thesis efektifitas mengajar fisika tanpa rumus-polyglot kirim 1

Upload: syaiful-lokan

Post on 10-Oct-2015

28 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Efektivitas mengajar fisika tanpa rumus

TRANSCRIPT

  • PEMBELAJARAN FISIKA TANPA RUMUS: Efektivitas penerapannya di Sekolah Lentera Internasional

    Syaiful Lokan Universitas Pelita Harapan !

    Abstract !Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan pengaruh pembelajaran fisika tanpa rumus dengan pembelajaran fisika tradisional dalam hasil be-lajar dan kemampuan melakukan transfer siswa kelas delapan Sekolah Lentera Internasional. Penelitian dilakukan dengan metode Quasi Experi-mental dengan desain pre-test post-test control group. Sejumlah 13 siswa kelas 8B sebagai grup eksperimental dan 14 siswa kelas 8A sebagai grup kontrol. Pengumpulan data dilakukan dengan tes kemudian dianalisis per-bandingan gain pre-test dan post-test kelas eksperimental dengan kelas kontrol. Hasil gain menunjukkan kelas eksperimental memperoleh nilai rata-rata hasil belajar dan kemampuan melakukan transfer lebih tinggi dari kelas kontrol. Disimpulkan bahwa penerapan metode pembelajaran fisika tanpa rumus membantu siswa untuk memperoleh hasil belajar dan ke-mampuan melakukan transfer yang lebih baik. !Kata Kunci: pembelajaran, hasil belajar, transfer, metode pembelajaran

    Pendahuluan !Di Indonesia, pentingnya teknologi untuk menyokong masa depan telah disadari dan diantisipasi. Departemen Pendidikan Indonesia secara spesi-fik menyiapkan pengembangan kurikulum Sains atau Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) sebagai suatu respons proaktif dari berbagai perkembangan informasi, ilmu pengetahuan, dan teknologi, serta tuntutan desentralisasi. Hal itu dilakukan untuk meningkatkan relevansi program pembelajaran dengan keadaan dan kebutuhan setempat. (Depdiknas, 2003).

    Sangat disayangkan kondisi yang diharapkan itu sangat berbeda dengan hasil survei dan test yang dilakukan oleh The International Association for the Evaluation of Educational Achievement (IEA) yang secara teratur mempublikasikan hasil riset perkembangan pendidikan di banyak negara. Salah satu proyek dari IEA adalah menyurvei perkembangan matematika dan sains siswa SLTP kelas delapan yang dipublikasikan dalam laporan TIMSS (Trends in International Mathematics and Science Study). Publikasi TIMSS pada tahun 2007 memperlihatkan pencapaian nilai hasil belajar mata pelajaran sains siswa kelas delapan untuk negara Indonesia men-empati urutan 35 dari 49 negara. Seluruh pencapaian rata-rata nilai hasil belajar pelajaran sains yang diperoleh siswa Indonesia di bawah nilai ten-gah skala rata-rata yang ditetapkan TIMSS yaitu 500. Content domain pelajaran fisika siswa Indonesia hanya 432, demikian juga rata-rata nilai cognitive domain pelajaran fisika semuanya di bawah standar nilai tengah

    !1

  • TIMSS dengan knowledge adalah 426, applying 425 dan reasoning 438. (Martin 2007, 115).

    Nilai hasil belajar tersebut tidaklah sebanding dengan kerja keras yang dilakukan oleh siswa. Masih dari survei yang sama, prosentase siswa yang mengerjakan pekerjaan rumah pelajaran fisika di waktu sekolah dengan frekuensi tinggi, yaitu minimal tiga sampai empat kali dengan alokasi lebih dari 30 menit setiap kalinya menunjukkan angka 16%, ini lebih tinggi dibandingkan rata-rata negara lain yang hanya 13%. Selain rajin mengerjakan pekerjaan rumah, siswa Indonesia juga memiliki sikap positif terhadap pelajaran fisika. Indonesia menempati urutan pertama se-bagai negara yang memiliki siswa paling bersikap positif terhadap pent-ingnya mempelajari fisika, yaitu sebanyak 82% siswa, sangat jauh diband-ingkan rata-rata siswa dunia yang memandang pentingnya mempelajari fisika hanya sebanyak 52% (Martin, 2007).

    Bukan hanya siswa yang memberi terbaik dalam mempelajari fisika, guru juga meluangkan waktu yang tidak sedikit untuk menyiapkan bahan pem-belajaran fisika, yaitu sebanyak 92 jam selama setahun, menempati ne-gara nomor dua yang meluangkan waktu persiapan paling banyak sesu-dah Malta. Hasil itu jauh lebih banyak jika dibandingkan dengan rata-rata negara lain yang hanya sebanyak 63 jam (Martin, 2007).

    Kerja keras yang tidak diiringi oleh hasil belajar yang memuaskan tam-paknya membuat frustasi para siswa. Hal tersebut ditunjukkan oleh ren-dahnya hasil survei kepercayaan diri siswa. Hanya 29% siswa yang menyatakan percaya diri dalam mempelajari fisika, nomor dua paling ren-dah sesudah Romania, jauh lebih rendah dibandingkan rata-rata dari selu-ruh negara yang disurvei, yaitu 41% (Martin, 2007).

    Kekurangan dari semua kerja keras siswa dan guru adalah waktu yang diluangkan tidak dibuat bermakna (meaningful). Pekerjaan rumah yang banyak menyita waktu siswa memang dikumpulkan (92%) dan dinilai (90%) tetapi hanya 22% dari pekerjaan rumah itu yang didiskusikan atau diberi feedback di dalam kelas. Pekerjaan rumah yang diberikan juga lebih banyak berupa tugas-tugas yang mengasah kemampuan siswa untuk menghafal dan mengulang, seperti mengerjakan soal-soal yang serupa (60%, rata-rata negara lain hanya 38%), membaca buku teks atau tam-bahan lainnya (67%, rata-rata negara lain 35%), menulis definisi (38%, rata-rata dunia 23%), sedangkan bekerja kelompok untuk mengerjakan suatu tugas hanya dilakukan oleh 5% siswa di Indonesia, sedangkan rata-rata negara lain mencapai 10% (Martin, 2007).

    Meaningful learning terjadi ketika pembelajar membangun makna dengan cara mengintegrasikan pemahaman yang baru ke dalam pemahaman yang telah dimiliki oleh struktur kognitif sebelumnya (Novak, 2002). Hal tersebut ditandai dengan hasil belajar dan kemampuan siswa untuk melakukan transfer dengan baik.

    !2

  • Banyaknya aktivitas dan variasi kognitif yang hanya mengasah kemam-puan untuk menghafal dan mengulang menyebabkan pembelajaran bermakna (meaningful learning) tidak terjadi di dalam kelas. Bila dilihat lebih dalam akar tidak terjadi-nya meaningful learning, adalah karena guru maupun siswa terperangkap pada penggunaan rumus sebagai jalan keluar (Kurki-Suonio, 1984). Siswa SLTP dalam mempelajari fisika dituntut menghafalkan puluhan rumus. Untuk pelajaran Kinematika siswa paling sedikit perlu menghafal sepuluh rumus. Akibatnya, siswa menemui kesuli-tan untuk mempelajari fisika, karena selain perlu memahami konsep siswa juga perlu menerjemahkan simbol-simbol matematika (Enrico Febrianto, 2010).

    Terperangkapnya siswa dan guru terhadap penggunaan rumus dalam proses pembelajaran fisika disadari oleh Tim Olimpiade Fisika Indonesia (TOFI), sehingga dalam proses pembelajaran fisika yang dilakukan oleh TOFI digunakan proses pembelajaran fisika tanpa rumus. Dengan metode pembelajaran fisika tanpa rumus membuat TOFI mampu menjuarai be-berapa olimpiade tingkat asia (OFA) maupun dunia (OFI) secara konsisten setiap tahunnya semenjak pertama kali TOFI dibentuk sejak tahun 1993 (Surya, 2003).

    Proses pembelajaran fisika tanpa rumus yang digunakan oleh TOFI diuji-cobakan pada siswa kelas delapan Sekolah Lentera Internasional dan dibandingkan dengan metode pembelajaran fisika tradisional dari nilai hasil belajar dan kemampuan siswa untuk melakukan transfer. Penelitian ini dilakukan untuk menjawab pertanyaan penelitian, yaitu:

    1. Apakah siswa yang diberi pembelajaran fisika tanpa rumus memperoleh nilai hasil belajar yang lebih baik dibandingkan siswa yang diberi pem-belajaran fisika tradisional.

    2. Apakah siswa yang diberi pembelajaran fisika tanpa rumus memiliki kemampuan untuk melakukan transfer yang lebih baik dibandingkan siswa yang diberi pembelajaran fisika tradisional.

    Meaningful Learning Hal utama dari tujuan pembelajaran adalah promote retention dan pro-mote transfer. Retention adalah kemampuan untuk mengingat materi be-berapa waktu kemudian, sedangkan transfer adalah kemampuan untuk menggunakan apa yang telah dipelajari untuk memecahkan masalah baru. Dalam retention siswa perlu mengingat apa yang mereka telah pela-jari, sedangkan pada transfer siswa bukan saja mengingat tetapi siswa mampu menggunakaannya secara bermakna. Jadi retention berfokus pada masa lampau, contohnya adalah siswa diharapkan mampu menulis kembali rumus hukum Ohm, sedangkan pada transfer fokus pada masa depan, contohnya siswa diharapkan mampu menyusun rangkaian listrik untuk memaksimalkan laju elektron atau menggunakan hukum ohm untuk menjelaskan rangkaian listrik yang lebih rumit. Menurut Yokoyama (1984,

    !3

  • 398) hambatan yang dialami oleh siswa adalah ketidakmampuan mereka menggunakan prior knowledge untuk mengatasi masalah-masalah baru. Penyebab utamanya adalah siswa masih belum mengetahui secara jelas proses kognitif untuk mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalam menjawab soal-soal yang diberikan.

    Berdasarkan pemahaman tersebut, Mayer (2002) menyatakan meaningful learning terjadi manakala siswa mampu melakukan retention dan transfer, sedangkan rote learning siswa hanya mampu melakukan retention. Pem-bedaan antara rote dan meaningful learning tidaklah diskrit dalam jenjang-jenjang yang jelas, tetapi lebih kepada suatu proses yang kontinu (Sivbritt Dumbrajs, 2011) Kemampuan untuk melakukan transfer merupakan isu penting dalam proses pembelajaran fisika. Transfer bukan sekadar siswa mampu mengerjakan soal yang berbeda dari yang diajarkan, tetapi juga siswa mampu untuk mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Eksperi-men seharusnya dirancang supaya siswa mampu menghadapi situasi yang lebih sulit, dalam hal inilah proses transfer terjadi (Lobato 2003, 17). Proses retention itu penting untuk meaningful learning dan pemecahan masalah bila pengetahuan itu digunakan untuk tugas-tugas yang lebih kompleks dan belum dikenal sebelumnya. Menjawab dengan mudah mengindikasikan pemahaman terhadap konsep dasar fisika. Kemampuan siswa dalam melakukan transfer ditandai oleh kemampuan siswa dalam keahlian problem-solving (Krusberg 2007, 407). Menyiapkan pembela-jaran yang memperhatikan kemampuan siswa dalam melakukan transfer merupakan suatu pendekatan untuk menyiapkan siswa menghadapi masa depan. Transfer merupakan suatu proses pengalaman belajar aktif (Loba-to 2003, 20).

    Terperangkap Candu Rumus

    Selama ini, metode pembelajaran yang dilakukan oleh guru banyak di-lakukan dengan menggunakan rumus sebagai alat ajar, sehingga siswa terbelenggu untuk hanya menghafal rumus supaya bisa menjawab soal-soal yang diberikan. Kegiatan menghafal rumus tersebut menjadi suatu tradisi yang dilestarikan bukan saja oleh siswa tetapi juga oleh guru (Kur-ki-Suonio 1984, 83). Dalam mengajar, rumus merupakan suatu jalan pin-tas untuk mengerjakan soal-soal yang diberikan dan menjadi warisan yang diteruskan oleh guru kepada generasi selanjutnya. Menghafal rumus menjadi jalan keluar karena siswa tidak memahami epistemologi yang membangun konsep-konsep fisika tersebut (Hammer 2003, 54). Matemati-ka mungkin saja bahasa dari sains, tetapi matematika dan fisika meru-pakan dua bahasa dengan dialek yang berbeda. Fisikawan cenderung menggabungkan konsep fisika dengan simbol-simbol matematika yang akhirnya menyulitkan siswa (Redish, 2005).

    Penelitian untuk mengetahui kemampuan konsep siswa dan efek keter-gantungan kepada rumus dilakukan oleh Speltini dan Ure (2002). Penelit-ian yang dilakukan mereka terhadap mahasiswa teknik yang telah mem-

    !4

  • pelajari fisika dasar Mekanika dan Elektromagnet sebelumnya. Hasil penelitian menunjukkan mahasiswa teknik itu belum memahami konsep-konsep dasar conservation (kekekalan). Beberapa siswa menjawab den-gan cara memberikan rumus kekekalan, tetapi sama sekali gagal untuk menjelaskan konsep tentang kekekalan itu sendiri (Ure 2002, 482). Con-toh lain bagaimana siswa dan guru melarikan diri dari bentuk-bentuk kon-septual dasar adalah penggunaan hukum Newton. Konsep yang diusung oleh Isaac Newton tentang gerak adalah kekekalan momentum. Dari kon-sep kekekalan momentum itulah lahir hukum kedua newton, yang berbun-yi: The change of motion [of a body] is proportional to the motive force impressed; and is made in the direction of the straight line in which that force is impressed. (Christianson 2005, 87). Sangat disayangkan hukum kedua Newton yang sangat konseptual tersebut tidak diajarkan secara konseptual kepada siswa. Memang dari hukum kedua tersebut bila diberi perlakuan matematis akan muncul rumus bila diasumsikan tidak ada perubahan massa dan gaya luar yang bekerja. Terlebih daripada mengajarkan konsep hukum Newton, guru dan buku text hanya menun-jukkan rumus kepada siswa. Tentu saja dalam mengerjakan soal siswa hanya akan membaca soal dan mengganti variabel-variabel dengan angka-angka yang telah disediakan tanpa memahami konsep yang melatarbelakanginya.

    Pembelajaran Fisika Tanpa Rumus di Indonesia

    Di Indonesia usaha untuk melakukan proses pembelajaran Fisika tanpa menyandera rumus hanya sebagai alat untuk diingat telah dimulai oleh pembina Tim Olimpiade Fisika Indonesia, Yohanes Surya. Menurut hasil penelitian yang dilakukannya, untuk membuat fisika itu gampang, asyik dan menyenangkan (gasing) beberapa hal perlu diperhatikan (Surya, 2003):

    1. Hindari matematika yang sulit.

    2. Gunakan angka-angka yang mudah dan bulat.

    3. Perbanyak eksperimen dan demonstrasi fisika

    Pada saat menggunakan rumus menjadi solusi untuk setiap proses pem-belajaran dan soal-soal yang diberikan kepada siswa, maka hasil belajar siswa hanyalah rote learning. Supaya proses meaningful learning terjadi, guru harus memiliki keberanian mematahkan candu rumus dengan cara mengubah cara pembelajaran yang selama ini sudah berjalan. Beberapa alternatif yang bisa dilakukan adalah guru bisa memperbanyak proses eksperimen di sekolah dan mengonstruksi pemahaman siswa melalui diskusi-diskusi hasil eksperimen.

    Pelajaran fisika yang seharusnya memiliki Aspek Kognitif luas akhirnya terbelenggu hanya sebatas mengingat rumus yang membuat siswa kehi-langan selera dalam mempelajari fisika. Telah diperlihatkan bahwa mem-pelajari fisika tanpa rumus adalah hal yang mungkin dilakukan bahkan

    F = m a

    F = m a

    !5

  • dengan tanpa rumuspun cukup untuk membawa Indonesia menjuarai Olimpiade Fisika Dunia.

    Metode Penelitan Efektivitas pembelajaran fisika tanpa rumus diujicobakan kepada siswa kelas delapan di Sekolah Lentera Internasional. Efektivitas akan diukur berdasarkan gain nilai hasil belajar dan kemampuan siswa dalam melakukan transfer. Topik fisika yang dipilih adalah kinematika karena top-ik ini adalah bagian pelajaran yang pertama kali dijumpai siswa pada saat mempelajari fisika sehingga sangat tepat untuk diteliti.

    Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Quasi Experimental dengan menggunakan desain pre-test post-test control group. Dengan menggunakan metode ini subjek penelitian dibagi secara acak dalam dua kelompok, satu sebagai kelas eksperimen (X1) yaitu kelompok yang men-dapatkan pendekatan pembelajaran fisika tanpa menggunakan rumus dan satu lagi yaitu kelas kontrol (X2) yaitu kelompok yang mendapatkan pem-belajaran dengan pendekatan tradisional yang mengandalkan penggu-naan rumus dalam pembelajaran.

    Pada awal pertemuan setiap kelompok diberi pretest (O1, O2, dan O3) yang mengukur pemahaman awal siswa terhadap topik yang diajarkan. Setelah diberi pre-test, setiap kelompok diberi pembelajaran. Kelas eksperimen diberi pembelajaran fisika tanpa menggunakan rumus, sedangkan kelompok kontrol diberi pembelajaran dengan menggunakan rumus. Kedua kelompok di setiap akhir pembelajaran diberi ujian tertulis berbentuk problem-solving untuk membandingkan nilai hasil belajar antara kelas eksperimental dan kelas kontrol. Khusus pada pertemuan yang ter-akhir (O4) diberikan ujian sumatif. Rancangan penelitian secara lengkap bisa dilihat pada tabel 3.1 berikut ini:

    Tabel 3.1 Rancangan penelitian

    Subjek dalam penelitian ini adalah siswa-siswi Sekolah Lentera Interna-sional kelas delapan tahun ajaran 2010-2011 yang terletak di daerah Jakarta Selatan. Sekolah ini adalah Sekolah Nasional Plus yang men-jalankan kurikulum yang dirancang Cambridge. Total siswa kelas delapan adalah 27 siswa yang terbagi menjadi dua kelas secara acak, yaitu kelas 8A berjumlah 13 siswa dan kelas 8B berjumlah 14 siswa. Masing-masing kelas memiliki empat orang pria.

    K E L A SG E R A K L U R U S

    B E R A T U R AN

    K E C E P A T A N D A N

    P E R C E P A T A N

    J A R A K D A N P E R C E P A T A N

    T E S S U M A T

    I F

    Eksperimen

    O1 O2 O3 O

    Kontrol O1 O2 O3 O

    !6

  • Proses penelitian ini dilakukan sebanyak empat kali pertemuan untuk tiap kelas. Keseluruhan eksperimen memerlukan waktu 4 minggu, dengan 1 kali pertemuan tiap minggu untuk setiap kelompok. Pada tabel 3.2 diperli-hatkan alokasi waktu terhadap tes dan proses pembelajaran yang di-lakukan. !Tabel 3.2 Alokasi waktu pembelajaran

    Dalam penelitian ini diukur gain perolehan nilai hasil belajar (Y1) dan ke-mampuan dalam melakukan transfer (Y2) yang bertindak sebagai variabel terikat. Sedangkan sebagai variabel bebas yang diukur adalah metode pembelajaran. Kelas eksperimental diajar dengan metode tanpa rumus (X1). sedangkan kelas kontrol diajar dengan metode pembelajaran tradi-sional dengan menggunakan rumus (X2).

    Metode pembelajaran dengan menggunakan rumus

    Setelah diperkenalkan Tujuan Instruksional Khusus dari pelajaran yang akan diikuti, guru menjelaskan fenomena alam yang menuntut aplikasi dari apa yang dipelajari, kemudian kelas mulai diberitahu rumus-rumus yang bekerja pada topik tersebut dan makna simbol-simbol yang ada dan bagaimana menggunakannya pada contoh soal.

    Adapun kumpulan rumus yang diperlukan dalam pelajaran kinematika ini adalah: !Tabel 3.4 Rumus yang diberikan untuk kelas kontrol

    T O P I KW A K T U ( M E N I T )

    P R E -T E S T

    A J A R P O S T -T E S T

    Pertemuan 1: Gerak Lurus Beraturan 10 25 10

    Pertemuan 2: Kecepatan dan Percepatan

    10 25 10

    Pertemuan 3: Jarak dan Percepatan 10 25 10

    Pertemuan 4: Gerak vertikal 45

    NO

    T O P I K R U M U S K E T E R A N G A N

    1 Gerak lurus beraturan u = kecepatan awal

    v = kecepatan

    a = percepatan

    t = waktu tempuh

    s = jarak tempuh

    2 Kecepatan dan percepatan

    ! s= v t

    !v = u + at!v = u at!v = u + at

    !7

  • !Setelah rumus dan kondisi setiap variabel diperkenalkan lalu diberi dua contoh soal untuk dikerjakan bersama-sama sebelum menghadapi tes di akhir pelajaran. Pada saat post-test diberikan, siswa diberi semua rumus yang diperlukan untuk mengerjakan soal yang diberikan.

    Metode pembelajaran tanpa menggunakan rumus

    Untuk metode pembelajaran tanpa rumus siswa diperkenalkan kepada se-tiap kuantitas gerak dengan satuannya. Misalnya untuk kuantitas ke-cepatan dengan satuan km/jam. Siswa dijelaskan maksud dari kecepatan 60 km/jam, artinya setiap jam objek menempuh jarak 60 km. Setelah itu diperkenalkan konsep percepatan 60 km/jam2 artinya setiap jam, ke-cepatan bertambah 60 km/jam. Kemudian dengan dialog dijelaskan epis-temologi yang melatarbelakangi konsep fisika yang dipelajari. Setelah itu siswa diberi contoh cara mengerjakan dua soal bersama-sama sebelum diberi tes.

    Hasil dan Pembahasan Gain nilai hasil belajar kelas eksperimental lebih baik daripada kelas kon-trol untuk setiap sub-topik pembelajaran. Demikian juga kemampuan siswa kelas eksperimental untuk melakukan transfer lebih baik daripada kelas kontrol.

    !Tabel 4.1 Ringkasan Hasil Belajar dan Kemampuan Transfer

    3 Jarak dan percepatan

    s = jarak tempuh

    NO

    T O P I K R U M U S K E T E R A N G A N

    !2as = v2 u2!s= ut 1

    2at 2

    !s= ut + 1

    2at 2

    !v = u at

    NO HASIL TES

    KELAS EKSPERIMEN KELAS KONTROL

    PRE-TEST

    POST-TEST GAIN

    PRETEST

    POST TEST GAIN

    1 GERAK LURUS BERATURAN 36% 79% 43% 26% 50% 24%

    2 KECEPATAN DAN PERCEPATAN

    32% 92% 60% 10% 43% 33%

    3 JARAK DAN PERCEPATAN 4% 70% 66% 0% 36% 36%

    4 TES SUMATIF 48% 25%

    !8

  • Nilai Hasil Belajar sub-topik Gerak Lurus Beraturan

    Gain Nilai hasil belajar untuk sub-topik Gerak Lurus Beraturan kelas eksperimental (43) lebih baik dari pada kelas kontrol (24). Soal yang diberikan pada post-test sub-topik ini belum memiliki variasi soal yang be-ragam. Pertanyaan yang diberikan hanyalah mencari besaran jarak dan waktu tempuh dengan kecepatan tetap, atau percepatan nol. Agar siswa dari kelas eksperimental dan kelas kontrol bisa mengerjakan soal-soal ini dengan baik, mereka cukup mengingat metode menjawab seperti yang telah dicontohkan sebelumnya. Dari hasil post-test Gerak Lurus Beratu-ran, terlihat bahwa dengan metode fisika tanpa rumus, siswa hanya memerlukan waktu singkat untuk berhasil melakukan retention dan trans-fer dengan cara mengaplikasikannya di dalam soal secara tepat.

    Dari cara siswa menjawab, terlihat bahwa siswa dari kelas eksperimental, sebelum menjawab soal terlebih dahulu menggambar ulang atau membu-at ilustrasi persoalan dan kemudian menjawab pertanyaan, tanpa ada ru-mus, maupun coret-coret untuk mencoba perhitungan secara matematis. Berbeda dengan siswa dari kelas eksperimental, siswa dari kelas kontrol di setiap soal sudah pasti ada rumus, terkadang lebih dari satu, terlihat siswa belum yakin apa yang hendak dilakukan, tetapi mereka mencoba-coba memasukkan angka ke dalam rumus.

    Terlihat bahwa dengan metode tradisional, siswa terdorong untuk melakukan retention karena akan lebih mudah bagi siswa untuk sekadar menghafal rumus dan memasukkan angka-angka menggantikan variabel-variabel yang tersedia dalam rumus (Kurki-Suonio, 1984). Nilai hasil bela-jar yang rendah dari post-test menunjukkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan rumus tidak membuat siswa kelas kontrol lebih baik melakukan retention daripada kelas eksperimental.

    Nilai Hasil Belajar sub-topik Kecepatan dan Percepatan

    Gain Nilai hasil belajar untuk sub-topik Kecepatan dan Percepatan kelas eksperimental (60) lebih baik dari pada kelas kontrol (33). Soal-soal yang diberikan pada sub-topik Kecepatan dan Percepatan lebih sulit diband-ingkan dengan soal pada topik Gerak Lurus Beraturan. Pada sub-topik ini, siswa perlu menganalisis fenomena gerak untuk percepatan konstan, atau kecepatan yang berubah. Soal yang ditanyakan pada sub-topik ini adalah kecepatan akhir, kecepatan awal, percepatan, waktu tempuh dan juga jarak tempuh vertikal. Pada sub-topik ini, siswa bukan hanya diharapkan untuk melakukan retention, tetapi juga transfer. Soal yang diberikan me-nuntut siswa untuk bisa memprediksi apa yang terjadi bila gerakan objek bukan horisontal, tetapi vertikal. Dalam waktu 25 menit mengerjakan soal-

    5 TES TRANSFER 38% 24%

    NO HASIL TES

    KELAS EKSPERIMEN KELAS KONTROL

    PRE-TEST

    POST-TEST GAIN

    PRETEST

    POST TEST GAIN

    !9

  • soal sulit seperti ini bukanlah perkara yang mudah bagi siswa kelas dela-pan. Hasil yang diperoleh kelas eksperimental menunjukkan hal yang se-baliknya. Kelas ini sudah mampu beradaptasi dengan metode yang dia-jarkan, bahkan dengan soal yang sesulit ini pun bisa menunjukkan hasil belajar yang sangat baik.

    Nilai hasil belajar yang ditunjukkan oleh siswa dari kelas eksperimen me-nunjukkan bahwa dengan metode pembelajaran fisika tanpa rumus mem-buat siswa mampu menyelesaikan soal cerita yang menuntut kemampuan menjabarkan kecepatan dan percepatan lebih efektif dibandingkan den-gan siswa yang belajar dengan metode tradisional.

    Selain hasil post-test yang tinggi, hasil pre-test untuk topik kecepatan dan percepatan menunjukkan nilai rata-rata yang diperoleh siswa kelas eksperimental (32%) jauh lebih baik daripada perolehan nilai pre-test rata-rata kelas kontrol (10%). Hasil itu menunjukkan bahwa siswa yang belajar dengan metode pembelajaran fisika tanpa rumus memiliki kemampuan lebih baik untuk melakukan transfer. Siswa dari kelas eksperimental mam-pu menggunakan pemahaman yang mereka peroleh untuk mengerjakan soal yang baru dengan menggunakan konsep yang telah mereka ketahui pada topik Gerak Lurus Beraturan untuk digunakan secara meaningful pada topik Kecepatan dan percepatan, walaupun topik itu untuk pertama kali mereka lihat.

    Nilai Hasil Belajar sub-topik Jarak dan Percepatan

    Gain Nilai hasil belajar untuk sub-topik Jarak dan Percepatan kelas eksperimental (66) lebih baik dari pada kelas kontrol (33). Agar siswa mampu menjawab soal-soal cerita jarak dan percepatan, siswa harus memiliki akumulasi pemahaman semua konsep kinematika, dimulai dari gerak lurus beraturan juga kecepatan dan percepatan. Dalam menger-jakan soal cerita untuk pre-test maupun post-test untuk topik ini, kelas eksperimental lebih mampu menyesuaikan kondisi permasalahan dengan jawaban yang sesuai, sedangkan untuk kelas kontrol, karena kesulitan yang dihadapi lebih kompleks daripada semua tes yang pernah dihadapi sebelumnya membuat perolehan kelas kontrol sangat rendah, walaupun rumus disediakan, siswa kelas kontrol mengalami kesulitan untuk meng-gunakan rumus yang disediakan sesuai dengan pengharapan yang di-inginkan dari soal tersebut. Kesulitan yang dihadapi menjadi lebih meningkat, selain karena soal cerita yang makin rumit karena makin banyak variabel yang dilibatkan (jarak, kecepatan, waktu, percepatan). Konsekuensi bertambahnya variabel adalah makin kompleksnya rumus yang harus digunakan. Bila sebelumnya siswa cukup menggunakan ru-mus linier , kali ini untuk menjawab pertanyaan yang menyer-takan jarak, siswa dari kelas kontrol juga dituntut untuk mampu menggu-

    nakan persamaaan kuadrat untuk menyelesaikan soal ceri-ta yang diberikan. Bagi siswa sangatlah sulit untuk bisa menggunakan

    (v = u + at)

    (s= ut + 12at 2 )

    !10

  • rumus dan juga menginterprestasikan permasalahan yang dihadapi (E. F. Redish, 2009).

    Untuk mengantisipasi siswa menghadapi loncatan kesulitan dalam meng-hadapi soal-soal fisika yang sulit, seharusnya dilakukan proses scaffold-ing, suatu proses yang disebut Redish (1994, 46) sebagai Global before local skills.

    Hasil Tes Sumatif

    Hasil tes sumatif kelas eksperimental (48) lebih baik dari pada kelas kon-trol (25). Pada Ujian sumatif, soal yang digunakan adalah setingkat den-gan kelas 1 SLTA. Untuk bisa menjawab soal ini, selain siswa perlu untuk memiliki kemampuan retention. Siswa juga perlu memiliki kemampuan un-tuk transfer. Pada tes sumatif ini, siswa perlu menjawab soal-soal cerita yang dibuat senyata mungkin dengan keadaan sehari-hari.

    Ada loncatan kesulitan yang dihadapi oleh siswa untuk menjawab soal-soal sumatif ini. Soal yang diberikan tidak lagi menggunakan contoh soal yang telah diberikan sebelumnya, melainkan soal kinematika yang biasa dikerjakan oleh siswa SLTA. Selain dari soal yang sulit, untuk bisa men-jawab soal ini, siswa harus mampu mensintesis pemahaman yang selama ini diperoleh dimulai dari topik yang awal sampai topik yang terakhir. Ben-tuk soal seperti inilah yang seharusnya ideal diberikan kepada siswa, karena soal-soal seperti ini menuntut siswa untuk menggabungkan kon-sep-konsep yang dimiliki, bukan sekadar sebuah konsep yang berdiri sendiri tanpa ada kombinasi dengan konsep yang lainnya (Ayush Gupta, 2007).

    Dari hasil tersebut terlihat dengan jelas bahwa dengan metode pembela-jaran fisika tanpa menggunakan rumus akan efektif karena bisa membuat siswa memperoleh nilai hasil belajar yang lebih baik daripada kelas den-gan metode pembelajaran tradisional.

    Kemampuan Siswa Dalam Melakukan Transfer

    Dari tabel 4.1 terlihat bahwa siswa kelas eksperimental (38) lebih baik dalam melakukan transfer daripada kelas kontrol. Perbedaan yang drastis bentuk soal yang mereka temui pada bagian ini membuat kelas eksperi-mental dan kelas kontrol mengalami kesulitan. Kedua kelas sama-sama tidak mampu untuk menerapkan apa yang telah mereka ketahui ke dalam format pernyataan fisika yang lain, yaitu grafik. Dengan hasil ini, bisa terli-hat bahwa untuk mengadakan perpindahan representasi fisika memer-lukan waktu lebih banyak dan juga pengantar atau perkenalan terhadap konsep tersebut. Terlebih lagi siswa kelas delapan belum mahir untuk menginterpretasikan grafik. Sejauh ini pelajaran matematika yang dipela-jari siswa barulah bentuk aljabar. Dari hasil ini bisa ditarik kesimpulan bahwa perlu adanya pemetaan kurikulum antara mata pelajaran yang memungkinkan setiap guru bisa memahami prior knowledge yang dimiliki siswa pada saat mengajar.

    !11

  • Hasil ini menguatkan pendapat bahwa dalam proses pembelajaran ada hierarkis yang harus dilewati (Gagne, 1965). Apa yang dialami oleh siswa dari kedua kelas adalah suatu lompatan pertanyaan yang melampaui pemahaman mereka. Untuk melakukan transfer, diperlukan kondisi yang siap dari siswa, untuk itu terlebih dahulu harus dilakukan persiapan yang mencukupi supaya siswa mampu melakukan transfer.

    Keterbatasan Penelitian Waktu penelitian selama satu bulan dirasakan terlalu singkat. Siswa perlu mempelajari topik besar dalam fisika, yaitu kinematika hanya dalam waktu 3 x 25 menit, jauh dari waktu yang disyaratkan, yaitu 12 x 40 menit. Pre-test dan juga post-test yang diberikan kepada siswa juga dirasakan terlalu sulit, karena soal problem-solving yang diberikan di setiap topik dan tes sumatif adalah soal kinematika yang biasa diberikan untuk siswa SLTA. Untuk soal transfer yang diberikan adalah soal dari Cambridge yang diberikan kepada siswa di akhir kelas sepuluh.

    Penelitian yang dilakukan hanyalah terbatas kepada Sekolah Lentera In-ternasional kelas delapan. Perlu dilakukan penelitian di tempat lain den-gan situasi sosial yang berbeda untuk bisa mengetahui efektivitas metode pembelajaran fisika tanpa rumus.

    Kesimpulan dan Saran Dari hasil penelitian terlihat bahwa proses pembelajaran fisika tanpa ru-mus lebih efektif meningkatkan nilai hasil belajar dan kemampuan siswa dalam melakukan transfer dibandingkan dengan proses pembelajaran fisi-ka tradisional.

    Bagi semua guru fisika yang dalam kesehariannya bertarung untuk mem-buat siswa mampu memahami fenomena-fenomena alam dan menger-jakan soal-soal yang diberikan, godaan paling besar adalah untuk menje-jal siswa dengan rumus dan memberikan nilai pada siswa apabila siswa mampu memasukkan angka-angka ke dalam rumus walaupun siswa belum memahami makna yang terkandung di dalamnya.

    Kepercayaan diri siswa sangatlah penting supaya proses pembelajaran bisa terjadi dengan antusias. Hal tersebut bisa tercapai dengan cara vari-asi strategi kognitif. Menurut Besson (2010, 225) setiap strategi pembela-jaran memiliki keterbatasannya masing-masing. Oleh karena itu, penting bagi guru untuk menggunakan beberapa strategi supaya siswa memiliki alternatif metode untuk memahami suatu konsep. Siswa bisa belajar den-gan baik manakala topik yang diajarkan menarik dan bisa dipahami, oleh karena itu guru perlu menggunakan berbagai alternatif pembelajaran su-paya proses meaningful learning terjadi (Trumper 2006, 54). Dengan banyaknya variasi metode pembelajaran akan membuat siswa dengan bermacam gaya belajar bisa beradaptasi dan memahami konsep yang di-ajarkan (She 2005). Mempelajari fisika berarti mengungkap fenomena-

    !12

  • fenomena alam. Dalam proses tersebut setiap siswa memiliki pengala-mannya masing-masing. Siswa akan menangkap makna lebih efektif bila konsep fisika yang diajarkan lekat dengan pengalaman siswa.

    Terperangkapnya siswa kepada pengandalan rumus dalam pengerjaan soal bukan saja berasal dari bentuk soal yang diberikan, tetapi juga dari ketidakberdayaan soal untuk membangun koneksi antara konsep-konsep yang ada dalam fisika. Redish (2007) menyarankan para pembuat kuriku-lum dan pengajar memahami bahwa para siswa membentuk serangkaian pemahaman selama proses pembelajaran. Oleh karena itu, material in-struksional seperti ujian harus didesain untuk membantu siswa memban-gun koneksi yang diperlukan antara beragam konsep-konsep fisika demikian juga halnya koneksi antara kualitatif dan kuantitatif. Walaupun kenyataanya pada saat ini soal-soal ujian yang diberikan guru maupun ujian akhir Nasional terbatas pada topik-topik tertentu saja tanpa ada usa-ha membangun koherensi antara topik-topik yang ada.

    Adalah tanggung jawab seorang guru untuk mengawali proses tersebut, sehingga setiap guru fisika harus mengutamakan pengertian lebih daripa-da sekadar menjabarkan fakta (Kurki-Suonio, 1984). Rumus hanya meru-pakan suatu candu bila dalam penggunaannya tidak mengacu pada mak-na eksperimen maupun konsep yang membentuknya.

    Membangun mindset sains tidak selalu harus suatu perubahan konsep dari konsep sains pribadi menuju kepada konsep-konsep sains yang dap-at diterima. Bisa juga perubahan sikap dalam melihat sains sebagai usaha untuk memecahkan masalah-masalah sains dengan menggunakan seperangkat peralatan, mengklasifikasikan berdasarkan tipe soal, untuk melihat bahwa subjek sains meliputi jaringan konsep yang terhubung satu sama lainnya sehingga melepaskan ketergantungan guru dan siswa dari candu rumus.

    Metode pembelajaran fisika tanpa rumus bisa menjadi jalan keluar bagi guru dan juga siswa untuk melihat fisika sebagai pelajaran yang gasing, atau ngak pusing tetapi menjadi suatu pelajaran yang asyik dan menye-nangkan.

    !!!

    !13

  • Daftar Referensi

    Ayush Gupta, Edward F. Redish, and David Hammer. "Coordination of Mathematics and Physical Resources by Physics Graduate Students." In Proceedings of the Physics Education Research Con-ference, 951, 104-107. Greensboro, NC: AIP Conference Proceed-ings, 2007. !

    Besson, Ugo. "Calculating and Understanding: Formal Models and Causal Explanations in Science, Common Reasoning and Physics Teaching." Sci & Educ 19 (2010): 225-257. !

    Christianson, Gale E. Isaac Newton Lives and Legacies. New York: Oxford University Press, Inc., 2005. !

    Depdiknas. Standar Kompetensi Mata Pelajaran Fisika Sekolah Menen-gah Atas Dan Madrasah Aliyah, 2003. !

    E. F. Redish, and A. Gupta. "Making Meaning with Math in Physics: A Se-mantic Analysis." In GIREP Conf. Proc. . Leicester, UK, 2009. !

    Enrico Febrianto, Yana Santiaji and Ahmad Saripudin. Buku Super: Kumpulan Rumus Dan Soal Fisika Smp Kelas 1,2,3. Jakarta: Trans-Media, 2010. !

    Hammer, D & Elby, A. "Tapping Epistemological Resources for Learning Physics." The Journal of the Learning Sciences 12, no. 1 (2003): 53-90. !

    Krusberg, Z. A. C. "Emerging Technologies in Physics Education." Journal of Science Education and Technology 16 (2007): 401-411. !

    Kurki-Suonio, Kaarle. "Formula Disease, or How to Avoid Understanding Physics." In Nordisk forkesymposium, 82-86. Aarhus universitet, sil-tavuorenpenger 20 D, SF-00170 Helsinki 17, Finland, 1984. !

    Lobato, Joanne. "How Design Experiments Can Inform a Rethinking of Transfer and Vice Versa." Educational Researcher 32, no. 1 (2003): 17-20. !

    Martin, I. V. S. Mullis and P. Foy. Timss 2007 International Science Report. Chestnut Hill, MA 02467, United States: Lynch School of Education, Boston College, 2007. !

    Mayer, Richard E. "Rote Versus Meaningful Learning." Theory into prac-tice 14, no. 4 (2002): 226-232. !

    !14

  • Novak, Joseph D. "Meaningful Learning: The Essential Factor for Concep-tual Change in Limited or Inappropriate Propositional Hierarchies Leading to Empowerment of Learners." In Learning, edited by Grego-ry J. Kelly and Richard E. Mayer, 548-571. Florida: Wiley Periodicals, Inc, 2002. !

    Redish, Edward F. "The Implications of Cognitive Studies for Teaching Physics." American Journal of Physics 62, no. 6 (1994): 796-803. !

    ________. "Problem Solving and the Use of Math in Physics Courses." In World View on Physics Education in 2005: Focusing on Change. Del-hi, 2005. !

    Redish, J. Tuminaro and E. F. "Elements of Cognitive Model of Physics Problem Solving: Epistemic Games." Phys. Rev. STPER 3 (2007). !

    She, Hsiao Ching. "Promoting Students' Learning of Air Pressure Con-cepts: The Interrelationship of Teaching Approaches and Student Learning Characteristics." The Journal of Experimental Education 74, no. 1 (2005): 29-51. !

    Sivbritt Dumbrajs, Piritta Helin, Hanna Karkkainen and Tuula Keinonen. "Towards Meaningful Learning through Inquiry." Eurasian Journal of Physics and Chemistry Education 3, no. 1 (2011): 39-50. !

    Surya, Yohanes. "Olimpiade Fisika Dan Dampaknya Di Indonesia." 1-19. Karawachi: Universitas Pelita Harapan, 2003. !

    Trumper, Ricardo. "Factors Affecting Junior High School Students' Interest in Physics." Journal of Science Education and Technology 15, no. 1 (2006): 47-58. !

    Ure, Christina Speltini and Maria Celia Dibar. "Conservation in Physics Teaching, History of Science and in Child Development." Science & Education 11 (2002): 475-486. !

    Yokoyama, Yuichiro Anzai and Tohru. "Internal Models in Physics Problem Solving." Cognition and Instruction 1, no. 4 (1984): 397-450. !

    !15