ti2013 04 p043 049 jejak konstruksi perahu pada arsitektur mamasa

7
TEMU ILMIAH IPLBI 2013 Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2013 | D - 43 Jejak Konstruksi Perahu pada Arsitektur Mamasa Wasilah (1) , Josef Prijotomo (2) , Murni Rachmawati (3) (1) Teknik Arsitektur/Mahasiswa Program Doktor, Fakultas Teknik Sipil&Perancangan/ITS/Dosen Arsitektur, UIN Alauddin Makassar (2) Teknik Arsitektur/Professor/Fakultas Teknik Sipil dan Perancangan/ITS (3) Teknik Arsitektur/Ketua Program Pascasarjana Arsitektur/Fakultas Teknik Sipil dan Perancangan ITS Surabaya Abstrak “Tidak ada arsitektur yang tidak berada di suatu tempat di muka bumi ini, tidak hanya daratan namun juga lautan” demikian penggalan kalimat pada catatan kuliah “Pengantar Arsitektur Nusantara” yang dibawakan oleh Prijotomo (Senin, 04 Maret 2013). Perahu pernah menjadi ‟rumah‟ di masa lampau, tapi mungkinkah kita menjadikan „rumah‟ sebagai perahu di masa kini?. Pernyataan tersebut mengawali dasar pemikiran penulis untuk melakukan penelitian secara mendalam. Khusus- nya tentang bagaimana konstruksi perahu pada abad ke-7, yang tampak jelas gambaran model konstruksi perahu bercadik terpahat rapih pada relief dinding Candi Borobudur. Demikian juga tentang legenda yang mengisahkan tentang keperkasaan pelaut Bugis, Makassar dan Mandar hingga ke seluruh pelosok negeri. Kisah tentang keindahan dan kekokohan perahunya yang mengarungi samudera, menghadapi keganasan ombak dan lautan hingga menjadi cerita kepah- lawanan yang mengagumkan. Dalam De Architectura (Vitruvius, 2008:3) dijelaskan bahwa bangunan yang baik adalah yang memiliki keindahan (Venustas), kekokohan (Firmitas) dan Utilitas. Dalam karya manusia dipertanyakan perihal identitas (data diri seseorang). Dengan menunjukkan identitas tersebut, maka dapat segera diketahui tentang nama, asal-usul (keturunan), kebangsaan dan ciri khas yang dimiliki. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa dalam karya budaya manusia, selalu berkaitan dengan “Bentuk dan Karya Cipta atau Seni”, yang disebut sebagai Arsitektur. Salah satu dari karya cipta arsitektur Nusantara adalah Rumah Mamasa. Penelitian ini dilakukan untuk membandingkan konstruksi rumah Mamasa dengan konstruksi pada perahu. Metode yang digunakan adalah deskrptif kualitatif khususnya dalam mempelajari masalah- masalah dalam masyarakat serta situasi-situasi tertentu termasuk tentang hubungan, kegiatan sikap- sikap, pandangan, proses yang sedang berlangsung serta pengaruh dari suatu fenomena yang dilakukan secara holistik. Kata-kunci: struktur, sandek, budaya, sambungan ikat, banua Pendahuluan Arsitektur tradisional merupakan hasil dari lingkungannya sehingga tiap daerah memiliki berbagai varian yang dibangun sebagai respon dari kondisi alam, ketersediaan material, iklim dan vegetasinya (Dawson dan Gillow, 1994). Selain itu, pembangunan Rumah Tradisional selalu melibatkan tidak hanya pemilik rumah namun juga seluruh masyarakat setempat atau komunitas. Tahapan pembangunan rumah, dari pemilihan tapak dan bahan, mempertimbang- kan adat dan kondisi lingkungan. Teknik pem- bangunan diturunkan dari generasi ke generasi baik melalui legenda, pantun, cerita ataupun melalui proses magang. Pemilihan material bangunan menggunakan material lokal yang ditemui di sekitar pemukiman. Sistem struktur dan konstruksi disusun bukan dari hasil perhi- tungan mekanika namun berdasarkan uji coba (trial and error) yang berlangsung selama bertahun-tahun. Rumah Tradisional Mamasa, konon memiliki kesamaan dalam hal bentuk atap dan konstruk- si perahu. Namun beberapa penelitian terda-

Upload: dy-farasswara-bangsa

Post on 01-Feb-2016

15 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Mamasa

TRANSCRIPT

Page 1: TI2013 04 p043 049 Jejak Konstruksi Perahu Pada Arsitektur Mamasa

TEMU ILMIAH IPLBI 2013

Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2013 | D - 43

Jejak Konstruksi Perahu pada Arsitektur Mamasa Wasilah(1), Josef Prijotomo(2), Murni Rachmawati(3)

(1)Teknik Arsitektur/Mahasiswa Program Doktor, Fakultas Teknik Sipil&Perancangan/ITS/Dosen Arsitektur, UIN Alauddin Makassar (2)Teknik Arsitektur/Professor/Fakultas Teknik Sipil dan Perancangan/ITS (3)Teknik Arsitektur/Ketua Program Pascasarjana Arsitektur/Fakultas Teknik Sipil dan Perancangan ITS Surabaya

Abstrak

“Tidak ada arsitektur yang tidak berada di suatu tempat di muka bumi ini, tidak hanya daratan

namun juga lautan” demikian penggalan kalimat pada catatan kuliah “Pengantar Arsitektur

Nusantara” yang dibawakan oleh Prijotomo (Senin, 04 Maret 2013). Perahu pernah menjadi ‟rumah‟

di masa lampau, tapi mungkinkah kita menjadikan „rumah‟ sebagai perahu di masa kini?. Pernyataan

tersebut mengawali dasar pemikiran penulis untuk melakukan penelitian secara mendalam. Khusus-

nya tentang bagaimana konstruksi perahu pada abad ke-7, yang tampak jelas gambaran model

konstruksi perahu bercadik terpahat rapih pada relief dinding Candi Borobudur.

Demikian juga tentang legenda yang mengisahkan tentang keperkasaan pelaut Bugis, Makassar dan

Mandar hingga ke seluruh pelosok negeri. Kisah tentang keindahan dan kekokohan perahunya yang

mengarungi samudera, menghadapi keganasan ombak dan lautan hingga menjadi cerita kepah-

lawanan yang mengagumkan. Dalam De Architectura (Vitruvius, 2008:3) dijelaskan bahwa bangunan

yang baik adalah yang memiliki keindahan (Venustas), kekokohan (Firmitas) dan Utilitas.

Dalam karya manusia dipertanyakan perihal identitas (data diri seseorang). Dengan menunjukkan

identitas tersebut, maka dapat segera diketahui tentang nama, asal-usul (keturunan), kebangsaan

dan ciri khas yang dimiliki. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa dalam karya budaya manusia,

selalu berkaitan dengan “Bentuk dan Karya Cipta atau Seni”, yang disebut sebagai Arsitektur. Salah

satu dari karya cipta arsitektur Nusantara adalah Rumah Mamasa.

Penelitian ini dilakukan untuk membandingkan konstruksi rumah Mamasa dengan konstruksi pada

perahu. Metode yang digunakan adalah deskrptif kualitatif khususnya dalam mempelajari masalah-

masalah dalam masyarakat serta situasi-situasi tertentu termasuk tentang hubungan, kegiatan sikap-

sikap, pandangan, proses yang sedang berlangsung serta pengaruh dari suatu fenomena yang

dilakukan secara holistik.

Kata-kunci: struktur, sandek, budaya, sambungan ikat, banua

Pendahuluan

Arsitektur tradisional merupakan hasil dari

lingkungannya sehingga tiap daerah memiliki

berbagai varian yang dibangun sebagai respon

dari kondisi alam, ketersediaan material, iklim

dan vegetasinya (Dawson dan Gillow, 1994).

Selain itu, pembangunan Rumah Tradisional

selalu melibatkan tidak hanya pemilik rumah

namun juga seluruh masyarakat setempat atau

komunitas. Tahapan pembangunan rumah, dari

pemilihan tapak dan bahan, mempertimbang-

kan adat dan kondisi lingkungan. Teknik pem-

bangunan diturunkan dari generasi ke generasi

baik melalui legenda, pantun, cerita ataupun

melalui proses magang. Pemilihan material

bangunan menggunakan material lokal yang

ditemui di sekitar pemukiman. Sistem struktur

dan konstruksi disusun bukan dari hasil perhi-

tungan mekanika namun berdasarkan uji coba

(trial and error) yang berlangsung selama

bertahun-tahun.

Rumah Tradisional Mamasa, konon memiliki

kesamaan dalam hal bentuk atap dan konstruk-

si perahu. Namun beberapa penelitian terda-

Page 2: TI2013 04 p043 049 Jejak Konstruksi Perahu Pada Arsitektur Mamasa

Jejak Konstruksi Perahu pada Arsitektur Mamasa

D - 44 | Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2013

hulu oleh para antropolog (Waterson 1980;

Dawson&Gillow, 1994) menyebutkan adanya

kesamaan dengan bentuk atap suku-suku lain

di penjuru nusantara yang menyerupai bentkan

perahu. Bentuk geometri Rumah Tradisional

Mamasa menggambarkan keindahan arsitektur

kayu nusantara, dan telah terbukti mampu

bertahan melewati waktu yang panjang, meski-

pun unsur-unsur lokalnya dianggap telah kuno

dan tidak menarik.

Menurut Budihardjo, (1996:108) bahwa

“Arsitektur adalah pengejawantahan (manifes-

tasi) dari kebudayaan manusia. Atau dengan

kata lain, arsitektur selalu dipengaruhi oleh

kebudayaan masyarakatnya.” Pernyataan ini

didukung oleh Adhi Moersid (Budihardjo,

1996:31) yang secara rinci menyebutkan bah-

wa “Arsitektur yang kita huni merupakan ma-

nifestasi dari hidup kita sehari-hari, cermin

kebudayaan kita, petunjuk dari tingkat pera-

saan artistik yang kita miliki, menggambarkan

tingkat teknologi kita, kemakmuran kita, struk-

tur sosial masyarakat kita.”

Dengan demikian dapat dimaknai bahwa,

bangunan tradisional merupakan suatu ba-

ngunan yang terbentuk karena latar belakang

budaya masyarakat. Oleh sebab itu, bangunan

tradisional merupakan ungkapan budaya dan

jalan hidup masyarakat, serta merupakan cer-

minan langsung dari masyarakat dalam menco-

ba mengekspresikan sesuatu.

Oleh karena itu, kajian ini sangat penting untuk

diteliti khususnya tentang penelusuran sistem

konstruksi dari bangunan tradisional Mamasa

yang dikaji bukan karena latar belakang budaya,

namun dari segi arsitektur serta penelusuran

struktur dan konstruksi bangunan tradisional

untuk melihat kemiripan sekaligus juga perbe-

daan cara penyusunan atau sistem konstruksi

secara lebih mendetail.

Penelitian dan publikasi terdahulu yang se-

demikian kaya dan beragam, dapat menjadi

sumber literatur yang baik bagi peneliti untuk

melakukan analisa terhadap sistem struktur dan

konstruksi rumah dapat memberikan landasan

pijak yang baik bagi arsitek-arsitek muda bagi

perkembangan arsitektur di Indonesia masa kini.

Pustaka

Suku Mandar adalah satu-satunya suku bahari di

Nusantara yang secara geografis berhadapan

langsung dengan laut dalam. Lautan dalam

meru-pakan halaman rumah bagi mereka.

Begitu mereka bangun tidur, akan disapa oleh

gemuruh air laut dan dibelai oleh angin laut.

Kondisi alam mengajarkan kepada masyarakat

Mandar bagaimana beradaptasi untuk memper-

tahankan hidup (meminjam bahasa Durkheim,

struggle for survival), dan membangun

kebudayaannya.

Para pelaut Mandar ini menjadikan perahu

sebagai tempat untuk melakukan segala aktivi-

tas kehidupan. Perahu tak ubahnya sebagai

tempat berlindung bersama keluarga dan

sebagai alat transportasi untuk berdagang dan

memenuhi kebutuhan keluarga.

Melaut bagi suku Mandar merupakan penyatuan

diri dengan laut. Falsafah kehidupan mereka,

bahwa laut menjadi tempat mereka untuk

memenuhi kebutuhan hidup dan membangun

identitasnya. Mencari penghidupan di laut (seba-

gai nelayan) bukanlah pekerjaan sembarangan

bagi orang Mandar. Mereka tahu betul bagai-

mana beradaptasi dengan perubahan-perubah-

an yang terjadi dilaut. Oleh karenanya, benar

apa yang dikatakan Christian Pelras dalam buku-

nya yang berjudul “Manusia Bugis” (2006), bah-

wa masyarakat Mandar merupakan pelaut ulung.

Mereka tidak akan bisa hilang ataupun tersesat

di lautan.

Interaksi masyarakat Mandar dengan lautan

menghasilkan pola pengetahuan yang berhu-

bungan dengan laut, yaitu: berlayar (paissang

asumombalang), kelautan (paissang aposasiang),

keperahuan (paissang paalopiang), dan kega-

iban (paissangang). Pengejawantahan dari pe-

ngetahuan tersebut diantaranya adalah rumpon

atau roppong dan perahu sandeq. Rumpon

merupakan teknologi menangkap ikan ramah

lingkungan yang diciptakan oleh para pelaut

Mandar. Perangkap ini terbuat dari rangkaian

daun kelapa dan rumput laut. Sedangkan pera-

Page 3: TI2013 04 p043 049 Jejak Konstruksi Perahu Pada Arsitektur Mamasa

Wasilah

Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2013 | D - 45

hu sandeq merupakan perahu layar bercadik,

khas Mandar, ramah lingkungan, dan tercepat di

kawasan Austronesia.

Kabupaten Mamasa merupakan salah satu

daerah tujuan wisata di Mandar, Sulawesi Barat

ternyata juga menyimpan beragam keunikan.

Wilayah ini tak hanya kaya dengan panorama

alamnya yang indah dan asri, tapi juga memiliki

banua atau rumah adat tradisional khas masya-

rakat Mamasa yang kaya dengan pesan-pesan

dan filosofi hidup orang Mamasa.

Sayangnya rumah khas Mamasa yang memiliki

bentuk atap bak perahu sandeq, kini semakin

langka. Beberapa rumah adat kini hanya dapat

dijumpai di pedalaman Kabupaten Mamasa yang

tetap mempertahankan ciri dan bentuk rumah

Mamasa yang asli.

Desa Tawalian, Kecamatan Tawalian, Kabupaten

Mamasa, merupakan salah satu daerah yang

mayoritas penduduknya masih menjaga kelesta-

rian rumah tradisional khas Mamasa. Beberapa

rumah tradsional di wilayah ini tampak masih

berdiri kokoh meski telah mengalami pemugaran

hingga beberapa ornamennya sudah berubah

bentuk. Tidak semua rumah adat Mamasa me-

miliki ornamen ukiran. Rumah adat yang diberi

ukiran pun motif ukirannya berbeda.

Dengan melihat jenis dan motif ukiran yang

terpasang di setiap sisi rumah adat Mamasa,

Anda bisa membedakan tingkat kemampuan

ekonomi dan strata sosial dari pemilik rumah

bersangkutan. Dalam sejarahnya, rumah tradisi-

onal Mamasa terbagi atas lima jenis tingkatan

sesuai dengan strata sosial masyarakatnya.

1. Banua layuk atau rumah tinggi yang biasa-

nya dimiliki oleh ketua adat.

2. Banua sura atau rumah ukir untuk para

bangsawan.

3. Banua bolong atau rumah hitam untuk para

kesatria.

4. Banua rapa yang biasanya dimiliki masya-

rakat biasa.

5. Banua longkarrin, rumah bagi kalangan Tana

Koa-Koa.

Pengertian Arsitektur dalam kajian ini meru-

pakan pengertian yang terdapat dalam buku Hy-

brid Space adalah: “The art or science of

building; specify: the art or practice of designing

structures and esp. inhabitable ones” (Zellner,

1999:9). Pengertian ini lebih menyempitkan

pengertian arsitektur sebagai suatu seni, yaitu

seni yang ditujukan untuk dapat menghasilkan

suatu yang memiliki nilai keindahan. Ungkapan

yang sama diungkapkan oleh Kimberly Elam

mengemukakan bahwa “Architecture has some

of the strongest educational ties to geometric

organization because of the necessity for order

and efficiency in construction, and the desire to

create aesthetically pleasing structures” (Elam,

2001:101). Ia menjelaskan bahwa arsitektur

memiliki hubungan yang kuat dengan geometri.

Salah satu yang menghubungkan antara kedua

hal ini adalah nilai estetis.

Antoniades (1990), mengatakan bahwa

geometri dapat memberikan kepada kita

kemampuan untuk mengenali dengan baik

bentuk-bentuk yang mengandung unsur-unsur

geometris, menyelesaikan masalah yang

muncul dalam penelitian dangan bentuk-ben-

tuk geometris, sehingga memberikan serang-

kaian bentuk-bentuk yang siap pakai dan dapat

disesuaikan dalam berbagai macam variasi.

Pendapat tentang geometri ini dapat dimaknai

bahwa geometri dapat menjadi salah satu

elemen yang dapat menjadikan suatu karya

arsitektur memiliki nilai estetis. Dapat juga

dimaknai, bahwa geometri memiliki fungsi yang

relevan dalam memperlihatkan hubungan

visual suatu objek dari segi proporsi, dan juga

pola perkembangan objek tersebut. Berdasar-

kan pengertian geometri menurut Antoniades,

dapat dimaknai bahwa jejak konstruksi perahu

pada arsitektur Mamasa dapat dikenali melalui

bentuk-bentuk yang mengandung unsur-unsur

yang bersifat geometris. Sebagai ilustrasi,

dapat dilihat pada gambar 1.

Dari semua ilustrasi berikut (Gambar 1, 2, 3,

dan 4), kita dapat menelusuri jejak konstruksi

perahu pada Arsitektur Mamasa dengan

menggunakan metode deskriptif kualitatif.

Page 4: TI2013 04 p043 049 Jejak Konstruksi Perahu Pada Arsitektur Mamasa

Jejak Konstruksi Perahu pada Arsitektur Mamasa

D - 46 | Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2013

Gambar 1. Denah Perahu Sandeq Mandar (Muhammad Aimuddin, 2001)

Gambar 2. Denah Rumah Tradisional Mamasa (Sumber: Hasil Analisis Peneliti, 2013)

Gambar 3. Konstruksi Perahu Sandeq (Sumber: Muhammad Alimuddin, 2001)

Metode

Metode dalam kajian ini adalah metode

deskriptif kualitatif. Dalam penelitian kualitatif

sampel penelitian mencakup dua aspek (Sana-

piah, 1990:56-61) yaitu informan dan situasi

sosial. Informan merupakan subyek yang

benar-benar mengetahui informasi yang dibu-

tuhkan. Situasi sosial merupakan subyek yang

akan diamati yaitu rumah dan perahu serta

segala kegiatan yang berlangsung di dalamnya.

Gambar 4. Konstruksi Rumah Tradisional Mamasa (Sumber: Hasil Analisis Peneliti, 2013)

Penelitian ini dapat digolongkan sebagai pene-

litian eksplorasi. Metode pencarian data dilaku-

kan melalui studi literatur. Metoda studi literatur

digunakan untuk mengumpulkan data tipologi

dan sistem struktur konstruksi rumah tradisional

yang diteliti. Data tersebut akan digunakan

untuk merekonstruksi sistem struktur dan kons-

truksi rumah tradisional yang diteliti. Dari hasil

rekonstruksi diharapkan dapat diketahui bagai-

mana sistem struktur dan konstruksi dan detail

konstruksi pembentuk lengkungan atap dan

bentuk bangunan rumah tradisional secara

keseluruhan.

Analisis dan Interpretasi

Analisa penelitian ini membagi pemetaan sistem

struktur & konstruksi dalam 3 kelompok bagian

berdasarkan pembagian rumah secara vertikal,

yaitu bagian bawah, tengah & atas. Bagian

bawah rumah meliputi pondasi, susunan tiang

penyangga & lantai. Bagian tengah rumah

meliputi elemen dinding. Bagian atas rumah

meliputi atap. Untuk mempermudah pemetaan

sistem struktur & konstruksi maka analisa hanya

dibatasi pada aspek bentuk, sistem struktur &

material.

Lombon

Sali-sali

Tambin

Ta‟do

Ba‟baaa

Page 5: TI2013 04 p043 049 Jejak Konstruksi Perahu Pada Arsitektur Mamasa

Wasilah

Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2013 | D - 47

Ukiran/ornamen yang ada pada Banua Layuk

memiliki syarat/aturan tertentu baik motif

maupun perletakannya. Ukiran-ukiran tersebut

memiliki arti & makna tertentu, yang meng-

gunakan 4 macam warna, yaitu; merah. Putih,

kuning & hitam.

Bentuk struktur & konstruksi rumah tradisional

Mamasa memberi makna

1. Bentuk atap yang memuncak mencerminkan

makin ke atas semakin besar & semakin

agung. Struktur dan konstruksi atap ini

merupakan pencerminan Kagungan Yang

Maha Kuasa.

2. Sifat kejujuran & kerja sama antar kompo-

nen bangunan yang menggabungan 3 ba-

gian bangunan yang terpisah mencermin-

kan kegotong-royongan & kesatuan, “Mesa

kada dipatuo patan kada dipomate,….kada

masa umpiak batu tuo” artinya bersatu kita

teguh bercerai kita runtuh…persatuan itu

dapat merupakan kekuatan yang dapat

memecahkan

3. Masuk & keluar ba‟ba (pintu) mengharuskan

kita membungkukkan badan adalah cer-

minan sebuah penghargaan, penghormatan,

dan melepaskan kesombongan diri.

4. Antara banua dalam satu perkampungan

tercermin pada bentuk banua yang dibeda-

kan atas dasar pemilik banua merupakan

pencerminan keberagaman bentuk arsitektur

5. Keagungan Yang Maha Kuasa yaitu atap

yang memuncak dan mencerminkan makin

ke atas semakin besar & semakin agung.

6. Kejujuran dan Kesatuan yaitu pencerminan

dari struktur konstruksi yang jujur & benar

mewakili sifat kejujuran dan kerja sama

antar komponen bangunan menggabungan 3

bagian bangunan yang sebenarnya terpisah

mencerminkan kegotong-royongan dan

kesatuan, “Mesa kada dipatuo patan kada

dipomate,….kada masa umpiak batu tuo”

artinya persatuan itu dapat merupakan

kekuatan yang dapat memecahkan

persoalan apapun.

7. Penghargaan merupakan pencerminan dari

masuk & keluar ba‟ba (pintu) mengharuskan

kita membungkukkan badan adalah sebuah

penghargaan dan penghormatan, melepas-

kan kesombongan diri.

8. Keberagaman merupakan pencerminan dari

antara banua dalam satu perkampungan

tercermin pada bentuk banua yang dibeda-

kan atas dasar pemilik banua.

Memori yang merupakan pencerminan bahwa

masyarakat Mamasa tidak akan melupakan ke-

nangan yang lalu dan senantiasa meyakini bah-

wa “Leluhurku adalah seseorang yang datang

dengan perahu, meskipun kini aku telah

menetap didaratan tapi aku tidak melupakan

bahwa leluhurku pernah tinggal di atas perahu”.

Secara vertikal Banua Mamasa terbagi atas:

a. Illi‟ banua (kolong rumah)

b. Kale banua (badan rumah)

c. Papa‟ banua ( atap/kepala rumah)

Sedangkan secara horisontal, di kenal empat

ruang utama, yaitu:

a. Ta‟do, yaitu ruang terdepan (Utara) sebagai

tempat menerima tamu.

b. Ba‟ba, yaitu ruang setelah ta‟do yang

difungsikan sebagai ruang tidur tamu. Jika

ada yang meninggal jenazahnya disema-

yamkan di sisi Barat ba‟ba dengan kepala di

sebelah Selatan sebelum dikuburkan.

c. Tambing, yaitu ruang setelah ba‟ba yang

berfungsi sebagai ruang tidur, pada banua

layuk dibagi dua menjadi Pollo‟ Tambing (sisi

Barat) & Tambing (sisi Timur). Tambing

diperuntukkan bagi pemilik rumah, sedang-

kan Pollo‟ Tambing peruntukkan bagi anak

gadis & tempat penyimpanan harta pusaka.

d. Lombon, yaitu ruang terletak paling bela-

kang (Selatan) difungsikan sebagi dapur &

tempat menerima kerabat dekat yang da-

tang serta sebagai tempat musyawarah

keluarga

Ketinggian lantai Ta‟do dan Ba‟ba sama,

sedangkan Tambing dan Lombon lebih tinggi ±

50 cm. Untuk banua yang haya terdiri dari 3

ruang (tanpa Ta‟do), yang ditinggikan adalah

Lombon. Sedangkan yang terdiri dari 2 ruang

Page 6: TI2013 04 p043 049 Jejak Konstruksi Perahu Pada Arsitektur Mamasa

Jejak Konstruksi Perahu pada Arsitektur Mamasa

D - 48 | Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2013

(hanya Tambing dan Lombon) tidak terdapat

perbedaan ketinggian lantai.

Bahan-bahan yang digunakan untuk memba-

ngun Banua Mamasa diperoleh dari alam sekitar,

yaitu:

1. Pondasi dasar yang diletakkan bebas dari

batu andesit hitam

2. Kolom/tiang dari kayu uru

3. Ring pengikat kolom dari kayu uru

4. Balok, lantai & rangka dinding dari kayu uru

5. Struktur/konstruksi atap dari uru & bambu

6. Penutup atap dari kayu uru /alang-alang

7. Bahan pengikat rotan

8. Bahan cat dari tanah dan daun-daunanan

9. Sebagian besar bahan adalah dari kayu

uru/kayu semacamnya yang baik dan kuat

Ada arah tertentu yang menjadi patokan

pendirian banua yaitu:

1. Arah melawan arus sungai, dengan keper-

cayaan bahwa datangnya berkah searah

dengan datangnya arus sungai. Jadi arah

rumah yang melawan arus sungai, ibarat

menadah rejeki & mengharapkan agar selalu

memperoleh rejeki yang baik.

2. Arah menghadap matahari, dengan keper-

cayaan bahwa manusia hidup di dunia ini

dimulai dari bawah yang diibaratkan seperti

terbitnya matahari. Arah ruang sangat

pantang menghadap ke matahari terbenam,

demikian juga pintu masuknya.

3. Ada keharusan bagi rumah adat untuk

menghadap ke Utara, ke arah buntu karua

(tanete karua). Tanete karua adalah arah

datangnya nenek moyang, dengan harapan

memperoleh keselamatan & rejeki dari

Tuhan.

Keberadaan banua tidak dapat dilepaskan dari

alang (lumbung) yang menjadi tempat

penyimpanan hasil pertanian. Ukuran dan jum-

lah Alang yang dibuat sesuai dengan kebutuhan.

Disesuaikan dengan tipe banua yang memiliki,

maka alang yang ada terdiri tiga tipe, yaitu:

1. Alang Sura‟ (alang yang diukir)

2. Alang Bolong (alang yang di cat hitam)

3. Alang Biasa (alang yang tidak diukir maupun

di cat)

4. Alang dapat didirikan di samping kiri dan kanan

banua (menghadap ke Utara) serta melintang

didepan banua (menghadap ke Barat-Timur).

Pada acara/upacara adat bagian bawah alang

menjadi tempat duduk tamu kehormatan.

Bagian-bagian Banua Mamasa dapat dilihat pada

Gambar 5.

Bahan utama untuk membuat perahu sandeq

adalah dengan menggunakan pohon Kandu-

ruang Mamea yang telah cukup tua, sehingga

selain kuat juga mempunyai diameter yang

cukup lebar. Adapun peralatan yang digunakan

untuk membuat perahu sandeq terbagi menjadi

dua, yaitu peralatan saat pencarian bahan dan

saat pembuatan perahu.

Pada saat pencarian bahan, peralatan yang

dibutuhkan dala pencarian bahan perahu sandeq

di antaranya adalah; kampak besar, cangkul

kayu, dan parang. Seiring perkembangan zaman,

peralatan untuk menyiapkan bahan juga

semakin modern, yaitu menggunakan passenso

(mesin pemotng kayu).

Pada saat pembuatan perahu, dala proses

pembuatannya, peralatan yang dibutuhkan

diantaranya, adalah; ketam kayu, gergaji, bor.

Dengan memperhatikan kedua proporsi di atas,

dapat diketahui bahwa pembuatan perahu

dikerjakan oleh dua ahli, yaitu ahli kayu yang

bekerja di tengah hutan dan ahli perahu (panrita

lopi) yang bekerja di pesisir. Bagian-bagian

Perahu Sandeq terlihat pada Gambar 6.

Page 7: TI2013 04 p043 049 Jejak Konstruksi Perahu Pada Arsitektur Mamasa

Wasilah

Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2013 | D - 49

Gambar 5. Bagian-bagian Banua Mamasa Konstruksi Perahu Sandeq (Sumber: Seminar Arsitektur, Unhas, 1994)

Gambar 6. Bagian-bagian Perahu Sandeq (Sumber: Muhammad Alimuddin, 2001)

Kesimpulan

1. Terdapat persamaan material yang digunakan

pada elemen pembentuk ruang pada rumah

tradisional Mamasa dengan Perahu Sandeq,

seperti kayu, bambu, dan alang-alang.

2. Persamaam bentuk struktur dihubungkan den-

gan personivikasi, yaitu hubungan manusia de-

ngan alam, yang terdiri dari atas kepala, badan

dan kaki.

3. Persamaan kosmologi dunia atas, dunia tengah

dan dunia bawah, yang tercermin dari atap,

badan rumah dan tiang.

4. Masing-masing memiliki “andiri posi” yaitu tiang

utama yang merupakan titik awal pendirian

rumah dan tempat seluruh material struktur ber-

pusat.

Daftar Pustaka

Budihardjo, Eko, (1997) Arsitektur sebagai Warisan Budaya, Djambatan, Jakarta

Dawson, B., & Gillow, J. (1994). The Traditional Architecture of Indonesia. New York: Thames and Hudson.

Muhammad Ridwan Alimuddin, 2009, Sandeq, Perahu Tercepat Nusantara, Ombak, Yogkayarta

Pelras, Christian (2006), Manusia Bugis. Makassar: Ininnawa

Sanapiah, Faisal (1990), Penelitian Kualitatif: Dasar-Dasar dan Aplikasi. Yayasan Asih, Asah, Asuh, malang.

Waterson, R. (1990). The Living House: An Anthropology of Architecture in South-East Asia. Singapore/Oxford/New York: Oxford University Press.

http://melayuonline.com/ind/culture/........... Di akses tanggal 29 Agustus 2013

http://melayuonline.com/ind/culture/........... Di akses tanggal 29 Agustus 2013

Tampak Depan