teori promosi kesehatan

48
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Promosi Kesehatan 1. Pengertian Promosi kesehatan adalah tindakan yang tidak hanya terbatas pada upaya pencegahan penyakit atau motivasi untuk meningkatkan kesehatan yang bersumber dari rasa takut atau keadaan yang mengancam namun mencakup seluruh perilaku untuk meningkatkan kesehatan dan keadaan yang berpotensi mengganggu kesehatan serta menerapkannya disepanjang kehidupan (Tomey dan Alligood, 2002). Promosi kesehatan menurut Pender, Murdaugh dan Parsons (2002) yang dikutip Kozier dkk (2004,p.120) adalah perilaku yang dimotivasi oleh keinginan untuk meningkatkan kesejahteraan dan mengaktualisasikan potensi kesehatan manusia. Promosi kesehatan dapat dianjurkan terhadap seluruh tingkatan usia, dan status kesehatan. 9

Upload: oweyayu

Post on 14-Dec-2014

112 views

Category:

Documents


10 download

TRANSCRIPT

Page 1: teori promosi kesehatan

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Promosi Kesehatan

1. Pengertian

Promosi kesehatan adalah tindakan yang tidak hanya terbatas pada upaya

pencegahan penyakit atau motivasi untuk meningkatkan kesehatan yang

bersumber dari rasa takut atau keadaan yang mengancam namun mencakup

seluruh perilaku untuk meningkatkan kesehatan dan keadaan yang berpotensi

mengganggu kesehatan serta menerapkannya disepanjang kehidupan (Tomey

dan Alligood, 2002).

Promosi kesehatan menurut Pender, Murdaugh dan Parsons (2002) yang

dikutip Kozier dkk (2004,p.120) adalah perilaku yang dimotivasi oleh

keinginan untuk meningkatkan kesejahteraan dan mengaktualisasikan potensi

kesehatan manusia. Promosi kesehatan dapat dianjurkan terhadap seluruh

tingkatan usia, dan status kesehatan.

2. Model Promosi Kesehatan (Health Promotion Model)

Versi awal dari model promosi kesehatan (Health Promotion

Model/HPM) pertama kali dipublikasikan di literatur keperawatan, pada tahun

1980 dan berfokus pada prilaku promosi kesehatan dibandingkan prilaku

pencegahan terhadap penyakit. Model revisi dari HPM selanjutnya lebih fokus

pada kompetensi atau model yang berorientasi pada pendekatan. Model ini

menggambarkan sifat multidimensional individu ketika berinteraksi dengan

lingkungan fisik dan interpersonalnya sebagai tindakan untuk mencapai

9

Page 2: teori promosi kesehatan

10

kesehatan. Variabel-variabel yang terkandung dalam HPM yang telah direvisi

menurut Pender et al (2002) seperti dikutip Kozier dkk (2004) meliputi :

a. Karakteristik individu dan pengalaman (individual characteristics and

experiences)

Karakteristik individu dan pengalaman dapat memiliki pengaruh

signifikan atau tidak terhadap terbentuknya perilaku promosi kesehatan

tergantung dari target perilaku promosi kesehatan yang ingin dilaksanakan.

Hal ini menggambarkan fleksibilitas dari promosi kesehatan yang

memberikan keleluasan bagi perawat untuk memilih karakteristik dan

pengalaman yang berhubungan dalam penerapan perilaku promosi kesehatan

yang diharapkan. Faktor yang tergolong dalam tahap ini meliputi berbagai

faktor-faktor personal dan keadaan terdahulu terkait dengan perilaku.

1) Perilaku sebelumnya (prior related behavior)

Perilaku sebelumnya mempunyai pengaruh langsung atau tidak

langsung dalam pelaksanaan perilaku promosi kesehatan.

a) Pengaruh langsung dari perilaku masa lalu terhadap perilaku promosi

kesehatan saat ini dapat menjadi pembentuk kebiasaan, yang

mempermudah seseorang melaksanakan perilaku tersebut secara

otomatis.

b) Pengaruh tidak langsungnya adalah melalui persepsi pada self efficacy,

manfaat, hambatan, dan mempengaruhi aktivitas yang muncul dari

Perilaku tersebut. Pengaruh positif atau negatif dari perilaku baik

sebehun, saat itu ataupun setelah perilaku tersebut dilaksanakan akan

dimasukan kedalam memori sebagai informasi yang akan dimunculkan

Page 3: teori promosi kesehatan

11

kembali saat akan melakukan perilaku tersebut di kemudian waktu.

Perawat dapat membantu pasien membentuk suatu riwayat perilaku

yang positif bagi masa depan dengan memfokuskan pada manfaat

perilaku tersebut; Membantu pasien bagaimana mengatasi rintangan

dalam melaksanakan perilaku tersebut dan meningkatkan level/ kadar

efficacy dan pengaruh positif melalui pengalaman yang sukses dan

feed back yang positif.

2) Faktor-faktor personal (personal factors)

a) Karakteristik biologi yang didalamnya mencakup umur, kekuatan,

keseimbangan, status pubertas, status menopause, kapasitas aerobik,

dan lain-lain.

b) Karakteristik psikologi yang didalamnya mencakup rasa percaya diri,

motivasi diri, kemampuan personal, kesadaran terhadap status

kesehatan dan definisi kesehatan bagi individu tersebut.

c) Karakteristik sosiokultural yang didalamnya mencakup etnik, ras,

kemampuan menyesuaikan diri, pendidikan, serta status sosial

ekonomi.

b. Perilaku spesifik pengetahuan dan sikap (behavior-specific cognitions and

affect)

Kumpulan variabel ini disadari sebagai motivasi utama yang nyata

untuk memperoleh dan mempertahankan perilaku promosi kesehatan.

Perilaku spesifik pengetahuan meliputi keadaan seperti :

Page 4: teori promosi kesehatan

12

1) Manfaat tindakan (perceived benefits of action).

Rencana seseorang melaksanakan perilaku tertentu tergantung pada

antisipasi terhadap manfaat atau hasil yang akan didapat. Antisipasi

manfaat merupakan representasi mental dari konsekuensi perilaku positif,

berdasarkan teori expecting value.

2) Hambatan tindakan yang dirasakan (perceived barriers to action).

Hambatan yang diantisipasi telah secara berulang terlihat dalam

penelitian empiris, mempengaruhi intensitas untuk terlibat dalam suatu

perilaku yang nyata dan perilaku aktual yang dilaksanakan. Hubungannya

dengan perilaku promosi kesehatan, hambatan-hambatan ini dapat berupa

imaginasi maupun nyata. Hambatan tersebut terdiri atas : persepsi

mengenai ketidaktersediaan, tidak menyenangkan, biaya, kesulitan atau

penggunaan waktu untuk tindakan khusus. Hambatan-hambatan yang

dijumpai atau dipersepsikan ada, sering dilihat sebagai suatu blocks,

rintangan, dan personal cost dari perilaku yang diberikan. Hilangnya

kepuasan dalam menghindari atau menghilangkan perilaku-perilaku yang

merusak kesehatan seperti merokok, atau makan makanan tinggi lemak

untuk mengadopsi perilaku / gaya hidup yang lebih sehat juga dapat

menjadi suatu halangan. Halangan ini biasanya membangunkan motivasi

untuk menghindari perilaku-perilaku yang diberikan. Tindakan yang

diharapkan dilakukan tidak dapat terjadi bila tingkat kesiapan untuk

bertindak lebih rendah dibandingkan hambatan. Barier tindakan seperti

yang dilukiskan dalam HPM mempengaruhi prornosi kesehatan secara

Page 5: teori promosi kesehatan

13

langsung dengan bertindak sebagai blocks terhadap tindakan seperti

penurunan komitmen untuk merencanakan tindakan.

3) Kemajuan diri (perceived self-efficacy)

Self efficacy seperti didefinisikan oleh Bandura adalah judgment atau

keputusan dari kapabilitas seseorang untuk mengorganisasi dan

menjalankan tindakan secara nyata. Tidak ada concern dengan satu

ketrampilan yang dimiliki tetapi alasan dari apa yang dapat dilakukan

dengan apapun ketrampilan yang dimiliki. Judgment dari personal

efficacy dibedakan dari harapan yang ada dalarn tujuan. Perceived self

efficacy adalah judgment dari kemampuan untuk menyelesaikan tingkat

performance yang pasti, dimana tujuannya atau harapannya adalah suatu

judgment dari suatu konsekuensi (contohnya benefit dan cost ) sebanyak

perilaku yang akan dihasilkan. Persepsi dari ketrampilan dan kompetensi

dalam domain Motivasi individu untuk melibatkan perilaku-perilaku yang

mereka lalui. Perasaan efficacy dan ketrampilan dalam performance

seseorang sepertinya mendorong untuk melibatkan/ menjalankan perilaku

yang lebih banyak daripada perasaan ceroboh dan tidak terampil.

Pengetahuan individu tentang self efficacy didasarkan pada 4 tipe

informasi :

a) Pencapaian performance dari perilaku yang dilaksanakan secara nyata

dan evaluksan akan secara nyata dan evalnasi performance yang

berhubungan dengan beberapa standar pribadi atau umpan balik yang

diberikan oleh orang lain.

Page 6: teori promosi kesehatan

14

b) Pengalaman-pengalaman dan mengobservasi performance orang lain

dan hubungannya dengan evaluasi diri sendiri dan umpan balik dan

orang lain.

c) Ajakan secara verbal kepada orang lain bahwa is mempunyai

kemampuan untuk melaksanakan tindakan tertentu.

d) Kondisi psikologis (kecemasan, ketakutan, ketenangan) dari mana

seseorang menyatakan kemampuannya.

Self efficacy yang diperoleh dalam HPM, dipengaruhi oleh aktivity

related affect. Affect yang lebih positif akan memperbesar tingkat persepsi

efficacy, sebaliknya self efficacy mempengaruhi hambatan tindakan,

dimana efficacy yang tinggi akan mengurangi persepsi terhadap hambatan

untuk melaksanakan perilaku yang ditargetkan. Self efficacy memotivasi

perilaku promosi kesehatan secara langsung dengan harapan efficacy dan

secara tidak langsung dengan mempengaruhi hambatan dan komittnen

dalam melaksanakan rencana tindakan.

4) Sikap yang berhubungan dengan aktifitas (activity-related affect).

Perasaan subjektif muncul sebelum, saat dan setelah suatu perilaku,

didasarkan pada sifat stimulus perilaku itu sendiri. Respon afektif ini

dapat ringan, sedang atau kuat dan secara sadar di natnai, dishripan di

dalam memori dan dihubungkan dengan pikiran-pikiran perilaku

selanjutnya. Respon-respon afektif terhadap perilaku khusus terdiri atas 3

komponen seperti emosional yang muncul terhadap tindakan itu sendiri

(activity-related), menindak diri sendiri (self-related), atau lingkungan

dimana tindakan itu terjadi (context-related).

Page 7: teori promosi kesehatan

15

Perasaan yang dihasilkan kemungkinan akan mempengaruhi

individu untuk mengulang perilaku itu atau mempertahankan perilaku

lamanya. Perasaan yang tergantung pada perilaku ini telah diteliti sebagai

determinan perilaku kesehatan pada penelitian terakhir. Afek yang

berhubungan dengan perilaku mencerminkan reaksi emosional langsung

terhadap pemikiran tentang perilaku tersebut, yang bisa positif atau

negatif contohnya perilaku tersebut menggernbirakan, menyenangkan,

dapat dinikmati, membingungkan, atau tidak menyenangkan. Perilaku

yang berhubungan dengan afek positif kemungkinan akan di ulang dan

yang negatif kemungkinan akan dihindari. Ada perilaku yang bisa

menimbulkan perasaan positif dan negatif. Hal ini menyebabkan

keseimbangan relative di antara ajek positif dan negatif sebelum, saat dan

setelah perilaku tersebut merupakan hal yang penting untuk diketahui.

Activity-related Affect berbeda dari dimensi evaluasi terhadap sikap yang

dikemukakan olch Fishbein dan Ajzen. Dimensi evaluasi terhadap sikap

lebih mencerminkan evaluasi afektif pada hasil spesifik dari suatu

perilaku dari pada respon terhadap sifat stimulus perilaku itu sendiri.

Rentang penuh dari perasaan negatif dan positif harus diuraikan

untuk beberapa perilaku yang diberikan, sehingga keduanya dapat diukur

secara akurat. Pengukuran afek, dalam beberapa instrumen, perasaan

negatif diuraikan secara lebih luas dari pada perasaan positif. Hal ini tidak

rnengherankan karena kecemasan, ketakutan dan depresi telah diteliti

lebih banyak dibandingkan perasaan senang, gembira dan tenang. Adanya

hubungan antara self:- efficacy dan activity-related affect, diketahui

Page 8: teori promosi kesehatan

16

berdasarkan teori kognitif sosial. McAulay dan Courneya menemukan

bahwa respon afek positif saat latihan merupakan prediktor yang penting

terhadap efficacy setelah latihan. Hal ini sesuai dengan pernyataan

Bandura bahwa respon emosional dan pengaruhnya terhadap keadaan

psikologis saat melaktikan suatu perilaku berperan sebagai sumber

informasi efficacy. Dengan demikian, activity-related Affect dikatakan

mempengaruhi perilaku kesehatan secara langsung maupun tidak

langsung melalui self-efficacy dan komitmen terhadap rencana tindakan.

5) Pengaruh interpersonal (Interpersonal Influences)

Menurut HPM, pengaruh interpersonal adalah kesadaran mengenai

perilaku, kepercayaan atau pun sikap terhadap orang lain. Kesadaran ini

bisa atau tidak bisa sesuai dengan kenyataan. Sumber utama pengaruh

interpersonal pada perilaku promosi kesehatan adalah keluarga (orang tua

dan saudara kandung), terman, dan petugas perawatan kesehatan.

Pengaruh interpersonal meliputi norma (harapan dari orang-orang yang

berarti), dukungan sosial (dorongan instrumental dan emosional) dan

modeling (pembelajaran melalui mengobservasi perilaku khusus

seseorang ). Tiga proses interpersonal ini pada sejumlah penelitian

kesehatan tampak mempredisposisi seseorang untuk melaksanakan

perilaku promosi kesehatan . Norma sosial mernbentuk standar

pelaksanaan yang dapat dipakai atau ditolak oleh individu. Dukungan

sosial untuk suatu perilaku menyediakan sumber-sumber dukungan yang

diberikan oleh orang lain. Modeling menggambarkan komponen

berikutnya dari perilaku kesehatan dan merupakan strategi yang penting

Page 9: teori promosi kesehatan

17

bagi perubahan perilaku dalam teori kognitif sosial. Pengaruh

interpersonal mernpengaruhi perilaku promosi kesehatan secara langsung

maupun tidak langsung melalui tekanan sosial atau dorongan untuk

komitmen terhadap rencana tindakan. Individu sangat berbeda dalam

sensitivitas mereka terhadap harapan, contoh dan pujian orang lain.

Namun, diberikan motivasi yang cukup untuk berperilaku dalam cara

yang konsisten dengan pengaruh interpersonal, individu mungkin akan

melakukan perilaku-perilaku yang akan menimbulkan pujian dan

dukungan sosial bagi individu. Pengaruh interpersonal akan memiliki

efek, bila individu berhasil menyelesaikan perilaku tersebut, harapan dan

input orang lain, memahaminya dan menyatukannya ke dalam kesadaran

yang mewakili perilaku yang telah diberikan. Kemungkinan untuk

mempengaruhi orang lain dapat bervariasi perkembangannya dan lebih

khusus tampak pada orang dewasa. Kebudayaan tertentu mungkin lebih

menekankan pada pengaruh interpersonal dari pada yang lainnya.

Contohnya, familismo di antara populasi Hispanic dapat mendorong

seseorang untuk melaksanakan perilaku khusus bagi kebaikan keluarga

dari pada bagi pencapaian personal.

6) Pengaruh Situasional (Situational Influences)

Persepsi dan kesadaran personal terhadap berbagai situasi atau

keadaan dapat memudahkan atau menghalangi suatu perilaku. Pengaruh

situasi pada perilaku promosi kesehatan meliputi persepsi terhadap

pilihan yang ada, kharakteristik permintaan, dan ciri-ciri estetik dari suatu

lingkungan dimana perilaku tersebut dilakukan. Kaplan dan Kaplan,

Page 10: teori promosi kesehatan

18

dalam kerja mereka di lingkungan yang dikembalikan natural, telah

menekankan kesadaran bagaimana lingkungan atau keadaan situasional

dapat mempengaruhi kesehatan dan perilaku kesehatan. Individu tertarik

dan lebih kompeten dalam perilakunya di dalam situasi atau keadaan

lingkungan yang dirasakan lebih cocok dari pada lingkungan yang tidak

cocok, lingkungan yang berhubungan dari pada yang asing, lingkungan

yang aman dan meyakinkan dari pada lingkungan yang tidak aman dan

rnengancarn. Lingkungan yang menarik juga lebih diinginkan untuk

melaksanakan perilaku kesehatan.

Pengaruh situasional dalam HPM telah dikernukakan sebagai

pengaruh langsung atau tidak langsung pada perilaku kesehatan. Situasi

dapat secara langsung mempengaruhi perilakti dengan menyediakan suatu

lingkungan yang diisi dengan petunjuk-petunjuk yang akan menimbulkan

tindakan contohnya suatu lingkungan yang di tulis dilarang merokok akan

menciptakan karakteristik perilaku tidak merokok di lingkungan tersebut

seperti yang diwajibkan. Peraturan perusahaan untuk menggunakan alat

pelindung pendengaran akan menciptakan perilaku menggunakannya.

Situasi yang telah diuraikan di atas mendukung komitmen untuk tindakan

kesehatan. Pengaruh situasional telah meinberikan sedikit perhatian pada

penelitian HPM sebelumnya dan dapat diteliti lebih lanjut sebagai

determinan yang secara potensial penting bagi perilaku kesehatan.

Mereka dapat dipegang sebagai kunci penting dalam mengembangkan

stategi barn yang lebih efektif untuk memfasilitasi penerirnaan dan

pemeliharaan perilaku kesehatan.

Page 11: teori promosi kesehatan

19

c. Komitmen terhadap rencana tindakan (Comitment to a Plan of Action)

Tanggung jawab untuk merencanakan tindakan (Planning of

Action/POA) merupakan awal dari suatu peristiwa perilaku. Tanggung jawab

ini akan mendorong individu ke arah perilaku kecuali kebutuhan

berkompetisi yang tidak dapat dihindari oleh individu atau pilihan

berkompetisi tidak ditolak oleh individu.

Manusia umumnya meningkatkan perilaku berorganisasi daripada

tidak. Menurut Ajzen dan Fishbein, kesengajaan adalah faktor utama yang

menentukan kernauan berperilaku. Tanggung dalam merencanakan tindakan

pada HPM yang telah direvisi menunjukkan pokok yang mendasari proses

kognitif :

1) Tanggung jawab untuk melakukan tindakan yang spesifik pada waktu dan

tempat yang telah diberikan dengan orang-orang tertentu atau secara

perorangan, dengan mengabaikan pilihan berkompetensi.

2) Mengidentifikasi strategi-strategi yang menentukan untuk mendapatkan,

membawa dan memperkuat perilaku.

3) Kebutuhan mengidentifikasi strategi-strategi spesifik digunakan pada

tempat yang berbeda didalam rangkaian perilaku, kedepannya merupakan

kemungkinan yang disengaja dan yang lebih lanjut bahvva perencanaan

tindakan (POA) yang dikembangkan oleh perawat dan klien akan sukses

di implementasikan. Strategi perjanjian sebagai contoh terdiri dari

tindakan/aksi persetujuan satu sama lain dimana tanggung jawab satu

kelompok dengan pemahaman bahwa kelompok lain akan menyediakan

beberapa penghargaan yang nyata atau kekuatan jika kelompok pertama

Page 12: teori promosi kesehatan

20

bertanggung jawab secara terus menerus. Strategi-strategi dapat dipilih

oleh kelompok untuk memberikan kekuatan terhadap perilaku kesehatan

menurut pilihan kelompok dan berdasarkan tahap perubahan yang

dihadapi. Tanggung jawab sendiri tanpa strategi-strategi dari teman

sejawat sering mampu memberikan “Hasil yang Baik” namun gagal

membentuk suatu nilai perilaku kesehatan.

d. Kompetisi Permintaan dan Pilihan (Immediate Competing Demand and

Preference).

Kompetisi antara permintaan dan pilihan merujuk pada alternatif

perilaku yang memaksakan ke dalam kebingungan sebagai bagian dari yang

sebelumnya dapat terjadi dan diharapkan segera menjadi perilaku promosi

kesehatan sesuai rencana. Kompetisi permintaan atau memenuhi tuntutan

dipandang sebagai perilaku alternatif dimana individu relatif memiliki level

kontrol yang rendah karena ketergantungan terhadap lingkungan seperti

bekerja atau tanggung jawab perawatan keluarga. Kegagalan merespon suatu

kebutuhan dapat memiliki efek yang tidak menguntungkan untuk diri sendiri

atau untuk hal-hal lain yang penting. Kompetisi pilihan dipandang sebagai

alternatif perilaku dengan kekuatan penuh yang menggambarkan

kemampuan individu menggunakan level kontrol yang tinggi. Individu dapat

menerapkan perilaku promosi kesehatan dan setuju berkompetisi dengan

pilihan. Kontrol yang tinggi ini sangat tergantung pada kemampuan

mengatur diri dan tidak menyerah. Contoh dari perilaku menyerah adalah

mernilih makanan tinggi lemak daripada rendah lernak karena rasa atau

selera pilihan; mengemudi dengan melewati pusat rekreasi; selalu berlatih

Page 13: teori promosi kesehatan

21

berhenti di mall (suatu pilihan untuk melihat-lihat atau belanja daripada

berolahraga). Kedua kompetisi untuk memenuhi permintaan atau melakukan

pilihan berbeda dari rintangan yang harus dibawa oleh individu dan perilaku

yang tidak diantisipasi berdasarkan pada kebutuhan eksternal atau hasil yang

tidak baik/diperhitungkan dapat terjadi. Kompetisi berbeda dari hambatan

terhadap perilaku tertentu karena kekurangan waktu dan sebagainya.

Kompetisi adalah dorongan terakhir yang didasari pada hierarki pilihan yang

mengubah suatu rencana melakukan tindakan kesehatan yang positif.

Ada terdapat bermacam kernarnpuan individu untuk fokus dan

menghindari gangguan. Individu dapat memiliki kemampuan mempengaruhi

perkembangan atau secara biologis menjadi lebih mudah dipengaruhi selama

tindakan daripada yang lain. Hambatan melakukan pilihan memerlukan

latihan dari pengaturan diri sendiri dan mengontrol komitmen. Komitmen

yang kuat untuk mematuhi tindakan yang telah ditetapkan, mendukung suatu

perilaku. Model HPM, mendeskripsikan secara jelas persaingan memenuhi

tuntutan atau kemampuan memilih akan secara langsung mempengaruhi

kemungkinan terjadinya perilaku kesehatan.

e. Hasil perilaku (behavioral outcome).

Hasil akhir atau hasil tindakan yang diharapkan dari promosi

kesehatan adalah perilaku promosi kesehatan. Penerapan perilaku promosi

kesehatan pada akhirnya bertujuan untuk mencapai tingkat kesehatan yang

optimal bagi klien, meningkatkan kemampuan fungsional dan peningkatan

kualitas hidup. Perilaku promosi kesehatan, khususnya ketika berintegrasi

menjadi gaya hidup sehat yang rneliputi semua aspek kehidupan,

Page 14: teori promosi kesehatan

22

menghasilkan pengalarnan kesehatan yang positif disepanjang proses

kehidupan.

3. Tahapan dari Perubahan Prilaku Kesehatan

Perubahan perilaku menjadi lebih sehat menurut Pender et al (2002)

seperti dikutip Kozier dkk (2004) adalah fenomena siklus dimana kemajuan

yang dicapai seseorang melalui beberapa tahapan. Tahap pertama umumnya

seseorang tidak terlalu memikirkan untuk melakukan perubahan perilaku.

Perjalanan waktu selanjunya menunjukkan keberhasilan seseorang dalam

mempertahankan perubahan perilaku. Ada banyak tahapan perubahan dalam

perilaku yang diajukan oleh beberapa ahli. Perubahan tersebut meliputi tahapan

dan bila tidak berhasil akrab terjadi pengulangan perilaku sebelumnya.

a. Precontemplation Stage

Tahap ini umumnya individu melakukan penyangkalan terhadap adanya

masalah dan melihat orang lain yang mengalami masalah serta

menginginkan orang lain yang melakukan perubahan perilaku. Insividu tidak

tertarik terhadap informasi mengenai perilaku dan tidak berfikir untuk

mengubah prilaku. Keadaan yang tidak dapat diharapkan dan perilaku tidak

dibawah kontrol seseorang, yang dipercaya sebagian invidu, mengakibatkan

individu menjadi defensif ketika dikonfrontasikan dengan informasi. Hal ini

dikarenakan perubahan yang pernah dilakukan di masa lampau tidak berhasil

sehingga memandang perilaku sebagai takdir atau perubahan tidak mungkin

dilakukan.

Page 15: teori promosi kesehatan

23

b. Contemplation Stage

Tahap kontemplasi adalah masa dimana seseoarang mulai mengakui

memiliki masalah, sangat serius mempertimbangkan perubahan perilaku

khusus, aktif mengumpulkan informasi dan memverbalisasi rencana untuk

melakukan perubahan dalam waktu singkat. Komitmen individu untuk

bertindak dalam fase ini masih rendah, dan beberapa individu dapat bertahap

dalam fase ini selama berbulan-bulan bahkan bertahun sebelum siap untuk

bertindak. Individu yang berhasil memasuki tahap selanjutnya, ditandai

dengan dua dasar pemikiran yang sangat jelas yaitu fokus pada penyelesaian

masalah dibandingkan masalah dan lebih berfikir ke masa depan

dibandingkan masa lalu.

c. Preparation Stage

Fase preparasi ditandai dengan kesanggupan kognitif dan aktivitas

perilaku individu yang menyiapkan seseorang untuk berubah. Individu

membuat perencanaan final untuk menyelesaikan perubahan di tahap ini.

Individu mulai melakukan perubahan kecil dalam berperilaku seperti

menghindari gula dalam kopi yang dinikmati.

d. Action Stage

Fase ini ditandai dengan aktifnya individu mengimplementasikan

perubahan perilaku dan strategi kognitif untuk menginterupsi pola perilaku

sebelumnya dan mengadopsi perilaku baru. Fase tindakan membutuhkan

komitmen yang tinggi dari tenaga dan waktu agar berhasil.

Page 16: teori promosi kesehatan

24

e. Maintenance Stage

Fase pemeliharaan dideskripsikan dengan tindakan individu

mengintegrasikan pola perilaku adopsi yang baru ke dalam gaya hidup

sehari-hari. Fase ini bertahan sampai individu tidak lagi tergoda untuk

kembali ke perilaku tidak sehat seperti sebelum perubahan. Komitmen yang

rendah pada fase maintenance dapat menyebabkan individu mundur ke tahap

sebelumnya, biasanya tahap precontemplation atau contemplation.

f. Termination Stage

Fase terminal merupakan tujuan utama yang ditandai dengan

kemampuan individu menimbulkan kepercayaan diri bahwa masalah tidak

lagi menjadi hal yang menggoda atau mengancam.

B. Tuberkulosis Paru

1. Pengertian

Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi

Mycobacterium tuberculosis complex dan merupakan masalah kesehatan

masyarakat yang penting di Indonesia. M.tuberculosis berbentuk batang,

berukuran panjang 5µ dan lebar 3µ, tidak membentuk spora dan termasuk

bakteri aerob. Mycobacteria disebut sebagai Basil Tahan Asam (BTA) karena

warna yang dihasilkan oleh pewarnaan dengan Gram, tidak dapat dihilangkan

dengan asam. Struktur dinding sel mycobacteria, terdapat lemak yang

berhubungan dengan arabinogalaktan dan peptidoglikan di bawahnya. Struktur

ini menurunkan permeabilitas dinding sel sehingga mengurangi efektivitas

terhadap antibiotik. Lipoarabinomannan suatu molekul lain dalam dinding sel

Page 17: teori promosi kesehatan

25

mycobacteria berperan dalam interaksi antara inang dan patogen menjadikan

M. tuberculosis dapat bertahan hidup di dalam makrofag (Perhimpunan Dokter

Paru Indonesia /PDPI 2011, p.1).

2. Etiologi

Proses terjadinya infeksi M. tuberculosis biasanya secara inhalasi,

sehingga TB paru merupakan manifestasi klinis yang paling sering dibanding

organ lainnya. Penularan penyakit ini sebagian besar melalui inhalasi basil yang

mengandung droplet nuclei, khususnya yang didapat dari pasien TB paru

dengan batuk berdarah atau berdahak yang mengandung BTA (Amin, 2007,

p.988-1000).

Penyebab TB adalah Mycobacterium tuberculosis, sejenis kuman

berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4 μm dan tebal 0,3-0,6 μm.

Sebagian besar dinding kuman terdiri atas asam lemak (lipid), peptidoglikan,

dan arabinomannan. Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan terhadap

asam (asam alkohol) sehinga disebut bakteri tahan asam (BTA) dan dia juga

lebih tahan tehadap gangguan kimia dan fisis. Hal ini terjadi karena kuman

berada dalam sifat dormant. Dari sifat dormant ini kuman dapat bangkit lagi

dan menjadikan penyakit TB menjadi aktif lagi (Alsagaff, 2004, p.18-19).

3. Patogenesis

Patogenesis tuberkulosis paru menurut PDPI (2011, p.2-3) terbagi atas

tuberkulosis primer dan sekunder.

Page 18: teori promosi kesehatan

26

a. Tuberkulosis primer

Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas akan bersarang

di jaringan paru sehingga akan terbentuk suatu sarang pneumonik, yang

disebut sarang primer atau afek primer. Sarang primer ini mungkin timbul di

bagian mana saja dalam paru, berbeda dengan sarang reaktivasi. Dari sarang

primer akan kelihatan peradangan saluran getah bening menuju hilus

(limfangitis lokal). Peradangan tersebut diikuti oleh pembesaran kelenjar

getah bening di hilus (limfadenitis regional). Afek primer bersama-sama

dengan limfangitis regional dikenal sebagai kompleks primer. Kompleks

primer ini akan mengalami salah satu nasib sebagai berikut :

1) Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali (restitution ad

integrum)

2) Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain sarang Ghon,

garis fibrotik, sarang perkapuran di hilus)

3) Menyebar dengan cara :

a) Perkontinuitatum, menyebar ke sekitarnya.

b) Penyebaran secara bronkogen, baik di paru bersangkutan maupun ke

paru sebelahnya atau tertelan.

c) Penyebaran secara hematogen dan limfogen. Penyebaran ini juga

dapat menimbulkan tuberkulosis pada alat tubuh lainnya, misalnya

tulang, ginjal, adrenal, genitalia dan sebagainya.

b. Tuberkulosis sekunder

Tuberkulosis postprimer ini akan muncul bertahun-tahun kemudian

tuberkulosis primer, biasanya pada usia 15-40 tahun. Tuberkulosis post-

Page 19: teori promosi kesehatan

27

primer dimulai dengan sarang dini, yang umumnya terletak di segmen apikal

dari lobus superior maupun lobus inferior. Sarang dini ini awalnya berbentuk

suatu sarang pneumonik kecil. Nasib sarang pneumonik ini akan mengikuti

salah satu jalan sebagai berikut:

1) Sarang pneumonik diresopsi kembali, dan sembuh kembali dengan tidak

meninggalkan cacat.

2) Sarang tadi mula mula meluas, tetapi segera terjadi proses penyembuhan

dengan penyebukan jaringan fibrosis. Jaringan ini selanjutnya akan terjadi

pengapuran dan akan sembuh dalam bentuk perkapuran dan dapat

kembali aktif dengan membentuk jaringan keju (kaseosa). Kaviti dapat

terbentuk bila jaringan keju dibatukkan keluar.

3) Sarang pneumonik meluas, membentuk jaringan keju (jaringan kaseosa).

Kavitas akan muncul dengan dibatukkannya jaringan keju keluar. Kavitas

awalnya berdinding tipis, kemudian dindingnya akan menjadi tebal

(kavitas sklerotik).

4. Manifestasi Klinis

Gejala yang ditampakkan penderita dengan tuberkulosis paru terdiri atas

gejala utama dan gejala tambahan. Gejala utama penyakit infeksi ini adalah

batuk terus menerus dan berdahak selama 3 minggu lebih. Gejala tambahan

yang sering ditemukan adalah pengeluaran dahak yang bercampur dengan

darah, batuk darah, sesak nafas dan rasa nyeri dada, badan lemas, nafsu makan

menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam walaupun tanpa

Page 20: teori promosi kesehatan

28

kegiatan dan demam meriang selama lebih dari satu bulan (DepKes RI, 2007,

p.13).

Price dan Wilson (2005, p. 852-854) menjelaskan tidak tampak tanda dan

gejala yang khas pada stadium dini TB Paru. Penyakit hanya dapat ddideteksi

dengan tes tuberkulin, pemeriksaan radiogram dan bakteriologi. Gejala baru

terlihat setelah penyakit berjalan dan destruksi jaringan paru-paru meluas

sehingga produksi sputum tinggi dan batuk bertambah berat. Umumnya tidak

dijumpai nyeri dada dan batuk darah hanya terjadi pada kasus yang sudah

sangat lanjut. Gejala yang dapat dialami beberapa pasien seperti batuk

produktif, keletihan, kelemahan, keringat pada malam hari dan berat badan

menurun.

5. Komplikasi Tuberkulosis Paru

Komplikasi yang sering dialami penderita tuberkulosis paru dengan

stadium lanjut adalah hemoptisis berat yang dapat menyebabkan kematian

karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan nafas, kolaps dari lobus

akibat retraksi bronkhial, bronkiektasi (pelebaran bronkus setempat) dan

fibrosis ( pembentukan jaringan ikat pada proses penyembuhan atau reaktif)

pada paru, pneumothorak (adanya rongga udara di dalam rongga pleura)

spontan : kolaps spontan karena kerusakan jaringan paru, penyebaran infeksi ke

organ lain seperti otak, tulang, persendian, ginjal dan sebagainya serta

insufisiensi kardio pulmoner (DepKes RI, 2002).

Penderita dengan tuberkulosis paru dapat mengalami komplikasi seperti

pleuritis, efusi pleura, empiema, laringitis, penjalaran ke organ lain, obstruksi

Page 21: teori promosi kesehatan

29

jalan nafas, kerusakan parenkim berat, amiloidosis, karsinoma paru dan

sindrom gagal nafas dewasa (Suyono dkk, 2001).

6. Pemeriksaan Diagnostik Tuberkulosis Paru

Pemeriksaan diagnostik yang penting dilakukan pada penderita dengan

tuberkulosis paru menurut menurut Suyono dkk (2001) adalah pemeriksaan

radiologis untuk menemukan lesi tuberkulosis, darah, sputum untuk

menemukan kuman BTA dan tes tuberkulin yang dipakai terutama untuk anak-

anak.

Diagnosis perkiraan tuberkulosis bila didapatkan hasil uji kulit

intradermal positif (Mantoux) dengan menggunakan PPD (Purified Protein

Derivative) 5 unit tuberkulin. Untuk diagnosa pasti, membutuhkan penemuan

basil tahan asam pada pewarnaan, yang harus dipastikan dengan biakan, karena

pewarnaan tahan asam tidak khusus untuk Mycobacterium tuberculosis saja.

Pada kasus yang dicurigai, bahan sputum yang diludahkan harus dikirim ke

laboraturium untuk pewarnaan tahan asam dan biakan pada pagi hari secara

terpisah sebanyak 3-5 kali (Stein, 2001).

Menurut Corwin (2001), perangkat diagnostik lain untuk menegakkan

diagnosa tuberkulosis paru adalah pemeriksaan sinar x, yang akan menunjukkan

pembentukan tuberkel lama atau baru.

7. Penanggulangan Tuberkulosis Paru di Indonesia

Pemerintah Indonesia pada tahun 1995 seperti dijelaskan oleh DepKes RI

(2007, p.6-7) mulai menerapkan program nasional penanggulangan TB dengan

strategi DOTS (Directly Observed Treatment Short-course) dan dilaksanakan di

Page 22: teori promosi kesehatan

30

Puskesmas secara bertahap. Strategi ini mulai dilaksanakan secara Nasional di

seluruh UPK terutama Puskesmas yang di integrasikan dalam pelayanan

kesehatan dasar sejak tahun 2000.

Strategi DOTS adalah strategi yang dikembangkan oleh WHO dan

IUATLD pada awal tahun 1990-an dan telah terbukti sebagai strategi

penanggulangan yang secara ekonomis paling efektif (cost-efective). Strategi ini

dikembangkan dari berbagi studi, uji coba klinik (clinical trials), pengalaman-

pengalaman terbaik (best practices), dan hasil implementasi program

penanggulangan TB selama lebih dari dua dekade. Penerapan strategi DOTS

secara baik, disamping secara cepat menekan penularan, juga mencegah

berkembangnya Multidrug Resistance-Tuberkulosis (MDR-TB).

Fokus utama DOTS adalah penemuan dan penyembuhan pasien, prioritas

diberikan kepada pasien TB tipe menular. Strategi ini akan memutuskan

penularan TB dan dengan demkian menurunkan insidens TB di masyarakat.

Menemukan dan menyembuhkan pasien merupakan cara terbaik dalam upaya

pencegahan penularan TB. Strategi DOTS terdiri dari 5 komponen utama yaitu :

a. Komitmen politis

b. Pemeriksaan dahak mikroskopis yang terjamin mutunya.

c. Pengobatan jangka pendek yang standar bagi semua kasus TB dengan

tatalaksana kasus yang tepat, termasuk pengawasan langsung pengobatan.

d. Jaminan ketersediaan OAT yang bermutu.

e. Sistem pencatatan dan pelaporan yang mampu memberikan penilaian

terhadap hasil pengobatan pasien dan kinerja program secara keseluruhan.

Page 23: teori promosi kesehatan

31

Strategi DOTS di atas telah dikembangkan oleh Kemitraan global dalam

penanggulangan TB (Stop TB partnership) dengan memperluas strategi DOTS

sebagai berikut :

a. Mencapai, mengoptimalkan dan mempertahankan mutu DOTS.

b. Berkontribusi dalam penguatan system kesehatan

c. Melibatkan semua pemberi pelayanan kesehatan baik pemerintah maupun

swasta.

d. Memberdayakan pasien dan masyarakat

e. Melaksanakan dan mengembangkan riset

Rencana strategi penanggulangan tuberkulosis di Indonesia berfokus pada

penguatan sumber daya, baik sarana dan prasaran maupun tenaga, selain

meningkatkan pelaksanaan strategi DOTS di seluruh UPK untuk mencapai

tujuan Program Penanggulangan Tuberkulosis Nasional, yaitu Angka

Penemuan Kasus minimal 70% dan Angka Kesembuhan minimal 85%.

Program ini diharapkan dapat menurunkan angka prevalensi TB di Indonesia

sebesar 50% dalam jangka waktu 5 tahun ke depan.

8. Pengobatan Tuberkulosis Paru

Tujuan millenium development goals (MDGs) pada tahun 2015 yang telah

ditetapkan pemerintah untuk menurunkan tingkat prevalensi dan kematian

akibat TB hingga separuhnya akan dapat tercapai bila program pengobatan

terhadap pasien TB berjalan dengan baik. Salah satu hal yang dapat mendukung

pelaksanaan tujuan di atas adalah pemberian Obat Anti Tuberkulosis (OAT)

Page 24: teori promosi kesehatan

32

sesuai dengan kriteria pasien yang telah ditentukan (DepKes RI, 2007, p.20-24).

Strategi pengobatan dengan OAT disusun dengan langkah sebagai berikut :

a. Tujuan Pengobatan

Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah

kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan

mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap OAT.

b. Jenis, sifat dan dosis OAT

Tabel 2.1Jenis, Sifat dan Dosis OAT

Jenis OAT SifatDosis yang direkomendasikan mg/kg

Harian 3x seminggu

Isoniazid (H) Bakterisid5

(4-6)10

(8-12)

Rifampicin (R) Bakterisid10

(8-12)10

(8-12)

Pyrazinamide (Z) Bakterisid25

(20-30)35

(30-40)

Streptomycin (S) Bakterisid15

(12-18)15

(12-18)

Ethambutol (E) Bakteriostatik15

(15-20)30

(20-35)

c. Prinsip pengobatan

Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip-prinsip sebagai

berikut:

1) OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam

jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan.

Pengobatan dengan menggunakan OAT tunggal (monoterapi). Pemakaian

OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) lebih menguntungkan dan

sangat dianjurkan.

Page 25: teori promosi kesehatan

33

2) Kepatuhan pasien menelan obat, dibantu dengan pengawasan langsung

(DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan

Obat (PMO).

3) Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.

a) Tahap awal (intensif)

(1) Pasien mendapat obat setiap hari pada tahap intensif (awal) dan

harus diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya

resistensi obat.

(2) Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara

tepat,biasanya pasien menular menjadi tidak menular dalam kurun

waktu 2 minggu.

(3) Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif

(konversi) dalam 2 bulan.

b) Tahap Lanjutan

(1) Tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun

dalam jangka waktu yang lebih lama

(2) Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister

sehingga mencegah terjadinya kekambuhan

d. Paduan OAT yang digunakan di Indonesia

Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan

Tuberkulosis di Indonesia adalah :

1) Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3.

2) Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3.

Page 26: teori promosi kesehatan

34

Obat lain yang juga disediakan selain kedua kategori obat diatas adalah

paduan obat sisipan (HRZE)

3) Kategori Anak: 2HRZ/4HR

Paduan OAT kategori-1 dan kategori-2 disediakan dalam bentuk paket

berupa obat kombinasi dosis tetap (OAT-KDT), sedangkan kategori anak

sementara ini disediakan dalam bentuk OAT kombipak. Tablet OAT KDT

ini terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam satu tablet. Dosisnya

disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan ini dikemas dalam satu paket

untuk satu pasien.

KDT mempunyai beberapa keuntungan dalam pengobatan tuberkulosis

diantaranya adalah :

1) Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga menjamin

efektifitas obat dan mengurangi efek samping.

2) Mencegah penggunaan obat tunggal sehinga menurunkan resik terjadinya

resistensi obat ganda dan mengurangi kesalahan penulisan resep.

3) Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga pemberian obat

menjadi sederhana dan meningkatkan kepatuhan pasien.

e. Paduan OAT dan peruntukannya.

1) Kategori-1 (2HRZE/ 4H3R3)

Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru :

a) Pasien baru TB paru BTA positif.

b) Pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif

c) Pasien TB ekstra paru

Page 27: teori promosi kesehatan

35

Tabel di bawah ini akan memperlihatkan peruntukan OAT berdasarkan

berat badan dan tahapan pengobatan.

Tabel 2.2Dosis untuk paduan OAT KDT untuk Kategori 1

Berat BadanTahap Intensif

tiap hari selama 56 hariRHZE (150/75/400/275)

Tahap Lanjutan3 kali seminggu selama 16

mingguRH (150/150)

30 – 37 kg 2 tablet 4KDT 2 tablet 2KDT38 – 54 kg 3 tablet 4KDT 3 tablet 2KDT55 – 70 kg 4 tablet 4KDT 4 tablet 2KDT

≥ 71 kg 5 tablet 4KDT 5 tablet 2KDT

Tabel 2.3 menjelaskan paduan OAT kombipak kategori 1 yang

dikonsumsi pasien TB Paru.

Tabel 2.3Dosis paduan OAT-Kombipak untuk Kategori 1

TahapPengobata

n

LamaPengoba

tan

Dosis per hari/kali Jumlahhari/kali

menelan

obat

TabletIsoniasid

@ 300 mgr

KapletRifampisin@ 450 mgr

TabletPirazinami

d@ 500 mgr

TabletEtambutol@ 250

mgr

Intensif 2 Bulan 1 1 3 3 56Lanjutan 4 Bulan 2 1 - - 48

2) Kategori -2 (2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3)

Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah

diobati sebelumnya:

a) Pasien kambuh

b) Pasien gagal

c) Pasien dengan pengobatan setelah putus berobat (default)

Page 28: teori promosi kesehatan

36

Tabel di bawah ini akan memperlihatkan peruntukan OAT kategori

2 untuk pasien dengan kriteria di atas.

Tabel 2.4Dosis untuk paduan OAT KDT untuk Kategori 2

Berat Badan

Tahap Intensiftiap hari

RHZE (150/75/400/275) + S

Tahap Lanjutan3 kali seminggu

RH (150/150) + E (400)

Selama 56 hari

Selama 28 hari

Selama 20 minggu

30 – 37 kg

2 tab 4KDT+ 500 mg

Streptomisin inj.

2 tab 4KDT2 tab 2KDT

+ 2 tab Etambutol

38 – 54 kg

3 tab 4KDT+ 750 mg

Streptomisin inj.

3 tab 4KDT3 tab 2KDT

+ 3 tab Etambutol

55 – 70 kg 4 tab 4KDT 4 tab 4KDT 4 tab 2KDT

Tabel 2.5 menjelaskan paduan OAT kombipak kategori 2 yang

dikonsumsi pasien TB Paru.

Tabel 2.5Dosis paduan OAT-Kombipak untuk Kategori 2

Tahap Pengobata

n

Lama Pengobata

n

Tablet Isoniazi

d @ 300 mgr

Tablet Rifampisin @ 450

mgr

Tablet Pirazinamid @ 500

mgr

Etambutol Streptomisin

Jumlah hari/ka

li

Tablet@ 250

mgr

Tablet @ 400 mgr

Inj menelan obat

Intensif 2 Bulan 1 1 3 3 -' 0,75 gr 56(Dosis Harian)

1 Bulan 1 1 3 3 -' -' 28

Lanjutan

4 Bulan 2 -' 4 Bulan 1 2 4 Bulan 60(Dosis 3x/mingg

u)

Page 29: teori promosi kesehatan

37

Hal yang perlu dicatat adalah dosis maksimal streptomisin untuk

pasien yang berumur 60 tahun ke atas sebanyak 500mg tanpa

memperhatikan berat badan. Dosis yang diberikan untuk perempuan hamil

harus memperhatikan syarat pengobatan TB dalam keadaan khusus yang

terdapat dipanduan cara pengobatan TB Paru.

f. OAT Sisipan (HRZE)

Paket sisipan KDT adalah sama seperti paduan paket untuk tahap

intensif kategori 1 yang diberikan selama sebulan (28 hari), seperti tampak

pada tabel di bawah ini :

Tabel 2.6Dosis KDT untuk Sisipan

Berat BadanTahap Intensif

tiap hari selama 28 hariRHZE (150/75/400/275)

30 – 37 kg 2 tablet 4KDT38 – 54 kg 3 tablet 4KDT55 – 70 kg 4 tablet 4KDT

≥ 71 kg 5 tablet 4KDT

Tabel 2.7 menjelaskan paduan OAT kombipak untuk sisipanyang

dapat diberikan pada pasien TB Paru.

Tabel 2.7Dosis paduan OAT-Kombipak untuk Sisipan

TahapPengobatan

LamaPengobatan

Dosis per hari/kali Jumlahhari/kalimenelan

obat

TabletIsoniasid

@ 300 mgr

KapletRifampisin@ 450 mgr

TabletPirazinamid@ 500 mgr

TabletEtambutol@ 250 mgr

Intensif (Dosis Harian)

1 Bulan 1 1 3 3 28

Page 30: teori promosi kesehatan

38

Penggunaan OAT lapis kedua misalnya golongan aminoglikosida

(misalnya kanamisin) dan golongan kuinolon tidak dianjurkan diberikan

kepada pasien baru tanpa indikasi yang jelas karena potensi obat tersebut

jauh lebih rendah daripada OAT lapis pertama. Disamping itu dapat juga

meningkatkan terjadinya risiko resistensi pada OAT lapis kedua.