teori situasional - anahuraki.lecture.ub.ac.id · tiga aspek situasi yang menentukan efektivitas...
TRANSCRIPT
TEORI SITUASIONAL
Tiga aspek situasi yang menentukan efektivitas kepemimpinan
1. Hubungan pemimpin – anggota. (baik atau buruk)
Baik, bila pemimpin memiliki dukungan dan kesetiaan bawahan dan hubungan dengan para bawahan bersahabat dan kooperatif, dan sebaliknya.
Model Fiedler
2. Struktur tugas.(terstruktur atau tidak)
Terstruktur, bila terdapat; standar prosedur operasi untuk menyelesaikan tugas, gambaran rinci dari produk atau jasa yang telah jadi, dan indikator obyektif mengenai seberapa baik tugas itu dilaksanakan, dan sebaliknya
3. Kekuasaan posisi (kuat atau lemah)
Kuat, bila pemimpin memiliki kewenangan utk mengevaluasi kinerja bawahan dan memberikan penghargaan dan hukum-an, dan sebaliknya
Kuat Lemah Kuat Lemah Lemah Kuat LemahKuat
Terstruktur Tak TerstrukturTerstruktur Tak Terstruktur
Hubungan Pemimpin-Anggota
Struktur Tugas
Kekuasaan Posisi Pemimpin
Baik Buruk
1 2 3 4 5 6 7 8Oktan
Situasi sangat menguntungkan Situasi sangat tdk menguntungkan
Teori
Kepemimpinan
Fiedler
Perilaku HubunganPerilaku Tugas
Baik
Buruk
Kinerja
Keuntungan ditentukan dengan memberikan bobot ketiga aspek situasi
Prosedur pemberian bobot mengasumsikan bahwa hubungan pemimpin-anggota lebih penting daripada struktur tugas, yang akhirnya adalah lebih penting daripada kekuasaan posisi.
Kemungkinan kombinasi memberikan delapan tingkatan keuntungan, yang disebut “oktan”
• Situasi yg paling menguntungkan bagi pemimpin (oktan 1) – Hubungan pemimpin-anggota baik shg bawahan lebih mungkin
pemenuhi permintaan/arahan dari pemimpin
– Saat pemimpin memiliki kekuasaan posisi yg cukup besar, lebih mudah untuk mempengaruhi bawahan
– Saat tugasnya terstruktur, lebih mudah bagi pemimpin untuk mengarahkan dan mengawasi kinerja mereka.
• Situasi yg paling tdk menguntungkan pemimpin (oktan 8)– Hubungan dg bawahan buruk, tugas tida terstruktur, dan kekuaaan
posisi rendah.
TKS lebih menekankan pada tingkat kematangan (maturity) bawahan, yang terdiri dari:– kemampuan (job maturity) dan
– kemauan (psychological maturity).
Indikator kematangan– Seorang yang tinggi dalam kematangan kerja
memilki kemampuan untuk melakukan pekerjaan tanpa pengarahan dari atasannya.
– Sorang yang tinggi dalam kematangan psikologis, memilki kemauan (motivasi) yang kuat untuk melakukan pekerjaan berkualitas tinggi dan sedikit membutuhkan pengawasan langsung
Seorang pemimpin harus mengetahui tingkat kema-tangan pengikutnya dan kemudian menggunakan suatu gaya kepeimimpinn yang sesuai dengan ting-katan keatangan tersebut.
TKS menggunakan dua dimensi kepemimpinan yaitu perilaku tugas dan perilaku hubungan dan dikem-bangkam menjadi empat perilaku kepemimpinan yaitu;
1. Mengatakan/telling, (tugas tinggi, hubugan rendah). Dalam gaya ini pemimpin lebih banyak mengatakan apa, dimana, kapan tugas dilakukan dan bagaimana melaku-kannya.
2. Menjual/selling,(tugas tinggi, hubungan tinggi). Pemimpin banyak memberikan tugas-tugas terstruktur sekaligus juga dorongan kepada pngikut
3. Berperan serta /participating, (Hubunga tinggi, tugas rendah) Dalam gaya ini pemimpin dan pengikut saling berbagi keputusan mengenai penyelesaian tugas yang paling baik
4. Mendelegasikan/delegating, (tugas rendah, hubungan rendah). Disini pemimpin memberikan sedikit pengarahan maupun dukungan
Model Kepemimpinan Situasional Hersey dan Blanchard
Hubungan
Tinggi
Tugas
rendah
tugas
Tinggi
Hubungan
tinggi
S4
tugas
Tinggi
Hubungan
rendah
Hubungan
rendah
Tugas
Tinggi
S1
S3 S2
Perila
ku H
ubungan
Perilaku TugasRendah Tinggi
M4Mampu
&Mau
M3Mampu
&Tidak Mau
M2Tdk Mampu
&Mau
M1Tdk Mampu
&Tidak Mau
Mata
ng
Tdk M
ata
ng
Tinggi
Kematangan bawahan
Perilaku Pemimpin
Hersey & Blanchard yakin bhw hubungan manajer dan ba-wahan bergerak sejalan dgn perkembangan kematangan bawahan, dan manajer perlu mengubah gaya kepemimpin-an agar sesuai dengan keempat tahapan tersebut1. Pada tahap awal-ketika bawahan baru masuk organisasi, manajer
yang berorientasi tugas (telling) adalah paling tepat. Bawahan diberi instruksi mengenai tugasnya dan dibiasakan dgn peraturan dan prosedur organisasi baku.
2. Tahap kedua, bawahan sudah mulai mengenal tugas, wewenang dan tanggung jawabnya, mulai terbiasa dgn peraturan dan prosedur kerja, maka manajer yang berorientasi tugas masih penting. Hubungan manajer-bawahan makin akrab
3. Tahap ketiga,bawahan telah meningkat kemampuannya, bawahan sudah dapat melaksanakan tugas tanpa harus menunggu perintah, maka bawahan sudah dapat diajak untuk berperanserta memikirkan berbagai masalah organisasi
4. Tahap akhir, bawahan benar-benar telah tumbuh kemampuan dan kemauannya untuk berkarya dengan prestasi tinggi.Mereka sudah tahu apa yang mampu ia kerjakan dan mau mewujudkannya, tanpa pengarahan dan dorongan dari manajer, ka gaya delegating sangat tepat digunakan oleh manajer.
Teori Evans dan House ini mencoba meramalkan bagai-mana perbedaan gaya kepemimpinan dan perbedaan tipe imbalan mempengaruhi motivasi, prestasi dan kepuasan bawahan
Perilaku seorang pemimpin dapat diterima baik oleh bawahan sejauh mereka mempersepsikan sebagai suatu sumber kepuasan segera atau sebagai instrumen untuk kepuasan mendatang (harapan)
House mengidentifikasikan empat gaya kepemimpinan
1. Pemimpin Direktif (Leader Directiveness)– Pemimpin membiarkan bawahan mengetahui apa yang
diharapkan utk mereka lakukan, memberikan bimbingan, meminta bawahan mengikuti peraturan dan prosedur kerja, membuat jadwal dan menkoordinasikan pekerjaan, imbalan utk mengendalikan perilaku
2. Pempimpin Suportif (Leader Supportiveness)– Pemimpin memberikan perhatian dan kepedulian akan
kebutuhan & kesejahteraan bawahan. Imbalan utk memperoleh dukungan3. Kepemimpinan Partisipatif (Partisipative Leadership)
Pemimpin berkonsultasi dgn bawahan dan menggunakan saran mrk
sebelum mengambil keputusan. Sistem imbalan klp lebih disukai.
4. Kepemmpinan Berorientasi Prestasi (Achievement Oriented Leaadership)
Pemimpin menetapkan tujuan yang menantang dan yakin bawahan
untuk berprestasi tinggi. Menatapkan hubungan prestasi - imbalan
Pemimpin berusaha membuat jalan kecil (path) untuk pencapaian tujuan berupa imbalan (goal) bawahannya
Untuk dapat mewujudkan fasilitas path goal ini, pemimpin harus mempergunakan gaya yang paling sesuai dengan dua faktor situasional yang ada, yaitu karakteristik bawahan dan faktor lingkungan.
Karakterisitik pribadi bawahan, menentukan bagaimana lingkungan dan perilaku pemimpin itu ditafsirkan, serta menentukan dorongan/motivasi bawahan dalam mencapai hasil, yaitu kepuasan dan kinerja
Gambar Teori Jalurr Tujuan
Manager
Menjelakan
”jalan”
Mencapai
untuk
Tujuan(Imbalan)
Gaya Pemimpin
1. Direktif2. Suportif3. Partisipatif4. Berorientasi prestasi
KarakteristikBawahan
• Letak kendali• Pengalaman• Kemampuan
Faktor Lingkungan
• Struktur tugas• Sistem otoritas formal• Kelompok kerja
Bawahan• Persepsi• Motivasi
Hasil
• Kepuasan• Kinerja
Robbins (1996:53), mengemukakan beberapa contoh hipotesis yang telah berkembang dari dalam teeori jalur-tujuan Kepemimpinan direktif membawa kepuasan yang lebih
besar bila tugas-tugas itu berdwiarti ketimbang sangat terstruktur
Kepemimpinan suportif menghasilkan kinerja dan kepuasan karyawan yang tinggi bila bawahan mengerjakan tugas yang terstruktur
Kepemimpinan direktif akan membawa kepuasan karyawan yang tinggi bila ada konflik subtantif dalam kelompok kerja
Kepeimpinan yang berorientasi prestasi akan meningkatkan pengharapan bawahan bila tugas-tugas itu terstruktur secara dwiarti
Bawahan dengan tempat kendali eksternal akan lebih dipuaskan dengan suatu gaya direktif.