term odin a mika
TRANSCRIPT
TUGAS AKHIR KIMIA FISIK
The First-Law of Thermodynamics
oleh
Mardhika SurachmanI2E O12 017
PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN IPA
PASCASARJANA UNIVERSITAS MATARAM
2013TERMODINAMIKA
1
Termodinamika merupakan cabang ilmu pengetahuan alam yang mempelajari
hubungan antara panas dan bentuk energy lain (kerja). Istilah termodinamika diturunkan
dari bahasa yunani therme (panas) dan dynamis (gaya). Cabang ilmu ini berdasarkan pada
dua prinsip dasar yang aslinya diturunkan dari eksperimen, tetapi kini dianggap sebagai
aksioma (suatu pernyataan yang diterima sebagai kebenaran dan bersifat umum, tanpa
memerlukan pembuktian). Pada mulanya, perkembangan termodinamika ditujukan untuk
meningkatkan efisiensi motor bakar, namun akhir-akhir ini termodinamika banyak
dipelajari karena adanya krisis energy dunia.
Termodinamika sangat penting dalam kimia, sebab dengan menggunakan
termodinamika kita dapat menduga apakah suatu reaksi akan berlangsung atau tidak, dan
apabila reaksi itu berlangsung, dapat dicari kondisi yang bagaimana yang dapat
memaksimalkan produk. Tetapi termodinamika mempunyai kelemahan yaitu tidak dapat
digunakan untuk mengetahui kecepatan reaksi yang berlangsung. Misalkan saja, dicari
bahan untuk roket; diketahui bahwa pembakaran gula dengan adanya oksigen akan
melepaskan energy dalam jumlah yang cukup besar seperti terlihat pada persamaan reaksi
berikut:
C6H1206 + 6 O2 → 6 CO2 + 6 H2O ∆ H = -1274 kJ/mol
Secara termodinamika reaksi di atas berlangsung spontan tanpa perlu bantuan dari luar.
Jadi berdasarkan hal di atas, gula mungkin dapat dijadikan sebagai bahan bakar roket.
Tetapi seperti telah diketahui, gula yang biasa digunakan sebagai pemanis teh atau
kopi, dengan adanya oksigen di udara tidaklah terbakar secara spontan. Pada suhu ruang,
reaksi di atas berlangsung demikian lambatnya sehingga dapat diabaikan. Jadi disini
terlihat bahwa laju reaksi sama sekali tidak ada hubungannya dengan termodinamika. Hal
ini merupakan pembatas utama dalam penggunaan termodinamika di bidang kimia.
A. Ruang Lingkup Termodinamika
2
Suatu sistem termodinamika adalah suatu masa atau daerah yang dipilih untuk
dijadikan obyek analisis. Kumpulan benda-benda yang kita tinjau disebut sistem,
sedangkan semua yang ada di sekitar sistem disebut lingkungan. Batas antara sistem
dengan lingkungannya disebut batas sistem (boundary), seperti terlihat pada gambar
1.1. Dalam aplikasinya batas sistem merupakan bagian dari sistem maupun
lingkungannya, dan dapat tetap atau dapat berubah posisi atau bergerak.
Gb.1.1 Skema Sistem Temodinamika
Perhatikan suatu sistem berupa gas yang ada dalam suatu silinder yang dilengkapi
tutup sebuah piston yang bebas bergerak seperti gambar 1.2 berikut:
Usaha yang dilakukan oleh sistem sehubungan dengan perubahan volume gas
dapat dirumuskan sebagai berikut . Piston yang mempunyai luas penampang A dan
tekanan gas P menghasilkan gaya yang mendorong piston sebesar F = P A. Usaha
yang dilakukan oleh gas adalah
3
LINGKUNGAN
Batas Sistem
sistem
dW = F dx = P A dx = P dV
Untuk proses dari V1 ke V2, kerja (usaha) yang dilakukan oleh gas adalah
W =∫V 1
V 2
P dV
Untuk menghitung integral ini kita perlu mengetahui bagaimana variasi tekanan
selama proses berlangsung. Secara umum, tekanan tidak konstan sehingga
penyelesaian integral tidak terlalu sederhana. Namun, jika kurva P terhadap V
diketahui, kerja yang dilaku an leh gas sama dengan luas area di bawah kurva pada
diagram PV. Khusus untuk proses yang tekanannya konstan, Persamaan (1.1) dapat
ditulis menjadi :
W =P(V 2−V 1)=P(∆ V )
dengan:
W = usaha yang dilakukan oleh sistem (gas),
P = tekanan gas (konstan),
V2 = volume akhir
V1 = volume awal
Berdasarkan jenis pertukaran yang terjadi antara sistem dan lingkungan, ada tiga
jenis sistem termodinamika:
1. Sistem Terisolasi
Pada sistem ini tidak terjadi pertukaran panas, benda atau kerja dengan
lingkungan. Contoh dari sistem terisolasi adalah wadah terisolasi, seperti tabung
gas terisolasi.
2. Sistem Tertutup
Pada sistem ini terjadi pertukaran energi tapi tidak terjadi pertukaran benda
dengan lingkungan. Rumah hijau adalah contoh dari sistem tertutup dimana
terjadi pertukaran panas tetapi tidak terjadi pertukaran kerja dengan lingkungan.
Apakah suatu sistem terjadi pertukaran panas, kerja atau keduanya biasanya
dipertimbangkan sebagai sifat pembatasnya:
4
a. Pembatas adiabatik: tidak memperbolehkan pertukaran panas.
b. Pembatas rigid: tidak memperbolehkan pertukaran kerja.
3. Sistem Terbuka
Pada sistem ini terjadi pertukaran energi dan benda dengan lingkungannya.
Sebuah pembatas memperbolehkan pertukaran benda disebut permeabel. Sama
merupakan contoh dari sistem terbuka.
B. PROSES REVERSIBLE DAN IRREVERSIBLE
Perubahan sistem termodinamika dari keadaan seimbang satu menjadi
keadaan seimbang lain disebut proses, dan rangkaian keadaan diantara keadaan awal
dan akhir disebut lintasan proses. Suatu sistem disebut menjalani suatu siklus, apabila
sistem tersebut menjalani rangkaian beberapa proses, dengan keadaan akhir sistem
kembali ke keadaan awalnya.
Dalam satu siklus maka U = 0, sehingga Q = W. Selanjutnya analisis lebih rinci
dilakukan dengan memperhatikan proses – proses pembentuk siklus tersebut. Q
menyatakan selisih kalor yang masuk (Q1) dan kalor yang keluar (Q2) (Q = Q1 - Q2)
dan W adalah kerja total dalam satu siklus.
p 2
Proses Terbalikkan Dan Tak Terbalikkan
Gambar 2
Secara alami kalor mengalir dari temperatur tinggi ke temperatur rendah, tidak
sebaliknya. Balok meluncur pada bidang, tenaga mekanik balok dikonversikan ke
tenaga internal balok dan bidang (kalor) saat gesekan. Proses tersebut termasuk
proses tak terbalikkan (irreversible). Kita tidak dapat melakukan proses sebaliknya.
5
1
3
4 V
Proses terbalikkan terjadi bila sistem melakukan proses dari keadaan awal ke
keadaan akhir melalui keadaan setimbang yang berturutan. Hal ini terjadi secara quasi
– statik. Sehingga setiap keadaan dapat didefinisikan dengan jelas P, V dan T-nya.
Sebaliknya pada proses irreversible, kesetimbangan pada keadaan perantara tidak
pernah tercapai, sehingga P, V dan T tak terdefinisikan.
pasir p irreversible
f
i reversible
V
Reservoir kalor
Gambar 3
C. Hukum Pertama Termodinamika
Hukum pertama termodinamika menghubungkan perubahan energy dalam suatu
proses termodinamika dengan jumlah kerja yang dilakukan pada system dan jumlah
kalor yang dipindahkan ke system. Untuk memahami arti hokum pertama, pertama-
tama perlu dipelajari bagaimana jumlah kalor dan kerja diukur.
Usaha atau Kerja
6
Usaha atau kerja dapat didefinisikan sebagai hasil kali antara gaya dan jarak.
Bila sistem mengalami pergeseran karena beraksinya gaya, maka dikatakan kerja
telah dilakukan. Dalam kondisi tertentu sistem dapat melakukan usaha terhadap
lingkungannya, atau sebaliknya sistem menerima usaha dari lingkungannya.
Jika hasil sistem secara keseluruhan menimbulkan gaya pada lingkungannya
dan terjadi pergeseran, keja yang dilakukan oleh sistem atau pada sistem disebut kerja
eksternal. Jadi gas dalam silinder pada tekanan serba sama, ketika memuai dan
menggerakkan piston, melakukan kerja pada lingkungannya. Kerja yang dilakukan
oleh bagian sistem pada bagian sistem yang lain disebut kerja internal.
Bila gaya eksternal yang beraksi pada sistem termodinamik berarah sama
dengan pergeseran sistem, maka kerja dilakukan pada sistem, dalam hal ini kerja
ditentukan positif. Sebaliknya, bila gaya eksternal berlawanan dengan pergeseran,
keja dilakukan oleh sistem, dalam hal ini kerja menjadi negatif. Apabila fluida
berekspansi sedikit (v) sedangkan tekanannya boleh dianggap tetap p, maka fluida
melakukan kerja sebesar :
∆ W =p∆ V (3.1)
Satuan SI utuk kerja adalah joule dimana 1 J adalah usaha yang terbentuk
apabila gaya sebesar 1 newton (N) bekerja dalam jarak 1 meter (m). Jadi 1 J = 1 N x 1
m.
Kerja dapat dipandang sebagai suatu proses atau dapat juga dipandang sebagai
bentuk transformasi energi dari satu sistem ke sistem lainnya. Banyaknya kerja yang
terlibat dalam suatu proses akan sangat bergantung pada bagaimana proses itu
berlangsung. Walaupun keadaan awal dan akhir suatu proses misalkan sama, tetapi
banyaknya kerja yang dibebaskan sistem akan berbeda bergantung pada bagaimana
cara yang ditempuh sistem untuk menuju ke keadaan akhir.
Kalor
7
Kalor adalah perpindahan energi internal. Kalor mengalir dari satu bagian sistem
ke bagian lain atau dari satu sistem ke sistem lain karena ada perbedaan temperatur.
Adanya kalor yang masuk atau keluar sistem merupakan salah satu penyebab yang
dapat menimbulkan perubahan keadaan sistem (perubahan koordinat termodinamik
sistem P, V, T, U, dan sebagainya).
Hubungan antara kalor yang keluar atau masuk sistem dengan perubahan
temperatur sistem dapat dituliskan sebagai :
dQ=C dT (3.2)
dengan C adalah kapasitas panas dari sistem.
Selama pengaliran kita tidak mengetahui proses keseluruhannya, misalnya
keadaan akhirnya. Kalor belum diketahui sewaktu proses berlangsung. Kuantitas
yang diketahui selama proses berlangsung ialah laju aliran Q yang merupakan fungsi
waktu. Jadi, kalornya ialah :
Q=∫τ 1
τ 2
Q dT (3.3)
dan hanya bisa ditentukan bila waktu t2 – t1 telah berlalu hanya setelah aliran itu
terhenti orang bisa mengacu pada kalor – energi internal yang telah dipindahkan dari
suatu sistem bertemperatur lebih tinggi ke sistem lain yang temperaturnya lebih
rendah.
Bayangkan sistem A dalam sentuhan termal dengan sistem B, kedua sistem itu
dilingkupi oleh dinding adiabat. Untuk sistem A, berlaku :
U f−U i=Q+W
dan untuk sistem B saja :
U ' f−U ' i=Q' +W '
Dengan menjumlahkannya didapatkan :
(U ¿¿ f +U ' f )−(U ¿¿i+U ' i)=Q+Q'+W +W ' ¿¿ (3.4)
8
Karena (Uf + U’f) – (Ui + U’i) adalah perubahan energi sistem gabungan dan W + W’
adalah kerja yang dilakukan oleh sistem gabungan, maka Q + Q’ adalah kalor yang
dipindahkan oleh sistem gabungan. Karena sistem gabungan ini dilingkupi oleh
dinding adiabat, maka :
Q + Q’ = 0
dan Q = - Q’ (3.5)
Dengan perkataan lain, dalam kondisi adiabat, kalor yang dibuang (atau
diterima) oleh sistem A sama dengan kalor yang diterima (dibuang) oleh sistem B
Konsep Hukum Pertama Termodinamika
Kalor dan kerja keduanya adalah bentuk perpindahan energy ke dalam atau ke
luar system. Keduanya dapat dibayangkan sebagai energy dalam keadaan singgah.
Jika perubahan energy disebabkan oleh kontak mekanik system dan lingkungannya,
maka kerja dilakukan. Jika perubahan itu disebabkan oleh kontak kalor
(menyebabkan persamaan suhu), maka kalor dipindahkan. Dalam banyak proses,
kalor dan kerja keduanya menembus batas system, dan perubahan energy dalam
system adalah jumlah dari kedua kontribusi itu. Pernyataan ini disebut hokum
pertama termodinamika yang mempunyai rumus matematika :
∆ E=q+W
dimana
q = panas/kalor total yang diabsorpsi
W = kerja yang dilakukan system
∆ E= perubahan energy yang terjadi
Dalam bentuk diferensial:
dE=Dq+DW
Suatu system tidak dapat dibayangkan “mengandung” kerja atau kalor, sebab
kerja dan kalor keduanya mengacu bukan pada keadaan system, tetapi pada proses
yang merubah satu keadaan ke keadaan lainnya. Dalam percobaan Joule, kerja yang
9
dilakukan pada air (system) oleh beban jatuh menaikkan suhu air. Kerja dilakukan
terhadap system tanpa perpindahan kalor, dan dari hokum pertama ∆ E=w .
Perubahan keadaan yang sama dari system dapat dilakukan dengan memindahkan
kalor ke system tanpa melakukan kerja, sehingga ∆ E=q. Karena q dan w tergantung
pada proses tertentu (atau lintasan) yang menghubungkan keadaan, maka mereka
bukanlah fungsi keadaan. Namun demikian, jumlahnya ∆ E=q+W tidak tergantung
pada lintasan, sehingga energy internal adalah fungsi keadaan. Arti fisik mendasar
dari hokum pertama termodinamika ditunjukkan oleh pengamatan berikut :
“Walaupun q dan w masing-masing tergantung pada lintasan yang diikuti antara
satu pasangan keadaan tertentu, tidak demikian halnya dengan jumlah mereka”
Dalam proses manapun, kalor yang ditambahkan ke dalam system diambil dari
lingkungannya, sehingga
qsis=qling
Dengan cara yang sama, kerja yang dilakukan terhadap system dilakukan oleh
lingkungannya, sehingga
w sis=w ling
Dengan menambahkan kedua persamaan di atas dan menggunakan hokum pertama,
maka:
∆ E sis=−∆ Eling
Dengan demikian, perubahan energy system dan lingkungannya, mempunyai besar
yang sama tetapi tandanya berbeda. Perubahan energy total dari semesta
termodinamika untuk proses tertentu (system ditambah lingkungannya) adalah:
∆ E semesta=∆ E sis+∆ E ling=0
Jadi dalam proses apapun, energy total dari termodinamika semesta tidak berubah;
energy selalu kekal. Ini adalah pernyataan lain dari hukum pertama termodinamika
yakni hukum kekekalan energy.
Pada hukum pertama termodinamika dinyatakan bahwa aliran kalor atau kerja
(usaha) yang dialami oleh suatu sistem dapat menyebabkan sistem tersebut
10
memperoleh atau kehilangan energi, tetapi secara keseluruhan energi itu tidak ada
yang hilang, energi tersebut hanya mengalami perubahan. Untuk setiap proses,
apabila kalor Q diberikan kepada sistem dan sistem melakukan usaha W, maka selisih
energi, Q – W, sama dengan perubahan energi dalam U dari sistem:
U = U2 – U1 = Q –W atau Q = U + W
Q akan bernilai (+) jika panas masuk ke system, sebaliknya akan bernlai (-) jika panas
keluar dari system. W akan bernilai (+) jika usaha dilakukan oleh system, dan bernilai
(-) jika usaha dilakukan pada system.
D. ENTALPI
Kebanyakan percobaan kimia lebih sering dilakukan pada kondisi tekanan
(atmosfer) konstan dan bukan pada volume tetap, seperti misalnya dalam tabung
reaksi atau gelas piala yang terbuka. Dalam hal ini tekanannya selalu tetap yaitu
sebesar tekanan atmosfer. Jadi bila asam benzoate dibakar dalam sebuah wadah
terbuka, banyaknya panas yang dihasilkan akan berbeda dengan qv, karena kondisi
reaksinya berbeda. Panas reaksi pada tekanan tetap, diberi symbol q p.
Jika kerja yang dilakukan seluruhnya adalah kerja tekanan-volume dan jika
tekanan internal dijaga konstan, maka:
∆ E=q+w
E2−E1=q−∫V 1
V 2
P dV=qp−∫V 1
V 2
dV=qp−P(V 2−V 1)
11
∆ E=q p−P ∆ V
Bila tekanan eksternal sekarang dianggap sama dengan tekanan internal system P,
maka:
∆ E=q p−P ∆ V
q p=∆ E+P ∆ V
Karena P tetap, P ∆ V=∆(P V ) dan persamaan ini menjadi:
q p=∆(E+P V )
Kombinasi E+P V yang muncul di ruas kanan sekarang didefinisikan sebagai entalpi
H:
H=E+PV
sehingga,
q p=∆(E+P V )=∆ H =H 2−H 1
Terlihat bahwa kenaikan entalpi sama dengan panas yang diserap apabila tidak
ada kerja lain kecuali kerja P ∆ V . Seperti halnya energy dalam, entalpi juga
merupakan fungsi keadaan. Untuk reaksi yang terjadi pada fasa cair, ∆ V biasanya
kecil (0.1 liter atau kurang), sehingga P ∆ V ≈ 10 J /mol. Jumlah 10 J /mol dianggap
tidak berarti, sehingga untuk reaksi pada fasa cair dianggap ∆ E ≈ ∆ H. Hal yang sama
tidak berlaku untuk reaksi dalam fasa gas karena untuk reaksi pada fasa gas seringkali
perubahan volume tidak dapat diabaikan, sehingga ∆ E tidak sama dengan ∆ H .
Sangatlah penting untuk diingat bahwa:
∆ H=∆ E+P ∆ V (tekanantetap)
benar hanya pada tekanan tetap. Jika tekanan berubah, sebuah persamaan yang lebih
umum yaitu:
∆ H=∆ E+∆(P V )
harus digunakan. Seperti energy, perubahan entalpi ditentukan oleh keadaan awal dan
akhir dan tidak tergantung pada lintasan tertentu dimana proses dilakukan. Ini selalu
benar untuk fungsi keadaan.
12
Penafsir fisik dari fungsi entalpi dapat dilihat langsung dari persamaan
∆ H=∆ E+P ∆ V pada tekanan tetap. Jelas bahwa H mempunyai dimensi fisik dari
energy dan pada kenyataannya merupakan energy internal yang “dikoreksi” yang
menggambarkan akibat perubahan V bila energy kalor diserap pada tekanan tetap.
“Faktor koreksi” P ∆ V lebih mampu memperhitungkan secara tepat energy yang
digunakan dalam kerja ekspansi, daripada untuk peningkatan suhu system. Dengan
demikian ∆ H secara fisik adalah fungsi keadaan yang tepat untuk mengukur q pada
proses dengan tekanan tetap.
Berikut adalah table entalpi pembentukan standar dari beberapa senyawa pada
suhu kamar:
E. KAPASITAS KALOR
Kapasitas kalor didefinisikan sebagai banyaknya panas yang diperlukan untuk
menaikkan suhu suatu zat sebanyak 1˚C (atau 1 K). Banyaknya kalor yang
dibutuhkan akan bergantung pada cara kalor itu diserap atau dilepaskan. Panas dapat
diserap dalam keadaan volume tetap atau dalam keadaan tekanan tetap. Kapasitas
kalor pada volume tetap Cv adalah:
C v=((∂ E)∂ T
)v
13
dan kapasitas kalor pada tekanan tetap adalah:
C p=( ∂ H∂ T
)p
Dengan mengintegralkan kedua persamaan diatas akan diperoleh:
∆ E=∫T1
T2
C v ∂T=C v (T 2−T 1)
∆ E=C v ∆ T…………..(5.1)
∆ H=∫T1
T2
Cp ∂ T=C p(T2−T1)
∆ E=C p ∆ T…………..(5.2)
Dalam hal di atas, diasumsikan bahwa nilai C p dan C v tidak berubah dengan
berubahnya suhu. (Pada kenyataannya nilai C p dan C v sedikit berbeda pada suhu
yang berbeda).
Selisih antara C p dan C v adalah:
C p−C v=(∂ H∂ T
)p
−((∂ E)∂ T
)v
…………..(5.3)
Karena H = E +PV, maka:
( ∂ H∂T
)p
=( ∂ E∂ T
)p
+( ∂ V∂ T
)p
………… ..(5. 4)
Energi dalam juga dapat dituliskan dengan persamaan yang mirip dengan
persamaan (5.4), karena E juga merupakan fungsi dari suhu dan volume. Karena itu
energy dalam dapat dinyatakan:
∂ E=( ∂ E∂ T
)v
∂ T+( ∂ E∂ V
)T
∂ V ………… ..(5.5)
Dengan menurunkan persamaan (5.5) terhadap suhu pada tekanan tetap akan
diperoleh:
14
( ∂ E∂ T
)p
=( ∂ E∂ T
)v
+( ∂ E∂ V
)T
( ∂V∂T
)p
………… ..(5.6)
Dan dengan mensubtitusikan persamaan (5.6) ke persamaan (5.4) akan diperoleh:
( ∂ H∂T
)p
=( ∂ E∂ T
)v
+( ∂ E∂ V
)T
( ∂V∂ T
)p
+P ( ∂V∂ T
)p
…… ..(5.7)
Dan akhirnya dengan mensubtitusikan persamaan (5.7) ke dalam persamaan (5.3),
akan diperoleh:
C p−C v=(∂ V∂ T
)p [P+(
(∂ E)∂ V
)T ]…………..(5.8)
Untuk gas ideal, energy dalam pada suhu tetap tidak bergantung pada volume,
dengan kata lain untuk gas ideal ¿T = 0. Karena itu persamaan (8) dapat
disederhanakan menjadi:
C p−C v=P( ∂ V∂ T
)p…………..(5.9)
Berikut adalah table kapasitas kalor dari beberapa material dan senyawa di alam:
15
F. PERCOBAAN JOULE DAN PERCOBAAN JOULE-THOMSON
Pada tahun 1843, Joule mencoba untuk menentukan (∂ U /∂ V )T untuk gas dengan
mengukur perubahan suhu setelah ekspansi gas ke dalam ruang hampa. Percobaan ini
diulangi oleh Keyes dan Sears pada tahun 1924 dengan peningkatan pengaturan.
Berikut adalah rancangan percobaan yang dilakukan oleh Joule:
Gambar 6.1 Percobaan Joule
Dua labu A dan B dihubungkan oleh pipa yang dilengkapi keran dimasukkan ke
dalam bejana berisi air yang dilengkapi dengan pengaduk dan thermometer. Semula
labu A diisi dengan gas, yang bersifat ideal, denagn tekanan P, sedangkan labu B
dihampakan. Alat ini kemudian direndam dalam bejana. Setelah suhunya
berkesetimbangan dengan air, yang dapat dapat dilihat melalui temperature, keran
dibuka dan gas memuai hingga mengisi labu A dan B secara merata. Setela menuggu
beberapa lama, hingga system kesetimbangan lagi dengan air, suhu air dibaca lagi.
Joule mengamati ternyata tidak ada perbedaan suhu air sebelum dan sesudah keran
dibuka.
16
Interprestasi terhadap percobaan tersebut dapat diungkapkan sebagai berikut : gas
memuia terhadap tekanan hampa, P1 = 0, berarti tidak ada kerja yang dilakukan
system dW =0, sehingga dU =dQ. Oleh karena suhu system tidak berubah, dT=0,
maka dQ=0 sehingga dU =0. Apabila data eksperimen ini diterapkan pada
dU =( ∂ U∂ V )TdV =0
Dalam percobaan tersebut volum system berubah, yang berarti d V ≠ 0, sehingga
yang paling mungkin adalah nilai kuosiennya yang nol.
( ∂ U∂V )T¿0
Berdasarkan percobaan Joule, untuk gas ideal, kousien peribahan energy dalam
yang disebabkan oleh berubahnya volum pada suhu tetap mempunyai nilai nol. Atau
energy dalam bukan fungsi volum.
Percobaan lebih lanjut, yang dilakukan oleh Joule – Thomson, memperlihatkan
bahwa persamman diatas tidak berlaku untuk gas nyata. Untuk gas nyata kousien
tersebut mempunyai nilai, meskipun sangat kecil. Dengan demikian, perubahan
energy dalam untuk gas nyata dapat ditentukan dengan mrnggunakan persamaan
berikut :
dU =CV dT +( ∂ U∂ V )T dV .
17
Gambar 6.2 Percobaan Joule – Thomson
Ganbar diatas menunjukkan suatu gas yang mengalir dengan stabil melewati
sebatang pipa, yang terisolasi secara baik, sesuai dengan arah panah. Pada posisi A
terdapat penghalang yang terbuat dari cakram berpori. Oleh karena ada penghalang
maka terdapat penurunan tekanan gas (setelah melewati A) yang dapat diukur oleh
pengukur tekanan M dan M’. Data yang terukur pada percobaan ini perubahan suhu
yang diakibatkan oleh perubahan tekanan.
Batas system bergeser sesuai dengan gas yang disertai dengan massa yang sama.
Anggaplah satu mol gas melewati penghalang. Volum pada sisi kiri pembats
berkurang sebesar ⊽1. Jika ditekan sebesar P1 oleh gas dibelakangnya, kerja system
sebesar.
W kiri = −∫⊽
0
P1dV
Sementara itu, volum di sebelah kanan meningkat sebesar ⊽2, yang menyebabkan
tekanan sebesar P2, kerja system sebesar
W kanan = - ∫0
⊽
P 2 dV
Jumlah kerja system adalah sebesar
W = Wkiri + Wkanan
18
= −∫⊽
0
P1dV + - ∫0
⊽
P 2 dV
= - P1 (- ⊽1) – P2⊽2
= P1⊽1 – P2⊽2
Karena diisolasi, system tidak mengalami perubahan kalor, persamaan Hukum
pertama Termodinamika menjadi ∆ U=W total. Substitusi kerja total tersebut ke dalam
persamaan diperoleh
∆ U=¿P1⊽1 – P2⊽2
U2 – U1 = P1⊽1 – P2⊽2
(U2 + P2⊽2) – (U1 + P1⊽1) = 0
∆ H=0
Nilai ini menunjukkan bahwa percobaan yang dilakukan tersebut berlangsung
pada entalpi system yang tetap. Sehingga persamaan diatas berubah menjadi
( ∂ H∂ P )T dP=¿- CP dT
Penyusunan ulang persamaan diatas diperoleh
( ∂ H∂ P )T = - CP ( ∂ T
∂ P )H
Pada persamaan diatas terdapat besaran baru yaitu (∂ T /∂ P )H, besaran ini dikenal
dengan nama koefisien Joule – Thomson, diberi symbol μJT. Nilai koefisien Joule –
Thomson ini dapat diperoleh secara eksperimen, dan untukgas ideal nilainya nol. Dari
uraian diatas maka perubahan entalpi system sebagai fungsi suhu dan tekanan dapat
dinyatakan sebagai berikut:
dH = CP dT – CP μJTdP
19
G. GAS SEMPURNA DAN HUKUM PERTAMA
1. Gas Ideal
Gas sempurna disebut pula gas ideal karena gas ideal mengikuti secara sempurna
hokum-hukum gas Boyle, Gay Lussac, dsb.
Definisi mikroskopik gas ideal :
a. Suatu gas yang terdiri dari partikel-partikel yang dinamakan molekul.
b. Molekul-molekul bergerak secara serampangan dan memenuhi hukum-hukum
gerak Newton.
c. Jumlah seluruh molekul adalah besar
d. Volume molekuladalah pecahan kecil yang dapat diabaikan dari volume yang
ditempati oleh gas tersebut.
e. Tidak ada gaya yang cukup besar yang beraksi pada molekul tersebut kecuali
selama tumbukan.
f. Tumbukannya eleastik (sempurna) dan terjadi dalam waktu yang sangat singkat.
Jumlah gas di dalam suatu volume tertentu biasanya dinyatakan dalam mol.
Misalkan suatu gas ideal ditempatkan dalam suatu wadah (container) yang berbentuk
silinder
Hukum Boyle : Bila gas dijaga
dalam temperatur konstan,
tekanannya ber-banding terbalik
dengan volume.
Hukum Charles & Gay-Lussac :
Jika tekanan gas dijaga konstan,
volume berbanding lurus dengan
temperatur.
Gambar 5
20
Kesimpulan tersebut dapat dirangkaum sebagai persamaan keadaan gas ideal :
PV = nRT (7.1)
R : konstanta gas universal
= 8,31 J/mol .K
= 0,0821 Lt . atm/mol.K
Kalor Jenis Gas Ideal
Secara mikroskopis, temperatur dari gas dapat diukur dari tenaga kinetik translasi
rata-rata dari molekul gas tersebut, Untuk molekul yang terdiri satu atom,
momoatomik, seperti He, Ne, gas mulia yang lain, tenaga yang diterimanya
seluruhnya digunakan untuk menaikkan tenaga kinetik translasinya,oleh karena itu
total tenaga internalnya :
U = 3/2 NkT = 3/2 nRT (7.2)
Tampak bahwa U hanya merupakan fungsi T saja.
p
f
i
f ‘ T + T
T
V
Gambar 6
21
Untuk suatu proses volume konstan (i -> f ), usaha yang diakukan gas : W = P
dV = 0, maka menurut hukum pertama termodinamika,
Q = U = 3/2 n R T (7.3)
n cv T = 3/2 n R T
cv = 3/2 R
Seluruh kalor yang diterimanya, digunakan untuk menaikkan tenaga internal sistem.
Cv adalah kalor jenis molar gas untuk volume konstan.
Untuk suatu proses volume konstan (i -> f’ ), usaha yang dilakukan gas W = P dV
= P V, maka menurut hukum pertama termodinamika
U = Q – W (7.4)
= n cp T - P V
Karena kedua proses tersebut mempunyai temperatur awal dan akhir yang sama
maka U kedua proses sama.
n cv T = n cp T - P V
Dari PV = nRT diperoleh P V = n R T , maka
n cv T = n cp T - n R T
cp - cv = R (7.5)
Karena cv = 3/2 R, maka cp = 5/2 R, perbandingan antara kuantitas tersebut
= cp / cv = 5/3
Untuk gas diatomik dan poliatomik dapat diperoleh dengan cara yang sama :
gas diatomik ( U = 5/2 nRT) : = 7/5
gas poliatomik (U = 3 nRT) : = 4/3
22
Persamaan keadaan van der Waals
Gas yang mengikuti hukum Boyle dan hukum Charles, yakni hukum gas ideal
disebut gas ideal. Namun, didapatkan, bahwa gas yang kita jumpai, yakni gas nyata,
tidak secara ketat mengikuti hukum gas ideal. Semakin rendah tekanan gas pada
temperatur tetap, semakin kecil deviasinya dari perilaku ideal, atau juga sebaliknya.
Paling tidak ada dua alasan yang menjelaskan hal ini. Peratama, definisi temperatur
absolut didasarkan asumsi bahwa volume gas real sangat kecil sehingga bisa
diabaikan. Molekul gas pasti memiliki volume nyata walaupun mungkin sangat
kecil. Selain itu, ketika jarak antarmolekul semakin kecil, beberapa jenis interaksi
antarmolekul akan muncul.
Fisikawan Belanda Johannes Diderik van der Waals (1837-1923) mengusulkan
persamaan keadaan gas nyata, yang dinyatakan sebagai persamaan keadaan van der
Waals atau persamaan van der Waals. Ia memodifikasi persamaan gas ideal
(persamaaan 2.1) dengan cara sebagai berikut: dengan menambahkan koreksi pada P
untuk mengkompensasi interaksi antarmolekul; mengurango dari suku V yang
menjelaskan volume real molekul gas. Sehingga didapat:
[P + (n2a/V2)] (V – nb) = nRT (7.6)
a dan b adalah nilai yang ditentukan secara eksperimen untuk setiap gas dan disebut
dengan tetapan van der Waals (Tabel 1). Semakin kecil nilai a dan b menunjukkan
bahwa perilaku gas semakin mendekati perilaku gas ideal. Besarnya nilai tetapan ini
juga berhbungan denagn kemudahan gas tersebut dicairkan.
Tabel 1. Nilai tetapan gas yang umum kita jumpai sehari-hari.
23
Asumsikan bahwa terdapat sejumlah molekul dengan bilangan Avogadro (misal dalam
mol, n) mengisi volume ruang sebesar b liter. Volume total dari ruang tersebut
disimbolkan dengan V. Kemudian ada molekul individual yang dapat bergerak bebas.
Ruang yang tersedia untuk molekul adalah volume yang terukur (V) dikurangi dengan
volume yang terisi molekul (nb). Jadi volume ‘efektif’ (Veff) adalah
Veff = V – nb (7.7)
Sedangkan tekanan ‘efektif’ imajinasinya agak rumit menjelaskannya hehehe:)
Kurang lebih begini : Bayangkan bahwa terdapat gas dimana molekul-molekulnya
saling tarik menarik. Molekul-molekul yang terdapat pada bagian ‘ujung’ gas (dekat
dinding kontainer) ditarik oleh molekul di bagian interior. Jumlah molekul yang
terdapat pada sisi ‘ujung’ ini sebanding dengan n/V dan jumlah molekul interior juga
sebanding dengan n/V. Karena itu jumlah pasangan molekul-molekul yang
berinteraksi sebanding dengan n2/V2. Gaya-gaya ini akan memberikan kontribusi
tambahan terhadap tekanan yang sebanding pula dengan n2/V2. Jumlah kontribusi
tekanan akibat gaya-gaya tersebut kita sebut dengan konstanta a sehingga tekanan
‘efektif’ menjadi :
24
gas a(atm dm6 mol-2)
b(atm dm6 mol-2)
He 0,0341 0,0237
Ne 0,2107 0,0171
H2 0,244 0,0266
NH3 4,17 0,0371
N2 1,39 0,0391
C2H 4,47 0,0571
CO2 3,59 0,0427
H2O 5,46 0,0305
CO 1,49 0,0399
Hg 8,09 0,0170
O2 1,36 0,0318
Peff =P+an2
V 2 (7.8)
Sekarang kita dapat membayangkan bahwa gas akan mengabaikan prinsip EoS jika
kita hanya menggunakan konsep volume dan tekanan efektif saja, yaitu :
Peff V eff =nRT (7.9)
Dengan menguraikan konsep volume dan tekanan dalam persamaan gas ideal maka
kita akan mendapatkan persamaan sbb :
(P+an2
V 2 ) (V−nb )=nRT (7.10)
dimana persamaan di atas adalah VdW EoS.
2. Proses Termodinamika Gas Ideal
Ada empat macam proses termodinamika pada gas ideal, yakni: iaobarik,
isokhorik, isotermal, dan adiabatik, menyangkut persamaan grafik p-V-nya.
Proses isobarik
Proses isobarik adalah proses perubahan keadaan gas pada tekanan tetap.
Gravik p-V nya berupa garis lurus horizontal
dan usaha yang dilakukan gas dinyatakan
oleh persamaan:
W =p ∆ V=p(V 2−V 1) (7.11)
Persamaan keadaan gas ideal untuk proses
isobarik (p tetap) adalah
Gambar 7
VT
=konstan
25
V1 V2
p
tetap
V
Pada suatu proses isobarik, grafik p-v berupa garis lurus horizontal, dan usaha yang dilakukan
W =p (V 2−V 1) sama dengan luas di bawah grafik p-V.
V 2
T 2
=V 1
T1
(7.12)
Ini adalah Hukum Gay-Lussac
Proses isokhorik
Proses isokhorik adalah proses perubahan keadaan gas pada volum tetap.
Gambar 8
Jika gas dalam suatu ruang yang kaku dipanaskan maka proses yang terjadi
secara isokhorik. Hal ini dikarenakan ruang yang kaku menjaga volum gas tetap. Gas
akan memuai namun volumnya akan tetap karena ruang yang kaku tersebut.
Sehingga grafik p-V untuk proses ini adalah berupa garis lurus vertikal. Pemuaiana
wadah gas itu sendiri diabaikan. Karena volum tetapa, tekanan gas dalam wadah
naik, dan gas melakukan gaya yang makain membesar pada dinding. Walaupun gaya
yang sangat besar dapat dibangkit dalam wadah tertutup, usaha adalah nol karena
dinding wadah tidak berpindah. Ini konsisten dengan luas daerah di bawah grafik p-
V, yaitu luas di bawah garis lurus vertikal adalah nol.
Usaha luar yang dilakukan oleh gas adalah;
W =∫v1
V 2
p dV=0 sebab v1=V 2 (7.13)
Persamaan keadaan gas ideal untuk proses isokhorik adalah;
PV=nRT olehkarena V ,n , R tetap maka
PT
=konstan
26
P2
p
Volume
grafik p-V suatu proses isokhorik
berupa garis lurus vertikal, dan luas
daerah didengan luas di bawah grafik p-
vik adalah nol, menunjukkan bahwa tidak
ada usaha yang dilakukan gas.
V1=V2
p1
T1
=p2
T2
(7.14)
Ini adalah hukum Charles.
Proses Isotermal
Gambar 9
Jika sebuah wadah silinder logam mengandung n mol gas ideal, dan massa
ung dengan persamaan sejumlah besar pasir panas menjaga silinder dan gas pada
suatu suhu mutlak konstan T. Kedudukan pengisap mula mula sedemikian sehingga
volum gas adalh V1. Saat gaya luar yang bekerja pada pengisap dikurangi, gas
memuai secara statis mencapai volum akhir V2. Usaha yang dilakukan gas tidak
dapat dihitung dengan persamaan W =p ∆ V sebab tekan p tidak tetap. Walaupun
demikian, usaha sama dengan luas daerah di bawah grafi p-V.
Secara umum, usaha yang dilakukan gas dinyatakan oleh persamaan integral
berikut;
W =∫v1
V 2
p dV
W =∫v1
V 2
nRTV
dV
W =n RT∫v1
V 2
1V
dV=nRT ¿¿
¿nRT ¿
W =nRT ¿ (7.15)
27
V1 V2
tekana volum
Proses isotermal adalah proses perubahan
keadaan gas pada suhu tetap. Dai persamaan keadaan
gas ideal PV=nRT di peroleh P=nRTV
. Karena nRT
konstan, maka grafik p-V berbentuk hiperbola.
Persamaan keadaan gas ideal untuk proses isotermal (T tetap) adalah;
pV=konstan
p1V 1=p2V 2 (7.16)
Dan ini adalah hukum Boyle
Proses Adiabatik
Gambar 10
Proses adiabatik adalah suatu proses perubahan keadaan gas idak ada kalor
yang masuk ke dalam atau keluar dari sistem(gas) yaitu Q = 0. Jika suatu n mol gas
yang melakukan usaha dalam keadaan adiabatik, memuai secara statis dari volum
awal V1 ke volum akhir V2. Susunannya mirip dengn pemuaian pada proses
isotermal. Akan tetapi, usaha yang berbeda dilakukan dalam proses ini, sebab wadah
silinder sekarang dikelilingi ole bahan yang menahan akiran kalor( bahan
pengisolasi) sehingga tidak terjadi pertukaran kalor antara gas dan sekelilingnya atau
tidak ada kalor yang dilepaskan ataupun yang diterima oleh gas tersebut(Q=0).
Proses adiabatik akan memenuhi persamaan ;
p V γ=konstan
p1V 1γ=p2V 2
γ (7.17)
Dari persamaan gas ideal di peroleh P=nRTV
, dengan memasukkan nilai p
kepersamaan sebelumnya, maka
28
V1 V2
tekana
volum
T2
T1
Grafik p-V proses adiabatik
berupa garis lengkung yang memiliki
tanda panah yang memotong garis
lengkung isotermal pada suhu awal T1
dan suhu akhir T2.
Kurva adiabatik
Kurva isotermal
nR T1
V 1
V1
γ
=nR T 2
V 2
V 2γ
T 1V 1γ−1=T 2V 2
γ−1 (7.18)
Dengan γ konstanta laplace yang nilainya adalah γ=C p
C v, dengan γ >1. Adapun C p
adalah kalor jenis gas pada tekanan tetap dan C v adalah kalor jenis gas pada volume
tetap.
Jika dibandingkan dengan grafik pada proses isotermal, grafik pada proses
adiabatik mempunyai kelengkungan yang lebih curam. Hal ini disebabkan oleh
konstanta laplace yang mempunyai nilai lebih dari satu (γ >1¿.
H. CALCULATION OF FIRST-LAW QUANTITIES
Pada bagian akhir ini mengulas tentang resume proses termodinamika dan metode
perhitungannya.
Perubahan sistem termodinamika dari keadaan seimbang satu menjadi keadaan
seimbang lain disebut proses. Proses termodinamika terdiri dari:
a. Proses Reversibel
Proses reversibel terjadi bila sistem melakukan proses dari keadaan awal ke
keadaan akhir melalui keadaan setimbang yang berturutan. Hal ini terjadi secara
quasi – statik. Sehingga setiap keadaan dapat didefinisikan dengan jelas P, V dan
T-nya.
b. Proses siklik
Terdapat proses dimana setelah pertukaran tertentu kalor dan usaha, system
terpulih ke keadaan awalnya. Di dalam kasus ini tidak ada karakteristik system
termasuk energy dalamnya yang bias berubah. Maka Q = W.
c. Proses adiabatik
29
Dalam proses adiabatik tidak ada kalor yang masuk (diserap) ataupun sistem
(Q = 0). Dengan demikian, usaha yang dilakukan gas sama dengan perubahan
energi dalamnya (ΔU = -W)
Persamaan keadaan adiabatik:
Tetapan Laplace:
karena ,
maka persamaan diatas dapat juga ditulis:
Usaha yang dilakukan pada proses adiabatik:
W =∫v1
V 2
p dV=0 sebab v1=V 2
d. Proses volume konstan (isokhorik)
Jika gas melakukan proses termodinamika dalam volume yang konstan, gas
dikatakan melakukan proses isokhorik. Karena gas berada dalam volume konstan
(ΔV = 0), gas tidak melakukan usaha (W = 0) dan kalor yang diberikan sama
dengan perubahan energi dalamnya. Kalor di sini dapat dinyatakan sebagai kalor
gas pada volume konstan (ΔU = Q).
Persamaan keadaan isokhorik:
e. Proses Isobarik
Proses isobarik adalah proses perubahan keadaan gas pada tekanan tetap.
Persamaan keadaan isobarik:
30
Usaha yang dilakukan pada keadaan isobarik:
W =p ∆ V=p(V 2−V 1)
f. Proses Isotermal/Isotermik
Proses isotermik adalah perubahan keadaan gas pada suhu tetap.
Persamaan keadaan isotermik:
Usaha yang dilakukan pada keadaan isotermik:
Dari persamaan gas ideal
Rumus umum usaha yang dilakukan gas:
karena bernilai tetap, maka:
31