terminologi manusia - 3. ppt
DESCRIPTION
terminologi manusiaTRANSCRIPT
Struktur kepribadian manusia
Terdapat berbagai konsep Al-Quran dalam menelaah kepribadian manusia:
1. nafsu, 2. Akal, dan3. qolb.
Hawa nafsu
Berkedudukan di perut dan kelamin Daya atau dominasi ada pada psikomotorik
(konasi) Mengikuti kebutuhan jasad Potensinya bersifat indrawi dan empiris. Berkedudukan dalam alam prasadar dan bawah
sadar. intinya produktivitas, kreativitas, dan konsumtif. Apabila mendominasi manusia, maka menimbulkan
kepribadian al-ammarah.
Hawa nafsu
Nafsu memiliki dua macam penggerak:
Syahwatamarah
Hawa Nafsu
Al-Kindi membagi dengan nafsu syahwat (al-qawwah al-syahwaniyyah), yang menginduksi segala yang menyenangkan, yang menggerakkan reaksi marah (al-qawwah al ghadhabiyyah), yang menolak segala yang membahayakan dan daya berpikir (al-qawwah al al-aqilah.
Hawa Nafsu
Al-Farabi membaginya dengan jiwa penggerak (nafs al-muharrikah), Jiwa penangkap (al-nafs ak-mudrikah), dan jiwa berpikir (al-nafs al-nathiqah).
Hawa Nafsu
Ibn Sina membaginya dengan jiwa tetumbuhan (al-nafs-al-nabatiyyah), jiwa kebinatangan (al-nafs-al-hayawaniyyah), dan jiwa berpikir (al-nafs al-nathiqah).
Hawa Nafsu
Ibn Miskawaih membaginya dengan jiwa kebinatangan lunak (al-nafs-bahimiyyah), jiwa binatang buas (al-nafs al subuiyyah), dan jiwa berpikir (al-nafs al nathiqah)
Hawa Nafsu
Nafsu sebagai daya nafsani memiliki banyak pengertian:
pertama, nafsu merupakan nyawa manusia, yang wujudnya berupa angin (nafas) yang keluar-masuk di dalam tubuh manusia melalui mulut dan kerongkongan (al-raghib al-ashfahan).
Hawa nafsu
Kedua, nafsu merupakan sinergi jasmani-rohani manusia dan merupakan totalitas dari struktur kepribadian manusia;
Hawa nafsu
ketiga, hawa nafsu, yaitu bagian dari daya nafsani, yaitu hawa nafsu yang memiliki dua kekuatan, yaitu kekuatan al-ghadhabiyyah (menghindari diri dari segala yang membahayakan dan naluri dasar menyerang) dan al-syahwaniyyah (seks bebas, erotisme, narsisme, dan segala tindakan untuk pemuasan birahi).
Hawa Nafsu
Hawa nafsu memiliki dua daya yang pokok, yaitu pertama, al-ghadhab adalah sesuatu daya yang berpotensi untuk menghindari diri dari segala yang membahayakan. (al-Ghazali). Ghadhab merupakan potensi hawa nafsu yang memiliki natur seperti binatang buas (subu-iyyah) yang memiliki naluri dasar menyerang
Hawa Nafsu
Kedua, al-syahwat adalah suatu daya yang berpotensi untuk menginduksi diri dari segala yang menyenangkan. Syahwat merupakan potensi hawa nafsu yang memiliki natur binatang jinak (bahimiyyah) yang memiliki naluri seks bebas, erotisme, narsisme, dan segala tindakan untuk pemuasan birahi. Syahwat dalam terminology psikologi disebut appetite, yaitu semua hasrat (keinginan, birahi, hawa nafsu).
Prinsip Kerja Hawa Nafsu Prinsip kerja hawa nafsu mengikuti
prinsif kenikmatan dan berusaha mengumbar impul-impuls agresif dan seksual. Apabila impuls-impuls ini tidak terpenuhi maka terjadi ketegangan diri. Prinsip kerja hawa nafsu ini memiliki kesamaan dengan prinsip jiwa kebinatangan.
Prinsip Kerja Hawa Nafsu
hawa nafsu berorientasi pada jasad. Dalam kaitan dengan psikologi, kekuatan jasad yang utama adalah indera. Karena itulah maka potensi hawa nafsu bersifat inderawi (hissiyyah).
Prinsip Kerja Hawa Nafsu Daya inderawi hawa nafsu, dengan
meminjam teori ibn Sina, terbagi atas dua macam, yaitu (1) indera lahir (external senses) yang dapat dimiliki hewan dan manusia; (2) indera batin (internal senses) yang hanya dimiliki manusia, kalau hewan memiliki itu pun hanya sedikit. Indera lahir berupa panca indera (al-hiss al-khams), seperti pendengaran, penglihatan, penciuman, rasa sentuhan.
Indera Batin – Ibnu Sina
terdiri atas lima daya, yaitu:1. Indera bersama (al-hiss-al-
mustarikah) yang menerima, dan mengkoordinasikan bentuk-bentuk dari semua benda-benda empiris yang diserap oleh pancaindera lahir.
Indera Batin – Ibnu Sina
terdiri atas lima daya, yaitu: 2. Imajinasi retentive (khayal) yang
berfungsi representasi (mushawwirah) yaitu melestarikan informasi yang diterima oleh indera bersama untuk disalurkan pada daya yang lain sehingga membentuk imaje suatu benda dalam pikiran.
Indera Batin – Ibnu Sina
terdiri atas lima daya, yaitu:3. Imajinasi kompositif (mutakhayyilah)
yang berfungsi memisahkan atau menggabungkan kembali imaje yang telah diterima oleh imajinasi retentive dengan beberapa cara, seperti menghayalkan manusia terbang
Indera Batin – Ibnu Sina
terdiri atas lima daya, yaitu: 4. Estimasi (waham) yang dapat menangkap
makna dan tujuan yang ada pada benda-benda inderawi, sehingga mampu mengarahkan hawa nafsu hewani untuk bertindak. Pada manusia, daya ini dapat digunakan untuk menilai mana yang dipercaya dan mana yang fantasi.
Indera Batin – Ibnu Sina
terdiri atas lima daya, yaitu:5. Memori (hifizhah) dan relokasi
(dzakirah) yang berfungsi sebagai gudang penyimpan untuk melestarikan makna atau tujuan daya-daya sebelumnya.
Akal
Secara etimologi, akal memiliki arti al-imsak (menahan), al-ribath (ikatan), al-hijir (menahan), an-nahl (melarang), al-man’u (mencegah). Berdasarkan makna bahasa ini, maka yang disebut orang yang berakal adalah orang yang mampu menahan, mengikat hawa nafsunya, jika hawa nafsunya terikat maka jiwa rasionalnya mampu bereksistensi. Nama akal lain, adalah hulm, nuha, hajr dan hujjah.
Akal
Akal merupakan bagian dari daya nafsani manusia yang memiliki dua makna:
Akal jasmani, yaitu salah satunya organ tubuh yang terletak di kepala. Akal lajim disebut otak yang bertempat di kepala.
Akal ruhani, yaitu cahaya ruhani dan daya nafsani yang dipersiapkan untuk memperoleh pengetahuan dan kognisi.
Akal juga diartikan sebagai energy yang mampu memperoleh, menyimpan, dan mengeluarkan pengetahuan. Akal mampu menghantarkan manusia pada kemanusiaan.
Akal memiliki kesehatan fitrah yang memiliki daya-daya pembeda antara hal-hal yang logis dan tidak logis, berguna dan membahayakan. Dengan demikian akal dapat dipahami bahwa akal merupakan daya berpikir rasional dan dapat menentukan hakekatnya
Al-Ghazali
Al-Ghazali menggunakan empat pengertian pada akal, yaitu :
(1) sebutan yang membedakan antara manusia dan hewan.
(2) ilmu yang lahir di saat anak mencapai akil balig, sehingga mampu membedakan perbuatan yang baik dan buruk;
Al-Ghazali
Al-Ghazali menggunakan empat pengertian pada akal, yaitu :
3) ilmu yang didapat dari pengalaman, sehingga dapat dikatakan “siapa” yang banyak pengalaman, maka dialah yang berakal”, dan
(4) kekuatan yang dapat menghentikan keinginan yang bersifat naluriah untuk menerawang jauh ke angkasa, mengekang dan menundukkan syahwat yang selalu menginginkan kenikmatan.
Akal merupakan lawan dari tabiat (al-thab’u) dan kalbu (al-qalb). Akal mampu memperoleh pengetahuan melalui daya nalar (al-nazhar), sedangkan tabiat memperoleh pengetahuan melalui naluriah atau alamiah. Akal mampu meperoleh pengetahuan melalui daya argumentative, sedangkan kalbu memperoleh pengetahuan melalui daya cita rasa dan intuitif.
Akal juga menunjukkan substansi berpikir, aku-nya yang pribadi, mampu berpendapat, memahami, menggambarkan, menghapal, menemukan, dan mengucapkan sesuatu (Ma’am Ziyadat)
Akal secara psikologis memiliki fungsi kognisi. Kognisi adalah suatu konsep umum yang mencakup semua bentuk pengenalan, mencakup mengamati, melihat, memperhatikan, memberikan pendapat, mengasumsikan, memprediksikan, berpikir, mempertimbangkan, menduga, dan menilai ( J .P. Chaplin).
Akal
Secara jasmani berkedudukan di otak. Daya yang dominan kognisi Potensinya bersifat argumentatif dan aqliah
(logis) dan bersifat rasional Berkedudukan pada alam kesadaran
manusia. Fungsinya memahami, kontrol, menarik
kesimpulan.
Qolbu
Daya yang dominan adalah emosi dan afeksi (meliputi rasa takut, empatik, ketentraman)
Potensi yang bersifat spiritual. Intinya religiusitas, spiritualitas dan transendensi
Kalbu merupakan salah satu daya nafsani. Seperti halnya Al-Ghazali secara tegas melihat dalam dua aspek
Kalbu jasmani adalah qolb yang berbentuk seperti jantung yang terletak pada dada sebelah kiri.
Kalbu ruhani adalah sesuatu yang bersifat halus (lathil), rabbani dan ruhani yang berhubungan dengan jasmani. Bagian yang kedua ini merupakan esensi manusia.
qalbu jasmani merupakan jantung yang menjadi pusat peredaran dan pengaturan darah. Apabila fungsi ini berhenti maka ajal kehidupan manusia habis dan terjadilah apa yang disebut kematian. Kalbu jasmani tidak hanya dimiliki manusia, tetapi dimiliki oleh semua mahluk bernyawa seperti binatang.
Sedangkan qalbu ruhani hanya dimiliki manusia, yang menjadi pusat kepribadiannya.
qalbu ruhani memiliki karakteritik khusus. Ia memiliki yang disebut dengan al-nur-al-
illahi (cahaya ketuhanan) dan al-bathinah (mata batin). Yang memancarkan keimanan (Daral-Fikr, 1992. Dalam Abdul mujib..
Ia diciptakan oleh ALLah sesuai dengan fitrah asalnya dan berkecenderungan menerima kebenaran dariNya.
Fungsi qalbu
Fungsi qalbu ini tidak selamanya teraktualisasikan menjadi tingkah laku yang baik. Karena baik/buruknya sangat tergantung pada pilihan manusia sendiri. Sabda Nabi Saw:
Yang artinya: sesungguhnya di dalam tubuh terdapat segumpal daging, apabila ia baik maka semua tubuh baik, tetapi apabila ia rusak maka semua tubuh rusak pula. Ingatlah bahwa ia adalah kalbu ( HR-al Bukhari dan Nu”man ibn Basyir).
qalbu menurut Al-Gazali memiliki berbagai daya insyani;
daya indera seperti penglihatan dan pendengaran. Daya psikologis seperti kognisi, emosi, konasi,
meskipun daya emosi lebih dominan. Daya inderawi kalbu berbeda dengan daya inderawi biologis. Kalbu dapat melihat mata hati, mendengar dengan suara hati, berbicara dengan kata hati, dan meraba dengan suara hati. Al-Gazali menyebut indera kalbu sebagai indera keenam (al-hiss al-sadis) yang menjelma di dalam akal pikiran dan cahaya hati.
Daya emosi (al-infi-ali) kalbu-sebagai daya yang paling dominan yang menibulkan daya rasa (a-syu’ur). Emosi merupakan suatu reaksi yang kompleks yang saling mengait satu dengan yang lainnya dalam tingkat tinggi atas berbagai kegiatan dan perubahan-perubahan yang terjadi secara mendalam serta dibarengi dengan perasaan yang kuat atau disertai daya afektif. Sedangkan perasaan merupakan pengalaman disadari yang diaktifkan baik oleh perangsang eksternal maupun oleh bermacam-macam keadaan jasmani. Emosi kadang-kadang dibangkitkan oleh motivasi, sehingga antara emosi dan motivasi terjadi hubungan timbal balik.
Daya emosi qolbu dalam Al-Quran maupun al-Sunnah ada yang positif dan ada pula yang negative. Emosi positif misalnya cinta, senang, riang, percaya, tulus, dan sebagainya. Sedangkan emosi negative, seperti; benci, sedih, ingkar, mendua, dsb. Daya emosi kalbu dapat teraktualisasikan melalui rasa intelektual, rasa inderawi, rasa estetika, rasa sosial, rasa ekonomi, rasa religious, dan rasa lainnya.
qalbu juga mampu menangkap pesan, symbol, dan kenyataan, da mimpi. Mimpi kendatipun tidak rasional, tetapi maknanya dapat dirasakan dan ditangkap oleh kalbu manusia. Gejala-gejala mimpi yang irrasional (Hal ini menunjukkan adanya relativitas otak manusia. Al-Ghazali berkata, “tidur merupakan tertahannya ruh (aspek psikis struktur nafsani) dari dunia lahir untuk menuju dunia batin”.
Uangkapan al_Ghazali tersebut menunjukkan ketika aspek fisik struktur nafsani istirahat (tidur), maka aspek psikisnya mampu beraktivitas secara batiniah. Aktivitas batiniah yang terkandung di dalam tidur ini yang disebut dengan mimpi. Kalbu ketika terlepas dari jasad manusia dalam tidur ia mampu ke mana saja yang ia kehendaki. Ia memiliki tabiat ruhani yang multi dimensi dan tidak terikat oleh ruang dan waktu.
Dinamika kepribadian manusia menurut perspektif Al-Quran dan Hadist
Pengertian dinamika kepribadian adalah merupakan relasi antar elemen yang menyebabkan terjadinya dorongan atau motif-motif.
Dalam kajian psikologi ketiga lembaga mental yaitu: nafsu, akal, dan qolb, tidak berjalan sendiri-sendiri, tetapi merupakan hasil interelasi dari ketiganya. Akan tetapi komponen mana yang seringkali mendominasi kepribadian seseorang, maka itulah kepribadian dari diri seseorang.
Interelasi ketiga konsep dalam memahami kepribadian manusia
Iman
ilmu
Kepribadian amarah
kepribadian amarah adalah kepribadian yang memiliki kecenderungan mengejar prinsif-prinsif kesenangan, dan menarik kalbu manusia untuk melakukan perbuatan-perbuatan rendah sesuai dengan naluri primitifnya. Hal ini sebagaimana dikemukakan dalam Al-Quran Surat Yusuf (12) ayat 53, yang artinya sesungguhnya nafsu itu selalu menyerukan pada perbuatan buruk, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku.
Menurut Ibn Qoyim, kepribadian ini menjadi hawa nafsu sebagai peminpin, syahwat sebagai komandannya, kebodohan sebagai sopirnya, kelalaia sebagai kendaraannya. Ia terpikat oleh hasrat duniawi dan mabuk oleh kesenangan diri.
Kepribadian ini menurut Ibn Qoyyim tergolong menganiaya diri. Ciri kepribadian ini ditandai tidak memiliki tujuan hidup. Dia dikendalikan oleh syahwat. Dia dzolim terhadap (1) hak-hak pribadi dengan mengikuti nafsu syahwat dan melupakan Tuhannya, tidak setia dan tidak jujur (2) hak-hak sesamanya (3) dan menyekutukan Tuhan.
Kepribadian amarah ini berada di bawah sadar dan prasadar. Dan kepribadian amarah ini didorong oleh dua faktor dominan.
Faktor internal : berupa hawa nafsu yang memiliki natur Hayamaniyyah. Yang mengakibatkan diri manusia:
A. berperan sebagai tuhan, sehingga komponen kolbunya terkunci (QS.Al-Jatsyah(45):23). Berpaling dari aturan Allah (QS. Anisa (4):27) menyimpang dari kebenaran (QS.Anisa (4) l35. Al- Maidah (5):48) meninggalkan shalat (QS Maryam (19):59.
B. Naturnya pendusta (QS Al_Maidah (5)70. Al-An’am (6):150. Al-Qamar (54):3. sesat (QS.Al-Maidah
(5):77. Al-An’am (6):56. Al-Qashas (38): 26) tidak berilmu ( QS Al-An’am (6):119. Al-Rum (30):29. Lalai dan melampaui batas (QS-Al-Khafi (18):29. menyebabkan kebinasaan (QS. Thaha(20):16. Al-Mu’minun (23):71
Faktor ekternal: karakternya membisikan jiwa untuk berbuat buruk, kekufuran, kefasikan, kemusyrikan, dan perbuatan merusak. Hal ini sebagaimana dikemukakan dalam Al-Quran
A. setan menggelincirkan manusia (QS Al-Baqarah (2):36. Al-Imran (3):155, menyesatkan manusia )QS-Anisa (4):60. Al-An-am (6):71, melakukan tipu daya (QS Al-Nisa (4):76,120:Al-an’am (6): membisikan kejahatan (QS. Al-A’raf (7) 20.
Menebar permusuhan dan kebencian (QS AL-Maidah (5):91. menakut-nakuti (QS. Al-Imran (3):75, menibulkan perselisihan (QS. Al-Isra (17):53, jahat (QS.Al-HaJJ (22):3. menebar fitnah (QS.Hajj(22):53. merusak hubungan keluarga (QS. Yusuf (12):100.
Mengajar pada minum-minuman keras, judi, pemberhalaan (QS. Al-Maidah (5):90. boros dan kufur (QS Al-Isra (17:27)
Kepribadian amarah dapat beranjak ke kepribadian yang lebih baik jika dia telah diberi rahmat . Hal ini disebabkan oleh bobot daya hawa nafsu yang lebih dominan dengan bobot akal dan kalbu.
Ibn Maskawih hawa nafsu terkendali oleh akal, maka ia mampu mencapai keberanian dan menjaga diri. Sifat keberanian yang baik adalah: (1) sabar dalam mengendalikan hawa nafsu (2) kebesaran jiwa untuk meninggalkan perbuatan yang hina(3) tegar dalam menghadapi persoalan yang rumit (4) ulet dalam melaksanakan sesuatu (5) tenang dalam menghadapi kesulitan (6) tabah dalam mengendalikan kegiatan-kegiatan (7) menguasi diri dalam berbagai situasi (8) perkasa dalam mencapai reputasi.
Sedangkan sifat penjagaan diri antara lain (1) rasa malu untuk melakukan hal-hal yang hina dan tidak senonoh (2) tenang dalam menguasai diri sendiri (3) sabar terhadap godaan hawa nafsu (4) dermawan (5) bebas dari perolehan yang haram (6) puas terhadap apa yang dimiliki dan tidak berlebihan (7) menunjukkan kebajikan (8)optimis dan berpengharapan (9) disiplin (10) memiliki kelembutan karakter (11) berwibawa (12) meninggalkan hal-hal yang tidak terpuji.
Kepribadian Lawwamah
Lawwamah berasal dari talum yang berarti bimbang atau ragu-ragu. Kepribadian lawwamah adalah kepribadian yang telah memperoleh cahaya kalbu, lalu ia memperbaiki kebimbangan antara dua hal. Dalam upayanya kadang-kadang tumbuh perbuatan buruk yang dipengaruhi oleh watak gelap, tetapi kemudian diingatkan oleh nur Ilahi, sehingga mencela perbuatannya, dan selanjutnya ia bertobat dan memohon ampun.
Pengertian tersebut dapat dipahami bahwa kepribadian lawwamah berada diantara kepribadian amarah dan muthmainah. Kepribadian semacam ini telah berusaha meningkatkan kualitas oleh cahaya nurani, sehingga ia menjadi bingung.
Kepribadian lawwamah merupakan kepribadian yang didominasi oleh akal, yaitu mengikuti kerja rasionalistik dan realistik, serta membawa ketingkat kesadaran manusiawi. Apabila sistem kendalinya tidak mampu meningkatkan dominasi hawa nafsu, prinsif rasioanlitasnya berubah menjadi rasionalisme, yaitu mengikuti kebenaran rasional belaka. Rasionalme banyak dikembangkan oleh kaum humanis yang orientasi pola pikirnya pada kekuatan manusia, sehingga sifatnya antroposentris.
paham humanis lebih mengakui kekuatan, kebebasan, kemerdekaan dan hak-hak asasi manusia secara mutlak. Di sini lain paham humanis paham yang lupa diri (sebagai khalifah dan hamba Allah Swt), tidak tahu diri (kekuatan yang serba relatif), dan sesat diri (tidak mengenal Tuhan yang menciptakannya).
Demikian pula pengetahuan dan kebenaran yang dicapai oleh akal terbatas. Ia hanya mampu mencapai pengetahuan dan kebenaran rasional, tanpa menyentuh kebenaran suprarasional. Al-Ghazali sendiri menyatakan akal sering memutarbalikan fakta, penuh kepalsuan dan khayalan. Akal tidak mampu menangkap yang tersembunyi. Akal sering didustai oleh indera, dan indera sering mendustai akal. Bahkan dalam mimpipun akal tidak mampu menolak hal-hal yang irasional.
Akal apabila diberi percikan kalbu, maka fungsinya menjadi baik. Akal dapat dijadikan media untuk menuju kepada Tuhan.
Menurut Ibn Sina akal, mampu mencapai pemahaman yang abtrak, dan mampu menerima limpahan pengetahuan dari Tuhan melalui Akal Fa’al (malaikat Jibril). Sedangkan Ibn Maskawih akal yang berkedudukan di otak dapat mencapai kearifan yang meliputi: (1) kepandaian yaitu cepat membuat kesimpulan dan kesimpulannya mudah dipahami leh seseorang; (2) ingatan yaitu : menetapkan gambaran tentang apa yang telah diserap oleh imajinasi; (3) kejernihan pikiran, yaitu kesiapan untuk menyimpulkan apa saja yang dikehendaki (4) ketajaman dan kekuatan otak untuk merenungkan pengalaman yang telah lewat (5) kemampuan belajar dengan mudah yaitu ketajaman dalam memahami sesuatu yang dengannya dapat dipahami masalah-masalah teoretis.
Oleh karena itu kedudukan kepribadian Lawwamah ini tidak stabli. Ibu Qoyyim membagi kepribadian lawwamah menjadi dua bagian:
1. kepribadian lawwamah malumah, yaitu kepribadian bodoh dan dzalim.
2. kepribadian lawwamah ghayr malumah yaitu kepribadian yang mencela atas perbuatan buruk dan berusaha untuk memperbaikinya.
Sisi positip dari kepribadian lawwamah adalah masih bersifat pemula. Yaitu beranjak dari kepribadian tercela ke kepribadian yang baik.
Kepribadian muthmainah. Kepribadian muthmainah yaitu kepribadian yang telah
diberi kesempurnaan nur kalbu, sehingga dapat meninggalkan sifat-sifat tercela dan tumbuh sifat-sifat yang baik. Kepribadian ini selalu berorientasi ke komponen kalbu untuk mendapatkan kesucian dan menghilangkan segala kotoran, sehingga menjadi dirinya tenang dan tentram.
Menurut Ibn Abbas kepribadian muthmainah diperuntukan bagi orang-orang yang beriman.
Kepribadian manusia tidaklah bersifat kategorial, namun bersifat kontinum.
Kontinuitas tersebut bergerak dari satu kutub ke kutub lainnya.
Uraian berikutnya akan dipaparkan bagaimana pandangan Ibnu Qoyim, dalam menetapkan kepribadian manusia dengan merujuk pada Al Quran.
Ibn Qayyim al-Jawiziyyah membagi tipologi kepribadian manusia menjadi:
Kepribadian Muthmainnah Kepribadian Lawwamah Kepribadian ammarah
Laww Muth Amrh
Gambar ini menerangkan bahwa kepribadian lawwamah ada dititik netral.
Perbandingan ciri-ciri kepribadian muthmainnah dan Ammarah (ibn Qayyim al-Jawziyyah)
Kepribadian muthmainnah: Memiliki harga diri tinggi. rendah hati/tdk sombong Dermawan. Berwibawa. Berani Hemat. Waspada/antisipatif Mampu memberi peringatan Memberi hadiah Suka mamaafkan Berpengharapan/optimis Hati lembut Tidak cepat putus asa/ulet Bersegera. Hati-hati Tabah . Kokoh dalam pendirian
Kepribadian Ammarah: Menjatuhkan harga diri Menghinakan diri. Menghambur-hamburkan harta Sombong Nekat Pelit penakut Menunjukkan keburukan orang
lain/suka mencerca Menyuap. pendendam pesimis Suka menghina Angan-angan Membangga-banggakan harta. Terburu-buru Ragu-ragu Keluh kesah Lemah hati,
Iman & Ilmu
Kepribadian Muthmainnah sebagaimana dikemukakan oleh ibn Qoyim, sesungguhnya dapat dirinci lebih lanjut ke dalam sifat-sifat dari pribadi muthmainah antara lain:
Intelektual:Memiliki pengetahuan yang luasIngatannya baik; Mampu mengambil pelajaran dari setiap peristiwa yang dihadapiMampu untuk melakukan introspeksi secara cermatMenunjukkan kemampuan untuk merekonstruksi kembali sesuatu yang telah hilang
Regulasi
Menguasai dan mengatur diri maupun lingkungan dengan baik.
Memiliki kekuatan untuk mengendalikan hawa nafsu,
Mengendalikan syahwat dan amarah; Mampu menjaga dan mengawasi diri dari
perbuatan buruk Mampu menjangkau sesuatu sesuai dengan
keadaan yang sebenarnya, mampu mengendalikan perbuatan buruk. Menghindari perilaku yang tergesa-gesa. sikap dan tindakannya tepat;
Perilaku Kerja
gigih, dan menunjukkan kekuatan fisik dan psikis yang kuat.
Sigap. bergerak ke arah yang berkualitas; memiliki kesadaran penuh untuk
memperbaiki diri; kreatif dan independent; menunjukkan kesuksesan dan
keunggulan. Mampu menjangkau sesuatu sesuai
dengan keadaan yang sebenarnya,
Emosi dan Relasi sosial
Emosi: Menghidari kesombongan, dengki, dusta. mampu mengatasi konflik dan perselisihan dengan
tepat; lemah lembut. menebarkan cinta pada orang lain.
Relasi Interpersonal: Mengasihi sesama manusia tanpa membedakan
ras, suku, bangsa, status Suka membantu dan menolong orang lain Memiliki kekukuhan, kekuatan dan kemantapan,
serta semangat diri yang tinggi. Suka membantu orang lain tanpa pamrih, mencintai keluarga, pertemanan dan kerabat; dermawan menghargai orang karena kebaikannya,
menganugrahkan sesuatu pada yang pantas diberi.
Kepemimpinan:
Bijaksana ; menunjukkan kekuatan untuk menjadi pemimpin; murah hati; adil; kooperasi; kaya; mencegah perbuatan yang buruk; memberi peringatan pada orang yang berbuat salah;
amanah; Menghidari perilaku menganiaya orang lain; memberi manfaat
pada orang lain; menunjukkan keteladanan; mampu mewariskan pengetahuan, kemampuan dan kekayaan;
Menujukkan pribadi yang luhur; intergritas tinggi; utuh, menyatu dan terintegrasi dalam semua aspek kehidupan; mampu menetukan kadar dan ukuran dalam menjalankan kekuasaannya; terdepan baik dari sisi waktu, tempat, dan kedudukannya; mengawali sesuatu perbuatan dengan baik dan mengakhiri sesuatu dengan baik;
Menujukkan kekuatan, kelebihan, kebenaran dan kebaikan; Dengan kekuasaannya dia mengelola, mendukung, membela
dan mencintai bawahannya; memberi kemudahan pada orang lain; tidak menyetujui dan marah terhadap tindakan yang buruk;
Pendirian kokoh untuk menghalau yang bathil; Mampu mendelegasikan urusan pada pihak lain sesuai dengan
kemampuannya. Mampu mengatur dan mengendalikan orang lain kearah
perilaku yang tepat; berbudi luhur, dan menempati janji; mencari kebaikan dan tidak mencari-cari kesalahan orang lain.