thp restorative justice

Upload: bagus-satrio

Post on 05-Apr-2018

218 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 7/31/2019 THP Restorative Justice

    1/6

    Permasalahan Kesenjangan: Keadilan Restoratif

    Dalam Teori dan Praktek

    Abel pada Tahun 1980 telah menandai kematian 'studi gap' dalam penelitian sosial-

    hukum, dia mengatakan bahwa seperti realis hukum, ilmuwan sosial sering 'dipaksa untuk

    mengadopsi sikap membongkar'. Hasilnya yang utama adalah terjadi celah antara idealisme

    dan praktek. Maka dari itu kemudian Abel mengusulkan pergeseran dari model

    instrumentalis hukum, di mana efektivitas ditafsirkan secara sempit dan hanya sebagai

    instrumen dari pemeriksaan apakah penyataan tujuan dari hukum atau badan hukum telah

    dicapai.

    Sementara itu, Nelken membantah argumentasi Abel yang menyatakan Studi Gaptelah pergi terlalu jauh' terlalu dibesar-besarkan. Nelken mengatakan 'Tidak ada yang

    invalid tentang fokus pada perbedaan antara janji legislatif dan kinerja pada prakteknya.

    Abel dan Nelken mengundang kita untuk berpikir mengenai permasalahan kesenjangan'

    dalam arti teoritis, yaitu, tidak hanya untuk mengamati ruang antara platform dan kereta

    api, tetapi juga untuk bertanya mengapa ruang ada. Kesenjangan bisa menandakan sesuatu

    yang lebih mendalam daripada hal yang terlihat kasat mata.

    Untuk keadilan restoratif, salah satu alasan kita harus berharap untuk melihat

    kesenjangan dalam teori dan praktek adalah bahwa kebanyakan orang tidak sepenuhnya

    memahami ide dari keadilan restorative tersebut. Pendukung keadilan restoratif berasumsi

    bahwa setiap orang memiliki keterampilan yang diperlukan dan keinginan untuk

    berpartisipasi. Namun, partisipasi yang efektif memerlukan derajat kematangan moral dan

    empati keprihatinan yang tidak dimiliki banyak orang, khususnya kaum muda.

    Keadilan Restoratif dan Konferensi Dalam Teori

    Konferensi digunakan sebagai pengalihan dari pengadilan untuk para remaja yang

    telah mengakui melakukan kejahatan. Pertemuan mengambil bentuk yang beragam dan

    memiliki tujuan yang berbeda, tergantung pada yurisdiksi. Di Australia khususnya, terdapat

    perbedaan jenis-jenis pelanggaran yang dapat diadakan pertemuan/konferensi. Tulisan ini

  • 7/31/2019 THP Restorative Justice

    2/6

    dalam menganalisis konferensi berkaitan dengan keadilan restoratif menggunakan data dari

    South Australia Juvenile Justice (SAJJ)

    Data dari SAJJ berfokus pada komponen komponen dari

    konferensi/pertemuan,dimana komponen yang dimaksud tersebut adalah:

    1. Proses Konferensi/Pertemuan

    Seorang korban, pelaku yang mengakui pelanggaran yang dibuatnya, dan

    pendukung mereka berkumpul dalam satu tempat untuk membahas

    mengenai pelanggaran, dampaknya, dan hukuman yang sesuai, dan hasilnya

    akan dituangkan dalam suatu perjanjian kesepakatan.

    Diskusi dalam pertemuan atau konferensi ini melibatkan perasaan bersalah

    dari pelaku yang mengarah kepada permintaan maaf yang tulus dan

    keinginan untuk memperbaiki kesalahannya. Semua peserta konferensi

    diperlakukan dengan adil dan dengan hormat. Peserta kemudian

    mendiskusikan hukuman yang sesuai. Setiap orang memiliki suara, dan

    partisipasi. Petugas polisi dan koordinator memastikan bahwa unsur-unsur

    perjanjian adalah tidak berlebihan.

    2. Konteks Hukumnya

    Anak dibawah umur sebagai pelaku kejahatan memahami hak mereka

    dalam hukum, yang mencakup pemahaman tentang apa yang terjadi

    didalam konferensi/pertemuan tersebut, apakah mereka dapat menerima

    hasil dari konferensi tersebut atau tidak setuju dengan hasilnya

    3. Hasil Konferensi dan Kepatuhan

    Anak dibawah umur sebagai pelaku kejahatan, peserta diskusi

    menandatangani perjanjian, yang berbentuk sebuah dokumen yang

    mengikat secara hukum.

    Kemudian anak dibawah umur sebagai pelaku kejahatan melengkapi

    perjanjian dengan memasukkan surat permohonan maaf atau kompensasi

    ganti kerugian (diberikan kepada korban/pelaku).

    Jika hal tersebut diatas dilakukan, maka anak dibawah umur sebagai pelaku

    kejahatan membantu berpartisipasi dalam hal memperbaiki

  • 7/31/2019 THP Restorative Justice

    3/6

    kesalahan/pelanggaran yang dilakukan pelaku terhadap korbannya

    4. Efek Konferensi/Pertemuan

    Dari pertemuan/konferensi tersebut yang menyatakan bahwa pelaku telah

    melaksanakan isi sesuai perjanjian dalam konferensi, maka dapat dikatakan

    korban telah sembuh dari pelanggaran.

    Keadilan Restoratif dan Konferensi Dalam Praktek

    1. Proses Konferensi

    1.a. Korban dan Pelaku Duduk Bersamaan Untuk Membahas Pelanggaran

    Dari sample dalam proyek SAJJ, 74 persen konferensi/pertemuan korban yang

    hadir, dan 6 persen tambahan memiliki perwakilan dari layanan dukungan korban. Dari

    Negara Australia bagian selatan dan New Zealand, menunjukkan bahwa korban umumnya

    hadir di setengah dari konferensi (Wundeisitz, 1996: 109; Biro tindak kriminal Australia

    Selatan, 1999: 131; Maxwell dan Morris, 1993: 118). Tidak termasuk korban kejahatan,

    kehadiran korban kemungkinan akan meningkat sekitar 8 sampai 10 persen. Berdasarkan

    angka-angka ini, kita berasumsi bahwa di daerah yang tingkat pelanggarannya tinggi,

    korban dan pelaku tidak terdiri lebih dari 60 persen. Hal ini telah menunjukkan adanya

    gap/kesenjangan antara teori dan praktek.

    1.b. Diskusi Dalam Konferensi/Pertemuan Membangkitkan Perasaan Penyesalan dan

    Malu Pelaku

    Dari berbagai aksi, kata-kata, bahasa tubuh dapat terlihat dalam hal pelaku

    pelanggaran adalah anak-anak 'Mengambil tanggung jawab untuk suatu pelanggaran',

    'menunjukkan penyesalan', dan berharap untuk 'memperbaiki bahaya, dan kemampuan

    korban untuk menjelaskan dampak pelanggaran dan untuk' membaca 'arti penyesalan dan

    permintaan maaf tulus dari pelaku pelanggaran yang masih anak-anak. Untuk korban,

    sebuah kompleksitas ditambahkan adalah bahwa hasilnya adalah janji dari pelaku

    pelanggaran yang masih anak-anak tersebut untuk melakukan sesuatu, dengan demikian,

    keuntungan dan kerugian bagi korban bergantung pada pelaku pelanggaran yang masih

    anak-anak tersebut untuk mematuhi isi perjanjian dalam konferensi/pertemuan.

  • 7/31/2019 THP Restorative Justice

    4/6

    Beberapa kesenjangan/gap jelas terlihat dalam konferensi, hal ini terlihat dalam hal

    tindakan dan kata-kata yang muncul sebagai bentuk interpretasi dari korban dan pelaku

    yang duduk bersama-sama dalam konferensi/pertemuan. Gap yang selanjutnya muncul

    adalah mengenai apa yang kita harapkan harus terjadi dan apa yang terjadi dalam sebuah

    konferensi kadang kala tidak sesuai dengan keinginan kita.

    Bagaimana remaja pelaku pelanggaran meminta maaf kepada korban? Dalam

    sebuah wawancara pada tahun 1998, 74 persen mengatakan mereka merasa menyesal atas

    apa yang telah mereka lakukan. Namun, tidak sedikit juga yang mengatakan mereka

    merasa kasihan bagi para korban (56 persen sebelum dan 47 persen setelah konferensi).

    Sementarasebagian besar (43 persen) mengatakan bahwa cerita juga mempengaruhi

    korban, sebagian mengatakan bahwa ia memiliki pengaruh yang kecil atau tidak. Remaja

    pelaku pelanggaran Ketika ditanya apa yang penting bagi mereka dalam konferensi

    tersebut, 'memperbaiki berbahaya' bagi korban kurang penting daripada membersihkan

    nama dan reputasinya.Dari perspektif korban, kurang dari 30% dari para pelaku dianggapsebagai membuat alasan benar bahkan jika dilihat dari pelanggar, hanya lebih dari 60 per

    100 mengatakan bahwa permintaan maaf mereka tulus. Hal hal ini menunjukkan adanya

    gap/kesenjangan dalam teori dan prakteknya.

    1.c. Peserta Konferensi Diperlakukan Adil dan Dengan Rasa Hormat

    Dari para korban, dan subset remaja pelaku pelanggaran, 90-98 persen mengatakan

    mereka diperlakukan dengan adil oleh co-ordinator dan polisi, bahwa koordinator itu tidak

    memihak dan memperlakukan semua orang tampak adil, dan bahwa mereka diperlakukan

    dengan hormat. Beberapa hal negatif dirasakan oleh remaja pelaku pelanggaran, dengan 28

    persen mengatakan bahwa ide-ide dari orang lain dipaksakan atas mereka (dibandingkan

    dengan 13 persen dari korban), dan dengan 26 persen mengatakan mereka dipojokkan

    dalam satu hal ataskasus ini

    1.d. Dalam Diskusi Masalah Sanksi/Hukuman, Semua Pihak - Pelaku, Korban, dan

    Pendukungnya - Berhak Mengatakan Apa Yang Pelaku Harus Lakukan

  • 7/31/2019 THP Restorative Justice

    5/6

    Permasalahan diskusi mengenai hukuman dalam konferensi/pertemuan terjadi

    seperti bayangan para pihak yang ikut bagian dalam konferensi/pertemuan. Koordinator

    dan polisi mundur untuk memungkinkan para pihak mengambil keputusannya. Pada

    prakteknya, remaja pelaku pelanggaran tidak banyak mengambil bagian daripada korban

    dalam menentukan hukuman yang tertuang dalam perjanjian.

    1.e. Pihak Kepolisian dan Koordinator Memastikan bahwa Unsur Dalam Perjanjian

    Tidak Berlebihan

    Hal yang paling umum terlihat dalam perjanjian adalah permintaan maaf dari

    remaja pelaku pelanggaran, unsur lain adalah konseling-konseling bahi para remaja pelaku

    pelanggaran dalam hal kemarahan, program pendidikan, dan hal-hal lain yang berkaitan

    dengan perubahan tingkah laku agar dapat menjadi individu yang lebih baik

    2. Konteks Hukum

    Dalam pembukaan konferensi, koordinator menetapkan aturan dasar dan

    menjelaskan peran serta masyarakat dan konteks hukum. Pengamat SAJJ mencatat

    pemahaman mereka tentang aturan-aturan dasar dan peran, dengan asumsi bahwa ini

    adalah konferensi pertama yang mereka amati. Kebanyakan mengatakan mereka

    memahami peran koordinator's (80 persen), peran polisi (70 persen), dan apa yang harus

    terjadi (85 persen). Untuk informasi hukum, di 83 persen dari konferensi tersebut,

    koordinator mengatakan remaja pelaku pelanggaran memiliki hak untuk mengakhiri

    konferensi setiap saat, dan pada sekitar 70 persen, bahwa remaja pelaku pelanggaran

    berhak untuk mencari nasihat hukum setiap saat.

    3. Hasil Konferensi dan Kepatuhan

    Dari 107 remaja pelaku pelanggaran dalam sampel penuh, 6 persen tidak memiliki

    unsur-unsur perjanjian untuk menyelesaikan (mereka mungkin harus meminta maaf kepada

    konferensi atau menerima peringatan resmi.) Sebagian besar (80 persen) secara resmi

    diklasifikasikan telah menyelesaikan semua elemen perjanjian, dan dua persen

    menyelesaikan beberapa perjanjian dan sisanya dihapuskan. Dan dari hal tersebut diatas

    (12 persen) dari remaja pelaku pelanggaran tidak menyelesaikan dan melanggar perjanjian.

  • 7/31/2019 THP Restorative Justice

    6/6

    4. Efek dari Konferensi/Pertemuan

    4.a. Efek Bagi Korban

    Lebih dari 60 persen korban pada tahun 1999 mengatakan bahwa mereka telah

    pulih secara penuh dari pelanggaran yang diterimanya. Pertemuan tersebut mungkin

    bermanfaat dalam mengurangi kemarahan korban dan ketakutan. Lebih dari 75 persen

    korban konferensi merasa marah terhadap pelaku sebelum konferensi, tapi ini turun

    menjadi 44 persen setelah konferensi dan 39 persen setahun kemudian. Dekat dengan 40

    persen dari korban takut pelaku sebelum konferensi, tapi ini turun menjadi 25 persen

    setelah konferensi dan 18 persen setahun kemudian.

    4.b. Efek Bagi Pelaku

    Ketika remaja pelaku pelanggaran menyesali perbuatannya dan hasil yang dicapai

    melalui perjanjian dengan konsensus yang jujur dari konferensi/pertemuan, hal tersbut

    mungkin untuk pelecehan lagi. Variabel kontrol adalah prediktor terkuat residivisme,

    bertanggung jawab atas sebagian besar variasi menjelaskan, bagaimanapun, dua konferensi

    variabel memiliki pengaruh yang signifikan

    Diskusi

    Berdasarkan penelitian di Australia Selatan dan yurisdiksi lain di wilayah ini,

    banyak terjadi kesenjangan/gap dalam teori dan praktek, namun tidak semua komponen

    dari proses konferensi. Praktek yang terjadi yang dibayangkan dalam tingkat partisipasi dan

    tertuang hasilnya dalam perjanjian yang berisi hukuman yang diperoleh dari diskusi antara

    pihak korban, pelaku, dan pendukungnya, di mana profesional tidak mendominasi.

    Sehingga, hasil yang didapat dari konferensi/pertemuan ini dapat dikatakan tepat sasaran,

    karena tidak ada pihak yang tidak berkepentingan masuk didalamnya. Korban dan pelaku

    memberitahu koordinator dan polisi memperlakukan mereka dengan adil dan dengan rasahormat, dan dalam batas-batas yang jelas dimana hukuman tidak berlebihan dan sesuai

    dengan perjanjian dari konferensi/pertemuan tersebut