terapi naltrexone pada wanita resisten clomiphene dengan sindroma ovarium polikistik
TRANSCRIPT
5/17/2018 Terapi Naltrexone Pada Wanita Resisten Clomiphene Dengan Sindroma Ovarium P...
http://slidepdf.com/reader/full/terapi-naltrexone-pada-wanita-resisten-clomiphene-dengan-sindroma-o
Terapi naltrexone pada wanita dengan sindroma ovarium polikistik yang resisten terhadap
clomiphene
Latar Belakang:
Opiat endogen dapat mempengaruhi berbagai aspek fungsi reproduksi dan metabolisme pada
pasien dengan sindrom ovarium polikistik. Penelitian ini mengevaluasi penghambatan sistem
opioid jangka panjang menggunakan naltrexone pada wanita dengan sindroma ovarium polikistik
yang resisten terhadap clomiphene citrate (CC).
Metode
Sebuah grup dengan 30 wanita infertile dengan sindrom ovarium polikistik dinilai, semua subjek
adalah wanita dengan obesitas, hiperandrogenik, dan hiperinsulinemia. Enam belas pasien
diantaranya dengan amenorrhea dan 14 pasien dengan oligomenorrhae. Semua subjek menerima
terapi natrexone (50 mg peroral setiap hari) selama 6 bulan. Pasien yang tidak mengalami
ovulasi setelah 12 minggu dengan monoterapi naltrexone juga menerima CC (mulai dari 50 mg /
hari selama 5 hari dan untuk non-responden,ditingkatkan sampai 150 mg / hari).
Hasil
Dari 30 wanita, 3 orang mengalami ovulasi selama pemberian monoterapi naltrexone dan19
orang dari 27 orang sisanya mengalami ovulasi selama terapi naltrekson dan CC. Tidak ada
konsepsi selama pemberian monoterapi naltrexone, tetapi 9 dari 27 wanita (33,3%) hamil saat
pemberian naltrexone dan CC. Dari 9 orang tersebut, satu orang mengalami missed-aborsi pada
kehamilan 9 minggu, satu orang mengalami partus preterm pada usia kehamilan 34 minggu dan
terdapat 7 persalinan aterm. Terapi naltrexone juga diikuti dengan penurunan yang signifikan
pada BMI, insulin serum, hormon luteinizing (LH), rasio LH / follicle-stimulating hormon
(FSH), dan testosteron.
Kesimpulan
Dalam penelitian pendahuluan, naltrexone meningkatkan fungsi endokrin dan metabolisme pada
wanita dengan sindroma ovarium polikistik yang resisten terhadap clomiphene citrate
5/17/2018 Terapi Naltrexone Pada Wanita Resisten Clomiphene Dengan Sindroma Ovarium P...
http://slidepdf.com/reader/full/terapi-naltrexone-pada-wanita-resisten-clomiphene-dengan-sindroma-o
(CC). Selanjutnya, naltrexone mengembalikan sensitivitas CC pada sebagian besar subjek
sehingga didapatkan angka kehamilan yang signifikan.
Kata kunci: naltrekson; sindrom ovarium polikistik; infertilitas; resistensi clomiphene
Pendahuluan
Sindrom ovarium polikistik (SOP) adalah penyebab utama infertilitas anovulasi (Homburg,
2003). Sindrom ini melibatkan gangguan yang kompleks pada Susunan Saraf Pusat -
hipotalamus, kelenjar pituitari, kelenjar adrenal, dan ovarium (Talbott et al, 2000;Doi et al,
2005). Meskipun beberapa perubahan dalam fungsi organ-organ tersebut telah diketahui, belum
jelas bagaimana mekanisme organ-organ tersebut dapat menginisiasi perkembangan dan sindrom
ovarium polikistik (Chang et al, 2000;. Lobo dan Carmina, 2000). Prevalensi SOP
telah diteliti dalam beberapa populasi dan sebanyak 5-10% wanita usia reproduksi menderita
sindrom ini (Diamanti-Kandarakis et al, 1999;.. Azziz et al, 2004). Dari sudut pandang tampilan
klinis yang beragam dan profil metabolic dan endokrin besar kemungkinan SOP tidak
menunjukkan suatu gangguan tunggal, tetapi merupakan sekelompok kondisi patologik yang
saling berhubungan.
Gejala yang menonjol dari SOP diantaranya adalah hiperandrogenisme dan anovulasi kronis,
yang sering bersamaan dengan resistensi insulin, seiring dengan perubahan dalam kecepatan
sekresi GnRH dan pelepasan Gonadotrophin (Barnes dan Rosenfield, 1989; Morales et al,. 1996;
Blank et al, 2007). Ada juga bukti bahwa SOP berhubungan dengan hiperaktivitas dari sistem
saraf simpatik, stres dan perubahan pelepasan b-endorphin. Dalam sebuah penelitian yang
langsung mengevaluasi aktivitas saraf simpatik, Sverrisdottir et al. (2008) menemukan bahwa
wanita dengan SOP memiliki aktivitas saraf simpatik pada otot dan pembuluh darah yang lebih
tinggi dibandingkan dengan kontrol yang sesuai. Peningkatan aliran simpatis berkaitan dengan
testosteron dan tingkat kolesterol yang lebih rendah. Mereka menyimpulkan bahwa aktivitas
simpatik yang bertambah tambah memberikan kontribusi terhadap faktor risiko vaskular yang
berhubungan dengan SOP. Di samping itu mereka merekomendasikan sebuah studi terapi yang
ditujukan untuk mengurangi aktivitas simpatis.
Beberapa studi lain secara tidak langsung telah mengukur aktivitas saraf pada wanita dengan
SOP yaitu dengan membandingkan antara karakteristik inervasi/jaras otonom jantung wanita
5/17/2018 Terapi Naltrexone Pada Wanita Resisten Clomiphene Dengan Sindroma Ovarium P...
http://slidepdf.com/reader/full/terapi-naltrexone-pada-wanita-resisten-clomiphene-dengan-sindroma-o
dengan SOP dan subjek kontrol.(Yildirir et al, 2006;. Tekin et al, 2007.; Giallauria et al,
2008). Studi penelitian ini secara jelas telah menunjukkan bahwa persarafan otonom jantung
wanita dengan SOP mengalami perubahan yaitu dengan peningkatan aktivitas simpatis.
Tampak suatu bukti yang menunjukkan adanya hubungan yang kompleks antara opiate endogen,
insulin, dan sekresi GnRH. Opioid endogen telah diidentifikasi di dalam pankreas dan saluran
pencernaan. Opioid endogen mempengaruhi fungsi dan sel beta pankreas serta kontrol glikemik
(Hadziomerovic et al., 2006) dan dengan demikian memainkan peran dalam patogenesis pada
kondisi seperti obesitas dan SOP (Lanzone et al., 1995). Di antara banyak tindakan yang
diusulkan, b-endorphin dapat memodulasi nafsu makan dan asupan makanan (Guido et al,
2006.). Lanzone dkk. (1993) telah menunjukkan bahwa pada penghambatan
akut dan kronis sistem opioid, secara signifikan menurunkan respon insulin pada tes toleransi
glukosa oral (TTGO) dalam kelompok pasien SOP dengan hyperinsulinemia tanpa
perubahan yang signifikan pada kadar plasma androgen.
Antagonis narkotika didefinisikan sebagai zat yang menghambat kerja dari opioid. Jadi,
antagonis narkotik, seperti naltrexone, memblok analgesia, euforia, dan perubahan fisiologis lain
yang dihasilkan oleh opiat. Dengan memblok efek opiat, antagonis narkotik juga
mencegah ketergantungan fisik dan toleransi terhadap obat-obat opiat (Li et al., 2003). Fruzzetti
dkk. (2002) mempelajari 10 wanita obesitas dengan SOP dan menemukan bahwa pemberiannaltrexone jangka panjang mengakibatkan penurunan BMI, mempercepat siklus menstruasi,
pengurangan kadar androgen dan peningkatan dari beberapa parameter sensitivitas insulin.
Penelitian ini dirancang untuk menilai efek terhadap endokrin dan metabolik dari naltrexone
pada pasien SOP yang resisten terhadap clomiphene, obesitas, hyperinsulinemic. Poin akhir
penelitian ini juga memasukkan parameter klinis seperti fungsi ovulasi, hirsutisme dan jerawat,
serta yang paling penting, adalah kehamilan.
Bahan dan Metode
Pasien
5/17/2018 Terapi Naltrexone Pada Wanita Resisten Clomiphene Dengan Sindroma Ovarium P...
http://slidepdf.com/reader/full/terapi-naltrexone-pada-wanita-resisten-clomiphene-dengan-sindroma-o
Penelitian ini mengevaluasi 30 wanita dengan SOP yang infertil, dengan rentang usia 18-35
tahun yang mengunjungi klinik fertilitas Rumah Sakit Universitas Benha (Benha, Mesir)
sepanjang Maret 2003 sampai April 2005. Protokol penelitian ini disetujui oleh komite etik
Fakultas Kedokteran Benha dan persetujuan tertulis diperoleh dari setiap pasien.
Diagnosis SOP didasarkan pada adanya: (i) oligo atau amenorrhea responsif dengan perdarahan
berulang terhadap progestin (ii) hiperandrogenisme dan atau
hyperandrogenemia. Oligomenore didefinisikan sebagai perdarahan menstruasi yang tidak
teratur pada interval yang bervariasi antara 5 minggu hingga 6 bulan, dan amenore (tidak ada
menstruasi minimal selama 6 bulan). Hiperandrogenisme didefinisikan sebagai hirsutisme
dengan skor Ferriman-Gallwey≥7 (Ferriman dan Gallwey, 1961) dan atau jerawat
(Kolodziejczyk et al., 2000). Hyperandrogenemia adalah apabila kadar testosteron total >0.8
ng/ml. Hasil USG pada ovarium menunjukkan gambaran ovarium yang polikistik.
Semua subjek memiliki infertilitas primer selama lebih dari 1 tahun, anovulasi kronis
dengan kadar progesteron, <4 ng/ml, dan indeks massa tubuh (BMI) .>25 kg/m2 (Legro dkk.,
2005), obesitas android dengan rasio lingkar pinggang / panggul (WHR) >.0.80 (Ovesen et
al.,1993) dan rasio kadar glukosa puasa / kadar insulin puasa puasa <4,5 mg/unit.
Semua subjek yang resisten terhadap terapi CC, yang didefinisikan sebagai kegagalan ovulasi
dalam menanggapi pemberian CC dengan dosis sampai 200 mg / hari (Mitwally et al.,
1999). Oleh karena itu, semua subjek tidak mengalami ovulasi selama empat siklus berturut-turut
saat menerima CC, dimulai dengan dosis 50 mg / hari selama siklus 4-8 hari dan
meningkatkan dosis sebesar 50 mg pada siklus berikutnya. Pada semua subjek,follicle-
stimulating hormone (FSH) < 10 mIU/ml dan rasio luteinizing hormone (LH) / FSH > 2. Semua
pasien memiliki harga normal pada kadar thyroid stimulating hormone (TSH), prolaktin, dan 17-
hidroksi progesteron (17-OHP) begitu pula dengan fungsi ginjal dan hati. Tidak satu pun darisubjek memiliki faktor lain yang tidak teridentifikasi yang mungkin berkontribusi terhadap
infertilitas, mereka semua memiliki histerosalpingogram yang normal , tidak ada leiomioma
uteri tes post-coital normal dan pasangan mereka memiliki analisis semen normal.
Wanita dengan diabetes mellitus atau endokrinopati lainnya dan mereka
5/17/2018 Terapi Naltrexone Pada Wanita Resisten Clomiphene Dengan Sindroma Ovarium P...
http://slidepdf.com/reader/full/terapi-naltrexone-pada-wanita-resisten-clomiphene-dengan-sindroma-o
yang telah menerima hormon seks dalam waktu 2 bulan sebelum dimulainya
penelitian, dikeluarkan dari subjek penelitian.
.
Protokol
Semua subjek menjalani evaluasi awal pada hari ke-3 menstruasi spontan
atau menstruasi yang diinduksi progestin dan memulai pengobatan dengan naltrexone pada hari
ke-4 saat menstruasi (50 mg peroral setiap hari) selama 6 bulan. Pasien yang tidak berovulasi
pada pemberian naltrexone saja, setelah 12 minggu diberi kombinasi naltrexone dan CC, dimulai
pada dosis 50 mg / hari secara oral pada hari ke-5 menstruasi. Jika ovulasi tidak terdeteksi oleh
USG, dosis CC ditingkatkan bertahap 50 mg per siklus (pada 12 pasien) sampai dengandosis
maksimum 150 mg / hari. Gabungan terapi naltrekson dan CC dilanjutkan sampai konsepsi dapat
didiagnosis positif dengan tes kimia kehamilan, jika tidak ada kehamilan, sampai dengan akhir
penelitian (total 6 bulan), mana yang terjadi terlebih dahulu.
Setiap siklus dipantau dengan pemeriksaan USG pada hari-11 dan hari-13 dan progesteron serum
diukur pada hari-21 untuk menilai ovulasi. BMI dan siklus menstruasi dinilai. Insulin puasa,
glukosa puasa, testosterone total hormon seks terikat globulin, DHEAS, 17-OH progesteron, LH
dan pengukuran FSH dilakukan pada awal penelitian ini, 3 bulan setelah monoterapi naltrexonedan pada akhir penelitian. Fungsi ginjal (kreatinin serum, 1,4 mg / dl) dan tes fungsi hati
termasuk SGPT dan SGOT, dinilai sebelum dan pada interval 3 bulan selama
penelitian. Kehamilan didiagnosis dengan deteksi dari HCG subunit-b.> 20 mIU / ml dilakukan 2
minggu setelah ovulasi terlihat.
Evaluasi ultrasonografi ovarium dan endometrium dilakukan pada hari ke-2 menstruasi secara
real time menggunakan frekuensi tinggi 7,5 MHz Voluson transvaginal transduser terpasang
ke sistem Combison 580 (Kretztechnik AG, Zipf, Austria). Wanita dengan folikel ovarium ≥ 10mm atau kista ovarium lainnya atau endometrioma dikeluarkan dari penelitian. Morfologi
polikistik ovarium didiagnosis apabila ada lebih dari 12 folikel (2004) dengan diameter ≤8 mm
yang tersusun perifer atau tersebar di seluruh inti echodense dari stroma (Adams et al,
1986;.Polson et al, 1988).
5/17/2018 Terapi Naltrexone Pada Wanita Resisten Clomiphene Dengan Sindroma Ovarium P...
http://slidepdf.com/reader/full/terapi-naltrexone-pada-wanita-resisten-clomiphene-dengan-sindroma-o
Tes
LH, FSH dan SHBG diukur oleh enzim chemiluminescent immunoassay (Immulite 2000;
Diagnostic Products Corporation, Los Angeles, CA, USA) sesuai dengan metode yang
dikemukakan oleh Winter et al. (1978). Jumlah testosterone total (T) diukur dengan metode
chemiluminescent Immunometric (Immulite 2000; Diagnostic Product Corporation), Serum 17-
OH progesteron diukur menggunakan RIA dengan kit standar (Biermann Inc and Diagnostic
Product Corp). DHEAS diukur dengan RIA (Diagnostic Product Corporation).
Kadar insulin plasma diukur dengan enzim chemiluminescent immunoassay (Immulite 2000;
Diagnostic Product Corporation). Glukosa puasa diukur dengan teknik glukosa oksidase
menggunakan Beckman glucosa analyzer 2 (Fullerton, CA, USA). Rasio glukosa puasa
terhadap insulin puasa < 4,5 mg / unit konsisten dengan resistensi insulin
(Legro dkk., 1998). OGTT ini dilakukan setelah puasa semalam, dengan takaran 100 g glukosa
secara oral dan sampel darah untuk glukosa darah dan insulin pada 0 dan 120 menit (Acien et al.,
1999). Semua tes dilakukan pada awal, diulang setelah 12 minggu pemberian monoterapi
naltrexone dan lagi pada akhir pemberian naltrexone dan CC.
Analisis statistik
Data dianalisis menggunakan SPSS 11 (SPSS Inc, Chicago, IL, USA). Perubahan
kadar hormon dan BMI selama pengobatan naltrekson dan hasil dari TTGO dibandingkan
dengan menggunakan Student t-test untuk sampelyang berpasangan, dengan setiap pasien
memiliki kontrol sendiri. Nilai dari P<0,05, begitupula sebaliknya, dianggap signifikan secara
statistik. Dalam penelitian ini, 30 subjek ini dimasukkan dalam sampel dengan tujuan untuk
mendeteksi adanya efek yang signifikan secara statistic dari perlakuan yang telah diberikan.
(pada P<0,05 dengan kekuatan 0,8) dengan asumsi setidaknya 25% mengalami kehamilan.
Hasil
Gambar 1 menunjukkan diagram alur dari penelitian ini. Studi ini memasukkan 30 pasien
obesitas dengan usia rata-rata 28±1,4 tahun (Mean + SEM). Secara klinis, profil endokrin dan
metabolik pasien ini ditunjukkan pada Tabel I. Tabel tersebut menyajikan data awal setelah
5/17/2018 Terapi Naltrexone Pada Wanita Resisten Clomiphene Dengan Sindroma Ovarium P...
http://slidepdf.com/reader/full/terapi-naltrexone-pada-wanita-resisten-clomiphene-dengan-sindroma-o
pemberian monoterapi naltrexone dan data akhir setelah pemberian naltrexone dan CC. Tiga
puluh subjek dievaluasi kembali setelah 12 minggu setelah pemberian monoterapi
naltrexone. Karena 3 subjek mengalami ovulasi selama monoterapi naltrexone, sebanyak 27
wanita sisanya dievaluasi ulang pada akhir pemberian terapi kombinasi naltrexone dan CC. Hal
ini jelas, bahwa monoterapi naltrexone mengakibatkan penurunan signifikan dari BMI
dengan tanpa adanya pembatasan diet. Tidak ada perbedaan yang signifikan antara BMI subjek
wanita yang mengalami ovulasi dan yang tidak mengalami ovulasi (31,4±1,2 berbanding
31,7±1,3). Penurunan BMI pada wanita yang mengalami ovulasi dibandingkan dengan
yang tidak mengalami ovulasi (1,37% berbanding 1,21%). Terapi naltrexone juga memberikan
pengaruh terhadap terjadinya hirsutisme, jerawat, dan keteraturan menstruasi. Selain itu, ada juga
pengaruh dalam biokimia marker termasuk insulin puasa, rasio glukosa terhadap insulin,
testosteron total dan LH.
Secara khusus, pola perubahan sekresi insulin berbeda antara responden (subjek yang mengalami
ovulasi) dan nonresponden (subjek yang tidak mengalami ovulasi). Insulin
AUC pada responden menurun secara signifikan pada akhir pengobatan yaitu 84,12±1,3
sedangkan harga awalnya 110,5±2,3 (P<0,01). Insulin AUC pada nonresponden juga mengalami
penurunan dibandingkan saat awal (107,9 1,4) dan akhir pengobatan (89,7±2.7)
(P<0,05). Namun, rata-rata penurunan insulin AUC diantara responden (26,4±2,1) secara
signifikan lebih besar daripada non-responden (18,2±1,4) dengan P<0,05. Sebaliknya,
tidak ada perbedaan signifikan pada glukosa AUC antara responden dan nonresponden.
Evaluasi sonografi mengungkapkan bahwa semua siklus ovulasi selama pengobatan dengan
naltrexone saja berkaitkan dengan monofolikular ovulasi. Selama terapi kombinasi
dengan CC dan naltrexone, 44,4% dari siklus memiliki perkembangan monofolikular dan 25,9%
dari siklus mengalami perkembangan multifolikular. Selanjutnya, pengobatan naltrexone dan CC
menghasilkan penurunan yang signifikan pada volume ovarium total (13,8±1,3 ml sebelum
pengobatan dan 9,2±1,1 ml setelah pengobatan; P<0,05), Penurunan jumlah folikel antral total
(12,6±12,6 sebelum dan 6,4±1,2 setelah) dan penurunan jumlah volume folikel total (5,7±1 ml
sebelum dan 3,4±0,8 ml setelah).
Tingkat ovulasi dan kehamilan sebagai respon terhadap monoterapi naltrexone dan kombinasi
naltrexone+CC ditampilkan pada Tabel II. Naltrexone sendiri memicu proses ovulasi dalam
5/17/2018 Terapi Naltrexone Pada Wanita Resisten Clomiphene Dengan Sindroma Ovarium P...
http://slidepdf.com/reader/full/terapi-naltrexone-pada-wanita-resisten-clomiphene-dengan-sindroma-o
tingkat yang tidak terlalu tinggi, namun kombinasi dari naltrexone dan
CC memicu ovulasi di lebih dari 70% dari subjek dan memberikan hasil yang signifikan terhadap
terjadinya kehamilan. Pada wanita yang mengalami ovulasi (responden), serum LH secara
signifikan lebih rendah (P<0,001) dibandingkan pada mereka yang tidak.
Dugaan efek samping monoterapi naltrexone diamati pada 4/30 pasien (13,3%). Yang paling
umum adalah efek samping gastrointestinal : mual, muntah, dan nyeri perut (13,3%), di samping
itu, 10% dari subjek mengalami sakit kepala, 6,6% pusing, 6,6% kelelahan, dan 3,3% insomnia
dan kecemasan. Tak satu pun dari efek samping tersebut yang cukup parah dan memerlukan
penghentian terapi. Kombinasi terapi naltrexone dan CC dikaitkan dengan efek samping
gastrointestinal seperti mual, muntah, dan nyeri perut pada 18,5% pasien, sakit kepala pada
18,5%, pusing pada 11,1% dan kelelahan pada 14,8%. Namun, tidak satupun dari gejala-gejala
tersebut yang cukup parah sehingga menyebabkan penghentian terapi. Kehamilan multipel dan
sindrom hiperstimulasi adalah tidak diamati.
Diskusi
Sekedar pengetahuan, ini merupakan laporan pertama yang menunjukkan bahwa naltrexone
dapat meningkatkan beberapa keadaan klinis diantaranya hirsutisme dan jerawat, dan
membenarkan pengukuran endokrin dan metabolik yang relevan dengan SOP, yaitu
menyebabkan penurunan yang signifikan dalam kadar testosteron, rasio LH terhadap FSH, dankadar insulin. Pengobatan naltrexone mengembalikan sensitivitas CC dan
menghasilkan tingkat ovulasi yang tinggi dan kehamilan pada pasien yang resisten terhadap
clomiphene.
Suatu kemajuan atau perkembangan dalam marker biokimia pada SOP mungkan memiliki
hubungan dengan penurunan BMI yang signifikan, dimana hal tersebut terjadi tanpa adanya
perubahan pola makan dan pembatasan konsumsi makanan (diet). Pengamatan ini sesuai
dengan beberapa studi sebelumnya (Givens dan Kurtz, 1986; Apa et al,. 1995; Villa dkk, 1999;.Fruzzetti et al, 2002).. Di sisi lain, beberapa peneliti tidak mengamati perubahan yang signifikan
pada BMI setelah terapi naltrexone (Couzinet et al., 1995). Perbedaan antara beberapa penelitian
yang berbeda mencerminkan perbedaan karakteristik pasien, misalnya dalam studi ini, pada
pasien lebih gemuk. Pada akhirnya, peran potensial dari naltrexone
dalam modulasi BMI harus ditangani dalam placebocontrolled randomized trial.
5/17/2018 Terapi Naltrexone Pada Wanita Resisten Clomiphene Dengan Sindroma Ovarium P...
http://slidepdf.com/reader/full/terapi-naltrexone-pada-wanita-resisten-clomiphene-dengan-sindroma-o
Telah diketahui bahwa penurunan berat badan adalah metode yang paling fisiologis dalam
merangsang ovulasi dan dalam meningkatkan sensitivitas insulin (Harwood et al, 2007;. Nelson
dan Fleming, 2007). Mekanisme kerja yang pasti dari naltrexone terhadap berat badan belum
diputuskan, tetapi mungkin terkait dengan keterlibatan opioid peptida dalam pengendalian nafsu
makan dan patogenesis obesitas. Level plasma b-endorphin meningkat pada subjek yang
obesitas, baik pada orang dewasa dan remaja dan peningkatan ini tidak dikoreksi dengan
penurunan berat badan (Malcolm et al., 1986). Berlebihan
b-pankreas sel tanggap terhadap b-endorphin stimulasi
dalam obesitas manusia didokumentasikan dengan baik (Cozzolino et al.
1996). Selain itu, pemerintahan hasil naltrexone dalam
makanan mengurangi asupan android obesitas (Fruzzetti et al., 2002).
b-Endorfin terdeteksi di pankreas dan diyakini
mempengaruhi pelepasan insulin dan glukagon. Oleh karena itu, endogen
opioid mungkin memainkan peran dalam regulasi metabolisme glukosa
dan dalam patogenesis obesitas luar efek pada
nafsu makan. Metabolik kelainan, seperti hiperinsulinemia,
resistensi insulin dan obesitas, adalah fitur umum dari