tesis retno_corporate governance_likuiditas saham_manajemen laba
TRANSCRIPT
PENGARUH MANAGEMEN LABA SEBAGAI VARIABEL
PEMEDIASI PADA HUBUNGAN GOVERNANSI PERUSAHAAN
DAN LIKUIDITAS SAHAM: STUDI EMPIRIS DI BEI
TESIS
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana S-2
Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Program Studi Akuntansi
Diajukan oleh:
RETNO YUNI NUR SUSILOWATI
07/275307/PEK/12681
Kepada
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2009
ii
iii
iv
Karya ini kupersembahkan untuk:
Suamiku tercinta, Haryo Wicaksono (terimakasih untuk semua dukungan Mas
padaku dan terimakasih telah bersamaku hingga kini);
Kedua puteraku, M. Ali Akhyar Wicaksono dan M. Zaki Delshadi Wicaksono (karya
sederhana ini untuk kalian…kita mau, maka kita bisa);
Kedua ayahandaku yang telah berpulang ke Rahmatullah, Bapak Sulaiman dan
Bapak Suradji Purwowiyoto.
“Siapa yang bersungguh-sungguh, maka ia akan mendapatkan. Maka
nikmat Tuhanmu yang mana lagikah yang kamu dustakan.”
v
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi robbil ‘aalamiin, puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah
SWT yang yang tak pernah berhenti melimpahkan nikmat, rahmat, dan hidayah-Nya
sehingga sebuah karya “tesis” dapat diselesaikan dengan baik. Penulis percaya bahwa
keberhasilan ini tidak lepas dari campur tangan dan kuasa Allah SWT.
Penulis menyadari bahwa penyelesaian tesis ini tidak lepas dari segala kekurangan
dan hambatan. Namun, meretia menjadi tiada berarti karena dukungan dan doa yang
terus mengalir dari orang-orang terdekat: keluarga, dosen, sahabat, dan kolega. Oleh
karena itu, izinkan penulis menghaturkan rasa terima kasih yang tak terhingga kepada
pihak-pihak berikut. Hanya Allah semata yang kuasa membalas amal mereka.
1. Keluarga besar penulis, baik yang berada di Magelang maupun di Lampung.
Terimakasih kuhaturkan kepada ibu, ibu mertua, mas-mbak, adik, dan seluruh
keluarga besar tercinta, yang senantiasa menempati ruang terbesar dalam segenap
langkah berkarya. Terimakasih untuk segala cinta dan doa yang tidak pernah putus
untuk keberhasilan, kesuksesan, dan keselamatanku. Khusus untuk kedua pamanku,
Prof. Ir. Widi Agoes Pratikto, M.Sc. dan Dr. Bambang Hartadi, M.M., Akt.,
panjenengan berdua selalu menginspirasi dan menjadi semangatku untuk menjadi
lebih baik. Khusus untuk adikku, Tetin, kuingin menegaskan dengan karya ini bahwa
memiliki keluarga tidak akan menghambat kita untuk berkarya;
2. Prof. Dr. Suwardjono, M.Sc., pembimbing tesis yang senantiasa menginspirasi
penulis untuk terus berkarya lebih baik. Terima kasih untuk diskusi-diskusi yang
sangat berharga;
3. Sahabat-sahabat terbaikku selama di MSi: Mbak Nining, Karlina Aprilia, Mely, Bu
Teguh, Mbak Arie, Lidiya, dan Mbak Sinarti. Terimakasih telah menjadi bagian dari
hidup selama di MSi baik dalam kondisi susah maupun senang. Terimakasih Novan,
untuk kesediaanmu membantu mengolah data. Teman-teman MSi Angkatan Mei 2008
(Diana Ayank, Andi Irfan, Mbak Dita, Mbak Ninuk, Bu Yeni, Vera, Mbak Eva, Baiq
Rosyida, Ayu, Ana dan teman-teman yang lain) terimakasih untuk kebersamaan dan
persahabatan yang indah. Semoga kita semua bisa terus memberikan karya-karya
terbaik;
4. Keluarga besar FE Universitas Lampung, terutama rekan-rekan jurusan Akuntansi,
terimakasih atas perhatian, bantuan, dukungan dan doa yang diberikan. Terimakasih
vi
Pak Einde, Bu Farichah, Pak Saring, Bu Agriyanti, Bu Lindrianasari, Bu Fajar, Bu
Reni, Bu Dewi, Bu Yeni, Bu Rindu, dan rekan-rekanku yang lain. Khusus untuk Bu
Lindrianasari kuucapkan terimakasih untuk dukungan, termasuk ‘ejekan’nya yang
bersahabat dan penuh semangat;
5. Rekan-rekan diskusi: Pak Fuad Rahman (Universitas Gadjah Mada), Bu Tri Gunarsih
(Universitas Teknologi Yogyakarta), dan Bu Khomsiyah (Universitas Trisakti).
Terimakasih untuk diskusi yang berharga;
6. Teman-teman di kos Annisa, Swakarya, dek Resti, Mbak Asti, Ama, dan Naim untuk
semangat yang diberikan. Khusus untuk dek Resti, terimakasih untuk semua
dukungannya; memang benar, setiap tahapan harus kita selesaikan untuk bisa
menyempurnakan sebuah karya;
7. Teman-teman komisariat HMI (MPO) FE UGM: dek Wahyudi, Fanani, dek Sita, Fina
dan Nugroho. Terimakasih untuk semua dukungan. Khusus untuk Fina, kuingin
menyemangatinya dengan karya ini; menjadi ibu bukanlah halangan, justru
penyemangat kita untuk menjadi lebih baik;
8. Semua pihak yang telah membantu, namun belum dapat penulis sebutkan disini.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu,
masukan, saran ataupun kritik untuk perbaikan dan pengembangan penelitian selanjutnya
sangat penulis harapkan.
Yogyakarta, 30 Desember 2009
Penulis,
Retno Yuni Nur Susilowati
vii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ……………………………………………………………………... i
HALAMAN PENGESAHAN ……………………………………………………………. ii
HALAMAN PERNYATAAN …………………………………………………………… iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ………………………………………………………..... iv
KATA PENGANTAR ……………………………………………………………………. v
DAFTAR ISI ……………………………………………………………………………... vii
DAFTAR TABEL ………………………………………………………………………... ix
DAFTAR GAMBAR …………………………………………………………………...... x
ABSTRAK ……………………………………………………………………………….. xi
ABSTRACT …………………………………………………………………………….... xii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ………………………………………………………………… 1
1.2 Rumusan Permasalahan ………………………………………………………. 8
1.3 Tujuan Penelitian ………………………………………………………………. 9
1.4 Manfaat Penelitian ……………………………………………………………... 10
1.5 Sistematika Pembahasan ……………………………………………………….. 12
BAB 2 LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
2.1 Governansi Perusahaan ……………………………………………………..….. 14
2.1.1 Definisi Governansi Perusahaan …………………………………..…… 14
2.1.2 Teori-teori Governansi Perusahaan …………………………………..…. 15
2.1.3 Prinsip-prinsip Governansi Perusahaan ……………………………..….. 17
2.1.4 Peran Governansi Perusahaan …………………………………….…….. 21
2.2 Likuiditas Saham ……………………………………………………..…………
2.3 Managemen Laba ………………………………………………………………. 25
viii
2.4 Saluran yang Menghubungkan Governansi Perusahaan dan Likuiditas Saham... 29
2.5 Saluran yang Menghubungkan Governansi Perusahaan dan Managemen Laba.. 30
2.6 Saluran yang Menghubungkan Managemen Laba dan Likuiditas Saham ……... 32
BAB 3 METODA PENELITIAN
3.1 Data dan Sampel ……………………………………………………………….. 36
3.2 Variabel dan Pengukuran …………………………………………………….... 37
3.2.1 Governansi Perusahaan …………………………………………………. 37
3.2.2 Managemen Laba …………………………………………………….…. 38
3.2.3 Likuiditas Saham ………………………………………………………... 40
3.3 Pengujian Asumsi Klasik ……………………………………………………..... 41
3.4 Pengujian Hipotesis ………………………………………………………..…… 42
BAB 4 ANALISIS DATA
4.1 Pengumpulan Data …………………………………………………………..…. 45
4.2 Statistik Deskriptif ………………………………………………………….….. 46
4.3 Pengujian Asumsi Klasik ………………………………………………..……... 47
4.4 Pengujian Hipotesis dan Pembahasan ………………………………………….. 48
4.4.1 Pengujian Regresi untuk Langkah Pertama ……………………………... 49
4.4.2 Pengujian Regresi untuk Langkah Kedua ………………………………. 50
4.4.3 Pengujian Regresi untuk Langkah Ketiga dan Keempat ………………... 51
BAB V SIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN
5.1 Simpulan ……………………………………………………………………….. 52
5.2 Keterbatasan ……………………………………………………………………. 57
5.3 Implikasi dan Saran Penelitian …………………………………………………. 57
REFERENSI
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Perusahaan Peserta Survei CGPI dan Indeks LQ45 ………………………..….. 5
Tabel 4.1 Pemilihan Sampel Penelitian ………………………………………………………….. 45
Tabel 4.2 Statistik Deskriptif …………………………………………………………………….. 46
Tabel 4.3 Hasil Regresi Pertama …………………………………………………………………. 49
Tabel 4.4 Hasil Regresi Kedua …………………………………………………………………… 51
Tabel 4.5 Hasil Regresi Ketiga …………………………………………………………………… 52
x
DAFTAR GAMBAR
Model Penelitian ………………………………………………………………………….. 35
Skema Pengujian Hipotesis ………………………………………………………………. 42
xi
PENGARUH MANAGEMEN LABA SEBAGAI VARIABEL
PEMEDIASI PADA HUBUNGAN GOVERNANSI PERUSAHAAN
DAN LIKUIDITAS SAHAM: STUDI EMPIRIS DI BEI
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan bukti empiris bahwa (1) terdapat pengaruh governansi perusahaan (corporate governance) terhadap likuiditas saham (stock liquidity), (2) praktik managemen laba (earnings management) memediasi hubungan antara governansi perusahaan dan likuditas saham. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan nonkeuangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) yang berpartisipasi dalam survei CGPI (corporate governance perception index) 2003 – 2007, yang diadakan oleh IICG (Indonesian Institute for Corporate Governance). Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan analisis regresi tiga tahap sesuai dengan langkah-langkah pengujian pemediasian oleh Baron dan Kenny (1986).
Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa governansi perusahaan berpengaruh positif terhadap likuiditas saham. Berikutnya, hasil pengujian hipotesis juga menunjukkan bahwa pengaruh governansi perusahaan pada likuiditas saham dimediasi secara parsial oleh managemen laba. Hal yang menarik, yang tidak sesuai dengan teori yang dibangun, ditunjukkan oleh koefisien pengaruh managemen laba pada likuiditas saham yang bernilai positif. Artinya, semakin besar praktik managemen laba, semakin tinggi likuiditas saham. Hal ini menimbulkan dugaan bahwa investor tidak mengetahui adanya praktik managemen laba yang dilakukan oleh perusahaan.
Kata Kunci: governansi perusahaan (corporate governance), managemen laba (earnings management), likuiditas saham (stock liquidity), mekanisme pemediasian.
xii
EARNINGS MANAGEMENT AS THE MEDIATING VARIABLE ON
THE RELATIONSHIP BETWEEN CORPORATE GOVERNANCE AND
STOCK LIQUIDITY: CASE STUDY AT IDX
Abstract
This research aims to get empirical evidences that (1) there is an influence of corporate governance practices on the firms’ stock liquidity, (2) earnings management practices mediate the relationship between corporate governance and stock liquidity. Samples used in this research are nonfinancial companies listed in the Indonesia Stock Exchange (IDX) that participated in the CGPI (corporate governance perception index) surveys in the periods 2003-2007 performed by IICG (the Indonesian Institute for Corporate Governance). The hypotheses are tested by using three steps regression analysis according to Baron and Kenny (1986).
The results indicate that corporate governance has a positive effect on stock liquidity. These also indicate that the influence of corporate governance on stock liquidity is partially mediated by earnings management. Piquancy, which inappropriate with woke up theory, is shown by the positive coefficient of the earnings management influence on stock liquidity. It means, the greater the earnings management practices, the higher the stock liquidity. This matter generates notion that investors do not realize the existence of earnings management practices conducted by companies.
Keywords: corporate governance, earnings management, stock liquidity, mediating mechanism.
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Dalam teori keagenan (agency theory), hubungan agensi muncul ketika
prinsipal/pemilik perusahaan memekerjakan agen/manager untuk memberikan suatu
jasa dan kemudian mendelegasikan wewenang pengambilan keputusan kepada agen
tersebut (Jensen dan Meckling, 1976). Manager, sebagai agen yang berperan sebagai
pengelola perusahaan, lebih banyak mengetahui informasi internal dan prospek
perusahaan dibanding dengan pemilik. Oleh karena itu, ia berkewajiban memberikan
sinyal mengenai kondisi perusahaan kepada pemilik. Namun, informasi yang
disampaikan oleh manager kadang-kadang tidak sesuai dengan kondisi perusahaan
yang sebenarnya. Kondisi ini, yang merupakan suatu masalah keagenan, dikenal
sebagai asimetri informasi (information asymmetry).
Asimetri informasi berpotensi mengurangi kepercayaan investor terhadap kinerja
managemen. Tia terjadi ketika laporan keuangan, sebagai alat melaporkan kinerja
managemen dan sekaligus sarana pemonitoran oleh pemegang saham, melaporkan
kondisi perusahaan yang tidak sesuai dengan kondisi yang sebenarnya. Tia dimotivasi
oleh tindakan oportunistik managemen untuk bertindak demi kepentingannya sendiri
(Fama dan Jensen, 1983).
Asimetri informasi sebagai suatu masalah keagenan, menciptakan kebutuhan akan
governansi perusahaan1 (corporate governance) untuk memonitor manager dan
1 Dalam konteks GCG, governance sering juga disebut ‘tata pamong’, atau ‘penadbiran,’ istilah yang berasal dari bahasa Melayu. Namun tampaknya secara umum di kalangan pebisnis, istilah GCG diartikan ‘tata kelola perusahaan,’ meskipun tia masih rancu dengan terminologi managemen (Daniri, 2004). Kajian yang tepat dalam bahasa Indonesia yang benar masih diperlukan untuk mencari terjemahan corporate governance yang tepat. Oleh karena itu, dalam penelitian ini digunakan istilah governansi perusahaan sebagai serapan istilah corporate governance.
2
melindungi investor dari masalah keagenan (Jensen dan Meckling, 1976; Fama dan
Jensen, 1983). Governansi perusahaan merupakan suatu cara untuk menjamin bahwa
managemen bertindak yang terbaik untuk kepentingan pemegang kepentingan
(stakeholders).
Pada awal dekade ini, beberapa perusahaan di Amerika Serikat mengalami
kebangkrutan karena tindakan managemen yang tidak mencerminkan governansi
perusahaan. Contohnya adalah kasus Enron pada tahun 2002, kasus Xerox Corporation,
WorldCom, dan Tyco. Di Indonesia, kasus serupa juga terjadi, misalnya kasus
penggelembungan (mark-up) PT Kimia Farma, perdagangan yang melibatkan informasi
orang dalam (insider trading) yang menimpa PT Bank Central Asia pada tahun 2001,
kasus salah kelola yang menimpa PT Timah pada tahun 2002, serta skandal Rp1,7
triliun yang menimpa PT BNI pada tahun 2002. Lemahnya governansi perusahaan
diduga juga menjadi salah satu penyebab krisis keuangan yang melanda negara-negara
Asia (Arifin, 2005 dalam Aprilia, 2009).
Salah satu ciri utama lemahnya governansi perusahaan adalah adanya tindakan
mementingkan diri sendiri yang dilakukan oleh manager. Jika para manager melakukan
tindakan-tindakan yang mementingkan diri sendiri dengan mengabaikan kepentingan
investor, maka harapan investor atas pengembalian investasi yang telah mereka
tanamkan akan jatuh. Penurunan kepercayaan investor akan mengakibatkan terjadinya
penurunan aliran masuk modal ke perusahaan, yang akan menyebabkan menurunnya
harga saham perusahaan tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa prinsip-prinsip
governansi perusahaan menjadi isu penting, yang ditunjukkan dengan banyaknya
penelitian yang meneliti ranah ini.
Tujuan penelitian ini adalah menguji hubungan governansi perusahaan (corporate
governance) dan likuiditas saham (stock liquidity) dengan managemen laba (earnings
3
management) sebagai variabel pemediasi. Ada dua alasan mengapa perlu
menghubungkan antara governansi perusahaan dan likuiditas saham. Argumen
pentingnya meneliti pengaruh langsung governansi perusahaan pada likuiditas saham
diuraikan sebagai berikut.
Pertama, terdapat beberapa penelitian, dengan menggunakan data U.S., yang
memberikan indikasi bahwa penerapan governansi perusahaan berkorelasi dengan
likuiditas. Penelitian yang telah menginvestigasi pentingnya hubungan antara
governansi perusahaan dan likuiditas di antaranya Becht (1999), Brockman dan Chung
(2003), LaFond et al. (2007), Attig et al. (2006), dan Chung et al. (2009) dengan
berbagai pengesetan. Chung et al. (2009) menyatakan bahwa governansi perusahaan
memengaruhi likuiditas pasar saham karena governansi yang efektif akan
meningkatkan transparansi keuangan dan operasional, yang akan mengurangi asimetri
informasi antara investor dalam (pemegang saham mayoritas) dan investor luar
(spekulan/liquidity providers). Berdasarkan penelitian Chung et al. (2009), terdapat
bukti empiris bahwa semakin bagus penerapan governansi perusahaan, semakin tinggi
pula tingkat likuiditas saham. Namun, terdapat fakta bahwa meskipun peringkat
penerapan governansi perusahaan di Indonesia terus mengalami peningkatan, namun
praktik-praktik governansi perusahaan ternyata belum cukup efektif untuk menaikkan
tingkat likuiditas saham, yang ditunjukkan dengan masih banyaknya saham tidur di
BEI2. Adanya ketidaksinkronan hubungan tersebut memotivasi penelitian ini untuk
mendapatkan bukti empiris mengenai pengaruh langsung governansi perusahaan pada
likuiditas saham perusahaan-perusahaan publik di Indonesia.
Kedua, investor sangat memerhatikan likuiditas saham perusahaan-perusahaan,
selain return dan risiko saham (Handa dan Schwartz,1996). Saham yang likuid
2 Sampai dengan tahun 2008, persentase saham tidur di BEI adalah 80%.
4
memiliki kemungkinan yang lebih baik untuk meraih gain dibandingkan saham yang
likuiditasnya rendah; tia lebih mencerminkan faktor fundamental perusahaan; serta
perubahan atau fluktuasi harga lebih stabil, tidak melonjak-lonjak dan likuiditasnya
bersifat kontinus. Bai et al. (2002) menyatakan bahwa likuiditas saham merupakan
salah satu bentuk mekanisme eksternal untuk melakukan pemonitoran. Bai et al. (2002)
menyebutkan bahwa keberadaan suatu pasar adalah sangat penting untuk mengetahui
alokasi sumber daya yang efisien. Dalam hal ini, perusahaan-perusahaan yang
sahamnya likuid merupakan perusahaan-perusahaan yang sumber dayanya dikelola
secara efisien. Saham-saham yang likuid mencerminkan perusahaan yang memiliki
kinerja dan prospek yang bagus. Artinya, likuiditas saham juga dapat merupakan sarana
pemonitoran kinerja managemen, sehingga dengan membeli saham yang likuid investor
telah menghemat kos pemonitoran.
Meskipun beberapa penelitian telah menunjukkan adanya hubungan langsung
antara governansi perusahaan dan likuiditas saham, terdapat kekurangkonsistenan
dalam hubungan ini. Ada tiga alasan mengapa hubungan langsung tersebut diduga
kurang konsisten. Alasan-alasan tersebut dijelaskan sebagai berikut.
Pertama, sebagian besar perusahaan-perusahaan yang masuk dalam indeks
governansi perusahaan memang menunjukkan likuiditas yang tinggi. Namun, terdapat
pula perusahaan-perusahaan yang memiliki kinerja dan praktik governasi perusahaan
yang bagus, namun memiliki likuiditas yang rendah (lihat tabel 1.1). Adanya
ketidaksinkronan hubungan antara governansi perusahaan dan likuiditas memunculkan
dugaan adanya mekanisme pemediasian.
5
Tabel 1.1
Perusahaan peserta survei CGPI dan indeks LQ45
Perusahaan Tahun Skor
CGPI Keterangan
PT Astra Graphia Tbk. 2003 76.76 Masuk dalam indeks LQ45 perioda Agustus 2003-Juli 2004
2004 80.52 Tidak masuk dalam indeks LQ45 perioda Agustus 2004-Januari 2005
2005 78.33 Tidak masuk dalam indeks LQ45 perioda Februari 2005-Januari 2006
2006 80.3 Tidak masuk dalam indeks LQ45 perioda Februari 2006-Januari 2007
PT Apexindo Pratama Putra Tbk.
2005 77.58 Tidak masuk dalam indeks LQ45 perioda Februari 2005-Januari 2006
2006 77.61 Tidak masuk dalam indeks LQ45 perioda Februari 2006-Januari 2007
PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk.
2006 67.5 Tidak masuk dalam indeks LQ45 perioda Februari 2006-Januari 2007
2007 68.52 Tidak masuk dalam indeks LQ45 perioda Februari 2007-Januari 2008
(sumber IICG dan BEI, data olahan)
Kedua, secara teori, Cooper dan Schindler (2006) menjelaskan bahwa hubungan
pemediasian terjadi ketika variabel-variabel dalam hubungan sebab-akibat secara
konseptual sulit dijelaskan secara langsung. Hubungan yang tidak sepenuhnya dapat
dijelaskan oleh hubungan sebab akibat mungkin dikarenakan adanya variabel
pemediasi. Variabel pemediasi merupakan mekanisme konseptual yang dengan
melaluinya, maka variabel independen (X) dan variabel pemediasi (M) memengaruhi
variabel dependen (Y). Sedangkan Sekaran (2005) menyatakan bahwa variabel
pemediasi (intervening variable) melingkupi antara waktu variabel independen
beroperasi memengaruhi variabel dependen dan pengaruhnya pada variabel dependen.
Oleh karena itu, terdapat dimensi waktu dalam variabel intervening. Tia berfungsi
sebagai operasi variabel independen dalam berbagai situasi dan membantu
6
mengonseptualisasi serta menjelaskan pengaruh variabel independen pada variabel
dependen.
Dalam konteks penelitian ini, variabel governansi perusahaan memengaruhi
variabel likuiditas saham, namun hubungan tersebut secara konsep sulit untuk
berhubungan secara langsung dan terdapat dimensi waktu pada pengaruh governansi
perusahaan dan likuiditas saham. Beberapa penelitian yang telah dilakukan di Indonesia
menguji hubungan governansi perusahaan dan aspek internal perusahaan seperti kinerja
perusahaan (Darmawati dkk., 2005), nilai perusahaan (Kusumawati, 2006),
pengungkapan (Kusumawati, 2007), dan managemen laba (Siddharta dan Veronica,
2006). Ketika sebuah penelitian bermaksud menguji hubungan governansi perusahaan
dengan mekanisme pengawasan eksternal perusahaan, seperti likuiditas saham, maka
diduga variabel governansi perusahaan, sebagai variabel independen, akan
memengaruhi variabel dependen melalui variabel pemediasi.
Ketiga, secara empiris, Goh et al. (2008) telah menginvestigasi adanya mekanisme
pemediasian yang menghubungkan governansi perusahaan dan likuiditas saham. Goh et
al. (2008) menyatakan bahwa variabel adverse selection3, pengungkapan sukarela dan
ulasan analis memediasi hubungan antara governansi perusahaan dan likuiditas saham.
Sayangnya, penelitian tersebut tidak menyebutkan landasan teoretis yang kokoh
mengapa perlu dilakukan investigasi atas hubungan pemediasian antara governansi
perusahaan dan likuiditas saham. Goh et al. (2008) hanya menyebutkan bahwa
penelitian tersebut dimotivasi oleh tujuan membuka ‘black-box’ hubungan antara
governansi perusahaan dan likuiditas saham. Penelitian di Indonesia yang
menginvestigasi pengaruh langsung dan taklangsung variabel governansi perusahaan
3 Adverse selection merupakan kemungkinan terjadinya perdagangan oleh pedagang terinformasi (informed traders), yaitu pedagang yang memeroleh informasi privat selain informasi publikasian. Adverse selection terjadi ketika penjual/pembeli memiliki asimetri informasi sehingga justru lebih mungkin memilih hasil atau produk yang ‘buruk’ (Goh et al., 2008).
7
pada likuiditas belum ditemukan, sehingga belum dapat diobservasi adanya
ketidakkonsistenan dalam area penelitian ini. Masih sedikitnya penelitian yang
menginvestigasi pengaruh langsung maupun taklangsung antara governansi perusahaan
dan likuiditas saham memotivasi penelitian ini untuk menguji hubungan-hubungan
tersebut.
Pertanyaan yang kemudian muncul adalah variabel apa yang mungkin memediasi
hubungan antara governansi perusahaan dan likuiditas saham. Penelitian ini menduga
managemen laba4 memediasi hubungan antara governansi perusahaan dan likuiditas
saham. Penelitian yang dilakukan oleh Chen et al. (2007) serta Liu dan Lu (2007)
menunjukkan bukti empiris bahwa governansi perusahaan berhubungan dengan
managemen laba.
Penelitian yang dilakukan oleh Chung et al. (2008) menyatakan bahwa adverse
selection cost berhubungan dengan managemen laba. Selanjutnya, Chung et al. (2008)
menyatakan bahwa semakin besar managemen laba menyebabkan semakin tingginya
adverse selection cost5. Adanya hubungan antara adverse selection cost dan
managemen laba memunculkan kemungkinan managemen laba sebagai variabel
pemediasi yang lain.
Dengan mengadaptasi model penelitian yang dilakukan oleh Goh et al. (2008),
yang membuat membuat rerangka penelitian yang parsimoni atas mekanisme
pemediasian variabel-variabel tersebut, dan penelitian yang dilakukan oleh Chen et al.
(2007) dan Liu dan Lu (2007), yang menghubungkan governansi perusahaan dan
managemen laba, serta penelitian Chung et al. (2008), yang menghubungkan antara
managemen laba, adverse selection cost, dan likuiditas saham, maka penelitian ini
bermaksud untuk menguji adanya pengaruh langsung maupun taklangsung antara
4 Managemen laba merupakan usaha managemen untuk memoles hasil yang dilaporkan. 5 Adverse selection cost merupakan kos yang timbul akibat terjadinya proses pasar ketika terdapat ketidakmampuan penjual/pembeli untuk membedakan kualitas produk-produk tertentu.
8
governansi perusahaan dan likuiditas dengan melalui variabel managemen laba.
Penelitian ini penting untuk dilakukan karena apabila hipotesisnya terdukung, maka
hasilnya memberikan implikasi bahwa penerapan praktik-praktik governansi
perusahaan akan dapat memengaruhi tingkat likuiditas saham secara efektif hanya
dengan cara menghilangkan praktik-praktik managemen laba.
1.2. RUMUSAN PERMASALAHAN
Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka perumusan masalah dalam penelitian ini
adalah:
1) Apakah terdapat pengaruh langsung antara governansi perusahaan dan likuiditas
saham pada pasar modal Indonesia, mengingat kondisi pasar modal Indonesia
yang tengah berkembang, yang berbeda dengan kondisi pasar modal di Amerika?
Perbedaan kondisi pasar modal di Indonesia dengan pasar modal lain, terutama
pasar modal di U.S. adalah pada tipisnya perdagangan saham, yang diukur dari
banyaknya saham yang tidak aktif diperdagangkan, rendahnya kapitalisasi pasar,
dan rendahnya tingkat likuiditas. Sampai dengan tahun 2008, likuiditas saham di
BEI hanya sebesar 20%, yang artinya terdapat 80% ‘saham tidur’ di BEI. Ini
merupakan karakteristik pasar modal yang sedang berkembang.
2) Apakah terdapat pengaruh pemediasian yang memediasi hubungan antara
governansi perusahaan dan likuiditas? Apabila ada mekanisme pemediasian,
apakah variabel managemen laba memediasi hubungan tersebut? Pengaruh
pemediasian perlu diteliti karena tiga alasan. Pertama, hubungan governansi
perusahaan dan likuiditas saham secara konseptual tidak berhubungan secara
langsung seperti halnya hubungan antara governansi perusahaan dan nilai
perusahaan, atau pun hubungan governansi perusahaan dan kinerja perusahaan.
9
Cooper dan Schindler (2006) menjelaskan bahwa hubungan pemediasian terjadi
ketika variabel-variabel dalam hubungan sebab akibat secara konseptual tidak
berhubungan langsung. Sedangkan Sekaran (2005) menyatakan bahwa hubungan
pemediasian terjadi ketika terdapat dimensi waktu untuk melihat pengaruh
governansi perusahaan pada likuiditas saham. Kedua, terdapat ketidaksinkronan
hubungan antara governansi perusahaan dan likuiditas saham yang ditunjukkan
dengan adanya perusahaan yang memiliki skor CGPI terpercaya, namun tidak
masuk ke dalam indeks LQ45, misalnya PT Astra Graphia Tbk., PT Apexindo
Pratama Putra Tbk., dan PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk. Fakta-fakta tersebut
menimbulkan dugaan terjadinya mekanisme pemediasian pada hubungan
governansi perusahaan dan likuiditas saham. Terakhir, Goh, Ng dan Yong (2008)
telah menunjukkan adanya mekanisme pemediasian pada hubungan governansi
perusahaan dan likuditas saham. Oleh karena itu, penelitian ini bermaksud
memertanyakan pengaruh taklangsung governansi perusahaan pada likuiditas
saham.
1.3. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mendapatkan bukti empiris
mengenai:
1) pengaruh langsung governansi perusahaan pada likuiditas saham perusahaan-
perusahaan publik di Indonesia.
2) pengaruh mekanisme pemediasian pada hubungan governansi perusahaan dan
likuiditas saham. Fokus penelitian ini adalah managemen laba sebagai variabel
pemediasi hubungan governansi perusahaan dan likuiditas saham perusahaan-
perusahaan publik.
10
1.4. MANFAAT PENELITIAN
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1) Bagi akademisi, penelitian ini memberikan tambahan bukti kajian literatur tentang
pengaruh langsung maupun taklangsung governansi perusahaan pada likuiditas
saham. Penelitian ini dapat memberikan bukti tambahan bukti empiris mengenai
adanya indikasi secara umum, nyata dan sederhana atas keefektifan prinsip-prinsip
governansi perusahaan maupun aturan-aturan yang dikeluarkan pemerintah
maupun Bapepam terkait pelaksanaan governansi perusahaan yang baik (good
corporate governance).
2) Bagi calon investor dan analis, penelitian ini memberikan masukan untuk lebih
berhati-hati akan adanya kemungkinan managemen laba yang dilakukan
managemen untuk memoles kinerjanya. Managemen laba akan memengaruhi
kualitas pelaporan keuangan perusahaan-perusahaan publik, yang akan berdampak
pada penurunan keyakinan calon investor dan analis atas kinerja managemen,
sehingga calon investor lebih bijak dalam mengambil keputusan investasi.
Sebaiknya calon investor lebih peka terhadap teknik-teknik managemen laba dan
menggali informasi dari sumber-sumber di luar laporan keuangan perusahaan.
Sedangkan analis semestinya memberikan edukasi pada investor naïf mengenai
tanda-tanda suatu perusahaan melakukan managemen laba.
Argumen yang dapat diajukan peneliti atas masukan di atas adalah sebagai
berikut. Mekanisme governansi perusahaan merupakan mekanisme yang bertujuan
memberi keyakinan bahwa kinerja yang dilaporkan oleh managemen merupakan
kinerja yang sesungguhnya. Apabila mekanisme ini berjalan efektif, maka
kepercayaan investor terhadap kinerja yang dilaporkan managemen akan
meningkat. Meningkatnya keyakinan investor akan mengurangi kos pemonitoran
11
yang harus dikeluarkan oleh investor. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa
investor memiliki kecenderungan untuk berinvestasi pada perusahaan dengan
praktik governansi perusahaan yang baik.
3) Bagi investor (dalam hal ini adalah pemilik saham), penelitian ini memberikan
masukan atas linearitas pengaruh governansi perusahaan pada likuiditas saham.
Apabila penerapan governansi perusahaan yang baik tidak linear dengan likuiditas
saham, maka muncul dugaan akan adanya variabel lain yang memediasi hubungan
tersebut. Variabel pemediasi tersebut berimplikasi pada fokus perhatian investor
ketika mengambil keputusan investasi agar tidak hanya memerhatikan praktik
governansi perusahaan dan likuiditas saham saja ketika menilai kinerja
perusahaan, melainkan juga pada kemungkinan terjadinya managemen laba.
4) Bagi regulator, dalam hal ini penyusun standar, penelitian ini memberi
pertimbangan dalam menetapkan peraturan atau standar sebagai usaha pencapaian
solusi yang terbaik dalam mengoptimalkan governansi perusahaan dan
menghilangkan managemen laba. Penelitian ini memberi kontribusi berupa bukti
empiris keefektifan aturan-aturan yang dikeluarkan terkait penerapan governansi
perusahaan, pada peningkatan likuiditas saham perusahaan-perusahaan publik di
Indonesia. Pemerintah, baik secara langsung maupun melalui pihak yang
berautoritas di BEI (Bapepam), telah mengeluarkan undang-undang dan aturan
lain terkait penerapan governansi perusahaan. Misalnya, penerbitan UU No. 1
tahun 1995 tentang perseroan terbatas, yang mengamanatkan dibentuknya dewan
komisaris perusahaan; Keputusan Direksi Bursa Efek Jakarta No. Kep
315/BEJ/06-2000 yang mewajibkan perusahaan yang tercatat di Bursa Efek
Indonesia untuk memiliki komisaris independen sekurang-kurangnya 30% dari
jumlah seluruh anggota komisaris; dan Surat Edaran Direksi Bursa Efek Jakarta
12
No.: SE-03/PM/2000, yang merekomendasi emiten atau perusahaan publik untuk
memiliki komite audit. Aturan-aturan tersebut bersifat mewajibkan maupun
menghimbau perusahaan-perusahaan yang terdaftar di BEI untuk mempraktikkan
governansi perusahaan. Meskipun terdapat aturan-aturan tentang pelaksanaan
governansi perusahaan, namun terjadi ketidakkonsistenan fakta di lapangan, yaitu
dugaan terjadinya insider trading yang dilakukan oleh perusahaan yang peringkat
governansinya bagus sekaligus memiliki tingkat likuiditas saham yang tinggi,
misalnya kasus PT BCA, Bank BNI, dan PT Timah.
Apabila hipotesis penelitian ini terdukung, maka hasil penelitian ini memberi
implikasi bagi pemerintah untuk mendorong perbaikan penerapan praktik
governansi perusahaan dan aturan untuk membatasi praktik managemen laba,
misalnya dengan pemberian insentif berupa keringanan tarif pajak, pembebasan
dari audit pajak, dan prioritas dalam perolehan kredit. Sebaliknya, pemerintah
sepatutnya juga memberi disinsentif kepada perusahaan yang memiliki praktik
governansi perusahaan yang buruk dan melakukan managemen laba berupa denda,
suspensi transaksi (saham), dan pencopotan eksekutif puncak oleh RUPS.
1.5. SISTEMATIKA PEMBAHASAN
Sistematika pembahasan penelitian ini dibagi dalam lima bab. Rinciannya dijelaskan
sebagai berikut:
1. Bab pertama menjelaskan latar belakang penelitian, perumusan masalah
penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika pembahasan.
2. Bab kedua menjelaskan rerangka teoretis yang menjadi landasan perumusan
hipotesis.
3. Bab ketiga membahas metoda yang digunakan dalam penelitian, meliputi sampel
dan data, pengukuran variabel, perumusan pengujian asumsi klasik, dan pengujian
13
hipotesis.
4. Bab keempat membahas analisis hasil penelitian, meliputi pengujian pendahuluan,
pembahasan statistik deskriptif, pengujian asumsi klasik, dan pengujian hipotesis.
5. Bab kelima membahas simpulan, keterbatasan, dan saran penelitian.
14
BAB 2
LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
2.1. GOVERNANSI PERUSAHAAN
2.1.1. Definisi Governansi Perusahaan
Organization for Economic and Cooperation Development—OECD (2004) dan Forum
Corporate Governance Indonesia—FCGI (2001) mendefinisi governansi perusahaan
sebagai seperangkat peraturan yang menetapkan hubungan antara pemegang saham,
pengurus, pihak kreditor, pemerintah, karyawan serta para pemegang kepentingan
intern dan ekstern lainnya sehubungan dengan hak-hak dan kewajiban mereka, atau
dengan kata lain sistem yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan. Dari
definisi di atas dapat disimpulkan bahwa governansi perusahaan merupakan suatu
mekanisme yang dapat digunakan untuk memastikan bahwa pemilik modal perusahaan
memeroleh pengembalian atau return dari kegiatan yang dijalankan oleh manager, atau
dengan kata lain, bagaimana pemilik modal perusahaan melakukan pengendalian
terhadap manager. Lebih jauh, governansi perusahaan memberikan perhatian pada
kepentingan pemegang kepentingan (stakeholders) lainnya (Lukviarman, 2000 dalam
Aprilia, 2009).
Pengertian governansi perusahaan menurut Surat Keputusan Menteri
Negara/Kepala Badan Penanaman Modal dan Pembinaan BUMN No.23/M-
PM/BUMN/2000 tentang pengembangan praktik governansi perusahaan yang baik
(good corporate governance) dalam perusahaan perseroan (persero) adalah prinsip
korporasi yang sehat, yang perlu diterapkan dalam pengelolaan perusahaan, yang
dilaksanakan semata-mata demi menjaga kepentingan perusahaan dalam rangka
mencapai maksud dan tujuan perusahaan. Berdasarkan definisi di atas, maka dapat
dikatakan bahwa governansi perusahaan merupakan upaya yang dilakukan oleh semua
15
pihak yang berkepentingan dengan perusahaan untuk menjalankan usahanya secara
baik sesuai dengan hak dan kewajibannya masing-masing.
Dalam hal istilah, secara harfiah, governance kerap diterjemahkan sebagai
‘pengaturan.’ Adapun dalam konteks GCG, governance sering juga disebut ‘tata
pamong’, atau ‘penadbiran,’ istilah yang berasal dari bahasa Melayu. Namun
tampaknya secara umum di kalangan pebisnis, istilah GCG diartikan ‘tata kelola
perusahaan,’ meskipun tia masih rancu dengan terminologi managemen. Perbandingan
kegiatan antara corporate governance dan corporate management memperlihatkan
bahwa corporate governance sangat terkait dengan aspek pengawasan dan
akuntabilitas, sementara corporate management terkait dengan keputusan-keputusan
dan pengendalian eksekutif serta managemen operasional (Daniri, 2004). Kajian yang
tepat dalam bahasa Indonesia yang benar masih diperlukan untuk mencari terjemahan
corporate governance yang tepat. Oleh karena itu, dalam penelitian ini digunakan
istilah governansi perusahaan sebagai serapan istilah corporate governance.
2.1.2. Teori‐teori Governansi Perusahaan
Dua teori utama yang terkait dengan governansi perusahaan adalah stewardship theory
dan agency theory. Teori pelayanan (stewardship theory) dibangun di atas asumsi
filosofis mengenai sifat manusia yakni bahwa manusia pada hakikatnya dapat
dipercaya, mampu bertindak dengan penuh tanggung jawab memiliki, integritas, dan
kejujuran terhadap pihak lain. Inilah yang tersirat dalam hubungan fidusia yang
dikehendaki para pemegang saham. Dengan kata lain, teori pelayanan (stewardship
theory) memandang managemen sebagai dapat dipercaya untuk bertindak dengan
sebaik-baiknya bagi kepentingan publik pada umumnya maupun pemegang saham pada
khususnya.
16
Sementara itu, teori keagenan (agency theory) yang dikembangkan oleh Michael
Johnson, seorang professor dari Harvard, memandang bahwa managemen perusahaan
sebagai ‘agen’ bagi para pemegang saham, yang akan bertindak dengan penuh
kesadaran bagi kepentingannya sendiri, bukan sebagai pihak yang arif dan bijaksana
serta adil terhadap pemegang saham sebagaimana yang diasumsikan dalam model
pelayanan (stewardship model). Bertentangan dengan teori pelayanan (stewardship
theory), teori keagenan (agency theory) memandang bahwa managemen tidak dapat
dipercaya untuk bertindak dengan sebaik-baiknya bagi kepentingan publik pada
umumnya maupun pemegang saham pada khususnya. Dalam perkembangan
selanjutnya, teori keagenan mendapat responsa lebih luas karena dipandang lebih
mencerminkan kenyataan yang ada. Berbagai pemikiran mengenai governansi
perusahaan berkembang dengan bertumpu pada teori keagenan, yang menyatakan
bahwa pengelolaan perusahaan harus diawasi dan dikendalikan untuk memastikan
bahwa pengelolaan dilakukan dengan penuh kepatuhan kepada berbagai peraturan dan
ketentuan yang berlaku.
Upaya ini menimbulkan apa yang disebut sebagai kos keagenan (agency costs),
yang menurut teori ini harus dikeluarkan sedemikian rupa sehingga kos untuk
mengurangi kerugian yang timbul karena ketidakpatuhan setara dengan peningkatan
kos pemonitorannya. Kos keagenan ini mencakup kos untuk pengawasan oleh
pemegang saham; kos yang dikeluarkan oleh managemen untuk menghasilkan laporan
yang transparan, termasuk kos audit yang independen dan pengendalian internal; serta
kos yang disebabkan karena menurunnya nilai pemilikan pemegang saham sebagai
bentuk ‘pengeluaran mengikat (bonding expenditures)’ yang diberikan kepada
managemen dalam bentuk opsi dan berbagai manfaat untuk tujuan menyelaraskan
kepentingan managemen dengan pemegang saham. Meskipun demikian, potensi untuk
17
munculnya masalah keagenan (agency problem) tetap ada karena adanya pemisahan
antara pengurusan dengan pemilikan perusahaan, khususnya di perusahaan-perusahaan
publik.
2.1.3. Prinsip‐Prinsip Governansi Perusahaan
Ada empat prinsip dasar governansi perusahaan yang baik, yaitu: pertama, keadilan
(fairness); kedua, transparansi (transparency); ketiga, dapat dipertanggungjawabkan
(accountability); dan keempat, pertanggungjawaban (responsibility).
1) Keadilan (fairness)
Secara sederhana keadilan bisa didefinisi sebagai perlakuan yang adil dan setara di
dalam memenuhi hak-hak pemegang kepentingan (stakeholders) yang timbul
berdasarkan perjanjian serta peraturan perundangan yang berlaku. Keadilan
meliputi: (a) perlindungan bagi seluruh hak pemegang saham; dan (b) perlakuan
yang sama bagi para pemegang saham. Keadilan juga mencakup adanya kejelasan
hak-hak pemodal, sistem hukum dan penegakan peraturan untuk melindungi hak-
hak investor, khususnya pemegang saham minoritas, dari berbagai bentuk
kecurangan. Bentuk kecurangan ini bisa berupa insider trading (transaksi yang
melibatkan informasi orang dalam), fraud (penipuan), dilusi saham (nilai
perusahaan berkurang), korupsi-kolusi-nepotisme (KKN), atau keputusan-
keputusan yang dapat merugikan seperti pembelian kembali saham yang telah
dikeluarkan, penerbitan saham baru, merger, akuisisi, atau pengambilalihan
perusahaan lain.
Masalah yang timbul dalam praktik pengelolaan perusahaan, berasal dari
benturan kepentingan, baik perbedaan kepentingan antara managemen (dewan
18
komisaris dan direksi) dengan pemegang saham, maupun antara pemegang saham
pengendali (pemegang saham pendiri),6 dengan pemegang saham minoritas.7
Di tengah situasi seperti ini, ada beberapa manfaat yang diharapkan bisa
diperoleh dari prinsip keadilan. Tia diharapkan membuat seluruh aset perusahaan
dikelola secara baik dan hati-hati, sehingga muncul perlindungan kepentingan
pemegang saham secara jujur dan adil. Tia juga diharapkan memberi perlindungan
kepada perusahaan terhadap praktik korporasi yang merugikan seperti disebutkan
di atas. Pendek kata, keadilan menjadi jiwa untuk memonitor dan menjamin
perlakuan yang adil di antara beragam kepentingan dalam perusahaan.
Namun seperti halnya sebuah prinsip, keadilan memerlukan syarat agar bisa
diberlakukan secara efektif berupa peraturan dan perundang-undangan yang jelas,
tegas, konsisten dan dapat ditegakkan secara baik serta efektif. Hal ini dinilai
penting karena akan menjadi penjamin adanya perlindungan atas hak-hak
pemegang saham mana pun, tanpa ada pengecualian. Peraturan perundang-
undangan ini harus dirancang sedemikian rupa sehingga dapat menghindari
penyalahgunaan lembaga peradilan (litigation abuse). Di antaranya adalah
penyalahgunaan ketidakefisienan lembaga peradilan dalam mengambil keputusan
sehingga pihak yang tidak beritikad baik mengulur-ngulur waktu kewajiban yang
harus dibayarkannya atau bahkan dapat terbebas dari kewajiban yang harus
dibayarkannya.
2) Transparansi/keterbukaan informasi (transparency)
Transparansi bisa diartikan sebagai keterbukaan informasi, baik dalam proses
pengambilan keputusan maupun dalam mengungkapkan informasi material dan
6 di Indonesia biasanya mayoritas 7 pada perusahaan publik biasanya pemegang saham publik
19
relevan mengenai perusahaan. Menurut peraturan di pasar modal Indonesia, yang
dimaksud informasi material dan relevan adalah informasi yang dapat
memengaruhi naik turunnya harga saham perusahaan tersebut, atau yang
memengaruhi secara signifikan risiko serta prospek usaha perusahaan yang
bersangkutan. Transparansi meliputi: (a) pengungkapan informasi yang bersifat
penting; (b) informasi harus disiapkan, diaudit dan diungkapkan sejalan dengan
pembukuan yang berkualitas; serta (c) penyebaran informasi harus bersifat adil,
tepat waktu dan efisien.
Dalam mewujudkan transparansi ini sendiri, perusahaan harus menyediakan
informasi yang cukup, akurat, dan tepat waktu kepada berbagai pihak yang
berkepentingan dengan perusahaan tersebut. Setiap perusahaan diharapkan pula
dapat memublikasi informasi keuangan serta informasi lainnya yang material dan
berdampak signifikan pada kinerja perusahaan secara akurat dan tepat waktu.
Selain itu, para investor harus dapat mengakses informasi penting perusahaan
secara mudah pada saat diperlukan.
Manfaat yang bisa diperoleh dari penerapan prinsip ini adalah, pertama,
pemegang kepentingan (stakeholders) dapat mengetahui risiko yang mungkin
terjadi dalam melakukan transaksi dengan perusahaan. Kedua, karena adanya
informasi kinerja perusahaan yang diungkap secara akurat, tepat waktu, jelas,
konsisten, dan dapat diperbandingkan, maka dimungkinkan terjadinya efisiensi
pasar. Ketiga, jika prinsip transparansi dilaksanakan dengan baik dan tepat, akan
dimungkinkan terhindarnya benturan kepentingan (conflict of interest) berbagai
pihak dalam managemen.
20
3) Akuntabilitas/pertanggungjelasan (accountability)
Akuntabilitas adalah kejelasan fungsi, struktur, sistem dan pertangungjawaban
organ perusahaan sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif.
Akuntabilitas meliputi pengertian bahwa: (a) anggota dewan direksi harus
bertindak mewakili kepentingan perusahaan dan para pemegang saham; (b)
penilaian yang bersifat independen terlepas dari managemen; serta (c) adanya
akses terhadap informasi yang akurat, relevan dan tepat waktu. Implementasi
prinsip ini berupa kewajiban memiliki komisaris independen dan komite audit,
sebagaimana yang ditetapkan oleh Bursa Efek Jakarta. Selain itu, beberapa bentuk
implementasi lain dari prinsip akuntabilitas adalah praktik audit internal yang
efektif, serta adanya kejelasan fungsi, hak, kewajiban, wewenang dan tanggung
jawab dalam anggaran dasar perusahaan dan target pencapaian perusahaan di masa
depan (Statement of Corporate Intent).
Apabila prinsip akuntabilitas diterapkan secara efektif, maka akan ada
kejelasan fungsi, hak, kewajiban, wewenang, dan tanggung jawab antara pemegang
saham, dewan komisaris, serta direksi. Dengan adanya kejelasan inilah, maka
perusahaan akan terhindar dari kondisi masalah keagenan.
4) Responsibilitas/pertanggungjawaban (responsibility)
Responsibilitas/pertanggungjawaban perusahaan adalah kesesuaian (kepatuhan) di
dalam pengelolaan perusahaan terhadap prinsip korporasi yang sehat serta
peraturan perundangan yang berlaku. Peraturan yang berlaku di sini termasuk yang
berkaitan dengan masalah pajak, hubungan industrial, perlindungan lingkungan
hidup, kesehatan/keselamatan kerja, standar penggajian, dan persaingan yang
sehat. Responsibilitas meliputi: (a) menjamin dihormatinya segala hak pemegang
kepentingan; (b) para pihak yang berkepentingan harus memiliki kesempatan untuk
21
mendapatkan ganti rugi yang efektif atas pelanggaran hak-hak mereka; (c)
dibukanya mekanisme pengembangan prestasi bagi keikutsertaan pihak yang
berkepentingan; serta (d) jika diperlukan, para pihak yang berkepentingan harus
memunyai akses terhadap informasi yang relevan.
Penerapan prinsip ini diharapkan membuat perusahaan menyadari bahwa
dalam kegiatan operasionalnya seringkali ia menghasilkan eksternalitas (dampak
luar kegiatan perusahaan) negatif yang harus ditanggung oleh masyarakat. Prinsip
responsibilitas ini juga diharapkan dapat membantu peran pemerintah dalam
mengurangi kesenjangan pendapatan dan kesempatan kerja pada segmen
masyarakat yang belum mendapatkan manfaat dari mekanisme pasar.
2.1.4. Peran Governansi Perusahaan
Peran utama governansi perusahaan adalah peningkatan kinerja perusahaan melalui
supervisi atau pemantauan kinerja managemen dan adanya akuntabilitas managemen
terhadap pemegang saham dan pemegang kepentingan lainnya, berdasarkan rerangka
aturan dan peraturan yang berlaku. Di samping hal-hal tersebut di atas, tia juga
berperan mengurangi kos keagenan (agency cost), yaitu suatu kos yang harus
ditanggung pemegang saham sebagai akibat pendelegasian wewenang kepada pihak
managemen. Kos-kos ini dapat berupa kerugian yang diderita perusahaan sebagai
akibat penyalahgunaan wewenang (wrong-doing), ataupun berupa kos pengawasan
yang timbul untuk mencegah terjadinya hal tersebut.
Selain itu, tia berperan mengurangi kos modal (cost of capital), yaitu berupa
penurunan tingkat bunga atas dana atau sumber daya yang dipinjam oleh perusahaan.
Kos modal akan semakin kecil seiring dengan turunnya tingkat risiko perusahaan
sebagai dampak dari pengelolaan perusahaan yang baik.
22
Selanjutnya, tia juga akan meningkatkan nilai saham perusahaan sekaligus dapat
meningkatkan citra perusahaan tersebut kepada publik luas dalam jangka panjang.
Terakhir, tia berperan menciptakan dukungan para pemegang kepentingan
(stakeholders) dalam lingkungan perusahaan terhadap keberadaan dan berbagai strategi
serta kebijakan yang ditempuh perusahaan karena secara umum mereka mendapat
jaminan bahwa mereka juga mendapat manfaat maksimal dari segala tindakan dan
operasi perusahaan dalam menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan.
2.2. LIKUIDITAS SAHAM
Likuiditas merupakan sebuah keadaan yang di dalamnya investor mudah melakukan
jual beli dan bahkan mudah menentukan harga sekuritas (Goh et al., 2008). Likuiditas
saham merujuk pada aktivitas perdagangan saham di bursa efek. Tia merupakan
keunggulan aset finansial atas aset real karena tanpa likuiditas, pasar modal menjadi
tidak menarik dan akan kehilangan perannya sebagai sarana investasi sekaligus sumber
pembiayaan. Acharya dan Pedersen (2005) menyatakan bahwa kos ekuitas akan lebih
besar pada kondisi pasar yang semakin taklikuid. Likuiditas maksimal ketika pedagang
dapat bertransaksi tanpa ada penundaan waktu maupun ketidakpastian harga.
Likuiditas atau daya jual (marketability) suatu aktiva keuangan mengacu pada
kemudahan aktiva untuk dijual sesuai dengan nilainya atau setidaknya mendekati nilai
tersebut (Fabozzi, 1999). Tia juga dapat dijelaskan secara sederhana sebagai
kemudahan untuk menjual atau membeli efek pada harga yang wajar. Fabozzi (1999)
menjelaskan bahwa likuiditas dapat dilihat dari seberapa besar penjual bersedia
menerima kerugian jika mereka ingin menjual aktiva dengan segera dibandingkan
dengan kos dan waktu yang harus dikeluarkan. Likuiditas saham juga dapat diartikan
sebagai seberapa cepat saham tersebut dapat dikonversi menjadi kas. Semakin cepat
23
suatu saham dapat diubah menjadi kas berarti semakin tinggi likuiditas saham tersebut.
Artinya, saham yang likuid adalah saham yang mudah ditukar atau dijadikan uang.
Menurut teori, suatu aset disebut likuid jika aset itu dapat ditransaksikan dengan
cepat dan biaya yang rendah, dalam jumlah besar tanpa memengaruhi harga.
Berdasarkan konsep ini, Harris (2003) dalam Frensidy (2008) menyatakan bahwa
likuiditas memiliki empat dimensi, yaitu immediacy, width, depth, dan resiliency.
Dimensi pertama, immediacy, mengukur seberapa cepat pedagang dapat
bertransaksi dalam aset itu. Jika mereka selalu dapat melakukannya dengan segera
setiap kali mereka menginginkan, maka aset tersebut likuid.
Dimensi kedua, width atau breadth, melihat likuiditas dari biaya yang harus
ditanggung untuk transaksi aset itu. Untuk properti, biaya-biaya itu adalah biaya
notaris, BPHTB (transaksi beli), dan PPh (transaksi jual). Untuk valuta asing, biaya itu
adalah selisih kurs jual dan kurs beli. Untuk saham, biaya transaksi meliputi bid-ask
spread (selisih harga beli dan harga jual) dan komisi broker. Semakin kecil biaya
transaksi sebuah aset, maka aset semakin likuid. Saat ini, spread saham likuid di BEI
bisa serendah 1/199 (10/1990 atau 25/4975) dan untuk komisi pembelian (penjualan),
angkanya mulai dari 0,19% (0,29%) dari nilai transaksi sehingga untuk transaksi dua
arah (beli dan jual), biayanya hanya sekitar 0,6%? 0,9%. Nilai ini sangat rendah
dibandingkan dengan biaya transaksi beli-jual properti yang dapat mencapai 5% atau
lebih.
Dimensi ketiga adalah depth. Untuk saham, dimensi ini melihat banyaknya order
beli dan order jual yang ada di pasar. Semakin banyak order beli (jual), semakin mudah
pedagang dapat melakukan aksi jual (beli) tanpa memengaruhi harga, sehingga saham
semakin likuid.
24
Terakhir, dimensi resiliency berhubungan dengan seberapa cepat harga aset dapat
kembali ke tingkat sebelumnya jika terjadi ketidakseimbangan aksi jual (beli) dalam
jumlah besar. Jika harga suatu saham cepat kembali ke tingkat harga wajarnya seperti
sebelumnya, maka saham dinyatakan likuid.
Pengukuran tingkat likuiditas suatu saham pada penelitian dapat dilihat dari
perubahan bid-ask spread, volume turnover, dan frekuensi transaksi perdagangan
saham. Indikatornya antara lain frekuensi perdagangan, volume perdagangan, nilai
perdagangan dan seberapa banyak pihak-pihak atau investor yang bertransaksi di saham
tersebut. Semakin tinggi indikator menunjukkan likuiditas yang semakin baik. Selain
indikator–indikator tersebut, terdapat indikator lain untuk menilai likuiditas saham,
yaitu fluktuasi atau perubahan harga saham tersebut. Semakin stabil perubahan harga
saham, maka likuiditas saham akan semakin tinggi.
Sebagai instrumen investasi, saham yang likuid memiliki beberapa keunggulan.
Pertama, harga pasar yang terbentuk lebih mencerminkan kondisi fundamental emiten
karena harga terbentuk berdasarkan mekanisme pasar. Kedua, saham yang likuid lebih
aman bagi investor karena sewaktu-waktu investor membutuhkan dana, ia bisa
langsung melepas sahamnya di pasar pada harga wajar. Ketiga, saham yang likuid
memiliki ruang lingkup distribusi yang lebih menyebar. Keempat, perubahan atau
fluktuasi harga lebih stabil, tidak melonjak-lonjak dan likuiditasnya bersifat kontinus.
Saham yang likuid tidak hanya menguntungkan bagi investor. Ia juga membawa
berkah bagi issuer atau emiten. Dengan tingkat likuiditas yang tinggi, setidaknya
mendongkrak reputasi emiten di mata publik. Investor percaya terhadap kinerja
(performance) emiten dan tren pertumbuhan ke depan. Pada gilirannya, hal ini tentu
akan memudahkan emiten untuk menggali dana jika dibutuhkan sewaktu-waktu untuk
ekspansi usaha.
25
2.3. MANAGEMEN LABA
Copeland (1968) mendefinisi managemen laba sebagai, “some ability to increase or
decrease reported net income at will.” Ini berarti bahwa managemen laba mencakup
usaha managemen untuk memaksimalkan, atau meminimalkan laba, termasuk perataan
laba sesuai dengan keinginan managemen. Managemen laba diyakini muncul sebagai
konsekuensi langsung dari upaya-upaya manager atau pembuat laporan keuangan untuk
melakukan managemen informasi akuntansi, khususnya laba (earnings), demi
kepentingan pribadi dan/atau perusahaan (Gumanti, 2003).
Verbrugen et al. (2008), berdasarkan review yang dilakukannya, mengidentifikasi
empat cara yang dapat ditempuh oleh manager untuk melakukan managemen laba,
yaitu, pertama, managemen laba melalui manipulasi akrual dengan tanpa konsekuensi
langsung terhadap aliran kas perusahaan. Kedua, manager dapat melakukan
managemen laba melalui alokasi kos atau pergeseran laba. Ketiga, managemen laba
dapat dilakukan melalui pengungkapan (disclosure). Terakhir, manager juga memiliki
kemungkinan untuk mengelola atau mengatur angka laba yang dilaporkan melalui
manipulasi aktivitas nyata (real earnings management).
Menurut Scott (2000), pengelolaan laba yang dilakukan perusahaan dapat bersifat
efisien (meningkatkan keinformatifan laba dalam mengomunikasikan informasi privat)
dan dapat bersifat oportunis (managemen melaporkan laba secara oportunis untuk
memaksimalkan kepentingan pribadinya). Literatur-literatur tersebut hanya sedikit
mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan yang menjadi perhatian pembuat standar,
misalnya saja apakah managemen laba memang selalu terjadi ataukah hanya terjadi di
waktu tertentu saja, atau akrual manakah yang biasanya dikelola dan pengaruhnya
terhadap keputusan pengalokasian sumber daya.
26
Healy and Wahlen (1999) memberikan suatu definisi managemen laba yang
dipandang dari perspektif penyusun standar. Mereka menyatakan bahwa managemen
laba terjadi pada saat manager menggunakan penilaian dalam pelaporan keuangan dan
pada saat penstrukturan transaksi untuk mengubah laporan keuangan yang dapat
menyesatkan beberapa pemegang saham mengenai kinerja ekonomi perusahaan atau
untuk memengaruhi hasil kontrak yang tergantung pada angka akuntansi yang
dilaporkan.
“Earnings management occurs when managers use judgment in financial reporting and in structuring transactions to alter financial reports to either mislead some stakeholders about the underlying economic performance of the company or to influence contractual outcomes that depend on reported accounting numbers” (Healy and Wahlen, 1999, p.365).8
Schipper (1989) mengartikan managemen laba sebagai tindakan intervensi yang
dilakukan managemen terhadap proses pelaporan keuangan kepada pihak eksternal
dengan maksud untuk memeroleh keuntungan pribadi. Sedangkan Healy (1985)
barangkali adalah orang pertama yang mencoba untuk mengungkapkan kemungkinan
munculnya managemen laba, khususnya keterkaitan antara managemen laba dan pola
bonus (bonus schemes) dalam proses pelaporan data keuangan.
Meskipun diterima secara luas, kedua definisi tersebut sulit untuk
dioperasionalisasi secara langsung dengan menggunakan atribut-atribut laporan
keuangan karena definisi yang diberikan oleh Schipper (1989) dan Healy dan Wahlen
(1999) lebih berfokus pada tujuan managerial yang tidak dapat diukur secara langsung
(unobservable). Selain itu, dua definisi tersebut juga tidak menjelaskan motivasi di
balik managemen laba.
Watts dan Zimmerman (1986) mengajukan tiga hipotesis motivasi managemen
laba yang meliputi:
8 Healy dan Wahlen, 1999 menggunakan definisi ini untuk mereview beberapa penelitian dalam managemen laba.
27
1. Hipotesis Program Bonus
Hipotesis ini menyatakan bahwa manager akan termotivasi untuk memilih
prosedur akuntansi yang meningkatkan keuntungan yang dilaporkan dalam upaya
untuk memaksimalkan imbalan bonus. Sehingga laba akan dikelola sedemikian
rupa agar dapat mencapai batas yang diinginkan, yaitu dalam batas atas dan batas
bawah yang ditetapkan (Healy, 1985).
2. Hipotesis Perjanjian Hutang
Hipotesis perjanjian hutang menyatakan bahwa manager termotivasi melakukan
managemen laba untuk menghindari pelanggaran perjanjian utang. Kreditor
biasanya membatasi pembayaran dividen, pembelian kembali saham beredar, dan
penambahan utang untuk menjamin pembayaran pokok utang dan bunga.
3. Kos politik
Hipotesis kos politik menguji peran pilihan kebijakan akuntansi dalam proses
politik. Proses politik menimbulkan kos bagi perusahaan atau industri yang
diyakini memperoleh keuntungan dari publik atau memperoleh laba sangat tinggi.
Laba sangat tinggi mengakibatkan perusahaan ditekan agar menurunkan harga jual
atau pemerintah meregulasi harga. Manager memiliki insentif dalam pemilihan
metoda akuntansi dan penggunaan diskresi untuk menurunkan laba dan risiko
politik.
Verbrugen et al. (2008) mengidentifikasikan lima kategori motivasi managemen
pajak, yaitu: 1) insentif pasar modal, 2) signaling/merahasiakan informasi privat, 3) kos
politis, 4) membuat CEO terlihat bagus dan 5) motivasi internal. Verbrugen et al.
(2008) berdasarkan reviewnya mengidentifikasikan empat cara yang dapat ditempuh
oleh manager untuk melakukan managemen laba, yaitu: 1) managemen laba melalui
akrual; 2) managemen laba melalui alokasi biaya atau pergeseran laba; 3) managemen
28
laba melalui pengungkapan; dan 4) managemen laba melalui manipulasi aktivitas
nyata.
Keterlibatan dalam managemen laba memiliki konsekuensi yang berbeda.
Sebagaimana disebutkan di atas, perusahaan dapat berusaha untuk meningkatkan harga
saham atau menghindar dari kos politis. Manager dapat meningkatkan pembayaran
bonus atau nilai dari opsi saham atau meningkatkan reputasi mereka, namun usaha-
usaha ini juga memiliki konsekuensi negatif bagi perusahaan-perusahaan yang terlibat
dalam managemen laba. Konsekuansi negatif bagi perusahaan-perusahaan yang terlibat
dalam managemen laba, misalnya, adalah adanya kos litigasi, penurunan harga saham
atau bahkan kehilangan reputasi. Dampak negatif yang diakibatkan managemen laba,
dengan sendirinya menjadi pembatas kuat untuk melakukan tindakan tersebut.
Isu-isu mengenai cara pencegahan managemen laba memang menjadi topik yang
sangat menarik untuk diteliti. Verbrugen et al. (2008) mengidentifikasi ada tiga cara
yang digunakan untuk membatasi managemen laba, yaitu: 1) peningkatan standar
akuntansi, peran Bapepam dan kendali pemerintah untuk membatasi managemen laba;
2) audit sebagai pembatas managemen laba; dan 3) karakteristik perusahaan yang
membatasi managemen laba.
Beberapa penelitian managemen laba yang dipublikasi di Jurnal Riset Akuntansi
Indonesia juga mengangkat isu mengenai pembatasan managemen laba, misalnya
penelitian yang dilakukan oleh Ardiati (2005), Veronica dan Utama (2006) dan Sanjaya
(2008). Ardiati (2005) memberikan bukti empiris adakah pengaruh managemen laba
pada perusahaan yang diaudit oleh KAP big 5 dibandingkan dengan non-big 5 dan hasil
penelitiannya menunjukkan bahwa kualitas audit bisa menjadi penghalang terjadinya
managemen laba di perusahaan. Veronica dan Utama (2006) memberikan bukti empiris
mengenai pengaruh struktur pemilikan, ukuran perusahaan, dan praktik good corporate
29
governance terhadap besaran pengelolaan laba yang dilakukan oleh perusahaan. Hasil
penelitiannya menunjukkan bahwa ukuran perusahaan secara konsisten mempunyai
pengaruh negatif yang signifikan terhadap besaran pengelolaan laba yang dilakukan
perusahaan. Rata-rata pengelolaan laba pada perusahaan dengan pemilikan keluarga
tinggi dan bukan perusahaan konglomerasi secara signifikan lebih tinggi daripada rata-
rata pengelolaan laba pada perusahaan lain. Sanjaya (2008) menginvestigasi apakah
kombinasi komite audit (memenuhi syarat dan tidak memenuhi syarat atau tidak
membentuk) dan auditor (big four dan non big four) dapat mengurangi managemen
laba. Dia berhasil menunjukkan bahwa KAP yang berafiliasi dengan big four mampu
mengurangi managemen laba. Namun, penelitian ini gagal membukukan keberadaan
komite audit sebagai salah satu lembaga dalam penerapan GCG untuk mengurangi dam
mencegah managemen laba.
2.4. SALURAN YANG MENGHUBUNGKAN GOVERNANSI PERUSAHAAN DAN
LIKUIDITAS SAHAM
Keefektifan pengelolaan sumber daya perusahaan oleh managemen dapat diketahui dari
informasi yang dihasilkan melalui reaksi pasar atas pengumuman laba. Dengan kata
lain, reaksi pasar merupakan sinyal terhadap efektivitas praktik governansi perusahaan.
Penelitian yang menguji hubungan antara governansi perusahaan internal dan
likuiditas telah dilakukan oleh Chung et al. (2009). Hasilnya menunjukkan bahwa
governansi perusahaan yang semakin baik akan memersempit spreads, mempertinggi
indeks likuiditas pasar, dan memperkecil kemungkinan terjadinya perdagangan berbasis
informasi orang dalam (inside information). Chung et al. (2009) menyatakan bahwa
governansi perusahaan memengaruhi likuiditas pasar saham karena governansi yang
efektif akan meningkatkan transparansi keuangan dan operasional, yang akan
30
mengurangi asimetri informasi antara investor dalam (pemegang saham mayoritas) dan
investor luar (spekulan/liquidity providers).
Beberapa peneliti lain, dengan menggunakan data U.S., juga meneliti hubungan
governansi perusahaan dan likuiditas, meskipun dengan pengesetan yang berbeda. Attig
et al. (2004), dengan menggunakan data bursa efek Kanada, memberi bukti empiris
bahwa saham dengan pemisahan yang besar antara hak kendali (control right) dan hak
pemilikan (ownership right), memiliki komponen asimetri informasi bid-ask spread
yang makin lebar. Chen et al. (2007) menguji pengaruh pengungkapan dan mekanisme
governansi perusahaan pada likuiditas ekuitas dan memberi bukti empiris bahwa
perusahaan yang kurang transparan dan sedikit melakukan praktik pengungkapan akan
mengalami asimetri informasi. Penelitian-penelitian tersebut memberi bukti empiris
bahwa governansi perusahaan berhubungan dengan likuiditas. Artinya, apabila
perusahaan menerapkan praktik governansi yang baik, maka likuiditas sahamnya akan
meningkat.
Berdasarkan bukti-bukti empiris tersebut, maka penelitian ini mengajukan
hipotesis bahwa semakin bagus praktik governansi perusahaan akan meningkatkan
likuiditas saham. Hipotesis tersebut dinyatakan sebagai berikut:
H1a: Governansi perusahaan berpengaruh positif pada likuiditas saham.
2.5. SALURAN YANG MENGHUBUNGKAN GOVERNANSI PERUSAHAAN DAN
MANAGEMEN LABA
Salah satu cara yang paling efisien dalam rangka untuk mengurangi terjadinya konflik
kepentingan dan memastikan pencapaian tujuan perusahaan adalah keberadaan
peraturan dan mekanisme pengendalian yang secara efektif mengarahkan kegiatan
operasional perusahaan serta kemampuan untuk mengidentifikasi pihak-pihak yang
31
memunyai kepentingan yang berbeda. Mekanisme pengendalian internal dalam
perusahaan antara lain struktur pemilikan dan pengendalian yang dilakukan oleh dewan
komisaris. Sedangkan mekanisme melalui pengendalian eksternal dapat diperankan
oleh investor, yang memiliki sumber daya dan insentif untuk memonitor perusahaan,
misalnya melalui pemilikan institusional. Selain itu, keefektifan pengelolaan sumber
daya perusahaan oleh managemen juga dapat diketahui dari informasi yang dihasilkan
melalui reaksi pasar atas pengumuman laba. Pemilikan institusional memiliki
kemampuan untuk mengendalikan pihak managemen melalui proses pemonitoran
secara efektif sehingga mengurangi tindakan managemen melakukan managemen laba.
Persentase saham tertentu yang dimiliki oleh institusi juga dapat memengaruhi proses
penyusunan laporan keuangan, yang memiliki kemungkinan adanya diskresionarisasi
sesuai dengan kepentingan pihak managemen.
Penelitian yang menginvestigasi hubungan antara praktik governansi perusahaan
dan managemen laba, antara lain dilakukan oleh Chtourou et al. (2001). Penelitian ini
menginvestigasi apakah praktik governansi perusahaan berpengaruh pada kualitas
informasi keuangan yang diterbitkan perusahaan. Secara khusus penelitian ini menguji
hubungan antara karakteristik komite audit dan dewan direksi dengan managemen laba,
yang diukur dengan akrual diskresioner. Hasilnya menunjukkan bahwa terdapat
hubungan antara managemen laba dan praktik governansi perusahaan.
Penelitian oleh Liu dan Lu (2007) menguji hubungan antara managemen laba dan
governansi perusahaan di Cina dengan menggunakan perspektif tunneling. Penelitian
ini menunjukkan bukti empiris bahwa perusahaan dengan level governansi perusahaan
yang makin tinggi memiliki level managemen laba yang makin rendah. Penelitian ini
juga menunjukkan bahwa konflik keagenan antara pemegang saham mayoritas dan
investor minoritas menempati porsi signifikan dalam masalah managemen laba pada
32
perusahaan-perusahaan publik di Cina. Selain itu, Chen et al. (2007) menginvestigasi
apakah karakteristik-karakteristik GCG yang diwajibkan oleh corporate governance
best-practice principles (CGBPP) untuk perusahaan-perusahaan yang terdaftar di bursa
efek Taiwan berhubungan dengan managemen laba. Secara khusus penelitian ini
menguji apakah independensi, keahlian finansial dan formasi sukarela dewan direksi
independen berhubungan dengan nilai absolut akrual diskresioner. Hasil penelitian
menyatakan bahwa independensi pengawas, keahlian finansial direksi independen, dan
formasi sukarela dewan direksi independen berhubungan dengan makin rendahnya
kecenderungan managemen laba. Temuan ini makin kuat ketika CGBPP diundangkan
sehingga menunjukkan bahwa implementasi CGBPP menurunkan managemen laba.
Penelitian lain dengan menggunakan data Indonesia, yang menguji hubungan
governansi perusahaan dan managemen laba dilakukan antara lain oleh Hutapea (2007),
Hidayat (2008), serta Iqbal dan Fachriyah (2008). Penelitian-penelitian tersebut
memberikan bukti empiris bahwa governansi perusahaan merupakah alat efektif untuk
meredakan managemen laba.
2.6. SALURAN YANG MENGHUBUNGKAN MANAGEMEN LABA DAN
LIKUIDITAS SAHAM
Jensen (2004) menunjukkan bahwa perataan laba untuk memenuhi proyeksi pasar akan
membawa pada keputusan buruk yang merusak nilai perusahaan. Sementara itu, Leuz
et al. (2003), yang menguji perbedaan lintas negara dalam hal managemen laba,
menemukan bahwa timbulnya asimetri informasi disebabkan karena pihak managemen
mencoba melindungi kepentingan privat mereka dengan menggunakan managemen
laba untuk menutupi kinerja perusahaan dari pihak investor (outsider). Chung et al.
(2008) meneliti hubungan antara managemen laba dan likuiditas. Chung et al. (2008)
33
menduga bahwa dorongan untuk menyalahsajikan kinerja perusahaan melalui
managemen laba muncul dari konflik kepentingan antara pihak managemen dan
investor. Apabila investor menemukan adanya managemen laba yang agresif, maka
mereka akan melindungi diri dengan cara melebarkan bid-ask spread yang akan
mencerminkan tingkat likuiditas saham yang menurun. Dengan demikian, semakin
besar managemen laba akan semakin memperlebar bid-ask spread dan menurunkan
likuiditas. Penelitian ini menunjukkan adanya korelasi antara peningkatan managemen
laba dengan peningkatan adverse selection cost serta makin lebarnya bid-ask spread
sebagai pengukur likuiditas saham.
Penelitian yang dilakukan oleh Chung et al. (2009), yang menguji hubungan
antara governansi perusahaan dan likuiditas, Chen et al. (2007), yang menguji
hubungan governansi perusahaan dan managemen laba, serta penelitian oleh Chung et
al. (2008), yang menguji hubungan antara managemen laba dan likuiditas,
memunculkan dugaan adanya mekanisme pemediasian antara hubungan governansi
perusahaan dan likuiditas. Penelitian yang menguji adanya mekanisme pemediasian
antara governansi perusahaan dan likuiditas saham antara lain dilakukan oleh Goh et al.
(2008). Sayangnya, penelitian tersebut tidak menyebutkan landasan teoretis yang kokoh
mengapa perlu dilakukan investigasi atas hubungan langsung antara governansi
perusahaan dan likuiditas saham.
Goh et al. (2008) hanya menyebutkan bahwa penelitian tersebut dimotivasi oleh
tujuan membuka ‘black-box’ hubungan antara governansi perusahaan dan likuiditas
saham. Penelitian tersebut menguji adanya pengaruh langsung dan taklangsung antara
governansi perusahaan dan likuiditas saham dengan menggunakan tiga variabel
pemediasi, yaitu adverse selection (kemungkinan terjadinya perdagangan oleh
pedagang terinformasi—informed traders), pengungkapan sukarela, dan ulasan analis
34
(analyst following). Penelitian tersebut dimotivasi oleh beberapa penelitian terdahulu
yang menguji hubungan governansi perusahaan dengan variabel-variabel lain. Namun,
karena tidak terdapat penelitian yang menguji hubungan tersebut secara simultanus,
maka penelitian oleh Goh et al. (2008) bermaksud menguji hubungan tersebut secara
simultanus. Penelitian oleh Goh et al. (2008) menunjukkan bahwa memang terdapat
hubungan taklangsung antara governansi perusahaan dan likuiditas saham dengan
melalui mekanisme pemediasian. Selanjutnya, Goh et al. (2008) menyebutkan bahwa di
antara ketiga mekanisme pemediasian, variabel adverse selection memiliki peran paling
penting dalam memediasi pengaruh governansi perusahaan pada likuiditas saham jika
dibandingkan dengan variabel pengungkapan sukarela maupun ulasan analis (analyst
following). Variabel adverse selection menjelaskan sebesar 70% atas pengaruh mediasi
hipotesisan antara governansi perusahaan dan spread, sedangkan variabel
pengungkapan sukarela dan ulasan analis menjelaskan pengaruh pemediasian masing-
masing sebesar 16% dan 14%. Penelitian Goh et al. (2008) tersebut menjadi landasan
bagi penelitian ini untuk menginvestigasi lebih lanjut variabel lain yang memediasi
pengaruh langsung governansi perusahaan pada likuiditas saham.
Besaran ekonomis (economic magnitude) pengaruh adverse selection dalam
menjelaskan hubungan pemediasian antara governansi perusahaan dan likuiditas saham
merupakan motivasi untuk memfokuskan penelitian pada adverse selection cost.
Penelitian yang dilakukan oleh Chung et al. (2008) menunjukkan adanya korelasi
antara peningkatan managemen laba dengan peningkatan adverse selection cost serta
makin lebarnya bid-ask spread sebagai pengukur likuiditas saham. Penjelasan yang
dapat diberikan atas hasil ini adalah ketika terjadi managemen laba, maka asimetri
informasi meningkat. Karena informasi tidak mencerminkan kinerja perusahaan yang
sesungguhnya, maka investor berusaha mencari informasi dalam sehingga terjadilah
35
perdagangan dengan menggunakan informasi privat. Asimetri informasi juga
menyebabkan investor melindungi dirinya dengan memperlebar bid-ask spread. Oleh
karena itu, dalam kondisi terdapat managemen laba, likuiditas akan menurun yang
ditunjukkan dengan makin lebarnya bid-ask spread.
Berdasarkan saluran-saluran yang menghubungkan antara governansi perusahaan
dan managemen laba serta antara managemen laba dan likuiditas, maka penelitian ini
mengajukan hipotesis bahwa semakin baik praktik governansi perusahaan akan
mengurangi kecenderungan melakukan managemen laba. Tingkat managemen laba
yang makin rendah akan meningkatkan likuiditas saham. Hipotesis tersebut dinyatakan
sebagai berikut:
H2a: Governansi perusahaan berpengaruh terhadap likuiditas saham melalui
managemen laba.
Sedangkan untuk model penelitian digambarkan sebagai berikut:
ManagemenLaba
Governansi Perusahaan
Likuiditas Saham
H1
H2
36
BAB 3
METODA PENELITIAN
3.1. DATA DAN SAMPEL
Penelitian ini menggunakan data sekonder. Data yang digunakan dalam penelitian ini
berupa laporan keuangan perusahaan yang terdaftar di BEI, yang tersedia di pusat data
bisnis dan ekonomi (PDBE) UGM, informasi keuangan lain yang tersedia di ICMD dan
data OSIRIS untuk variabel likuiditas saham dan managemen laba. Sedangkan variabel
governansi perusahaan (corporate governance) menggunakan data skor CGPI yang
diperoleh dari IICG (Indonesian Institute for Corporate Governance).
Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan-perusahaan yang mengikuti
survei CGPI (corporate governance perception index) IICG untuk perioda 2003-2007.
Sampel yang digunakan adalah perusahaan-perusahaan nonkeuangan peserta survei
yang terdaftar di BEI dan sahamnya aktif diperdagangkan dari perioda tahun 2003-
2007. Alasan hanya menguji perusahaan-perusahaan nonkeuangan adalah kemungkinan
terjadinya bias akibat karakteristik industri yang berbeda jika menggunakan
perusahaan-perusahaan, baik keuangan maupun nonkeuangan. Alasan lain adalah
karena perusahaan-perusahaan nonkeuangan memiliki regulasi yang tidak seketat
perusahaan-perusahaan keuangan (terutama sektor perbankan), dengan demikian
diharapkan praktik governansi perusahaan sukarela yang diterapkan perusahaan lebih
diresponsa oleh investor. Sampel tidak mengkhususkan pada sektor tertentu, misalnya
pemanufakturan, karena penelitian ini tidak bermaksud menginvestigasi fungsi tertentu.
Metoda penyampelan yang digunakan adalah metoda penyampelan bersasaran
(purposive sampling) dengan sasaran sampel sebagai berikut:
− Perusahaan nonkeuangan peserta survei yang terdaftar di BEI selama lima
tahun terakhir, yaitu sejak 2003 hingga 2007.
37
− Perusahaan yang menerbitkan laporan tahunan yang berakhir pada tanggal 31
Desember selama perioda pengamatan.
− Laporan keuangan dinyatakan dalam mata uang rupiah.
− Memiliki semua data yang digunakan untuk menghitung variabel yang
menjadi fokus dalam penelitian ini seperti untuk menghitung total akrual,
akrual nondiskresioner (nondiscretionary accruals) dan akrual diskresioner
(discretionary accruals).
− Perusahaan yang diestimasi melakukan managemen laba.
3.2.VARIABEL DAN PENGUKURAN
3.2.1. Governansi perusahaan
Governansi perusahaan (corporate governance) didefinisi sebagai seperangkat aturan
dan prinsip-prinsip, yaitu keadilan (fairness), transparansi (transparency), akuntabilitas
atau pertanggungjelasan (accountability), dan pertanggungjawaban (responsibility),
yang mengatur hubungan antara pemegang saham, managemen perusahaan (direksi dan
komisaris), pihak kreditor, pemerintah, karyawan serta pemegang kepentingan
(stakeholders) lainnya yang berkaitan dengan hak dan kewajiban masing-masing
pihak. Tujuannya adalah untuk menciptakan nilai tambah bagi seluruh pemegang
kepentingan (stakeholders) dalam perusahaan. Adanya nilai tambah bagi pemegang
kepentingan (stakeholders) ini akan menarik investor untuk menanamkan modalnya di
perusahaan yang bersangkutan.
Penelitian ini menggunakan corporate governance perception index (CGPI), hasil
pemeringkatan penerapan governansi perusahaan (corporate governance) yang
dilaporkan oleh The Indonesian Institute for Corporate Governance (IICG). Alasan
penggunaan indeks ini disebabkan oleh keterbatasan data tentang penelitian penerapan
38
governansi perusahaan (corporate governance) pada perusahaan-perusahaan di
Indonesia. Indeks tersebut merupakan satu-satunya indeks (yang dipublikasi) dari hasil
penelitian pada perusahaan-perusahaan di Indonesia dengan menggunakan instrumen
yang telah disesuaikan dengan ketentuan-ketentuan peraturan yang berlaku di Indonesia
(Khomsiyah, 2005).
Komponen indeks tersebut adalah prinsip-prinsip governansi perusahaan yang
telah dikembangkan oleh OECD (organization for economic and cooperation
development), yaitu keadilan, akuntabilitas, responsibilitas, dan transparansi. Prinsip
tersebut telah dijabarkan sesuai dalam 7 bagian: komitmen, dewan komisaris, dewan
direksi, komite fungsional, hak pemegang saham, responsibilitas, dan transparansi.
Indeks ini menggunakan skala interval 0–100.
3.2.2. Managemen laba
Variabel managemen laba diukur dengan menggunakan akrual diskresioner. Akrual
diskresioner merupakan akrual yang terjadi karena pemilihan kebijakan akuntansi oleh
manager perusahaan. Model yang digunakan untuk mengukur terjadinya managemen
laba adalah model Jones (1991). Model ini dipilih berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Sanjaya (2008) yang memberikan bukti empiris bahwa model Jones asli
dan model Jones modifikasian (Dechow, 1995) adalah sama dan konsisten dalam
mendeteksi managemen laba.
Managemen laba didefinisi sebagai tindakan manager untuk menggunakan
pertimbangan (judgment) dalam pelaporan keuangan dan strukturisasi transaksi-
transaksi dengan tujuan untuk menyesatkan beberapa pemegang kepentingan
(stakeholders) tentang kinerja perusahaan atau memengaruhi kontraktual karena
kontrak-kontrak ini dibatasi oleh angka-angka akuntansi (Healy dan Wahlen, 1999).
39
Hasil pengukuran akrual diskresioner tinggi atau positif mengindikasi bahwa manager
melakukan income increasing. Sebaliknya, jika hasil pengukuran akrual diskresioner
turun atau negative, maka hal ini mengindikasi bahwa manager melakukan income
decreasing. Jika hasil pengukuran akrual diskresioner bernilai nol, maka hal ini
mengindikasi bahwa manager tidak melakukan managemen laba.
Langkah-langkah untuk melakukan perhitungan model Jones adalah sebagai
berikut (Sanjaya, 2008):
a) Menghitung besarnya total akrual seluruh perusahaan manufaktur dengan
pendekatan aliran kas, yaitu selisih antara laba sebelum pos luar biasa, operasi
diskontinus, dan akumulasi perubahan metoda akuntansi perusahaan dengan
aliran kas operasi dari tahun 2003-2007.
b) Melakukan regresi untuk mendapatkan angka-angka untuk koefisien α1, α2, α3
dengan variabel dependen total akrual dan variabel independen adalah total
aktiva tahun sebelumnya (t-1), perubahan pendapatan, total aktiva tetap kotor
perusahaan pada tahun ke-t.
c) Setelah mendapatkan nilai untuk koefisien α1, α2, α3, maka dilakukan estimasi
besarnya akrual nondiskresioner selama tahun peristiwa. Menurut model Jones
(1991), akrual nondiskresioner diestimasi selama tahun peristiwa sebagai berikut:
NDAit = α1 (1/Ait-1) + α2 (ΔRevit/Ait-1) + α3 (PPEit/Ait-1)
dalam hal ini,
NDAit: akrual nondiskresioner perusahaan i pada perioda t.
Ait-1: total aktiva perusahaan i pada perioda t-1.
ΔRevit: perubahan pendapatan perusahaan i pada perioda t.
PPEit: total aktiva tetap kotor perusahaan i pada perioda ke-t.
40
d) Dari perhitungan persamaan di atas akan diperoleh nilai NDAit, yaitu akrual
nondiskresioner pada tahun t. setelah mendapatkan angka ini, maka akan
didapatkan nilai akrual diskresioner (DAit) dengan mengurangi nilai TAit, yaitu
total akrual perusahaan i pada perioda ke-t.
DAit = TAit/Ait-1 - [α1(1/Ait-1) + α2(ΔRevt/Ait-1) + α3(PPEt/Ait-1)]
Sanjaya (2008) menjelaskan bahwa penelitian yang dilakukannya menggunakan
akrual diskresioner absolut karena tidak terdapat data tentang kejadian
sebelumnya yang menjelaskan motif managemen untuk melakukan managemen
laba.
3.2.3. Likuiditas saham
Likuiditas merupakan sebuah keadaan yang di dalamnya investor mudah melakukan
jual beli dan bahkan mudah menentukan harga sekuritas (Goh et al., 2008). Likuiditas
saham merujuk pada aktivitas perdagangan saham di bursa efek. Tia merupakan
keunggulan aset finansial atas aset real karena tanpa likuiditas, pasar modal menjadi
tidak menarik dan akan kehilangan perannya sebagai sarana investasi sekaligus sumber
pembiayaan. Acharya dan Pedersen (2005) menyatakan bahwa kos ekuitas akan lebih
besar pada kondisi pasar yang semakin nonlikuid. Likuiditas maksimal ketika pedagang
dapat bertransaksi tanpa ada penundaan waktu maupun ketidakpastian harga.
Pengukuran tingkat likuiditas suatu saham pada penelitian dapat dilihat dari
perubahan bid-ask spread, volume turnover, dan frekuensi transaksi perdagangan
saham. Indikatornya antara lain frekuensi perdagangan, volume perdagangan, nilai
perdagangan dan seberapa banyak pihak-pihak atau investor yang bertransaksi di saham
tersebut. Semakin tinggi indikator menunjukkan likuiditas yang semakin baik. Selain
indikator–indikator tersebut, terdapat indikator lain untuk menilai likuiditas saham,
41
yaitu fluktuasi atau perubahan harga saham tersebut. Semakin stabil perubahan harga
saham, maka likuiditas saham akan semakin tinggi.
Penelitian ini menggunakan ukuran frekuensi perdagangan saham (trading
frequency) dengan beberapa alasan. Pertama, kriteria yang selama ini digunakan untuk
menetapkan 45 saham terlikuid (LQ45) setiap enam bulan adalah volume dan frekuensi
transaksi. Artinya, semakin besar volume dan frekuensi transaksi, maka semakin tinggi
likuiditas. Di samping itu, penelitian yang dilakukan oleh Febrian dan Herwany (2008),
yang menguji ketiga ukuran likuiditas (bid-ask spread, frekuensi perdagangan dan
rasio-rasio likuiditas) dengan menggunakan model ARCH (autoregressive conditional
heteroscedasticity) dan GARCH (generalized autoregressive conditional
heteroscedasticity), menyediakan bukti empiris bahwa frekuensi perdagangan dengan
data bulanan merupakan ukuran yang paling tepat untuk mengukur likuiditas saham di
BEI. Hal ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Fleming (2003) dan
Huang et al. (2002), yang menyediakan bukti empiris bahwa frekuensi perdagangan
memiliki tingkat signifikansi paling tinggi dibandingkan kedua variabel yang lain.
3.3. PENGUJIAN ASUMSI KLASIK
Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah governansi perusahaan memengaruhi
likuiditas saham dan apakah hubungan tersebut dimediasi oleh managemen laba.
Analisis yang digunakan untuk menguji hubungan langsung dan taklangsung adalah
dengan uji regresi berganda (multiple regression) atau biasa dinyatakan dalam ordinary
least square (OLS).
Cohen dan Cohen (1983) dalam Solihin (2006) menyatakan bahwa untuk menguji
kecukupan (adequacy) model regresi, maka residual (residuals) dari nilai regresi
estimasian harus diuji. Oleh karena itu, sebelum menguji hipotesis dilakukan pengujian
42
untuk memastikan bahwa asumsi mendasar pada model regresi terpenuhi. Tes
dilakukan terhadap normalitas residual, homogenitas variansi residual, dan ketepatan
model linear. Untuk memastikan terpenuhinya asumsi mendasar pada model regresi,
maka keberadaan multikolinearitas diuji dengan uji toleransi (tolerance test) dan uji
VIF (variance inflation factor) untuk masing-masing model regresi.
3.4. PENGUJIAN HIPOTESIS
Kenny (2009) menyatakan bahwa pengaruh governansi perusahaan (X) pada likuiditas
saham (Y) mungkin dimediasi oleh sebuah proses atau variabel managemen laba (M),
sedangkan variabel governansi perusahaan masih memiliki pengaruh pada likuiditas
saham. Jalur c disebut pengaruh total (total effect) sedangkan model mediasian adalah
sebagai berikut:
Jalur c’ merupakan pengaruh langsung (direct effect). Variabel mediator disebut
sebagai variabel mediasi (intervening variable) atau variabel proses. Pemediasian
penuh terjadi ketika variabel X tidak langsung memengaruhi variabel Y setelah M
dikontrol, dengan demikian jalur c’ adalah nol.
Dalam konteks penelitian ini, maka jalur c terjadi karena adanya pengaruh total
variabel governansi perusahaan pada likuiditas saham sedangkan jalur c’ merupakan
pengaruh langsungnya. Pemediasian penuh terjadi ketika variabel governansi
X Yc
X Yc’
M a b
43
perusahaan tidak langsung memengaruhi variabel likuiditas saham setelah variabel
managemen laba dikontrol.
Kenny (2009) menyatakan bahwa model mediasional merupakan model
kausalitas. Misalnya, managemen laba (mediator) diduga memengaruhi likuiditas
saham (Y). Jika model prakiraan tidak tepat, maka hasil analisis mediasional bernilai
kecil. Pemediasian tidak didefinisi secara statistis. Data statistik digunakan untuk
mengevaluasi model mediasional prakiraan. Selanjutnya, Kenny (2009) menyatakan
bahwa jika sebuah model mediasional telah ditetapkan secara benar, maka jalur-jalur di
atas (c, a, b, dan c’) dapat diestimasi dengan menggunakan regresi ganda (multiple
regression) yang kadang disebut dengan istilah ordinary least square atau OLS.
Pengujian hipotesis, baik H1 maupun H2 menggunakan langkah-langkah pengujian
pemediasian oleh Baron dan Kenny (1986) dan Judd dan Kenny (1981).
Baron dan Kenny (1986) dan Judd dan Kenny (1981) telah mendiskusikan 4 tahap
untuk menetapkan pemediasian:
Langkah 1. Langkah pertama bertujuan untuk menunjukkan bahwa variabel
governansi perusahaan (X) berhubungan dengan variabel likuiditas saham (Y). Dengan
menggunakan likuiditas sahan sebagai variabel kriteria (criterion variable) dalam
persamaan regresi dan governansi perusahaan sebagai prediktor, maka dilakukan
estimasi dan pengujian jalur c. Langkah ini bertujuan untuk menetapkan bahwa ada
pengaruh yang mungkin dimediasi.
Langkah 2. Langkah kedua bertujuan untuk menunjukkan bahwa variabel
governansi perusahaan (X) berhubungan dengan managemen laba (M). Dengan
menggunakan managemen laba (M) sebagai variabel kriteria (criterion variable) dalam
persamaan regresi dan governansi perusahaan (X) sebagai variabel prediktor, maka
selanjutnya dilakukan estimasi dan pengujian atas jalur a.
44
Langkah 3. Dengan menggunakan likuiditas saham sebagai variabel kriteria
dalam persamaan regresi dan managemen laba (M) sebagai prediktor, maka dilakukan
estimasi dan pengujian jalur b. Dalam konteks penelitian ini, langkah ketiga bertujuan
menunjukkan bahwa managemen laba (M) memengaruhi variabel likuiditas saham (Y).
Tidak cukup hanya dengan menghubungkan managemen laba dengan likuiditas
saham (M dan Y), baik managemen laba maupun likuiditas saham (M dan Y) harus
berhubungan karena keduanya disebabkan oleh variabel governansi perusahaan. Variabel
governansi perusahaan harus dikontrol dalam menetapkan pengaruh managemen laba
(M) pada likuiditas saham (Y).
Langkah 4. Untuk menetapkan bahwa managemen laba (M) sepenuhnya
memediasi hubungan governansi perusahaan dan likuiditas saham, maka pengaruh
governansi perusahaan pada likuiditas saham (jalur c’) harus nol. Pengaruh langkah
ketiga dan keempat diestimasi dalam persamaan yang sama. Jika semua langkah
dipenuhi, sedangkan data konsisten dengan hipotesis bahwa variabel managemen laba
memediasi sepenuhnya hubungan governansi perusahaan dan likuiditas saham, dan jika
ketiga langkah pertama terpenuhi, tetapi langkah keempat tidak, maka hal ini
merupakan indikasi adanya pemediasian parsial.
45
BAB 4
ANALISIS DATA
4.1. PENGUMPULAN DATA
Populasi dalam penelitian ini adalah semua perusahaan peserta survei CGPI (corporate
governance perception index) oleh IICG (the Indonesian Institute for Corporate
Governance) yang terdaftar di BEI. Sampel penelitian adalah perusahaan nonkeuangan
peserta survei CGPI, yang terdaftar di BEI, yang datanya tersedia untuk menghitung
variabel-variabel yang diuji dalam penelitian ini. Perioda penelitian adalah tahun 2003
sampai dengan 2007. Untuk kepentingan penelitian ini diperlukan data perusahaan
yang terdaftar di BEI dari tahun 2002 hingga 2007. Perusahaan peserta survei CGPI
2003-2007 adalah sebanyak 132 perusahaan. Dari 132 perusahaan tersebut dikeluarkan
sejumlah 39 perusahaan yang berasal dari sektor keuangan (perbankan, perusahaan
kredit selain bank, perusahaan sekuritas dan perusahaan asuransi). Dari 93 perusahaan,
sejumlah 58 perusahaan harus dikeluarkan dari sampel karena datanya tidak lengkap
atau bukan perusahaan publik. Dengan demikian yang digunakan sebagai sampel dalam
penelitian ini adalah 35 perusahaan dengan 5 tahun pengamatan. Pemilihan sampel
secara ringkas dapat dilihat di tabel 4.1.
Tabel 4.1. Pemilihan Sampel Penelitian
Keterangan Jumlah Perusahaan/Tahun
2007 2006 2005 2004 2003
Perusahaan peserta survei CGPI 28 25 26 22 31
Perusahaan keuangan 7 6 8 9 9
Perusahaan yang datanya tidak lengkap atau bukan perusahaan publik 13 11 8 9 17
Total perusahaan yang dijadikan sampel 8 8 10 4 5
46
4.2. STATISTIK DESKRIPTIF
Sebelum melakukan pengujian hipotesis, maka statistik deskriptif masing-masing
variabel yang diuji dalam penelitian ini akan dianalisis terlebih dahulu. Statistik
deskriptif variabel yang menjadi fokus penelitian ini digambarkan pada tabel 4.2.
Tabel 4.2. Statistik Deskriptif
Variabel N Minimum Maksimum Mean Deviasi Standar
GP ML LS
35 35 35
56,38 ‐0,356013468 1
87,40,7534790352099,5
76,55942857‐0,021084851 295,0421818
6,6459952310,168493034 374,6778079
Tabel 4.2 memerlihatkan nilai mean dari variabel governansi perusahaan (GP)
sebesar 76,56, sedangkan nilai tertinggi GP adalah 87,4 dan nilai terendahnya adalah
sebesar 56,38, dengan standar deviasi sebesar 6,65. Dari data tersebut terlihat bahwa
rata-rata perusahaan yang menjadi sampel penelitian telah memiliki praktik governansi
perusahaan yang baik, meskipun terdapat variansi nilai praktik governansi perusahaan
yang cukup besar.
Nilai mean managemen laba (ML) sampel observasian adalah -0,021. Nilai
tertinggi ML adalah 0,753 sedangkan nilai terendah adalah -0,356 dengan deviasi
standar sebesar 0,168. Meskipun data tersebut menunjukkan bahwa aktivitas
managemen laba yang dilakukan perusahaan sampel memiliki kisaran akrual
diskresioner dari negatif ke positif, namun motif perusahaan melakukan managemen
laba tidak dapat diketahui. Hal ini disebabkan karena intensitas managemen laba yang
berkisar dari negatif ke positif tidak serta merta menunjukkan bahwa perusahaan
melakukan managemen laba dengan cara menurunkan atau menaikkan laba. Oleh
karena itu, dalam penelitian ini tidak dibedakan apakah perusahaan melakukan
managemen laba dengan menurunkan atau menaikkan laba.
47
Nilai mean likuiditas saham (LS) sampel observasian adalah 295,04. Nilai
tertinggi LS adalah 2099,5 sedangkan nilai terendah adalah 1 dengan deviasi standar
sebesar 374,678. Dari data tersebut dapat kita lihat bahwa terjadi variansi yang sangat
besar atas nilai likuiditas saham perusahaan-perusahaan publik di Indonesia yang
menjadi sampel pada penelitian ini. Data tersebut menunjukkan bahwa ada saham
perusahaan sampel yang sahamnya tidak secara aktif diperdagangkan di lantai bursa,
dan ada pula perusahaan sampel yang sahamnya sangat aktif diperdagangkan. Hal ini
terlihat aneh ketika dibandingkan dengan nilai praktik governansi perusahaan sampel
yang rata-rata menunjukkan nilai yang baik.
4.3. PENGUJIAN ASUMSI KLASIK
Pengujian atas hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini menggunakan teknik
analisis regresi berganda (multiple regression) sebagaimana yang disarankan oleh
Baron dan Kenny (1986). Teknik estimasi variabel dependen yang melandasi analisis
regresi disebut ordinary least squares (OLS). Menurut Gujarati (2003), terdapat
sepuluh asumsi utama yang mendasari model regresi linier klasik dengan menggunakan
model OLS. Dari sepuluh asumsi tersebut, terdapat tiga asumsi yang penting untuk
diperhatikan pada penelitian ini, yaitu normalitas, heteroskedastisitas, dan
multikolinearitas.
Uji heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi
ketidaksamaan variansi dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Uji
heteroskedastisitas White menunjukkan nilai p sebesar 0,459711, yang menunjukkan
bahwa tidak terdapat masalah heteroskedastisitas. Namun, uji heteroskedastisitas
Breusch-Pagan menunjukkan nilai p sebesar 0,006803, yang menunjukkan bahwa
terjadi masalah heteroskedastisitas. Untuk mengatasinya, maka dilakukan pengujian
48
hipotesis, baik langkah pertama hingga langkah keempat, dengan menggunakan model
heteroskedastisitas koreksian. Dengan demikian, langkah-langkah pengujian kedua
hingga keempat menyesuaikan dengan model heteroskedastisitas koreksian.
Pengujian normalitas dilakukan untuk mengetahui normal atau tidaknya suatu
distribusi data. Pengujian normalitas pada penelitian ini menggunakan uji normalitas
chi-square. Hasil uji normalitas menunjukkan bahwa distribusi data pada ketiga
pengujian regresi adalah normal. Hal ini ditunjukkan dengan nilai p sebesar 0,00000
pada pengujian pertama; 0,00003 pada pengujian kedua; dan 0,00000 pada pengujian
ketiga.
Salah satu asumsi model regresi linear adalah bahwa tidak terdapat masalah
multikolinearitas antara variabel independen yang masuk dalam model penelitian. Salah
satu cara untuk mendeteksi ada atau tidaknya masalah multikolinearitas adalah dengan
melihat nilai VIF (variance inflation factors), bila nilai VIF kurang dari 10 dan nilai
tolerance diatas 0,10, maka tidak terdapat gejala multikolinearitas yang berbahaya dan
begitu pula sebaliknya. Dari hasil pengujian, dengan menggunakan model
heteroskedastisitas koreksian, diperoleh hasil bahwa nilai VIF sebesar 1,139. Hasil ini
menunjukkan bahwa tidak terdapat masalah multikolenearitas pada variabel governansi
perusahaan dan managemen laba.
4.4. PENGUJIAN HIPOTESIS DAN PEMBAHASAN
Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan analisis regresi. Pengujian ini
bertujuan untuk mengetahui tingkat signifikansi statistis masing-masing variabel
independen. Apabila signifikansi statistis (p-value) yang diperoleh lebih kecil dari 0,05
maka H0 dapat ditolak (α=5%). Langkah-langkah pengujian menggunakan pengujian
49
pemediasian oleh Baron dan Kenny (1986). Meretia terdiri dari empat langkah
pengujian yang dilakukan dalam tiga kali uji regresi.
4.4.1. Pengujian regresi untuk langkah pertama
Pengujian regresi pertama bertujuan untuk menguji H1, yang bermaksud untuk
menetapkan adanya pengaruh total (total effect) variabel governansi perusahaan
pada likuiditas saham. Variabel independen pada pengujian ini adalah governansi
perusahaan yang diukur dengan skor CGPI, sedangkan variabel dependennya
adalah likuiditas saham yang diukur dengan frekuensi perdagangan saham
bulanan.
Hasil pengujian menunjukkan nilai p sebesar 0,07506 (Tabel 4.3) atau
dengan kata lain hasil pengujian signifikan pada α=10%. Pengujian
heteroskedastisitas dengan uji White pada regresi pertama menghasilkan nilai p
sebesar 0,459711 yang menunjukkan tidak adanya masalah heteroskedastisitas.
Namun pengujian heteroskedastisitas dengan uji Breusch-Pagan menghasilkan
nilai p sebesar 0,006803 yang menunjukkan bahwa terdapat masalah
heteroskedastisitas (ketentuan pengujian: jika nilai p signifikan pada α=5%, maka
dukung H0, yang artinya ada masalah heteroskedastisitas).
Tabel 4.3. Hasil regresi pertama
Sebelum heteroskedastisitas koreksian
Coefficient Std. Error t-ratio p-value
Const CGPI
-1020,3217,181
718,2199,34705
-1,4206 1,8381
0,16481 0,07506*
Setelah heteroskedastisitas koreksian
Const CGPI
-852,173 14,9749
460,643 6,28496
-1,8500 2,3827
0,07329* 0,02310**
*signifikan pada α=10%
**signifikan pada α=5%
50
Untuk mengatasi masalah tersebut, maka dilakukan kembali pengujian
regresi dengan menggunakan model heteroskedastisitas koreksian yang sudah
tersedia dalam piranti lunak. Hasil pengujian menghasilkan nilai p sebesar
0,02310. Tia menunjukkan bahwa H1 terdukung pada α=5%. Artinya, terdapat
pengaruh langsung governansi perusahaan pada likuiditas saham. Tabel 4.3 juga
menunjukkan nilai koefisien yang positif, yang berarti bahwa governansi
perusahaan berpengaruh positif pada likuiditas saham. Dengan demikian, hasil
secara empiris menunjukkan bahwa semakin bagus praktik governansi
perusahaan, semakin tinggi likuiditas saham. Pengujian ini juga menunjukkan
bahwa data berdistribusi normal, yang ditunjukkan dengan nilai p pada pengujian
chi-square sebesar 0,00000.
4.4.2. Pengujian regresi untuk langkah kedua
Pengujian regresi kedua dan ketiga bertujuan untuk menguji apakah variabel
managemen laba memediasi hubungan governansi perusahaan dan likuiditas
saham, serta apakah pemediasian tersebut penuh atau parsial. Secara khusus,
pengujian regresi kedua bertujuan menguji pengaruh governansi perusahaan pada
managemen laba. Untuk menyesuaikan dengan regresi pertama yang
menggunakan model heteroskedastisitas koreksian, maka regresi kedua juga
menggunakan model yang sama. Variabel independen pada pengujian ini adalah
governansi perusahaan yang diukur dengan skor CGPI, sedangkan variabel
dependennya adalah managemen laba yang diukur dengan akrual diskresioner
(discretionary accruals) yang dihitung dengan menggunakan model Jones
(1991).
51
Hasil pengujian menghasilkan nilai p, yang secara statistis signifikan,
sebesar 0,03295 pada α=5% (Tabel 4.4). Artinya, terdapat pengaruh governansi
perusahaan pada managemen laba. Tabel 4.3 juga menunjukkan nilai koefisien
yang negatif, yang berarti bahwa governansi perusahaan berpengaruh negatif
pada managemen laba. Dengan demikian, hasil secara empiris menunjukkan
bahwa semakin bagus praktik governansi perusahaan, semakin kecil
kemungkinan managemen melakukan praktik managemen laba. Pengujian ini
juga menunjukkan bahwa data berdistribusi normal, yang ditunjukkan dengan
nilai p pada pengujian chi-square sebesar 0,00003.
Tabel 4.4. Hasil regresi kedua
Coefficient Std. Error t-ratio p-value
Const CGPI
0,797792 -0,0106896
0,361564 0,00480202
2,2065 -2,2261
0,03442** 0,03295**
**signifikan pada α=5%
4.4.3. Pengujian regresi untuk langkah ketiga dan keempat
Langkah ketiga dan keempat diuji melalui regresi ketiga. Langkah-langkah ini
bertujuan untuk menguji apakah variabel managemen laba memediasi hubungan
governansi perusahaan dan likuiditas saham, serta apakah pemediasian tersebut
penuh atau parsial. Langkah ketiga menguji pengaruh managemen laba pada
likuiditas saham, sedangkan langkah keempat bertujuan menguji apakah variabel
managemen laba memediasi hubungan governansi perusahaan dan likuiditas
saham secara penuh atau parsial. Variabel independen pada pengujian ini adalah
governansi perusahaan dan managemen laba, sedangkan variabel dependennya
adalah likuiditas saham.
52
Hasil pengujian menghasilkan nilai p, yang secara statistis signifikan pada
α=1%, sebesar 0,0005 untuk variabel governansi perusahaan dan <0,0001 untuk
variabel managemen laba (Tabel 4.5). Artinya, baik governansi perusahaan
maupun managemen laba memengaruhi likuiditas saham. Namun, karena nilai p
untuk governansi perusahaan tidak bernilai nol, maka disimpulkan bahwa
variabel managemen laba memediasi secara parsial pengaruh governansi
perusahaan pada likuiditas saham.
Koefisien variabel governansi perusahaan bernilai positif, artinya governansi
perusahaan berpengaruh positif pada likuiditas saham. Hal yang menarik
ditunjukkan oleh nilai koefisien managemen laba yang positif, sedangkan yang
diharapkan adalah negatif. Dari data tersebut disimpulkan bahwa managemen
laba justru berpengaruh positif pada likuiditas saham, artinya makin besar
managemen laba, makin tinggi likuiditas. Penjelasan yang mungkin dari hasil ini
adalah bahwa investor tidak mengetahui adanya managemen laba sehingga
peningkatan managemen laba justru meningkatkan likuiditas saham.
Tabel 4.5. Hasil regresi ketiga
Coefficient Std. Error t-ratio p-value
Const CGPI ML
-1821,2428,0657917,868
438,702 5,96202 175,117
-4,1514 4,7074 5,2415
0,00023*** 0,00005***
<0,00001*** ***signifikan pada α=1%
Tabel 4.5 juga menunjukkan bahwa tidak terdapat masalah multikolinearitas.
Ketentuan pengujian atas multikolinearitas adalah jika nilai VIF<10,0 dan nilai
tolerance diatas 0,10, maka tidak terdapat masalah multikolinearitas. Data
menunjukkan bahwa nilai VIF adalah sebesar 1,139 sehingga disimpulkan tidak
terjadi multikolinearitas. Pengujian ini juga menunjukkan bahwa data
53
berdistribusi normal, yang ditunjukkan dengan nilai p pada pengujian chi-square
sebesar 0,00000.
54
BAB 5 SIMPULAN, KETERBATASAN, DAN SARAN
5.1. SIMPULAN
Penelitian ini bertujuan untuk memeroleh bukti empiris apakah governansi perusahaan
berpengaruh positif pada likuiditas saham serta apakah pengaruh tersebut dimediasi
oleh managemen laba. Penelitian ini dilandasi oleh penelitian yang dilakukan oleh
Chung et al. (2009), yang menyatakan bahwa semakin bagus penerapan governansi
perusahaan, semakin tinggi pula tingkat likuiditas saham. Namun, terdapat fakta bahwa
meskipun peringkat penerapan governansi perusahaan di Indonesia terus mengalami
peningkatan, yang ditunjukkan oleh kenaikan skor indeks CLSA, namun praktik-
praktik governansi perusahaan ternyata belum cukup efektif untuk menaikkan tingkat
likuiditas saham, yang ditunjukkan dengan masih banyaknya saham tidur di BEI.
Adanya ketidaksinkronan hubungan tersebut memotivasi penelitian ini untuk
mendapatkan bukti empiris mengenai pengaruh langsung governansi perusahaan pada
likuiditas saham perusahaan-perusahaan publik di Indonesia.
Penelitian ini juga dilandasi oleh penelitian yang dilakukan oleh Goh et al. (2008),
yang telah menginvestigasi adanya mekanisme pemediasian yang menghubungkan
governansi perusahaan dan likuiditas saham. Goh et al. (2008) menyatakan bahwa
variabel adverse selection, pengungkapan sukarela dan ulasan analis memediasi
hubungan antara governansi perusahaan dan likuiditas saham. Sayangnya, penelitian
tersebut tidak menyebutkan landasan teoretis yang kokoh mengapa perlu dilakukan
investigasi atas hubungan pemediasian antara governansi perusahaan dan likuiditas
saham. Goh et al. (2008) hanya menyebutkan bahwa penelitian tersebut dimotivasi oleh
tujuan membuka ‘black-box’ hubungan antara governansi perusahaan dan likuiditas
saham. Penelitian di Indonesia yang menginvestigasi pengaruh langsung dan
55
taklangsung variabel governansi perusahaan pada likuiditas belum ditemukan, sehingga
belum dapat diobservasi adanya ketidakkonsistenan dalam area penelitian ini. Masih
sedikitnya penelitian yang menginvestigasi pengaruh langsung maupun taklangsung
antara governansi perusahaan dan likuiditas saham memotivasi penelitian ini untuk
menguji hubungan-hubungan tersebut.
Penelitian ini bermaksud memperluas penelitian yang dilakukan oleh Goh et al.
(2008) dengan menyediakan bukti empiris akan variabel lain yang memediasi
hubungan antara governansi perusahaan dan likuiditas saham. Dugaan bahwa
managemen laba juga memediasi hubungan antara governansi perusahaan dan
likuiditas saham didasarkan pada penelitian yang dilakukan oleh Chung et al. (2009),
Chung et al. (2008), Chen et al. (2007) serta Liu dan Lu (2007) yang menyatakan
bahwa terdapat hubungan antara governansi perusahaan, likuiditas saham dan
managemen laba dengan masing-masing pengesetan.
Sampel penelitian ini adalah perusahaan-perusahaan nonkeuangan peserta survei
CGPI tahun 2003-2007 yang diperkirakan melakukan managemen laba. Pengujian
dilakukan dengan menggunakan analisis regresi berganda (multiple regression)
sebagaimana yang disarankan oleh Baron dan Kenny (1986) serta Judd dan Kenny
(1981). Langkah-langkah pengujian terdiri dari empat tahap, sebagaimana yang
disarankan oleh Baron dan Kenny (1986), yang diuji dengan menggunakan tiga regresi.
Hasil penelitian dapat diringkas sebagai berikut:
1) Terdapat bukti empiris yang mendukung bahwa governansi perusahaan,
secara statistis, berpengaruh positif pada likuiditas saham. Artinya, makin
bagus governansi perusahaan, makin tinggi likuiditas saham. Bukti empiris
ini mendukung penelitian Chung et al. (2009), yang menyatakan bahwa
governansi perusahaan memengaruhi likuiditas saham.
56
2) Governansi perusahaan, secara statistis, berpengaruh negatif terhadap
managemen laba. Artinya, makin bagus governansi perusahaan, makin
kecil kemungkinan melakukan managemen laba. Bukti empiris ini
mendukung penelitian yang dilakukan oleh Chtourou (2001), Chen et al.
(2007), serta Liu dan Lu (2007), yang menyatakan bahwa governansi
perusahaan memengaruhi managemen laba. Penelitian ini juga mendukung
penelitian di Indonesia yang dilakukan oleh Ardiati (2005), Veronica dan
Utama (2006) serta Sanjaya (2008), yang menyatakan bahwa governansi
perusahaan merupakan penghalang bagi praktik managemen laba.
3) Managemen laba berpengaruh posistif terhadap likuiditas saham. Artinya,
makin besar managemen laba, makin tinggi pula likuiditas saham. Hal ini
tidak sesuai dengan prediksi yang menyatakan bahwa makin besar
managemen laba, makin rendah likuiditas saham. Penjelasan atas hasil
adalah adanya kemungkinan bahwa investor tidak menyadari aktivitas
managemen laba melalui akrual diskresioner (discretionary accruals) yang
dilakukan oleh managemen. Hasil ini berbeda dengan temuan Chung et al.
(2008), yang menyatakan bahwa managemen laba berpengaruh negatif
terhadap likuiditas saham. Perbedaan hasil ini diduga karena perbedaan
data penelitian. Chung et al. (2008) meneliti pengaruh managemen laba
pada likuiditas saham dengan menggunakan data perusahaan-perusahaan
yang terdaftar di bursa efek Cina. Pengaruh negatif ini dapat menjadi
indikasi bahwa investor Cina mengetahui aktivitas managemen laba yang
dilakukan oleh perusahaan dan meresponsanya dengan memperlebar
spread saham.
57
4) Managemen laba secara parsial memediasi (partially mediated) hubungan
antara governansi perusahaan dan managemen laba. Artinya, ada sebagian
pengaruh governansi perusahaan yang secara langsung memengaruhi
likuiditas saham. Bukti ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Goh
et al. (2008), yang menyatakan bahwa hubungan antara governansi
perusahaan dan likuiditas saham dimediasi oleh variabel lain.
5.2. KETERBATASAN
Keterbatasan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1) Perioda pengamatan yang tidak menggunakan keseluruhan perioda survei
CGPI, yaitu tahun 2001-2007. Keterbatasan ini diakibatkan oleh adanya
keterbatasan data, baik data skor peserta CGPI publikasian maupun data
laporan keuangan yang disediakan oleh Osiris dan PDBE. Tia mungkin
akan memengaruhi generalisasi hasil penelitian.
2) Terbatasnya peserta survei CGPI-IICG, yang rata-rata per tahun hanya
sekitar 27 perusahaan untuk survei 2003-2007. Secara rata-rata, peserta
survei CGPI adalah perusahaan-perusahaan yang memiliki praktik
governansi perusahaan yang baik dengan skor minimal 56,38 (skor cukup
terpercaya). Sampel yang digunakan dapat menimbulkan bias bertahan
(survivorship bias). Sayangnya, penelitian ini tidak dapat mengontrol
kemungkinan terjadinya bias tersebut.
5.3. IMPLIKASI DAN SARAN PENELITIAN
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan pertimbangan dalam
pengambilan keputusan bagi perusahaan, investor, kreditor maupun para pengambil
keputusan lainnya untuk mempertimbangkan pengaruh managemen laba akrual dalam
58
memediasi hubungan antara governansi perusahaan dan likuiditas saham. Hasil
penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi terhadap pengembangan teori
mengenai governansi perusahaan, managemen laba, dan likuiditas saham. Karena
masih terbatasnya penelitian yang menguji pengaruh langsung maupun taklangsung
governansi perusahaan pada likuiditas saham, khususnya dengan managemen laba
sebagai variabel pemediasi, maka penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi
berkaitan dengan kedua pengaruh tersebut.
Hasil penelitian ini juga diharapkan bermanfaat bagi investor agar lebih terdorong
untuk mencermati kemungkinan managemen melakukan managemen laba, sekalipun
perusahaan tersebut adalah perusahaan yang memiliki praktik governansi perusahaan
yang baik. Untuk regulator, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan
pertimbangan dalam penyusunan aturan tentang governansi perusahaan agar
kepentingan pihak-pihak yang terkait dengan perusahaan dapat diselaraskan. Dengan
demikian, sudah seharusnya regulator memberikan perhatian pada isu managemen laba
dengan mengeluarkan kebijakan atau peraturan-peraturan yang mampu membatasi
tindakan manager dalam memanipulasi akrual.
Penelitian selanjutnya disarankan untuk menggunakan perioda pengamatan secara
keseluruhan. Di samping itu penelitian selanjutnya juga disarankan untuk
menginvestigasi variabel lain yang mungkin menjadi variabel pemediasi hubungan
governansi perusahaan dan likuiditas saham. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat
menguji pengaruh langsung dan taklangsung governansi perusahaan pada likuiditas
saham dengan melalui managemen laba pada perusahaan-perusahaan keuangan untuk
menginvestigasi adanya perbedaan pada kedua jenis industri. Selain itu, sebaiknya
penelitian selanjutnya membedakan antara sampel berdasarkan skor CGPI yang
diperoleh untuk menghilangkan bias bertahan (survivorship bias).
59
REFERENSI
Acharya, V., dan L. H. Pedersen. 2005. Asset pricing with liquidity risk. Journal of Financial Economics 77: 375-410.
Aprilia, K. 2009. A review of the corporate governance literature in “Jurnal Riset Akuntansi Indonesia.” Makalah. Universitas Gadjah Mada.
Ardiati, A.A. 2005. Pengaruh manajemen laba terhadap return saham pada perusahaan yang diaudit oleh KAP Big 5 dan KAP non Big 5. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia 8 (3): 235-249.
Attig, N., W.M. Fong, Y. Gadhoum dan L.H.P. Lang. 2004. Effects of large shareholding on information asymmetry and stock liquidity. Working Paper. SSRN.
Bai, C., Q. Liu, F. Song. 2002. The value of corporate control: Evidence from China's distressed firms. Working Paper. SSRN.
Baron, R. M. dan D.A. Kenny. 1986. The moderator-mediator variable distinction in social psychological research: Conceptual, strategic and statistical considerations. Journal of Personality and Social Psychology 51: 1173-1182.
Becht, M. 1999. European corporate governance: Trading off liquidity and control. European Economic Review 43: 1071-1083.
Bebchuk, L. A., dan J. M. Fried. 2003. Executive Compensation as an Agency Problem. Journal of Economic Perspectives 17(3): 71–92.
Brennan, N., T. Chordia, dan A. Subrahmanyam. 1998. Alternative factor specifications, security characteristics, and the cross-section of expected stock returns. Journal of Finance Economics 49: 345-373.
Brockman, P., dan D. Y. Chung. 2008. Investor protection, adverse selection, and the probability of informed trading. Review of Quantitative Finance and Accounting 30: 111-131.
Bushee, B., dan C. Noe. 2000. Corporate disclosure practices, institutional investors, and stock return volatility. Journal of Accounting Research 38 (Supplement): 171-202.
Chen, K.Y., R.J. Elder, dan Y.M. Hsieh. 2007. Corporate governance and earnings management: The implications of corporate governance best-practice principles for Taiwanese listed companies. Working Paper. SSRN.
Chtourou, S.M., J. Bedard, dan L. Courteau. 2001. Corporate governance and earnings management. Working Paper. SSRN.
Chung, H., R.K. Chou, dan JL. Wang. 2008. The economic cost of earnings management on equity liquidity in the period of corporate financial reporting crisis. Working Paper. SSRN.
60
Chung, K.H., J. Elder, dan J-C. Kim. 2009. Corporate governance and liquidity. Journal of Financial and Quantitative Analysis (forthcoming).
Cooper, D.R. dan P.S. Schindler. 2006. Business Research Methods. New York: McGraw-Hill Companies, Inc. 9th edition.
Copeland, R.M. 1968. Income Smoothing. Journal Accounting Research, Empirical Research In Accounting, Selected Studies 6 (Supplement): 101-116
Daniri, M.A. 2004. Good Corporate Governance: Pengertian dan Konsep Dasar. Makalah (tidak dipublikasi).
Darmawati, D., Khomsiyah dan R.G. Rahayu. 2005. Hubungan corporate governance dan kinerja perusahaan. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia 8 (1): 65-81.
Dechow, P., R. Sloan, A. Sweeney. 1995. Detecting earnings management. The Accounting Review 70 (2): 193-225.
Diamond, D.W. 1985. Optimal Release of Information by Firms. Journal of Finance 40: 1071-1094.
Fabozzi, Frank J. 1999. Manajemen Investasi. Edisi Indonesia. Buku Satu. Jakarta: Salemba Empat.
Fama, E. F., dan M. C. Jensen. 1983a. Separation of ownership and control. Journal of Law and Economics 26: 301-325.
Fama, E. F., dan M. C. Jensen. 1983b. Agency problems and residuals claims. Journal of Law and Economics 26: 327-349.
Febrian, E. dan A. Herwany. 2008. Liquidity measurement based on bid-ask spread, trading frequency, and liquidity ratio: The use of GARCH model on Jakarta Stock Exchange (JSX). Working Paper. SSRN.
Fleming, M.J. 2003. Measuring treasury market liquidity. Economic Policy Review. Federal Reserve Bank of New York.
Forum for Corporate Governance in Indonesia. 2001. Peranan dewan komisaris dan komite audit dalam pelaksanaancorporate governance. Seri Tata Kelola Perusahaan. Jilid II. Edisi ke – 2. Jakarta.
Frensidy. B. 2008. Likuiditas Sama Pentingnya. www.wartaekonomi.com.
Goh, B.W, J. Ng, dan K.O. Yong. 2008. Corporate governance and liquidity: An exploration of voluntary disclosure, analyst coverage and adverse selection as mediating mechanism. Working Paper. SSRN.
Gumanti, T.A. 2003. Motivasi di balik earnings management. Usahawan (12): 33.
Gujarati, D.N. 1995. Basic Econometrics. 3rd edition, McGraw-Hill.
Handa, P. dan R.A. Schwartz. 1996. Limit order trading. Journal of Finance 51 (5).
61
Hasrul, F. 2008. Pengaruh managemen laba real terhadap nilai perusahaan dengan tata kelola perusahaan sebagai variabel pemoderasi. Tesis. Universitas Gadjah Mada.
Healy, P.M. dan Wahlen. 1999. A Review of the earnings management literature and its implication for standard setting. Accounting Horizon 13 (4): 365-383.
Healy, P.M. 1985. The effect of bonus schemes on accounting decisions. Journal of Accounting And Economics 7:85-107.
Hidayat, U. 2008. Pengaruh leverage perusahaan, corporate governance dan ukuran perusahaan sebagai variabel kontrol terhadap praktik manajemen laba. Tesis. Universitas Gadjah Mada.
Huang, R.D., J. Cai dan Xiaozu Wang. 2002. Information based trading in the treasury note interdealer broker market. Journal of Financial Intermediation 11 (3): 269-96.
Hutapea, F.R.P. 2007. Analisis corporate governance terhadap manajemen laba dan kualitas laba: Studi empiris pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEJ. Tesis. Universitas Gadjah Mada.
Iqbal, S. dan Nurul F. 2008. Corporate governance sebagai alat pereda praktik manajemen laba (earnings management). Jurnal Perbanas 12 (3).
Jensen, M., dan W. Meckling. 1976. Theory of the firm: Managerial behavior, agency costs, and ownership structure. Journal of Financial Economics 3: 305-360.
Jensen, M., 2004. Agency costs of overvalued equity. Working Paper. Harvard University. SSRN.
Jones, J.J. 1991. Earnings management during import relief investigations. Journal of Accounting Research 29 (2): 193-228
Judd, C.M. dan D.A. Kenny. 1981. Process analysis: Estimating mediation in treatment evaluations. Evaluation Review 5: 602-619.
Kenny, D.A. 2009. Mediation. www.davidakenny.net.
Khomsiyah. 2005. Hubungan corporate governance dan pengungkapan informasi: Pengujian secara simultan. Disertasi. Universitas Gadjah Mada.
Kusumawati, D.N. 2006. Transparency and corporate governance: An analysis of factors affecting transparency and its effect on market value of firm. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia 19 (2): 115-135.
Kusumawati, D.N. 2007. Profitability and corporate governance disclosures: An Indonesian study. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia 10 (2): 131-146.
LaFond, R., M. H. Lang, dan H. Ashbaugh-Skaife. 2007. Earnings smoothing, governance and liquidity: International evidence. Working Paper. MIT. SSRN.
62
Leuz, C., dan R. Verrecchia. 2000. The economic consequences of increased disclosure. Journal of Accounting Research 38: 91-124.
Leuz, Christian, D. Nanda, dan P. Wysocki. 2003. Earnings management and investor protection: An international comparison. Journal of Financial Economics 69: 505-527.
Liu, Q. dan Z. Lu. 2007. Corporate governance dan earnings management in the Chinese listed companies: A tunneling perspective. Journal of Corporate Finance 13: 881-906.
Matthews, M. 2004. Would You Rather Own Google Than Indonesia? Working Paper. SSRN.
OECD. 2004. OECD Principles of Corporate Governance.
Rauterkus, S.Y. 2002. The interrelations between investor beliefs, information, and market liquidity. Working Paper. www.etd.lsu.edu.
Sanjaya, I.P.S. 2008. Auditor eksternal, komite audit, dan manajemen laba. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia 11 (1): 97-116.
Schipper, K. 1989. Commentary on earnings management. Accounting Horizons 3 (4): 91-102.
Scott, W.A. 2000. Financial Accounting Theory. 2nd edition. Canada: Prentice Hall.
Sekaran, U. 2005. Research Methods for Business: A Skill Building Approach. New York: John Willey & Sons, Inc. 5th edition.
Solihin, M. 2003. The effect of multiple measures-based performance evaluation on managers’ performance: The role of interpersonal trust. Makalah. Universitas Teknologi Yogyakarta.
Verbrugen, S., J. Cristaens, dan K.Milis. 2008. Earning Management: A Literature Review. HUB Research Paper: Faculteit Economie & Management Hogeschool-Universiteit Brussel.
Veronica, N.P.S. dan S. Utama. 2006. Pengaruh struktur kepemilikan, ukuran perusahaan dan praktek corporate governance terhadap pengelolaan laba (earnings management). Jurnal Riset Akuntansi Indonesia 9 (3): 307-326.
Watts, R.L., dan J. L. Zimmerman. 1986. Positive Accounting Theory. Prentice-Hall, Englewood Cliffs.