tesis perencanaan kebutuhan sumber daya manusia …
TRANSCRIPT
i
TESIS
PERENCANAAN KEBUTUHAN SUMBER DAYA MANUSIA KESEHATAN PUSKESMAS DI KABUPATEN
BUTON SELATAN
THE PLANNING OF THE NEED OF HEALTH HUMAN RESOURCES OF PUBLIC HEALTH CENTER IN SOUTH BUTON REGENCY
TETI SUSLIYANTI HASIU
PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR 2017
ii
PERENCANAAN KEBUTUHAN SUMBER DAYA MANUSIA
KESEHATAN PUSKESMAS DI KABUPATEN
BUTON SELATAN
Tesis
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Magister
Program Studi
Kesehatan Masyarakat
Disusun dan diajukan oleh
TETI SUSLIYANTI HASIU
kepada
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
iii
iv
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Teti Susliyanti Hasiu
Nomor Mahasiswa : P 1802215006
Konsentrasi : Administrasi dan Kebijakan Kesehatan
Program Studi : Ilmu Kesehatan Masyarakat
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis yang saya tulis ini
benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan
pengambilalihan tulisan atau pemikiran orang lain. Apabila di kemudian
hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan tesis
ini hasil karya orang lain, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan
tersebut.
Makassar, Agustus 2017
Yang menyatakan,
Teti Susliyanti Hasiu
v
PRAKATA
Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT
atas Rahmat, izin, petunjuk dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan tesis ini dengan judul “Perencanaan Kebutuhan Sumber
Daya Manusia Kesehatan Puskesmas di Kapupaten Buton Selatan”.
Tesis ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Kesehatan Masyarakat pada Sekolah Pascasarjana Universitas
Hasanuddin.
Tesis ini saya persembahkan kepada kedua orang tua saya Drs.
Hasiu dan Siti Salmawati, S.Pd atas dukungan, nasihat, kasih sayang
dan doa yang terus menerus sehingga penulis dapat menyelesaikan
penulisan Tesis ini. Kepada Saudara-saudariku, Liza Hardiyanti Hasiu,
Ahmad Rivaldi Hasiu, Danindra Chisaranto, dan Muhammad Arya
Fadel yang memberikan dukungan moril kepada penulis.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang tulus
dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Pemimbing 1 saya
Bapak Sukri Palutturi, SKM., M.Kes., M.Sc.PH., Ph.D dan Pembimbing
2 saya Bapak Dr. dr. Arifin Seweng, MPH, di tengah kesibukan mereka
tetap memberikan perhatian, bimbingan, dorongan, dan saran yang
sangat berguna sehingga penulis dapat menyelesaikan Tesis ini. Penulis
mengucapkan terima kasih kepada tim penguji, yaitu Bapak Prof. Dr.
Amran Razak, SE., MS., Bapak Dr. Darmawansyah dan Bapak Anwar
Mallongi, SKM, M.Sc, Ph.D atas kesediannya menjadi penguji yang telah
vi
banyak memberikan arahan dan masukan berharga dalam penyusunan
tesis ini.
Penulis mengucapkan dan penghargaan yang setinggi-tingginya
kepada:
1. Rektor Universitas Hasanuddin, Prof. Dr. Dwia Aries Tina Pulubuhu, MA.
2. Dekan Sekolah Pascasarjana, Bapak Prof. Dr. Muhammad Ali, SE., MS.
3. Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin, Prof.
Dr. drg., H. A. Zulkifli, M.Kes.
4. Ketua Program Studi S2 Kesehatan Masyarakat Universitas
Hasanuddin, Bapak Dr. Ridwan M. Thaha, M.Sc.
5. Pemerintah Kabupaten Buton Selatan, Dinas Kesehatan Kabupaten
Buton Selatan dan Seluruh Puskesmas di Kabupaten Buton Selatan
yang telah memberikan izin kepada peneliti untuk melakukan
pengambilan data di wilayah masing-masing.
6. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen dan Staf bagian Administrasi dan
Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat yang telah
mendidik penulis selama menempuh pendidikan pascasarjana
Universitas Hasanuddin.
7. Teman-teman seperjuangan di Magister Administrasi dan Kebijakan
Kesehatan Angkatan 2015 yang telah memberikan dukungan dan
motivasi selama perkuliahan dan dalam penyelesaian tesis ini.
8. Semua pihak yang tidak sempat penulis sebutkan namanya satu
persatu yang telah banyak membantu penulis selama ini.
vii
Akhirnya, penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna
karena berbagai hambatan dan keterbatasan penulis. Oleh karena itu,
kritik dan saran senantiasa diharapkan dari berbagai pihak. Penulis
berharap tesis ini dapat memberikan kontribusi pemerintah Kabupaten
Buton Selatan terkait masalah perencanaan kesebutuhan sumber daya
mansuia kesehatan puskesmas di Kabupaten Buton Selatan.
Makassar, Agustus 2017
Penulis,
Teti Susliyanti Hasiu
viii
ix
x
DAFTAR ISI
Halaman
PRAKATA v
ABSTRAK viii
ABSTRACT ix
DAFTAR ISI xii
DAFTAR TABEL xiii
DAFTAR GAMBAR xv
DAFTAR LAMPIRAN xvi
DAFTAR SINGKATAN DAN ISTILAH xvii
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 9
C. Tujuan Penelitian 10
D. Manfaat Penelitian 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 12
A. Desentralisasi Kesehatan dan Daerah Otonomi Baru 12
B. Sistem Kesehatan Nasional 14
C. Pusat Kesehatan Masyarakat 18
D. Sumber Daya Manusia Kesehatan (SDMK) 22
E. Perencanaan Kebutuhan SDMK 27
F. Sintesa Penelitian 40
G. Kerangka Teori 54
H. Definisi Oprasional 55
BAB III METODE PENELITIAN 59
A. Pendekatan dan Desain Penelitian 59
B. Waktu dan Lokasi Penelitian 60
C. Sumber Data 60
D. Teknik Pengumpulan Data 61
E. Teknik Analisis Data 62
F. Pengecekkan Validitas Data 66
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 69
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 69
xi
B. Hasil Penelitian 73
C. Pembahasan 114
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 122
A. Kesimpulan 122
B. Saran 123
DAFTAR PUSTAKA 126
LAMPIRAN
xii
DAFTAR TABEL
Nomor Teks Halaman
1. Rekapitulasi hasil perhitungan SDMK di puskesmas 34
2. Rekapitulasi hasil perhitungan SDMK di tingkat kabupaten
34
3. Standar ketenagaan puskesmas 36
4. Metode dasar perencanaan kebutuhan SDMK 38
5. Sintesa penelitian sebelumnya 40
6. Definisi operasional 56
7. Distribusi jumlah kelurahan/desa dan puskesmas di Kabupaten Buton Selatan
71
8. Keadaan SDMK Puskesmas (dokter, bidan, dan perawat) se Kabupaten Buton Selatan
72
9. Jumlah dan status kepegawaian bidan dan perawat yang diamati di puskesmas Kabupaten Buton Selatan
75
10. Waktu kerja tersedia dalam 1 tahun di Kabupaten Buton Selatan
76
11. Perhitungan kebutuhan bidan berdasarkan metode ABK Kesehatan di Puskesmas Batauga
77
12. Perhitungan kebutuhan perawat berdasarkan metode ABK Kesehatan di Puskesmas Batauga
79
13. Perbandingan jumlah bidan dan perawat yang ada saat ini dengan jumlah bidan dan perawat yang dibutuhkan Di Puskesmas Batauga
80
14. Perhitungan kebutuhan bidan berdasarkan metode ABK Kesehatan di Puskesmas Batuatas
81
15. Perhitungan kebutuhan perawat berdasarkan metode ABK Kesehatan di Puskesmas Batuatas
82
16. Perbandingan jumlah bidan dan perawat yang ada saat ini dengan jumlah bidan dan perawat
83
xiii
yang dibutuhkan di Puskesmas Batuatas
17. Perhitungan kebutuhan bidan berdasarkan metode ABK Kesehatan di Puskesmas Kadatua
84
18. Perhitungan kebutuhan perawat berdasarkan metode ABK Kesehatan di Puskesmas Kadatua
86
19. Perbandingan jumlah bidan dan perawat yang ada saat ini dengan jumlah bidan dan perawat yang dibutuhkan di Puskesmas Kadatua
87
20. Perhitungan kebutuhan bidan berdasarkan metode ABK Kesehatan di Puskesmas Lapandewa
88
21. Perhitungan kebutuhan perawat berdasarkan metode ABK Kesehatan di Puskesmas Lapandewa
89
22. Perbandingan jumlah bidan dan perawat yang ada saat ini dengan jumlah bidan dan perawat yang dibutuhkan di Puskesmas Lapandewa
90
23. Perhitungan kebutuhan bidan berdasarkan metode ABK Kesehatan di Puskesmas Sampolawa
91
24. Perhitungan kebutuhan perawat berdasarkan metode ABK Kesehatan di Puskesmas Sampolawa
93
25. Perbandingan jumlah bidan dan perawat yang ada saat ini dengan jumlah bidan dan perawat yang dibutuhkan di Puskesmas Sampolawa
94
26. Perhitungan kebutuhan bidan berdasarkan metode ABK Kesehatan di Puskesmas Gerak Makmur
95
27. Perhitungan kebutuhan perawat berdasarkan metode ABK Kesehatan di Puskesmas Gerak Makmur
96
28. Perbandingan jumlah bidan dan perawat yang ada saat ini dengan jumlah bidan dan perawat yang dibutuhkan di Puskesmas Gerak Makmur
97
29 Perhitungan kebutuhan bidan berdasarkan metode ABK Kesehatan di Puskesmas Siompu
98
xiv
30. Perhitungan kebutuhan perawat berdasarkan metode ABK Kesehatan di Puskesmas Siompu
99
31. Perbandingan jumlah bidan dan perawat yang ada saat ini dengan jumlah bidan dan perawat yang dibutuhkan di Puskesmas Siompu
100
32. Perhitungan kebutuhan bidan berdasarkan metode ABK Kesehatan di Puskesmas Siompu Barat
101
33. Perhitungan kebutuhan perawat berdasarkan metode ABK Kesehatan di Puskesmas Siompu Barat
102
34. Perbandingan jumlah bidan dan perawat yang ada saat ini dengan jumlah bidan dan perawat yang dibutuhkan di Puskesmas Siompu Barat
103
35. Rekapitulasi kebutuhan bidan puskesmas di Kabupaten Buton Selatan
104
36. Rekapitulasi kebutuhan perawat puskesmas di Kabupaten Buton Selatan
105
37. Kebutuhan dokter umum dengan menggunakan standar ketenagaan minimal di puskesmas se-Kabupaten Buton Selatan
106
38 Informan Penelitian 107
xv
DAFTAR GAMBAR
Nomor Teks Halaman
1. Kerangka teori sumber daya manusia kesehatan 54
2. Peta wilayah Kabupaten Buton Selatan 70
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Teks Halaman
1. Surat Izin Penelitian 129
2. Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian 131
3. Permohonan Kesediaan Menjadi Informan 133
4. Pernyataan Kesediaan Menjadi Informan 134
5. Garis Besar Pedoman Wawancara 135
6. Lembar Pengamatan 136
7. Data SDMK yang diamati 144
8. Data Informan Penelitian 146
9. Norma Waktu Hasil Pengamatan Kegitan Bidan
dan Perawat
147
10. Hasil Perhitungan Kebutuhan SDMK 163
11. Story Hasil Wawancara 185
12. Taksonomi Hasil Wawancara 188
13. Dokumentasi Penelitian 189
xvii
DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN
Istilah/Singkatan Arti dan Keterangan
ABK : Analisis Beban Kerja
AKB : Angka Kematian Bayi
AKI : Angka Kematian Ibu
Autonomy : Mengatur Sendiri
BKD : Badan Kepegawaian Daerah
BPPSDM : Badan Pusat Pengembangan Sumber Daya
Manusia
BPS : Badan Pusat Statistik
Coding : Dalam penelitian kualitatif, sebagai proses
untuk mendeskripsikan setting, orang-orang,
kategori, dan tema-tema yang akan
dianalisis.
Desentralisasi : Penyerahan wewenang pemerintahan oleh
pemerintah kepada daerah otonomi untuk
mengatur dan mengurus urusan
pemerintahan dalam sistem negara kesatuan
Republik Indonesia.
Dinkes : Dinas Kesehatan
DOB : Daerah Otonomi Baru
DPRD : Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Faskes : Fasilitas Kesehatan
FTP : Faktor Tugas Penunjang
General Sense : Pernyataan umum yang mewakili
keseluruhan makna.
Independen : Mandiri
Informan : Subjek penelitian dalam penelitian kualitatif.
JKT : Jumlah Kebutuhan Tenaga
xviii
Permenkes : Peraturan Menteri Kesehatan
Perpres : Peraturan Presiden
PNS : Pegawai Negeri Sipil
Prosedur Purposive : Penentuan informan berdasarkan kriteria
terpilih yang relevan dengan masalah dan
tujuan penelitian
PTT : Pegawai Tidak Tetap
Puskesmas : Pusat Kesehatan Masyarakat
RI : Republik Indonesia
SBK : Standar Beban Kerja
SDM : Sumber Daya Manusia Kesehatan
SDMK : Sumber Daya Manusia Kesehatan
SKM : Standar Ketenagaan Minimal
SKN : Sistem Kesehatan Nasional
SOP : Standar Operasional Prosedur
STP : Standar Tugas Penunjang
Triangulasi : Teknik pemeriksaan keabsahan data dalam
kualitatif yang memanfaatkan sesuatu yang
lain (peneliti, sumber data, metode dan teori),
yang digunakan sebagai pembanding
terhadap hasil penelitian
UKM : Usaha Kesehatan Masyarakat
UKP : Usaha Kesehatan Perorangan
UU : Undang-undang
Validasi : Pemeriksaan keabsahan
WHO : World Health Organization
WISN : Workload Indicator Staff Need
WKT : Waktu Kerja Tersedia
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Desentralisasi merupakan salah satu perubahan sosial politik yang
dialami Indonesia dan diimplementasikan melalui UU Nomor 22 tahun
1999 dan UU Nomor 25 tahun 1999. Undang-Undang tersebut kemudian
disempurnakan menjadi UU Nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan
daerah. Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh
pemerintah kepada daerah otonomi untuk mengatur dan mengurus urusan
pemerintahan dalam sistem negara kesatuan Republik Indonesia (Rosidin,
2015).
Desentralisasi didefinisikan sebagai transfer kewenangan dan
tanggung jawab fungsi-fungsi publik dari pemerintah pusat kepada unit di
bawahnya atau organisasi pemerintahan semi independen (Rondinelli,
1983). Desentralisasi dalam kerangka pembangunan kesehatan
dimaksudkan untuk lebih mengoptimalkan pembangunan bidang
kesehatan dengan cara lebih mendekatkan pelayanan kesehatan kepada
masyarakat dan memperpendek jalur birokrasi pelayanan kesehatan
(Adisasmito, 2008).
Salah satu kecenderungan yang terjadi terkait dengan pelaksanaan
desentralisasi adalah adanya pembentukan daerah otonom baru
2
(pemekaran daerah). Kebijakan pembentukan daerah otonom baru
(pemekaran daerah) yang seolah-olah menjadi bagian tak terpisahkan
dalam pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia yang sejatinya harus
membawa dampak positif dalam bidang sosio kultural, pelayanan publik,
pembangunan ekonomi, pertahanan, keamanan, dan integrasi nasional
(Rosidin, 2015).
Menurut Ida yang dikutip oleh Justam (2015) pemekaran daerah
diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat diantaranya
melalui peningkatan pelayanan kepada masyarakat dan percepatan
pelaksanaan pembangunan perekonomian daerah. Namun dalam
perkembangannya, terdapat beberapa hasil penelitian yang
menyimpulkan bahwa pemekaran daerah bukanlah jawaban utama untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Penanganan bidang kesehatan merupakan urusan wajib yang
kewenangannya sudah diserahkan kepada pemerintah daerah
kabupaten/kota termasuk bagi daerah otonomi baru (Undang-undang No.
32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, 2004). Namun, kebijakan
desentralisasi juga ternyata belum banyak memberikan hasil pada
peningkatan kinerja pembangunan kesehatan yang diukur dengan
perbaikan status kesehatan masyarakat, bahkan terdapat kecenderungan
menguatnya gejala sentralisasi (Trisnantoro, 2009). Pemekaran daerah
diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat, antara lain melalui
peningkatan dan pemerataan pelayanan kesehatan (Khitam, 2014).
3
Kesehatan sebagai salah satu kebutuhan pokok masyarakat haruslah
menjadi salah satu prioritas pelayanan dari pemerintah daerah, utamanya
daerah pemekaran baru. Hal tersebut karena adanya kecenderungan
rendahnya kualitas kesehatan masyarakat yang disebabkan masih
minimnya sarana dan prasarana kesehatan di daerah otonom baru
(daerah pemekaran) (Maulana, Supriyono, & Hermawan, 2013).
Kabupaten Buton Selatan merupakan salah satu daerah otonomi
baru di Sulawesi Tenggara yang terbentuk pada tahun 2014 dengan
terbitnya UU No. 16 tahun 2014. Kabupaten Buton Selatan merupakan
daerah pemekaran dari Kabupaten Buton dengan harapan untuk
mendorong peningkatan pelayanan di bidang pemerintahan,
pembangunan, dan kemasyarakatan, serta kemampuan dalam
pemanfaatan potensi daerah untuk penyelenggaraan otonomi daerah
(Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2014 tentang Pembentukan
Kabupaten Buton Selatan Di Provinsi Sulawesi Tenggara, 2014).
Berdasarkan hasil proyeksi penduduk tahun 2015, jumlah penduduk
Kabupaten Buton Selatan adalah 79.558 jiwa. Saat ini di Kabupaten Buton
Selatan terdapat 8 Puskesmas yang terdiri dari 5 puskesmas rawat inap
dan 3 puskesmas non rawat inap, dengan 1 puskesmas berada pada
wilayah terpencil (Dinkes Kabupaten Buton Selatan, 2015).
Semenjak Kabupaten Buton Selatan menjadi daerah otonomi baru,
masih banyak dijumpai berbagai masalah dan hambatan yang
mempengaruhi, pelaksanaan program kesehatan, terutama diera
4
globalisasi, otonomi daerah dan transformasi informasi yang sangat
berkembang dengan pesat saat ini memberi dampak pada semakin
kompleksnya tantangan dan permasalahan pembangunan kesehatan
(Dinkes Kabupaten Buton Selatan, 2015). Angka Kematian Bayi (AKB) di
Kabupaten Buton Selatan tahun 2015 adalah 12 per 1.000 kelahiran
hidup, kematian bayi tahun 2015 berjumlah 9 kasus dan kematian
neonatal berjumlah 11 kasus sehingga keseluruhannya berjumlah 20
kasus dari 1.686 Kelahiran Hidup (Dinkes Kabupaten Buton Selatan,
2015). Sedangkan Angka Kematian Ibu (AKI) Kabupaten Buton Selatan
berdasarkan laporan bidan desa tahun 2015 sebesar 297 per 100.000
kelahiran hidup (5 Kasus). Bila dibandingkan dengan target AKI Nasional
pada tahun 2015 yakni 102 per 100.000 kelahiran hidup, maka AKI
Kabupaten Buton Selatan masih cukup tinggi (Dinkes Kabupaten Buton
Selatan, 2015).
Sistem Kesehatan Nasional (SKN) menyebutkan bahwa peningkatan
status derajat kesehatan masyarakat harus didukung oleh subsitem
kesehatan di antaranya adalah sub sistem Sumber Daya Manusia
Kesehatan (SDMK). SKN memberikan fokus penting pada pengembangan
dan pemberdayaan SDMK guna menjamin ketersediaan, pendistribusian,
dan peningkatan kualitas SDMK (Perpres Nomor 72 Tentang Sistem
Kesehatan Nasional 2012). Tersedianya SDMK yang bermutu dapat
mencukupi kebutuhan, terdistribusi secara adil dan merata, serta
termanfaatkan secara berhasil-guna dan berdaya-guna untuk menjamin
5
terselenggaranya pembangunan kesehatan guna meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya mutlak diberlakukan secara
berkesinambungan. Perencanaan kebutuhan SDMK yang mengawali
aspek manajemen SDMK secara keseluruhan harus disusun sebagai
acuan dalam menentukan pegadaan yang meliputi pendidikan dan
pelatihan SDMK, pendayagunaan SDMK, termasuk peningkatan
kesejahteraanya, peningkatan dan pengawasan mutu SDMK (Permenkes
No. 33 Tahun 2015 Tentang Pedoman Penyusunan Perencanaan
Kebutuhan Sumber Daya Manusia Kesehatan, 2015).
Ujung tombak penyelenggaraan pelayanan kesehatan di Indonesia
adalah di Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) (Azwar, 1996).
Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan
perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya
promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat
yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya (Permenkes No. 75 tahun
2014 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat, 2014). Untuk menunjang
fungsinya, penyelenggaraan pelayanan kesehatan di Puskesmas harus
didukung oleh tenaga kesehatan yang memadai (Azwar, 1996). Secara
nasional, saat ini terdapat 9.731 puskesmas dengan jumlah tenaga
kesehatan sebesar 258.568 orang. Tahun 2015, masih terdapat banyak
puskesmas yang mengalami kekurangan tenaga kesehatan, yaitu 25,57%
puskesmas kekurangan dokter umum, 42% puskesmas kekurangan
6
perawat, dan 37,60% puskesmas kekurangan bidan (Kementerian
Kesehatan RI, 2015).
Undang-undang nomor 36 tahun 2009 mengamanatkan bahwa
pemerintah daerah kabupaten/ kota bertanggung jawab dan berwenang
dalam perencanaan, pengadaan, dan pendayagunaan SDMK secara adil
dan merata bagi seluruh masyarakat (Undang-undang No. 36 tahun 2009
tentang Kesehatan, 2009). Berdasarkan data Dinkes Kabupaten Buton
Selatan (2015), jumlah tenaga di Kabupaten Buton Selatan berjumlah 214
orang, yang terdiri 168 orang PNS, 46 orang PTT yang tersebar di 8
puskesmas. Data ketenagaan menunjukkan bahwa saat ini di Kabupaten
Buton Selatan hanya terdapat 3 dokter umum (2 PNS dan 1 PTT) yang
ditempatkan di Puskesmas Sampolawa dan Puskesmas Kadatua. Rasio
dokter umum di Kabupaten Buton Selatan terhadap penduduk adalah
3,77/ 100.000, yang berarti 1 dokter melayani 26. 519 penduduk. Jumlah
ini masih sangat rendah jika dibandingkan dengan rasio nasional (43
dokter umum per 100.000 penduduk) dan Sulawesi Tenggara (18 umum
per 100.000 penduduk) dari target 41 dokter umum per 100.000 penduduk
(Dinkes Kabupaten Buton Selatan, 2015; Kementerian Kesehatan RI,
2015).
Kekurangan tenaga kesehatan di Kabupaten Buton Selatan juga
terjadi pada tenaga kesehatan lain. Target nasional rasio bidan per jumlah
penduduk adalah 104 per 100.000 penduduk, sedangkan saat ini rasio
bidan di Kabupaten Buton Selatan berada pada angka 86,7 bidan per
7
100.000 penduduk. Begitu pula dengan tenaga perawat berada pada rasio
55,3 per 100.000 penduduk, lebih rendah dari target nasional yaitu 162,4
per 100.000 penduduk (Dinkes Kabupaten Buton Selatan, 2015;
Kementerian Kesehatan RI, 2015). Kekurangan tenaga kesehatan
terutama dokter dan perawat dan distribusinya yang tidak merata pada
setiap puskesmas dan jaringannya terutama pada puskesmas di daerah
kepulauan menjadikan pelayanan terhadap masyarakat menjadi kurang
maksimal. Kurangnya tenaga ini berdampak pula pada beban kerja
pegawai menjadi lebih berat dan berdampak pada pelayanan kesehatan
(Dinkes Kabupaten Buton Selatan, 2015).
Beberapa masalah yang dihadapi oleh pemerintah kabupaten/ kota
saat ini dalam penyelenggaraan SDMK adalah kurangnya komitmen
pemerintah daerah dalam dukungan anggaran, perencanaan yang belum
menggambarkan perencanaan SDMK untuk setiap institusi, jumlah dan
kapasitas tenaga perencana SDMK yang masih rendah serta data
informasi (Permenkes No. 33 Tahun 2015 Tentang Pedoman Penyusunan
Perencanaan Kebutuhan Sumber Daya Manusia Kesehatan, 2015).
Penelitian Lukman (2005) di Kabupaten Aceh Besar, menyimpulkan
bahwa terjadi kesenjangan antara kebutuhan dengan keadaan tenaga di
puskesmas akibat tidak adanya tenaga profesional dalam perencanaan
sumber daya manusia, tidak menggunakan suatu metode perhitungan
tenaga, tidak adanya perencanaan yang tepat. Merlinda (2011)
berdasarkan hasil penelitiannya di Kepulauan Mentawai menyimpulkan
8
bahwa sistem perencanaan belum berjalan dengan baik disebabkan
karena kurang lengkapnya data yang tersedia dan data yang ada tidak
akurat, kurangnya sosialisasi dan informasi tentang kebijakan yang
digunakan dalam perencanaan tenaga kesehatan serta konsultasi dan
koordinasi yang kurang baik .
Ada beberapa cara dalam melakukan perencanaan kebutuhan SDMK.
Sukardi (2005) melakukan perencanaan kebutuhan dengan berdasarkan
kategori pasien rawat inap. Beberapa penelitian menggunakan metode
Workload Indicator Staff Need (WISN) yang dikembangkan oleh WHO
(Nurrahmah, Dupai, & G, 2016; Puspita, 2011; Widyana, 2014). Penelitian
Budiman (2006) menggunakan pendekatan sistem dalam membuat
perencanaan kesehatan. Sedangkan beberapa diantaranya menggunakan
perhitungan berdasarkan pada beban kerja (Imanti & Setyowati, 2015;
Paruntu, Rattu, & Tilaar, 2015). Kementerian kesehatan membuat
pedoman perencanaan kebutuhan sumber daya manusia kesehatan
menggunakan berbagai metode, yaitu Metode Analisis Beban Kerja
(ABK), Standar Ketenagaan Minimal (SKM) dan Metode Ratio Penduduk.
ABK dan Standar Ketenagaan Minimal berdasarkan institusi sedangkan
metode penduduk berdasarkan wilayah (Permenkes No. 33 Tahun 2015
Tentang Pedoman Penyusunan Perencanaan Kebutuhan Sumber Daya
Manusia Kesehatan, 2015). Berdasarkan penelusuran hasil penelitian
yang dilakukan oleh peneliti, metode ABK dari Kementerian Kesehatan
9
tahun 2015 belum digunakan dalam penelitian perhitungan kebutuhan
SDMK.
Berdasarkan pembahasan diatas, peneliti berpendapat bahwa perlu
dilakukan penelitian berupa perhitungan kebutuhan tenaga kesehatan
puskesmas di Kabupaten Buton Selatan sebagai daerah otonomi baru
dengan menggunakan metode ABK dan SKM yang dikeluarkan oleh
Kementerian Kesehatan pada tahun 2015. Perhitungan kebutuhan
dilakukan pada tenaga dokter, bidan dan perawat, karena tenaga
kesehatan tersebut merupakan tenaga kesehatan yang bersentuhan
langsung dengan pasien dalam upaya kesehatan perorangan. Penelitian
ini juga akan dilakukan kajian perencanaan kebutuhan dan distribusi
tenaga kesehatan yang dilakukan saat ini di Kabupaten Buton Selatan
dengan menggunakan data kualitatif.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana kebutuhan sumber daya manusia Kesehatan Puskesmas
di Kabupaten Buton Selatan?
2. Bagaimana perencanaan kebutuhan dan distribusi sumber daya
manusia kesehatan Puskesmas di Kabupaten Buton Selatan?
10
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk melakukan perhitungan kebutuhan
sumber daya manusia kesehatan serta mengkaji perencanaan kebutuhan
SDMK puskesmas yang dilakukan di Kabupaten Buton Selatan.
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus penelitian ini adalah:
a. Menghitung kebutuhan SDMK puskesmas (dokter, bidan dan perawat)
di Kabupaten Buton Selatan.
b. Mengkaji perencanaan kebutuhan dan distribusi SDMK puskesmas di
Kabupaten Buton Selatan.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk memberikan
informasi ilmiah kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Buton Selatan
dalam melakukan perencanaan kebutuhan sesuai dengan beban kerja
tenaga kesehatan di puskesmas rawat inap dan non rawat inap.
2. Manfaat teoritis
a. Pengembangan ilmu dalam manajemen sumber daya manusia
kesehatan khususnya dalam topik perencanaan kebutuhan SDMK.
11
b. Sebagai bahan kajian dan sumber informasi bagi peneliti lain yang
berminat melakukan penelitian hal yang sama dalam aspek yang
berbeda berkenaan dengan perencanaan SDMK di puskesmas.
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Daerah Otonomi Baru (DOB)
Secara etimologis, otonomi berasal dari kata “autonomy”, dimana
“auto” berarti sendiri dan “nomy” sama artinya dengan “nomos” yang
berarti aturan atau Undang-undang. Jadi “autonomy” adalah mengatur diri
sendiri. Sementara itu, pengertian lain tentang otonomi ialah sebagai hak
mengatur dan memerintah diri sendiri atas insiatif dan kemauan sendiri.
Hak yang diperoleh berasal dari pemerintah pusat (Rosidin, 2015).
Otonomi daerah sebagai hak, wewenang dan kewajiban daerah
otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan
kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundang-undangan
(Undang-undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, 2004).
Prinsip penyelenggaraan otonomi daerah adalah: penyelenggaraan
otonomi daerah dilaksanakan dengan aspek demokrasi,keadilan,
pemerataan serta potensii dan keaneka ragaman daerah (Undang-undang
No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, 2004).
1. Pembentukan Daerah Otonomi Baru
Pembentukan Daerah Otonom Baru (DOB) melalui proses pemekaran
daerah otonom sudah dikenal sejak awal berdirinya Republik ini. Selama
pemerintahan orde baru, pemekaran daerah juga terjadi dalam jumlah
yang sangat terbatas. Kebanyakan pembentukan daerah otonom ketika itu
13
adalah pembentukan kotamadya sebagai konsekuensi dari proses peng-
kota-an sebagian wilayah sebuah Kabupaten. Prosesnya pun diawali
dengan pembentukan kota administratif sebagai wilayah administratif,
yang kemudian baru bisa dibentuk menjadi kotamadya sebagai daerah
otonom. Proses pemekaran daerah lebih bersifat topdown atau sentralistik
dengan didominasi oleh proses teknokratisadministratif.
Sejak penerapan desentralisasi melalui pemberlakuan UU No. 22
Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang kemudian direvisi
menjadi UU No. 32 Tahun 2004, kebijakan pemekaran daerah mengalami
perubahan signifikan.
2. Syarat Pembentukan Daerah Otonom Baru
Persyaratan Pembentukan DOB, secara normatif telah diatur dalam
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2007 Tentang
Tata Cara Pembentukan, Penghapusan, Dan Penggabungan Daerah
2007) yang meliputi syarat administratif, teknis, dan fisik kewilayahan,
persyaratan administratif pembentukan daerah kabupaten/kota meliputi:
a. Keputusan DPRD kabupaten/kota induk tentang persetujuan
pembentukan calon kabupaten/kota
b. Keputusan bupati/walikota induk tentang persetujuan pembentukan
calon kabupaten/kota
c. Keputusan DPRD provinsi tentang persetujuan pembentukan calon
kabupaten/kota
14
d. Keputusan gubernur tentang persetujuan pembentukan calon
kabupaten/kota
e. Rekomendasi Menteri
Syarat teknis meliputi faktor yang menjadi dasar pembentukan
daerah yang mencakupfaktor kemampuan ekonomi, potensi daerah,
sosial budaya, sosial politik, kependudukan, luas daerah, pertahanan,
keamanan, dan faktor lain yang memungkinkan terselenggaranya otonomi
daerah(Undang-undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah,
2004).
Syarat fisik kewilayahan meliputi cakupan wilayah, lokasi calon
ibukota, sarana dan prasarana pemerintahan. Cakupan wilayah untuk:
pembentukan provinsi paling sedikit 5 (lima) kabupaten/kota; kabupaten
paling sedikit 5 (lima) kecamatan; dan kota paling sedikit 4 (empat)
kecamatan (Undang-undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah
Daerah, 2004).
B. Sistem Kesehatan Nasional (SKN)
1. Pengertian SKN
SKN adalah pengelolaan kesehatan yang diselenggarakan oleh
semua komponen Bangsa Indonesia secara terpadu dan saling
mendukung guna menjamin tercapainya derajat kesehatan masyarakat
yang setinggi-tingginya (Perpres Nomor 72 Tentang Sistem Kesehatan
Nasional 2012).
15
2. Tujuan SKN
Tujuan SKN adalah terselenggaranya pembangunan kesehatan oleh
semua komponen bangsa, baik Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau
masyarakat termasuk badan hukum, badan usaha, dan lembaga swasta
secara sinergis, berhasil guna dan berdaya guna, sehingga terwujud
derajat kesehatan masyarakat yang setinggitingginya (Perpres Nomor 72
Tentang Sistem Kesehatan Nasional 2012).
3. Subsistem SKN
Mengacu pada Perpres Nomor 72 Tentang Sistem Kesehatan
Nasional 2012) perkembangan komponen pengelolaan kesehatan dewasa
ini serta pendekatan pengelolaan kesehatan tersebut di atas, maka
subsistem SKN dikelompokkan sebagai berikut:
a. Subsistem Upaya Kesehatan
Upaya kesehatan adalah tatanan yang menghimpun berbagai Upaya
Kesehatan Masyarakat (UKM) dan Upaya Kesehatan Perorangan (UKP)
secara terpadu dan saling mnedukung guna menjamin tercapainya derajat
kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya .
b. Subsistem Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan
Subsistem penelitian dan pengembangan kesehatan diselenggarakan
untuk memberikan data dan informasi dibidang kesehatan yang berbasis
bukti. Tersedianya data dan informasi di bidang kesehatan yang
berdasarkan hasil penelitian, pengembangan, penapisan teknologi dan
produk teknologi kesehatan akan dijadikan dasar perumusan strategi,
16
kebijakan, dan program upaya kesehatan, pembiayaan kesehatan,
sumber daya manusia kesehatan, ketersediaan sediaan farmasi, alat
kesehatan, dan makanan, manajemen, informasi, dan regulasi kesehatan,
serta pemberdayaan masyarakat.
c. Subsistem Pembiayaan Kesehatan
Pembiayaan kesehatan adalah tatanan yang menghimpun berbagai
upaya penggalian, pengalokasian, dan pembelanjaan sumber daya
keuangan secara terpadu dan saling mendukung guna menjamin
tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tinnginya.
Subsistem pembiayaan kesehatan diselenggarakan guna menghasilkan
ketersediaan pembiayaan kesehatan dengan jumlah yang mencukupi,
teralokasi secara adil, dan termanfaatkan secara berhasil guna dan
berdaya guna untuk terselenggaranya upaya kesehatan secara merata,
terjangkau, dan bermutu bagi seluruh masyarakat.
d. Subsistem Sumber Daya Manusia Kesehatan
SKN memberikan fokus penting pada pengembangan dan
pemberdayaan sumber daya manusia kesehatan guna menjamin
ketersediaan, pendistribusian, dan peningkatan kualitas sumber daya
manusia kesehatan. Pengembangan dan pemberdayaan sumber daya
manusia kesehatan meliputi perencanaan kebutuhan dan program sumber
daya manusia yang diperlukan, pengadaan yang meliputi pendidikan
tenaga kesehatan dan pelatihan sumber daya manusia kesehatan,
pendayagunaan sumber daya manusiakesehatan, termasuk peningkatan
17
kesejahteraannya, dan pembinaan serta pengawasan mutu sumber daya
manusia kesehatan.
e. Subsistem Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, Dan Makanan
Subsistem ini meliputi berbagai kegiatan untuk menjamin: aspek
keamanan, khasiat/kemanfaatan dan mutu sediaan farmasi, alat
kesehatan, dan makanan yang beredar; ketersediaan, pemerataan, dan
keterjangkauan obat, terutama obat esensial, perlindungan masyarakat
dari penggunaan yang salah dan penyalahgunaan obat, penggunaan obat
yang rasional, serta upaya kemandirian di bidang kefarmasian melalui
pemanfaatan sumber daya dalam negeri.
f. Subsistem Manajemen, Informasi, Dan Regulasi Kesehatan
Subsistem manajemen, informasi, dan regulasi kesehatan
diselenggarakan guna menghasilkan fungsi-fungsi kebijakan kesehatan,
administrasi kesehatan, informasi kesehatan, dan hukum kesehatan yang
memadai dan mampu menunjang penyelenggaraan upaya kesehatan
secara berhasil guna dan berdaya guna.
g. Subsistem Pemberdayaan Masyarakat
Subsistem pemberdayaan masyarakat diselenggarakan guna
menghasilkan individu, kelompok, dan masyarakat umum yang mampu
berperan aktif dalam penyelenggaraan upaya kesehatan. Masyarakat
yang berdaya akan berperan aktif dalam penyelenggaraan subsistem
upaya kesehatan, subsistem penelitian dan pengembangan kesehatan,
subsistem pembiayaan kesehatan, subsistem sumber daya manusia
18
kesehatan, subsistem sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan,
serta subsistem manajemen, informasi, dan regulasi kesehatan.
C. Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas)
1. Pengertian Puskesmas
Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan
perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya
promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat
yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya (Permenkes No. 75 tahun
2014 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat, 2014).
2. Tujuan Puskesmas
Menurut Permenkes No. 75 tahun 2014 tentang Pusat Kesehatan
Masyarakat 2014) pembangunan kesehatan yang diselenggarakan di
puskesmas bertujuan untuk mewujudkan masyarakat yang :
a. Memiliki perilaku sehat yang meliputi kesadaran, kemauan dan
kemampuan hidup sehat
b. Mampu menjangkau pelayanan kesehatan bermutu
c. Hidup dalam lingkungan sehat
d. Memiliki derajat kesehatan yang optimal, baik individu, keluarga,
kelompok dan masyarakat.
19
3. Syarat Sumber Daya Manusia Puskesmas
Sumber daya manusia puskesmas terdiri atas tenaga kesehatan dan
tenaga non kesehatan. Jenis dan jumlah tenaga kesehatan dan tenaga
non kesehatan dihitung berdasarkan analisis beban kerja, dengan
mempertimbangkan jumlah pelayanan yang diselenggarakan, jumlah
penduduk dan persebarannya, karakteristik wilayah kerja, luas wilayah
kerja, ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama lainnya
di wilayah kerja, dan pembagian waktu kerja (Permenkes No. 75 tahun
2014 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat, 2014).
Jenis tenaga kesehatan di puskesmas paling sedikit terdiri atas: dokter
atau dokter layanan primer, dokter gigi, perawat, bidan, tenaga kesehatan
masyarakat, tenaga kesehatan lingkungan, ahli teknologi laboratorium
medik, tenaga gizi, dan tenaga kefarmasian. Tenaga non kesehatan
harusdapat mendukung kegiatan ketatausahaan, administrasi keuangan,
sistem informasi, dan kegiatan operasional lain di puskesmas (Permenkes
No. 75 tahun 2014 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat, 2014).
4. Kategori Puskesmas
Dalam rangka pemenuhan pelayanan kesehatan yang didasarkan
pada kebutuhan dan kondisi masyarakat, puskesmas dapat dikategorikan
berdasarkan karakteristik wilayah kerja dan kemampuan penyelenggaraan
(Permenkes No. 75 tahun 2014 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat,
2014).
20
Berdasarkan karakteristik wilayah kerjanya puskesmas dikategorikan
menjadi:
a. Puskesmas kawasan perkotaan
Puskesmas kawasan perkotaan merupakan puskesmas yang wilayah
kerjanya meliputi kawasan yang memenuhi paling sedikit 3 (tiga) dari
4 (empat) kriteria kawasan perkotaan sebagai berikut:
1. Aktivitas lebih dari 50% (lima puluh persen) penduduknya pada
sektor non agraris, terutama industri, perdagangan dan jasa
2. Memiliki fasilitas perkotaan antara lain sekolah radius 2,5 km,
pasar radius 2 km, memiliki rumah sakit radius kurang dari 5 km,
bioskop, atau hotel
3. Lebih dari 90% rumah tangga memiliki listrik
4. Terdapat akses jalan raya dan transportasi menuju fasilitas
perkotaan.
b. Puskesmas kawasan pedesaan
Puskesmas kawasan pedesaan merupakan puskesmas yang wilayah
kerjanya meliputi kawasan yang memenuhi paling sedikit 3 (tiga) dari
4 (empat) kriteria kawasan pedesaan sebagai berikut:
1. Aktivitas lebih dari 50% penduduk pada sektor agraris.
2. Memiliki fasilitas antara lain sekolah radius lebih dari 2,5 km,
pasar dan perkotaan radius lebih dari 2 km, rumah sakit radius
lebih dari 5 km, tidak memiliki fasilitas berupa bioskop atau hotel.
3. Rumah tangga dengan listrik kurang dari 90%.
21
4. Terdapat akses jalan dan transportasi menuju fasilitas.
c. Puskesmas kawasan terpencil dan sangat terpencil.
Puskesmas kawasan terpencil dan sangat terpencil merupakan
puskesmas yang wilayah kerjanya meliputi kawasan dengan
karakteristik sebagai berikut:
1. Berada di wilayah yang sulit dijangkau atau rawan bencana, pulau
kecil, gugus pulau, atau pesisir.
2. Akses transportasi umum rutin 1 kali dalam 1 minggu, jarak tempuh
pulang pergi dari ibukota kabupaten memerlukan waktu lebih dari 6
jam, dan transportasi yang ada sewaktu-waktu dapat terhalang
iklim atau cuaca.
3. Kesulitan pemenuhan bahan pokok dan kondisi keamanan yang
tidak stabil.
Berdasarkan kemampuan penyelenggaraan Puskesmas dikategorikan
menjadi :
a. Puskesmas non rawat inap
Puskesmas non rawat inap adalah Puskesmas yang tidak
menyelenggarakan pelayanan rawat inap, kecuali pertolongan
persalinan normal.
b. Puskesmas rawat inap
Puskesmas rawat inap adalah puskesmas yang diberi tambahan
sumber daya untuk menyelenggarakan pelayanan rawat inap, sesuai
pertimbangan kebutuhan pelayanan kesehatan.
22
D. Sumber Daya Manusia Kesehatan (SDMK)
SDMK merupakan salah satu subsistem dalam sistem kesehatan
nasional yang mempunyai peranan penting dalam meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat melalui berbagai upaya dan pelayanan kesehatan.
Upaya dan pelayanan kesehatan harus dilakukan oleh tenaga kesehatan
yang bertanggung jawab, memiliki etik dan moral tinggi, keahlian, dan
berwenang (Kementerian Kesehatan RI, 2015).
SDMK adalah seseorang yang bekerja secara aktif di bidang
kesehatan, baik yang memiliki pendidikan formal kesehatan maupun tidak
yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan dalam melakukan
upaya kesehatan (Permenkes No. 33 Tahun 2015 Tentang Pedoman
Penyusunan Perencanaan Kebutuhan Sumber Daya Manusia Kesehatan,
2015).
Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam
bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan
melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu
memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan(Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2014 Tentang Tenaga
Kesehatan, 2014).
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2014
Tentang Tenaga Kesehatan 2014) tenaga kesehatan dikelompokkan ke
dalam :
23
1. Tenaga medis
Jenis Tenaga Kesehatan yang termasuk dalam kelompok tenaga
medis terdiri atas dokter, dokter gigi, dokter spesialis, dan dokter gigi
spesialis.
2. Tenaga psikologi klinis
Jenis Tenaga Kesehatan yang termasuk dalam kelompok tenaga
psikologi klinis psikologi klinis.
3. Tenaga keperawatan
Jenis Tenaga Kesehatan yang termasuk terdiri atas berbagai jenis
perawat.
4. Tenaga kebidanan
Jenis Tenaga Kesehatan yang termasuk dalam kelompok tenaga
kebidanan adalah bidan.
5. Tenaga kefarmasian
Jenis Tenaga Kesehatan yang termasuk dalam kelompok tenaga
kefarmasian terdiri atas apoteker dan tenaga teknis kefarmasian.
6. Tenaga kesehatan masyarakat
Jenis Tenaga Kesehatan yang termasuk dalam kelompok tenaga
kesehatan masyarakat terdiri atas epidemiolog kesehatan, tenaga
promosi kesehatan dan ilmu perilaku, pembimbing kesehatan kerja,
tenaga administrasi dan kebijakan kesehatan, tenaga biostatistik dan
kependudukan, serta tenaga kesehatan reproduksi dan keluarga.
24
7. Tenaga kesehatan lingkungan
Jenis tenaga kesehatan yang termasuk dalam kelompok tenaga
kesehatan lingkungan terdiri atas tenaga sanitasi lingkungan,
entomolog kesehatan, dan mikrobiolog kesehatan.
8. Tenaga gizi
Jenis tenaga kesehatan yang termasuk dalam kelompok tenaga gizi
terdiri atas nutrisionis dan dietisien.
9. Tenaga keterapian fisik
Jenis tenaga kesehatan yang termasuk dalam kelompok tenaga
keterapian fisik terdiri atas fisioterapis, okupasi terapis, terapis wicara,
dan akupunktur.
10. Tenaga keteknisian medis
Jenis tenaga kesehatan yang termasuk dalam kelompok tenaga
keteknisian medis terdiri atas perekam medis dan informasi
kesehatan, teknik kardiovaskuler, teknisi pelayanan darah, refraksionis
optisien/optometris, teknisi gigi, penata anestesi, terapis gigi dan
mulut, dan audiologis.
11. Tenaga teknik biomedika
Jenis Tenaga Kesehatan yang termasuk dalam kelompok tenaga
teknik biomedika terdiri atas radiografer, elektromedis, ahli teknologi
laboratorium medik, fisikawan medik, radioterapis, dan ortotik
prostetik.
25
12. Tenaga kesehatan tradisional
Jenis tenaga kesehatan yang termasuk dalam kelompok Tenaga
Kesehatan tradisional terdiri atas tenaga kesehatan tradisional ramuan
dan tenaga kesehatan tradisional keterampilan.
13. Tenaga kesehatan lain
Tenaga kesehatan lain ditetapkan oleh Menteri.
SKN memberikan fokus penting pada pengembangan dan
pemberdayaan sumber daya manusia kesehatan guna menjamin
ketersediaan, pendistribusian, dan peningkatan kualitas sumber daya
manusia kesehatan. Pengembangan dan pemberdayaan sumber daya
manusia kesehatan meliputi perencanaan kebutuhan dan program sumber
daya manusia yang diperlukan, pengadaan yang meliputi pendidikan
tenaga kesehatan dan pelatihan sumber daya manusia kesehatan,
pendayagunaan sumber daya manusia kesehatan, termasuk peningkatan
kesejahteraannya, dan pembinaan serta pengawasan mutu sumber daya
manusia kesehatan(Perpres Nomor 72 Tentang Sistem Kesehatan
Nasional 2012).
SDMK sebagai salah satu dari tujuh subsistem dalam SKN tahun
2012, merupakan pokok dan memiliki peranan sangat penting di dalam
berlangsungnya pembangunan kesehatan, dimana permasalahan
strategisnya adalah masih kurang serasinya dalam perencanaan
kebutuhan tenaga kesehatan, kualitas, serta distribusinya yang belum
merata di seluruh wilayah Indonesia. Hasil penelitian yang dilaksanakan
26
oleh Oktarina and Sugiharto (2010), jumlah tenaga kesehatan yang ada
belum mencukupi dan distribusi tenaga kesehatan di puskesmas daerah
terpencil perbatasan dan kepulauan masih belum merata. Oleh karena itu,
dalam perencanaan kesehatan yang diamanatkan dalam SKN tahun 2012
agar lebih menekankan pada upaya penetapan jenis, jumlah, kualifikasi,
dan distribusi tenaga kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan
pembangunan kesehatan. Penelitian di Iran juga menemukan bahwa
pemerataan distribusi SDMK harus dipertimbangkan sebagai sebuah
filosofi utama dari perawatan kesehatan (Doulati, 2013). Evaluasi
penempatan tenaga kesehatan di Kabupaten Buton menemukan bahwa
rasio dokter terhadap jumlah penduduk sangat rendah dan terjadi
distribusi yang tidak merata (Herman & Hasanbasri, 2008).
Pengelolaan manajemen SDM yang baik tentunya akan berpengaruh
kepada kualitas pelayanan kesehatan yang diberikan (Kabene, Orchard,
Howard, Soriano, & Leduc, 2006). Seperti yang dilakukan di Kabupaten
Blitar, mengantisipasi peningkatan aksesibilitas masyarakat terhadap
pelayanan kesehatan di 24 puskesmas yang ada dengan merekomendasi
upaya pengaturan ketenagaan kesehatan untuk meningkatkan kualitas
pelayanan yang diawali dengan sebuah analisis kebijakan ketenagaan
(Laksono, Pudjirahardjo, & Mulyono, 2012). Sebuah studi literatur yang
dilakukan oleh Elarabi and Johari (2014) menyatakan bahwa manajemen
SDM yang efektif akan berpengaruh kuat terhadap kualitas pelayanan dan
pengembangan kinerja staf rumah sakit.
27
Isu pokok dalam pengembangan SDM kesehatan adalah terjadinya
ketidakseimbangan dari SDM terkait jumlah, jenis tenaga kesehatannya,
fungsi, serta distribusinya (Kolehmainen-Aitken, 1993). Penelitian di
Puskesmas Sajingan Besar, Kabupaten Sambas, didapatkan bahwa
jumlah tenaga kesehatan termasuk dokter umum yang tersedia di
puskesmas masih mengalami kekurangan dan terdapat tenaga kesehatan
yang tidak sesuai kompetensinya, sehingga belum cukup untuk
menyelesaikan seluruh upaya pelayanan kesehatan di puskesmas
(Suharmiati, Handayani, & Kristiana1, 2012).
E. Perencanaan Kebutuhan Sumber Daya Manusia Kesehatan
(SDMK)
1. Pengetian Perencanaan SDMK
Mondy dan Noe (1995) mendefinisikan perencanaan SDM sebagai
proses yang secara sistematis mengkaji keadaan sumberdaya manusia
untuk memastikan bahwa jenis, jumlah dan kualitas dengan ketrampilan
yang tepat, akan tersedia pada saat mereka dibutuhkan. George Milkovich
dan Paul C. Nystrom (Dale Yoder, 1981) mendefinisikan bahwa
perencanaan tenaga kerja adalah proses peramalan, pengembangan,
pengimplementasian dan pengontrolan yang menjamin perusahaan
mempunyai kesesuaian jumlah pegawai, penempatan pegawai secara
benar, waktu yang tepat, yang secara otomotis lebih bermanfaat.
28
Perencanaan kebutuhan SDMK adalah adalah proses sistematis
dalam upaya menetapkan jumlah dan kualifikasi SDMK yang dibutuhkan
sesuai dengan kondisi suatu wilayah dalam rangka mencapai tujuan
pembangunan kesehatan (Permenkes No. 33 Tahun 2015 Tentang
Pedoman Penyusunan Perencanaan Kebutuhan Sumber Daya Manusia
Kesehatan, 2015).
Seperti konsep perencanaan pada umumnya, perencanaan
kebutuhan SDMK merupakan penetapan langkah-langkah sebagai
jawaban atas 6 (enam) buah pertanyaan yang lazim dikenal sebagai 5W +
1 H (Permenkes No. 33 Tahun 2015 Tentang Pedoman Penyusunan
Perencanaan Kebutuhan Sumber Daya Manusia Kesehatan, 2015), yaitu:
a. Tindakan apa yang harus dikerjakan (what)
b. Apakah sebabnya tindakan itu dikerjakan (why)
c. Dimanakah tindakan itu akan dilakukan (where)
d. Bilamana tindakan itu dikerjakan (when)
e. Siapa yang akan mengerjakan tindakan itu (who)
f. Bagaimana pelaksanaannya (how)
2. Tujuan dan Manfaat Perencanaan Kebutuhan SDMK
Perencanaan kebutuhan SDMK bertujuan untuk menghasilkan
rencana kebutuhan SDMK yang tepat meliputi jenis, jumlah, dan kualifikasi
sesuai kebutuhan organisasi berdasarkan metode perencanan yang
sesuai dalam rangka mencapai tujuan pembangunan kesehatan.
29
Perencanaan SDMK dapat memberikan beberapa manfaat baik bagi
unit organisasi maupun bagi pegawai. Manfaat-manfaat tersebut antara
lain:
a. Manfaat bagi institusi
1. Bahan penataan/penyempurnaan struktur organisasi
2. Bahan penilaian prestasi kerja jabatan dan prestasi kerja unit
3. Bahan penyempurnaan sistem dan prosedur kerja
4. Bahan sarana peningkatan kinerja kelembagaan
5. Bahan penyusunan standar beban kerja; jabatan/kelembagaan
6. Penyusunan rencana kebutuhan pegawai secara riil sesuai
dengan beban kerja organisasi
7. Bahan perencanaan mutasi pegawai dari unit yang berlebihan ke
unit yang kekurangan
8. Bahan penetapan kebijakan dalam rangka peningkatan
pendayagunaan sumber daya manusia.
b. Manfaat bagi wilayah
1. Bahan perencanaan distribusi
2. Bahan perencanaan redistribusi (pemerataan)
3. Bahan penyesuaian kapasitas produksi
4. Bahan pemenuhan kebutuhan SDMK
5. Bahan pemetaan kekuatan/potensi SDMK antar wilayah
6. Bahan evaluasi dan penetapan kebijakan pemerataan,
pemanfaatan, dan pengembangan SDMK.
30
3. Periodesasi Perencanaan Kebutuhan SDMK
Perencanaan kebutuhan SDMK disusun secara periodik dengan
jangka waktu 1 (satu) tahun untuk perencanaan kebutuhan jangka pendek
(tahunan) dan jangka waktu 5 (lima) atau 10 (sepuluh) tahun untuk
perencanaan kebutuhan jangka menengah.
4. Metode Perencanaan Kebutuhan SDMK
Berdasarkan Permenkes No. 33 tahun 2015 tentang Pedoman
Penyusunan Perencanaan Kebutuhan Sumber daya manusia Kesehatan
metode perencanaan SDMK dikelompokkan sebagai berikut:
a. Metode berdasarkan Institusi
1) Analisis Beban Kerja Kesehatan (ABK Kesehatan)
Metode ABK Kesehatan adalah suatu metode perhitungan
kebutuhan SDMK berdasarkan pada beban kerja yang dilaksanakan
oleh setiap jenis SDMK pada tiap fasilitas kesehatan (Faskes) sesuai
dengas tugas pokok dan fungsinya. Metode ini digunakan untuk
menghitung semua jenis SDMK (Badan PPSDM Kesehatan, 2015).
Metode ABK Kesehatan untuk menghitung kebutuhan SDMK di
fasilitas kesehatan di wilayah pemerintah daerah kabupaten/kota
(Permenkes No. 33 Tahun 2015 Tentang Pedoman Penyusunan
Perencanaan Kebutuhan Sumber Daya Manusia Kesehatan, 2015).
Manfaat Perencanaan Kebutuhan SDM Kesehatan Berdasarkan
Metode Analisis Beban Kerja Kesehatan (ABK Kesehatan) antara lain:
31
a) Penyusunan rencana kebutuhan pegawai secara riil sesuai dengan
beban kerja organisasi
b) Penyusunan standar beban kerja jabatan/kelembagaan
c) Penilaian prestasi kerja jabatan dan prestasi kerja unit
d) Sarana peningkatan kinerja kelembagaan
e) Program mutasi pegawai dari unit yang berlebihan ke unit yang
kekurangan
f) Reward and punishment terhadap unit atau pejabat
g) Bahan penetapan kebijakan bagi pimpinan dalam rangka
peningkatan pendayagunaan sumber daya manusia.
Langkah-langkah metode ABK Kesehatan yaitu sebagati berikut :
a) Menetapkan Faskes dan Jenis SDMK
Data yang diperlukan untuk menetapkan faskes dan jenis SDMK
antara lain data institusi dan fasilitas pelayanan kesehatan (rumah
sakit umum, puskesmas, klinik Pemerintah atau pemerintah daerah
sesuai dengan kebutuhan pada jenjang administrasi pemerintahan
masing-masing), data jenis dan jumlah SDMK yang ada (tahun
terakhir) pada institusi dan fasilitas pelayanan kesehatan yang
bersangkutan.
b) Menetapkan Waktu Kerja Tersedia (WKT)
Waktu Kerja Tersedia (WKT) adalah waktu yang dipergunakan oleh
SDMK untuk melaksanakan tugas dan kegiatannya dalam kurun
waktu 1 (satu) tahun . Dalam Keputusan Presiden Nomor 68 Tahun
32
1995 telah ditentukan jam kerja instansi pemerintah 37 jam 30 menit
per minggu, baik untuk yang 5 (lima) hari kerja ataupun yang 6 (enam)
hari kerja sesuai dengan yang ditetapkan Kepala Daerah masing-
masing (Badan PPSDM Kesehatan, 2015). Informasi hari kerja yang
ditentukan oleh kebijakan Pemerintah yakni 5 hari atau 6 hari kerja per
minggu, sehingga dalam 1 tahun maka jumlah hari kerja 260 hari (5 x
52 minggu) dan 312 hari (6 x 52 minggu). Informasi WKT (Waktu
Kerja Tersedia) sebesar 1200 (seribu dua ratus) jam atau 72.000
menit per tahun. Informasi rata-rata lama waktu mengikuti pelatihan
sesuai ketentuan yang berlaku Informasi kelompok dan jenis tenaga
kesehatan mengacu pada Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014
tentang Tenaga Kesehatan. Informasi standar pelayanan dan Standar
Operasional Prosedur (SOP) pada tiap institusi kesehatan. Informasi
tugas pokok dan uraian tugas hasil analisis jabatan institusi atau
standar pelayanan yang ditetapkan.
c) Menetapkan Komponen Beban Kerja dan Norma Waktu
Komponen beban kerja adalah jenis tugas dan uraian tugas yang
secara nyata dilaksanakan oleh jenis SDMK tertentu sesuai dengan
tugas pokok dan fungsi yang telah ditetapkan. Norma Waktu adalah
rata-rata waktu yang dibutuhkan oleh seorang SDMK yang terdidik,
terampil, terlatih dan berdedikasi untuk melaksanakan suatu kegiatan
secara normal sesuai dengan standar pelayanan yang berlaku di
fasyankes bersangkutan. Kebutuhan waktu untuk menyelesaiakan
33
kegiatan sangat bervariasi dan dipengaruhi standar pelayanan,
standar operasional prosedur (SOP), sarana dan prasarana medik
yang tersedia serta kompetensi SDMK itu sendiri.
Rata-rata waktu ditetapkan berdasarkan pengamatan dan
pengalaman selama bekerja dan kesepakatan bersama. Agar
diperoleh data rata-rata waktu yang cukup akurat dan dapat dijadikan
acuan, sebaiknya ditetapkan berdasarkan waktu yang dibutuhkan
untuk menyelesaikan tiap kegiatan pokok oleh SDMK yang memiliki
kompetensi, kegiatan pelaksanaan standar pelayanan, standar
prosedur operasional (SPO) dan memiliki etos kerja yang baik.
d) Menghitung Standar Beban Kerja.
Standar Beban Kerja (SBK) adalah volume/kuantitas beban kerja
selama 1 tahun untuk tiap jenis SDMK. SBK untuk suatu kegiatan
pokok disusun berdasarkan waktu yang dibutuhkan untuk
menyelesaiakan setiap kegiatan (Rata-rata Waktu atau Norma Waktu)
dan Waktu Kerja Tersedia (WKT) yang sudah ditetapkan. Rumus
SBK:
( ) ( )
e) Menghitung Standar Kegiatan Penunjang
Tugas Penunjang adalah tugas untuk menyelesaikan kegiatan yang
tidak terkait langsung dengan tugas pokok dan fungsinya yang
dilakukan oleh seluruh jenis SDMK. Standar Tugas Penunjang (STP)
adalah proporsi waktu yang digunakan untuk menyelesaikan setiap
34
kegiatan per satuan waktu (per hari atau per minggu atau per bulan
atau per semester).
f) Menghitung Kebutuhan SDMK Per Institusi / Fasyankes
Penghitungan SDMK menggunakan rumus sebagai berikut :
( )
g) Hasil perhitungan SDMK
Tabel 1. Rekapitulasi kebutuhan SDMK di puskesmas
No Jenis SDMK Jumlah SDMK saat ini
Jumlah SDMK yang
seharusnya
Kesenjangan SDMK
(6)=(4)-(5) Keadaan
(1) (2) (4) (5) (6) (7)
1 Dokter Umum Sesuai/kurang/lebih
2 Perawat Sesuai/kurang/lebih
3 Bidan Sesuai/kurang/lebih
Puskesmas “A” Sesuai/kurang/lebih
Tabel 2. Rekapitulasi Hasil Perhitungan Kebutuhan SDMK (Contoh:Bidan Puskesmas) Di Kabupaten X Tahun 2017
No Jenis SDMK Jumlah Bidan
saat ini
Jumlah Bidan yang
seharusnya
Kesenjangan (6)=(4)-(5)
Keadaan
(1) (2) (4) (5) (6) (7)
1 A Sesuai/kurang/lebih
2 B Sesuai/kurang/lebih
3 C Sesuai/kurang/lebih
Kabupaten “X” Sesuai/kurang/lebih
35
2) Standar Ketenagaan Minimal (SKM)
Standar ketenagaan minimal digunakan untuk menetapkan kebutuhan
fasilitas pelayanan kesehatan (rumah sakit dan puskesmas) yang izin
pendirian baru atau peningkatan klasifikasi fasilitas pelayanan kesehatan
di wilayah pemerintah daerah kabupaten/kota, serta di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan daerah terpencil, sangat terpencil, perbatasan, tertinggal, dan
daerah yang tidak diminati (Permenkes No. 33 Tahun 2015 Tentang
Pedoman Penyusunan Perencanaan Kebutuhan Sumber Daya Manusia
Kesehatan, 2015).
Data yang diperlukan untuk metode standar ketenagaan minimal
antara lain data institusi dan fasilitas pelayanan kesehatan (rumah sakit
umum dan puskesmas) pemerintah atau pemerintah daerah sesuai
dengan kebutuhan pada jenjang administrasi pemerintahan, data jenis
dan jumlah SDMK yang ada (tahun terakhir), Informasi klasifikasi Fasilitas
Pelayanan Kesehatan (rumah sakit umum dan puskesmas) yang ada,
informasi standar ketenagaan minimal menurut klasifikasi Fasilitas
Pelayanan Kesehatan (rumah sakit umum dan puskesmas), jenis, dan
jumlah SDMK sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-
undangan baik ditingkat pusat maupun daerah.
Penentuan SDMK puskesmas dilakukan dengan membandingkan
jumlah SDMK yang ada saat ini dengan standar tenaga puskesmas
sebagaimana tertuang dalam lampiran Permenkes nomor 75 tahun 2014
tentang puskesmas.
36
Tabel 3. Standar ketenagaan puskesmas
No Jenis Tenaga
Puskesmas Kawasan Perkotaan
Puskesmas Kawasan Pedesaan
Puskesmas Kawasan
Terpencil dan Sangat
Terpencil
Non Rawat Inap
Rawat Inap
Non Rawat Inap
Rawat Inap
Non Rawat Inap
Rawat Inap
1 Dokter atau dokter layanan primer
1 2 1 2 1 2
2 Dokter gigi 1 1 1 1 1 1
3 Perawat 5 8 5 8 5 8
4 Bidan 4 7 4 7 4 7
5 Tenaga Kesehatan Masyarakat
2 2 1 1 1 1
6 Tenaga Kesehatan lingkungan
1 1 1 1 1 1
7 Ahli teknologi laboratorium medik
1 1 1 1 1 1
8 Tenaga gizi 1 2 1 2 1 2
9 Tenaga Kefarmasian
1 2 1 1 1 1
10 Tenaga administrasi
3 3 2 2 2 2
11 Pekarya 2 2 1 1 1 1
Jumlah 22 31 19 27 19 27
Sumber : Lampiran Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014
Tentang Pusat Kesehatan Masyarakat 2014)
b. Metode Berdasarkan Wilayah
Metode yang digunakan adalah Metode “Ratio Penduduk” yakni rasio
tenaga kesehatan terhadap jumlah penduduk di suatu wilayah. Data yang
digunakan dalam metode ratio Penduduk antara lain data nama wilayah
Nasional (berisi nama-nama provinsi) dan Provinsi (berisi nama-nama
37
kabupaten/kota) sesuai jenjang administrasi pemerintahan (BPS setempat
tahun terakhir), data penduduk tahun terakhir (jumlah penduduk per
provinsi dan jumlah penduduk per kab/kota setiap provinsi) sesuai jenjang
administrasi pemerintahan (BPS setempat tahun terakhir), angka
pertumbuhan penduduk (nasional, per provinsi, dan per kabupaten/kota
tiap provinsi) sesuai jenjang administrasi pemerintahan (BPS setempat
tahun terakhir), data tenaga kesehatan yang masuk (pengangkatan baru
dan pindah masuk) dan tenaga kesehatan yang keluar (pensiun,
meninggal dan yang tidak mampu bekerja karena sakit, keluar, cuti besar,
dan dipecat) menurut jenis dan jumlahnya tenaga kesehatan masuk dan
Tenaga Kesehatan keluar 5 tahun terakhir (BKD setempat sesuai jenjang
administrasi pemerintahan).
Sampai saat ini perencanaan kebutuhan SDMK puskesmas masih
menggunakan metode rasio. Padahal berdasarkan Permenkes Nomor 75
tahun 2014 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat, menyarakan bahwa
jenis dan jumlah tenaga kesehatan dihitung berdasarkan analisis beban
kerja. Perencanaan kebutuhan SDMK dengan menggunakan analisis
beban kerja dapat melihat perencanaan SDMK berdasarkan tingkat
kebutuhan terhadap pelaksanaan program yang harus dilakukan.
Kedua kelompok metode tersebut dapat dirinci ke dalam tabel berikut :
38
Tabel 4. Metode dasar perencanaan kebutuhan SDMK
Metode Tujuan Lingkup Penggunaan
Data Minimal Yang Diperlukan
1. Metode Berdasarkan Institusi
a. ABK Kesehatan (Analisis Beban Kerja Kesehatan)
Merencanakan kebutuhan SDMK baik di tingkat menejerial maupun tingkat pelayanan, sesuai dengan beban kerja sehingga diperoleh informasi kebutuhan jumlah pegawai
Tingkat institusi, dan dapat dilakukan rekapitulasi di tingkat jenjang administrasi pemerintahan selanjutnya. Metode ini juga dapat digunakan oleh Fasilitas Pelayanan Kesehatan Swasta
SOTK
Institusi/fasilitas pelayanan kesehatan
Jenis tugas dan uraian pekerjaan perjabatan dan hasil analisis jabatan
Hasil kerja/cakupan per jabatan
Norma waktu
Jam kerja efektif
Waktu kerja tersedia
Jumlah SDMK per jabatan
b. Standar Ketenagaan Minimal
Merencanakan kebutuhan SDMK untuk fasilitas pelayanan kesehatan (rumah sakit dan puskesmas) yang akan atau baru berdiri atau yang berada di daerah terpencil, sangat terpencil, perbatasan, tertinggal dan tidak diminati.
Tingkat institusi dan dapat dilakukan rekapitulasi di tingkat jenjang administrasi pemerintahan selanjutnya.
Jenis dan jumlah SDMK yang tersedia di fasilitas pelayanan kesehatan yang akan dihitung kebutuhan SDMKnya
2. Metode berdasar wilayah
Berdasarkan “Metode Rasio terhadap Penduduk”
Menghitung SDMK untuk memperoleh informasi proyeksi jumlah ketersediaan,
Tingkat wilayah terutama di tingkat nasional dan tingkat provinsi
Jumlah nilai tertentu (yg menjadi patokan rasio) di awal tahun proyeksi
Jumlah
39
kebutuhan, dan kapasitas produksi di suatu wilayah pada waktu tertentu. Menghasilkan peta proyeksi ketersediaan, kebutuhan, dan kapasitas produksi (potensi) SDMK antar wilayah pada waktu
ketersediaan SDMK diawal tahun
% laju pertumbuhan nilai tertentu (yg menjadi patokan rasio)
% pegawai pengangkatan baru dan pindah masuk,
% pegawai yg keluar (pensiun, pindah keluar, meninggal, tidak mampu bekerja karena sakit/cacat, dan yg mengundurkan diri atau dipecat
Target rasio SDMK terhadap nilai tertentu (2014 2019, 2025)
40
F. Sintesa Penelitian
Tabel 5. Sintesa penelitian sebelumnya
No Penulis Tujuan Desain Hasil dan Kesimpulan
1 Paruntu et al. (2015)
Untuk menganalisis perencanaan kebutuhan SDM di Puskesmas Dinas Kesehatan Kabupaten Minahasa
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif.
Hasil penelitian ini menunjukkan pengadaan sumber daya manusia kesehatan baik dinas kesehaatan maupun puskesmas tidak ada kesamaan persepsi tentang metode atau alat ukur. Manajemen puskesmas dan manajemen dinas kesehatan kurang komunikasi dan koordinasi. Pengembangan sumber daya manusia kesehatan tidak pernah direncanakan, pemeliharaan sumber daya manusia kesehatan tidak direncanakan setiap bulan atau tahun, penggunaan sumber daya manusia kesehatan dalam pengembangan karir tidak pernah dibuat.
2 Puspita (2011)
Untuk menganalisis kebutuhan tenaga berdasarkan beban kerja di Unit Pelatihan dan Pengembangan RS Tebet pada tahun 2011.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan observasi, wawancara mendalam, dan telaah dokumen ketenagaan
Jumlah optimal kebutuhan tenaga di Unit Pelatihan dan Pengembangan RS. Tebet adalah sebanayak 2 orang. Jumlah ini sama dengan jumlah staf yang ada saat ini.
3 Pandesia, Maramis, and
Untuk mengetahui analisis rekrutmen tenaga
Penelitian ini adalah penelitian kualitatif.
Penelitian ini menunjukkan bahwa belum diadakan pengangkatan pegawai atau
41
Engkeng (2016)
kesehatan di Dinas Kesehatan Kabupaten Minahasa Utara.
Moratorium pengangkatan pegawai pada Tahun 2016. Perencanaan Kebutuhan Tenaga Kesehatan di Dinas Kesehatan Kabupaten Minahasa Utara dilakukan setiap tahunnya oleh Kepala Sub Bagian Kepegawaian berdasarkan Standar Analisis jabatan dan Analisis Beban Kerja, Jenis Tenaga Kesehatan yang dibutuhkan dengan memprioritaskan Bidan, Perawat, Dokter, Tenaga Analis,Dokter Gigi, Perawat Gigi, Sanitarian, dan Nutrisionis, Jumlah tenaga Kesehatan yang masih dibutuhkan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Minahasa Utara Sebanyak 242 Pegawai.
4 Rahmawati (2015)
Untuk menganalisis kebutuhan jumlah tenaga berdasarkan beban kerja dengan menggunakan rumus Work Load Indicators of Staffing Need (WISN).
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif dengan pendekatan cross sectional.
Penelitian ini menunjukkan kebutuhan tenaga rekam medis di Rumah Sakit Umum Assalam Gemolong tahun 2015 adalah 9 orang. Sehingga memerlukan penambahan 1 orang tenaga pada bagian filing.
5 Salamate, Rattu, and Pangemanan (2014)
Menganalisis Perencanaan Sumber Daya Manusia (SDM) Kesehatan di Di Dinas Kesehatan Kabupaten Minahasa Tenggara.
Penelitian ini digunakan dengan pendekatan kualitatif dengan tujuan untuk mendapatkan informasi secara mendalam
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Tidak adanya pemerataan dalam pengadaan SDM Kesehatan melalui jumlah formasi yang masih minim yang diberikan oleh pemerintah daerah, terdapat pengembangan SDM kesehatan
42
tentang perencanaan sumber daya manusia kesehatan pada Dinas Kesehatan Kabupaten Minahasa Tenggara
di Dinas Kesehatan Minahasa Tenggara, terdapat pemeliharaan SDM kesehatan melalui jaminan pemberian tunjangan dari kinerja dan terdapat penggunaan SDM kesehatan melalui kesempatan untuk dapat mengembangkan karirnya.
6 Guspianto (2012)
Untuk menggali informasi mendalam dari informan yang dipilih secara purposive tentang kegiatan penyusunan rencana kebutuhan SDM kesehatan Puskesmas tahun 2010 yang dilihat dari aspek input, proses dan output.
Penelitian ini menggunakan rancangan kualitatif dengan pendekatan studi kasus
Hasil penelitian dari aspek input menemukan bahwa tidak adanya tenaga khusus perencana SDM kesehatan, tidak tersedianya dana operasional, data dan informasi ketenagaan tidak lengkap dan akurat. Dari aspek proses, inventarisasi persediaan SDM masih sangat terbatas, perkiraan SDM dilakukan terbatas pada sisi penawaran, dan metode perencanaan kebutuhan SDM kesehatan Puskesmas yang dipakai adalah metode rasio (ratio method) yang sebenarnya kurang tepat. Sedangkan dari aspek output diketahui bahwa rencana kebutuhan SDM kesehatan Puskesmas dihitung dengan metode rasio tenaga kesehatan dengan jumlah penduduk.
7 Imanti and Setyowati (2015)
Untuk menghitung kebutuhan tenaga kerja berdasarkan
Jenis penelitian ini menggunakan desktriptif dengan metode
Berdasarkan hasil perhitungan kebutuhan tenaga kerja berdasarkan beban kerja petugas unit rekam medis didapatkan
43
beban kerja petugas agar didapatkan tenaga yang berkualitas sesuai dengan kebutuhan.
observasi dan wawancara dengan pendekatan cross sectional.
jumlah petugas assembling dengan standar beban kerja sebanyak 27.669,76 menit dibutuhkan sebanyak 4 petugas, petugas koding BPJS Rawat Jalan dengan standar beban kerja sebanyak 47.506,73 menit dibutuhkan sebanyak 4 petugas, petugas koding BPJS Rawat Inap dengan standar beban kerja sebanyak 22.542,7 menit dibutuhkan sebanyak 3 petugas, petugas filing dengan standar beban kerja 15.534,73 menit dibutuhkan sebanyak 9 petugas, dan petugas analising/ reporting dengan standar beban kerja 613 menit dibutuhkan sebanyak 2 petugas.
8 Justam (2015)
Untuk mengetahui dampak pemekaran daerah terhadap kinerja pembangunan kesehatan dan sistem kesehatan antara tahun 2007 dan tahun 2013.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kombinasi (mixed methods) yang menggabungkan penelitian kuantitatif dan penelitian kualitatif.
Dari hasil analisis kualitatif diketahui tidak adanya pola yang jelas (ajeg) yang dapat membedakan kapasitas system kesehatan antara kabupaten DOB dan Non-DOB. Demikian juga terdapat variasi daerah dengan kinerja baik dan kinerja tidak/kurang baik masing-masing terjadi baik di kabupaten DOB maupun di kabupaten Non-DOB. Kinerja yang baik ternyata ditunjukkan bila terdapat komitmen yang kuat kepala daerah terhadap kesehatan, mempunyai visi jangka panjang, leadership dan latar
44
belakang kepala daerah serta faktor keterpencilan daerah.
9 Maulana et al. (2013)
Untuk mengevaluasi Pelayanan Kesehatan di Kabupaten Tana Tidung
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif, dengan jenis penelitian deskriptif.
Pelayanan kesehatan masih belum maksimal. Sehingga, saran yang dapat diberikan adalah Pemerintah Kabupaten Tana Tidung perlu untuk memperbaiki fasilitas kesehatan yang ada dan meningkatkan tenaga kesehatan yang memenuhi standar baik dari segi kualitas maupun kuantitas
10 Sukardi (2005)
Untuk mengetahui kebutuhan jumlah tenaga perawat berdasarkan kategori pasien di IRNA Penyakit Dalan RSU Tugurejo Semarang.
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitik yang dilakukan secara belah melintang ( cross sectional ) untuk mendapatkan informasi tentang jumlah tenaga perawat berdasarkan tingkat ketergantungan pasien khususnya di IRNA Penyakit Dalam berdasarkan tingkat ketergantungan pasien terhadap perawat.
Pada saat ini terdapat selisih cukup banyak antara jumlah perawat yang ada yaitu 16 orang perawat dibandingkan dengan hasil perhitungan ketiga formula diatas, untuk ini penulis menyarankan agar RSU Tugurejo Semarang mengoptimalkan tenaga yang ada dan bilamana memungkinkan kekurangan tenaga perawat dapat diperhatikan.
11 Widyana (2014)
Untuk menganalisis kebutuhan dan
Metode deskriptif kualitatif
Menunjukan bahwa sebagian besar tenaga kesehatan yang berpendidikan
45
pengembangan tenaga kesehatan Puskesmas di Kabupaten Sumbawa
kejuruan setingkat sekolah menengah mebutuhkan pendidikan lebih lanjut.
12 Rubbiana (2015)
Untuk menganalisis beban kerja perawat sebagai dasar dalam penentuan jumlah kebutuhan tenaga perawat di Instalasi Rawat Inap Tulip RSUD Kota Bekasi.
Menggunakan metode kualitatif dengan menggunakan teknik pengamatan work sampling, observasi, pedoman wawancara dan telaah dokumen.
Kegiatan keperawatan langsung di RSUD Kota Bekasi yaitu (38,1%) dan kegiatan keperawatan tidak langsung (48,3%). Proporsi waktu yang diperoleh dari komponen beban kerja kegiatan langsung dan kegiatan tidak langsung sudah mencapai batas maksimal yaitu (86,4%). Perhitungan kebutuhan tenaga perawat berdasarkan beban kerja diperoleh 44,76 tenaga perawat dengan rasio WISN 0,8.
13 Herman and Hasanbasri (2008)
Untuk mengetahui kebijakan penempatan tenaga kesehatan di puskesmas sangat terpencil Kabupaten Buton
Merupakan penelitian deskriptif, dengan metode kualitatif untuk mengevaluasi kebijakan penempatan tenaga kesehatan di puskesmas sangat terpencil di Kabupaten Buton.
Kebijakan penempatan tenaga kesehatan belum dapat mengatasi kekurangan tenaga di puskesmas sangat terpencil. Tidak adanya insentif dan ketidakjelasan pengembangan karir dan penghargaan bagi mereka merupakan penyebab tenaga tidak retensi, sehingga di puskesmas sangat terpencil kekurangan tenaga
14 Nurrahmah et al. (2016)
Untuk mengetahui jumlah dokter umum yang dibutuhkan berdasarkan beban kerja dengan
Penelitian deskriptif kuantitatif dengan pendekatan observasional.
Hasil penelitian menunjukkan waktu kerja tersedia bagi dokter umum di Poli Umum RSUD Kota Kendari adalah sebesar 251 hari pertahun atau sama dengan 1.506
46
menggunakan metode Workload Indicator Staffing Needs (WISN) di RSUD Kota Kendari Tahun 2016.
jam pertahun atau 90.360 menit pertahun. Kegiatan dokter umum mencapai waktu produktif sesuai dengan panduan pelayanan pasien oleh dokter umum di Amerika Serikat yaitu sekitar 15 menit perpelayanan pasien. Standar beban kerja dokter umum dalam mengerjakan kegiatan pokok di Poli Umum RSUD Kota Kendari selama satu tahun masing-masing adalah 18.072 pertahun untuk pelaksanaan anamnesa penyakit, 18.072 pertahun untuk pemeriksaan fisik dan atau pemeriksaan penunjang (rujukan). Dan 18.072 pertahun untuk penulisan resep serta penyuluhan kesehatan pada pasien selama setahun. Standar kelonggaran dokter umum di Poli Umum adalah 0,08 menit pertahunnya. Berdasarkan perhitungan WISN kebutuhan dokter umum tahun 2016 di Poli Umum yaitu 1 orang pelaksana. Dalam hal ini terjadi kelebihan tenaga yang bertugas sehari-hari di Poli Umum RSUD Kota Kendari. Disarankan agar pihak rumah sakit untuk menggunakan metode WISN dalam perencanaan tenaga kesehatan pada tahun berikutnya
47
agar diperoleh kebutuhan tenaga berdasarkan beban kerja nyata
15 Sade, Razak, and Thaha (2013)
Untuk menganalisis kebutuhan jumlah tenaga perawat ditinjau berdasarkan beban kerja dengan menggunakan formula hasil lokakarya Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI). Penelitian dilakukan di instalasi rawat inap RSUD Mamuju Utara.
Jenis penelitian adalah survey deskriptif, Populasi penelitian seluruh petugas kesehatan RSUD Mamuju Utara dengan sampel kepala sub bagian tata usaha, kepala seksi pelayanan dan perawatan, kepala seksi rekam medik dan pelaporan teknis, seluruh kepala ruang pada instalasi rawat inap dan pendidikan minimal diploma.
Kebutuhan tenaga keperawatan di ruang rawat inap RSUD Mamuju Utara yang berdasarkan formula hasil lokakarya PPNI sebanyak 38 tenaga keperawatan. Jumlah tenaga yang tersedia saat ini yaitu 25 orang, maka masih perlu dilakukan penambahan tenaga keperawatan sebanyak 13 tenaga (34,21%). Untuk ruangan perawatan I masih perlu penambahan 9 tenaga perawat, ruangan perawatan II perlu penamabahan 2 tenaga perawat, dan ruang perawatan III masih perlu penambahan 2 tenaga perawat.
16 Krisna (2012) Untuk mengetahui gambaran beban kerja dan kebutuhan tenaga di instalasi farmasi
Metode work sampling di gunakan untuk mengukur beban kerja, sedangkan Metode WISN digunakan untuk mengukur kebutuhan tenaga berrdasarkan beban kerja sesungguhnya.
Hasil studi ini menunjukkan bahwa tenaga farmasi yang ada telah menggunakan 90,3% waktu kerjanya dengan kegiatan produktif. Berdasarkan hasil work sampling tersebut dengan WISN ternyata jumlah tenaga yang ada saat ini lebih kecil dibandingkan dengan kebutuhan tenaga untuk mnyelesaikan tugas dan fugsi di Instalasi farmasi.
17 Dharmayuda Penelitian ini bertujuan Rancangan penelitian Metode analisis beban kerja
48
(2015) untuk mengetahui beban kerja, kebutuhan tenaga dokter umum, serta distribusinya di puskesmas se- Kota Denpasar.
ini adalah deskriptif cross-sectional yang dilaksanakan di puskesmas se-Kota Denpasar terhadap semua tenaga dokter umum fungsional. Data kuantitatif yang diperlukan didapat dari hasil wawancara dan observasi langsung aktifitas kegiatan dari masing-masing dokter umum serta data sekunder. Analisis data kuantitatif dilakukan dengan menggunakan software WISN English Version 1.1.132.0.
lebih obyektif untuk perencanaan kebutuhan tenaga dokter umum daripada metode rasio. Hasil penelitian ini diharapkan sebagai masukan khususnya kepada Dinas Kesehatan Kota Denpasar dalam perencanaan tenaga kesehatan khususnya dokter umum di puskesmas.
18 DeFreese and Mihalik (2016)
Untuk meneliti efek potensial dari interaksi sosial pada hubungan antara (1) kejenuhan dan stres yang dirasakan dan (2) burnout dan beban kerja ketidaksesuaian di ATS.
Penelitian cross-sectional. Pengaturan: Berpartisipasi ATS menyelesaikan survei berbasis komputer selama musim olahraga musim gugur.
Interaksi sosial dan penanda stres dan beban kerja harus dipertimbangkan ketika mencari untuk memahami pengalaman ATS 'dengan burnout dan merancang intervensi tempat kerja.
19 Ernawati, Untuk menganalisi Penelitian ini Kebutuhan tenaga perawat berdasarkan
49
Nursalam, and Djuari (2011)
kebutuhan riil tenaga perawat dengan metode WISN di ruang medikal bedah Rumah Sakit Umum Negara Bali
merupakan penelitian analitik observasional dengan menggunakan metode pendekatan Time and Motion Study yang bertujuan untuk melihat aktivitas atau Kegiatan secara menyeluruh dari perawat pelaksana dalam rangka menganalisis beban kerja perawat pelaksana untuk merencanakan jumlah kebutuhan tenaga perawat
workload indicator staff need (WISN) di Medikal Bedah Rumah Sakit Umum Negara Bali adalah 54 orang perawat,tenaga yang ada sebanyak 24 orang sehingga kekurangan 30 orang perawat.
20 Ly, Kouanda, and Ridde (2014)
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengukur kapasitas layanan bersalin rumah sakit rujukan 'untuk mengatasi permintaan untuk pelayanan kesehatan setelah pelaksanaan kebijakan ini.
Penelitian ini dilakukan di tiga pusat kesehatan rujukan (CMAS, Chrs, dan Chus). The CHU Yalgado Ouédraogo (tingkat tersier) dan CMA di Sektor 30 (tingkat dasar) terpilih sebagai fasilitas kesehatan di ibukota, bersama dengan Kaya CHR (tingkat
Penelitian ini menunjukkan kekurangan perawat dan bidan di dua fasilitas kesehatan di Ouagadougou, yang menegaskan bahwa ada permintaan yang cukup besar. Pada Kaya CHR, ada cukup saat ini staf untuk menangani beban kerja di bangsal bersalin, yang mungkin menunjukkan kebutuhan untuk memperluas analisis untuk fasilitas kesehatan lainnya untuk menentukan apakah redistribusi sumber daya kesehatan manusia dibenarkan.
50
menengah). Pada setiap fasilitas kesehatan, studi termasuk staf bangsal bersalin resmi saja. Kami menggabungkan dua kategori pekerjaan (perawat dan bidan) karena mereka melakukan kegiatan yang sama di fasilitas kesehatan tersebut. Kami menggunakan metode WISN yang direkomendasikan oleh WHO untuk menilai ketersediaan perawat dan bidan.
21 Namaganda, Oketcho, Maniple, and Viadro (2015)
Untuk Membuat transisi ke beban kerja berbasis staf: menggunakan Indikator Beban Kerja dari Staffing Perlu metode di Uganda
Sebuah penilaian WISN nasional (September 2012) digunakan purposive sampling untuk memilih 136 fasilitas kesehatan masyarakat di 33/112 kabupaten. Studi ini meneliti kebutuhan staf untuk lima kader (asisten perawat,
Hasil WISN menunjukkan kekurangan dari norma-norma kepegawaian yang ada, terutama untuk pusat kesehatan III dan IV. Hasil penelitian ini memberikan bukti dasar untuk membentuk kembali kebijakan, mengadopsi norma berbasis beban kerja, meninjau lingkup praktek dan target investasi sumber daya manusia. Dalam waktu dekat, pemerintah bisa mendistribusikan kesehatan yang ada pekerja untuk meningkatkan ekuitas
51
perawat, bidan, petugas klinis, dokter) di Puskesmas II (n = 59), III (n = 53) dan IV (n = 13) dan rumah sakit (n = 11). Menggunakan data beban kerja sistem informasi manajemen kesehatan (1 Juli 2010-30 Juni 2011), penelitian dibandingkan saat ini dan diperlukan staf, dinilai tekanan beban kerja dan dievaluasi kecukupan norma-norma kepegawaian yang ada
staf sejalan dengan hasil WISN. revisi jangka panjang dari norma-norma kepegawaian dan investasi untuk secara efektif mencerminkan beban kerja yang sebenarnya dan memastikan penyediaan layanan yang berkualitas di semua tingkat yang dibutuhkan.
22 Shivam et al. (2014)
Penelitian ini dilakukan untuk memperkirakan kuantitas produk tatively yang staf kebutuhan staf keperawatan berdasarkan 'standar aktivitas' dan 'beban kerja' (menggunakan Indikator Beban Kerja Perlu pedoman) di semua rumah sakit pedesaan di kabupaten Burdwan, West
Sebuah studi cross sectional dilakukan untuk memperkirakan kebutuhan barang keperawatan untuk rumah sakit pedesaan dan memberikan deskripsi kuantitatif ketidakseimbangan, jika ada, dalam alokasi di tingkat kabupaten
Rata-rata WISN ternyata 0.35 untuk seluruh kabupaten, yang berarti hanya 35% dari perawat yang diperlukan tersedia atau 65% kekurangan. Jadi, ada kebutuhan mendesak untuk lebih alokasi dan penyebaran staf sehingga beban kerja dapat ditangani dan merata di antara semua tenaga keperawatan.
52
Bengal, India, dan untuk menilai ketidakseimbangan, jika ada, dalam penyebaran staf perawat di rumah sakit tersebut.
selama 2011.
23 Purwanto (2011)
Untuk mengetahui jumlah optimal kebutuhan tenaga perawat di Unit Rawat Inap Bagian Interna RSD Dr. Soebandi berdasarkan beban kerja nyata dengan metode WISN.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan analisa data kuantitatif dengan metode work sampling.
Penggunaan waktu produktif dari seluruh jumlah waktu kerja tersedia yaitu 76,5%. Dengan rincian kegiatan produktif langsung sebesar 26,16%, produktif tidak langsung sebesar 37,19%, dan non-fungsional sebesar 13,12%. Sedangkan Jumlah tenaga kerja di instalasi rawat inap bagian interna RSD Dr. Soebandi Jember berdasarkan metode WISN adalah 25 orang tenaga perawat.
24 Fitriah, M.Zulkarnain, and Thamrin (2016)
Untuk mengetahui berapa besar beban kerja dan jumlah kebutuhan tenaga medis di unit rawat alan jiwa rumah sakit
Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif deskriptif menggunakan desain penelitian cross sectional dengan metode worksampling.
Hasil perhitungan WISN menunjukan bahwa tekanan beban kerja di unit rawat jalan jiwa cukup tinggi (ratio WISN < 1) sehingga pihak manajemen rumah sakit perlu mengatur ulang jadwal psikiater yang bertugas menjadi waktu penuh dengan memprioritaskan pelayanan rawat jalan jiwa sebagai tugas utama dibandingkan dengan aktivitas lainnya
53
25 Harijanto, Moestopo, and NI (2014)
untuk menghitung kebutuhan tenaga kerja berdasarkan beban kerja.
Metode yang digunakan adalah Workload Indicators of Staffing Need (WISN). Metode ini membandingkan kondisi ketenagaan riil dengan hasil penghitungan WISN
Dari penghitungan WISN terhadap 19 sub-divisi dihasilkan kebutuhan tenaga berdasarkan beban kerja tahun 2012 sebesar 158 orang dan saat ini terdapat 199 orang, sehingga terdapat kelebihan 41 orang. Rasio WISN yang dihasilkan sebesar 1,26 menunjukkan terjadi kelebihan tenaga lebih dari 25% dari kebutuhan yang ada. Kelebihan tenaga kerja dari penghitungan WISN dikarenakan rendahnya kegiatan di beberapa unit pelayanan. Penyebab yang lain karena ada unit pelayanan dan unit penunjang yang dibuka 24 jam tujuh hari per mingguuntuk memberikan keunggulan pelayanan kepada pasien.
26 Amini (2014) untuk untuk menganalisis jumlah optimal sumber daya manusia tenaga keperawatan pada unit rawat inap Rumah Sakit Bangkatan.
Jenis penelitian adalah deskriptif menggunakan metode Workload Indicators of Staff Need (WISN)
Hasil penelitian menggunakan metode WISN menunjukkan bahwa jumlah perawat di unit rawat yang ada secara keseluruhan masih kurang dari kebutuhan sebanyak 10 orang, sedangkan jumlah bidan sudah berlebih 2 dari kebutuhan.
54
G. KERANGKA TEORI
Manajemen
Sumber
pembiayaan
Penyediaan
pelayanan Program
Organisasi SDMK
Perencanaan
- Jumlah
- Kualifikasi
Pendidikan
Distribusi Perlindungan Hukum
Dokter umum,
dokter spesialis,
dokter gigi,
perawat, bidan
dan lain-lain
Gambar 1. Sumber daya manusia kesehatan, Adisasmito (2008)
Sistem Kesehatan
55
H. Definisi Operasional
Mengacu pada buku pedoman perencanaan kebutuhan SDM
Kesehatan berdasarkan Metode Analisis Beban Kerja Kesehatan (ABK
Kesehatan) yang dikeluarkan Kementerian Kesehatan tahun 2015,
terdapat beberapa variabel yang dianalisa.
56
Tebal 6. Definisi operasional
Variabel Definisi Oprasional Satuan Cara Pengukuran/ dasar
penentuan Instrumen
Waktu Kerja tersedia (WKT)
Waktu kerja selama setahun untuk tenaga kesehatan dalam melaksanakan pekerjaaanya dengan mempertimbangkan daftar hadir resmi dan sah.
Hari Mengacu pada buku manual perencanaan kebutuhan sdmk ABK yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan. Jumlah hari kerja di Kabupaten Buton Selatan adalah 5 hari kerja/ minggu, sehingga WKT bidan adalah 212 hari/ tahun. (Badan PPSDM Kesehatan, 2015)
Komponen Beban Kerja (KBK)
Jenis dan uraian tugas yang secara nyata dilaksanakan oleh bidan sesuai tugas pokok dan fungsi yang telah ditetapkan. Terdiri dari tugas pokok dan tugas penunjang.
- Standar pelayanan dan Standar Prosedur Operasional (SPO) yang ditetapkan oleh Instansi (Badan PPSDM Kesehatan, 2015)
Norma waktu/ Rata-rata waktu
Rata-rata waktu yang dibutuhkan oleh bidan dan perawat untuk melaksanakan kegiatan secara normal sesuai standar pelayanan kesehatan. Berdasarkan analisis jabatan atau observasi lansung.
Menit Pengamatan tugas pokok dan kegiatan penunjang
Lembar observasi
dan Stopwatch
57
Standar beban Kerja
Volume/kuantitas beban kerja selama 1 tahun untuk tiap bidan dan perawat.
Kegiatan per
satuan waktu (menit
atau jam)
( )
( )
(Badan PPSDM Kesehatan, 2015)
Tugas penunjang Tugas untuk menyelesaikan kegiatan yang tidak terkait langsung dengan tugas pokok dan fungsi bidan dan perawat.
- Buku Manual perencanaan kebutuhan SDMK dengan metode ABK
Waktu Kegiatan Waktu yang diperlukan untuk melakukan kegiatan dalam 1 tahun.
Menit per tahun
(Badan PPSDM Kesehatan, 2015)
Faktor Tugas Penunjang (FTP)
Waktu kegiatan penunjang per waktu kerja tersedia dalam satu tahun.
-
(Badan PPSDM Kesehatan, 2015)
Standar Tugas Penunjang (STP)
Proporsi waktu yang digunakan untuk menyelesaikan setiap kegiatan per satuan waktu
%
( )
(Badan PPSDM Kesehatan, 2015)
Kebutuhan SDMK
Jumlah bidan dan perawat yang dibutuhkan berdasarkan hasil perhitungan menggunakan analisis
Jumlah bidan
( )
58
beban beban kerja Kesehatan
(Badan PPSDM Kesehatan, 2015)
Standar ketenagaan minimal
Jumlah dokter yang dibutuhkan berdasarkan standar ketenagaan minimal di setiap puskesmas.
Orang Standar Ketenagaan Puskesmas, lampiran Permenkes 75 tahun 2014. (Lampiran Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014 Tentang Pusat Kesehatan Masyarakat, 2014)