)

Konteks tuturan: Tuturan dituturkan oleh Ibu guru kepada siswanya ketika siswa

mengerjakan di ruang kelas, tetapi jam pelajaran sudah usai.

Page 69: TINDAK TUTUR DIREKTIF GURU SMA MUHAMMADIYAH 1 … · “ Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, berbicaralah yang baik-baik, kalau tidak mampu, maka diamlah saja.” (HR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

55

Contoh data tuturan di atas, yaitu tuturan (3) dan (4) menunjukkan bahwa

si penutur mau merugi kepada mitra tutur. Pada tuturan (3) penutur menyarankan

untuk menggunakan bahasa yang benar. Pada tuturan (4) memberikan tugas

rumah yang seharusnya tuagas sekolah. Berprinsip pada maksim kedermawanan

atau kemurahan hati tersebut, penutur telah member bantuan atau respon baik dan

juga menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, seperti sikap dengki, iri hati, dan

sakit hati antarsesama.

(3) Maksim Pujian atau Penghargaan (the approbation maxim)

Maksim tersebut menuntut kita untuk meminimalkan ekspresi

ketidakyakinan terhadap orang lain dan memaksimalkan ekspresi persetujuan

kepada orang lain. Maksim pujian atau penghargaan ini memiliki kekuatan lebih.

Suatu kegagalan mengikat diri sendiri kepada suatu pendapat yang

menguntungkan justru mengimplikasikan bahwa seseorang tidak melakukan hal

itu. Dengan perkataan lain, bahwa maksim tersebut diperlukan untuk memberikan

dorongan yang tulus kepada orang lain agar tidak patah semangat. Di bawah ini

beberapa contoh tuturan yang memperlihatkan maksim pujian atau penghargaan.

(5) “Pinter…..” (G, 48).

Konteks tuturan:

Tutran dituturkan oleh Ibu guru kepada siswanya pada saat siswa bisa menjawab pertanyaan guru. Tuturan dituturkan dengan nada memuji.

Tuturan di atas menunjukkan bahwa penutur memberikan pujian atas

ejekan salah satu teman. Pada tuturan (5) memuji siswanya karena bisa menjawab

pertanyaan guru. Dengan berprinsip pada maksim pujian atau penghargaan

tersebut, penutur telah memberi respon baik kepada mitra tuturnya dan juga

memberikan dorongan yang tulus kepada mitra tuturnya agar terus bersemangat.

(4) Maksim Kerendahan Hati atau Kesederhanaan (the modesty maxim)

Maksim kerendahan hati atau kesederhanaan ini dimaksudkan agar

peserta tutur tetap bersikap rendah hati, dengan cara mengurangi pujian terhadap

dirinya sendiri. Maksim ini menuntut diri kita untuk tidak membanggkan diri

Page 70: TINDAK TUTUR DIREKTIF GURU SMA MUHAMMADIYAH 1 … · “ Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, berbicaralah yang baik-baik, kalau tidak mampu, maka diamlah saja.” (HR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

56

sendiri. Penutur akan akan dikatakan sombong dan congkak apabila di dalam

bertutur selalu memuji dan mengunggulkan dirinya sendiri. Dalam pandangan

masyarakat kita, kerendahan hati dan kesederhanaan ini banyak digunakan

sebagai parameter penilaian kesantunan seseorang. Berikut ini contoh tuturan

yang memperlihatkan kepatuhan terhadap prinsip kerendahan hati atau

kesederhanaan.

(6) “Kalau bukunya ketinggalan, nanti bisa gabung dengan temannya.” (M, 27).

Konteks tuturan:

Tuturan dituturkan oleh Ibu guru kepada siswanya pada saat untuk membuka buku pelajaran. Tuturan dituturkan dengan nada merendah.

Contoh data tuturan di atas menunjukkan bahwa penutur bersikap rendah

hati, dengan cara mempersilakan untuk gabung dengan teman. Pada tuturan (6)

guru mempersilakan siswa yang tidak membawa buku dengan temannya.

Berprinsip pada maksim kerendahan hati atau kesederhanaan ini, penutur telah

berusaha menjaga keharmonisan dan kesantunan dalam bertutur.

(5) Maksim Kesepakatan atau Persetujuan (the agreement maxim)

Maksim kesepakatan tersebut menuntut kita untuk mengurangi

ketidaksetujuan antara diri sendiri dan orang lain, memaksimalkan persetujuan

antara diri sendiri dan orang lain. Ada kecenderungan atau tendensi untuk

membesar-besarkan persetujuan atau kesepakatan denga orang lain dan ada juga

yang memperkecil ketidaksetujuan dengan cara menyatakan penyesalan, memihak

pada kemufakatan, dan sebagainya. Di dalam masyarakat tutur kita, penututur

diharapkan tidak membantah atau memotong pembicaraan secara langsung,

terutama apabila umur, jabatan, dan status penutur berbeda denga mitra tutur. Di

bawah ini contoh tuturan yang memperlihatkan kepatuhan terhadap maksim

kesepakatan atau persetujuan.

(7) G : “Di sini muridnya berapa to?”

M : “Sembilan belas”

G : “Kalau dua-dua berarti sisa satu”

Page 71: TINDAK TUTUR DIREKTIF GURU SMA MUHAMMADIYAH 1 … · “ Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, berbicaralah yang baik-baik, kalau tidak mampu, maka diamlah saja.” (HR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

57

M : “Yang satu ndobel wae”

G : “Ok ya udah untuk tugasnya ini nanti tetap pribadi, satu orang satu.” (G & M, 52)

Konteks tuturan:

Tuturan dituturkan oleh guru dan siswa pada saat guru memberikan tugas kelompok. Jawaban si mitra tutur dituturkan dengan nada menyetujui pernyataan si penutur.

Kedua tuturan di atas, yaitu data (7) menunjukkan bahwa penutur

berusaha menyepakati mitra tuturnya, misalnya dengan ungkapan “iya”. Dengan

berprinsip pada maksim kesepakatan atau persetujuan tersebut, penutur penutur

telah memberi respon baik kepada mitra tuturnya dan menjaga keharmonisan

hubungan dengan mitra tutur agar komunikasi tetap berjalan lancar.

(6) Maksim Simpati (sympathy maxim)

Maksim simpati ini menuntut diri kita untuk mengurangi rasa antipasti

antara diri dengan orang lain dan tingkatan rasa simpati sebanyak-banyaknya

antara diri dan orang lain. Sikap antipasi atau bersikap sinis terhadap salah

seorang peserta tutur akan dianggap sebagai tindakan yang tidak santun. Di bawah

ini contoh tuturan yang memperlihatkan kepatuhan terhadap maksim simpati pada

saat bertutur.

(8) G : “Problem punya pacar, dah punya semua?”

M : “Belum.”

G : “Alhamdulilah…kalau belum itu bisa sampai kelas dua belas nanti Amin….” (G & M, 13)

Kontek tuturan:

Tuturan dituturkan oleh Pak guru kepada siswanya pada saat membahas tentang wawancara dan guru menyinggung tentang pacaran. Jawaban si mitra tutur dituturkan dengan nada simpatis.

Contoh tuturan data di atas menunjukkan bahwa penutur memberikan

apresiasi positif terhadap apa yang dituturkan mitra tuturnya. Pada contoh di atas

penutur tidak menunjukkan sikap sinis , tetapi justru si penutur memberikan

Page 72: TINDAK TUTUR DIREKTIF GURU SMA MUHAMMADIYAH 1 … · “ Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, berbicaralah yang baik-baik, kalau tidak mampu, maka diamlah saja.” (HR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

58

tanggapan yang enak didengar atau berkenan bagi mitra tuturnya. Dengan

berprinsip pada maksim simpati ini, penutur telah menjaga keharmonisan dengan

mitra tutur pada saat bertutur.

Selain itu, peristiwa tutur di SMA Muhammadiyah 1 Karanganyar pada

proses pembelajaran di kelas juga ditemukan dua prinsip untuk mengupayakan

komunikasi yang santun, yaitu penghindaran pemakaian kata tabu dengan

penggunaan eufimisme dan penggunaan pilihan kata honorifik sebagai prinsip

hormat dalam bertutur. Berikut penjelasan kedua prinsip kesantunan tersebut.

(7) Prinsip Penghindaran Kata Tabu dengan Penggunaan Eufimisme

Pada kebanyakan masyarakat, kata-kata yang berbau seks, kata-kata yang

merujuk pada oragan tubuh yang lazim ditutupi pakaian, kata-kata yang merujuk

pada sesuatu benda yang menjijikkan, dan kata-kata “kotor” atau “ kasar”

termasuk kata-kata tabu dan tidak lazim digunakan dalam berkomunikasi sehari-

hari, kecuali untuk tujuan-tujuan tertentu. Penutur sering menggunakan eufimisme

atau ungkapan penghalus untuk menghindari bentuk tabu tersebut. Penggunaan

eufimisme ini perlu diterapkan untuk menghindari kesan negatif.

Contoh tuturan yang tergolong tabu, tetapi akan menjadi ungkapan yang

santun apabila diubah dengan penggunaan eufimisme, misalnya sebagai berikut.

(9) “Garis besar, kalau pacar itu membangkitkan semangat belajar dan beribadah itu mungkin bagianmu, tapi kalau pacar itu sebaliknya membikin kumat semangat sesuatu itulah setan, iblis dalam tingkatan ilmiah.” (G, 14).

Konteks tuturan:

Tuturan dituturkan oleh Pak guru kepada siswanya pada saat menjelaskan problem punnya pacar. Siswa siswa merespon dengan tertawa bersama, karena memang pada saat itu siswa juga memperhatikan penjelasan guru.

Pemakaian ungkapan membikin kumat semangat sudah tepat untuk

menghindari bentuk tabu patah semangat.

(8) Prinsip Hormat dengan Penggunaan Kata Honorifik

Penggunaan pilihan kata honorifik merupakan bentuk ungkapan hormat

untuk berbicara dan menyapa orang lain. Penggunaan kata-kata honorifik ini tidak

hanya berlaku bagi bahasa yang mengenal tingkatan (undha-usuk, Jawa), tetapi

Page 73: TINDAK TUTUR DIREKTIF GURU SMA MUHAMMADIYAH 1 … · “ Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, berbicaralah yang baik-baik, kalau tidak mampu, maka diamlah saja.” (HR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

59

berlaku juga pada bahasa-bahasa yang tidak mengenal tingkatan. Hanya saja, bagi

bahasa yang mengenal tingkatan, penentuan kata-kata honorifik sudah ditetapkan

secara baku dan sistematis untuk pemakaian setiap tingkatan. Misalnya, bahasa

karma inggil (laras tinggi) dalam bahasa Jawa perlu digunakan kepada orang yang

tingkat sosial dan usianya lebih tinggi dari pembicara; atau kepada orang yang

dihormati oleh pembicara. Walaupun bahasa Indonesia tidak mengenal tingkatan,

sebutan kata diri, seperti Engkau, Anda, Saudara, Bapak/Ibu mempunyai efek

kesantunan yang berbeda ketika kita gunakan untuk menyapa orang. Keempat

kalimat berikut menunjukkan tingkat kesantunan ketika seorang pemuda

menanyakan menanyakan seorang pria yang lebih tua.

(10a) “Engkau mau ke mana?”

(10b) “ Saudara mau ke mana?”

(10c) “Anda mau ke mana?”

(10d) “Bapak mau ke mana?”

Dalam konteks tersebut, kalimat (10a) dan (10b) tidak santun atau kurang

santun diucapkan oleh orang yang lebih muda, tetapi kalimat (10d) yang

sepatutnya diucapkan jika penuturnya ingin memperlihatkan kesantunan. Kalimat

(10c) lazim diucapkan kalau penuturnya kurang akrab dengan orang yang

disapanya, walaupun lebih pantas penggunaan kalimat (10d). contoh tuturan lain

yang ditemukan dalam peristiwa tutur di SMA Muhammadiyah 1 Karanganyar,

yaitu sebagai berikut.

(11) ” Ayo silahkan jika anda pidato, langkah pertama apa?” (M, 06)

Konteks tuturan:

Tuturan dituturkan oleh Pak guru kepada siswanya pada saat guru menjelaskan materi tentang pidato.

Contoh data tuturan di atas, yaitu tuturan (11) penutur menggunakan

bentuk ungkapan hormat pada saat bertutur dengan mitra tuturnya, yaitu dengan

menggunakan benttuk sapaan Bu, Pak, dan Ibu. Pemakaian bentuk-bentuk

honorifik tersebut sudah tepat karena status mitra tutur memang lebih tinggi dari

penutur. Dengan berprinsip pada penggunaan pilihan kata honorifik tersebut,

Page 74: TINDAK TUTUR DIREKTIF GURU SMA MUHAMMADIYAH 1 … · “ Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, berbicaralah yang baik-baik, kalau tidak mampu, maka diamlah saja.” (HR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

60

penutur telah memberi penghormatan kepada mitra tuturnya agar kelangsungan

komunikasi berjalan dengan lancar.

2. Penerapan Prinsip Kerja Sama

Dalam pembelajaran di SMA Muhammadiyah 1 Karanganyar terdapat

tuturan-tuturan yang mematuhi dan ada yang melanggar maksim-maksim dalam

prinsip kerja sama. Deskripsi lebih lanjut tentang penerapan prinsip kerja sama

dalam pembelajaran di SMA Muhammadiyah 1 Karanganyar dapat dillihat pada

tuturan-tuturan berikut ini.

(12) “Di sini muridnya berapa to?”(G, 52)

(13) “Sembilan belas” (M, 52)

(14) “Kalau dua-dua berarti sisa satu.” (G, 52)

Konteks tuturan:

Tuturan dituturkan oleh Ibu guru kepada siswa pada saat guru memberikan tugas kelompok. Jawaban si mitra tutur dituturkan dengan nada menyetujui si penutur.

Tuturan (12), (13), dan (14) yang merupakan tuturan asertif

mengumumkan, mematuhi maksim kualitas, relevansi dan pelaksanaan, namun

melanggar maksim kuantitas. Dilihat dari maksim kualitas, tuturan tersebut

memungkinkan terjadinya kerja sama antara penutur dan mitra tutur, kerena

penutur mengatakan sesuatu yang sebenarnya. Demikian juga, jika dilihat dari

maksim relevansi, tuturan (12), (13), dan (14) memberikan kontribusi yang

relevan tentang sesuatu yang dipertuturkan. Tuturan ini dituturkan oleh penutur

sebelum melanjutkan materi berikutnya. Sebelum membagi kelompok, guru harus

menanyakan jumlah murid di kelas tersebut. Tuturan ini secara langsung, jelas,

tidak kabur, dan tidak taksa sehingga mematuhi maksim pelaksanaan.

Namun demikian, tuturan (12), (13), dan (14) ini melanggar maksim

kuantitas. Hal ini dapat dilihat pada tuturan tersebut bahwa tuturan itu

mengungkapkan jumlah murid di kelas tersebut.

Page 75: TINDAK TUTUR DIREKTIF GURU SMA MUHAMMADIYAH 1 … · “ Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, berbicaralah yang baik-baik, kalau tidak mampu, maka diamlah saja.” (HR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

61

(15) “Kalau tujuan jelas, ya itu tujuannya adalah mencari solusi. Buatlah rangkuman! Ini PR, PS juga boleh. Buatlah rangkuman dari isi wawancara yang kamu lakukan, terserah kamu wawancarai siapa, narasumbernya siapa terserah. Besok pon itu akan saya tanyakan (guru sambil tertawa). Nah di situ ada itu romawi dua tinggal melingkari, nomor tiga juga ada sampaikan hasil rangkuman secara lisan kemudian beri penilaian atau tanggapan, besok hasil rangkuman dari teman-temanmu. Ada masalah? Interview bisa kamu laksanakan, narasumbernya bisa kamu pilih siapa yo cepat! Bapakmu boleh, kakek nenekmu boleh, ketua RT boleh, kadus boleh, mantan pacar yo entuk, pejabat-pejabat juga boleh kamu datang ke kantor. Tapi sebentar, langkah-langkah laporan hasil interview sudah tahu belum?”(G, 56).

Konteks tuturan:

Tuturan dituturkan oleh Pak guru kepada siswanya ketika PBM di kelas. Siswa pun mendengarkan tuturan Pak guru dengan antusias.

Pada tuturan (15), yang merupakan tuturan asertif menyatakan, penutur

mematuhi seluruh maksim dalam prinsip kerja sama. Dilihat dari maksim

kuantitas, tuturan tersebut memberikan keterangan secukupnya yang dibutuhkan

oleh mitra tutur. Dilihat dari maksim kualitas, tuturan tersebut memberikan fakta

yang nyata, tidak dibuat-buat. Dilihat dari maksim relevansi, tuturan tersebut

memberikan kontribusi yang relevan tentang sesuatu yang dipertuturkan.

Demikian juga, jika dilihat dari maksim pelaksanaan, tuturan (15) tersebut tidak

memberikan keterangan yang berlebihan.

(16) “Tulis! Langkah-langkah laporan hasil wawancara. satu hari, tanggal terus waktu, waktu itu pukul jangan sampai jam, watch salah. Tiga narasumber, terus isi wawancara atau pokok-pokok isi wawancara, terus di bawah sana tertulis penulis atau pembuat laporan boleh. Berkemas-kemas yang pakai jaket nanti dulu, ya sambil tata-tata diperhatikan PR tadi dikerjakan kemudian LKS yang belum, dilanjutkan. Anak SMA itu jangan seperti anak SD. Pelajaran kali ini saya cukupkan sekian, kebetulan seperti hari kamis ini jam siang terus. Mari kita akhiri dengan berdoa. Yuk ketua disiapkan!” (G, 19).

Konteks tuturan:

Tuturan dituturkan oleh Pak guru kepada siswanya ketika memerintah untuk menulis laporan hasil wawancara. Siswa pun

Page 76: TINDAK TUTUR DIREKTIF GURU SMA MUHAMMADIYAH 1 … · “ Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, berbicaralah yang baik-baik, kalau tidak mampu, maka diamlah saja.” (HR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

62

merespon tuturan guru dengan cara langsung melaksanakan perintah guru.

Pada tuturan (16), yang merupakan tuturan asertif menyampaikan,

penutur menyampaikan fakta yang sebenarnya kepada mitra tutur sehingga

penutur mematuhi maksim kualitas. Pada tuturan tersebut penutur juga

memberikan kontribusi yang relevan kepada mitra tutur. Tuturan tersebut

dituturkan oleh penutur pada waktu pembelajaran di kelas. Oleh karena itu,

penutur mematuhi maksim relevansi.

Selain itu, penutur juga mematuhi maksim pelaksanaan, artinya penutur

menyampaikan keterangan kepada mitra tutur secara jelas dan tidak taksa. Namun

demikian, penutur melanggar maksim kuantitas. Hal ini ditunjukkan dengan

dituturkannya klausa kebetulan seperti hari kamis ini jam siang terus.

(17) “Kelincahan dan kepandaian anda dalam berkomunikasi untuk menentukan bahasa termasuk bagaimana anda mencerna suatu taktik wawancara itu diperlukan keterampilan berbahasa Indonesia terdiri dari keterampilan mendengarkan, keterampilan menyimak, keterampilan berbicara bahkan nanti kalau laporan hasil wawancara itu nanti dinamakan keterampilan menulis.” (G, 32).

Konteks tuturan: Tuturan dituturkan oleh Pak guru kepada siswanya ketika memberi masukan mengenai keterampilan berbahasa. Siswa memperhatikan dengan serius.

Seperti halnya yang terjadi pada tuturan (17), pada tuturan (17) ini

penutur juga melangar maksim kuantitas. Pada tuturan tersebut terdapat frasa

kelincahan dan kepandaian sebenarnya, tuturan yang mengandung pengertian

dalam berkomunikasi untuk menentukan bahasa termasuk bagaimana anda

mencerna suatu taktik wawancara itu diperlukan keterampilan berbahasa

Indonesia terdiri dari keterampilan mendengarkan, keterampilan menyimak,

keterampilan berbicara bahkan nanti kalau laporan hasil wawancara itu nanti

dinamakan keterampilan menulis. Tidak perlu dituturkan karena seluruh mitra

tutur adalah siswa yang sudah pasti mengetahui apa yang dimaksud dengan

kelincahan dan kepandaian.

Page 77: TINDAK TUTUR DIREKTIF GURU SMA MUHAMMADIYAH 1 … · “ Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, berbicaralah yang baik-baik, kalau tidak mampu, maka diamlah saja.” (HR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

63

Namun demikian, tuturan (17) ini mematuhi maksim kualitas, relevansi

dan pelaksanaan. Pada tuturan tersebut penutur menyampaikan sesuatu yang nyata

dan sesuai fakta yang sebenarnya, relevan dengan topik yang sedang dibicarakan,

dan jelas.

(18) “Pekerjaan itu urusan Tuhan, rejeki itu urusan Allah, tugas kita mencari ilmu, nanti Allahlah yang mengaturnya.” (G, 55)

Konteks tuturan: Tuturan dituturkan oleh Pak guru kepada siswanya pada saat PBM di kelas. Siswa pun mendengarkan dengan antusias.

Pada tuturan (18) tersebut penutur melanggar maksim kuantitas karena

penutur menyampaikan yang berlebihan ketika dia ingin menyampaikan pesan

kepada mitra tutur berkaitan dengan kekuasaan Allah. Penutur juga melanggar

maksim kualitas karena penutur menyampaikan keterangan yang tidak nyata.

Tuturan (18) tersebut juga tidak memberikan keterangan yang relevan tentang

sesuatu yang sedang dipertuturkan. Pelaksanaan tuturan tersebut disampaikan

secara tidak langsung, tidak jelas dan berlebih-lebihan sehingga melanggar

maksim pelaksanaan.

(19) “Itu biasanya tidak menyimpang dari permasalahan tapi kalau wawancara terbuka seperti kamu pacaran itu wawancara terbuka. Mau teko ki arep takok nggowo buku pora lha kok nggrambyang teko mbahe akeh-akeh itu namanya melebar atau lari dari pokok permasalahan, tetapi kalau yang tertutup sudah ditentukan nanti yang akan saya tanyakan pak lurah akan menanyakan tentang jumlah penduduk dan itu jumlahnya tinggal menulis, ditulis bisa dicentang bisa tinggal milih. Terus pekerjaan penduduk tinggal memberi lingkaran atau pun tanda silang juga boleh.” (G, 18).

Konteks tuturan: Tuturan dituturkan oleh Pak guru kepada siswanya ketika menjelaskan tentang wawancara. Siswa pun memeperhatikan tuturan guru.

Pada tuturan (19) penutur melanggar maksim kuaititas. Bagian tuturan

Mau teko ki arep takok nggowo buku pora lha kok nggrambyang teko mbahe

akeh-akeh itu namanya melebar atau lari dari pokok permasalahan, tetapi kalau

yang tertutup sudah ditentukan nanti yang akan saya tanyakan pak lurah akan

Page 78: TINDAK TUTUR DIREKTIF GURU SMA MUHAMMADIYAH 1 … · “ Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, berbicaralah yang baik-baik, kalau tidak mampu, maka diamlah saja.” (HR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

64

menanyakan tentang jumlah penduduk dan itu jumlahnya tinggal menulis, ditulis

bisa dicentang bisa tinggal milih. Terus pekerjaan penduduk tinggal memberi

lingkaran atau pun tanda silang juga boleh. Mestinya tidak perlu ada karena

bagian tuturan ini memberikan keterangan yang berlebihan. Tanpa bagian tuturan

ini pun tuturan (19) tersebut sudah jelas.

Namun demikian, dengan tuturan tersebut penutur mematuhi maksim

kualitas, relevansi dan pelaksanaan. Pada tuturan tersebut penutur menyampaikan

sesuatu yang nyata dan sesuai dengan fakta sebenarnya. Oleh karena itu tuturan

tersebut mematuhi maksim kualitas. Isi tuturan itupun relevan dengan sesuatu

yang sedang dipertuturkan sehingga tuturan tersebut mematuhi maksim relevansi.

Selain itu, tuturan (19) tersebut menyatakan sesuatu secara langsung, tidak kabur

dan tidak taksa sehingga mematuhi maksim pelaksanaan.

(20) “Pokok-pokok isi wawancara MUI mengeluarkan fatwa bahwa infotaiment haram. MUI menganggap persoalan yang diatasi itu tidak sesuai dengan bidang jurnalistik. MUI menghimbau sebaiknya para pekerja bidang jurnalistik infotaiment tidak terlalu mengekspose kehidupan selebriti terlalu jauh karena dianggap akan mempengaruhi masyarakat. Rangkuman kesimpulan, MUI menganggap infotaiment haram karena tidak sesuai dengan kenyataan.” (M, 41).

Konteks tuturan:

Tuturan dituturkan oleh siswa kepada Pak guru ketika disuruh membacakan hasil wawancara. Siswa pun membaca tugasnya dengan antusias.

Pada tuturan (20) mitra tutur melanggar maksim kuantitas karena dalam

memberikan respon atas pernyataan penutur, mitra tutur mengulang pernyataan

yang dituturkan oleh penutur. Hal ini tidak perlu karena pernyataan pada

hakikatnya membutuhkan respon dan bukan pengulangan pernyataan. Namun

demikian, baik penutur maupun mitra tutur mematuhi maksim kualitas karena

masing-masing tuturannya menyampaikan sesuatu yang nyata dan sesuai dengan

fakta yang sebenarnya.

Tetapi, tuturan (20) tersebut mitra tutur melanggar maksim relevansi

karena tidak memberikan kontribusi yang relevan dengan apa yang dituturkan

Page 79: TINDAK TUTUR DIREKTIF GURU SMA MUHAMMADIYAH 1 … · “ Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, berbicaralah yang baik-baik, kalau tidak mampu, maka diamlah saja.” (HR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

65

oleh penutur. Namun demikian, baik penutur maupun mitra tutur mematuhi

maksim pelaksanaan karena dapat dilihat dengan jelas bahwa mereka

menyampaikan sesuatu yang sedang dipertuturkan secara langsung, jelas, tidak

kabur dan tidak taksa.

(21) “Pokok-pokok isi wawancara harga cabai meningkat tiga kali lipat per kilonya. Cara warga mengantisipasi kebutuhan dengan sedikit mengurangi mengkonsumsi cabai.” (M, 40).

Konteks tuturan: Tuturan dituturkan oleh siswa kepada Pak guru ketika disuruh membacakan hasil wawancara. Siswa pun membaca tugasnya dengan antusias.

Tuturan (21) di atas melanggar maksim kuantitas karena apabila dilihat

dari pertanyaan yang diajukan oleh penutur, mitra tutur seharusnya hanya

menjawab ya atau tidak. Namun demikian, seperti dapat dilihat pada tuturan di

atas mitra tutur memberikan jawaban yang jauh lebih panjang dan jauh melebihi

yang dibutuhkan oleh penutur.

Jika dilihat dari maksim kualitas, tuturan (21) tersebut memberikan

keterangan yang nyata dan sudah sesuai fakta. Atau dengan kata lain tuturan (21)

di atas memenuhi maksim kualitas. Jika dari dua maksim yang lain, yaitu maksim

relevansi dan maksim pelaksanaan, tuturan (21) di atas telah memberikan

kontribusi tentang sesuatu yang sedang dipertuturkan dan disampaikan dengan

jelas. Dengan kata lain tuturan (21) di atas mematuhi maksim relevansi dan

maksim pelaksanaan.

(22) “Pengalaman kalian berkunjung ke objek wisata itu ditulis ke dalam bentuk karya ilmiah, tulisan itu bisa dimasukkan ke dalam artikel personal eksperiment contoh yang lain? Karya ilmiah laporan hasil percobaan, laporan pengamatan. Iya… itu berarti mengenai pengalaman pribadi yang dialami penulisnya. Ketika kalian besok ke Bali kalian diminta untuk membuat karya ilmiah. Nah dari karya ilmiah itu nanti sebagai pertanggungjawaban kalian sudah melaksanakan study tour ke Bali, itu bisa dimasukkan ke dalam laporan atau personal eksperiment.” (G, 22).

Page 80: TINDAK TUTUR DIREKTIF GURU SMA MUHAMMADIYAH 1 … · “ Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, berbicaralah yang baik-baik, kalau tidak mampu, maka diamlah saja.” (HR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

66

Konteks tuturan: Tuturan dituturkan guru kepada siswanya dengan nada santai ketika menjelaskan tentang artikel experiment. Siswa pun memperhatikan dengan santai.

Pada tuturan (22) tersebut penutur menyampaikan pertanyaan secara

berlebihan dan tidak langsung pada tujuannya. Demikian pula, mitra tutur

menjawab pertanyaan yang diajukan penutur secara berlebihan. Sehingga dapat

dikatakan bahwa tuturan (22) tersebut melanggar maksim kuantitas.

Tuturan (22) tersebut tidak memberikan kontribusi yang relevan tentang

sesuatu yang sedang dipertuturkan. Yang diminta penutur adalah pandangan mitra

tutur terhadap telah diterimanya laporan hasil kunjungan. Namun demikian, mitra

tutur memberikan keterangan tentang catatan-catatan yang dihasilkan penutur.

Jadi tuturan (22) melanggar maksim relevansi.

Ide tuturan (22) tersebut tidak bisa dengan mudah ditangkap oleh penutur

memberikan keterangan secara tidak langsung, kabur, dan berlebih-lebihan.

Sehingga dapat dikatakan bahwa tuturan (22) tersebut melanggar maksim

pelaksanaan dalam prinsip kerja sama.

(23) “Nah di situ ada itu romawi dua tinggal melingkari, nomor tiga juga ada sampaikan hasil rangkuman secara lisan kemudian beri penilaian atau tanggapan, besok hasil rangkuman dari teman-temanmu.” (G, 54).

Konteks tuturan: Tuturan dituturkan oleh Pak guru kepada siswanya ketika menjelaskan cara mengerjakan tugas di buku LKS. Tuturan dituturkan dengan nada menyuruh.

Pada tuturan (23) melanggar maksim kuantitas karena menyebutkan

romawi dua tinggal melingkari. Yang dimaksud dengan melingkari, mitra tutur

sudah mengetahui bagaimana dalam mengerjakan tugas tersebut. demikian juga,

penutur menyampaikan penjelasan mengenai cara mengerjakan tugas di buku

LKS secara berkepanjangan sehingga dapat dikatakan bahwa penutur melanggar

maksim kuantitas.

jika dilihat dari maksim kualitas, penutur juga melanggar maksim

tersebut, karena yang seharusnya menyampaikan atau menyebutkan melingkari,

Page 81: TINDAK TUTUR DIREKTIF GURU SMA MUHAMMADIYAH 1 … · “ Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, berbicaralah yang baik-baik, kalau tidak mampu, maka diamlah saja.” (HR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

67

penutur juga menyampaikan penilaian atau tanggapan. hal ini tentu melanggar

maksim kualitas.

lebih lanjut, apabila dicermati masing-masing tuturan pada masing-

masing tindak tutur hamper semuanya mematuhi dan melanggar maksim dalam

prinsip kerja sama. pematuhan dan pelanggaran maksim-maksim tersebut dapat

ditemukan pada tindak tutur asertif, performatif, verdiktif, ekspresif, direktif, dan

komisif.

C. PEMBAHASAN

Penerapan prinsip kesantunan dan prinsip kerja sama dalam pembelajaran

di SMA Muhammadiyah 1 Karanganyar akan dibahas berikut ini satu per satu.

1. Penerapan Prinsip kesantunan

Berdasarkan hasil analisis data penelitian yang sudah dikumpulkan,

diidentifikasi, dan diklasifikasi, menunjukkan bahwa bentuk tuturan direktif yang

dituturkan baik siswa maupun guru di SMA Muhammadiyah 1 Karanganyar

ditemukan tuturan yang sudah menerapkan atau mematuhi prinsip kesantunan

berbahasa. Prinsip kesantunan yang dimaksud, yaitu mengacu pada maksim sopan

santun yang dikemukakan Leech (1993).

Maksim-maksim yang dipatuhi oleh penutur di SMA Muhammadiyah 1

Karanganyar, antara lain (1) maksim kearifan, yang menekankan pada

pengurangan beban untuk orang lain, (2) maksim kemurahan hati atau

kedermawanan, yang menyatakan bahwa kita harus mengurangi ekspresi yang

menguntungkan diri sendiri dan harus memaksimalkan ekspresi yang dapat

menguntungkan orang lain, (3) maksim pujian atau penerimaan, yang menuntut

kita untuk meminimalkan ekspresi ketidakyakinan terhadap orang lain dan

memaksimalkan ekspresi ketidakyakinan terhadap orang lain, (4) maksim

kerendahan hati atau kesederhanaan, yang menuntut diri kita untuk tidak

membanggakan diri sendiri, (5) maksim kesepakatan atau persetujuan, yang

menuntut kita untuk mengurangi ketidak setujuan antara diri sendiri dengan orang

lain, (6) maksim simpati, yang menuntut diri kita untuk mengurangi rasa antipasti

Page 82: TINDAK TUTUR DIREKTIF GURU SMA MUHAMMADIYAH 1 … · “ Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, berbicaralah yang baik-baik, kalau tidak mampu, maka diamlah saja.” (HR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

68

antara diri dengan orang lain dan tingkatkan rasa simpati sebanyak-banyaknya

atara diri dan orang lain. Selain itu, penutur juga menerapkan (7) prinsip

penghindaran kata atau istilah tabu dengan penggunaan eufimisme, serta (8)

prinsip hormat dengan menggunakan pilihan kata honorifik, yang memang sesuai

dengan pranata budaya masyarakat setempat (lingkungan budaya Jawa).

Pematuhan terhadap prinsip-prinsip kesantunan bertutur tersebut terjadi

antara guru dan murid (dalam pembelajaran di kelas). Dalam melakukan setiap

peristiwa tutur, baik dalam posisi sebagai penutur maupun mitra tutur memang

harus memperhatikan betul prinsip-prinsip di atas. Apabila dilanggar, dapat

menimbulkan terjadinya ketidakharmonisan komunikasi, bahkan kegagalan

komunikasi. Oleh karena itu, untuk menciptakan interaksi sosial yang baik dalam

pembelajaran di SMA Muhammadiyah 1 Karanganyar, salah satunya dengan

pematuhan terhadap prinsip-prinsip kesantunan berbahasa dalam setiap peristiwa

tutur.

Jika prinsip kerja sama dibutuhkan untuk memudahkan penjelasan

hubungan antara makna dan daya, prinsip kesantunan dibutuhkan untuk menjaga

kesopanan antara penutur dan mitra tutur dalam berkomunikasi. Di dalam

percakapan, penutur harus menyusun tuturannya sedemikian rupa agar mitra

tuturnya sebagai individu merasa diperlakukan secara santun. Dalam hal ini,

prinsip kesantunan dapat dipakai sebagai tuturan cara bertutur secara santun

Pembelajaran di SMA Muhammadiyah 1 Karanganyar ditemukan

tuturan-tuturan yang mematuhi dan melanggar maksim-maksim dalam prinsip

sopan santun. Jika dibandingkan dengan penerapan prinsip kerja sama, maksim-

maksim dalam sopan santun lebih dipatuhi dari pada dilanggar. Memang tidak

mungkin dalam tuturan yang panjang seorang penutur selalu mematuhi seluruh

maksim dalam prinsip sopan santun. Seperti telah dijelaskan sebelumnya, secara

konversasional seorang penutur dimungkikan untuk tidak selalu mematuhi seluruh

maksim dalam prinsip sopan santun. Ada kalanya seorang penutur melanggar

salah satu prinsip, prinsip kerja sama atau prinsip sopan santun.

Berdasarkan data yang disediakan dalam penelitian ini mengatakan

bahwa tuturan-tuturan dalam pembelajaran di SMA Muhammadiyah 1

Page 83: TINDAK TUTUR DIREKTIF GURU SMA MUHAMMADIYAH 1 … · “ Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, berbicaralah yang baik-baik, kalau tidak mampu, maka diamlah saja.” (HR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

69

Karanganyar dipatuhi atau dilanggar. Tidak ada tuturan yang mematuhi sekaligus

melanggar maksim-maksim dalam prinsip sopan santun. Hal ini dimungkinkan

terjadi karena data yang diperoleh dari pembelajaran di kelas yang berkaitan

dengan penyampaian materi pembelajaran yang disampaikan oleh gutu kepada

murid. Namun demikian, juga ditemukan pematuhan dan pelanggaran maksim-

maksim dalam prinsip sopan santun ini pada tindak tutur asertif, performatif,

verdiktif, ekspresif, direktif, dan komisif.

Tuturan-tuturan yang berkaitan dengan penilaian terhadap tuturan guru

dimungkinkan tuturan-tuturan yang ada mematuhi atau melanggar maksim dalam

prinsip sopan santun. Dalam proses penilaian atas tuturan guru, murid hanya

memiliki dua pilihan, yaitu menerima atau menolak. Jika akan menerima materi

yang disampaikan guru, tentunya penutur yang dalam hal ini adalah guru

mematuhi maksim-maksim dalam prinsip sopan santun. Sebaliknya,

dimungkinkan apabila harus menolak, penutur cenderung melanggar maksim-

maksim dalam prinsip sopan santun. Namun demikian, dimungkinkan juga dalam

proses penilaian seorang penutur menyampaikan kelemahan-kelemahan tersebut

perlu penutur sampaikan sebelum akhirnya menerima atau menolak materi yang

disampaikan. Tidak selalu berarti bahwa jika penutur menyampaikan kelemahan-

kelemahan kemudian akhirnya menolak materi yang disampaikan. Hal ini akan

mempengaruhi dalam penerapan maksim-maksim dalam prinsip kesantunan.

2. Penerapan Prinsip Kerjasama

Komunikasi yang terjadi dalam pembelajaran di SMA Muhammadiyah 1

Karanganyar berjalan lancar. Hal ini menunjukkan bahwa guru SMA

Muhammadiyah 1 Karanganyar telah menerapkan maksim-maksim dalam prinsip

kerja sama dalam berkomunikasi. Antara penutur dan mitra tutur terdapat

semacam kesepakatan bersama tentang ikhwal yang dibicarakan, yaitu saling

berhubungan dan berkaitan antara apa yang disampaikan oleh penutur dan apa

yang diinginkan oleh mitra tutur.

Secara konversasional, dalam pembelajaran di SMA Muhammadiyah 1

Karanganyar ditemukan tuturan-tuturan yang mematuhi dan melanggar maksim-

maksim dalam prinsip kerja sama. Hal demikian memang dimungkinkan dalam

Page 84: TINDAK TUTUR DIREKTIF GURU SMA MUHAMMADIYAH 1 … · “ Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, berbicaralah yang baik-baik, kalau tidak mampu, maka diamlah saja.” (HR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

70

komunikasi. Seorang penutur tidak harus selalu mematuhi seluruh maksim dalam

prinsip kerja sama dalam berkomunikasi. Pematuhan dan pelanggaran maksim-

maksim dalam prinsip kerja sama terjadi pada tindak tutur asertif, performatif,

verdiktif, direktif, ekspresif, dan komisif.

Maksim yang dilanggar dalam prinsip kerja sama dalam pembelajaran di

SMA Muhammadiyah 1 Karanganyar adalah maksim kuantitas. Penutur

memberikan keterangan lebih banyak dari pada yang dibutuhkan dalam

komunikasi. Ha ini terjadi karena dalam menyampaikan materi penutur cenderung

mengemukakan sesuatu yang akan dipertuturkan secara panjang lebar. Hal ini

wajar karena dalam berkomunikasi seorang penutur tidak hanya harus

memperhatikan maksim-maksim dalam prinsip kerja sama saja, tetapi juga harus

memperhatikan maksim-maksim dalam prinsip sopan santun. Sedangkan maksim

yang dipatuhi dalam pembelajaran di SMA Muhammadiyah 1 Karanganyar adalah

maksim relevansi. Hal ini wajar mengingat keterangan yang diberikan dalam

komunikasi haruslah sesuatu yang nyata dan sesuai dengan fakta sesungguhnya.

Page 85: TINDAK TUTUR DIREKTIF GURU SMA MUHAMMADIYAH 1 … · “ Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, berbicaralah yang baik-baik, kalau tidak mampu, maka diamlah saja.” (HR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

71

BAB V

SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai kesantunan

bentuk direktif di SMA Muhammadiyah 1 Karanganyar berdasarkan penerapan

prinsip kerja sama dan prinsip sopan santun bentuk tuturan direktif yang telah

dikemukakan di depan, dapat ditarik beberapa simpulan sebagai berikut.

1. Penerapan prinsip kesantunan bentuk tuturan direktif oleh guru dan siswa

dalam peristiwa tutur di SMA Muhammadiyah 1 Karanganyar, antara lain (a)

maksim kearifan, (b) maksim kemurahan hati atau kedermawanan, (c)

maksim pujian atau penghargaan, (d) maksim kerendahan hati atau

kesederhanaan, (e) maksim kesepakatan atau persetujuan, dan (f) maksim

simpati. Selain itu juga prinsip penghindaran pemakaian kata tabu dengan

penggunaan eufimisme dan penggunaan pilihan kata honorifik.

2. Pembelajaran di SMA Muhammadiyah 1 Karanganyar ditemukan tuturan-

tuturan yang mematuhi dan melanggar maksim-maksim dalam prinsip kerja

sama. Hal demikian memang dimungkinkan dalam komunikasi. Seorang

penutur tidak harus selalu mematuhi seluruh maksim dalam prinsip kerja

sama dalam berkomunikasi. Maksim yang dilanggar dalam prinsip kerja sama

adalah maksim kuantitas. Penutur memberikan keterangan lebih banyak dari

pada yang dibutuhkan dalam komunikasi. Ha ini terjadi karena dalam

menyampaikan materi penutur cenderung mengemukakan sesuatu yang akan

dipertuturkan secara panjang lebar. Hal ini wajar karena dalam

berkomunikasi seorang penutur tidak hanya harus memperhatikan maksim-

maksim dalam prinsip kerja sama saja, tetapi juga harus memperhatikan

maksim-maksim dalam prinsip kesantunan. Sedangkan maksim yang paling

banyak dipatuhi adalah maksim relevansi. Hal ini wajar mengingat

keterangan yang diberikan dalam komunikasi haruslah sesuatu yang nyata

dan sesuai dengan fakta sesungguhnya.

Page 86: TINDAK TUTUR DIREKTIF GURU SMA MUHAMMADIYAH 1 … · “ Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, berbicaralah yang baik-baik, kalau tidak mampu, maka diamlah saja.” (HR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

72

B. Implikasi

Berdasarkan simpulan di atas, dapat diajukan beberapa implikasi

penelitian sebagai berikut.

1. Hasil penelitian mengenai kesantunan tuturan direktif di SMA

Muhammadiyah 1 Karanganyar ini dapat juga dijadikan sumbangan modal,

baik bagi guru bidang studi Bahasa dan Sastra Indonesia maupun bidang studi

kewarganegaraan ataupun budi pekerti, khususnya dalam mengajarkan

berbahasa yang santun, agar lebih variatif dalam memberikan contoh-contoh

bentuk kesantunan berbahasa. Selain itu, dapat dimanfaatkan bagi masyarakat

tutur sebagai tambahan acuan untuk mempermudah membina relasi dan

menjalin hubungan kerja sama di dalam membangun komunikasi yang

harmonis dengan mitra tutur sesuai dengan konteksnya.

2. Praktik kebahasaan dalam peristiwa tutur di sekolah merupakan fenomena

yang menarik dalam perkembangan bahasa, dalam hal ini pemakaian bahasa

yang santun. Kajian mengenai kesantunan bentuk tuturan direktif di SMA

Muhammadiyah 1 Karanganyar ini dapat memberi tambahan ilmu bagi

peneliti bahasa Indonesia yang ingin mengembangkan lebih lanjut mengenai

kajian kesantunan bentuk tuturan direktif dengan pendekatan sosiopragmatik.

Selain itu, hasil penelitian ini dapat membantu memperkaya

pengidentifikasian bentuk kesantunan berbahasa.

3. Kajian mengenai kesantunan bentuk tuturan direktif di SMA Muhammadiyah

1 Karanganyar ini dapat dijadikan salah satu alternatif pertimbangan

pemilihan bahan pengajaran Bahasa Indonesia di sekolah-sekolah, mulai

tingkat dasar sampai dengan tingkat tinggi. Pemilihan bahan pengajaran yang

diambilkan dari seleksi aturan-aturan di lingkungan sekolah tersebut

sekaligus dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kemampuan berbahasa

yang santun. Kondisi demikian, kiranya perlu dipikirkan kembali karena

fenomena kesantunan berbahasa di dalam peristiwa tutur di sekolah tersebut

mempunyai beberapa sisi positif, yaitu menambah atau meningkatkan

kreativitas berbahasa dan untuk tetap mempertahankan penggunaan bahasa

Indonesia yang santun, baik dalam komunikasi formal maupun nonformal.

Page 87: TINDAK TUTUR DIREKTIF GURU SMA MUHAMMADIYAH 1 … · “ Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, berbicaralah yang baik-baik, kalau tidak mampu, maka diamlah saja.” (HR

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

73

4. Kesantunan berbahasa juga merupakan salah satu kajian pendidikan umum,

yang dapat dijadikan jembatan pertama menuju pemaknaan lebih mendasar

pada tujuan, peran, dan fungsi pendidikan umum dengan mengambil nilai-

nilai dari agama dan budaya. Pendidikan umum mengarahkan tujuannya

kepada perwujudan manusia yang berkepribadian. Sosok manusia yang

memiliki kepribadian baik ditampakkan secara nyata melalui bahasa yang

ditampilkannya secara santun.

C. Saran

Berdasarkan simpulan dan implikasi di atas, dapat diberikan beberapa

saran sebagai berikut.

1. Hendaknya diadakan pengajaran kebahasaan yang lebih variatif mengenai

pemakaian bahasa yang santun di semua aspek keterampilan berbahasa, yaitu

membaca, menyimak, berbicara, dan menulis. Hal ini mengingat kesantunan

berbahasa Indonesia cukup penting, salah satunya dalam membentuk

kepribadian generasi muda yang lebih baik.

2. Apabila ingin memelihara kelangsungan bahasa Indonesia agar tetap santun,

alangkah baiknya siswa dan guru, khususnya di SMA Muhammadiyah 1

Karanganyar tetap mempertahankan menggunakan bentuk-bentuk tuturan

yang santun pada saat bertutur, baik dalam situasi formal maupun nonformal.

3. Mencari penyebab pelanggaran dan pematuhan maksim-maksim dalam

prinsip kerja sama dan sopan santun dalam pembelajaran di SMA

Muhammadiyah 1 Karanganyar.

4. Hasil penelitian ini kiranya dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif

contoh bahan ajar yang akan diberikan kepada siswa di sekolah, khususnya

mengenai bentuk kesantunan dalam tuturan direktif.