terapi allograft stem cell ditinjau dari hukum islam...
TRANSCRIPT
TERAPI ALLOGRAFT STEM CELL DITINJAU DARI
HUKUM ISLAM
(Studi Kasus Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Hukum Islam (S.H)
Oleh:
Muhamad Purkon
NIM : 1112043100021
PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MADZHAB
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1438H / 2017M
ABSTRAK
Muhamad Purkon. NIM 1112043100021. TERAPI ALLOGRAFT STEM CELL DI
DITINJAU DARI HUKUM ISLAM DAN POSITIF (STUDI KASUS DI RUMAH SAKIT
CIPTO MANGUNKUSUMO). Program studi Perbandingan Madzhab dan Hukum, Fakultas
Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah jakarta, 1438 / 2017 M. Ix
+ 52 halaman + 10 halaman lampiran.
Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui hukum terapi allograft stem cell baik hukum
Islam dan Positif dalam pelaksanaannya di RSCM sebagai studi kasusnya. Karena saat ini
pelayanan medis Sel Punca khususnya yang Allogenic sudah dilakukan di hampir belasan
Rumah Sakit yang telah terkoneksi dan bekerjasama dengan puluhan lembaga Bank Sel
Punca baik dibawah naungan institusi negara maupun swasta. Dalam hal ini penulis memilih
objek penelitian di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta dengan alasan rumah
sakit tersebut merupakan rumah sakit pembina dari belasan rumah sakit lainnya yang juga
menyediakan fasilitas pelayanan berupa terapi Sel Punca.
Penulis ingin mengetahui pelaksanaan pelayanan medis Sel Punca di Rumah Sakit
Cipto Mangunkusumo (RSCM) Yang merupakan satu dari dua Rumah Sakit pembina Sel
Punca di Indonesia yakni RSCM itu sendiri dan Rumah Sakit Dr. Soetomo Surabaya,
khususnya bagaimana implementasi pelayanannya berdasarkan regulasi perundang-undangan
yang ada, lantas bagaimana pula korelasinya dengan hukum Islam.
Penelitian ini menggunakan metode pendekatan normatif – empiris dengan jenis
penelitian kualitatif, serta melibatkan ahli dibidang Sel Punca dari Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo (RSCM) sebagai narasumber otentik sumber data penulis. Metode
pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara secara langsung kepada ahli dan juga
dari jurnal-jurnal ilmiah yang penulis dapatkan dari berbagai sumber.
Hasil penelitian menunjukan bahwa proses terapi medis Sel Punca(Stem cell) di
Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta menggunakan SOP (Standar Opertional
Procedur) yang telah ditetapkan oleh Kementrian Kesehatan dalam berbagai regulasi yang
telah dikeluarkannya.
Kata Kunci : Terapi Sel Punca(Stem Cell), Allogenic (Allograft), Hukum Islam, Hukum
Positif.
Pembimbing I : Dr. Ahmad Sudirman Abbas, MA
Pembimbing II : Qasim Arsyadani, S.Ag, MA
Daftar Pustaka : Tahun 1996 s.d. Tahun 2015
vi
بسم هللا الرحمن الرحيم
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puja dan puji syukur penulis haturkan kehadirat Allah
SWT yang telah memberikan beribu nikmat yang beberapa nikmat diantaranya
yakni adalah nikmat iman, islam dan juga nikmat sehat wal afiat sehingga penulis
dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “ praktik stem cell allograft
di tinjau dari hukum islam dan positif ” studi kasus praktik pelayanan medis di
rumah sakit cipto mangunkusumo (RSCM) Jakarta.
Shalawat serta salam tak lupa penulis haturkan kepada baginda Rasulullah
Muhammad SAW yang membawa umatnya dari dari zaman jahiliyah hingga
jaman yang terang dengan diinul Islam.
Selama penulis menuntut ilmu di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta sangat banyak pengalaman dan pelajaran hidup yang dapat
penulis ambil baik suka maupun duka. Dengan ini penulis ingin mengucapkan
banyak terima kasih kepada :
1. Dekan fakultas Syariah dan Hukum (FSH) Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta, Dr. Asep Saepudin Jahar, M.A.
2. Kepala Program Studi Perbandingan Mazdhab Hukum (PMH) Universitas
Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Bapak Fahmi Muhammad
Ahmadi, M.Si. Yang telah banyak membantu dan memberikan saran yang
bersifat membangun dan mengispirasi penulis sehingga dapat
menyelesaikan penulisan skripsi ini.
3. Sekretaris program studi Perbandingan Mazdhab Hukum (PMH)
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Dr.Ibu Siti
Hana, MA. Yang telah banyak memberikan arahan, bimbingan, motivasi
dalam proses penulisan skripsi ini.
4. Dosen pembimbing skripsi I yakni Bapak Dr. Ahmad Sudirman Abbas,
MA. Yang telah banyak memberikan motivasi, arahan, serta meluangkan
waktunya untuk penulis sehingga skripsi ini dapat penulis selesaikan.
vii
5. Dosen pembimbing skripsi II yakni Bapak Qasim Arsyadani, S.Ag, MA.
Yang telah banyak memotivasi, meluangkan waktunya, serta tak bosan-
bosannya memberikan arahan perbaikan agar skripsi ini segera selesai.
6. Dosen Fakultas Syariah dan Hukum (FSH) secara umu, dan khususnya
Dosen Perbandingan Mazdhab Hukum (PMH) Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
7. Kepada seluruh pegawai Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM)
Jakarta yang telah membantu proses penelitian ini pada umumya, dan
Khususnya untuk Dr. dr. Ismail, Sp.OT(K) yang telah berkenan
diwawancarai di tengah kesibukan beliau selaku dokter sekaligus
researcher dan kepala laboratorium Sel Punca RSCM.
8. Kedua orang tuaku tercinta Bapak Muhammad Amien dan Ibu Hj. Siti
Aisyah, serta saudara-saudaraku sekalian yang telah sabar membesarkan,
mendidik, membiayai serta mendo’akanku, sehingga kini penulis berhasil
menyelesaikan skripsi ini.
9. Kepada calon Istriku Linda Rahmawati. S.Pd yang telah memberikan
inpirasi idenya sehingga penulis mendapatkan judul dalam penelitian ini
dan orang tuanya yang senantiasa memberikan semangat dukungannya,
motivasinya, serta kesabarannya.
10. Kepada kawan-kawan seperjuanganku PMH 2012 UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, Ahmad Rifa’i, Eko Saputra, SH. dan Briliant eltamin
yang telah membantu penulis baik dalam berdiskusi hukum dan
mendapatkan kitab-kitab rujukan, sehingga terselesaikanlah penulisan
skripsi ini.
23 Jumadil akhir 1438H
22 Maret 2017
Jakarta:
Penulis
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................. i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ..................................... ii
SURAT PENGESAHAN PANITIA UJIAN ........................................... iii
LEMBAR PERNYATAAN ...................................................................... iv
ABSTRAK ................................................................................................. v
KATA PENGANTAR ............................................................................... vi
DAFTAR ISI .............................................................................................. viii
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ........................................................... 1
B. Pembatasan Masalah ................................................................ 6
C. Rumusan Masalah .................................................................... 7
D. Tujuan dan manfaat penelitian ................................................. 7
E. Metode penelitian ..................................................................... 8
F. Kajian terdahulu ....................................................................... 10
G. Teknik penulisan ...................................................................... 11
H. Sistemtika penulisan ................................................................ 11
BAB 2 KAJIAN TEORI ALLOGRAFT STEM CELL
A. Defini Allograft Stem Cell (Sel Punca Allogenik) ................... 13
B. Metode Penerapan Allograft Stem Cell .................................... 18
C. Pro dan kontra penerapan Allograft Stem Cell ......................... 21
ix
BAB 3 GAMBARAN UMUM RUMAH SAKIT CIPTO
MANGUNKUSUMO (RSCM)
A. Sejarah Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) ............ 22
B. Perkembangan Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) . 24
C. Peran Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) terhadap
perkembangan teknologi Allograft Stem Cell di Indonesia ...... 25
BAB 4 PRAKTIK TERAPI ALLOGRAFT STEM CELL DITINJAU DARI
HUKUM ISLAM
A. Pelaksanaan Terapi Pengobatan Allograft Stem Cell di
Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo ........................................ 27
B. Analisis Praktik Terapi Allograft Stem Cell Ditinjau Dari
Hukum Islam ............................................................................ 33
BAB 5 KESIMPULAN
A. Kesimpulan............................................................................... 47
B. Saran – saran ............................................................................ 48
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 51
LAMPIRAN-LAMPITAN ........................................................................ 53
1
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al-Qur‟an al- Karim adalah mukjizat Islam yang kekal dan selalu
diperkuat oleh kemajuan ilmu pengetahuan.1 Al-Qur‟an merupakan obat bagi
insan yang tengah dahaga akan kesehatan batin dan raga, ia merupakan rahmat
bagi seorang hamba yang banyak lalai terhadap perintah. Allah SWT berfirman
dalam Q. S. Al-Isra‟/17:82
(.71/28سورة اإلسراء: (.شفاءورحة للمؤمني وال يزيد الظالمي إالخساراون ن زل من القرآن ما ىو
Artinya: “Dan Kami turunkan dari al-Quran suatu yang menjadi obat (penawar)
dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan al-Quran itu tidaklah menambah
kepada orang-orang yang zalim selain kerugian.” (QS al-Isrâ‟/17: 82)
Islam merupakan agama paling besar dan benar dalam memberikan
kontribusinya terhadap kehidupan manusia, baik secara individual maupun
kelompok2, Akidah dalam jiwa seseorang memiliki tempat yang suci, yang
menjadikan seseorang menaati perintah-perintah agama, bukan sekedar takut siksa
neraka dan siksaan semata, tetapi justru disebabkan kerelaan hati menerimanya,
kemudian menerima ajaran itu dengan ikhlas dan penuh keyakinan. Sekalipun
Menteri Kesehatan menyampaikan maklumatnya, penyuluh kesehatan
menyampaikan petunjuknya, namun belum tentu jika jiwa seseorang respek untuk
1 Manna Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, penerjemah Mudzakir AS,(Bogor: Litera
Antar Nusa,2013), h.1 2 Ahmad Syauqi al Fanjari, Nilai Kesehatan dalam Syariat Islam,(Jakarta:Bumi
Aksara,1996),h.197
2
memenuhi dan segera melaksanakannya, tidak sebagaimana jika tuntutan tersebut
disampaikan kepada mereka melalui akidah3.
Islam merupakan satu kesatuan sistem tata kehidupan yang melekat erat
dan fleksibel dalam setiap lini kehidupan, sehingga ia mampu mengikuti setiap
perkembangan zaman yang ada. Sekalipun penemuan sains modern berkembang
begitu pesat dan bahkan mengantarkan ilmu medis kepada puncak penemuannya,
sehingga mampu mendiaknosis berbagai penyakit4.
Pada mulanya, ilmu pengetahuan untuk menemukan kebenaran, sedangkan
teknologi serta rekayasanya di maksudkan untuk memenuhi kebutuhan manusia
dan meningkatkan kesejahteraan serta martabat manusia itu sediri.5
Pada dasarnya fitrah manusia berkeyakinan bahwa setiap penyakit pasti
ada obatnya, sehingga ia selalu berusaha menggali pengetahuan tersebut.
Dari Jabir bin „Abdullah r.a , bahwa Rasulullah S.A.W:
اء، ب رأ بإذن اهلل عز وجل واء الد 6سل((.امل ) رواه لكل داء دواء، فإذا أصاب الد
Artinya: “Setiap penyakit pasti memiliki obat. Bila sebuah obat sesuai dengan
penyakitnya maka dia akan sembuh dengan seizin Allah Subhanahu wa Ta’ala.”
(HR. Muslim).
Dari Abu Hurairah r.a., bahwa Rasulullah S. A.W bersabda:
1.(اريبخال )رواه إن اهلل ل ي نزل داء إال أن زل لو شفاء
3 Ahmad Syauqi al Fanjari, Nilai Kesehatan dalam Syariat Islam,(Jakarta:Bumi
Aksara,1996), h.200. 4 Ahmad Syauqi al Fanjari, Nilai kesehatan dalam Syariat Islam, h. 201.
5 A.Charis Zubair, Etika Rekayasa Menurut Konsep Islam,(Yogyakarta: Pustaka
Pelajar,1997), h.105 6 Imam abi al-Husain Muslim : Shohih Muslim, cetakan ke-1 (Riyadh: Dar al-Salam Li al-
Nasyr wa al-Tauzi‟, 1998 ), h. 977
3
Artinya: “Sesungguhnya Allah tidaklah menurunkan sebuah penyakit melainkan
menurunkan pula obatnya.” (HR. Bukhari).
2.د عن أسامو بن شرك(و اد أبوتداووا فإن اهلل عزوجل ل يضع داء إال وضع لو دواء غري داء واحد اهلرم)رواه
Artinya: “Berobatlah, karena tiada satu penyakit yang di turunkan Allah, kecuali
di turunkan pula obat penangkalnya, selain dari satu penyakit, yaitu ketuaan.”
(HR. Abu Dawud dari Usamah bin Syuraik).
Memang sejak dulu banyak jenis penyakit yang belum teridentifikasi,
hingga ilmu pengetahuan datang memberikan keterangannya secara logis,
sehingga kita pun tahu apa penyebab dan apa pula yang harus kita lakukan
terhadapnya.
Dunia kini sedang berada dalam taraf gencar-gencarnya untuk penyebaran
dan penerapan ilmu pengetahuan,9 perkembangan zaman yang serba modern kini
selalu menawarkan kemudahan dan efisiensi tinggi, oleh karenanya para ahli
berusaha menemukan inovasi mutakhir yang memudahkan setiap aktifitas
kehidupan manusia, tanpa terkecuali dalam bidang pengobatan, dimana para ahli
berusaha menemukan metode pengobatan yang efisien baik dari segi waktu
maupun biaya.
Dalam beberapa dekade terakhir, para peneliti kesehatan menemukan
metode pengobatan yang di gadang-gadang mampu mengobati berbagai jenis
penyakit, baik yang degeneratif maupun non-degeratif, metode pengobatan ini
disebut Sel Punca (Stem Cell).
7 Musthofa Daib al-Bagha, Mukhtashar Shohih Bukhari, cetakan ke-7 (Beirut: al Yamamah
Li at-Thiba‟ah wa al-Nasyr wa al-Tauzi‟, 1999), h. 653 8 Imam Abu Dawud Sulaiman bin Al-Asy'ats As-Sijistani, Sunan Abi Dawud, Jilid III
(Beirut, Daar al-Khattab, 1996), h. 3 9 A.Charis Zubair, Etika Rekayasa Menurut Konsep Islam,(Yogyakarta: Pustaka
Pelajar,1997), h.55
4
Beberapa dekade yang lalu tepatnya tahun 1978 sistem pengobatan Sel
Punca sudah ada di Indonesia, namun gaungnya belum terlalu populer karena
hanya terbatas pada beberapa proses rangkaian pengobtan semata, seperti
digunakan pada proses trasnplantasi sum-sum tulang dan kemoterapi agresif saja,
sebagaimana disebutkan dalam Lampiran Keputusan Menteri Kesehatan no
834/MENKES/SK/IX/2009, Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Medis Sel Punca, Bab
I Tentang Landasan Pengembangan Pelayanan Sel Punca.
Sel Punca ini sempat redup dalam dunia kesehatan karena manfaat yang
diberikan belum terbukti secara signifikan dan keterbatasan teknologi pendukung
penelitian. Namun kini minat terhadap Stem Cell atau sel induk meningkat dalam
beberapa dekade terakhir, karena potensi Stem Cell yang sangat menjanjikan
untuk terapi berbagai penyakit sehingga menimbulkan harapan baru dalam
pengobatan berbagai penyakit10
.
Memang begitu menggiurkan jika kita telaah keunggulan metode
pengobatan ini, sehingga tidak jarang golongan ekonomi menengah-atas banyak
yang tertarik untuk investasi kesehatan masa depan pada metode Stem Cell ini.
Bahkan banyak pula diantara mereka yang menitipkan Stem Cell keluarganya di
bank Stem Cell luar negeri dengan alasan kualitas yang di tawarkan lebih unggul,
kendati pun dengan biaya yang tinggi dan di Indonesia sendiri, para ahli kesehatan
kita sudah mengembangkannya secara mandiri dalam berbagai penelitian ilmiah.
10
Virgi Saputra,”Dasar-dasar Stem Cell dan potensi aplikasinya dalam ilmu kedokteran,”
Cermin Dunia Kedokteran, No. 153(2006):h.21
5
Sistem pengobatan Stem Cell (Sel Punca) ini telah diaplikasikan pada
berbagai jenis gangguan kesehatan dan kelainan tubuh lainnya, seperti halnya
pada penyakit gagal ginjal, hati, pankreas, bahkan patah tulang11
.
Sistem pengobatan Stem Cell atau sel punca di negara kita sudah mulai di
kenal oleh masyarakat luas baik melalui media elektronik; media cetak; bahkan
melalui internet yang kini sudah menjadi kebutuhan tersendiri bagi masyarakat,
oleh karenaya untuk menjamin kualitas pelayanan terapi Stem Cell ini,
kementerian kesehatan pun telah mengeluarkan regulasi khusus selaku pihak
terkait dalam hal ini.
Adapun peraturan-peraturan yang telah di keluarkan oleh kementerian
kesehatan antara lain Permenkes nomor 833/834 tahun 2009, tentang 'Pedoman
Penyelenggaraan Pelayanan Medis Stem Cell; Permenkes nomor 48 tahun 2012,
tentang 'Penyelenggaraan Bank Darah Tali Pusat; Permenkes nomor 50 tahun
2012, tentang 'Penyelenggaraan Laboratorium Pengolahan Stem Cell Untuk
Aplikasi Klinis; dan Permenkes nomor 32 tahun 2014 tentang Penetapan Rumah
Sakit Pusat Pengembangan Pelayanan Medis Penelitian dan Pendidikan Bank
Jaringan dan Stem Cell.
Berdasarkan peraturan yang ada, mungkin kita sudah cukup terlindungi
selaku warga negara karena terjamin secara yuridis, namun bagaimana status
hukumnya jika ditinjau dari hukum Islam, serta bagaimana pula lembaga-lembaga
terkait berperan menghadapi permasalahan tersebut. Apakah Kementerian
kesehatan sudah mengeluarkan regulasi yang tepat dan sesuai dengan ketentuan
11
http://gaya.tempo.co/read/news/2015/11/06/060716607/apa-itu-terapi-sel-punca. Diakses
pada tanggal 29 Oktober 2016.
6
hukum Islam terkait penerapan metode Stem Cell ini, agar masyarakat indonesia
yang mayoritas beragama Islam mampu terakomodir dalam memenuhi kebutuhan
kesehatan keluarganya secara hukum Islam.
Dari beberapa uraian tersebut di atas, penulis merasa penting untuk
meneliti hal tersebut, agar masyarakat turut memahami dunia kesehatan modern
yang berkembang saat ini, sehingga masyarakat pun akan tahu mana-mana yang
baik dan mana-mana yang akan merugikan mereka. Di sisi lain pula tujuan
penelitian ini ditujukan agar masyarakat selaku pengguna jasa merasa aman dalam
memenuhi kebutuhan pokok (kesehatan) keluarga yang mereka cintai, baik aman
karena kejelasan regulasi yang telah di tetapkan oleh pemerintah, maupun aman
karena sesuai dengan ajaran agama yang mereka yakini kebenarannya (sesuai
dengan nilai ajaran Islam). Penelitian ini sendiri akan mengambil studi kasus
dalam praktik terapi Allograft Stem Cell yang diterapkan di Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo Jakarta. Sehingga dalam penelitian ini pula saya beri judul Terapi
Allograft Stem Cell Di Tinjau Dari Hukum Islam (Studi Kasus Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo).
B. Pembatasan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, penulis akan membatasi dan
memfokuskan diri dalam pembahasan hukum terapi pengobatan menggunakan
Allograft Stem Cell (Pemberian/donor Stem Cell antar manusia)12
di tinjau dari
sudut pandang hukum Islam dan hukum positif. Pembahasan dalam penelitian ini
12
Supartono, Basuki. ”Tehnik Rekayasa Jaringan Untuk Penyembuhan Cedera Olah
Raga.”RSON II.NO.-(Januari - Maret 2015).h.14
7
di fokuskan pada kajian tentang ayat dan hadits kesehatan dengan metode
pengambilan hukum fikih.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka penulis merumuskan
pokok masalah dalam penelitian ini sebagai berikut :
1. Bagaimana pandangan hukum Islam terhadap pemberian Allograft Stem
Cell dari pendonor kepada resipien(penerima donor)?
2. Bagaimana mekanisme perundang-undangan Indonesia dalam mengatur
praktik terapi Allograft Stem Cell ?
3. Apakah ada pertentangan antara hukum Islam dan hukum positif dalam
penentuan kriteria pendonor dan resipien(penerima donor)?
D. Tujuan dan manfaat Penelitian
Dalam penulisan ini, ada beberapa tujuan yang ingin dicapai oleh penulis,
adapun tujuan yang dimaksud adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui pandangan hukum Islam terhadap pemberian Allograft Stem
Cell dari pendonor kepada resipien
2. Mengetahui mekanisme perundang-undangan Indonesia dalam mengatur
praktik terapi pengobatan Allograft Stem Cell
3. Untuk mengetahui apakah terdapat pertentangan antara hukum positif dan
hukum Islam dalam praktik pelayanan Stem Cell (Sel Punca) di Rumah
Sakit Cipto Mangunkusumo khususnya dan di Indonesia umumnya.
Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:
a) Manfaat untuk penulis
8
Sarana aplikasi keilmuan bagi penulis setelah menuntut Ilmu di fakultas
Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
b) Manfaat bagi lembaga dan masyarakat
1. Memberikan informasi hukum terkait praktik terapi Allograft Stem Cell
baik hukum Islam maupun hukum positif di Indonesia.
2. Meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga kesehatan di
Indonesia
E. Metode Penelitian
Adapun metode penelitian yang penulis pilih agar dapat menjawab
berbagai persoalan dalam rumusan masalah tersebut diatas adalah sebegai berikut:
1. Pendekatan
Adapun metode pendekatan yang akan penulis gunakan dalam penelitian
ini, yakni pendekatan normatif-empiris (peraturan dan kenyataan yang ada
di lapangan). Pendekatan ini dirasa cocok diterapkan pada penelitian
hukum terapi Allograft Stem Cell dalam sudut pandang Islam dan hukum
positif di Indonesia.
2. Jenis penelitian
Setelah penulis pelajari berbagai jenis penelitian dalam penulisan karya
ilmiah, maka penulis lebih yakin dan tertarik untuk menggali persoalan
dalam penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Hal ini penulis yakini
akan lebih reliebel dan komprehensif di terapkan. Penulis akan
mendeskripsikan terapi Allograft Stem Cell ini dari sumber-sumber yang
9
valid dan para ahli yang ada, kemudian menganalisisnya agar dapat di
tarik suatu kesimpulan hukum.
3. Sumber dan kriteria data penelitian
Penulisan penelitian ini menggunakan data primer yang penulis peroleh
dari sumbernya, baik dari Ayat Al-Qur‟an (Tafsir), Hadits, undang-
undang, wawancara, observasi maupun laporan yang berbentuk dokumen
tidak resmi yang kemudian diolah oleh peneliti. Dan data sekunder, yaitu
data yang diambil dari bahan pustaka berupa buku-buku dan jurnal yang
sesuai dengan penelitian ini.
4. Objek penelitian
Objek penelitian yang akan di kaji dalam penulisan karya ilmiah ini yaitu
praktik terapi pengobatan dengan metode Allograft Stem Cell di Rumah
Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta.
5. Teknik pengolahan data
Setelah data terkumpul baik yang diperoleh dari studi kepustakaan, studi
dokumentasi maupun yang di peroleh melalui studi lapangan, maka akan
diolah dengan cara berikut :
a) Data yang diperoleh kemudian diperiksa dan diteliti kembali
mengenai kelengkapan, kejelasannya, dan kebenarannya, sehingga
terhindar dari kekurangan dan kesalahan.
b) Menelusuri dalil-dalil Al-Qur‟an, Al-Hadits dan dalil-dalil lain
yang menjadi sumber hukum Islam yang relevan dengan
pengambilan hukum terapi penyembuhan menggunakan metode
10
Allograft Stem Cell serta dilengkapi dengan hukum positif yang
berlaku.
6. Analisis data
Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis kualitatif,
artinya menguraikan data yang diolah secara rinci kedalam bentuk
kalimat-kalimat (deskriptif). Analisis kualitatif yang dilakukan bertitik
tolak dari analisis empiris, yang saat pendalamannya dilengkapi dengan
analisis normatif.
F. Kajian Terdahulu
1. “Transplantasi Organ Tubuh Muslim kepada Non-Muslim Menurut
Hukum Islam ( Studi Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama)” Skripsi karya
Mochamad Syaiban, Skripsi S-1 Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, Tahun 2010. Penulis menyimpulkan bahwa hukum
transplantasi organ tubuh adalah Haram menurut Majelis Ulama Indonesia
(MUI) dan Lembaga Tarjih, namun di perbolehkan jika memang dalam
keadaan darurat, yakni resipien tidak dapat di sembuhkan dengan cara
pengobatan lain, terkecuali mendapat transplantasi organ ini. Disisi lain
dengan catatan bahwa sang pendonor sudah meninggal, kemudian di
izinkan oleh ahli waris, serta pendonoran organ ini bersifat tabarru (prinsip
sukarela dan tidak diperjual belikan). Sedangkan menurut Bahtsul Masail
mengharamkan transplantasi organ tubuh muslim kepada non muslim,
bagaimanapun kondisi dan alasannya.
11
2. Dalam Skripsi yang berjudul “Analisis Kemaslahatan Transplantasi Organ
Tubuh sebagai Mahar Nikah” karya Nur Hidayah yang diajukan sebagai
syarat kelulusan di fakultas Syariah IAIN Walisongo semarang 2014,
menyebutkan bahwa Hukum dari transplantasi jenis tersebut adalah haram
karena pendonor masih dalam keadaan hidup(masih membutuhkan organ
terkait). Namun disisi lain anggota tubuh juga dapat dianalogikan dengan
benda, yakni memiliki manfaat bagi kehidupan.
Adapun perbedaan objek kajian antara penulis dan karya ilmiah diatas
yakni, bahwa penulis lebih memfokuskan penelitian pada terapi Allograft Stem
Cell (donor Sel Punca antar spesies yang sama yakni antar manusia) dalam
pandangan hukum Islam dan positif di Indonesia.
G. Tekhnik Penulisan
Dalam proses penulisan skripsi ini, penulis menggunakan buku Pedoman
Penulisan Skripsi Fakultas Syari‟ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
yang di terbitkan oleh Pusat Peningkatan Dan Jaminan Mutu (PPJM)Fakultas
Syari‟ah dan Hukum UIN Jakarta 2012.
H. Sistematika penulisan
Untuk memudahkan dalam penulisan skripsi ini, penulis membuat sistematika
penulisan dengan membagi kepada lima (5) bab, tiap-tiap bab terdiri dari sub-sub
bab dengan rincian sebagai berikut:
BAB I Bab ini membahas pendahuluan yang berisi latar belakang,
pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian,
12
metode penelitian, kajian terdahulu, tekhnik penulisan dan
sistematikan penulisan.
BAB II Bab dua ini berisi kajian teori yang terdiri atas definisi Allograft Stem
Cell, metode aplikasi Allograft Stem Cell , serta pro dan kontra
penerapannya.
BAB III Bab ini berisi tentang sejarah dan perkembangan Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo dalam masyarakat, serta peran Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo dalam perkembangan teknologi Stem Cell di
Indonesia.
BAB IV Bab ini membahas analisis praktik Allograft Stem Cell di Rumah Sakit
Cipto Mangunkusumo, kemudian tinjauan hukum Islam terhadap
terapi allograft stem cell. Di dalamnya juga akan turut di jelaskan latar
belakang penerapan Allograft Stem Cell di Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo.
BAB V Bab ini berisi kesimpulan hasil research, serta saran-saran penulis.
13
BAB II
ALLOGRAFT STEM CELL
A. Definisi Allograft Stem Cell (Sel Punca Alogenik)
Dalam hal pelayanan medik, maka yang dimaksud dengan sel punca/Stem
Cell/sel induk adalah sejenis sel di dalam tubuh manusia dengan kemampuan
yang unik yaitu “self renewal” berploriferasi dengan tetap menjadi menjadi Stem
Cell yang “blank” dan pada waktu yang bersamaan dapat berproliferasi menjadi
sel yang kemudian berdifferensiasi menjadi sel khusus dengan kemampuan yang
khusus pula, pengertian ini termaktub dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor
834/MENKES/SK/IX/2009 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Medis Sel
Punca(Definisi Sel Punca).
Stem Cell(Sel Punca) merupakan bentuk dasar dan asli (original) dari 210
jenis sel berbeda yang menyusun tubuh manusia secara sempurna1, Sel Punca atau
Stem Cell merupakan sel yang tidak/belum terspesialisasi dan mempunyai
kemampuan/potensi untuk berkembang menjadi berbagai jenis sel-sel yang
spesifik yang membentuk berbagai jaringan tubuh2. setelah memperoleh stimulasi
signal tertentu Stem Cell akan berdiferensiasi secara spesifik untuk menghasilkan
jenis sel berbeda sesuai kebutuhan, dalam hal ini Stem Cell mampu berkembang
1 Hossam E. Fadel,”Prospects and Ethics of Stem Cell Research; an Islamic
Perpective”,Jima,39(May 2007): h.73 2Ahmad Aulia Jusuf,” Aspek Dasar Sel Punca Embrionik (Embryonic Stem Cells) Dan
Potensi Pengembangannya.” Bagian Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia:
Dipresentasikan pada diskusi panel Realitas baru dan prospek perkembangan seputar terapi sel
punca (Stem Cell), Sabtu 24 Mei 2008 (Jakarta: R. Rapat PB IDI), h.2.
14
menjadi berbagai jenis sel matang , misalnya sel saraf, sel otot jantung , sel otot
rangka, sel pangkreas dan lain-lain.3
Ditinjau dari karakteranya, sel punca jaringan dibedakan menjadi dua jenis
yaitu sel punca masenkim, dan sel punca hematopoietik. Sel punca mesenkim
bersifat multipoten artinya sel tersebut mempunyai kemampuan membentuk
berbagai sel dewasa dalam lini yang sama seperti sel tulang rawan; tulang; lemak;
dan jaringan penyangga pembuluh darah. Sel punca hematopoietik adalah sel
progenitor pembentuk sel darah, bersifat pluripoten dan totipoten, sehingga dapat
juga membentuk sel jantung; hati; pangkreas; otot; lemak; tulang; dan tulang
rawan.4 Stem Cell mempunyai 2 sifat yang khas yaitu:
1. Differentiate yaitu kemampuan untuk berdifferensiasi menjadi sel lain. Sel
Punca mampu berkembang menjadi berbagai jenis sel yang khas (spesifik)
misalnya sel saraf, sel otot jantung, sel otot rangka, sel pankreas dan lain-
lain.
2. Self regenerate/self renew yaitu kemampuan untuk memperbaharui atau
meregenerasi dirinya sendiri. Stem Cells mampu membuat salinan sel yang
persis sama dengan dirinya melalui pembelahan sel.5
3 Virgi Saputra,”Dasar-dasar Stem Cell dan potensi aplikasinya dalam ilmu kedokteran,”
Cermin Dunia Kedokteran, No. 153(2006):h.21 4 Supartono, Basuki. ”tehnik rekayasa jaringan untuk penyembuhan cedera olah
raga.”RSON II.NO.-(Januari - Maret 2015).h.10-11 5Ahmad Aulia Jusuf,” Aspek Dasar Sel Punca Embrionik (Embryonic Stem Cells) Dan
Potensi Pengembangannya.” Bagian Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia:
Dipresentasikan pada diskusi panel Realitas baru dan prospek perkembangan seputar terapi sel
punca (Stem Cell), Sabtu 24 Mei 2008 (Jakarta: R. Rapat PB IDI), h.2-3
15
Berdasarkan potensi atau kemampuan berdiferensiasi, Stem Cell terbagi
atas :
1. Totipoten yaitu sel punca yang dapat berdifferensiasi menjadi semua jenis
sel. Yang termasuk dalam sel punca totipoten adalah zigot dan morula.6
Sel-sel ini merupakan sel embrionik awal yang mempunyai kemampuan
untuk membentuk berbagai jenis sel termasuk sel-sel yang menyusun
plasenta dan tali pusat. Karenanya sel punca kelompok ini mempunyai
kemampuan untuk membentuk satu individu yang utuh.7
Gambar-2 Sel Punca totipoten dan pluripoten
2. Pluripoten yaitu sel punca yang dapat berdifferensiasi menjadi 3 lapisan
germinal (ektoderm, mesoderm, dan endoderm)8 tetapi tidak dapat menjadi
6 Hossam E. Fadel, “Prospects and ethicts of Stem Cell research: an islamic perspective.”
Departement Of Obstetrics And Gynecology , Medical College Of Georgia Augusta: Presented at
the july 2006 Conference of the Islamic Medical Association Of North America in Beijing, china.
JIMA 39,( Georgia 2007), h. 74 7 Ahmad Aulia Jusuf,”Aspek Dasar Sel Punca Embrionik (Embryonic Stem Cells) Dan
Potensi Pengembangannya.” Bagian Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia:
Dipresentasikan pada diskusi panel Realitas baru dan prospek perkembangan seputar terapi sel
punca (Stem Cell), Sabtu 24 Mei 2008 (Jakarta: R. Rapat PB IDI), h.3 8 Hossam E. Fadel, “Prospects and ethicts of Stem Cell research: an islamic perspective.”
Departement Of Obstetrics And Gynecology , Medical College Of Georgia Augusta: Presented at
16
jaringan ekstraembrionik seperti plasenta dan tali pusat. Yang termasuk sel
punca pluripoten adalah sel punca embrionik (embryonic Stem Cells).9
Gambar -4 Embryonic Stem Cells
3. Multipoten yaitu sel punca yang dapat berdifferensiasi menjadi berbagai
jenis sel misalnya sel punca hemopoetik (hemopoetic Stem Cells) yang
terdapat pada sumsum tulang yang mempunyai kemampuan untuk
berdifferensiasi menjadi berbagai jenis sel yang terdapat di dalam darah
seperti eritrosit, lekosit, trombosit, kemudian menjadi sel hati,
the july 2006 Conference of the Islamic Medical Association Of North America in Beijing, china.
JIMA 39,( Georgia 2007), h. 74 9 Ahmad Aulia Jusuf,” Aspek Dasar Sel Punca Embrionik (Embryonic Stem Cells) Dan
Potensi Pengembangannya.” Bagian Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia:
Dipresentasikan pada diskusi panel Realitas baru dan prospek perkembangan seputar terapi sel
punca (Stem Cell), Sabtu 24 Mei 2008 (Jakarta: R. Rapat PB IDI), h.3
17
cardiomyocytes (sel otot).10
Contoh lainnya adalah sel punca saraf (neural
Stem Cells) yang mempunyai kemampuan berdifferensiasi menjadi sel
saraf dan sel glia. 11
4. Unipotent yaitu sel punca yang hanya dapat berdifferensiasi menjadi 1
jenis sel. Berbeda dengan non sel punca, sel punca mempunyai sifat masih
dapat memperbaharui atau meregenerasi diri (self-regenerate/self renew)
Contohnya erythroid progenitor cells hanya mampu berdifferensiasi
menjadi sel darah merah.
Gambar-3 Multipotent dan unipotent Stem Cells pada sumsum tulang12
.
10
Hossam E. Fadel, “Prospects and ethicts of Stem Cell research: an islamic perspective.”
Departement Of Obstetrics And Gynecology , Medical College Of Georgia Augusta: Presented at
the july 2006 Conference of the Islamic Medical Association Of North America in Beijing, china.
JIMA 39,( Georgia 2007), h.74 11
Ahmad Aulia Jusuf,” Aspek Dasar Sel Punca Embrionik (Embryonic Stem Cells) Dan
Potensi Pengembangannya.” Bagian Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia:
Dipresentasikan pada diskusi panel Realitas baru dan prospek perkembangan seputar terapi sel
punca (Stem Cell), Sabtu 24 Mei 2008 (Jakarta: R. Rapat PB IDI), h. 4 12
Ahmad Aulia Jusuf,” Aspek Dasar Sel Punca Embrionik (Embryonic Stem Cells) Dan
Potensi Pengembangannya.” Bagian Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia:
Dipresentasikan pada diskusi panel Realitas baru dan prospek perkembangan seputar terapi sel
punca (Stem Cell), Sabtu 24 Mei 2008 (Jakarta: R. Rapat PB IDI), h.3-4
18
Allograft merupakan istilah dalam dunia kedokteran untuk menyatakan
donor/pemindahan suatu bagian (Sel, jaringan dan organ) dari dan antar spesies
yang sama.13
Allograft yang penulis maksud adalah merupakan pemberian sel
punca(Stem Cell) antar manusia14
. Ada beberapa faktor yang mengakibatkan
seorang pasien terapi Sel Punca harus melakukan prosedur terapi Sel Punca
Allogenik yakni; pertama, usia pasien yang sudah lanjut usia, sehingga kualitas
Sel Punca pasien pun sudah menurun kualitasnya. Disisi lain para pasien yang
melakukan tindakan medis Sel Punca merupakan pasien lansia yang memiliki
penyakit kronis dan sudah tidak memungkinkan menggunakan metode
pengobatan konvensional pada umumnya; kedua, yakni kondisi pasien yang sudah
tidak memungkinkan diambil Sel Puncanya lantara pasien sudah dalam keadaan
menderita, contohnya korban kebakaran seluruh badan.15
B. Metode Penerapan Allograft Stem Cell
Adapun cara transplantasi sel punca dapat melalui 4 pilihan rute yaitu
topical, intravenus, intra artricular atau intra lesi. Rute topical adalah pemberian
sel punca langsung Pada luka baik jaringan kulit atau jaringan di bawah kulit.
Rute intravena adalah pemberian sel punca melalui pembuluh darah (infus),
penghantaran ini dilakukan bila defek atau lokasi jaringan yang sakit berada pada
organ di dalam tubuh dan organ targetnya mempunyai akses pembuluh darah yang
memadai. Sedangkan rute intraartrikular adalah pemberian sel punca dengan
menyuntikkannya ke dalam rongga sendi. Hal ini dilakukan bila jaringan yang
13
http://kamuskesehatan.com/?s=allograft, diakses pada 28 Maret 2017 14
Supartono, Basuki. ”tehnik rekayasa jaringan untuk penyembuhan cedera olah
raga.”RSON II.NO.-(Januari - Maret 2015).h.14 15
Wawancara pribadi dengan Bapak Dr. dr. Ismail, Sp.OT(K). Jakarta, 23 Desember 2016
19
rusak berada pada rongga sendi dan jaringan tersebut tidak memiliki akses
pembuluh darah yang memadai (avaskular). Pemberian intra lesi adalah
pemberian sel punca langsung pada jaringan yang rusak(luka). Penggunaan sel
punca dan pilihan rute penghantarannya disesuaikan dengan kondisi penyakit,
ketersediaan sel punca, kemudahan teknik, aspek legal dan kesepakatan pasien16
.
Therapeutic cloning atau disebut Somatic Cell Nuclear Transfer (SCNT)
adalah suatu teknik yang bertujuan untuk menghindari resiko penolakan atau
rejeksi. Pada teknik ini inti sel telur donor dikeluarkan dan diganti dengan inti sel
resipien. Sel yang telah dimanipulasi ini kemudian akan membelah diri dan
setelah menjadi blastokista maka inner cell massnya akan diambil sebagai
embryonic Stem Cells. Stem Cells ini kemudian akan dimasukkan kembali
kedalam tubuh resipien dan Stem Cells ini kemudian akan berdifferensiasi
menjadi sel organ (sel beta pankreas, sel otot jantung dan lain-lain). Tanpa reaksi
penolakan karena sel tersebut mengandung materi genetik resipien.
16
Supartono, Basuki. ”Tehnik Rekayasa Jaringan untuk Penyembuhan Cedera Olah
raga.”RSON II.NO.-(Januari - Maret 2015).h.14
20
Gambar-6 Terapi Kloning (Therapeutic Cloning)17
Direktur Utama RSND, Prof. DR. dr. Susilo Wibowo mengatakan
RSND(Rumah Sakit Nasional Diponegoro) sudah memiliki laboratorium sentral
yang akan mendukung penerapan klinik sel punca menggunakan
metode mesenchymal Stem Cell transplantation (MSCt) yakni dengan mengambil
sel punca dari jaringan sumsum tulang untuk disuntikkan kembali kepada pemilik
atau orang lain yang membutuhkan sel punca. Metode ini sudah dimulai di
berbagai universitas di Indonesia.“Sel punca diambil dari jaringan sumsum tulang.
Pengambilan jaringan sumsum tulang tak berisiko, karena jaringan sumsum tulang
nantinya akan tumbuh kembali. Setelah diambil kemudian dilakukan pengolahan
menjadi sel punca. Selanjutnya sel punca tersebut disuntikkan kembali tanpa
melakukan operasi,” pungkasnya.18
Di dalam sumsum tulang tidak hanya berisi sel punca, juga ada sel-sel lain
yang belum masak. Kemudian jika dimasukkan ke tubuh orang lain, sel tersebut
akan masak kemudian menyesuaikan diri.
Sel punca (tali pusat) tersebut juga bisa digunakan saat dilakukan
transplantasi, misal transplantasi ginjal. Sebelum teknologi kedokteran
berkembang, ginjal pemberi harus dicek kesesuaian dengan penerima ginjal
terlebih dahulu.
17
Ahmad Aulia Jusuf,” Aspek Dasar Sel Punca Embrionik (Embryonic Stem Cells) Dan
Potensi Pengembangannya.” Bagian Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia:
Dipresentasikan pada diskusi panel Realitas baru dan prospek perkembangan seputar terapi sel
punca (Stem Cell), Sabtu 24 Mei 2008 (Jakarta: R. Rapat PB IDI), h.6-7 18
Radiana Dhewayani,”Harapan Penyembuhan Yang Realistis: Penelitian Sel Punca Juga
Terus Di Kembangkan Fakultas Kedokteran Dalam Negeri”. Artikel diakses pada 30/11/2016 dari
http://dr-radianaantarianto.blogspot.co.id.
21
Namun kemudian dengan teknologi sel punca, ketidaksesuaian bisa
dikurangi dengan disuntikkan sel punca sumsum tulang.
“Seminggu sebelum dilakukan transplantasi, sel punca pemberi ginjal
disuntikkan ke tubuh penerima ginjal. Sel-sel tersebut akan berkembang dan
menyesuaikan diri ketika transplantasi ginjal dilakukan. Meski di dalam tubuh
orang lain, sel-sel tersebut sudah kenal karena sudah menyesuaikan diri. Dan ini
bisa mengurangi pengaruh obat-obatan. Metode MSCt juga diterapkan
transplantasi liver atau hati,” ujar beliau.19
C. Pro Dan Kontra Penerapan Allograft Stem Cell
Pemanfaatan teknik rekayasa jaringan dengan menggunakan perancah,
molekul sinyal dan sel punca mempunyai dampak bagi keyakinan penerima donor
(pasien) terutama bagi masyarkat di negara Indonesia yang berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa. Pro dan kontra dalam penerapan Stem Cell Allograft
menimbulkan banyak pertanyaan, yakni teknik rekayasa jaringan dapat diterima
oleh keyakinan agama pasien atau tidak.20
Selain itu dalam penggunaan sel punca
hewan boleh digunakan sebagai terapi penyebuhan pada manusia atau sebaliknya,
serta kontroversi apakah sel punca dari orang lain boleh digunakan untuk
penyembuhan seseorang atau tidak.21
19
Radiana Dhewayani,”Harapan Penyembuhan Yang Realistis: Penelitian Sel Punca Juga
Terus Di Kembangkan Fakultas Kedokteran Dalam Negeri”. Artikel diakses pada 30/11/2016 dari
http://dr-radianaantarianto.blogspot.co.id. 20
Supartono, Basuki. ”Tehnik Rekayasa Jaringan untuk Penyembuhan Cedera Olah
Raga.”RSON II.NO.-(Januari - Maret 2015).h.15 21
Supartono, Basuki. ”Tehnik Rekayasa Jaringan untuk Penyembuhan Cedera Olah
Raga.”RSON II.NO.-(Januari - Maret 2015).h.16
22
BAB III
GAMBARAN UMUM
RUMAH SAKIT CIPTO MANGUNKUSUMO (RSCM )
A. Sejarah Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo
Nama rumah sakit Cipto Mangunkusumo yang diberikan pada 17 Agustus
1964 oleh pemerintahan Sukarno atas usulan Menteri Kesehatan saat itu Dokter
Satrio bukan tanpa sebab. Suatu sore di bulan Maret 1963 Bung Karno memanggil
tim dokter CBZ untuk bertanya tentang nama Rumah Sakit itu. Di teras Istana
Negara mereka bicara ngalor ngidul tentang RS, Bung Karno berkata "Aku ingin
Rumah Sakit ini, menjadi Rumah Sakit Rakyat, dia harus melayani rakyat secara
penuh dan total. Rakyat harus dibebaskan dari biaya-biaya atau minimal sedikit
biaya untuk berobat. Dan untuk itu nama kebelanda-belandaan, bukanlah nama
yang baik. Aku bertanya kepada kalian nama apa yang cocok untuk Rumah Sakit
ini" lalu dokter Satrio nyeletuk "Bagaimana kalau kita namakan Rumah Sakit
Tjiptomangunkusumo saja Pak?" Bung Karno terdiam matanya langsung berkaca-
kaca. Tak lama kemudian air mata pelan mengalir ke pipinya. "Aku ingat Onze
Tjip...Aku ingat Onze Tjip".1
Suatu pagi di rumahnya, Tjip membaca koran tentang wabah pes di
Malang. Saat itu wabah pes sangat luar biasa. Penyakit ini disebabkan kutu tikus
saat itu wabah ini susah ditangani karena sarana kesehatan dan alat kedokteran
yang minim. Cara tradisional adalah membakar orang yang mati kena Pes dan
1 Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo,”Sejarah RSCM”, artikel diakses pada 06 Desember
2016, dari www.rscm.co.id/index.php?option=comcontent&view=article&id=126&Itemid
=484&lang=id
23
juga membakar rumahnya. Tjip datang ke Malang dan ia mendengar tidak ada
satu pun dokter yang berani ke Malang. Ia sendirian menantang maut. Orang yang
terkena air liur dari penderita akan ketularan, Tjip berani bekerja tanpa masker.
Suatu saat ia mendengar ada anak yang sakit parah dan ibunya sudah mati
rumahnya di bakar. Tjip langsung membongkar rumah dan mencegah membakar,
ia menggendong anak itu tanpa rasa takut dan dengan telaten mengobatinya. Tjip
berhasil. Anak itu sudah yatim piatu dan kedua orang tuanya meninggal karena
Pes. Tjip mengangkat anak tersebut dan memberi nama menjadi Pesyati.
Sepanjang hidup Pesyati-lah yang merawat Tjip, Tuhan selalu memberikan hadiah
perbuatan baik dibalas jauh lebih baik.2
Atas keberaniannya Tjip dihadiahi oleh pemerintah Belanda bintang jasa
tertinggi yang bernama "Orde Van Oranje Nassau" atau kerap disebut
"Ridderorde". Awalnya Tjip menerima tapi setelah ia tau ternyata Pemerintah
hanya bisa omong kosong, Tjip menaruh bintang jasa itu di pantatnya dengan
bintang jasa di pantat ia ke Batavia wartawan banyak memotret dan membuat
headline olok-olok untuk pemerintah "Seorang Jawa berani taruh hadiah raja di
pantatnya" Pemerintah jelas marah, tapi tidak ambil tindakan.3
2 Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo,”Sejarah RSCM”, artikel diakses pada 06 Desember
2016, dari www.rscm.co.id/index.php?option=comcontent&view=article&id=126&Itemid
=484&lang=id 3Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo,”Sejarah RSCM”, artikel diakses pada 06 Desember
2016, dari www.rscm.co.id/index.php?option=comcontent&view=article&id=126&Itemid
=484&lang=id
24
B. Perkembangan Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM)
Sejarah RSUPN Dr Cipto Mangunkusumo, tidak terlepas dari sejarah
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, karena perkembangan kedua instansi
ini adalah saling tergantung dan saling mengisi satu sama lain. Pada tahun 1896,
Dr H.Roll ditunjuk sebagai pimpinan pendidikan kedokteran di Batavia (Jakarta),
saat itu laboratorium dan sekolah Dokter Jawa masih berada pada satu pimpinan.
Kemudian tahun 1910, Sekolah Dokter Jawa diubah menjadi STOVIA, cikal
bakal Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Pada tanggal 19 November 1919 didirikan CBZ (Centrale Burgelijke
Ziekenhuis) yang disatukan dengan STOVIA. Sejak saat itu penyelenggaraan
pendidikan dan pelayanan kedokteran semakin maju dan berkembang fasilitas
pelayanan kedokteran spesialistik bagi masyarakat luas. Bulan Maret 1942, saat
Indonesia diduduki Jepang, CBZ dijadikan rumah sakit perguruan tinggi (Ika
Daigaku Byongin).Pada tahun 1945, CBZ diubah namanya menjadi “ Rumah
Sakit Oemoem Negeri (RSON), dipimpin oleh Prof Dr Asikin Widjaya-Koesoema
dan selanjutnya dipimpin oleh Prof.Tamija.Tahun 1950 RSON berubah nama
menjadi Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP).4
Pada Tanggal 17 Agustus 1964, Menteri Kesehatan Prof Dr Satrio
meresmikan RSUP menjadi Rumah Sakit Tjipto Mangunkusumo (RSTM), sejalan
dengan perkembangan ejaan baru Bahasa Indonesia, maka diubah menjadi
RSCM. Pada tanggal 13 Juni 1994, sesuai SK Menkes nomor
4Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo,”Sejarah RSCM”, artikel diakses pada 06 Desember
2016, dari www.rscm.co.id/index.php?option=comcontent&view=article&id=126&Itemid
=484&lang=id.
25
553/Menkes/SK/VI/1994, berubah namanya menjadi RSUP Nasional Dr Cipto
Mangunkusumo.
Berdasarkan PP nomor 116 Tahun 2000, tanggal 12 Desember 2000,
RSUPN Dr Cipto Mangunkusumo ditetapkan sebagai Perusahaan Jawatan
(Perjan) RS Dr Cipto Mangunkusumo Jakarta. Dalam perkembangan selanjutnya,
Perjan RSCM berubah menjadi Badan Layanan Umum berdasarkan PP.Nomor 23
tahun 2005.SK Menkes no YM.01.10 / III / 2212/2009 Pemberian Status
Akreditasi Penuh Tingkat Lengkap SK Menkes no.YM.01.06 / III / 7352/2010
Penetapan RSUPN Dr Cipto Mangunkusumo Jakarta sebagai Rumah Sakit
Pendidikan Utama Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta.5
C. Peran Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Terhadap
Perkembangan Teknologi Stem Cell Di Indonesia
Di Indonesia saat ini kurang lebih terdapat sebelas (11) rumah sakit yang
melakukan pelayanan Stem Cell, dan Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo
merupakan satu dari dua rumah sakit pembina praktik medis Stem Cell di
Indonesia, yang membawahi sembilan(9)rumah sakit lain yang memberikan
pelayanan Stem Cell, yakni: Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo dan Rumah
Sakit Dr. Soetomo sebagai pembina. Kemudian, berikutnya adalah RS Dr. M.
Djamil, Padang, Sumatera Barat; RS Jantung Harapan Kita, Jakarta; RS
Fatmawati; RS Kanker Dharmais; RS Persahabatan; RS Dr. Hasan Sadikin,
Bandung; RS Dr. Sardjito, Yogyakarta; RS Dr. Karyadi, Semarang; dan RS
Sanglah, Bali.
5Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo,”Sejarah RSCM”, artikel diakses pada 06 Desember
2016, dari www.rscm.co.id/index.php?option=comcontent&view=article&id=126&Itemid
=484&lang=id.
26
Sejauh ini terapi sel di Indonesia telah diterapkan pada penderita penyakit
gagal jantung, radang sendi, patah tulang, pengapuran sendi, lumpuh karena
kecelakaan, diabetes, kaki diabetik, luka bakar dan penurunan penglihatan.6
Namun di Indonesia sendiri dominasi pasien gagal jantung dan masalah
persendian lebih banyak menjalani terapi Stem Cell bila dibanding dengan
keluhan kesehatan lainnya, hasilnya pun membaik. Contohnya, tulang rawan lutut
yang rusak, maka Stem Cell akan menumbuhkan kembali tulang rawan tersebut.
Sehingga lutut kembali bisa digerakkan, bisa berjalan, begitu juga dengan jantung.
Dilain sisi, minat masyarakat terhadap terapi Stem Cell di Indonesia cukup
tinggi meskipun harus merogoh kocek yang tidak sedikit yakni mencapai ratusan
juta rupiah. Berdasarkan penelitian selama ini, Stem Cells aman bagi tubuh.
Bahkan, efek samping Stem Cells justru bisa berbuah manis untuk masalah
penuaan atau memberikan efek antiaging.7
Oleh karenanya peran Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM)
sangatlah strategis bagi keberlangsungan kemajuan teknologi terapi Sel Punca
(Stem Cell) mengingat Statusnya sebagai rumah sakit pembina stem cell.
Kemudian posisi wilayahnya yang berada di ibu kota negara, serta human
resource (sumber daya manusianya) yang mumpuni karena bekerja sama dengan
institusi pendidikan berbasis reserach.
6 Wawancara pribadi dengan Bapak Dr. dr. Ismail, Sp.OT(K). Beliau merupakan kepala
Laboratorium Sel Punca Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Jakarta, 23 Desember 2016 7Isprawiro,”terapi Stem Cell dan keberadaannya di Indonedia”, artikel di akses pada 14
Desember 2016 dari http://medikanews.com/terapi-stem-cell-dan-keberadaannya-di-indonesia/.
27
BAB IV
PRAKTIK TERAPI ALLOGRAFT STEM CELL DITINJAU DARI
HUKUM ISLAM
A. Pelaksanaan Terapi Pengobatan Allograft Stem Cell di Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo
Sejauh ini pelaksanaan pelayanan medis sel punca(Stem Cell) di Rumah
Sakit Cipto Mangunkusumo sudah menyentuh dan menyembuhkan sejumlah
seratus empat puluh delapan(148) pasien dengan penyakit bebeda1. Dirumah Sakit
Cipto Mangunkusumo sendiri tidak menggunakan sel punca embrionik, hal ini
tentu saja berdasarkan undang-undang yang ada, yakni Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 834/MENKES/SK/IX/2009 Tentang
Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Medis Sel Punca dalam lampiran bagian II
tentang pengertian pelayanan sel punca bagian “B” Falsafah, poin 1 disebutkan
bahwa kehidupan harus di hormati sejak dari awal pembuahan, yaitu sejak
dibuahinya sel telur oleh sperma. Kemudian Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 834/MENKES/SK/IX/2009 Tentang Pedoman
Penyelenggaraan Pelayanan Medis Sel Punca dalam lampiran bagian II tentang
pengertian pelayanan sel punca bagian “B” Falsafah, poin 5 disebutkan bahwa
1 Wawancara pribadi dengan Bapak Dr. dr. Ismail, Sp.OT(K). Beliau merupakan kepala
Laboratorium Sel Punca Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Jakarta, 23 Desember 2016
28
Reproductive Stem Cell, Sel Punca embrionik pluripoten dan totipoten dilarang
karena mengganggu martabat manusia.
Dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
834/MENKES/SK/IX/2009 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Medis
Sel Punca, ada beberapa tahap yang harus dilakukan dalam penyelenggaraan
pelayanan Sel Punca di lapangan antara lain sebagai berikut:
pertama yang harus dipenuhi yakni adanya kerjasama antara lembaga
pelaksana pelayanan (rumah sakit, klinik, dll) dengan institusi pendidikan
kedokteran, kerjasama dengan fasilitas pelayanan kesehatan yang mengambil
darah tali pusat klien atau donor. Hal tersebut dimaksudkan untuk menjamin
keberlangsungan pelayanan, pendidikan dan penelitian di bidang pengembangan
dan pemanfaatan sel punca darah tali pusat.
Dalam proses pengambilan dan pengemasan terlebih dahulu dilakukan
pengecekan identitas dan kelayakan klien atau donor, kemudian pengambilan
darah harus dilakukan dengan standar yang sesuai agar menjaga viabilitas sel dan
menjamin keselamatan bayi dan ibu (jika menggunakan darah tali pusat). Setelah
dilakukan pengambilan darah tali pusat, maka darah harus ditempatkan pada
tempat atau kantung yang sesuai dan diberikan identitas, antara lain nomor
identitas darah tali pusat, volume darah, tanggal pengambilan, jenis dan volume
koagulan atau bahan lain, tanggal pengolahan darah tali pusat dan penyimpanan,
nama klien atau donor, identitas atau kode Bank Sel Punca.
29
Setelah darah diambil dari klien atau pendonor, selanjutnya dikirim ke
lembaga atau intitusi yang memiliki Bank Sel Punca dengan prosedur dan
peralatan sesuai standar pelayanan.
Setelah darah tersebut diterima oleh intitusi Bank Sel Punca, selanjutnya
dilakukan pemeriksaan uji kelayakan untuk menjaga mutu, selanjutnya hasil uji
tersebut dikirimkan kepada klien atau pendonor apakah darah tersebut dapat
digunakan atau tidak, karena Bank Sel Punca hanya dapat menyimpan sel punca
yang memenuhi kriteria kualitas dan kuantitas. Kriteria kualitas yang dimaksud
meliputi bebas dari HIV, Hepatitis B,2 Hepatitis C,
3 Sifilis dan kontaminasi
mikroorganisme, kemudian kuantitas yang dimaksud adalah meliputi jumlah
viabel.
Tahap selanjutnya setelah proses pengujian adalah pengeolahan dan
penyimpanan, dimana semua tahapnya dilakukan sesuai standar pelayanan,
standar profesi dan prosedur operasional, kemudian darah tali pusat yang akan
digunakan khusus untuk keperluan allogenic harus turut disertakan hasil uji
Human Leucocyte Antigen (HLA).
2 Hepatitis B (hepatitis serum) adalah penyakit oleh virus hepatitis B (HBV) yang ditularkan
lewat darah, tetapi juga dapat ditularkan secara seksual atau dari ibu ke anak. Gejalanya mungkin
termasuk demam, kelelahan, sakit perut, ikterus, dan enzim hati yang tinggi.
3 Hepatitis C (sebelumnya disebut hepatitis non-A/non-B) adalah infeksi hati oleh virus
hepatitis C (HCV). Transmisi virus hepatitis C adalah melalui darah. Dalam kasus yang jarang,
HCV dapat ditularkan secara seksual atau secara vertikal dari ibu ke anak. Gejalanya mungkin
termasuk demam, kelelahan, sakit perut, ikterus, dan enzim hati yang tinggi. Hepatitis C kronis
dapat menyebabkan kerusakan hati jangka panjang.
30
Tahap selanjutnya yakni pengaplikasian pada pasien, dimana sebelumnya
dilakukan serah terima dari pihak Bank Sel Punca kepada institusi kesehatan
penyelenggara terapi Sel Punca, dengan persetujuan tertulis dari pihak klien atau
donor serta surat berita acara serah terima yang mencantumkan identitas pegawai
Bank Sel Punca yang menyerahkan serta pihak penerima dan ditandatangani
kedua belah pihak. Beberapa tahap dan langkah tersebut harus dilalui secara runut
dan sesuai aturan yang ada yakni sesuai Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 834/MENKES/SK/IX/2009 Tentang Pedoman Penyelenggaraan
Pelayanan Medis Sel Punca.
Terapi Allograft Stem Cell di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo ini
cukup progresif, karena Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo sendiri merupakan
rumah sakit pembina praktik pelayanan Sel Punca berdasarkan Permenkes nomor
34 tahun 2014, sekaligus menjadi rumah sakit pendidikan yang aktif melakukan
riset dan pengembangan Sel Punca.
Tidak sedikit pula masyarakat dilibatkan dalam riset, yakni menjadi pasien
terapi Sel Punca (Stem Cell) dengan biaya dibebankan kepada Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo, sehingga terjadi proses saling menguntungkan antara para
researcher dan pasien yang membutuhkan pengobatan namun terkendala biaya.
Hal tersebut tentu saja dilakukan oleh para peneliti setelah sebelumnya mereka
berhasil mengaplikasikannya pada hewan uji coba dan memenuhi standar
pengaplikasian dari hasil penelitian di dalam laboratorium kedalam dunia medis.
31
Para pasien peserta program research akan terus dipantau
perkembangannya sampai sembuh total, sehingga dalam proses research tersebut
tidak ada pasien yang dirugikan karena sudah dijamin oleh surat perjanjian yang
dibuat oleh kedua belah pihak tersebut.4
Saat ini Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) sudah memiliki
Bank Sel Punca yang memudahkan penyimpanan Sel Punca, sehingga ketika di
butuhkan bisa langsung di aplikasikan pada pasien5. Hal tersebut sejalan dengan
Permenkes Nomor 32 Tahun 2014 Tentang Penetapan Rumah Sakit Pusat
Pengembangan Pelayanan Medis Penelitian dan Pendidikan Bank Jaringan dan
Stem Cell; serta Keputusan Menteri Kesehatan no. 834 Tahun 2009 tentang
pedoman penyelenggaraan pelayanan Sel Punca pada bagian III Pengorganisasian,
disebutkan bahwa Bank sel punca sebagai instansi penunjang dalam Rumah Sakit
pendidikan.
Adapun sumber Sel Punca berdasarkan kepemilikannya yang di simpan di
Bank Sel Punca Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo ada dua sumber yakni,
private bank sel punca(Sel Punca disimpan untuk kebutuhan pengobatan pribadi);
dan hibah dari seorang pasien yang memang bahan sel punca(sum-sum tulang,
darah tali pusat, dan lemak) tersebut seandainya tidak diambil (didonorkan)
kepada pihak Bank Sel Punca pun akan terbuang sia-sia karena tidak akan
digunakan oleh sang pasien (pendonor), misalkan pada suatu ketika ada seorang
4 Wawancara pribadi dengan Bapak Dr. dr. Ismail, Sp.OT(K). Beliau merupakan kepala
laboratorium Sel Punca Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Jakarta, 23 Desember 2016 5 Wawancara pribadi dengan Bapak Dr. dr. Ismail, Sp.OT(K). Beliau merupakan kepala
laboratorium Sel Punca Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Jakarta, 23 Desember 2016
32
pasien yang mengalami kecelakaan yang kemudian mengeluarkan darah saat
menjalani operasi, maka darah tersebut diminta kurang lebih 30cc/ml kemudian
dapat di ekstraksi menjadi sel punca, atau mungkin pasien kecelakaan yang
mengalami patah tulang, ketika menjalani operasi pemasangan pen bisa dimintai
sedikit sumsum tulangnya kemudian dapat di ekstraksi dan disimpan di Bank Sel
Punca Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, untuk selanjutnya dapat diaplikasikan
pada pasien yang membutuhkan sel punca tersebut secara instan.6
Adapun beberapa faktor yang mengakibatkan pasien terapi Sel Punca
harus melakukan terapi Sel Punca secara allogenic yakni, pasien tersebut sudah
sangat parah sehingga tidak dimungkinkan mengambil sel punca dari tubuh
pasien, belum lagi proses pengolahan sel punca dari bahan dasar(sum-sum tulang
belakang, darah tepi, lemak) membutuhkan waktu hingga tiga (3) minggu untuk
sampai pada tahap pengaplikasian (injeksi ataupun di alirkan dalam pembuluh
darah); kemudian faktor lain yang mengharuskan melakukan terapi sel punca
alogenik yakni karena umur pasien yang sudah tua, sehingga dapat dipastikan sel
punca yang dimiliki pasien juga sudah menurun kualitasnya7.
6 Wawancara pribadi dengan Bapak Dr. dr. Ismail, Sp.OT(K). Beliau merupakan kepala
laboratorium Sel Punca Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Jakarta, 23 Desember 2016 7 Wawancara pribadi dengan Bapak Dr. dr. Ismail, Sp.OT(K). Beliau merupakan kepala
laboratorium Sel Punca Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Jakarta, 23 Desember 2016
33
B. Analisis Praktik Terapi Allograft Stem Cell Ditinjau Dari Hukum Islam
Dalam islam segala aspek kehidupan di dunia ini diatur dengan hukum
syara‟ baik sosial, budaya, ekonomi hingga kesehatan, hal tersebut sejalan dengan
Maqasid as-Syari‟ah yang ada, yakni tujuan hukum Islam adalah kemaslahatan
hidup manusia, baik rohani maupun jasmani, individual dan sosial. Kemaslahatan
itu tidak hanya untuk kehidupan dunia ini saja tetapi juga untuk kehidupan yang
kekal di akhirat kelak. Abu Ishaq al-Shatibi merumuskan lima tujuan hukum
Islam (maqasid al khamsah), yakni: Hifdz Ad-Din (Memelihara Agama); Hifdz
An-Nafs (Memelihara Jiwa); Hifdz Al‟Aql (Memelihara Akal); Hifdz An-Nasb
(Memelihara Keturunan); Hifdz Al-Maal (Memelihara Harta), oleh karenanya
menjaga kesehatan dan mengobati penyakit merupakan bagian dari Maqasid as-
Syari‟ah yakni Hifdz An-Nafs.
Rasulullah SAW menganjurkan berobat bagi orang yang sakit
sebagaimana hadits berikut.
Rasulullah SAW bersabda:
واء وجعل لكل داء دواء ف تداووا وال تداووا برام (رواه ابو داود)8 اء والد إن اهلل أن زل الد
Artinya: “Sesungguhnya Allah telah menurunkan penyakit dan obatnya,
demikian pula Allah menjadikan bagi setiap penyakit ada obatnya.
8 Imam al- Hafidz Abi Daud Sulaiman, “Sunan Abi Dawud”, Juz 3, (Beirut: Darul Kutub al-
'Ilmiyyah, 1996, Cet. Pertama), h.7
34
Maka berobatlah kalian dan janganlah berobat dengan yang haram.”
(HR. Abu Dawud dari Abu Darda` radhiallahu „anhu).
Oleh sebab itu, menemukan metode pengobatan yang pas dan sesuai
dengan penyakit yang diderita oleh pasien menjadi urgent karena hal itu
menyangkut keselamatan jiwa seorang pasien, dalam hal ini bagi pasien yang
mengalami penyakit kronis.
Atas dasar tersebut para ilmuan berusaha menemukan metode pengobatan
yang ampuh dan efisien dalam menangani berbagai penyakit yang diderita para
pasien, metode pengobatan terbaru yang sedang gencar diteliti oleh para ahli
dalam satu dekade terakhir dan mulai ramai di perkenalkan oleh lembaga
kesehatan yakni fasilitas kesehatan berupa pelayanan Sel Punca (Stem Cell).
Metode tersebut dianggap ampuh dan mutakhir dalam mengobati berbagai
penyakit karena terbukti secara klinis dapat menyembuhkan berbagai penyakit
secara signifikan, kendati demikian metode pengobatan dengan Sel Punca (Stem
Cell) ini jika kita lihat sekilas mungkin seakan tidak ada dalam literatur khazanah
hukum islam, namun kita sebagai seorang muslim harus yakin bahwa Allah telah
menurunkan agama ini secara sempurna, sehingga segala permalahan yang ada,
baik dulu hingga akhir zaman nanti telah Allah atur ketentuannya dalam al-Qur‟an
maupun al-Hadits, meskipun demikian perlu adanya kajian dan pemahaman
mendalam untuk menemukannya.
35
Sebagaimana Allah S.W.T berfirman dalam Q.S. Al-Maidah/5:3
يناد مت ورضيت لكم اإلسلم نع كم ي عل تمت وأ دينكم لكم لت أكم الي وم
Artinya: “Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan
telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam
itu jadi agama bagimu”(al-Maidah/5:3).
Menurut Imam al-Qurtubi dalam kitab tafsirnya, bahwa ayat
tersebut diturunkan pada hari jum‟at yang bertepatan dengan اليوم أكملت لكم دينكم
hari Arafah, selepas ashar, pada saat haji wada, tahun sepuluh Hijriyah. Ketika itu
Rasulullah SAW sedang melakukan wukuf di padang Arafah di atas untanya,
adhba. Peristiwa itu nyaris membuat kaki-kaki unta patah karena terlalu berat
menanggung beban sehingga ia pun mendekam.9
terkadang sebagian hari digunakan untuk menyebut :(Hari) اليوم
keseluruhannya, demikian pula sebagian bulan pun digunakan untuk menyebut
keseluruhannya, meski tidak menghabiskan waktu satu bulan penuh ketika
melakukan perbuatan tersebut. Hal ini berlaku dalam ucapan bangsa Arab dan non
Arab.10
9 Abu Abdillah, Muhammad Bin Ahmad Bin Abu Bakar Al-Qurthubi Al-Maliki, “Al-Jami' Li
Ahkamil Qur'an Wal Mubayyin Li Ma Tadhommanahu Minas Sunnati Wa Ayil Qur'an.” jilid 6,
(Beirut – Lebanon: Mu'assisah Ar-Risalah,), h. 60 10
Abu Abdillah, Muhammad Bin Ahmad Bin Abu Bakar Al-Qurthubi Al-Maliki, “Al-Jami'
Li Ahkamil Qur'an Wal Mubayyin Li Ma Tadhommanahu Minas Sunnati Wa Ayil Qur'an.”, h. 61
36
adalah ungkapan untuk syari‟ah yang diberlakukan dan (Agama) الدين
diwajibkan kepada kita. Sesungguhnya ayat ini diturunkan sebagai petunjuk arah
bagi kita, sekaligus sebagi ayat pamungkas yang diturunkan (kepada Rasulullah
SAW). Sebab setelah ayat ini tidak ada lagi hukum yang diturunkan. Demikian
pendapat yang dikemukakan oleh Ibnu Abbas dan As-Suddi.
Namun mayoritas ulama berpendapat bahwa yang dimaksud (dari agama
dalam ayat ini) adalah sebagian besar kewajiban, penghalalan dan pengharaman.
Mereka berkata, “(sebab) setelah itu masih (ada) banyak (ayat) al-Qur‟an yang
diturunkan. Setelah itu masih diturunkan ayat tentang riba, masih diturunkan ayat
tentang kalalah dan ayat-ayat lainnya. Sesungguhnya yang telah sempurna adalh
sebagian besar (hukum) agama danmasalah haji. Pasalnya tidak ada lagi orang
musyrik yang thawaf bersama kaum muslim pada tahun itu, tidak ada lagi orang
telanjang yang thawaf mengelilingi ka‟bah, dan seluruh manusia sudah melakukan
wukuf di Arafah.”
Dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku,” yakni“ واتمت عليكم نعمت
dengan menyempurnakan syari‟at dan hukum, serta memunculkan atau
memenangkan agama Islam (atas agama yang lainnta), sebagaimana yang telah
Kujanjikan kepada kalian, ketika Aku berjanji: وألمت نعمت عليكم “Dan agar Ku-
sempurnakan nikmat-Ku atasmu,” (Qs. Al Baqarah [2]:150) yaitu memasuki kota
Makkah dalam keadaan yang aman lagi tenang. Juga hal-hal lainnya yang telah
37
dijamin oleh agama yang condong kepada kebenaran ini, termasuk masuk surga
dalam naungan rahmat Allah Ta‟ala.11
Kemudian ayat م دينالسالورضيت لكم ا “ Dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi
agama bagimu.” Maksudnya, Aku memberitahukan kepada kalian (bahwa Aku
“Allah SWT”) telah meridhai Islam sebagai agama kalian. Dengan demikian,
sesungguhnya Allah senantiasa meridhai Islam sebagai agama kita. Oleh karena
itu, jika kita menafsirkan firman Allah itu sesuai dengan zhahirnya, maka
pengkhususan keridhaan Allah pada hari itu tidak memiliki faidah apapun.12
Ada kemungkinan makna yang dikehendaki dari firman Allah:
م دينالسالورضيت لكم ا “Dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.” Adalah,
Aku telah meridhai Islam yang kalian anut pada hari ini sebagai agama yang akan
tetap ada kesempurnaannya, sampai akhir hayat, dimana Aku tidak akan
menasakh sedikit pun darinya, wallahu a‟lam.
ملساال yang terdapat pada ayat ini adalah Al Islam yang terdapat pada
firman Allah Ta‟ala: ملسإن الدين عند اهلل اال “sesungguhnya agama (yang diridhai)
disisi Allah hanyalah Islȃm.” (Qs. Âli „Imraan[3]:19). Yaitu Islȃm yang
11
Abu Abdillah, Muhammad Bin Ahmad Bin Abu Bakar Al-Qurthubi Al-Maliki, “Al-Jami'
Li Ahkamil Qur'an Wal Mubayyin Li Ma Tadhommanahu Minas Sunnati Wa Ayil Qur'an.”h. 62 12
Abu Abdillah, Muhammad Bin Ahmad Bin Abu Bakar Al-Qurthubi Al-Maliki, “Al-Jami'
Li Ahkamil Qur'an Wal Mubayyin Li Ma Tadhommanahu Minas Sunnati Wa Ayil Qur'an.” h. 63
38
ditafsirkan dalam pertanyaan Jibril kepada Nabi SAW, yakni iman, amal, da
cabang-cabang keimanan.13
Oleh karenanya, dalam hal ini penulis berkepentingan dan merasa perlu
melakukan penelitian dalam bentuk karya ilmiah yang sekaligus menjadi tugas
akhir penulis dalam menyelesaikan studinya di Fakultas Syariah Dan Hukum
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Berdasarkan hasil wawancara yang penulis lakukan bersama Dr. dr.
Ismail, Sp.OT(K), yang merupakan kepala Laboratorium Sel Punca di Rumah
Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) bahwa dalam proses tahapan prosedur
medis Sel Punca sebelum di aplikasikan pada pasien, terlebih dahulu pasien akan
menjalani skrining di klinik kesehatan untuk mengetahui secara pasti penyakit apa
yang sebenarnya diderita oleh calon pasien. Setelah jelas penyakit apa yang di
derita oleh calon pasien maka dianalisis apakah pasien tersebut layak
menggunakan metode Sel Punca atau cukup dengan pengobatan konvensional.14
Pengolahan Sel Punca donor sebelum di terapkan pada pasien terlebih
dahulu dilakukan pembiakan sel punca dengan metode xeno-free (bebas bahan
hewani), seandainya pun menggunakan bahan hewani, maka pilihannya yang di
pakai adalah BVC(dari bahan dasar sapi), setelah dirasa sudah cukup sesuai
13
Abu Abdillah, Muhammad Bin Ahmad Bin Abu Bakar Al-Qurthubi Al-Maliki,
“Al-Jami' Li Ahkamil Qur'an Wal Mubayyin Li Ma Tadhommanahu Minas Sunnati Wa Ayil
Qur'an.” jilid 6, (Beirut – Lebanon: Mu'assisah Ar-Risalah,), h. 63 14
Wawancara pribadi dengan Bapak Dr. dr. Ismail, Sp.OT(K). Beliau merupakan kepala
laboratorium Sel Punca Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Jakarta, 23 Desember 2016
39
dengan kebutuhan pasien barulah Sel Punca tersebut dapat diaplikasikan pada
pasien terkait15
.
Setiap pasien yang mendapatkan perawatan dengan Sel Punca maka
mereka harus melakukan pengecekan satu bulan setelah terapi dilakukan,
kemudian pengecekan selanjutnya dilakukan dalam rentang tiga bulan sekali
untuk memastikan keberhasilan proses pengobatan yang ditandai dengan
meningkat atau membaiknya kesehatan pasien tersebut, yakni hingga bulan ke dua
belas.
Pengecekan tersebut dilakukan guna memastikan keberhasilan atau
signifikasi proses penyembuhan pasien, kemudian hal tersebut dilakukan juga
untuk mengetahui apakah ada gejala tanda terjadinya tumor atau kangker, dengan
diketahuinya tanda gejala kanker atau tumor pada pasien sedini mungkin maka
dapat dilakukan tindakan preventif sedini mungkin pula, sehingga hal ini tidak
menyebabkan masalah kesehatan tambahan untuk pasien yang tengah sakit
tersebut.
Kemudian jika kita kaji tentang kebolehan menggunakan Sel Punca
allogenic dalam terapi pengobatan dari persfektif kaidah fiqh maka dapat kita
temukan dalam kitab al-Wajiz Fi Idlahi Qawa‟id al-Fiqh al-Kulliyah karya
Syaikh Dr. Muhammad Shiddiq bin Ahmad al-Burnu. Yakni kaidah yang
berbunyi:
15
Wawancara pribadi dengan Bapak Dr. dr. Ismail, Sp.OT(K). Beliau merupakan kepala
laboratorium Sel Punca Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Jakarta, 23 Desember 2016
40
16 .ات ر و ظ ح م ال ح ي ب ت ت ار و ر الض
Yang bermakna “Dalam keadaan darurat membolehkan melakukan sesuatu
yang dilarang”.
Dalam hal ini kebutuhan pasien untuk memperoleh pengobatan sangatlah
mendesak dan tidak ada metode pengobatan (jalan) lain yang bisa ditempuh oleh
sang pasien kecuali dengan metode allograft stem cell ini, oleh karena beberapa
sebab tersebutlah sang pasien diperbolehkan menggunakan metode allograft stem
cell.
Dan juga Sebagaimana qaidah fiqh
.17 ة اص خ و أ ت ان ك ة م اع ة ر و ر الض ة ل ز ن م ل ز ن ت ة اج ل ا
Artinya: “Hajat ditempatkan pada posisi dharurat, baik secara umum atau
khusus“
Yakni kebutuhan untuk menyembuhkan penyakit pasien yang tadinya
dapat dipenuhi dengan metode pengobatan konvensional, berubah menjadi lebih
buruk oleh beberapa sebab baik usia pasien yang sudah lanjut, maupun keadaan
lain seperti kondisi pasien sudah sangat menderita seperti korban kebakaran
seluruh tubuh, gagal jantung atau pasien diabetes akut sehingga tidak mungkin
lagi mengambil sel punca dari tubuh pasien untuk terapi allograft stem cell, disisi
lain seandainya mengambil sel punca dari pasien pun akan membutuhkan waktu
16
Dr. Muhammad Shiddiq bin Ahmad al-Burnu, “al-Wajiz Fi Idhahi Qawa‟id al-Fiqh al-
Kulliyah”( Beirut: Muassah al-Risalat, 1996), h.234 17 Dr. Muhammad Shiddiq bin Ahmad al-Burnu, “al-Wajiz Fi Idhahi Qawa‟id al-Fiqh al-
Kulliyah”( Beirut: Muassah al-Risalat, 1996), h.242
41
yang sangat lama dalam memprosesnya, hal ini pasti akan menyiksa pasien yang
sudah sakit parah atau bahkan dikhawatirkan pasien meninggal lebih dulu
sebelum sel punca mereka siap digunakan, oleh karenanya donor sel punca dari
orang lain menjadi darurat karena merupakan jalan satu-satunya untuk
menyembuhkan pasien. Atas dasar beberapa alasan tersebut, maka kondisi pasien
yang tadinya menempati posisi kebutuhan hajiyat (sekunder), yakni dapat diobati
dengan metode konvensional pada umunya, berubah menjadi kebutuhan
dharuriyat (primer) karena menyangkut keselamatan nyawa pasien.
Contoh pasien yang mengalami kebakaran parah seluruh tubuh sehingga
tidak memungkinkan mengambil sel punca dari tubuh pasien karena akan
menambah pesakitan korban, disisi lain juga lamanya proses pengolahan sel
punca dari bahan darah sampai dengan siap diterapkan atau diaplikasikan pada
pasien adalah tiga minggu, sedangkan pasien membutuhkan penanganan sesegera
mungkin18
. Oleh karenanya praktik sel punca alogenik menjadi krusial disebabkan
kebutuhan yang mendesak atau darurat ini.
Selanjutnya sebagaimana kaidah,
19.ع س ت ا ا ر م اال اق ا ض ذ ا
18
Wawancara pribadi dengan Bapak Dr. dr. Ismail, Sp.OT(K). Beliau merupakan kepala
laboratorium Sel Punca Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Jakarta, 23 Desember 2016 19
Dr. Muhammad Shiddiq bin Ahmad al-Burnu, “al-Wajiz Fi Idhahi Qawa‟id al-Fiqh al-
Kulliyah”( Beirut: Muassah al-risalat, 1996), h.230
42
Artinya: “ Apabila suatu perkara menjadi sempit, maka hukumnya menjadi
luas ”
Kaidah tersebut sejalan dengan kebutuhan pasien allograft stem cell dalam
memperoleh pengobatan yang tidak dapat memperoleh pengobatan secara
konvensional sebagaimana pasien lainnya karena beberapa faktor, baik dari jenis
penyakit yang diderita pasien itu sendiri maupun keadaan lain, yang
mengakibatkan pasien terbentur untuk memperoleh penanganan dengan metode
konvensional. Keadaan tersebut tentu menyulitkan pasien dalam memperoleh
pengobatan, yang pada ujungnya akan makin memperburuk (memperparah)
keadaan pasien, oleh karenanya hukum menjadi luas bagi pasien tersebut karena
ia telah mendapatkan kesempitan. Disinilah ia mendapatkan kelonggaran untuk
dapat memperoleh metode pengobatan yang pada umumnya dilarang syariat
(diharamkan) menjadi boleh termasuk di dalamnya dengan metode Sel Punca
Allogenic (Allograft Stem Cell), karena tidak ada lagi metode pengobatan yang
dapat diharapkan untuk menyembuhkan pasien tersebut.
Kemudian terkait posisi hukum bagi pendonor yang telah rela
mendonorkan sebagian sel puncanya, baik yang di ekstraksi dari darah, lemak atau
bahkan sum-sum tulang, maka memiliki hukum yang dipersamakan dengan
hukum terapi allograft stem cell oleh pasien tersebut, hal ini sebagaimana kaidah
ushul fiqh قاصد وسائل للحكم امل , oleh karena itu hukum mendonorkan Sel Puncanya
pun memiliki hukum yang sama yakni boleh atau mubah.
43
Disisi lain, donor sel punca tersebut terkandung unsur tolong menolong,
yakni untuk menyelamatkan nyawa seseorang yang sedang sakit parah dan
membutuhkan donor sel punca sesegera mungkin.
Allah S.W.T berfirman dalam Q.S. Al-Maidah/5:2
.)سورة املائدة إن ٱللو شديد ٱلعقاب وٱت قوا ٱللو ن و وٱلعد ث إل وال ت عاونوا على ٱ ى قو وٱلت ب ال وت عاونوا على
(٢ األية
Artinya: “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan
dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.
Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya”
(QS. Al- Maidah[5]: 2)
Firman Allah SWT : وٱلت قوى الب وت عاونوا على “Dan tolong-menolonglah kamu
dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa.”Al Akhfasy berkata, “Firman ini
terputus/terpisah dari firman Allah SWT sebelumnya. Perintah untuk saling tolong
menolong dalam mengerjakan kebajikan dan takwa ini merupakan perintah bagi
seluruh umat manusia. Yakni, hendaklah sebagian kalian menolong sebagian yang
44
lain. Berusahalah untuk mengerjakan apa yang Allah perintahkan dan
mengaplikasikannnya. Jauhilah apa yang Allah larang dan hindarilah.20
Dalam ayat ini, Imam al-Qurthubi menjelaskan perihal kebaikan dan
taqwa. Ia menjabarkan bahwa kata kebaikan dan taqwa adalah dua kata yang
memiliki satu makna secara singkat, setiap kebaikan adalah taqwa dan setiap
taqwa adalah kebaikan. Ia mengklasifikasikan kebaikan dalam lingkup wajib dan
mandub sedangkan taqwa hanya dalam lingkup wajib saja. Berbeda halnya
dengan Imam al-Mawardy, Ia berpendapat antara kebaikan dan taqwa memiliki
makna yang berbeda. Dalam taqwa yang didapati adalah keridhoan dari Allah
SWT, sedang dalam kebaikan yang didapati adalah keridhoan dari manusia saja.
Ibn Huwaizy menjelaskan tolong menolong dalam kebaikan yang
dimaksud adalah sesuai dengan porsinya masing-masing. Contohnya, seorang
yang memiliki ilmu maka wajib baginya mengajarkan ilmunya, sebagai bentuk
pertolongan dia dalam kebaikan kepada orang lain. Sedangkan orang yang
memiliki harta maka ia menolong orang lain dengan hartanya. Sedangkan orang
yang memiliki kekuatan, maka dia menolong menolong orang lain dengan
kekuatannya di jalan Allah SWT.21
Dalam konteks ini Allograft Stem Cell yang di terapkan di Rumah Sakit
Cipto Mangunkusumo sejalan dengan maksud tujuan surat al-Maidah ayat dua (2)
20
Abu Abdillah, Muhammad Bin Ahmad Bin Abu Bakar Al-Qurthubi Al-Maliki, “Al-
Jami' Li Ahkamil Qur'an Wal Mubayyin Li Ma Tadhommanahu Minas Sunnati Wa Ayil Qur'an”,
h. 46 21
Abu Abdillah, Muhammad Bin Ahmad Bin Abu Bakar Al-Qurthubi Al-Maliki, “Al-
Jami' Li Ahkamil Qur'an Wal Mubayyin Li Ma Tadhommanahu Minas Sunnati Wa Ayil Qur'an”,
h.47
45
tersebut, bahwa konsep donor Stem Cell (Sel Punca) kepada resipien yang
membutuhkan adalah dengan konsep ta‟awun dengan tidak mengharapkan
imbalan apapun. Toh kenyataan dilapangan disebutkan oleh narasumber bahwa
bahan dasar stem cell (darah, sum-sum dan lemak) yang ada di Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo merupakan waste product dari para pasien yang memang
seandainya tidak diambil pun akan terbuang sia-sia tanpa mendatangkan manfaat
sedikitpun termasuk pasien pendonor tersebut.
Kaidah yang berbunyi لمحضورات ا ح ي الضرورة تب yang memiliki maksud, bahwa
dalam keadaan dharurat diperbolehkan melakukan hal yang dilarang.
Sebagaimana hadits yang diriwayatkan dari Abdurrahman bin Tarafah ra.
صلى اهلل عليو وسلم -بي الن ه ر م أ ف و ي ل ع ت ن أ ف ق ر و ن فا م ن أ ذ ت اف ب ل ك ال م و ي و ف ن أ ع ط ق د ع س أ بن ة ج ف ر ع ه د ج ن أ
.٢٢ )رواه أبو داود عن عبد الر رمحن بن طرفة( ب ى ذ ن فا م ن أ ذ ات ف –
Artinya: “Bahwa kakeknya „Arfajah bin As‟ad pernah terpotong
hidungnya pada perang Kulab, lalu ia memasang hidung (palsu) dari logam
perak, namun hidung tersebut mulai membau (membusuk), maka Nabi SAW
menyuruhnya untuk memasang hidung (palsu) dari logam emas”. (Riwayat Abu
Dawud dari Abdurrahman bin Tarafah).
Berdasarkan hadits tersebut diatas jelaslah memiliki keserasian dan
kesinambungan dengan kaidah “ المحضورات ح ي الضرورة تب “ dalam memperbolehkan
22
Imam al- Hafidz Abi Daud Sulaiman, “Sunan Abi Dawud”, Juz 3, (Beirut: Darul Kutub
al- 'Ilmiyyah, 1996, Cet. Pertama), h.94
46
penggunaan emas bagi laki-laki dalam konteks darurat meski hukum asal
menggunakan emas bagi kaum laki-laki adalah haram. Apalagi kegiatan donor
baik darah (darah tepi, darah tali pusat), lemak, dan sum-sum tulang (materi
biologis) yang akan diekstraksi menjadi Sel Punca, tidaklah membahayakan bagi
pendonor karena pada dasarnya bagian-bagian tubuh tersebut akan terus kembali
diproduksi dalam tubuh manusia, sehingga tidak mengurangi fungsi suatu organ
apapun.23
Oleh karenanya penulis menyimpulkan bahwa hukum Allograft Stem Cell
dalam hukum Islam, yang terdapat unsur tolong menolong (ta‟awun) tersebut
adalah boleh atau mubah, karena dapat menyelamatkan jiwa seorang manusia
yang membutuhkan pertolongan dalam keadaan darurat. Dalam prosesnya donor
Stem Cell baik yang di ekstrak dari sum-sum tulang, darah maupun lemak seorang
pendonor yang digunakan di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo
(RSCM)merupakan waste product para pasien yang kebetulan akan terbuang sia-
sia jika tidak dimanfaatkan.24
Hal ini tentu berbeda dengan transplantasi organ tubuh yang mengurangi
fungsi bahkan menghilangkan fungsi suatu organ yang masih sangat dibutuhkan
23
Wawancara pribadi dengan Bapak Dr. dr. Ismail, Sp.OT(K). Beliau merupakan kepala
laboratorium Sel Punca Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Jakarta, 23 Desember 2016 24
Wawancara pribadi dengan Bapak Dr. dr. Ismail, Sp.OT(K). Beliau merupakan kepala
laboratorium Sel Punca Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Jakarta, 23 Desember 2016
47
oleh pendonor, sehingga hukum asal transplatasi organ adalah haram jika sang
pendonor masih hidup25
.
25
Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟an Badan Litbang Dan Diklat Kementrian Agama
RI 2012 ,Tafsir al-Qur‟an Tematik (Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟an Badan Litbang
Dan Diklat Kementrian Agama RI, 2012), h. 13.
47
BAB V
KESIMPULAN
A. KESIMPULAN
Berdasarkan perumusan masalah dan penelitian yang telah dilakukan ,
penulis dapat menarik kesimpulan, yaitu:
1. Bahwa hukum terapi allograft stem cell bagi pasien penderita penyakit
kronis yang tidak memiliki opsi metode penyembuhan lain adalah boleh
atau mubah, hal ini berdasarkan alasan sebagai berikut:
a) Karena dalam keadaan darurat yang bisa mengancam
keselamatan pasien sebagaimana Qa’idah “ ا لم حضور اتحيةتب الضرور ” .
b) Karena bahan yang diekstraksi menjadi sel punca (stem cell)
akan terus diproduksi oleh tubuh manusia (pendonor).
c) Bahan sel punca merupakan west product yang seandainya tidak
diambilpun (didonorkan) tidak akan akan memberikan manfaat
bagi pendonor, contoh seperti lemak hasil operasi sedot lemak,
darah korban kecelakaan yang terus mengalir dan sum-sum
tulang pasien yang melakukan pemasangan pen pada tulang
patah.
d) Ada unsur ta’awun antar pendonor dan resipien dalam kebaikan,
yakni menyelamatkan jiwa seseorang yang sedang sakit parah.
48
2. Allograft Stem Cell dalam perundang-undangan yang kita miliki sudah
cukup ter-akomodir, hal ini terbukti dengan adanya poin-poin khusus
dalam regulasi yang menempatkan pasien Sel Punca Allogenic sebagai
bagian dari sasaran pengobatan metode ini. Adapun regulasi yang
mengatur khusus terkait Sel Punca ini antara lain, Permenkes nomor
833/834 tahun 2009, tentang 'Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan
Medis Stem Cell; Permenkes nomor 48 tahun 2012, tentang
'Penyelenggaraan Bank Darah Tali Pusat; Permenkes nomor 50 tahun
2012, tentang 'Penyelenggaraan Laboratorium Pengolahan Stem Cell
Untuk Aplikasi Klinis; dan Permenkes nomor 32 tahun 2014 tentang
Penetapan Rumah Sakit Pusat Pengembangan Pelayanan Medis
Penelitian dan Pendidikan Bank Jaringan dan Stem Cell.
3. Penentuan pendonor dan resipien dalam undang-undang yang ada
tidaklah pertentangan, hal ini membuktikan naskah akademik dalam
penyusunan undang-undang terkait sudah sesuai karena melibatkan
para tokoh agamawan dalam penyusunannya.
B. Saran-saran
1. Saran penulis untuk Institusi Bank Sel Punca (Stem Cell) antara lain:
a. Taatilah seluruh prosedur standar praktik sebagaimana diatur
dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI no. 48 tahun 2012.
Sehingga kualitas Sel Punca dan pelayanan senantiasa terjaga,
dengan demikian kepercayaan pelanggan pemilik Private Sel
Punca pun akan terjaga.
49
b. Ubahlah mind set Institusi Bank Sel Punca Swasta agar tidak
berorientasi pada komersial produk semata, namun juga harus turut
berpartisispasi menyediakan Sel Punca untuk kegiatan donor
(sosial) Sel Punca Allogenic.
2. Saran penulis untuk peneliti di lingkungan civitas akademika UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya untuk mahasiswa faultas
syariah dan hukumantara lain :
a. Saran judul berupa “Hukum menumbuhkan anggota badan bekas
jarimah qisas dengan stem cell ditinjau dari hukum Islam”. Judul
ini terinspirasi dari hasil penelitian di Jerman yang telah berhasil
menumbuhkan jari tangan yang terpotong, bisa kembali pulih
seperti semula. Karena kemungkinan besar teknologi tersebutpun
pasti akan masuk ke negara kita dalam waktu dekat.
b. Saran judul berupa “ Hukum transaksi Sel Punca Private (Private
Stem Cell) ditinjau dari hukum Islam”. Saat ini banyak warga
negara Indonesia dengan tarap ekonomi menengah keatas yang
menyimpan Sel Punca darah tali pusat anaknya di umbilical cord
banking dengan biaya mahal. Hal ini dimungkinkan suatu hari
nanti akan ada pemindahan hak kepemilikan yang disertai transaksi
jual beli.
c. Saran judul berupa “ Tinjauan hukum Islam terhadap cangkok
jantung hasil rekaya Stem cell cloning di laboratorium ”. Judul ini
terinspirasi dari hasil penelitian di Amerika Serikat yang telah
50
berhasil membuat satu organ jantung utuh di dalam laboratorium.
Teknologi ini kemungkinan besar akan masuk kenegara kita untuk
menggantikan posisi transplasntasi jantung dari manusia dan
hewan.
51
DAFTAR PUSTAKA
A. Daftar Pustaka
Al-Bagha, Musthofa Daib. Mukhtashar Shohih Bukhari, Cet. 7. Beirut: al
Yamamah Li at-Thiba’ah wa al-Nasyr wa al-Tauzi’, 1999.
Al-Burnu, Muhammad Shiddiq bin Ahmad. Al-Wajiz Fi Idhahi Qawa’id al-Fiqh
al-Kulliyah. Beirut: Muassah al-Risalat, 1996.
Fadel, Hossam E. Prospects and Ethics of Stem Cell Research; an Islamic
Perpective, Jima,39. May 2007.
Al-Fanjari, Ahmad Syauqi. Nilai Kesehatan dalam Syariat Islam. Jakarta: Bumi
Aksara, 1996.
Jusuf, Ahmad Aulia. Aspek Dasar Sel Punca Embrionik (Embryonic Stem Cells)
Dan Potensi Pengembangannya. Bagian Histologi Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia: Dipresentasikan pada diskusi panel
Realitas baru dan prospek perkembangan seputar terapi sel punca
(Stem Cell), Sabtu 24 Mei 2008. Jakarta: R. Rapat PB IDI.
Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an Badan Litbang Dan Diklat Kementrian
Agama RI 2012 ,Tafsir al-Qur’an Tematik. Jakarta: Lajnah
Pentashihan Mushaf Al-Qur’an Badan Litbang Dan Diklat
Kementrian Agama RI, 2012.
Al-Maliki, Abu Abdillah, Muhammad Bin Ahmad Bin Abu Bakar Al-Qurthubi.
Al-Jami' Li Ahkamil Qur'an Wal Mubayyin Li Ma Tadhommanahu
Minas Sunnati Wa Ayil Qur'an, jilid 6. Beirut – Lebanon: Mu'assisah
Ar-Risalah.
Muslim, Imam abi al-Husain. Shohih Muslim, Cet. 1. Riyadh: Dar al-Salam Li al-
Nasyr wa al-Tauzi’, 1998.
Al-Qattan, Manna Khalil. Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, penerjemah Mudzakir AS.
Bogor: Litera Antar Nusa,2013.
Saputra, Virgi. Dasar-dasar Stem Cell dan potensi aplikasinya dalam ilmu
kedokteran, Cermin Dunia Kedokteran, No. 153, 2006.
As-Sijistani, Imam Abu Dawud Sulaiman bin Al-Asy'ats. Sunan Abi Dawud, Jilid
III. Beirut, Daar al-Khattab.
Sulaiman, Imam al- Hafidz Abi Daud. Sunan Abi Dawud, Juz 3, Cet. Pertama.
Beirut: Darul Kutub al- 'Ilmiyyah, 1996.
52
Supartono, Basuki. Tehnik Rekayasa Jaringan Untuk Penyembuhan Cedera Olah
Raga, RSON II.NO. Januari - Maret 2015.
Zubair, A.Charis. Etika Rekayasa Menurut Konsep Islam. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar,1997.
B. Internet
Dhewayani,Radiana. “Harapan Penyembuhan Yang Realistis: Penelitian Sel
Punca Juga Terus Di Kembangkan Fakultas Kedokteran Dalam
Negeri”. Artikel diakses pada 30/11/2016 dari http://dr-
radianaantarianto.blogspot.co.id.
http://gaya.tempo.co/read/news/2015/11/06/060716607/apa-itu-terapi-sel-punca.
Diakses pada tanggal 29 Oktober 2016.
http://kamuskesehatan.com/?s=allograft, diakses pada 28 Maret 2017
Isprawiro.”terapi Stem Cell dan keberadaannya di Indonedia”, artikel di akses
pada 14 Desember 2016 dari http://medikanews.com/terapi-stem-cell-
dan-keberadaannya-di-indonesia/.
Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo,”Sejarah RSCM”, artikel diakses pada 06
Desember 2016, dari www.rscm.co.id/index.php?option=com
content&view=article&id=126&Itemid =484&lang=id
C. Wawancara
Wawancara pribadi dengan Bapak Dr. dr. Ismail, Sp.OT(K). Jakarta, 23 Desember
2016