teteh asuh
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam makalah ini membahas tentang kegawatdaruratan di bidang medis
dan kedokteran gigi yang terkait dalam bidang Periodonsia, Ilmu kedokteran Gigi
Anak, dan Ilmu Bedah Mulut (Oral Surgery). Topik yang akan dibahas dalam
makalah ini mengenai “Fraktur Dento Alveolar”. Tujuan dari membahas topik ini
adalah memperoleh gambaran untuk menegakkan diagnosa dan dapat mengelola
kedaruratan medis atau kedokteran gigi akibat trauma pada berbagai usia.
Pada topik ini akan dijelaskan definisi dan etiologi traumatic injury,
klasifikasi WHO dan Ellis fraktur dentoalveolar, menjelaskan penanggulangan
trauma secara umum dan tindakan segera yang harus dilakukan, menjelaskan
penanggulangan fraktur mahkota dan fraktur akar baik gigi sulung maupun tetap
juga menjelaskan alat restorasi semitetap dan alat stabilisasi untuk fraktur
dentoalveolar.
Semuanya, baik teori maupun pengelolaannya, akan dibahas lebih
mendalam pada bab selanjutnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi, Etiologi, dan Insidensi Traumatic Injury
Traumatic injury adalah injury yang dapat bersifat fisik (badan) atau
emosional yang dihasilkan oleh luka luka fisik atau mental, atau shock. Traumatic
dental injury atau dental trauma merupakan injury yang terjadi pada mulut,
termasuk gigi, bibir, gusi, lidah, dan tulang rahang. Traumatic dental injury
umumnya merupakan kombinasi trauma jaringan lunak peri-oral, gigi, dan
jaringan pendukungnya.
Fraktur dentoalveolar adalah fraktur yang pada tulang alveolar dengan gigi yang
berhubungan.
Etiologi
Menurut frekuensi terjadinya antara lain:
1. kekerasan inter personal
2. sporting injuries (olahraga)
3. jatuh
4. kecelakaan lalu lintas
5. industrial trauma
Dentoalveolar injury dapat terjadi pada berbagai kelompok usia, mulai dari anak-
anak, remaja, hingga dewasa. Pada masa kanak-kanak dan balita, penyebab
utamanya biasanya adalah jatuh, terutama pada usia setahun pertama. Penyebab
lainnya dapat berupa kekerasan yang dilakukan pada anak. Pada masa remaja,
penyebabnya umumnya adalah olahraga. Pada usia dewasa, biasanya
penyebabnya adalah karena kecelakaan dalam berkendara, assaults, jatuh,
olahraga, dan kecelakaan pabrik.
Prevalensi dan Insidensi
1 dari 5 anak dan 1 dari 4 dewasa memiliki bukti dental injuri pada gigi
anteriornya. Bahkan pada beberapa negara, prevalensi trauma dental lebih banyak
daripada dental karies. Laki-laki lebih sering mengalami trauma ini 2x lebih besar
dari perempuan. Insidensi puncak dari dental injuri yaitu pada usia 2-4 dan 8-10
tahun.
2.2 Klasifikasi Fraktur Dentoalveolar
a. Menurut WHO
1. Trauma pada Jaringan Keras Gigi dan Pulpa
Infraksi Mahkota
Fraktur sebagian atau pecahnya enamel tanpa kehilangan substansi gigi
lainnya.
Fraktur Mahkota
Fraktur yang mengenai enamel dan dentin tanpa mengenai pulpa.
Komplikasi Fraktur Mahkota
Fraktur mahkota yang tidak hanya mengenai enamel dan dentin,
namun juga pulpa.
Fraktur Mahkota-akar
Fraktur yang mengenai enamel, dentin dan sementum namun tidak
mengenai pulpa.
Komplikasi Fraktur Mahkota-akar
Fraktur yang melibatkan kerusakan enamel, dentin, sementum dan
pulpa.
Fraktur Akar
Fraktur yang mengenai dentin, sementum dan pulpa.
2. Trauma pada Jaringan Periodontal
Concussion
Trauma pada jaringan pendukung gigi tanpa disertai kehilangan gigi.
Subluxation
Trauma pada jaringan sekitar gigi disertai adanya kehilangan jaringan
yang abnormal namun tidak ada peristiwa lepasnya gigi.
Intrusive Luxation (central dislocation)
Lepasnya gigi dari tulang alveolar disertai dengan fraktur pada soket
alveolar.
Extrusive luxation (peripheral dislocation, Partial avulsion)
Lepasnya gigi sebagian diluar soket alveolar
Lateral luxation
Lepasnya gigi pada arah selain axial, biasanya disertai dengan fraktur
soket alveolar.
Retained Root Fracture
Fraktur dengan retensi pada segmen akar namun kehilangan segmen
mahkota diluar soket alveolar.
Exarticulation (complete avulsion)
Lepasnya gigi secara keseluruhan dari alveolar soket
3. Trauma / Fraktur Dentoalveolar
Comminution of the alveolar socket
Fraktur soket alveolar
Fraktur Processus alveolaris
Fraktur Mandibula atau Maxilla
Gambar 1. Kecelakaan pada
jaringan keras gigi dan jaringan pulpa A. infraksi mahkota B dan C. Fraktur mahkota
sebagian D. Fraktur mahkota seluruhnya E. Fraktur mahkota dan akar sebagian G. Fraktur
akar
Gambar 2. Kecelakaan pada tulang pendukung A. kominasi soket alveolar et B dan C fraktur pada dinding soket alveolar D dan E Fraktur pada procc Alveolar F dan G Fraktur pada
mandibula dan maksila
Gambar 3. Kecelakaan pada jaringan periodontal A. Concussion B. Subluxation C. Intrusive Luxation (central dislocation) D. Extrusive luxation (peripheral dislocation,
Partial avulsion) E. Lateral luxation F. Retained Root Fracture G.Exarticulation (complete avulsion)
b. Klasifikasi Ellis
Klas I : Tidak ada fraktur atau fraktur mengenai email dengan atau
tanpa memakai perubahab tempat
Klas II : Fraktur mengenai dentin dan belum mengenai pulpa dengan
atau tanpa memakai perubahan tempat.
Klas III : Fraktur mahkota dengan pulpa terbuka dengan atau tanpa
perubahan tempat
Klas IV : Gigi mengalami trauma sehingga gigi menjadi non vital
dengan atau tanpa hilangnya struktur mahkota
Klas V : Hilangnya gigi sebagai akibat trauma
Klas VI : Fraktur akar dengan atau tanpa hilangnya struktur mahkota
Klas VII : Perpindahan gigi atau tanpa fraktur mahkota atau akar gigi
Klas VIII : Fraktur mahkota sampai akar
Klas IX : Fraktur pada gigi desidui
2.3 Tanda – Tanda Klinis Fraktur Dentoalveolar
Tanda-tanda klinis fraktur alveolar diantaranya adalah adanya kegoyangan
dan pergeseran beberapa gigi dalam satu segmen, laserasi pada gingiva dan
vermilion bibir, serta adanya pembengkakan atau luka pada dagu. Untuk
menegakkan diagnosa diperlukan pemeriksaan klinis yang teliti dan pemeriksaan
Radiografi .
Tanda-tanda klinis lainnya dari fraktur alveolar yaitu adanya luka pada
gingiva dan hematom di atasnya, serta adanya nyeri tekan pada daerah garis
fraktur. Pada kasus ini fraktur alveolar mungkin terjadi karena adanya trauma
tidak langsung pada gigi atau tulang pendukung yang dihasilkan dari pukulan atau
tekanan pada dagu. Hal ini biasa terlihat dengan adanya pembengkakan dan
hematom pada dagu serta luka pada bibir
2.4 Perawatan atau Penanggulangan Trauma Secara Umum dan Segara
2.4.1 Fraktur Pada Email
Fraktur email melibatkan hanya lapisan pertama gigi dan mudah dirawat
dengan restorasi estetis. Apabila tidak terdapat perpindahan tempat gigi
(displacement), hasil perawatan umumnya baik dan jarang terjadi komplikasi.
Gambar 4. Fraktur pada email.
2.4.2 Fraktur Pada Email dan Dentin
Apabila jaringan pulpa terbuka, bakteri dan produknya dapat masuk ke
jaringan pulpa dan akhirnya menyebabkan peradangan pada jaringan pulpa.
Perawatan yang dilakukan bertujuan untuk melindungi pulpa dari gangguan
luar dan merestorasi gigi agar dapat berfungsi dengan baik dan estetik. Gigi
terus dimonitor selama 2 bulan untuk mengetahui kondisi pulpa. Komplikasi
jarang terjadi dan biasanya tidak diperlukan perawatan saluran akar.
Gambar 5. Fraktur email dan dentin pada gigi 21.
2.4.3 Fraktur Pada Akar
Pada fraktur jenis ini, seluruh jaringan di sekitar gigi telah terinfeksi.
Perawatan yang dilakukan adalah dengan menggunakan materi acid-etched
bonding composite yang dapat disertai penggunaan splint selama 2-3 bulan
hingga gigi tidak goyang (mobilitas kaku). Hal ini memungkinkan terjadinya
pemulihan jaringan keras, sehingga fraktur pada akar hilang dan jaringan
pendukung di sekitarnya pulih kembali. Setelah itu, gigi dikembalikan ke
posisi semula agar diperoleh estetik yang baik.
2.4.4 Fraktur Pada Gigi dengan Melibatkan Jaringan Pulpa
Jaringan pulpa terlihat sebagai jaringan berwarna kemerahan. Pada kasus
dimana luas jaringan pulpa yang terbuka tidak terlalu besar dan bersih, gigi
dapat langsung ditumpat. Pada kasus dimana jaringan pulpa yang terbuka agak
besar, perawatan pulpotomi sebagian merupakan salah satu pilihan perawatan.
Sebagian jaringan pulpa dibuang dan diletakkan obat-obatan agar jaringan
pulpa dapat sembuh. Pada kasus yang agak rumit, perawatan saluran akar
mungkin perlu dilakukan.
Gambar 6. Fraktur hingga jaringan pulpa pada gigi 11.
2.4.5 Gigi Berpindah Tempat (Displacement)
Gigi yang mengalami trauma dapat berpindah dari tempatnya. Mengenai
posisi displacement yang terjadi, dapat di mana saj tergantung pada jenis dan
arah trauma. Gigi dapat terdorong ke dalam tulang atau dapat berpindah
sebagian keluar dari soket. Dalam beberapa kasus, gigi juga dapat keluar dari
soketnya. Pada kasus seperti ini diperlukan tindakan reposisi ke dalam soket
dan gigi perlu diikat (splint) selama jangka waktu tertentu. Gigi ini kadang-
kadang juga memerlukan perawatan saluran akar.
Gambar 7. Gigi yang berpindah posisi (Displacement)
2.5 Perawatan Segera Trauma Dentoalveolar
2.5.1. Kondisi Saluran Pernapasan
Pasien yang mengalami trauma orofasial harus diperhatikan benar-
benar mengenai pernapasannya. Tindakan pertama adalah aspirasi darah,
pengambilan serpihan gigi atau protesa. Dasar dari usaha mempertahankan jalan
napas adalah dengan mengontrol perdarahan dari mulut/hidung dan
membersihkan orofaring. Gigi yang sangat goyang yang dikhawatirkan akan
terlepas sendiri, atau terhisap sebaiknya dicabut. Fraktur-fraktur tertentu misalnya
fraktur bilateral melalui region mentalis atau fraktur maksila dengan pergesaran
ke arah posteroinferior menuju faring, cenderung menyumbat saluran pernapasan.
Jika fragmen symphysis mandibula bergeser ke posterior, maka dukungan ke arah
anterior terhadap lidah akan hilang, sehingga mengakibatkan kolaps lidah ke arah
posterior (ke faring). Pergeseran maksila ke arah inferoposterior bisa
mengakibatkan penyumbatan mekanis langsung pada orofaring. Lidah bisa
dikontrol dengan melakukan penjahitan menggunakan benang sutera tebal pada
ujung lidah dan menahan lidah untuk tetap pada posisi anterior. Keterlibatan
maksila tidak mudah diatasi dan mungkin tergantung pada reduksi dari fraktur,
atau paling tidak pada imobilisasi sementara yang dilakukan dengan jalan
mengfiksasinya terhadap mandibula
yang masih utuh.
Gambar 8. Kondisi mempertahankan jalan saluran pernafasan
2.5.2. Sumbatan Jalan Napas yang Tertunda
Sumbatan tertunda dari jalan napas bisa disebabkan karena pembengkakan
atau edema lidah atau faring yang diakibatkan oleh hematom sublingual, luka-
luka lingual, menghisap udara panas atau menelan bahan kausatik. Hematom
bisa menyebabkan elevasi dan penempatan lidah ke arah posterior. Luka-luka
dan luka bakar sering menyebabkan terjadinya edema lidah yang besar dan
juga menyebabkan lidah tergeser ke arah posterior. Cedera pada saraf sering
mempersulit masalah yang sudah ada, yakni berupa gangguan dalam
melakukan kontrol gerakan lidah. Apabila diperkirakan akan terjadi edema
lingual atau faringeal, maka penggunaan fiksasi maksilomandibular ditunda.
Fiksasi interdental yang kaku menyebabkan lidah tidak dapat diprotrusikan,
sehingga membuat lidah cenderung bergerak ke arah posterior dan berakibat
fatal. Apabila kondisi saluran pernapasan diragukan, bisa dilakukan
pemasangan alat bantu pernapasan oro- atau nasofaringeal, intubasi
endotracheal dan tracheostomi pada kasus tertentu.
2.5.3. Perdarahan
Perdarahan yang menyertai trauma orofasial jarang berakibat fatal.
Penekanan, baik langsung dengan jari atau secara tidak langsung dengan
menggunakan kasa, bisa menghentikan sebagian besar kasus perdarahan
rongga mulut. Untuk membatasi perdarahan kadang-kadang diperlukan klem
dan pengikat pembuluh yang terlibat (biasanya a. maksilaris, a. lingualis, a.
karotis eksterna). Walaupun perdarahan yang tertunda jarang menimbulkan
masalah yang serius, tetapi karena diperlukan untuk tindakan bedah pada
waktu selanjutnya, maka pada sebagian besar trauma orofasial mayor harus
dilakukan pemeriksaan golongan darah untuk keperluan tranfusi.
2.5.4. Antibiotik
Terapi antibiotik profilaksis diberikan berdasarkan pada kondisi individu.
Terapi ini diperuntukkan pada individu risiko tinggi, terutama untuk pasien
dimana daerah yang mengalami fraktur terbuka (berhubungan dengan
permukaan kulit atau mukosa) dan kemungkinan besar terkontaminasi, atau
apabila perawatan definitif harus ditunda.
2.5.5. Kontrol Rasa Sakit
Terapi untuk menghilangkan rasa sakit biasanya minimal, karena pasien
yang mengalami cedera yang relatif berat, tidak terlalu menderita seperti
kelihatannnya. Karena analgesik narkotik cenderung menimbulkan edema
serebral dan menyulitkan penentuan tingkat kesadaran, pemberiannya
ditunda sampai pasien jelas mengalami cedera kranioserebral. Pada mulanya
obat-obatan narkotik untuk pemberian intravena atau intramuscular sering
digunakan. Namun selanjutnya, kombinasi narkotik/ non narkotik mulai dapat
diberikan secara oral dan sering terdapat dalam bentuk cairan. Aplikasi dingin
pada bagian yang mengalami cedera bisa mengurangi ketidaknyamanan, dan
sekaligus mengontrol edema.
2.5.6. Perawatan Pendukung
Karena pasien biasanya tidak bisa makan secara normal, terapi pendukung
untuk pasien orofasial terdiri atas pemberian cairan yang cukup. Di rumah
sakit hal ini dilakukan dengan pemberian cairan intravena (biasanya larutan
elektrolit yang seimbang). Untuk perawatan di rumah, maka pemberian cairan
bisa dilakukan lewat mulut. Pasien diberi diet cairan, kadang ditambah dengan
protein atau vitamin. Seringkali pasien trauma orofasial harus berpuasa selama
menunggu pembedahan.
2.6 Perawatan fraktur Mahkota dan Akar
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, ada beberapa hal yang mampu
menyebabkan fraktur pada mahkota maupun pada akar, klasifikasikan pun sudah
diterangkan sebelumnya. Disini akan dibahas mengenai langkah-langkah
perawatan yang harus dilakukan untuk memperbaiki fraktur tersebut sehingga gigi
bisa berfungsi kembali dengan normal.
1. Fraktur Email
Yang dimaksud dengan fraktur email disini adalah fraktur tidak mengenai
jaringan gigi yang lebih dalam (dentin maupun pulpa) namun hanya
sebatas email. Sebenarnya kasus ini memiliki prognosis yang baik..
Namun tidak memungkinkan timbulnya pergeseran letak gigi (luksasi).
Perawatan yang dapat diberikan antara lain dengan menghaluskan bagian
email yang kasar akibat fraktur tersebut atau dengan memperbaiki struktur
gigi tersebut.
2. Fraktur Makhota dengan Pulpa Masih Tertutup
Fraktur ini mengenai jaringan gigi yang lebih dalam, tidak hanya sebatas
pada email namun juga sudah mengenai dentin namun pulpa masih
terlindungi. Perawatan yang bisa dilakukan adalah dengan menggunakan
material komposit untuk mengembalikan struktur gigi atau dengan cara
yang lebih konservatif lagi yakni menempelkan kembali fragmen fraktur
tersbut pada jaringan gigi setelah sebelumnya dilakukan etsa asam dan
dengan bantuan bonding agent.
3. Fraktur Mahkota dengan Pulpa Terbuka
Fraktur jenis ini adalah tipe fraktur yang bisa dikatakan complicated,
karena fraktur melibatkan daerah email, dentin dan juga pulpa.
Perawatannya pun agak sedikit berbeda dan tidak sesederhana dua kasus di
atas. Hal lain yang harus diperhatikan saat menangani kasus ini adalah
maturasi gigi, ini penting untuk menentukan apakah apeks gigi sudah
menutup sempurna atau belum karena akan membedakan langkah
perawatan yang akan diberikan.
Gigi dengan apeks yang masih terbuka
Kondisi ini sangat tidak memungkinkan dilakukan pulpektomi,
karena dinding akar masih tipis, vitalitas gigi harus tetap dipertahankan
demi kelangsungan hidup gigi selanjutnya. Hal yang bisa dilakukan
pada tahap ini adalah dengan melakukan pulpotomi dangkal dengan
formokresol. Tahap yang bisa dilakukan:
a. Anestesi lokal dan pemasangan isolator karet
b. Pembuangan jaringan pulpa bagian koronal sampai garis
serviks dengan bur bulat steril.
c. Kemudian lakukan irigasi dengan akuades steril atau garam
fisiologis (NaOCl) dan keringkan dengan cotton pellet steril.
d. Letakkan cotton pellet yang sudah diberi formokresol di atas
sisa jaringan pulpa (3 menit)
e. Setelah tiga menit, angkat dan letakkan adukan encer pasta Zn
oksid dan formokresol di atas jaringan pulpa.
f. Tambahkan adukan kental semen ZOE
g. Tutup kavitas dengan semen Zn oksifosfat
h. Lakukan pemeriksaan radiografis selang 6 bulan samapi
penutupan apeks memungkinkan untuk dilakukan perawatan
saluran akar.
Namun ada jika ingin hasil restorasi yanglebih estetik dapt
dilakukan restorasi komposit, dengan tahapan:
a. Lakukan langkah a-c seperti di atas.
b. Diberikan pelapis CaOH
c. Tambahkan semen glass ionomer
d. lakukan restorasi komposit sesuai dengan aturan yang berlaku.
Pada perawatan dengan CaOH ini , jika memungkinkan dilakukan
pembukaan gigi kembali sekitar 6-12 bulan kemudian untuk
membuang lapisan kalsium hidroksida dan menggantinya dengan
material adhesif. Hal ini dikarenakan CaOH adalah bahan yang
semakin lama akan makin terdisintegrasi. Pembongkaran kembali ini
diharapkan dapat meminimalisir kebocoran mikro yang nantinya akan
menyebabkan adanya rongga antarajembatan dentin yang baru dengan
restorasi yang menutupinya.
Lain halnya jika kita menggunakan MTA (mineral trioksid
agregat), jika menggunakan material ini maka tidak diperlukan
pembukaan gigi kembali setelah 6-12 bulan. Namun ada tahapan yang
berbeda yakni, pengaplikasikan MTA harus pada keadaan gigi yang
lembab diletakkan sedikit demi sedikit pada pulpa lalu biarkan
mengeras selama 6-12 jam (tidak perlu ditutupi restorasi, pada saat ini
pasien diharapkan tidak menggunakan gigi tersebut). Setelah itu
barulah diberikan tambalan komposit.
Gigi dengan apeks yang sudah menutup sempurna
Perawatan yang bisa dilakukan adalah dengan melakukan
pulpektomi disertai dengan perawatan saluran akar. Perawatan saluran
akar biasanya dilakukan jika fraktur yang terjadi sudah mencapai
daerah margin ginggiva dan diperlukan pembuatan mahkota pasak dan
inti. Perawatan saluran akar tentunya akan sangat membantu sebagai
tahap persiapan.
Lain halnya jika fraktur dengan pulpa terbuka ini terjadi pada gigi
sulung. Ada dua hal yang diindikasikan yakni pencabutan dan
pulpotomi. Semua ini bergantung pada usia pasien, jika setengah
bagian apeks sudah resorpsi maka pemcabutan adalah indikasi utama
namun jika akar belum mengalami resorpsi bisa dilakukan perawatan
saluran akar dengan pasta OSE yang bisa diresopsi, mahkota yang
fraktur kemudian bisa direstorasi menggunakan komposit.
4. Fraktur Mahkota dengan pulpa nekrotik dan terbuka
Perawatan untuk kasus seperti ini juga dibedakan berdasarkan keadaan di
daerah apeks, jika apeks sudah tertutup maka perawatannya sama seperti
perawatan abses alveolar akut. Namun jika apeks masih terbukamaka
perawatan yang bisa dilakukan:
a. Perawatan seperti abses alveolar akut
b. Jika terjadi drainease maka biarkanterbuka dan pasien
diminta datang 5-7 hari kemudian
c. pada kunjungan berikutnya, dilakukan pembersihan
saluranakar
d. Kemudian dikeringkan dengan kertas isap steril
e. Pasta campuran CaOH dan CMCP diletakkan di saluran
akar
f. Penutupan kavitas dengan semen ZnOe dan Zn oksifosfat.
g. Pasien diminta datang 6 bulan kemudian untuk
pemeriksaan klinis dan radiografik.
5. Fraktur Akar
Farktur pada akar tidak selalu memerlukan perawatan saluran akar, hal
terpenting yang harus dilakukan adalah dengan menempatkan kembali
segmen koronal dan distabilkan dengan splin selama kurang lebih 12
minggu. Kemudian pasien diminta datang untuk melakukan pemeriksaan
apakah fraktur sudah membaik serta mengetahui kevitalan pulpa.
Fraktur Sepertiga Serviks dengan Pulpa Nekrotik
Perawatan yang bisa dilakukan antara lain:
a. Melakukan anestesi lokal
b. Melepaskan segmen korona
c. Lakukan ginggivektomi dan alveoplasti agar akar terlihat
sehingga bisa dilakukan perawatan saluran akar dan
preparasi untuk pasak dan mahkota.
Fraktur Sepertiga Tengah
Perawatan yang bisa dilakukan antara lain dengan stabilisasi fragmen
fraktur, implan endosseous atau pengambilan kedua fragmen fraktur.
Stabilisasi fragmen fraktur
Kunjungan pertama
a. Penstabilan gigi dengna menggunakan splin
b. Preparasi kedua segmen saluran akar dan lakukan
pembersihan. Preparasi saluran akar dengan file
c. Tutup kavitas dengan cotton pellet dan semen ZnOE.
d. Pasien diminta datang 1-2 minggu kemudian.
Kunjungan kedua
a. Lakukan irigasi dan pembersihan saluran akar
b. Keringkan dengan kertas isap (paper point)
c. Pilih pin chrome-cobalt yang sesuai dengan panjang
saluran akar, dapat di cek dengan bantuan rontgen.
d. Jika letaknya sudah sesuai maka pada bagian pin kita beri
takik kira-kira pada bagian orifis agar bisa dipisahkan
ketika sementasi.
e. Sterilkan pin dan kemudian dimasukkan ke dalam saluran
akar dengan bantuan semen saluran akar, sambil ditekkan
ke arah apeks dilakukan pemutaran pin agarpatah pada
bagian takik yang sudah dibuat.
f. Periksa kedudukan pin, jika sudah pas bisa dilakukan
restorasi tetap.
Penempatan implant endosseous
Pada perawatan jenis ini, diharapkan penyembuhan
akanmemungkinkan tulang baru terbentuk di sekitar pin dan gigi akan
menjadi stabil.Tahapan yang dilakukan:
a. Preparasi saluran akar
b. Pengambilan bagian apeks dengan teknik bedah, bagian
apeks dibuka dan fragmen akar diangkat.
c. Pilih pin chrome-cobbalt yang sesuai, masukkan melalui
lubang preparasi.
d. Usahakan posisi pinmencapai posisiujung akar semula,
namun jangan sampai menyentuh tulang. Setelah di dapat
posisiyang pas, maka buat takik pada pin.
e. Ketika saluran akar sudah bersih dansudahdikeringkan
dapat dimasukkan adukan semen saluran akar, ulasi pin
dengan adukan semen yang sama. Masukkan pin ke dalam
saluran akar.
f. Tutup kavitas dengan restorasi kemudian flap dijahit.
g. Selama periode penyembuhan dapat dipakai splin jika
sesudah perawatan gigi terlihat goyang.
Fraktur sepertiga apeks
Perawatannya bisa berupa stabilisasi kedua fragmen seperti pada kasus
fraktur sepertiga tengah atau dengan preparasi fragmen korona secara
konvensional dan diisi gutta perca, fragmen apeks dibiarkan dan jaringan
pulpa mungkin tetap vital. Terapi lain yang mungkin diberikan adalah
dengan preparasi fragmen korona dan mengisinya secara konvensional,
fragmen apeks di angkat dengan cara bedah dan dilakukanpengisisn
retrogard dengan amalgam.
6. Fraktur Mahkota-Akar
Fraktur mahkota akar sangat sulit dirawat dan keberhasilannya tergantung
pada kedalaman garis fraktur di palatal. Bila pasien datang, frakmen
korona sering sangat goyang dapat tetap melekat melalui ligament
periodontal. Biasanya anestesi local perlu diberikan agar fragmen dapat
dilepas dan dilakukan pemeriksaan dari luas fraktur. Bila fraktur terletak
superficial, maka perawatan saluran akar dapat dilakukan dan dilakukan
pembuatan mahkota pasak. Bila fraktur lebih dalam, akan lebih sulit untuk
mengisolasi gigi untuk perawatan saluran akar dan ekstruksi ortodonti dari
akar perlu dipertimbangkan sebelum merestorasi dengan mahkota pasak
(Heithersay). Bila fraktur sangat dalam maka apa yang tertinggal terlalu
kecil untuk mendukung restorasi bahkan setelah dilakukan ekstruksi
ortodonti; gigi seperti ini juga cenderung tanggal (Feiglin).
7. Avulsi Gigi
Gigi yang mengalami avulsi atau hiksasi kedua-nya merupakan suatu
masalah gigi dan emosional. Keadaan ini biasanya adalah akibat trauma
pada gigi anterior anak kecil atau remaja. Syok dan rasa sakit injuri dan
lepasnya gigi yang diperlukan untuk makan, bicara dan senyum, sering
menyebabkan pergolakan pada pasien dan orangtuanya. Situasi menjadi
lebih sulit karena adanya kebutuhan perawatan darurat, untuk
meningkatkan prognosis. Makin lama gigi yang mengalami hiksasi keluar
dari soketnya makin kecil kemungkinannya gigi tetap sehat dan berfungsi
setelah replantasi.
Hal- hal yang dapat di lakukan untuk dapat mengoptimalkan dalam
replantasi gigi setelah terjadi avulse adalah diberitahu mengenai kecelakaan
dan dalam per-siapan untuk kunjungan dalam waktu dekat:
1) Cuci gigi dengan air yang mengalir tanpa mcnyikat atau
membersihkannya, dan periksa giginya untuk meyakinkan bahwa gigi
masih utuh
2) Minta kepada pasien untuk berkumur. Tempatkan gigi kembali dalam
soketnya dengan tekanan jari yang lembut dan mantap. Bila pasien
kooperatif dan mampu, minta kepada pasien untuk mengatupkan gigi-
giginya secara hati-hati, untuk mengatupkan gigi kembali pada posisinya
semula.
3) Bawa pasien segera kedokter gigi.
Bila pasien atau orang tua tidak dapat menempatkan kemhali
gigi pada soketnya, maka cepat membawa gigi tersebut ke
dokter gigi merupakan suaru keadaan yang penting. Gigi harus
dihawa di dalam suasana yang basah untuk menjaga
kelangsungan hidup ligamen periodontal yang tersobek.
Suasana yang paling mudah tersedia adalah mulut pasien di
mana gigi dapat direndam dalam saliva pada temperatur badan.
Bila hal ini tidak dapat dilakukan dengan aman, misalnya pada
anak yang masih terlaJu muda, maka gigi ditempatkan ke da-
lam botol susu, bila ada, untuk dibawa ke dokter gigi. Gigi
jangan dibungkus di dalam sapu tangan atau lisu kering karena
ligamen periodontal akan mengalami dehidrasi.
Karena beberapa studi menunjukkan bahwa waklu di luar mulut bagi gigi
yang terlepas, maksimal tidak boleh melebihi 30 merit, pasien harus segera
dibawa ke dokter gigi . Makin cepat di-replantasi makin baik prognosisnya.
Setelah pasien tiba di tempat dokter gigi, di-lakukan prosedur berikut:
1) Bila gigi di dalam soketnya, lakukan ligasi, slabilisasi, dan
buka oklusi gigi yang di-replantasi. Bila gigi keluar dari
soketnya atau posisinya tidak baik, gigi direplantasi secara baik
sebelum dilakukan ligasi.
2) Buat suatu radiograf untuk memeriksa po-sisi gigi di dalam
soket dan untuk mengetahui apakah terdapat fraktur akar atau
tulang alveolar. Pcriksa gigi-gigi di dekatnya uniuk
kemungkinan adanya fraktur akar.
3) Jangan mencoba melakukan perawatan endodontik pada waktu
ini kecuali bila gigi memerlukan drainase. Dalam kasus seperti
itu, kamar pulpa dibuka, kamar pulpa dan saluran akar di
bersihkan,masukkan medikamen intrakanal dan tutup kavitas.
perawatan endodontic diselesaikan pada lain waktu.
2.7 Alat Restorasi Semi Tetap
Alat restorasi semi tetap dapat diartikan sebagai alat restorasi yang lebih
tahan lama dari restorasi sementara, dan tidak setahan lama restorasi tetap.
Biasanya ketahanan dari restorasi semi tetap ini kurang lebih satu sampai dua
tahun. Restorasi semi tetap ini umumnya dilakukan pada gigi sulung yang
nantinya tidak terpakai lagi seiring tanggalnya gigi sulung.
Persyaratan untuk restorasi semi tetap yang digunakan dalam pengobatan,
adalah sebagai berikut:
1) Restorasi tidak membahayakan pulpa.
2) Tahan lama dan fungsional
3) Tidak menambah lebar mesiodistal gigi atau dimensi labiolingual.
4) Estetik.
Macam-macam restorasi semi tetap:
1. Stainless steel crown.
2. Mahkota ¾.
3. Pinlay.
4. Mahkota berlapis.
5. Mahkota berlapis porselen.
1. Stainless steel Crown
Mahkota logam yang dibuat oleh pabrik dalam berbagai ukuran
dan mempunyai bentuk anatomis sesuai gigi asli. Restorasi ini
digunakan untuk fraktur yang luas dan sudah tidak dapat direstorasi
dengan resin komposit dan dipakai untuk perawatan darurat gigi
incisivus yang fraktur.
Keuntungan mahkota stainless steel adalah tidak memerlukan
preparasi gigi (kecuali gigi mempunyai kontak rapat), cukup mudah
dipasang dan kuat. Kekurangannya adalah kurang estetik.
2. Mahkota ¾
Disebut mahkota ¾ karena dari 4 permukaan gigi, hanya 3
permukaan yang ditutup oleh mahkota. Bagian yang tidak tertutup
mahkota adalah bagian labial atau bukal. Restorasi ini diindikasikan
untuk mahkota yang kehilangan lebih dari 1/3 bagian sebagai restorasi
semitetap sampai mahkota jaket porselen dapat dibuat.
Keuntungan restorasi ini adalah pengambilan struktur gigi yang
minimal. Kerugiannya yaitu kurang estetik karena emas akan terlihat
pada bagian incisal dan interproksimal dan bagian labial akan berubah
warna.
3. Restorasi Mahkota Resin Komposit
Gigi fraktur dapat direstorasi dengan resin komposit sebagai
perawatan segera, pada kasus ini restorasi dipertahankan secara semi
tetap sampai restorasi sudah tidak memuaskan lagi, biasanya karena
faktor estetik.
4. Mahkota Jaket Porselen
Karena keterbatasan resin komposit, mahkota jaket porselen masih
dianggap sebagai restorasi paling baik untuk fraktur insisivus. Tetapi
ini harus ditunda sampai pasien berumur 18 tahun, karena pada usia
tersebut tanduk pulpa telah menyempit dan pengasahan gigi yang
diperlukan dapat dilakukan dengan aman.
2.8 Penanggulangan Gigi Sulung Yang Terkena Trauma
Penangan Gigi dan Jaringan Sekitar. Penanganan untuk gigi dan jaringan
sekitar dilakukan bila keadaan umum pasien telah baik dan seluruh langkah-
langkah penanganan umum telah dilakukan. Penentuan rencana perawatan yang
tepat didasarkan pada diagnosa serta anamnesa yang lengkap.
a. Fraktur Email dan Email-Dentin
Perawatan fraktur yang terjadi pada email dan email-dentin pada anak
yang tidak kooperatif cukup dengan menghilangkan bagian-bagian yang
tajam, namun bila anak kooperatif dapat dilakukan penambalan dengan
menggunakan semen glass ionomer atau kompomer.
b. Fraktur Mahkota Lengkap
Pencabutan gigi merupakan perawatan yang terbaik namun bila pasien
kooperatif maka dapat dilakukan perawatan saluran akar dan dilanjutkan
dengan penambalan.
c. Fraktur Mahkota-Akar
Perawatan terbaik adalah ekstraksi, karena umumnya kamar pulpa akan
terbuka dan keberhasilan perawatan kurang memuaskan.
d. Fraktur Akar
Apabila pergeseran mahkota terlihat menjauh dari posisi seharusnya maka
pencabutan adalah perawatan terbaik. Bagian akar yang tertinggal hendaknya
tidak dicabut agar tidak mengganggu gigi tetap di bawahnya.
e. Concussion
Concussion umumnya tidak terlihat pada saat setelah terjadinya trauma.
Keluhan akan muncul bila telah timbul perubahan warna pada gigi. Daerah
sekitar umumnya akan terjadi luka (bibir, lidah), pembersihan daerah luka
dengan mengoleskan kapas yang dicelupkan pada cairan klorheksidin 0,1%
sehari 2 kali selama 1-2 minggu.
f. Subluksasi
Orang tua dianjurkan untuk membersihkan daerah luka dan memberikan
makanan lunak beberapa hari. Kegoyangan akan berkurang dalam 1-2
minggu.
g. Extrusive
Perawatannya adalah reposisi dan mobilisasi.
h. Lateral luxation
Luksasi mahkota ke arah palatal akan menyebabkan akar bergeser ke arah
bukal, sehingga tidak terjadi gangguan pada benih gigi tetap di bawahnya.
Perawatan terbaik adalah dengan mengevaluasi gigi tersebut. Gigi akan
kembali pada posisi semula dalam waktu 1-2 bulan oleh karena tekanan lidah.
Pada gigi yang mengalami luksasi mahkota ke arah bukal perawatan
terbaik adalah melakukan pencabutan, oleh karena akar akan mengarah ke
palatal sehingga mengganggu benih gigi tetap di bawahnya.
i. Intrusive luxation
Pada gigi yang mengalami intrusi ke arah palatal perawatan terbaik adalah
ekstraksi. Alat yang digunakan untuk ekstraksi hendaknya hanya tang
ekstraksi dan daerah pencabutan dilakukan sedikit penekanan untuk
mengembalikan tulang yang bergeser.
Apabila intrusi ke arah bukal cukup dilakukan evaluasi karena gigi akan
erupsi kembali ke arah semula. Orang tua dianjurkan untuk membersihkan
daerah trauma dengan menggunakan cairan klorheksidin 0,1%. Daerah trauma
rawan terjadi infeksi terutama pada 2-3 minggu pertama selama proses
reerupsi. Apabila tanda-tanda inflamasi terlihat pada periode ini maka
perawatan terbaik adalah ekstraksi. Waktu yang diperlukan untuk reerupsi
umumnya antara 2-6 bulan. Bila reerupsi gagal terjadi akan timbul ankilosis
dan pada kasus ini ekstraksi adalah pilihan yang terbaik.
j. Avulsi
Gigi sulung yang mengalami avulsi tidak dianjurkan untuk dilakukan
replantasi, karena resiko yang tinggi pada pertumbuhan gigi permanen.
k. Fraktur Prosessus Alveolaris
Reposisi penting untuk menormalkan oklusi. Anestesi umum sering
dianjurkan. Perawatan fraktur alveolar pada anak-anak kadang-kadang
dijumpai kesulitan terutama bila bentuk mahkota gigi belum sempurna atau
banyak gigi-gigi yang sudah rusak sehingga sulit untuk melakukan fiksasi.
2.9 Macam-macam Alat Stabilisasi untuk Fraktur Dentoalveolar
Prinsip dasar penanganan fraktur facial—fraktur dentoalveolar:
Meliputi memperbaiki gigi yang terlibat dalam fraktur hingga ke adjacent
teeth (mendekati gigi), dan ini dapat dicapai dengan wiring, arch bars, acid-
etch-retained composite splinting, orthodontic appeal, atau cement-retained
acrylic splints. Splinting yaitu menstabilkan satu gigi atau lebih dengan
menyeplinkan kawat, band, atau splin tuang dari logam atau plastik ke gigi
sebelah yang masih kuat, atau dapat juga diartikan imobilisasi tulang fraktur
dengan pengawatan, pemberian pin, atau penyeplinan. Splinting dibutuhkan
minimal 4 minggu. Splint merupakan alat individual yang ditujukan untuk
imobilisasi atau membantu imobilisasi segmen – segmen fraktur.
Splint yang optimal dapat memenuhi mayoritas dari seluruh persyaratan
dibawah ini :
Aplikasi direct intraoral
Mudah dibuat dengan material yang tersedia dalam praktek dental
Tidak meningkatkan periodontal injury atau memicu karies
Tidak iritasi terhadap jaringan lunak oral
Pasif, tidak menggunakan tekanan orthodontic pada gigi
Serbaguna dalam mencapai rigid, semi-rigid, atau fleksibel splint
Mudah dikembalikan dan berakibat minimal atau tidak ada kerusakan
permanen pada gigi
Memungkinkan tes pulpa dan perawatan endodontic
Hygiene dan estetik
Tipe-tipe splinting
a. Suture splint
Dapat digunakan dalam mencegah reposisi incisor dari ekstruding, tapi
efektif untuk jangka waktu yang pendek. Suture splint lebih meningkatkan
prognosis gigi autotransplanted dibandingkan rigid splint.
b. Arch bar
Splint ini sudah tidak diaplikasikan lagi karena menyebabkan kerusakan
pada gigi dikarenakan reposisi tidak akurat, yang dapat menekan jaringan
lunak gigi terhadap dinding soket. Selanjutnya, terdapat resiko invasi
bakteri ke dalam jaringan periodontal karena dekatnya letak splint dan
wire terhadap margin gingival.
Sumber : www.orthodonticproductsonline.com/issues/images/2008-SI/2008-SI_09-05.jpg
c. Orthodontic appliance
Orthodontic ligature wire bonded dengan composite atau bracket telah
dianjurkan. Namun, orthodontic bracket wire dan composite dapat
mengakibatkan iritasi pada mukosa oral, gangguan pada oral hygiene dan
ketidaknyamanan, terutama pada awal dari periode splinting.
Sumber : http://www.scribd.com/doc/25002720/Periodontal-Splint
d. Composite
Bersifat estetik dan mudah untuk dibuat, diaplikasikan untuk fraktur pada
daerah interdental bersifat fragile dimana dibutuhkan suatu resotrasi yang
kuat. Kekuatan ini didapat dari enamel yang sudah dietsa.
e. Wire-composite
Bersifat fleksible karena dapat dengan mudah dimodifikasi menjadi split
yang kaku dengan mengubah dimensi dari kawat atau menambahkan
komposit sepanjang daerah labial dari kawat menuju daerah interdental.
Komposit splint tidak akan menimbulkan kerusakan pada mukkosa oral
dan oral higiene dapat tetap terjaga.
Sumber : img.medscape.com/pi/emed/ckb/otolaryngology/834279-867888-284.jpg
f. Resin
Merek dagang yang banyak digunakan adalah Protemp dan Luxatemp.
Material ini tidak terlalu mendesak gigi selama pemakaian. Secara estetik
dan higienis dapat diterima.
g. Prefabricated Metal Splinting Material
Prefabricated splint yang terbuat dari titanium yang tebalnya 0,2mm dan
dapat dibengkokkan dengan mudah serta beradaptasi baik dengan gigi.
Prefabricated Titanium Trauma Splint (TTS) mengikat enamel dengan
light-cured composit resin dan dapat dihilangkan dengan ”mengupasnya”
dari permukaan gigi. Biasanya digunakan untuk perawatan ekstrusi gigi.
BAB III
HASIL DISKUSI
1. Hutami F. Widhiyanti (160110080056)
Apa yang dimaksud dengan aspirasi darah ?
Jawab: Aspirasi darah dilakukan pada tindakan pertama pemeriksaan
kondisi saluran pernapasan, yaitu dengan membersihkan darah di dalam
rongga mulut yang dapat menghambat saluran pernapasan.
Apa perbedaan perawatan pada fraktur mahkota apeks terbuka dan tertutup
?
Jawab: Gigi dengan apeks terbuka dapat dirawat dengan
prognosis yang baik bila terlebih dulu dilakukan
apeksifikasi. Apeksifikasi bertujuan untuk menutup apeks
yang yang terbuka dengan obat-obatan yang dapat
memicu pembentukan jaringan keras di apeks. Sedangkan
pada gigi yang apeksnya tertutup, bila fraktur akar tidak
lebih dari 1/3 servikal atau 1/3 tengah, dapat dilakukan
reposisi dengan bantuan pin/pasak yang dimasukkan ke
dalam saluran akar. Saluran akar sebelumnya telah dilakukan
perawatan.
2. Prinitasya (160110080057)
Alat apa saja yang dapat dipakai oleh dokter gigi umum dan apa saja
perawatan yang dapat dilakukan oleh dokter gigi umum dan dokter gigi
spesialis ?
Jawab: Sebagai seorang dokter gigi umum, kita harus dapat melakukan
berbagai tindakan yang seharusnya dapat dilakukan oleh seorang dokter
gigi umum.Misalnya kita mabil contoh dalam melakukan tindakan
splinting. Seorang dokter gigi umum, kita harus bisa melakukan tindakan
splinting tetapi jika kasusnya yang masih dalam batas kewajaran atau tidak
melakukan tindakan bedah. Seorang dokter gigi umum, jika menemukan
pasien yang mengalami avulsi, dalam waktu sebelum 24 jam, kita dapat
mengembalikan gigi tersebut ke dalam soket dan apabila tidak
memungkinkan hanya dilakukan tindakan splinting saja, kita bias merujuk
ke spesialis. Hal ini berdasarkan tingkat keparahan dan keadaan yang
memungkinkan.
3. Septania Hermanti (160110080046)
Pada gigi sulung yang mengalami avulsi tidak boleh dilakukan replantasi.
Perawatan apa yang seharusnya dilakukan?
Jawab: Pada gigi sulung yang mengalami avulsi tidak boleh dilakukan
replantasi karena dapat mengganggu benih gigi sulung di bawahnya dan
jika dilakukan replantasi, prognosisnya buruk karena dapat menyebabkan
ankilosis yang dapat mengubah erupsi gigi normal.
Jadi, perawatan yang dilakukan adalah membersihkan daerah luka,
keluarkan sisa atau fragmen akar yang tertinggal, buat space maintener
untuk mempertahankan ruang yang kosong.
4. Nurhayani (160110080047)
Apa yang dimaksud dengan displacement ?
Jawab: Displacement adalah perpindahan posisi gigi tanpa atau disertai
kerusakan tulang alveolar. Biasanya posisi displacement tergantung jenis
dan arah trauma. Perawatan yang biasa dilakukan adalah splinting dan
dapat juga perawatan saluran akar.
Perawatan untuk fraktur mahkota yang dalam lebih sulit. Bagaimana
perawatannya ?
Jawab: perawatannya tergantung sejauh mana terlibatnya pulpa, perawatan
dapat pulp capping langsung, vital pulpotomi atau pulpektomi formokresol
yang dilanjutkan dengan penambalan tetap bila perawatan telah selesai.
Pencabutan dilakukan jika gigi mobiliti atau pasien tidak koperatif.
5. Arrahmi Amir (1601100800
Apa yang dimaksud dengan kalimat pernyataan “setelah dilakukan
splinting selama lebih kurang 6 minggu, gigi dikembalikan ke tempat
semula” ?
Jawab: Pada perawatan fraktur akar dilakukan dengan menggunakan
materi acid-etched bonding composite yang dapat disertai penggunaan
splint selama 6 minggu sampai 3 bulan hingga gigi tidak goyang
(mobilitas kaku). Hal ini memungkinkan terjadinya pemulihan jaringan
keras, sehingga fraktur pada akar hilang dan jaringan pendukung di
sekitarnya pulih kembali. Setelah itu, gigi dikembalikan ke posisi semula
agar diperoleh estetik yang baik.
6. Merry Anissa (1601100800
Apa yang dimaksud dengan kalimat “perawatan fraktur akar gigi sulung →
akar yang tertinggal tidak dicabut” ?
Jawab: - Jika fraktur akar sudah tidak ada mahkota, hanya akar yang
tersisa,tidak perlu dilakukan pengambilan sisa akar karena dapat
mengganggu pertumbuhan gigi tetap di bawahnya dan sisa akar
tersebut nantinya akan teresorbsi dengan sendirinya karena
terdorong oleh tekanan dari gigi tetap di bawahnya.
- Jika masih ada mahkota dapat dilakukan splinting untuk
mencegah kegoyangan.
- Jika terdapat abses dan mobilitas yang tinggi, gigi dapat
diesktraksi dan sisa akar yang tertinggal dapat teresorpsi dengan
sendirinya.
Mengapa pada gigi yang mengalami avulsi harus dimasukan kembali
dalam waktu 30 menit?
Jawab: karena pada gigi yang mengalami avulsi jika melewati masa golden
period yaitu 30 menit akan menjadi non vital dan tidak dapat beregenerasi
kembali jaringan pendukungnya.
7. Blofoma M. V. (1601100800
Bagaimana caranya agar fraktur pada akar dapat sembuh (tersambung)
kembali ?
Jawab: dengan menggunakan splint yang lebih kaku dan invasive pada
bagian akar lalu disambungkan kembali pada tulang alveolar.
Apa perbedaan antara subluxasi dan concussion ? Apa yang dimaksud
dengan “kehilangan jaringan yang abnormal” pada subluxasi ?
Jawab: Concussi adalah injuri pada gigi dan ligamen tanpa
perubahan
tempat atau mobiliti gigi. Subluksasi adalah mobiliti gigi
tanpa disertai berpindah tempat.Tujuan perawatan untuk
mengoptimalkan penyembuhan ligament periodontal dan
suplai neurovaskular. Concussi dan subluksasi menyebabkan
kerusakan kecil pada ligament periodontal, terdapat
perdarahan dan udem di dalam ligamen
8. Nicky Arviana (1601100800
Tolong jelaskan kembali mengenai gambar klasifikasi fraktur
dentoalveolar yang “komminusi” ?
Jawab: Jika diartikan secara harfiah, “comminution” adalah terpecah-
pecah. Pada klasifikasi injury tulang alveorar, “communition alveolar
socket” adalah fraktur yang terjadi dalam soket alveolar dalam bentuk
serpihan tanpa mengalami kerusakan mahkota gigi. Hal ini hanya dapat
terlihat dalam gambaran radiografi.
Apakah ada indikasi pencabutan pada fraktur akar ?
Jawab: jika gigi gagal dilakukan immobilisasi dengan splint.
9. Arini Puspitasari (1601100800
Apa yang dimaksud injury emosional?
Jawab: menurut pengertian secara harfiah, injury emosional yaitu
kecelakaan yang disebabkan oleh factor dari dalam diri sendiri misalnya
karena grinding, bruksism dan lain-lain.
Apa yang dimaksud dengan “sumbatan jalan napas yang tertunda” ?
Jawab: Sumbatan jalan napas yang tertunda adalah sumbatan jalan napas
yang disebabkan karena pembengkakan atau edema lidah atau faring yang
diakibatkan oleh hematom sublingual, luka-luka lingual, menghisap udara
panas atau menelan bahan kausatik. Edema pada lidah atau faring tersebut
terjadi beberapa saat bahkan beberapa hari setelah trauma, sehingga
disebut “tertunda”.
10. Nadya Arinda Musri (160110080055)
Jika terdapat kasus, ada seorang anak yang mengalami fraktur tangan, dan
terdapat patahan gigi dan adanya fraktur pada mandibula. Tindakan
perawatan mana yang harus kita dahulukan?
Jawab: Jika terjadi kasus yang demikian, kita harus melihat tingkat
keparahan dan kesadaran pasien. Jika pasien hilang kesadaran, maka yang
harus kita lakukan adalah mengembalikan keadaan kesadaran pasien
misalnya mengemmbalikan jalan napas, melihat sirkulasi darah dan
lainnya. Setelah itu, kita lihat fraktur mana yang lebih parah tingkatannya
dan yang paling dekat dengan saraf pusat. Hal itu yang harus kita
pertimbangkan. Jika fraktur tangan lebih parah dibandingkan fraktur
mandibula, maka yang kita dahulukan adalah fraktur tangan, begitu juga
sebaliknya.
11. Gema Gempita (160110080058)
Bagaimana membedakan pulpa vital atau non-vital setelah terjadi trauma
pada rongga mulut ?
Jawab: dengan mengobservasi gigi tersebut. Biasanya gigi yang sudah
non-vital akan terlihat perubahan warnanya dan jika dieprkusi, suara gigi
vital nyaring terdengar dibandingkan gigi nonvital yang melemah.
12. Gita Mayang (160110080054)
Apa saja perawatan pada complicated fracture dan uncomplicated fracture
?
Jawab: Uncomplicated fracture terjadi ketika trauma tidak menyebabkan
pulpa terbuka, sehingga dapat dilakukan penambalan dengan restorasi
komposit. Sedangkan pada complicated fracture terjadi eksponasi pulpa,
sehingga harus dilakukan perawatan saluran akar terlebih dahulu.
13. Ade S. N. (160110080059)
Apa saja tindakan gawat darurat yang dapat dilakukan pada gigi yang
lepas (avulsi) ?
Jawab: Pertama-tama, Cuci gigi dengan air yang mengalir tanpa
mcnyikat atau membersihkannya, dan periksa giginya untuk
meyakinkan bahwa gigi masih utuh
Minta kepada pasien untuk berkumur. Tempatkan gigi kembali dalam
soketnya dengan tekanan jari yang lembut dan mantap. Bila pasien
kooperatif dan mampu, minta kepada pasien untuk mengatupkan gigi-
giginya secara hati-hati, untuk mengatupkan gigi kembali pada posisinya
semula.Lalu, membawa pasien segera kedokter gigi.
14. Sarah Noor Alana (1601100800
Sempat disebutkan bahwa gigi yang sangat goyang harus dicabut. Apakah
ekstraksi harus selalu dilakukan pada gigi yang sangat goyang ?
Jawab: Kalimat “gigi yang sangat goyang yang dikhawatirkan akan
terlepas sendiri, atau terhisap sebaiknya dicabut” disebutkan pada tindakan
pertama yang harus dilakukan saat memeriksa kondisi saluran pernapasan.
Maka ekstraksi gigi dalam hal ini dilakukan untuk menyelamatkan pasien
dari tersumbatnya saluran pernapasan.
Treatment selain ekstraksi pada kasus kecelakaan tulang alveolar yang
tidak terjadi mobility?
Jawab: dengan melakukan splinting, dengan splint yang lebih kaku dan
invasive serta waktu stabilitas yang lama dalam waktu 2-6 bulan.
tergantung beratnya luka.Tujuan tidakan ini untuk mereduksi fraktur dan
mendapatkan stabilisasi yang lebih maksimal potensialnya.
15. Shira Andini (1601100800
Hal apa yang harus diperhatikan dalam membedakan tindakan pada fraktur
mahkota lengkap ? (kapan dilakukan perawatan saluran akar atau
ekstraksi).
Jawab: Dilihat dulu sampai mana fraktur tersebut terjadi.
Fraktur sampai email : tambal dengan komposit.
Fraktur sampai dentin : pulp capping.
Fraktur sampai pulpa : endodontik (PSA).
Jika fraktur di servikal prognosa buruk, sehingga buang
fragmen mahkota yang tertinggal, dapat dilakukan perawatan
saluran akar, pin, dowel (pasak), dan luarnya dapat dibuatkan
mahkota.
BAB IV
KESIMPULAN
Fraktur dentoalveolar adalah peristiwa fraktur yang pada tulang alveolar
dengan gigi yang berhubungan. Fraktur ini bisa disebabkan oleh kekerasan inter
personal, sporting injuries (olahraga), jatuh, kecelakaan lalu lintas dan industrial
trauma
Klasifikasi Fraktur Dentoalveolar menurut WHO dibagi menjadi 3.
Pertama adanya trauma pada jaringan keras gigi dan pulpa. Kedua adanya trauma
pada jaringan periodontal, dan ketiga trauma atau fraktur dentoalveolar.
Klasifikasi Ellis mempunyai IX kelas.
Tanda-tanda klinis fraktur alveolar diantaranya adalah adanya kegoyangan
dan pergeseran beberapa gigi dalam satu segmen, laserasi pada gingiva dan
vermilion bibir, serta adanya pembengkakan atau luka pada dagu. Perawatan dan
penanggulangannya harus dilaksanakan sesegera mungkin. Dalam pelaksanaanya
harus meninjau beberapa aspek seperti kondisi saluran nafas, sumbatan jalan
napas yang tertunda, pendarahannya, obat-obatan yg digunakan, kontrol rasa sakit
dan perawatan penunjangnya.
DAFTAR PUSTAKA
Bence, Richard. 1990. Buku Pedoman Endodontik Klinik alih bahasa E.H.
Sundoro. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia.
Walton, Richard E. 2008. Prinsip dan Praktik Ilmu Endodontik alih bahasa
Narlan Sumawinata. Jakarta : EGC.
Harty, F. J. 1992. Endodonti Klinis alih bahasa drg. Lilian Yuwono.
Jakarta: Hipokrates
Pedersen, G. 1996. Buku Ajar Bedah Mulut. Alih Bahasa : Purwanto.
Jakarta : EGC
Peterson Lj., 2003. Contemporary Oral and Maxillofacial Surgery. 4th ed.
St Louis : Mosby
Finn, S.B, 2003. Clinical pedodontics. 4th ed. Philadelphia : W. B.
Saunders Company.
Andlaw, R.J., Rock, W.P., 1992. Perawatan Gigi Anak. Ed 2. Alih
Bahasa : Agus Djaya. Jakarta : Widya Medika.
http://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2010/06/
penatalaksanaan_trauma_gigi_pada_anak.pdf
http://www.scribd.com/doc/25002720/Periodontal-Splint