tgs ilmu penyakit gigi dan mulut

22
Ilmu penyakit gigi dan mulut Terdapat bermacam-macam kasus ulseratif pada mukosa mulut yang telah dilaporkan. Beberapa diantaranya mempunyai gambaran klinis berupa ulkus bergerombol dan bersifat rekuren (recurrent multiple ulcers). Salah satu kelainan mukosa mulut yang merupakan recurrent multiple ulcers adalah Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) atau Recurrent Aphtous Stomatitis (RAS) a. Apa saja yang menjadi faktor predisposisi SAR? Sampai saat ini, etiologi SAR masih belum diketahui dengan pasti. Ulser pada SAR bukan karena satu faktor saja tetapi multifaktorial yang memungkinkannya berkembang menjadi ulser. Faktor-faktor ini terdiri dari pasta gigi dan obat kumur sodium lauryl sulphate (SLS), trauma, genetik, gangguan immunologi, alergi dan sensitifitas, stres, defisiensi nutrisi, hormonal, merokok, infeksi bakteri, penyakit sistemik, dan obat-obatan. b. Jelaskan patogenesis dari SAR Pasta Gigi dan Obat Kumur SLS Penelitian menunjukkan bahwa produk yang mengandungi SLS yaitu agen berbusa paling banyak ditemukan dalam formulasi pasta gigi dan obat kumur, yang dapat berhubungan dengan peningkatan resiko terjadinya ulser, disebabkan karena efek dari SLS yang dapat menyebabkan epitel pada jaringan oral menjadi kering dan lebih rentan terhadap iritasi. Beberapa penelitian telah melaporkan bahwa peserta yang menggunakan

Upload: pattyeateat

Post on 08-Nov-2015

44 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

gigi mulut

TRANSCRIPT

Ilmu penyakit gigi dan mulutTerdapat bermacam-macam kasus ulseratif pada mukosa mulut yang telah dilaporkan. Beberapa diantaranya mempunyai gambaran klinis berupa ulkus bergerombol dan bersifat rekuren (recurrent multiple ulcers). Salah satu kelainan mukosa mulut yang merupakan recurrent multiple ulcers adalah Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) atau Recurrent Aphtous Stomatitis (RAS)a. Apa saja yang menjadi faktor predisposisi SAR?Sampai saat ini, etiologi SAR masih belum diketahui dengan pasti. Ulser pada SAR bukan karena satu faktor saja tetapi multifaktorial yang memungkinkannya berkembang menjadi ulser. Faktor-faktor ini terdiri dari pasta gigi dan obat kumur sodium lauryl sulphate (SLS), trauma, genetik, gangguan immunologi, alergi dan sensitifitas, stres, defisiensi nutrisi, hormonal, merokok, infeksi bakteri, penyakit sistemik, dan obat-obatan.b. Jelaskan patogenesis dari SAR Pasta Gigi dan Obat Kumur SLSPenelitian menunjukkan bahwa produk yang mengandungi SLS yaitu agen berbusa paling banyak ditemukan dalam formulasi pasta gigi dan obat kumur, yang dapat berhubungan dengan peningkatan resiko terjadinya ulser, disebabkan karena efek dari SLS yang dapat menyebabkan epitel pada jaringan oral menjadi kering dan lebih rentan terhadap iritasi. Beberapa penelitian telah melaporkan bahwa peserta yang menggunakan pasta gigi yang bebas SLS mengalami sariawan yang lebih sedikit. Penurunan ini ditemukan setinggi 81% dalam satu penelitian. Studi yang sama juga melaporkan bahwa subjek penelitian merasa bahwa sariawan yang mereka alami kurang menyakitkan daripada pada saat mereka menggunakan pasta gigi yang menggandung SLS. TraumaUlser dapat terbentuk pada daerah bekas terjadinya luka penetrasi akibat trauma. Umumnya ulser terjadi karena tergigit saat berbicara, kebiasaan buruk, atau saat mengunyah, akibat perawatan gigi, makanan atau minuman terlalu panas, dan sikat gigi. GenetikFaktor ini dianggap mempunyai peranan yang sangat besar pada pasien yang menderita SAR. Faktor genetik SAR diduga berhubungan dengan peningkatan jumlah human leucocyte antigen (HLA), namun beberapa ahli masih menolak hal tersebut. HLA menyerang sel-sel melalui mekanisme sitotoksik dengan jalan mengaktifkan sel mononukleus ke epitelium. Sicrus (1957) berpendapat bahwa bila kedua orangtua menderita SAR maka besar kemungkinan timbul SAR pada anak-anaknya. Pasien dengan riwayat keluarga SAR akan menderita SAR sejak usia muda dan lebih berat dibandingkan pasien tanpa riwayat keluarga SAR. Gangguan ImmunologiAdanya disregulasi imun dapat memegang peranan terjadinya SAR. Salah satu penelitian mungungkapkan bahwa adanya respon imun yang berlebihan pada pasien SAR sehingga menyebabkan ulserasi lokal pada mukosa. Respon imun itu berupa aksi sitotoksin dari limfosit dan monosit pada mukosa mulut dimana pemicunya tidak diketahui. Terdapat jg adanya pengaruh dari IL-1B, IL-6, IgA, sel T tipe 1 dan 2 terhadap resiko terjadinya SAR. StresStres merupakan respon tubuh dalam menyesuaikan diri terhadap perubahan lingkungan yang terjadi terus menerus yang berpengaruh terhadap fisik dan emosi. Stres dinyatakan merupakan salah satu faktor yang berperan secara tidak langsung terhadap ulser stomatitis rekuren ini. Pada kondisi stres, hipotalamus memicu aktivitas sepanjang aksis HPA (hypothalamus-pituitary-adrenal cortex). Aderenal korteks mengeluarkan kortisol yang menghambat komponen dari respon imun. Kortisol ini akan melepaskan glukokortikoid dan katekolamin yang akan menyebabkan penurunan produksi INF- (sitokin tipe 1) dan meningkatkan produksi IL-10 dan IL-4 (sitokin tipe 2) yang akan memicu terjadinya perubahan keseimbangan sitokin tipe 1/tipe 2 yang lebih ke arah respon tipe 2. Namun, penelitian terbaru menyatakan bahwa disregulasi dari keseimbangan sitokin tipe 1/tipe 2 inilah yang memainkan peranan penting dalam menghubungkan pengaruh stres terhadap sistem imun. Dalam upaya menghasilkan homeostatis akibat stres sering menghasilkan kondisi patologis terhadap tubuh. Stres akibat stresor psikologis dapat mengakibatkan perubahan tingkat molekul pada berbagai sel imunokompeten. Berbagai perubahan tersebut dapat mengakibatkan keadaan patologis pada sel epitel mukosa rongga mulut, sehingga sel epitel lebih peka terhadap rangsanganListenRead phonetically.Dictionary - View detailed dictionaryc. noun a. perubahanb. perpindahanc. gilirand. regue. alihf. penggeserang. persnelingh. perkisarani. perbelokanj. pakaian dalam wanitad. verb a. bergeserb. beralihc. mengubahd. mengalihkane. memindahkanf. berubahg. pindahh. menggantii. menukarj. memindah-mindahkank. menggeserkanl. mengasakm. berubah arah HormonalPada wanita, sering terjadinya SAR di masa pra menstruasi bahkan banyak yang mengalaminya berulang kali. Keadaan ini diduga berhubungan dengan faktor hormonal. Hormon yang dianggap berperan penting adalah estrogen dan progesteron. Dua hari sebelum menstruasi akan terjadi penurunan estrogen dan progesteron secara mendadak. Penurunan estrogen mengakibatkan terjadinya penurunan aliran darah sehingga suplai darah utama ke perifer menurun dan terjadinya gangguan keseimbangan sel-sel termasuk rongga mulut, memperlambat proses keratinisasi sehingga menimbulkan reaksi yang berlebihan terhadap jaringan mulut dan rentan terhadap iritasi lokal sehingga mudah terjadi SAR. Progesteron dianggap berperan dalam mengatur pergantian epitel mukosa mulut. Infeksi BakteriDiduga adanya infeksi bakteri streptokokus dapat mengiritasi mukosa mulut sehingga menimbulkan SAR. Paling sering disebabkan oleh jenis bakteri streptokokus hemolitik dan streptokokus sanguis. Alergi dan SensitifitasAlergi adalah suatu respon imun spesifik yang tidak diinginkan (hipersensitifitas) terhadap alergen tertentu. Alergi merupakan suatu reaksi antigen dan antibodi. Antigen ini dinamakan alergen, merupakan substansi protein yang dapat bereaksi dengan antibodi, tetapi tidak dapat membentuk antibodinya sendiri. SAR dapat terjadi karena sensitifitas jaringan mulut terhadap beberapa bahan pokok yang ada dalam pasta gigi, obat kumur, lipstik atau permen karet dan bahan gigi palsu atau bahan tambalan serta bahan makanan. Setelah berkontak dengan beberapa bahan yang sensitif, mukosa akan meradang dan edematous. Gejala ini disertai rasa panas, kadang-kadang timbul gatal-gatal, dapat juga berbentuk vesikel kecil, tetapi sifatnya sementara dan akan pecah membentuk daerah erosi kecil dan ulser yang kemudian berkembang menjadi SAR. Obat-obatanPenggunaan obat nonsteroidal anti-inflamatori (NSAID), beta blockers, agen kemoterapi dan nicorandil telah dinyatakan berkemungkinan menempatkan seseorang pada resiko yang lebih besar untuk terjadinya SAR.

Penyakit SistemikBeberapa kondisi medis yang berbeda dapat dikaitkan dengan kehadiran SAR. Bagi pasien yang sering mengalami kesulitan terus-menerus dengan SAR harus dipertimbangkan adanya penyakit sistemik yang diderita dan perlu dilakukan evaluasi serta pengujian oleh dokter. Beberapa kondisi medis yang dikaitkan dengan keberadaan ulser di rongga mulut adalah penyakit Behcets, penyakit disfungsi neutrofil, penyakit gastrointestinal, HIV-AIDS, dan sindroma Sweets. MerokokAdanya hubungan terbalik antara perkembangan SAR dengan merokok. Pasien yang menderita SAR biasanya adalah bukan perokok, dan terdapat prevalensi dan keparahan yang lebih rendah dari SAR diantara perokok berat berlawanan dengan yang bukan perokok. Beberapa pasien melaporkan mengalami SAR setelah berhenti merokok.e. Sebutkan kelainan mukosa mulut, selain SAR, yang termasuk recurrent multiple ulcers.Behcet disease / syndrome, reaktivasi infeksi HSV, rekuren eritema multiform.f. Uraikan dengan singkat namun lengkap tentang etiologi, gambaran klinis dan terapi dari kelainan yang Anda tuliskan pada point C Bechet disease / syndrome Etiologi : sistemik vaskulitis yang merupakan hiperaktivitas neutrofil dengan peningkatan kemotaksis dan peningkatan sitokin proinflamasi (IL 8, IL 17, TNF)Genetik HLA-B51Antigen lingkungan seperti infeksi virus, bakteri, bahan kimia, logam berat, pestisida. Gambaran klinis : insidensi sering pada dewasa muda (25 40 tahun). Sering terjadi pada mukosa oral, mata dan genital. Pada rongga mulut terdapat gambaran ulser merupakan salah satu dari 3 bentuk SAR, paling seirng muncul dalam kelompok 6 atau lebih di palatum lunak, dan orofaring. Ulser tersebut bersifat rekuren, dangkal, berbentuk oval, dan ukurannya bervariasi. Lesi kecil cenderung lebih sering dibandingkan dengan lesi besar. Adanya eksudat serofibrin menutup permukaan dan bagian tepinya berwarna merah serta berbatas tegas. Pasien seringkali mengeluh adanya rasa nyeri. Manifestasi pada mata mencakup konjungtivitis, uveitis posterior, hipopion (nanah pada ruang anterior mata) yang dapat menyebabkan kebutaan. Pada ulser genital ditandai dengan nodula subkutan dan makula serta papula yang mengalami vesikulasi, ulserasi dan krusta. Bila berkembang penuh pada menimbulkan ruam kulit, ulserasi gastrointestinal, artritis pada sendi utama, tromboflebitis, penyakit kardiovaskular, nyeri kepala. Terapi : pada lesi mukosa dapat diberikan dapsone, colchicine, thalidomide. pada mata dapat diberikan azathioprine dan dikombinasi dengan prednisone sebagai antiinflamasi dan imunosupresan, bila tidak efektif maka dapat diberikan monoklonal antibodi seperti infliximab. Herpes Simplex Virus Infectiom Etiologi : herpes simplex virus (HSV)-1, Gambaran klinis : dapat terjadi pada anak-anak, remaja, dan dewasa muda. Paling sering menimbulkan infeksi pada oral, mukosa genital dan mata. Pada mata akan terjadi infeksi di kornea menjadi keratitis. Pada oral disebut sebagai gingivostomastitis yang mana diawali dengan gejala asimptomatik. Kadang diawali dengan gejala prodromal seperti tingling, gatal, sensasi terbakar yang disertai dengan muncul nya papul, vesikel, ulser, crusting, pada hard palatal mucosa, attached gingiva, dorsum tongue, nonkeratinized mucosa of buccal, labial mucosa, ventral tongue, dan soft palate. Vesikel-vesikel ini biasanya cepat pecah menjadi ulser dengan ukuran 1-5mm, yang berbatas tegas dan tepi eritema. Pada mulut sering terdapat rasa nyeri sehingga kesulitan makan dan nyeri dalam menelan. Terapi : pada lesi di mulut maka dapat diberikan 500 1000mg valacyclovir 3x sehari, atau dapat juga diberikan 400 800 mg acyclovir selama 7 hari. Pada lesi di kulit maka sebaiknya mengurangi kerusakan jaringan dengan menggunakan sunscreen, lalu diberikan antiviral topikal berupa krim 5% acyclovir yang diaplikasikan 7-8x per hari pada lesi dan diberikan juga obat sistemik berupa valacyclovir (2g 2x sehari), atau famciclovir (1500mg single dose). Erythema multiforme Etiologi : reaksi hipersensitivitas yang dapat disebabkan oleh HSV (60-70%), Mycoplasma, Chlamydia pneumonia, reaksi obat akibat penggunaan NSAID, antikonvulsan. Gambaran klinis : sering mengenai usia 20 40 tahun. Bersifat rekuren dapat terjadi 6 episode selama 1 tahun, 1 episode dapat terjadi 2 4 minggu. Gejala prodromal nya dapat berupa malaise, demam, nyeri kepala, sore throat, rhinnorea, batuk. Lesi pada oral didapatkan eritema, erosi dan nyeri. Pada ulser berat, terdapat lesi luas, konfluen sehingga menyebabkan kesulitan saat makan, minum dan menelan. Lesi dapat meluas hingga ke bibir yang didapatkan tanda inflamasi, ulserasi, berdarah dan krusta. Lokasi oral dapat terjadi di bibir (31%), mukosa bukal (31%), lidah (22%), dan mukosa labial (19%). Lesi kulit yang muncul awalnya berupa makula kemerahan kemudian menjadi papula, muncul dari tangan lalu ke kaki dan distribusi simetris. Lokasi yang sering muncul pada ekstremitas atas, wajah dan leher. Lesi klasik berupa central blister atau nekrosis dnegan cincin konsentris (tipikal target / iris lesi). Pada kulit ini dirasakan gatal dan sensasi terbakar. Terapi : pada lesi ringan sedang dapat diberikan sistemik atau topikal analgesik untuk nyeri yang dirasakan serta terapi suportif, lesi ini bersifat self limiting dan akan membaik dalam beberapa minggu.Pada lesi berat diberikan sistemik kortikosteroid, topikal steroid, bila disebabkan karena infeksi HSV dapat diberikan antivirus berupa acyclovir (400mg 2x per hari).

Daftar pustaka :1. Preeti, L., Magesh, K., Rajkumar, K., & Karthik, R. (2011). Recurrent aphthous stomatitis.Journal of Oral and Maxillofacial Pathology: JOMFP,15(3), 252256.2. Greenberg MS, Glick M.(2014). Burkets oral medicines diagnosis and treatment. 12th ed., Philadelphia, London, Mexico City, New York, St. Louis, San Paulo, Sydney: J.B. Lippincott Company.3. Langlais, RP, Miller, CS, Neild-Gehrig, JS. (2015). Atlas Berwarna Lesi Mulut yang Sering Ditemukan. 4th ed. Jakarta : EGC.

Seorang pasien wanita berusia 35 tahun datang dengan keluhan bibir bawah terasa perih terutama saat bicara dan makan. Pertanyaan: 1. Deskripsikan kelainan pada mukosa labial pada gambar dibawah Tampak adanya lesi ulseratif multipel pada mukosa labial dengan dasar dangkal, warna putih abu kekuningan, bentuk oval, batas jelas, berukuran kecil 1 cm.2. Sebutkan kelainan rongga mulut dengan manifestasi klinik berupa ulkus tunggal.Traumatic injuries causing solitary ulserationsTraumatic ulcerative granulomaInfectious ulcerHistoplasmosisBlastomikosis Mucormycosis Infeksi virus Herpes Simplex kronisCarcinoma cell squamosaSifilis 3. Sebutkan faktor-faktor yang dapat memicu timbulnya ulkus tunggal pada kasus diatasTrauma fisik direk, indirekTrauma mekanis (tergigit)Trauma termal (terutama panas)Penggunaan protesa Hipersensitivitas obat-obatan, produk oral (aspirin, bifosfonat, alkohol, hidrogen peroksida, fenol, silver nitrat, asam sulfurHigenitas rongga mulutRiwayat sariawan pada keluargaPenyakit imunokompromisMemelihara binatang seperti burung, kelelawar yang terinfeksi histoplasmosis4. Uraikan dengan lengkap rencana tindakan Anda dalam rangka penegakan diagnosis kasus diatas Bila luka tidak membaik / terbentuknya pus / infeksi sekunder bakteri maka sebaiknya dilakukan pemeriksaan kultur Jika ulser tidak membaik dalam beberapa minggu maka sebaiknya lakukan pemeriksaan biopsi. Pada ulser traumatik maka akan didapatkan ulserasi mukosa dengan inflamasi akut atau kronik, pada epitel akan tampaksis koagulasi dan nekrosis. Pada ulseratif traumatik granuloma didapatkan penetrasi lesi yang dalam, dengan inflamasi kronis disertai infiltrasi skeletal fiber, dapat juga ditemukan degenerasi otot dengan sejumlah eosinofil, sel histiosit. Pada histoplasmosis, biopsidari jaringanyangterinfeksimenunjukanragiyangberbentukovalyangkecildalammakrofagdanselretikuloendotelialsamajugadengangranulomakronik,selepiteloid,sel raksasa, dan kadang-kadang nekrosis perkijuan Pemeriksaan histopatologis

Daftar pustaka :1. Greenberg MS, Glick M.(2014). Burkets oral medicines diagnosis and treatment. 12th ed., Philadelphia, London, Mexico City, New York, St. Louis, San Paulo, Sydney: J.B. Lippincott Company.2. Langlais, RP, Miller, CS, Neild-Gehrig, JS. (2015). Atlas Berwarna Lesi Mulut yang Sering Ditemukan. 4th ed. Jakarta : EGC.