tesis - digilib.uns.ac.id/hubungan... · apabila masalah karies pada masa anak usia sekolah...
TRANSCRIPT
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP DENGAN STATUS KESEHATAN GIGI PADA ANAK USIA SEKOLAH DASAR
DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SAWIT I
TESIS
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Kesehatan
Program Studi Magister Kedokteran Keluarga
Minat Utama : Pendidikan Profesi Kesehatan
Oleh : P u r w o k o
NIM : S541008073
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA 2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan berkat dan
rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul “Hubungan
Pengetahuan dan Sikap dengan Status Kesehatan Gigi pada Anak Usia Sekolah di
Wilayah Kerja Puskesmas Sawit I”.
Penelitian tesis ini dapat tersusun berkat dukungan, do’a, bimbingan dan
bantuan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini dengan segala kerendahan
hati, penulis menghaturkan rasa terima kasih kepada yang terhormat:
1. Prof. Dr. Ravik Karsidi, MS selaku Rektor Universitas Sebelas Maret
Surakarta yang telah memberikan wawasan ilmu pengetahuan untuk
menyusun penelitian tesis ini.
2. Prof. Drs. Suranto, MSc., PhD., selaku Direktur Program Pasca Sarjana
Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan surat keputusan
pengangkatan dosen pembimbing tesis mahasiswa program studi Magister
Kedokteran Keluarga.
3. Prof. Dr. Didik Tamtomo, dr. MM, MKes., PAK selaku Ketua Program Studi
Magister Kedokteran Keluarga Universitas Sebelas Maret Surakarta yang
telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menempuh pendidikan
di Program Studi Magister Kedokteran Keluarga.
4. P Murdani K, dr. MHPEd. selaku Ketua selaku Ketua Minat Pendidikan
Profesi Kesehatan Program Studi Magister Kedokteran Keluarga.
5. Prof. Bhisma Murti, dr. MPH, MSc. PhD. selaku Dosen Pembimbing I yang
selalu meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk membimbing dan
memberikan arahan dalam penulisan serta penyelesaian penelitian tesis ini.
6. Dr. Hermanu Joebagio, MPd. selaku pembimbing II yang senantiasa
membimbing dan mengarahkan dalam penulisan penelitian ini.
7. Kepala UPTD Puskesmas Sawit I yang telah memberikan kesempatan kepada
penulis untuk menyelesaikan penulisan penelitian tesis ini.
8. Kepala UPTD Pendidikan Kecamatan Sawit Kabupaten Boyolali yang telah
memberikan ijin sebagai lahan penelitian.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
9. Keluarga tercinta atas dukungan moril yang senantiasa memberikan doa,
dorongan dan motivasi.
10. Teman-teman yang selalu memberikan semangat untuk menyelesaikan
penulisan penelitian tesis ini.
11. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah
membantu sehingga terselesaikannya penulisan penelitian tesis ini.
Penulis menyadari bahwa penelitian tesis ini masih terdapat kekurangan,
oleh karenanya penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun demi penyempurnaan. Semoga penelitian tesis ini dapat dilanjutkan
dan bermanfaat bagi semua pihak.
Surakarta, November 2011
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
ABSTRAK
Purwoko, S541008073: Hubungan Pengetahuan dan Sikap dengan Status Kesehatan Gigi pada Anak Usia Sekolah Dasar Di Wilayah Kerja Puskesmas Sawit I, Tesis Program Studi Magister Kedokteran Keluarga, Mina Utama: Pendidikan Profesi Kesehatan, Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta 2011. Latar Belakang: Penyakit gigi dan mulut pada anak usia sekolah jika dibiarkan dan kecenderungan peningkatannya di masa mendatang tidak dicegah, dampaknya akan sangat merugikan seluruh masyarakat. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan pengetahuan dan sikap dengan status kesehatan gigi anak usia sekolah dasar di wilayah kerja Puskesmas Sawit I. Metode: Jenis penelitian ini adalah analitik observasional dengan rancangan cross sectional. Jumlah populasi 442 siswa, sampling frame 82 siswa dan sampel 33 siswa kelas VI SD di wilayah kerja Puskesmas Sawit I. Teknik pengumpulan data menggunakan kuesioner dan checklist pemeriksaan kesehatan gigi yang meliputi DMF-T, PTI dan OHI-S. Teknik analisis data menggunakan uji korelasi product moment Pearson. Hasil: Terdapat hubungan yang secara statistik signifikan antara pengetahuan kesehatan gigi dengan DMFT (r = -0,37; p = 0,034), PTI (r = 0,46; p = 0,007), dan OHI-S (r = -0,34; p = 0,050). Terdapat hubungan yang secara statistik signifikan antara sikap tentang kesehatan gigi dengan DMF-T (r = -0,63; p = 0,001), PTI (r = 0,56; p = 0,001), dan OHI-S (r = -0,47; p = 0,006;). Kesimpulan: Terdapat hubungan antara pengetahuan serta sikap tentang kesehatan gigi dengan DMFT, PTI dan OHIS. Kata Kunci : pengetahuan, sikap, status kesehatan, OHI-S, DMF-T, PTI
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
ABSTRACT
Purwoko, S541008073: The Correlation Between Knowledge and Attitude of The Dental Health Status at School Age Children in The Working Area Puskesmas Sawit I, The Thesis of Magister of Family, Main Interest: The Profession of Health Education, The Magister Program of The Sebelas Maret University of Surakarta 2011. Background: The oral and dental disease in children of school age if left unchecked and the trend increase in the future is not prevented, the impact would be very detrimental to the entire community. This study aimed was to analyze the relationship of knowledge and attitudes to dental health status of primary school age children in the working area of Oil Health Center I. Methods: This study was analytic observational with cross sectional design. The population of 442 students, the sampling frame and sample of 82 students 33 students sixth grade elementary school in the working area of Oil Health Center I. Data collection techniques using questionnaires and checklists that include dental health checks DMF-T, PTI and OHI-S. Techniques of data analysis using Pearson product moment correlation test. Results: There was a statistically significant relationship between dental health knowledge with DMFT (r = -0.37, p = 0.034), PTI (r = 0.46, p = 0.007), and OHI-S (r = -0, 34, p = 0.050). There is a statistically significant relationship between attitudes about dental health with the DMF-T (r = -0.63, p = 0.001), PTI (r = 0.56, p = 0.001), and OHI-S (r = -0.47, p = 0.006;). Conclusion: There is a relationship between knowledge and attitudes about dental health with DMFT, PTI and OHIS. Keywords: knowledge, attitudes, health status, OHI-S, DMF-T, PTI
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya :
Nama : Purwoko
NIM : S541008073
Dengan ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis saya yang berjudul
“Hubungan Pengetahuan dan Sikap dengan Status Kesehatan Gigi pada Anak
Usia Sekolah Dasar di Wilayah Kerja Puskesmas Sawit I” adalah benar-benar
karya otentik saya sendiri. Hal-hal yang terdapat dalam tesis ini dan yang bukan
karya saya diberi tanda kutipan dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila
diketahui di kemudian hari terbukti bahwa pernyataan saya tidak benar, maka saya
bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan tesis dan gelar yang saya
peroleh dari tesis tersebut.
Surakarta, November 2011
Yang membuat pernyataan
P u r w o k o
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
DAFTAR ISI
Hal
JUDUL ............................................................................................................. i
HALAMAN PENGESAHAN.......................................................................... ii
KATA PENGANTAR ..................................................................................... iii
ABSTRAK ....................................................................................................... v
ABSTRACT ..................................................................................................... vi
PERNYATAAN............................................................................................... vii
DAFTAR ISI .................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL ............................................................................................ x
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ....................................................................... 5
C. Tujuan Penelitian ........................................................................ 5
D. Manfaat Penelitian ...................................................................... 5
E. Manfaat Penelitian ...................................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teori ................................................................................ 7
1. Tinjauan Umum tentang Pengetahuan ................................... 7
2. Tinjauan Umum tentang Sikap ............................................. 9
3. Tinjauan Umum tentang Status Kesehatan Gigi ................... 15
B. Hubungan Pengetahuan dan Sikap dengan Status Kesehatan
Gigi ............................................................................................. 30
C. Penelitian yang Relevan ............................................................ 32
D. Kerangka Pikir ............................................................................ 33
E. Hipotesis Penelitian .................................................................... 33
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
BAB III METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian ........................................................................ 35
B. Lokasi dan Waktu Penelitian ...................................................... 35
C. Populasi dan Sampel ................................................................... 35
D. Variabel Penelitian ...................................................................... 37
E. Definisi Operasional .................................................................. 37
F. Sumber Data Penelitian .............................................................. 38
G. Alat Ukur Penelitian ................................................................... 39
H. Pengumpulan Data ...................................................................... 41
I. Teknik Pengolahan dan Analisis Data ........................................ 41
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian ........................................................................... 46
1. Analisis Univariat .................................................................. 46
2. Analisis Bivariat ..................................................................... 49
B. Pembahasan ................................................................................ 54
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ................................................................................. 59
B. Implikasi ..................................................................................... 60
C. Saran ........................................................................................... 60
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 61
LAMPIRAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
DAFTAR TABEL
Hal
Tabel 2.1 Kriteria Debris Index ..................................................................... 26
Tabel 2.2 Kriteria Calculus Index ................................................................. 30
Tabel 2.3. Penelitian – penelitian tentang pengetahuan dan sikap serta status kesehatan gigi ...................................................................... 32
Tabel 3.1. Kisi-kisi Kuesioner Penelitian Pengetahuan dan Sikap Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Dengan Status Kesehatan Gigi Anak Usia Sekolah ............................................................... 40
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden ............................. 46
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Sikap Responden ........................................ 47
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi DMF-T Responden ...................................... 48
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi PTI Responden ............................................ 48
Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi OHI-S Responden ........................................ 49
Tabel 4.6 Korelasi antara Pengetahuan dan Sikap dengan DMFT, PTI dan OHIS ............................................................................................. 54
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian ....................................................... 33
Gambar 4.1 Hubungan Pengetahuan dengan DMF-T .................................... 50
Gambar 4.2 Hubungan Pengetahuan dengan PTI ........................................... 50
Gambar 4.3 Hubungan Pengetahuan dengan OHI-S ...................................... 51
Gambar 4.4 Hubungan Sikap dengan DMF-T ................................................ 52
Gambar 4.5 Hubungan Sikap dengan PTI ...................................................... 52
Gambar 4.6 Hubungan Sikap dengan OHI-S ................................................. 53
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Alat Ukur Penelitian
Lampiran 2. Hasil Uji Statistik Alat Ukur Penelitian Pengetahuan dan Sikap
Lampiran 3. Data Hasil Penelitian
Lampiran 4. Uji Statistik Hasil Penelitian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan adalah hak asasi manusia dan sekaligus investasi keberhasilan
pembangunan kesehatan secara menyeluruh dan berkesinambungan, dengan
tujuan guna meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi
setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya
(Depkes RI, 2004). Sasaran utama pembangunan jangka panjang bidang kesehatan
dalam rangka Indonesia sehat 2010 seperti yang tercantum dalam Sistem
Kesehatan Nasional antara lain meningkatkan derajat kesehatan masyarakat agar
tingkat kesehatan masyarakat menjadi lebih baik, sehingga didapatkan keadaan
sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang untuk
hidup produktif secara sosial dan ekonomi (Situmorang, 2006).
Kesehatan merupakan salah satu faktor kebutuhan yang diutamakan oleh
manusia, dengan salah satu komponen yang mempengaruhinya adalah masalah
kesehatan gigi dan mulut. Penyakit gigi dan mulut yang menjadi masalah
kesehatan masyarakat dewasa ini adalah penyakit karies gigi dan penyakit
periodontium, karena kedua penyakit tersebut menimbulkan gangguan fungsi
kunyah dan dapat menyebabkan terganggunya penyerapan dan pencernaan
makanan (Depkes RI, 2000).
Dua macam penyakit tersebut disebabkan oleh plak. Plak adalah endapan
lunak yang terdiri dari kumpulan bakteri yang berkembang biak di atas suatu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
matriks yang terbentuk dan melekat erat pada permukaan gigi. Plak timbul apabila
seseorang mengabaikan kebersihan gigi dan mulutnya. Oleh karena itu tindakan
yang paling penting salah satunya adalah usaha untuk mencegah atau sedikitnya
mengurangi pembentukan plak dengan tujuan mencegah penyakit periodontium
dan karies gigi (Carranza, 2002).
Pada umumnya keadaan kebersihan mulut anak lebih buruk dan anak lebih
banyak makan makanan dan minuman yang menyebabkan karies dibanding orang
dewasa. Anak-anak umumnya senang gula-gula, apabila anak terlalu banyak makan
gula-gula dan jarang membersihkannya, maka gigi-giginya banyak yang mengalami
karies (Machfoedz dan Zein, 2005).
Apabila penjalaran dibiarkan saja, maka dampak yang terjadi adalah gigi
harus dicabut. Proses penjalaran kerusakan gigi dapat dihambat dengan
melakukan penambalan gigi. Maksud dari penambalan gigi adalah membuang
jaringan yang rusak dan mempertahankan bagian gigi yang tidak mengalami
kerusakan (Besford, 1996).
Apabila masalah karies pada masa anak usia sekolah dibiarkan dan
kecenderungan peningkatannya di masa mendatang tidak dicegah, dampaknya
akan sangat merugikan seluruh masyarakat. Akibat penyakit karies antara lain :
rasa sakit, gangguan fungsi kunyah yang menghambat konsumsi makanan/nutrisi,
gangguan kenyamanan berupa gangguan tidur, gangguan konsentrasi belajar dan
hilangnya kesempatan menerjuni bidang karier tertentu misalnya masuk ABRI,
penerbang atau pramugari, yang akhirnya mempengaruhi kualitas sumber daya
manusia (Yuyus, 1996).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
Data dari Bank WHO (2000) yang diperoleh dari enam wilayah WHO
(AFRO, AMRO, EMRO, EURO, SEARO, WPRO) menunjukkan bahwa rerata
pengalaman karies (DMFT) pada anak usia 12 tahun berkisar 2.4. Indeks karies di
Indonesia sebagai salah satu negara SEARO (South East Asia Regional Offices)
saat ini berkisar 2.2, untuk kelompok usia yang sama. Kelompok 12 tahun ini
merupakan indikator kritis, karena sekitar 76.97% karies menyerang pada usia
tersebut. Di negara berkembang lainnya indeks karies 1.2 sedangkan indeks target
WHO untuk tahun 2010 adalah 1.0. Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah
Tangga (SKRT, 2004), prevelansi karies di Indonesia mencapai 90,05% dan ini
tergolong lebih tinggi dibandingkan dengan negara berkembang lainnya. Karies
menjadi salah satu bukti tidak terawatnya kondisi gigi dan mulut masyarakat
Indonesia (Machfoed, 2006). Depkes RI pada tahun 2000 menetapkan indikator
pencapaian status kesehatan untuk gigi dan mulut untuk anak usia 12 tahun dapat
meliputi: DMF-T < 2, OHI-S < 1,2, PTI > 20%. Indeks DMF-T dikeluarkan oleh
WHO untuk menggambarkan pengalaman karies seseorang atau dalam suatu
populasi. OHI-S (Oral Hygiene Index Simplified) merupakan indeks untuk
mengukur kebersihan gigi dan mulut. PTI (Performance Treatment Index)
merupakan gambaran dari kemampuan seseorang atau dalam suatu populasi dalam
mempertahankan gigi selama mungkin di dalam rongga mulut.
Status kesehatan gigi dan mulut merupakan pencerminan atau hasil dari
perilaku pelihara diri masyarakat. Menurut Depkes (2000), kegiatan pelihara diri
yang dapat dilakukan perorangan dalam masyarakat meliputi: pelaksanaan
hygiene mulut yang memadai yaitu dengan menyikat gigi, mengkonsumsi makan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
yang tepat misalnya makan sayuran atau buah buahan, menghindari kebiasaan
yang tidak baik untuk kesehatan gigi dengan makan manis dan melekat seperti
permen dan coklat, pemeriksaan diri sendiri dan mencari pengobatan yang tepat
sedini mungkin yaitu membiasakan untuk control secara rutin ke klinik gigi dan
mulut, Mematuhi nasehat–nasehat yang diberikan tentang kesehatan gigi dan
mulut dari tenaga professional kesehatan gigi dan mulut.
Menurut Notoatmodjo (2005), status kesehatan dapat ditingkatkan dengan
perilaku kesehatan terdiri dari beberapa aspek yaitu: Perilaku pencegahan
penyakit, perilaku penyembuhan penyakit bila sakit, antara lain berobat gigi
segera setelah sakit dan menambal gigi sebelum gigi berlubang semakin parah,
dan pemulihan kesehatan bilamana telah sembuh dari penyakit.
Pengetahuan dan sikap saling mewarnai dan saling terkait dalam
terbentuknya kemampuan untuk melakukan suatu perilaku tertentu. Perubahan
pengetahuan akan mempengaruhi sikap dan kemampuan dalam melaksanakan
perilaku, sehingga tanpa disadari dengan berubahnya salah satu komponen
tersebut, maka berubah pula kemampuan seseorang untuk melaksanakan praktik
tertentu (Santoso, 2004). Dengan demikian kemampuan anak usia sekolah tahun
dipengaruhi oleh pengetahuan dan sikap tentang kesehatan gigi dan mulut.
Berdasarkan hasil laporan pemeriksaan kesehatan gigi dan mulut pada
kegiatan UKGS di wilayah kerja Puskesmas Sawit I diketahui bahwa siswa yang
memiliki gigi berlubang yaitu sekitar 86,3% sedangkan murid yang giginya tidak
berlubang yaitu sekitar 13,7%. Sebagian besar murid yang memiliki gigi berlubang
mengatakan bahwa mereka kurang mengerti cara menjaga kesehatan gigi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas maka dapat
dirumuskan masalah sebagai berikut: “Apakah ada hubungan antara pengetahuan
dan sikap dengan status kesehatan gigi pada anak usia sekolah dasar di wilayah
kerja Puskesmas Sawit I?”
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan pengetahuan dan sikap
dengan status kesehatan gigi pada anak usia sekolah dasar di wilayah kerja
Puskesmas Sawit I.
2. Tujuan khusus
a. Mendeskripsikan status kesehatan gigi dan mulut pada anak usia sekolah
dasar di wilayah kerja Puskesmas Sawit I.
b. Untuk menganalisis hubungan pengetahuan dengan status kesehatan gigi
pada anak usia sekolah dasar di wilayah kerja Puskesmas Sawit I.
c. Untuk menganalisis hubungan sikap dengan status kesehatan gigi pada anak
usia sekolah dasar di wilayah kerja Puskesmas Sawit I.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Untuk membuktikan adanya hubungan pengetahuan dan sikap dengan status
kesehatan gigi pada anak usia sekolah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
2. Manfaat Praktis
a. Hasil penelitian ini diharapkan mampu menambah khasanah bagi ilmu
pengetahuan pada umumnya, dan khususnya ilmu kedokteran keluarga
dalam pengembangan ilmu pengetahuan terutama mengenai pentingya
pengetahuan dan sikap keluarga dalam meningkatkan status kesehatan gigi
dan mulut, khususnya bagi anak usia sekolah.
b. Diharapkan dapat dipakai sebagai bahan masukan bagi pelaksana program
untuk meningkatkan status kesehatan gigi dan mulut.
c. Penelitian ini diharapkan memberi masukan bagi pemerintah daerah
khususnya Kabupaten Boyolali, dimana hasil penelitian dapat dijadikan
pertimbangan dalam memutuskan kebijakan peningkatan status kesehatan
gigi dan mulut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Tinjauan Umum tentang Pengetahuan
a. Pengertian
Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu
seseorang terhadap obyek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung,
telinga dan sebagainya). Dengan sendirinya, pada waktu penginderaan
sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh
intensitas perhatian dan persepsi terhadap obyek. Sebagian besar
pengetahuan seseorang diperoleh melalui indera pendengaran (telinga) dan
indera penglihatan (mata). Pengetahuan seseorang terhadap obyek
mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda-beda.
Menurut Bloom yang dikutip Notoatmodjo (2005) bahwa pengetahuan
adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap
obyek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga dan
sebagainya).
Pengetahuan yang paling erat hubungannya dengan perilaku hidup
bersih dan sehat (PHBS) pada keluarga, di mana ibu hamil yang mempunyai
pengetahuan tinggi tentang PHBS berpeluang bagi keluarganya untuk
berperilaku hidup bersih dan sehat sebesar 6,4 kali dibandingkan dengan
pengetahuan rendah (Syafrizal, 2002).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
b. Tingkat pengetahuan
Menurut Bloom yang dikutip Notoatmodjo (2005) bahwa pengetahuan
secara garis besarnya dibagi dalam enam tingkatan yaitu: 1) tahu (know),
diartikan sebagai recall (memanggil) memori yang telah ada sebelumnya
setelah mengamati sesuatu; 2) memahami (comprehension), memahami
suatu obyek bukan hanya sekedar tahu terhadap obyek tersebut, tidak
sekedar menyebutkan, tetapi orang tersebut harus dapat menginterpretasikan
secara benar tentang obyek yang diketahui tersebut; 3) aplikasi
(application), diartikan apabila orang yang telah memahami obyek
dimaksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang diketahui
tersebut pada situasi yang lain; 4) analisis (analysis), adalah kemampuan
seseorang untuk menjabarkan, memisahkan, kemudian mencari hubungan
antara komponen-komponen yang terdapat dalam suatu masalah atau obyek
yang diketahui; 5) sintesis (synthesis), menunjukkan suatu kemampuan
untuk merangkum atau meletakkan dalam suatu hubungan yang logis dari
komponen-komponen pengetahuan yang dimiliki; dan 6) evaluasi
(evaluation), berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan
justifikasi atau penilaian terhadap suatu obyek tertentu yang didasarkan
pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau norma-norma yang berlaku
di masyarakat.
c. Domain pengetahuan
Pengetahuan merupakan domain terpentingnya terbentuknya tindakan
seseorang (over behavior). Penelitian rogers (1974) dikutip oleh
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
Notoatmodjo (2005) mengungkapkan bahwa sebelum seorang mengadopsi
perilaku baru di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan
yakni: 1) awareness (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam
arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (obyek); 2) interest,
dimana orang mulai tertarik pada stimulus; 3) evaluation, menimbang-
nimbang terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya; 4) trial,
dimana orang telah mencoba perilaku baru; dan 5) adoption, dimana subyek
telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya
terhadap stimulus.
Lebih jauh dikemukakan oleh Notoatmodjo (2005) bahwa
pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui obyek tertentu. Jadi
pengetahuan tidak hanya didapat melalui pendidikan formal, pengetahuan
juga dapat diperoleh melalui informal yang disampaikan oleh orang tua,
surat kabar, media elektronik, pengamatan dan segalanya. Pengetahuan juga
merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku
seseorang (over behavior), karena dari pengalaman dan penelitian, ternyata
perilaku yang didasari oleh pengetahuan lebih langgeng dari perilaku yang
tidak didasari oleh pengetahuan.
2. Tinjauan Umum tentang Sikap
a. Pengertian
Motif dan sikap (attitude) merupakan pengertian-pengertian yang
utama dalam uraian kegiatan dan tingkah laku manusia, maupun secara
khusus dalam interaksi sosial. Sementara itu, pengertian sikap merupakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
pengertian yang mempunyai peranan besar dalam ilmu jiwa sosial yang
khusus menguraikan tingkah laku manusia dalam situasi sosial. Bahkan
pernah diucapkan oleh para ahli ilmu sosial, bahwa “sosialisasi manusia”
atau menjadi makhluk sosialnya terutama terdiri atas pembentukan sikap-
sikap sosial pada dirinya. Oleh karena ada hubungan antara sikap dan motif
manusia.
Manusia tidak dilahirkan dengan sikap pandangan atau sikap
perasaan tertentu, tetapi attitude-attitude tersebut dibentuk sepanjang
perkembangannya. Peranan attitude dalam kehidupan manusia berperan
besar, sebab apabila sudah dibentuk pada diri manusia, maka attitude-
attitude menyebabkan bahwa manusia akan bertindak secara khas terhadap
obyek-obyeknya. Attitude mempunyai segi motivasi, berarti segi dinamis
menuju ke suatu tujuan, berusaha mencapai suatu tujuan. Attitude dapat
merupakan suatu pengetahuan, tetapi pengetahuan yang disertai kesediaan
dan kecenderungan bertindak sesuai dengan pengetahuan itu (Gerungan,
2004).
Sikap adalah evaluasi umum yang dibuat manusia terhadap dirinya
sendiri, orang lain, obyek atau isue (Azwar, 2000). Sikap adalah konsep
yang merepresentasikan suka atau tidak sukanya seseorang pada sesuatu.
Sikap adalah pandangan, positif, negatif, atau netral terhadap “obyek sikap”,
seperti manusia, perilaku, atau kejadian. Seseorang pun dapat menjadi
ambivalen terhadap suatu target yang berarti ia terus mengalami bias positif
dan negatif terhadap sikap tertentu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
Sikap adalah respon tertutup terhadap stimulus atau obyek tertentu,
yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan
(senang – tidak senang, setuju – tidak setuju, baik – tidak baik, dan
sebagainya). Menurut Campbell yang dikutip Notoatmodjo (2005)
mendefinisikan sangat sederhana, yaitu “an individual’s attitude is
syndrome of response consistency with regard to object.” Jadi jelas bahwa
sikap itu suatu sindrom atau kumpulan gejala dalam merespons stimulus
atau obyek, sehingga sikap itu melibatkan pikiran, perasaan, perhatian dan
gejala kejiwaan yang lain.
Menurut Newcomb, salah seorang ahli psikologi sosial menyatakan,
bahwa sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan
merupakan pelaksanaan motif tertentu. Dalam kata lain, fungsi sikap belum
merupakan tindakan (reaksi terbuka) atau aktivitas, akan tetapi merupakan
predisposisi perilaku (tindakan atau reaksi tertutup).
Menurut Allport yang dikutip oleh Notoatmodjo (2005), sikap itu
terdiri dari 3 komponen pokok, yaitu : 1) kepercayaan atau keyakinan, ide
dan konsep terhadap suatu obyek; 2) kehidupan emosional atau evaluasi
terhadap suatu obyek; dan 3) kecenderungan untuk bertindak.
b. Tingkat sikap
Menurut Notoatmodjo (2005) sikap terdiri dari berbagai tingkatan
berdasarkan intensitasnya, yaitu: 1) menerima (receiving), diartikan bahwa
seseorang atau subyek mau menerima obyek (stimulus yang diberikan);
2) menanggapi (responding), diartikan memberi jawaban atau tanggapan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
terhadap pertanyaan atau obyek yang dihadapi; 3) menghargai (valuing),
diartikan suatu subyek atau seseorang menyatakan setuju terhadap obyek
atau stimulus, dalam arti membahasnya dengan orang lain dan bahkan
mengajak atau mempengaruhi atau menganjurkan orang lain merespons; dan
4) bertanggung jawab (responsible), seseorang yang telah mengambil sikap
tertentu berdasarkan keyakinannya, dia harus berani mengambil risiko bila
ada orang lain yang mencemoohkan atau adanya risiko lain terhadap apa
yang telah diyakini.
c. Komponen sikap
Menurut Azwar (2000), struktur sikap terdiri atas komponen yang
saling menunjang yaitu komponen kognitif, komponen afektif dan
komponen konatif. Komponen kognitif merupakan representasi apa yang
dipercayai oleh individu pemilik sikap, komponen kognitif berisi
kepercayaan stereotype yang dimiliki individu mengenai sesuatu dapat
disamakan penanganan (opini) terutama apabila menyangkut masalah isu
atau problem yang controversial. Komponen afektif merupakan perasaan
yang menyangkut aspek emosional. Aspek emosional inilah yang biasanya
berakar paling dalam sebagai komponen sikap dan merupakan aspek yang
paling bertahan terhadap pengaruh-pengaruh yang mungkin adalah
mengubah sikap seseorang komponen afektif disamakan dengan perasaan
yang dimiliki seseorang terhadap sesuatu. Komponen konatif merupakan
aspek kecenderungan berperilaku tertentu sesuai dengan sikap yang dimiliki
oleh seseorang, dan berisi tendensi atau kecenderungan untuk bertindak/
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
bereaksi terhadap sesuatu dengan cara-cara tertentu, serta berkaitan dengan
obyek yang dihadapinya adalah logis untuk mengharapkan bahwa sikap
seseorang adalah dicerminkan dalam bentuk tendensi perilaku.
d. Sifat sikap
Sikap adalah bersifat positif, tetapi dapat pula bersifat negatif. Sikap
positif mempunyai kecenderungan tindakan untuk menyenangi, mendekatif,
mengharapkan obyek tertentu. Sikap negatif terdapat kecenderungan untuk
menjauhi, menghindari, membenci tidak menyukai obyek tertentu
(Purwanto, 1998).
e. Cara pengukuran sikap
Pengukuran sikap dapat dilakukan dengan menilai pernyataan sikap
seseorang. Pernyataan sikap adalah rangkaian kalimat yang mengatakan
sesuatu obyek sikap yang hendak diungkap. Pernyataan sikap mungkin
berisi atau mengatakan hal-hal yang positif mengenai obyek sikap, yaitu
kalimatnya bersifat mendukung atau memihak pada obyek sikap. Pernyataan
ini disebut dengan pernyataan yang favorable. Sebaliknya pernyataan sikap
mungkin pula berisi hal-hal negatif mengenai obyek sikap yang bersifat
tidak mendukung maupun kontra terhadap obyek sikap. Pernyataan ini
disebut dengan pernyataan yang tidak favorable.
Suatu skala sikap sedapat mungkin diusahakan agar terdiri atas
pernyataan favorable dan tidak favorable dalam jumlah yang seimbang.
Dengan demikian pernyataan yang disajikan tidak semua positif dan tidak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
semua negatif yang seolah-olah isi skala memihak atau mendukung sama
sekali obyek sikap (Azwar, 2005).
Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung atau tidak
langsung. Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat/
pernyataan responden terhadap suatu obyek. Secara tidak langsung dapat
dilakukan dengan pernyataan-pernyataan hipotesis kemudian dinyatakan
pendapat responden melalui kuesioner (Notoatmodjo, 2005).
f. Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap
Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap terhadap suatu obyek sikap
antara lain (Azwar, 2005):
1) Pengalaman pribadi
Untuk dapat menjadi dasar pembentukan sikap, pengalaman pribadi
haruslah meninggalkan kesan yang kuat. Sikap akan lebih mudah
terbentuk apabila pengalaman pribadi tersebut terjadi dalam situasi yang
melibatkan faktor emosional.
2) Pengaruh orang lain yang dianggap penting
Pada umumnya, individu cenderung untuk memiliki sikap yang
konformis atau searah dengan sikap orang yang dianggap penting.
Kecenderungan ini antara lain dimotivasi oleh keinginan untuk berafiliasi
dan keinginan untuk menghindari konflik dengan sebagian orang yang
dianggap penting tersebut.
3) Pengaruh kebudayaan
Tanpa disadari kebudayaan telah menanamkan garis pengarah
sikap kita terhadap berbagai masalah. Kebudayaan telah mewarnai sikap
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
anggota masyarakatnya, karena kebudayaanlah yang memberi corak
pengalaman individu-individu masyarakat asuhannya.
4) Media massa
Dalam pemberitaan surat kabar, radio maupun media komunikasi
lainnya, berita yang seharusnya factual disampaikan secara obyektif
cenderung dipengaruhi oleh sikap penulisnya, akibatnya berpengaruh
terhadap sikap konsumennya.
5) Lembaga pendidikan dan lembaga agama
Konsep moral dan ajaran dari lembaga pendidikan dan lembaga
agama sangat menentukan sistem kepercayaan tidaklah mengherankan
jika pada gilirannya konsep tersebut mempengaruhi sikap.
6) Faktor emosional
Kadang kala, suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang
didasari emosi yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau
pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego.
3. Tinjauan Umum tentang Status Kesehatan Gigi
Pembangunan kesehatan yang dilaksanakan secara berkesinambungan
bertujuan untuk meningkatkan status kesehatan masyarakat. Guna pengukuran
pencapaian upaya pelayanan kesehatan maka perlu ditetapkan indikator
kesehatan. Indikator pencapaian upaya pelayanan kesehatan gigi yang
ditetapkan oleh Depkes RI (2000) adalah DMF-T < 2, PTI > 20% dan OHI-S <
1,2.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
a. DMF-T (Decayed Missing Filling Tooth)
1) Pengertian
Indeks ini diperkenalkan oleh Klein H, Palmer CE, Knutson JW
pada tahun 1938 untuk mengukur pengalaman seseorang terhadap karies
gigi. Indeks DMF-T dikeluarkan oleh WHO untuk menggambarkan
pengalaman karies seseorang atau dalam suatu populasi. Komponen
DMF-T, terdiri dari D (decayed) yaitu gigi yang terkena karies, M
(missing) gigi yang hilang atau dicabut karena karies, dan F (filling) gigi
yang terkena karies dan telah dilakukan penambalan (Depkes RI, 2000).
2) D (decayed)
Decayed atau karies gigi merupakan penyakit yang berhubungan
dengan banyak faktor (multiple factors) yang saling mempengaruhi. Ada
tiga faktor utama yaitu gigi dan saliva, mikroorganisme, dan substrat
serta waktu sebagai faktor tambahan. Jika terjadi tumpah tindih pada
keempat faktor akan menyebabkan terjadinya karies (Newbrun 1977;
Alfano 1980; Konig dan Hoogendoorn, 1982 dalam Suwelo, 1992).
Tahap kerusakan gigi biasanya diawali dengan sedikit kristal yang
larut dan membuat daerah kecil pada permukaan email menjadi berpori
(tampak sebagai bercak putih). Tanpa kontrol kebersihan gigi yang baik,
maka mulailah terlihat lubang gigi. Mulanya lubang gigi tersebut sangat
kecil, tetapi karena bagian dalam dan samping lubang akan langsung
dilapisi oleh plak, proses pelarutan mineral akan berlanjut, sehingga
lubang gigi dapat bertambah besar. Lubang gigi tersebut pada dapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
mencapai akhir lapisan email. Asam yang berdifusi di antara kristal-
kristal email sudah mulai melarutkan dentin di bawahnya, sehingga proes
kerusakan gigi berlangsung lebih cepat dan ada kemungkinan gigi mulai
sakit. Tahap akhir adalah saat kerusakan gigi sudah melewati lapisan
email dan dentin, dan mencapai bagian saraf yang disebut pulpa. Pada
kondisi ini, gigi mulai benar-benar sakit, berubah dari rasa sakit yang
tajam atau rasa sakit yang tiba-tiba bila ada rangsangan manis, panas atau
dingin, menjadi rasa sakit yang terus-menerus atau rasa sakit yang
berdenyut-denyut. Rasa sakit ini dapat mengganggu tidur, menyebabkan
kelelahan, mengganggu pekerjaan atau konsentrasi mental (Besford,
1996).
Perasaan yang sakit terus menerus karena infeksi pada pulpa gigi
disebut peradangan pulpa atau pulpitis. Peradangan pada organ bukan
merupakan proses fisiologi, biasanya akan ditemui suatu peperangan
antara tubuh dengan bakteri, yang dapat menimbulkan nanah. Apabila
tubuh tidak dapat mempertahankan, bakteri akan berjalan terus sampai
seluruh pulpa hancur dan akan berwarna kehitaman, serta mengeluarkan
bau busuk yang khas. Keadaan yang demikian dinamakan gangraen
pulpa. Kondisi pulpa yang sudah mati, tidak menimbulkan rasa sakit,
sehingga pasien lupa untuk merawat giginya. Bakteri tetap bertahan
hidup dan menjalar ke arah periodontium. Reaksi tubuh terhadap aksi
penghancuran bakteri akan menyebabkan rasa sakit timbul kembali.
Akhirnya, bakteri akan membentuk dua macam pembengkakan yang
tergantung daya tahan tubuh penderita. Pembengkakan pada ujung akar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
yang berbentuk kantung biasanya disebut granulom, dan juga
pembengkakan yang merupakan kista (Tarigan, 1995). Granuloma
merupakan sumber infeksi untuk jaringan sekitar gigi maupun untuk
organ-organ tubuh lainnya seperti ginjal, jantung, mata (Tomasowa,
1995).
Gigi berlubang yang termasuk dalam kategori D, pada
pemeriksaan DMF-T adalah: 1) pada pit dan fissure maupun permukaan
halus gigi; 2) ada kerusakan lunak pada dasar dan dinding kavitas; 3)
enamel underminded; 4) tumpatan sementara; 5) sekunder karies; dan 6)
pada permukaan akar gigi maupun sisa akar. Pada satu gigi mengalami
karies lebih dari satu permukaan gigi, hanya dihitung sebagai satu
“decayed”. Begitupun untuk keparahan dalamnya kerusakan gigi, akan
dianggap sama sebagai decayed (Depkes RI, 2001).
Seperti halnya penyakit lain, gigi berlubang merupakan suatu
penyakit yang bisa dicegah. Banyak metode pencegahan telah
diupayakan untuk mencegah terjadinya karies, yang dianjurkan dan
sering dilakukan oleh masyarakat adalah menyikat gigi secara teratur,
pemakaian pasta gigi yang mengandung fluor, mengatur pola makan dan
pemberian fluor melalui air minum, tablet fluor dan lain sebagainya
(Lestari dan Boesro, 1995).
a) Menggosok gigi
Menggosok gigi adalah cara yang paling efektif dan praktis
untuk pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut yang baik (Lin dalam
Roeslan dkk., 1995). Tujuan menggosok gigi adalah membersihkan
deposit lunak pada permukaan gigi dan gusi (Nio, 2003). Alat-alat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
menggosok gigi. Alat-alat yang digunakan dalam menggosok gigi
adalah: sikat gigi, gelas kumur, cermin, pasta gigi.
b) Pemberian fluor
Fluor adalah elemen yang mutlak diperlukan untuk pencegahan
karies gigi. Fluor berperan dalam mencegah karies gigi yaitu dengan
meningkatkan daya tahan lapisan gigi dan melindungi daerah yang
rentan terserang karies dengan cara mengurangi kelarutan email dalam
asam. (Roeslan dkk., 1995)
c) Mengatur pola makanan
Mengkonsumsi buah berserat merupakan tindakan kontrol plak
secara mekanis dan kimiawi. Cara mekanis yaitu makanan berserat
perlu dikunyah lebih lama sebelum ditelan, sehingga secara langsung
mengikis plak, dan juga produksi saliva lebih banyak yang berperan
sebagai pembersih gigi. Secara kimiawi yaitu makanan berserat
berperan untuk menstabilkan PH di dalam rongga mulut, sehingga
dapat mencegah terbentuknya plak gigi (Malayahati dan Lestari,
2004).
d) Kontrol kesehatan gigi
Pemeliharaan dan pencegahan penyakit gigi dan mulut lebih
efektif dilakukan di rumah dibandingkan oleh tenaga kesehatan gigi
(Besford, 1996). Meskipun demikian, masyarakat tetap dianjurkan
untuk datang ke fasilitas kesehatan gigi, karena tidak semua tindakan
perawatan dapat dilakukan sendiri oleh pasien, misalnya pembersihan
karang gigi (Nio, 2003).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
Masalah gigi dan mulut memang tak masuk dalam daftar
penyakit mematikan. Kondisi itulah yang membuat sebagian
masyarakat mengesampingkan upaya mencegah bahkan juga
mengobati penyakit gigi dan mulut. Pihak sekolah maupun keluarga
belum memberikan dukungan optimal pada upaya menjaga kesehatan
mulut dan anak. Padahal, pada usia belia justru upaya edukasi dan
pencegahan lebih efektif. Sekolah maupun keluarga, sebagai
lingkungan terdekat anak, sejak dini harus mendidik anak untuk
disiplin menggosok gigi minimal dua kali sehari, sesudah makan dan
sebelum tidur. Anak pun harus dibiasakan memeriksakan giginya
setiap enam bulan. Kendati sebagian besar sekolah di Indonesia telah
memiliki program Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) yang didalamnya
meliputi Pendidikan Kesehatan Gigi (PKG), namun kegiatan itu
belum terlaksana optimal. Hal itu terkait dengan keterbatasan fasilitas
serta kurangnya pengetahuan pihak sekolah. Kondisi yang demikian
diperparah dengan minimnya dukungan yang keluarga, membuat
kesehatan gigi anak makin tak terpehatikan. Guru dan orang tua secara
teratur memeriksa kesehatan gigi anak, memberikan sosialisasi dan
jika ada masalah, segera mengkonsultasikannya pada dokter gigi.
Upaya itu juga termasuk program pemeriksaan ke dokter gigi enam
bulan sekali (Zatnika, 2009).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
3) M (missing)
Gigi dalam mulut merupakan bagian yang penting dari organ
pernafasan, pencernaan, bicara dan untuk mempertahankan kecantikan.
Nilai dari satu gigi harus dipertimbangkan secara umum tidak hanya dari
segi estetik, tetapi karena gigi tersebut harus dilakukan pencabutan
karena gigi tersebut merupakan penyebab suatu penyakit, penghambat
fungsi pengunyahan dan menimbulkan gangguan kesehatan (Tarigan,
1989). Pencabutan gigi tetap merupakan alternatif tindakan terakhir
dalam perawatan kesehatan gigi. Apabila gigi dicabut maka fungsi gigi
akan hilang atau minimal berkurang. (Tomasowa, 1995).
Tanggalnya gigi tetap merupakan suatu masalah. Gigi yang
bersebelahan dengan bekas pencabutan, mengakibatkan terbentuknya
celah antara gigi yang bergeser tadi dengan gigi sebelahnya dan makanan
dapat masuk ke dalam celah tadi sehingga membahayakan gusi. Dalam
sebagian kecil keadaan, perubahan posisi gigi ini menyebabkan
perubahan cara pengunyahan, sehingga otot rahang dapat menjadi sakit,
dan dapat menimbulkan sakit kepala, sendi rahang berbunyi, terbatasnya
permukaan mulut dan lain-lain. Gigi dari rahang lawannya dapat turun ke
bekas pencabutan sehingga menghambat gerakan pengunyahan. Selain
itu, bila celah terlihat, penampilan juga kurang menarik (Maulani, 2005).
4) F (filling)
Proses perusakan gigi dimulai pada email gigi. Agar keadaan ini
tidak berkembang ke arah keparahan, kavitas perlu dijaga kebersihan dan
dirawat dengan tumpatan (Frencken dkk, 1999). Selain mencegah
penjalaran karies, penambalan juga bertujuan untuk mengembalikan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
bentuk dan fungsi gigi. Tumpatan harus memenuhi persyaratan antara
lain tidak mengiritasi pulpa, toksisitas sistemik rendah, kariostatis,
sebaiknya tidak larut dalam saliva, kuat menahan beban pengunyahan,
mempunyai sifat estetis yang baik, sebaiknya terjadi adhesi antara bahan
tambal dengan enamel dan dentin (Machfoedz, 2006).
Proses penambalan tidak dapat dilakukan sendiri oleh pasien, tetapi
harus dilakukan oleh tenaga kesehatan gigi. Secara umum, karies
dianggap sebagai penyakit kronis pada manusia yang berkembang dalam
waktu beberapa bulan atau tahun. Lamanya waktu yang dibutuhkan
karies untuk berkembang menjadi suatu kavitas cukup bervariasi,
diperkirakan 6-48 bulan (Maulani, 2005). Seseorang dianjurkan untuk
periksa gigi secara rutin minimal 6 bulan sekali untuk mendeteksi dini
karies dan segera dilakukan tindakan untuk menghambat penjalaran
karies (Rahmadhan, 2010).
5) Pengukuran
Pemeriksaannya meliputi pemeriksaan pada gigi (DMFT). Semua
gigi diperiksa kecuali gigi molar tiga karena gigi molar tiga biasanya
tidak tumbuh, sudah dicabut atau tidak berfungsi. Indeks ini tidak
menggunakan skor; pada kolom yang tersedia langsung diisi kode D (gigi
yang karies), M (gigi yang hilang) dan F (gigi yang ditumpat) dan
kemudian dijumlahkan sesuai kode. Untuk gigi permanen dan gigi susu
hanya dibedakan dengan pemberian kode DMFT (decayed missing filled
tooth). Beberapa hal yang perlu diperhatikan:
a) Semua gigi yang mengalami karies dimasukkan ke dalam kategori D.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
b) Karies sekunder yang terjadi pada gigi dengan tumpatan permanen
dimasukkan dalam kategori D.
c) Gigi dengan tumpatan sementara dimasukkan dalam kategori D
d) Semua gigi yang hilang atau dicabut karena karies dimasukkan dalam
kategori M.
e) Gigi yang hilang akibat penyakit periodontal, dicabut untuk kebutuhan
perawatan ortodonti TIDAK dimasukkan dalam kategori M.
f) Semua gigi dengan tumpatan permanen dimasukkan dalam kategori F.
g) Gigi yang sedang dalam perawatan saluran akar dimasukkan dalam
kategori F.
h) Pencabutan normal selama masa pergantian gigi geligi TIDAK
dimasukkan dalam kategori M.
b. PTI (Performance Treatment Index)
Performance Treatment Index (PTI) dalam istilah umumnya adalah
angka mempertahankan gigi tetap seseorang. Menurut WHO, indeks usia
untuk mengukur gigi tetap adalah umur 12 tahun, 18 tahun 35 – 44 tahun,
dan 65 – 74 tahun. Usia 12 tahun menjadi sangat penting karena merupakan
usia anak-anak yang mudah dijangkau sebelum anak-anak meninggalkan
sekolah dasar; juga kemungkinan besar semua geligi tetap pada usia ini
telah tumbuh kecuali molar ke tiga (Depkes RI, 2001).
PTI dapat diperoleh dengan rumus berikut :
PTI = Jumlah F – T (Filled teeth)
X 100% Total DMF-T
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
c. OHI-S (Oral Higiene Index Simplified).
OHI-S (Oral Higiene Index Simplified) adalah skor atau nilai
pemeriksaan gigi dan mulut (Green and Vermillion) dengan menjumlahkan
Debris Index (DI) dan calculus index (CI) (Depkes RI, 1997). Debris Index
(DI) adalah skor dari endapan lunak yang terjadi karena adanya sisa
makanan yang melekat pada gigi penentu, Calculus Index (CI) adalah skor
dari endapan keras (karang gigi) terjadi karena debris mengalami
pengapuran yang melekat pada gigi penentu (Depkes RI, 2000).
1) Debris Index (DI)
Debris adalah suatu deposit lunak yang terdiri atas kumpulan
mikro organisme yang berkembang biak dalam suatu matrik yang
terbentuk dan melekat erat pada permukaan gigi, bila seseorang
mengabaikan kebersihan gigi dan mulut (Nio, 2003). Debris Index (DI)
adalah skor dari endapan lunak yang terjadi karena adanya sisa makanan
yang melekat pada gigi penentu (Depkes RI, 2001). Pemeriksaan untuk
menilai banyaknya debris dilakukan pada gigi-gigi penentu saja, dan
hanya pada permukaan tertentu dari gigi-gigi tersebut. Permukaan gigi
yang diperiksa adalah permukaan bukal gigi molar pertama kanan atas,
permukaan labial insisif pertama permanen kanan atas, permukaan bukal
gigi molar pertama kiri atas, permukaan lingual gigi molar permanen kiri
bawah, permukaan labial gigi insisif permanan kiri bawah, dan
permukaan lingual gigi molar permanen gigi kanan bawah (Nio, 2003).
Debris dapat diartikan juga sebagai plak yang sangat tipis yaitu
lapisan lunak tidak berwarna melekat erat pada permukaan gigi,
tambalan, karang gigi (Houwink, 1993). Plak berisikan mikro organisme
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
leukosit– leukosit bahan-bahan kimia yang berasal dari air ludah dan sisa
makanan (Machfoed dkk., 2006). Secara sederhana plak adalah endapan
tipis yang melekat pada permukaan gigi, yang terdiri dari bahan perekat
dan kuman. Bakteri yang terdapat pada permukaan luar dari plak adalah
bakteri aerob sedang pada bagian dalam adalah bakteri anaerob.
Terbentuknya plak gigi diawali dengan pembentukan acquired pellicle,
yaitu lapisan tipis yang menutupi lapisan email, tembus cahaya dan tidak
mengandung bakteri serta tidak mempunyai struktur tertentu. Setelah
aquired pelicle terbentuk bakteri mulai berproliferasi di atas permukaan
pelicle yang telah mengandung kuman dan akan menjadi bagian dari
plak.
Plak gigi yang tidak terkontrol dengan baik dapat menyebabkan
gingivitis, hal ini disebabkan karena adanya peningkatan jumlah bakteri
patogen yang menghasilkan bahan toxis (Houwink, 1993). Pada dasarnya
plak dapat dikontrol dengan penggunaan alat mekanis dan kimiawi.
Membersihkan gigi dan mulut secara mekanis adalah membersihkan plak
oleh tindakan psikomotor pasien secara teratur, plak dibersihkan dengan
sikat gigi, tusuk gigi dan benang gigi (Tan, 1993). Tindakan
membersihkan gigi dan mulut secara kimiawi dapat dilakukan dengan
menggunakan antibiotik dan senyawa anti bakteri, selain antibiotik untuk
mencegah kolonisasi bakteri pembentukan plak, untuk mencegah
pembentukan matrik plak dapat digunakan enzim dextranase yang dapat
menghidrolisa dextran yang terbentuk oleh streptokokus dalam plak.
Antibiotik dapat digunakan sebagai obat kumur dapat diaplikasikan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
secara lokal, ada beberapa antibiotik mempunyai potensi mencegah atau
mengurangi pembentukan plak misalnya tetrasiklin dan penisilin tetapi
memiliki efek samping bila digunakan secara terus menerus. Penggunaan
antibiotik dalam jangka panjang dapat menyebabkan timbulnya bakteri
yang resisten terhadap antibiotik tersebut (Nio, 2003).
Pengukuran DI dilakukan sesuai dengan kriteria yang diajukan
oleh Green dan Vermilion (Nio, 2003), yaitu sebagai berikut:
a) Menentukan gigi penentu untuk pemeriksaan Debris Indeks (DI),
yaitu pada rahang atas pada gigi 6 kanan kiri permukaan bukal dan
gigi 1 kanan permukaan labial, sedangkan pada rahang bawah gigi 6
kanan kiri permukaan lingual dan gigi 1 kiri permukaan labial.
b) Menghitung nilai debris, sesuai dengan kriteria pada tabel 1.
Tabel 2.1 Kriteria Debris Index
Nilai Keterangan
0 Pada permukaan gigi yang terlihat, tidak ada debris lunak dan tidak ada pewarna ekstrinsik.
1
a. Pada permukaan gigi yang terlihat, ada debris lunak yang menutupi permukaan gigi seluas 1/3 permukaan atau 1/3 permukaan gigi dari tepi gingival atau gusi.
b. Pada permukaan gigi yang terlihat, tidak ada debris lunak, akan tetapi ada pewarnaan ekstrinsik yang menutupi permukaan gigi sebagian atau seluruhnya.
2 Pada permukaan gigi yang terlihat, ada debris lunak yang menutupi permukaan tersebut, seluas > 1/3 tetapi 2/3 permukaan gigi dari tepi gingival atau gusi.
3 Pada permukaan gigi yang terlihat ada debris yang menutupi permukaan tersebut seluas > 2/3 permukaan gigi dari tepi gingival atau gusi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
Hasil pemeriksaan kemudian dijumlah. Untuk mengetahui
debris Indeks (DI), diperoleh dengan rumus :
DI = Jumlah Nilai Debris
Jumlah Gigi yang Diperiksa
2) Calculus Index (CI)
Calculus Index (CI) adalah skor dari endapan keras pada gigi
penentu (Depkes RI, 2001). Karang gigi adalah suatu endapan keras
terletak pada permukaan gigi berwarna mulai dari kuning-kekuningan,
coklat-kecoklatan sampai hitam-kehitaman dan mempunyai permukaan
yang kasar.
Karang gigi ada 2 jenis yaitu supragingiva calculus dan
subgingiva calculus. Supragingiva calculus yaitu karang gigi yang
menempel pada permukaan gigi diatas gusi. Warnanya putih kekuningan
bila warnanya gelap kehitaman hal tersebut disebabkan karena orang
tersebut merokok atau mengunyah tembakau dapat juga disebabkan zat
warna dari bakteri (Chromomeric bacteri). Terbentuk dari pengendapan
bahan-bahan mineral yang terdapat dalam ludah pada keadaan tertentu.
Sedangkan subgingiva calculus yaitu karang gigi yang terletak dibawah
gusi, jadi tidak tampak dari luar. Ini lebih padat dan keras. Warnanya
coklat tua atau hijau tua gelap, kehitaman.
Terbentuknya karang gigi karena antar plaque dan karang gigi
terdapat hubungan yang erat sekali sehingga tidak dapat dipisahkan satu
sama lainnya, plaque yang tinggal terlalu lama pada permukaan gigi akan
mengeras menjadi karang gigi. Penyebab ini berasal dari pengendapan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
bahan-bahan kasar, air ludah dan serum darah akibat adanya peradangan.
Karang gigi mempunyai permukaan yang kasar sehingga sisa-sisa
makanan dan air ludah melekat pada permukaan gigi tersebut.
Selanjutnya karang gigi akan terus terbentuk dan bertambah besar
sehingga dapat menutupi sebagian permukaan gigi dan juga
kepermukaan akar gigi dibawah tepi gusi. Apabila keadaan ini dibiarkan
lebih lanjut, maka karang gigi ini menimbulkan kelainan jaringan
periodontal.
Akibat yang ditimbulkan dari karang gigi yaitu
a) Karang gigi dapat mengakibatkan radang gusi atau gingivitis dengan
ditandai gusi berwarna merah,bengkak dan mudah berdarah.
b) Radang gusi apabila tidak dirawat akan menjalar kejaringan
pendukung gigi yaitu periodontitis
c) karang gigi menyebabkan bau mulut yang tidak sedap
Karang gigi tidak dapat dibersihkan dengan hanya menggosok
gigi atau kumur-kumur dengan obat kumur melainkan dengan perawatan
scaling. Scaling adalah suatu tindakan pembersihan plak gigi, kalkulus
dan deposit-deposit lain dari permukaan gigi. Penghalusan akar
dilakukan untuk mencegah akumulasi kembali dari deposit-deposit
tersebut. Tertinggalnya kalkulus supragingiva maupun kalkulus
subgingiva serta ketidak sempurnaan penghalusan permukaan gigi dan
akar gigi mengakibatkan mudah terjadi rekurensi pengendapan kalkulus
pada permukaan gigi. Scaling subgingiva lebih sulit dilakukan daripada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
scaling supragingiva karena sangat diperlukan kepekaan perabaan.
Keberhasilan tindakan pembersihan di daerah subgingiva menyebabkan
hilangnya peradangan, terjadi penyembuhan lesi periodontal melalui
proses pengerutan gusi serta regenerasi jaringan periodontium yang
rusak. Scaling dan penghalusan akar dapat dilakukan menggunakan alat
tangan atau alat ultrasonik.. Penggunaan scaler yang tidak hati-hati dapat
menimbulkan kerusakan tepi gingiva atau sering masih dijumpai adanya
kalkulus. Tepi gingiva rusak oleh bagian tajam scaler akibat tekanan
serta arah gerakan yang salah dan tanpa tumpuan di tempat yang tepat
sehingga menimbulkan celah gingiva. Keadaan ini mengakibatkan terjadi
peradangan dengan rasa perih dan sakit. Beberapa peneliti
membandingkan scaling menggunakan alat tangan dan alat ultrasonik.
Mereka menyimpulkan bahwa scaler ultrasonik efektif membersihkan
deposit bakteri subgingiva pada permukaan gigi. (Lelyati, 2006)
Kalkulus sub gingival terutama terdiri dari bakteri anaerobik.
Prosedur untuk mengatasinya root planing, terapi khusus untuk
menghilangkan cementum dan permukaan dentin yang ditumbuhi
kalkulus, mikroorganisme, serta racun-racunnya. Tindakan ini dilakukan
setelah kalkulus bersih dari permukaan gigi dan akarnya. Pada sub
gingival kalkulus biasanya terjadi kantong, dengan kedalaman kantong
mencapai 0,5 cm. Pada kondisi yang demikian perlu dilakukan kuretase
untuk membentuk luka baru. Luka baru ini dibentuk dengan tujuan untuk
merekatkan kembali gigi yang sudah sehat lebih erat lagi ke gigi
(Julianti, dkk., 2008).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
Pengukuran CI dilakukan sesuai dengan kriteria yang diajukan
oleh Green dan Vermilion (Nio, 2003), yaitu sebagai berikut:
a) Menentukan gigi penentu untuk pemeriksaan Calculus Index (CI),
yaitu pada rahang atas pada gigi 6 kanan kiri permukaan bukal dan
gigi 1 kanan permukaan labial, sedangkan pada rahang bawah gigi 6
kanan kiri permukaan lingual dan gigi 1 kiri permukaan labial.
b) Menghitung nilai kalkulus, dengan kriteria sebagai berikut:
Tabel 2.2 Kriteria Calculus Index
Nilai Keterangan
0 Tidak ada karang gigi.
1 Pada permukaan gigi ada karang gigi supra gingival yang menutupi gigi tidak lebih dari 1/3 permukaan dari tepi gingiva atau gusi.
2
a. Pada permukaan gigi yang terlihat ada karang gigi supra gingival < 2/3 permukaan dari tepi gingiva atau gusi.
b. Sekitar bagian servikal gigi terdapat sedikit karang gigi subgingival.
3
a. Pada permukaan gigi yang diperiksa ada karang gigi supra gingival yang menutupi permukaan dari tepi gingival atau gusi.
b. Sekitar bagian servikal gigi ada karang gigi subgingival yang menutupi dan melingkari seluruh servikal (continuous band of subgingival calculus).
B. Hubungan Pengetahuan dan Sikap dengan Status Kesehatan Gigi
Perilaku manusia merupakan hasil daripada segala macam pengalaman
serta interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk
pengetahuan, sikap dan tindakan. Dengan kata lain, perilaku merupakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
respon/reaksi seorang individu terhadap perilaku hidup bersih dan sehat. Respon
ini dapat bersifat pasif yang tercermin dalam fikiran, pendapat dan sikap,
sedangkan respon aktif dapat dilihat dari tindakan. Sesuai dengan batasan ini,
perilaku kesehatan dapat dirumuskan sebagai segala bentuk pengalaman dan
interaksi individu dengan lingkungannya, khususnya yang menyangkut
pengetahuan, sikap tentang kesehatan, serta tindakannya yang berhubungan
dengan kesehatan. Perilaku yang didasari oleh pengetahuan, maka perilaku
tersebut akan bersifat langgeng (long lasting), sebaliknya apabila perilaku itu
tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan langsung lama
(Notoatmodjo, 2005).
Perilaku kegiatan pelihara diri yang dapat dilakukan perorangan dalam
masyarakat meliputi: Pelaksanaan hygiene mulut yang memadai yaitu dengan
menyikat gigi, Mengkonsumsi makan yang tepat misalnya makan sayuran atau
buah buahan, Menghindari kebiasaan yang tidak baik untuk kesehatan gigi dengan
makan manis dan melekat seperti permen dan coklat, Pemeriksaan diri sendiri dan
mencari pengobatan yang tepat sedini mungkin yaitu membiasakan untuk control
secara rutin ke klinik gigi dan mulut, Mematuhi nasehat – nasehat yang diberikan
tentang kesehatan gigi dan mulut dari tenaga professional kesehatan gigi dan
mulut (Depkes RI, 2000). Perilaku kesehatan terdiri dari beberapa aspek yaitu:
perilaku pencegahan penyakit, perilaku penyembuhan penyakit bila sakit, antara
lain berobat gigi segera setelah sakit dan menambal gigi sebelum gigi berlubang
semakin parah, dan pemulihan kesehatan bilamana telah sembuh dari penyakit
(Notoatmodjo, 2005).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
Perilaku dipengaruhi terdiri atas komponen pengetahuan dan sikap
(Santoso, 2004). Pengetahuan dan sikap tentang pencegahan gigi dan mulut
meliputi pelaksanaan hygiene mulut yang memadai diwujudkan dalam bentuk
kebersihan gigi dan mulut yang baik, diukur dengan indeks kebersihan gigi (OHI-
S). Pengetahuan dan sikap tentang penyembuhan penyakit bila sakit yaitu berobat
gigi segera setelah sakit dan menambal gigi sebelum gigi berlubang semakin
parah diukur dengan pengalaman penyakit gigi (DMF-T) dan mempertahankan
PTI. OHI-S, DMF-T dan PTI merupakan indikator status kesehatan gigi.
C. Penelitian yang Relevan
Sejauh ini penelitian, pengetahuan dan sikap anak usia sekolah perilaku
yang berhubungan dengan status kesehatan gigi belum banyak dilakukan.
Penelitian lain yang relevan dan pernah dilakukan antara lain :
Tabel 2.3 Penelitian – penelitian tentang pengetahuan dan sikap serta status kesehatan gigi
No Penelitian Desain Responden Hasil
1 Chemiawan E. 2004 Prevalensi Nursing Mouth Caries Pada Anak Usia 15-60 bulan berdasarkan frekuensi penyikatan gigi di Posyandu Desa Cileunyi Wetan Kecamatan Cileunyi Kab. Bandung
Deskriptif dg teknik survey
Anak usia 15 -60 bln
Prevalensi karies tertinggi pd anak dg frekuensi penyikatan gigi 1x (31,55%) diikuti penyiktn gg 2x (23,03%) dan penyikatn 3x (2,2%).
2 Sariningrum E., 2009. Hubungan Tingkat Pendidikan, Pengetahuan dan Sikap Orang Tua tentang Kebersihan Gigi dan Mulut pada Anak Balita Usia 3 – 5 tahun dengan Tingkat Kejadian Karies di PAUD Jatipurno.
Deskriptif Analitik
Anak usia 3-5 tahun
Menunjukkan indeks plak rata-rata 2.34, 80.6% anak mengalami karies dengan def-t rata-rata 5.60, def-s rata-rata 12.47.
3 Prevalensi karies pada anak sekolah dasar Riyadh Saudi dan 'pengetahuan, sikap dan praktek kesehatan mulut guru mereka
Survei Siswa dan Guru SD Riyadh
Prevalensi karies sebanyak 94,4%, rata-rata DMF-T 6,3, rata-rata D = 4,9, M = 1,1 dan F = 0,3.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
D. Kerangka Berpikir
Kerangka berpikir merupakan gambaran antara konsep-konsep spesifik
yang berbeda-beda ingin diteliti dan bersumber dari konsep teoritis yang telah
dijabarkan. Gambaran kerangka konsep dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
Variabel Bebas Variabel Terikat
Keterangan :
: diteliti
: tidak diteliti
Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian
E. Hipotesis Penelitian
1. Ada hubungan antara pengetahuan dengan DMF-T pada anak usia sekolah
dasar di wilayah kerja Puskesmas Sawit I.
Pengetahuan
Sikap
Sosial Budaya
Pendidikan
Ketersediaan Fasilitas
Status Kesehatan Gigi - Decayed Missing Filling
Teeth (DMF-T) - Performance Treatment
Index (PTI) - Oral Hygiene Index
Simplified (OHI-S)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
2. Ada hubungan antara pengetahuan dengan PTI pada anak usia sekolah dasar di
wilayah kerja Puskesmas Sawit I.
3. Ada hubungan antara pengetahuan dengan OHI-S pada anak usia sekolah dasar
di wilayah kerja Puskesmas Sawit I.
4. Ada hubungan antara sikap dengan DMF-T pada anak usia sekolah dasar di
wilayah kerja Puskesmas Sawit I.
5. Ada hubungan antara sikap dengan PTI pada anak usia sekolah dasar di
wilayah kerja Puskesmas Sawit I.
6. Ada hubungan antara sikap dengan OHI-S pada anak usia sekolah dasar di
wilayah kerja Puskesmas Sawit I.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 35
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Jenis penelitian ini adalah observasional yaitu untuk menggambarkan pola
distribusi penyakit dan determinan menurut populasi, letak geografik, dan waktu.
Teknik pengumpulan data dengan pendekatan cross sectional, artinya mempelajari
hubungan penyakit dan paparan pada individu dari populasi tunggal pada satu
periode (Murti, 1997).
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Sawit I Kecamatan Sawit
Kabupaten Boyolali selama 6 bulan, pada bulan April s/d September 2011.
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan elemen/subyek riset. Populasi sasaran pada
penelitian ini adalah siswa kelas VI SD di wilayah kerja Puskesmas Sawit I yaitu
422 orang.
2. Sampel
Sampel adalah sebagian dari populasi. Sebelum peneliti menentukan
sampel terlebih dahulu disusun kerangka pencuplikan (sampling frame) yang
berisikan nama-nama subyek populasi aktual yang akan dicupleik untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
memperoleh sampel (Murti, 1997). Penentuan jumlah sampling frame dihitung
dengan menggunakan rumus dari Ridwan (2003).
n = 岐岐.乒潜嫩囊
Di mana :
n = jumlah sampel
N = jumlah populasi
e2 = presisi yang ditetapkan
Diketahui jumlah siswa SD kelas VI yang berada di wilayah kerja Puskesmas
Sawit I adalah N = 422 siswa, dengan presisi yang ditetapkan 1%. Berdasarkan
rumus tersebut diperoleh populasi sasaran (n) yang akan diperoleh adalah sebagai
berikut:
n = 㑨ĖĖ㑨ĖĖ.在,囊潜嫩囊
= 㑨ĖĖ纵闹,ĖĖ邹
= 82 responden
Berdasarkan hasil perhitungan maka kerangka penculikan (sampling frame)
adalah 82 responden.
Pengambilan sampel menggunakan teknik pengambilan sampel purposive
sampling. Sampel yang digunakan adalah siswa kelas VI SD di wilayah kerja
Puskesmas I Sawit pada tahun ajaran 2011-2012 yang memenuhi kriteria :
a. Tidak ada kelainan
b. Berusia minimal 12 tahun pada saat dilaksanakan pemeriksaan
c. Gigi tetap yang tumbuh minimal 28 gigi
Berdasarkan kriteria di atas, maka dari sampling frame yang memenuhi kriteria
sebanyak 33 responden.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
D. Variabel Penelitian
Variabel penelitian terdiri atas :
1. Variabel bebas
a. Pengetahuan
b. Sikap
2. Variabel terikat
Status kesehatan gigi dan mulut yang terdiri atas DMF-T, PTI, dan OHI-S.
E. Definisi Operasional
1. Pengetahuan adalah pengetahuan siswa tentang cara menjaga kebersihan gigi dan
mulut, cara mencegah dan merawat gigi berlubang. Alat pengukurnya adalah
kuesioner, apabila pertanyaan dijawab benar maka diberi nilai satu, sedangkan
jawaban salah diberi nilai 0. Skala penelitian yang digunakan adalah rasio.
2. Sikap adalah keinginan dan kecenderungan siswa yang berkaitan dengan perasaan
dan pikirannya untuk bereaksi melakukan menjaga kebersihan gigi dan mulut,
serta mencegah dan merawat gigi berlubang. Variabel penelitian diukur dengan
kuesioner dengan pertanyaan tertutup, dengan memilih jawaban sesuai dengan
Skala Guttman Setuju (S), Tidak setuju (TS) dengan kriteria penilaian yaitu
jawaban setuju bernilai 1, jawaban tidak setuju bernilai 0 (Sugiyono, 2011). Sikap
diukur dengan skala rasio.
3. Status kesehatan gigi adalah pencapaian skor pengalaman karies (DMF-T), indeks
mempertahankan gigi (PTI) dan kebersihan gigi (OHI-S).
a. DMF-T, adalah jumlah karies aktif baik yang sudah mendapat perawatan
ataupun belum mendapat perawatan. DMF-T diperoleh melalui pemeriksaan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
dengan diagnostic set yang meliputi kaca mulut datar dan sonde. DMF-T
diukur dengan skala rasio. Untuk keperluan analisis deskriptif maka
dikategorikan sebagai berikut (Depkes RI, 2000):
1) Baik jika DMF-T < 2
2) Buruk jika DMF-T > 2
b. PTI, adalah jumlah gigi karies yang telah dilakukan penambalan yang baik
dibagi dengan pengalaman karies yang pernah dialami. PTI diperoleh melalui
pemeriksaan dengan diagnostic set yang meliputi kaca mulut datar dan sonde.
PTI diukur dengan skala rasio. Untuk keperluan analisis deskriptif, PTI
dikategorikan sebagai berikut (Depkes RI, 2000) :
1) Baik jika PTI > 20%
2) Buruk jika PTI < 20%
c. OHI-S, adalah status kebersihan gigi dan mulut yang diperoleh dari jumlah
kalkulus indeks dan debris indeks yang diperiksa berdasarkan kriteria green
dan vermilion. Pemeriksaan dilakukan dengan diagnostic yang meliputi kaca
mulut dan sonde. OHI-S diukur dengan skala rasio. Untuk keperluan analisis
deskriptif, maka OHI-S dikategorikan sebagai berikut (Depkes RI, 2000) :
1) Baik jika hasil pemeriksaan 0 – 1,2
2) Sedang jika hasil pemeriksaan 1,3 – 3
3) Buruk jika hasil pemeriksaan > 3
F. Sumber Data Penelitian
Ada dua jenis sumber data yang akan dikumpulkan dalam penelitian ini, yaitu
data primer dan data sekunder.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
1. Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari responden dengan
menggunakan alat ukur pada masing-masing variabel. Data primer pada penelitian
ini meliputi sikap, pengetahuan, DMF-T, OHI-S dan PTI.
2. Data sekunder adalah data yang diperoleh dengan jalan mengkaji dokumen-
dokumen yang telah tersedia/ada sebagai penunjang. Data sekunder diperlukan
untuk melengkapi data primer, yang berupa gambaran umum daerah atau lokasi
penelitian yang diperoleh dari data yang sudah tersedia pada SD di wilayah kerja
Puskesmas Sawit I.
G. Alat Ukur Penelitian
Variabel independen yang berupa pengetahuan dan sikap diukur dengan
kuesioner. Kuesioner terdiri dari 20 item pertanyaan yaitu 10 pernyataan tentang
pengetahuan dan 10 pernyataan tentang sikap. Peryataan yang diberikan bersifat
favorable (bersifat positif) dan bersifat unfavorable (bersifat negatif).
Pada pernyataan pengetahuan, untuk pernyataan yang bersifat favorable, maka
jawaban “Benar” diberi nilai 1, jawaban “Salah” diberi nilai 0, sedangkan untuk
pernyataan yang bersifat unfavorable, cara penilaiannya adalah kebalikan dari
favorable jawaban “Benar” diberi nilai 0, jawaban “Salah” diberi nilai 1. Pada
pernyataan sikap, untuk pernyataan yang bersifat favorable, maka jawaban “Setuju”
diberi nilai 1, jawaban “Tidak Setuju” diberi nilai 0, sedangkan untuk pernyataan
yang bersifat unfavorable, cara penilaiannya adalah kebalikan dari favorable
jawaban “Setuju” diberi nilai 0, jawaban “Salah” diberi nilai 1.
Adapun kisi-kisi kuesioner seperti pada tabel 4 berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
Tabel 3.1 Kisi-kisi Validitas Isi (Content Validity) Kuesioner Penelitian Pengetahuan dan Sikap Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Dengan Status Kesehatan Gigi Anak Usia Sekolah Dasar di Wilayah Kerja Puskesmas Sawit I
No. Pernyataan Kategori Nomor Soal
1. Pengetahuan Favorable 1, 3, 5, 7, 9 Unfavorable 2, 4, 6, 8, 10 2. Sikap Favorable 2, 4, 6, 9 Unfavorable 1, 3, 5, 7, 8, 10
Sebelum digunakan sebagai alat penelitian, kuesioner diuji coba pada subyek
penelitian untuk mengetahui validitas dan reliabilitas. Uji tersebut dilakukan
terhadap 10 responden pada siswa SD di wilayah kerja Puskesmas Sawit I.
Validitas merupakan suatu indeks yang menunjukkan alat ukur itu benar-
benar mengukur apa yang diukur. Berarti, validitas adalah suatu ukuran yang
menunjukkan tingkat kevalidan suatu instrumen. Semakin tinggi nilai validitas, maka
semakin bisa diandalkan instrumen yang digunakan dalam suatu penelitian. Dalam
uji validitas (content validity), analisis setiap butir pertanyaan dilakukan dengan cara
menghitung korelasi antara skor butir instrumen terhadap total skor
pertanyaan/pernyataan dengan mengunakan uji Pearson Product Moment. Item
pertanyaan dikatakan valid apabila nilai r lebih kecil atau sama dengan 0,05
(Ghozali, 2001). Berdasarkan hasil perhitungan statistik diperoleh semua pertanyaan
baik pengetahuan dan sikap diperoleh nilai r < 0,05, sehingga pertanyaan untuk 10
pertanyaan pengetahuan dan 10 pertanyaan sikap valid sebagai pertanyaan penelitian.
Uji reliabilitas adalah indeks yang menggunakan sejauh mana suatu alat
pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Dengan kata lain reliabilitas
menunjukkan konsistensi suatu alat pengukur di dalam mengukur gejala yang sama.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
Instrumen yang reliable mengandung arti bahwa instrumen tersebut cukup baik
sehingga bisa dipercaya untuk mengungkap data (Notoatmodjo, 2005). Uji
reliabilitas dalam penelitian ini dengan internal consistency yaitu melakukan uji coba
instrument satu kali saja kemudian hasil yang diperoleh dianalisis dengan tehnik
tertentu. Untuk menguji reliabilitas instrumen digunakan teknik Alpha Cronbach.
Instrumen penelitian dinyatakan reliabel jika memiliki nilai Alpha Cronbach lebih
dari 0,60.
H. Pengumpulan Data
Pengumpulan data variable sikap dan pengetahuan dilakukan memberikan
kuesioner kepada responden. Pengumpulan data status kesehatan gigi dan mulut
dilakukan dengan observasi.
I. Teknik Pengolahan dan Analisis Data
Pengolahan data yang diperoleh dari hasil penelitian ini dikerjakan dengan
proses:
1. Editing, adalah kegiatan yang bertujuan untuk memeriksa kembali jawaban dari
responden, yang dilakukan pada tempat survey karena bila ada kekurangan dapat
segera dilengkapi. Langkah ini dilakukan untuk mengecek kelengkapan data,
kesinambungan dan keseragaman data.
2. Coding Setiap alternatif jawaban diberikan kode yang ditulis dalam lembar kode
untuk mempermudah dalam proses pengolahan data
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
3. Scoring adalah kegiatan untuk memberikan skor atau nilai sesuai dengan skor
yang telah ditentukan di kuesioner. Total skor didapatkan dari hasil penjumlahan
skor masing-masing pertanyaan
4. Entry data, yaitu memasukkan data yang sudah diperoleh kedalam program
komputer.
5. Tabulating, merupakan kegiatan ini dilakukan dengan membuat tabel distribusi
frekuensi dan tabulasi silang pada masing-masing variabel penelitian
Dari hasil penelitian data yang sudah selesai dikumpulkan, diolah kemudian
dilakukan analisis sebagai berikut:
1. Analisis univariat
Analisa univariat bertujuan untuk mengetahui apakah konsep yang kita ukur
siap untuk dianalisis dan mengurangi adanya kesalahan dalam pengambilan data.
Analisis dilakukan dan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi jawaban
pengetahuan, sikap, dan status kesehatan gigi meliputi DMF-T, OHI-S dan PTI.
2. Analisis bivariat
Langkah kedua setelah analisis univariat untuk melihat hubungan antara
variabel pengetahuan dan sikap, dengan status kesehatan gigi.
a. Analisis Bivariat secara Deskriptif
Analisis bivariat secara deskriptif dilakukan dengan cara grafik hubungan
antara variabel bebas dan variabel terikat.
b. Analisis Bivariat secara Analitik
Analisis bivariat secara analitik dilakukan untuk mengetahui hubungan variabel
bebas dan variabel terikat yang telah disesuaikan dengan tujuan penelitian.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
1) Uji Normalitas
Sebelum dilakukan uji statistik antara dua variabel, terlebih dahulu
dilakukan uji normalitas dengan Kolmogorof Smirnov Test untuk
mengetahui apakah sampel yang berasal dari populasi yang berdistribusi
normal atau bukan. Dikatakan berdistribusi normal apabila p value dari
Kolmogorof Smirnov Test lebih dari 0,05 dan berdistribusi tidak normal
apabila p value kurang dari 0,05. Apabila data berdistribusi normal, maka
dilanjutkan dengan Pearson Product Moment, dan apabila data berdistribusi
tidak normal, maka dilanjutkan dengan Korelasi Rank Spearman.
a) Uji Korelasi Product Moment
Uji ini digunakan untuk menganalisis hubungan antara variabel bebas
dan variabel terikat yang berskala rasio, dimana sampel berasal dari
populasi yang berdistribusi normal.
Rumus :
})(}{)({
))(()(2222 åååå
å å å--
-=
yynxxn
yxxynrxy
Dimana :
rxy = Korelasi antara variabel x dan y
n = Jumlah sampel
x = Variabel bebas
y = Variabel terikat
åxy = Jumlah perkalian antara x dan y
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
Interpretasi :
Nilai r berkisar antara –1 dengan 1, apabila nilai r positif (+) maka
dikatakan kedua variabel tersebut mempunyai korelasi positif dan apabila
didapat nilai negatif (-), maka korelasi bersifat negatif. Sedangkan
apabila nilai r sama dengan 0 maka dapat dikatakan tidak ada hubungan
antara variabel bebas dengan variabel terikat.
b) Uji Korelasi Rank Spearman
Korelasi ini digunakan untuk menguji variabel bebas dan variabel terikat
yang minimal berskala ordinal, selain itu dapat digunakan untuk menguji
variabel bebas dan variabel terikat yang berskala interval atau rasio
dengan syarat apabila sampel berasal dari populasi yang berdistribusi
normal.
Rumus :
)1(
61
2
2
--= å
nn
Brxy
Dimana :
rxy = Korelasi antara variabel x dan y
n = Jumlah sampel
x = Variabel bebas
y = Variabel terikat
åB2 = Jumlah perkalian antara x dan y
Interpretasi :
Nilai r berkisar antara –1 dengan 1, apabila nilai r positif (+) maka
dikatakan kedua variabel tersebut mempunyai korelasi positif dan apabila
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
didapat nilai negatif (-), maka korelasi bersifat negatif. Sedangkan
apabila nilai r sama dengan 0 maka dapat dikatakan tidak ada hubungan
antara variabel bebas dengan variabel terikat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Karakteristik Subyek Penelitian
Subyek penelitian berasal dari 17 SD dan MI di wilayah kerja
Puskesmas Sawit I yang memenuhi kriteria tidak ada kelainan, berusia 12
tahun pada saat dilaksanakan pemeriksaan, dan gigi tetap yang tumbuh
minimal 28 gigi. Adapun distribusi subyek pada masing-masing SD/MI adalah
sebagai berikut:
Tabel 4.1 Distribusi subyek penelitian berdasarkan SD/MI
No. SD / MI Jumlah Subyek 1 SDN Mungup 2 2 MI Kiyaran 2 3 SDN Manjung I 2 4 SDN Manjung II 2 5 SD N Tegal Rejo 2 6 MI Tegal Rejo 2 7 SD N Bendosari I 2 8 SD N Bendosari II 2 9 SD N Karang Duren I 2 10 SD N Karang Duren II 2 11 MI Karang Duren 2 12 SD N Jatirejo I 2 13 SD N Jatirejo II 2 14 SD N Klabang 1 15 SD N Kateguhan I 2 16 SD N Kateguhan II 2 17 MI Kateguhan 2 Jumlah 33
Subyek yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 17 (51,5%) siswa
dan 16 (48,5%) siswa berjenis kelamin laki-laki. Distribusi subyek berdasarkan
jenis kelamin seperti pada tabel 4.2 berikut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
Tabel 4.2 Distribusi subyek penelitian berdasarkan SD/MI
No. Jenis Kelamin Frekuensi Persentase 1 Laki-laki 16 48,5 2 Perempuan 17 51,5 Jumlah 33 100
2. Analisis Univariat
a. Pengetahuan
Pengetahuan responden diukur dengan menggunakan kuesioner.
Nilai yang diperoleh adalah maksimum 10, minimum 5, dengan rata-rata
7,42. Distribusi jawaban masing-masing soal adalah sebagai berikut:
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden
No. Pernyataan Benar Salah
1 Gigi yang berlubang merupakan gigi sehat 30% 70%
2 Penambalan gigi berlubang penting untuk mengembalikan fungsi gigi untuk mengunyah, berbicara, dan keindahan
85% 15%
3 Gigi yang rusak, tidak berfungsi, pernah bengkak, dan sering nyeri sebaiknya jangan dicabut
88% 12%
4. Tanda awal gigi berlubang adalah gigi yang terasa linu
97% 3%
5. Penambalan gigi sebaiknya dilakukan oleh tukang gigi keliling
30% 70%
6. Gigi yang mati atau akar sisa gigi yang tidak dicabut dapat menjadi sumber infeksi penyakit
45% 55%
7. Menggosok gigi lebih baik dilakukan pada waktu mandi daripada sehabis makan dan sebelum tidur
27% 73%
8. Menyikat gigi yang benar meliputi semua permukaan gigi bagian luar, dalam, atas dan bawah
61% 39%
9. Gusi yang sehat berwarna merah tua, bukan merah muda
15% 85%
10. Seseorang perlu memeriksakan gigi minimal sekali dalam 6 bulan
70% 30%
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
Berdasarkan tabel 4.3 dapat diketahui bahwa hampir semua
responden mengetahui bahwa tanda awal gigi berlubang adalah gigi terasa
linu (97%), tetapi responden banyak yang tidak mengetahui gigi yang mati
yang tidak dicabut akan menjadi sumber infeksi penyakit.
b. Sikap
Sikap responden diukur dengan menggunakan kuesioner. Nilai yang
diperoleh adalah maksimum 10, minimum 4, dengan rata-rata 7,45.
Distribusi jawaban masing-masing soal adalah sebagai berikut:
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Sikap Responden
No. Pernyataan Setuju Tidak Setuju
1. Saya lebih suka memiliki gigi yang berlubang daripada gigi yang utuh
12% 88%
2. Saya bersedia untuk dilakukan penambalan gigi saya yang berlubang
70% 30%
3. Saya lebih baik menolak dilakukan pencabutan terhadap gigi yang sudah rusak, menimbulkan bau dan sering bengkak
55% 45%
4. Saya ingin merawat gigi agar tidak terasa linu
76% 24%
5. Saya lebih menyukai ditambal oleh tukang gigi keliling daripada ke klinik gigi atau Puskesmas
12% 88%
6. Saya khawatir jika terjadi infeksi penyakit pada gigi saya
67% 33%
7. Saya lebih suka menyikat gigi pada waktu mandi daripada sesudah makan dan sebelum tidur
73% 27%
8. Menyikat gigi di seluruh permukaan gigi sangat merepotkan dan menyita waktu
24% 76%
9. Saya tetap bersedia menyikat gigi, walaupun gusi berdarah dan berwarna merah tua
76% 24%
10. Memeriksakan gigi yang tidak sakit secara berkala hanya merepotkan saja, lebih-lebih 6 bulan sekali.
12% 88%
Berdasarkan tabel 4.4 dapat dilihat distribusi jawaban terbesar
responden adalah tidak setuju mempunyai gigi yang berlubang, ditambal
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
oleh tukang gigi keliling dan memeriksakan gigi yang sakit merupakan hal
yang merepotkan (88%).
c. DMF-T
DMF-T merupakan indeks pengalaman karies yang diperoleh dari
hasil pemeriksaan. Pemeriksaan meliputi penjumlahan gigi yang terkena
karies (D) gigi yang hilang atau indikasi cabut dan gigi yang ditambal
F.Berdasarkan hasil pemeriksaan diperoleh skor rata-rata DMF-T = 2,18
dengan DMF-T terbanyak 5.
Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi DMF-T Responden
DMF-T Frekuensi Persentase
Buruk (>2) 14 42,4
Baik (< 2) 19 57,6
Total 33 100,0
Berdasarkan tabel 4.5 dapat diketahui bahwa responden dengan
pengalaman karies baik (< 2) sebanyak 57,6% lebih besar dibandingkan
dengan responden dengan DMF-T buruk (> 2) sebanyak 42,4%.
d. PTI
PTI merupakan indeks mempertahankan gigi yang diperoleh dari
hasil pemeriksaan. PTI diperoleh dengan rumus F dibagi DMF-T dikalikan
100%. Berdasarkan hasil pemeriksaan diperoleh skor rata-rata PTI =
48,84%. Hasil kategori PTI berdasarkan pedoman pelayanan asuhan
kesehatan gigi dan mulut dari Depkes RI seperti pada tabel 4.4 berikut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi PTI Responden
PTI Frekuensi Persentase
Buruk (< 20%) 6 18,2 Baik (>20%) 27 81,8
Total 33 100,0
Berdasarkan tabel 4.6 dapat diketahui bahwa responden dengan PTI
baik (> 20%) sebanyak 81,8% lebih besar dibandingkan dengan responden
dengan PTI buruk (< 20%) sebanyak 18,2%.
e. OHI-S
OHI-S merupakan indeks kebersihan gigi yang ditunjukkan dengan
skor debris dan kalkulus yang merupakan hasil pemeriksaan pada gigi-gigi
indeks yang telah ditentukan. Hasil pemeriksaan OHI-S diperoleh rata-rata
1,59 (sedang). OHI-S dikategorikan berdasarkan pedoman pelayanan asuhan
kesehatan gigi dan mulut dari Depkes RI. Hasil kategori OHI-S seperti pada
tabel 4.7 berikut.
Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi OHI-S Responden
OHI-S Frekuensi Persentase
Buruk (> 3) 2 6,1
Sedang (1,3 - 3) 20 60,6
Baik (0 - 1,2) 11 33,3
Total 33 100,0
Berdasarkan tabel 4.7 dapat dilihat bahwa distribusi terbesar OHI-S
pada kategori sedang (60,6%) diikuti dengan kategori baik (33,3%) dan
distribusi terkecil pada kategori buruk (6,1%).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
3. Analisis Bivariat
a. Hubungan Pengetahuan dengan DMF-T
Gambar 4.1. Hubungan Pengetahuan dengan DMF-T
Berdasarkan gambar 4.1 dapat diketahui bahwa antara pengetahuan
dengan DMF-T terdapat hubungan yang bersifat berbanding terbalik,
dimana semakin besar nilai pengetahuan maka semakin kecil nilai DMF-T.
b. Hubungan Pengetahuan dengan PTI
Gambar 4.2 Hubungan Pengetahuan dengan PTI
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
Berdasarkan gambar 4.2 dapat dilihat bahwa antara pengetahuan
dengan PTI terdapat hubungan yang berbanding lurus, dimana semakin
besar nilai pengetahuan maka semakin besar nilai PTI.
c. Hubungan Pengetahuan dengan OHI-S
Gambar 4.3. Hubungan Pengetahuan dengan OHI-S
Berdasarkan gambar 4.3 dapat dilihat bahwa antara pengetahuan
dengan OHI-S terdapat hubungan yang berbanding terbalik, dimana
semakin besar nilai pengetahuan maka semakin kecil nilai OHI-S.
d. Hubungan Sikap dengan DMF-T
Berdasarkan gambar 4.4 dapat dilihat bahwa antara sikap dengan
OHI-S terdapat hubungan yang berbanding terbalik, dimana semakin besar
nilai sikap maka semakin kecil nilai DMF-T.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
Gambar 4.4 Hubungan Sikap dengan DMF-T
e. Hubungan Sikap dengan PTI
Gambar 4.5 Hubungan Sikap dengan PTI
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
Berdasarkan gambar 4.5 dapat dilihat bahwa antara sikap dengan
PTI terdapat hubungan yang berbanding lurus, dimana semakin besar nilai
sikap maka semakin besar besar nilai PTI.
f. Hubungan Sikap dengan OHI-S
Gambar 4.6. Hubungan Sikap dengan OHI-S
Berdasarkan gambar 4.6 dapat dilihat bahwa antara sikap dengan
OHI-S terdapat hubungan yang berbanding terbalik, dimana semakin besar
nilai sikap maka semakin kecil nilai OHI-S.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
g. Hubungan Pengetahuan dan Sikap dengan Status Kesehatan Gigi
Tabel. 4.8 Korelasi antara Pengetahuan dan Sikap dengan DMFT, PTI dan OHIS
Variabel Independen
Status Kesehatan Gigi
Koefisien Korelasi Pearson (r)
P
Pengetahuan kesehatan gigi
DMFT -0,37 0,034 PTI 0,46 0,007 OHIS -0,34 0,050
Sikap kesehatan gigi
DMFT -0,63 0,001 PTI 0,56 0,001 OHIS -0,47 0,006
Berdasarkan uji statistik korelasi Pearson antara pengetahuan
dengan DMF-T, PTI dan OHI-S diperoleh nilai p < 0,05 yang berarti
terdapat hubungan antara pengetahuan dengan DMF-T, OHI-S dan PTI.
Hubungan antara pengetahuan dengan PTI (r = 0,46; p = 0,007),
sedangkan hubungan pengetahuan dengan DMF-T (r = -0,37; p = 0,034)
dan OHI-S (r = -0,34; p = 0,05). Hasil uji statistik korelasi Pearson antara
sikap dengan DMF-T, PTI dan OHI-S, diperoleh nilai p < 0,05 yang
berarti terdapat hubungan bermakna antara sikap dengan DMF-T, PTI
dan OHI-S. Hubungan antara sikap dengan PTI (r = 0,56; p = 0,001),
hubungan antara sikap dengan DMF-T (r = -0,63; r = 0,001) dan OHI-S
(r = -0,47; p = 0,006).
B. Pembahasan
1. Hubungan Pengetahuan dengan DMF-T
Pengetahuan seorang akan menentukan perilakunya dalam hal
kesehatan. Seseorang yang mempunyai pengetahuan yang baik, maka akan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
tahu tindakan yang tepat apabila terserang suatu penyakit. Berdasarkan hasil
penelitian terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan
DMF-T, dimana semakin tinggi nilai pengetahuan makan semakin rendah
nilai DMF-T. Pengetahuan kesehatan gigi yang baik akan terjadinya
perilaku sehat seseorang dalam bidang kesehatan gigi dan mulut. Kurangnya
pengetahuan terhadap kesehatan dan penyakit, menyebabkan seseorang
tidak mampu untuk mencegah penyakit (karies) sehingga akan menambah
nilai D (Decay).
Setelah seseorang menderita penyakit gigi dan mulut maka penyakit
tersebut perlu dirawat, sehingga penjalaran penyakit gigi dan mulut dapat
dicegah. Perawatan yang sebaiknya dilakukan setelah adanya penyakit
adalah penambalan sehingga akan menambah nilai F (Filling). Tanpa
pengetahuan tentang perawatan penyakit gigi dan mulut, maka penyakit
yang dideritanya akan semakin parah sehingga gigi harus hilang
(M/Missing) karena pencabutan. Hasil penelitian ini sesuai dengan
penelitian Yusuf (2011) pada siswa SMP dan Fa’ati pada mahasiswa FKG
UNAIR yang menunjukkan hubungan yang bermakna antara pengetahuan
kesehatan gigi dan mulut dengan pengalaman karies (DMFT).
2. Hubungan Pengetahuan dengan PTI
Pengetahuan seorang akan menentukan perilakunya dalam hal
kesehatan. Seseorang yang mempunyai pengetahuan yang baik, maka akan
tahu tindakan yang tepat apabila terserang suatu penyakit. Berdasarkan hasil
penelitian diketahui bahwa terdapat hubungan bermakna antara pengetahuan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
dengan PTI, bahwa semakin baik pengetahuan anak, maka PTI-nya juga
semakin baik, yang berarti pengetahuan tentang gigi berlubang berhubungan
dengan PTI. Hasil penelitian ini ditunjang dengan pendapat Notoatmodjo
(2003), semakin meningkatnya pengetahuan seseorang maka perilaku dalam
bidang kesehatan semakin baik, termasuk didalamnya mencegah penyakit
dan mengobati penyakit. Pengobatan penyakit gigi akan mencegah
keparahan penyakit gigi, sehingga penyakit gigi dapat dihentikan
penjalarannya. Pengobatan yang dilakukan adalah dengan melakukan
penambalan gigi yang akan meningkatkan nilai PTI.
3. Hubungan Pengetahuan dengan OHI-S
OHI-S (Oral Higiene Index Simplified) adalah skor atau nilai
pemeriksaan gigi dan mulut (Green and Vermillion) dengan menjumlahkan
Debris Index (DI) dan calculus index (CI) (Depkes RI, 1997). Debris Index
(DI) adalah skor dari endapan lunak yang terjadi karena adanya sisa
makanan yang melekat pada gigi penentu, Calculus Index (CI) adalah skor
dari endapan keras (karang gigi) terjadi karena debris mengalami
pengapuran yang melekat pada gigi penentu (Depkes RI, 2000). Hasil
penelitian hubungan pengetahuan dengan OHI-S menunjukkan bahwa
terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan OHI-S (p <
0,05). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Yusuf (2011) yang
menyatakan ada hubungan bermakna pengetahuan dengan indeks oral
higiene (OHI-S) pada siswa SMP Nurul Hasanah (p < 0,05).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
Purwanto (1990) menyatakan bahwa peningkatan pengetahuan
kesehatan gigi dan mulut manfaat yang didapat adalah terjadinya perubahan
perilaku seseorang dalam bidang kesehatan gigi dan mulut. Termasuk juga
tindakan-tindakan untuk mencegah penyakit, kebersihan, memilih makanan
dan sebagainya. PDGI (2005), menyatakan untuk mencapai keberhasilan
pemeliharaan kebersihan gigi dan mulut salah satunya melalui kemampuan
menggosok gigi secara baik dan benar dipengaruhi pengetahuan. Kebersihan
gigi dan mulut dapat dijaga baik secara mekanis maupun secara kimiawi.
Seorang anak perlu dibekali pengetahuan yang baik tentang bagaimana cara
menggosok gigi yang baik dan benar sehingga mampu membersihkan
kotoran yang ada pada giginya.
4. Hubungan Sikap dengan DMF-T
Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup
terhadap suatu stimulus atau obyek. Sikap tidak dapat langsung dilihat tetapi
hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap
secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi yang bersifat
emonisonal terhadap stimulus. Berdasarkan hasil penelitian terdapat
hubungan yang bermakna antara sikap dengan DMF-T, dimana semakin
tinggi nilai sikap makan semakin rendah nilai DMF-T. Hal ini menunjukkan
bahwa sikap siswa SD yang positif akan berdampak pada status karies yang
positif. Sikap positif siswa SD membentuk perilaku positif terhadap
kesehatan gigi dalam bentuk pencegahan penyakit karies gigi, sehingga
tidak menambah nilai DMF-T.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
5. Hubungan Sikap dengan PTI
Tanda awal gejala penyakit karies adalah gangguan kenyamanan.
Gangguan tersebut merupakan stimulus untuk terbentuknya sikap pada anak
sekolah untuk segera menghilangkan rasa sakit dengan mencari pengobatan
ke sarana kesehatan. Di sarana kesehatan gigi anak akan memperoleh
pelayanan : Menghentikan rasa sakit gigi. dan penambalan gigi. Penambalan
gigi akan meningkatkan indeks mempertahankan gigi (PTI).
6. Hubungan Sikap dengan OHI-S
Hasil penelitian hubungan sikap dengan OHI-S menunjukkan bahwa
terdapat hubungan yang bermakna antara sikap dengan OHI-S (p < 0,05).
Kebersihan gigi dan mulut merupakan tanggung jawab individu terhadap
dirinya sendiri. Pada anak usia usia 12 tahun sudah dapat diberi tanggung
jawab dalam menjaga kebersihan gigi dibanding anak di bawahnya.
Tanggung jawab merupakan intensitas tertinggi dalam tingkatan sikap
setelah menerima (receiving), menanggapi (responding), menghargai
(valuing). Adanya tanggung jawab tersebut menimbulkan perilaku yang
baik terhadap kesehatan gigi dan mulutnya yaitu menjaga kebersihan gigi
dan mulutnya sehingga OHI-S tidak akan menjadi tinggi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Penelitian ini menarik beberapa kesimpulan:
1. Status kesehatan gigi dan mulut pada anak usia sekolah dasar di wilayah kerja
Puskesmas Sawit I adalah rata-rata Decay, Missing, Filling Teeth (DMF-T) =
2,18, rata-rata Performance Treatment Index (PTI) = 48,84% (baik) rata-rata Oral
Hygiene Index Simplified (0HI-S) = 1,59 (sedang).
2. Terdapat hubungan yang negatif dan secara statistik signifikan antara pengetahuan
kesehatan gigi dengan Decay, Missing, Filling Teeth (r = -0,37; p = 0,034).
3. Terdapat hubungan yang positif dan secara statistik signifikan antara pengetahuan
kesehatan gigi dengan PTI (r = 0,46; p = 0,007)
4. Terdapat hubungan yang negatif dan secara statistik signifikan antara pengetahuan
kesehatan gigi dengan Oral Hygiene Index Simplified (r = -0,34; p = 0,050)
5. Terdapat hubungan yang negatif dan secara statistik signifikan antara sikap
kesehatan gigi dengan Decay, Missing, Filling Teeth (r = -0,63; p = 0,001).
6. Terdapat hubungan yang positif dan secara statistik signifikan antara sikap
kesehatan gigi dengan PTI (r = 0,56; p = 0,001)
7. Terdapat hubungan yang negatif dan secara statistik signifikan antara sikap
kesehatan gigi dengan Oral Hygiene Index Simplified (r = -0,47; p = 0,006)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
B. Implikasi
1. Bagi Siswa Sekolah Dasar
Kesehatan gigi tidak bisa dilepaskan dari kesehatan secara keseluruhan.
Siswa Sekolah Dasar perlu meningkatkan pengetahuannya dalam pencegahan
penyakit gigi dengan bertanya kepada petugas kesehatan gigi, membaca buku
majalah, atau media massa yang lain sehingga mampu meningkatkan upaya
pencegahan penyakit gigi yang pada akhirnya mampu meminimalisir penyakit
gigi.
2. Bagi Orang Tua
Orang tua diharapkan tetap melakukan bimbingan kepada siswa sekolah
dasar, dengan selalu mengingatkan untuk menjaga kesehatan giginya meskipun
anak usia sekolah dasar sudah mampu diberi tanggung jawab. Meskipun sudah
ada program UKGS di sekolah, tetapi pencegahan di rumah tetap akan lebih baik.
C. Saran
1. Bagi Instansi Terkait
Puskesmas dan pihak sekolah perlu meningkatkan kerja sama dalam
program UKGS dengan peningkatan frekuensi UKGS agar angka DMF-T dan
OHI-S menjadi baik.
2. Bagi Peneliti Selanjutnya
Adanya penelitian dengan variabel bebas lain yang dapat berpengaruh
terhadap status kesehatan anak sekolah dasar dengan sampel yang lebih besar.