teori perencanaan proyek
DESCRIPTION
Teori Perencanaan proyekTRANSCRIPT
Teori Perencanaan proyek konstruksi
Pelaksanaan atau pekerjaan sebuah proyek konstruksi dimulai dengan penyusunan perencanaan,
penyusunan jadwal (penjadwalan) dan untuk memperoleh hasil yang sesuai dengan perencanaan
diperlukan pengendalian. Sebelum pembahasan lebih lanjut maka pengertian dari ketiga kegiatan
pokok itu diberikan sebagai dasar pemikiran lebih lanjut.
1. Perencanaan
Perencanaan adalah suatu proses yang mencoba meletakkan dasar tujuan dan sasaran termasuk
menyiapkan segala sumber daya untuk mencapainya. Perencanaan memberikan pegangan bagi
pelaksanaan mengenai alokasi sumber daya untuk melaksanakan kegiatan (Imam Soeharto,
1997). Secara garis besar, perencanaan berfungsi untuk meletakkan dasar sasaran proyek, yaitu
penjadwalan, anggaran dan mutu.
Pengertian di atas menekankan bahwa perencanaan merupakan suatu proses, ini berarti
perencanaan tersebut mengalami tahap-tahap pengerjaan tertentu Tahap-tahap pekerjaan itu yang
disebut proses. Dalam menyusun suatu perencanaan yang lengkap minimal meliputi :
a. Menentukan tujuan.
Tujuan dimaksudkan sebagai pedoman yang memberikan arah gerak dari kegiatan yang akan
dilakukan.
b. Menentukan sasaran.
Sasaran adalah titik-titik tertentu yang perlu dicapai untuk mewujudkan suatu tujuan yang lelah
ditetapkan sebelumnya
c. Mengkaji posisi awal terhadap tujuan.
Untuk mengetahui sejauh mana kesiapan dan posisi maka perlu diadakan kajian terhadap posisi
dan situasi awal terhadap tujuan dan sasaran yang hendak dicapai
d. Memilih alternatif.
Selalu tersedia beberapa alternatif yang dapat dipergunakan untuk mewujudkan tujuan dan
sasaran. Karenanya memilih alternatif yang paling sesuai untuk suatu kegiatan yang hendak
dilakukan memerlukan kejelian dan pengkajian perlu dilakukan agar alternatif yang dipilih tidak
merugikan kelak.
e. Menyusun rangkaian langkah untuk mencapai tujuan
Proses ini terdiri dari penetapan langkah terbaik yang mungkin dapat dilaksanakan setelah
memperhatikan berbagai batasan.
Tahapan perencanaan di atas merupakan suatu rangkaian proses yang dilakukan sesuai
urutannya. Dari proses tersebut perencanaan disusun dan selanjutnya dilakukan penjadwalan.
2. Penjadwalan
Penjadwalan dalam pengertian proyek konstruksi merupakan perangkat untuk menentukan
aktivitas yang diperlukan untuk menyelesaikan suatu proyek dalam urutan serta kerangka waktu
tertentu, dalam mana setiap aktivitas harus dilaksanakan agar proyek selesai tepat waktu dengan
biaya yang ekonomis (Callahan, 1992). Penjadwalan meliputi tenaga kerja, material, peralatan,
keuangan, dan waktu. Dengan penjadwalan yang tepat maka beberapa macam kerugian dapat
dihindarkan seperti keterlambatan, pembengkakan biaya, dan perselisihan.
Beberapa manfaat yang dapat diperoleh dari penjadwalan antara lain :
a) Bagi pemilik :
(1) Mengetahui waktu mulai dan selesainya proyek.
(2) Merencanakan aliran kas.
(3) Mengevaluasi efek perubahan terhadap waktu penyelesaian dan biaya proyek.
b) Bagi kontraktor:
(1) Memprediksi kapan suatu kegiatan yang spesifik dimulai dan diakhiri.
(2) Merencanakan kebutuhan material, peralalan, dan tenaga kerja.
(3) Mengatur waktu keterlibatan sub-kontraktor.
(4) Menghindari konflik antara sub-kontraktor dan pekerja.
(5) Merencanakan aliran kas
(6) Mengevaluasi efek perubahan terhadap waktu penyelesaian dan biaya proyek.
3. Pengendalian
R.J. Mockler, 1972, dalam Imam Soeharto (1997) memberikan pengertian tentang pengendalian.
Menurutnya, pengendalian adalah usaha yang sistematis untuk menentukan standar yang sesuai
dengan sasaran perencanaan, merancang sistem informasi, membandingkan pelaksanaan dengan
standar, menganalisis kemungkinan adanya penyimpangan antara pelaksanaan dan standar,
kemudian mengambil tindakan pembetulan yang diperlukan agar sumber daya digunakan secara
efektif dan efisien dalam rangka mencapai sasaran.
Berdasarkan pengertian yang diberikan oleh Mockler, maka proses pengendalian proyek dapat
diuraikan menjadi langkah-langkah sebagai berikut:
a. Menentukan sasaran.
b. Definisi lingkup kerja.
c. Menentukan standar dan kriteria sebagai patokan dalam rangka mencapai sasaran.
d. Merancang/menyusun sistem informasi, pemantauan, dan pelaporan hasil pelaksanaan
pekerjaan.
e. Mengkaji dan menganalisis hasil pekerjaan terhadap standar, kriteria, dan sasaran yang telah
ditentukan.
f. Mengadakan tindakan pembetulan.
Fungsi utama pengendalian adalah memantau dan mengkaji (bila perlu mengadakan koreksi)
agar langkah-langkah kegiatan terbimbing ke arah tujuan yang telah ditetapkan. Pengendalian
memantau apakah hasil kegiatan yang telah dilaksanakan sesuai dengan patokan yang telah
digariskan dan memastikan penggunaan sumber daya yang efektif dan efisien.
4. RDM, Konstrain, Lead dan Lag
PDM (Precedence Diagram Methode) disebut juga metode preseden diagram yang
menggambarkan jaringan kerja yang termasuk klasifikasi AON (Activity on Node) di mana
kegiatan ditulis di dalam kotak alan lingkaran. Anak panah dipakai hanya untnk menjelaskan
hubungan ketergantungan di antara kegiatan-kegiatan. Hubungan antar kegiatan pada AON
digambarkan :
PDM dapat dinyatakan dengan simbol :
Konstrain menunjukkan hubungan logis antar kegiatan dengan satu garis dari nodeterdahulu ke
node berikutnya. Satu konstrain hanya dapat menghubungkan dua node. PDM memiliki empat
macam konstrain :
a. Konstrain Finish to Start (FS)
b. Konstrain Start to Start (SS)
SS (i-j) =b
c. Konstrain Finish to Finish (FF)
d. Konstrain Start to Finish(SF)
Catatan :
b dan d disebutLead time(waktu mendahului).
a dan c disebut Lag time (waktu tertunda)
5. Metode Pengendalian Biaya dan Waktu
Penyimpangan terhadap perencanaan sering terjadi, baik terhadap biaya maupun waktu untuk
mengetahui terjadinya penyimpangan secara dini daput dipergunakan metode varian dan
metode earned value alau metode nilai hasil. Melode-metode ini dipakai untuk pengendalian
terhadap biaya dan waktu.
a. Metode Varian
Pengendalian biaya proyek dengan melakukan identifikasi varian pada data pengeluaran biaya
pelaksanaan terhadap biaya rencana secara periodik atau dalam kurun waktu tertentu.
b. Metode Nilai Hasil {earned value}
Dalam metode ini memakai dasar-dasar asumsi tertentu agar dapat dikembangkan untuk
membuat perkiraan atau proyeksi keadaan masa depan proyek. Metode ini digunakan untuk :
(1) Mengetahui performance proyek dari sisi biaya pada suatu waktu;
- apakah pengeluaran biaya > dari rencana.
- apakah pengeluaran biaya < dari rencana.
- apakah pengeluaran biaya = dari rencana.
(2) Mengetahui performance proyek dari sisi jadwal/waktu pada suatu waktu;
- apakah waktu pelaksanaan lebih cepat dibanding rencana.
- apakah waktu pelaksanaan lebih lambat dibanding rencana.
- apakah waktu pelaksanaan sama dengan rencana.
(3) Prediksi biaya untuk menyelesaikan proyek setelah waktu evaluasi ; proyek untung atau rugi.
(4) Prediksi waktu untuk menyelesaikan proyek setelah evaluasi, lebih cepat atau lebih lambat.
6. Indikator dan Formulasi
Indikator yang digunakan dalam konsep nilai hasil :
a. ACWP (Actual Cost Work Performed) ; jumlah biaya aktual/yang sesungguhnya untuk suatu
pekerjaan yang telah terlaksana dalam kurun waktu tertentu, didapat dan laporan akuntansi.
b. BCWP (Undated Cost of Work Performed); jumlah nilai hasil pekerjaan yang telah
diselesaikan untuk suatu pekerjaan dalam kurun waktu tertentu, didapat dari laporan prestasi
mingguan.
c. BCWS (Budgeted Cost of Work Scheduled) ; biaya/anggaran yang direncanakan untuk
menyelesaikan suatu pekerjaan, didapat dari time schedule, Bar Chard dan kurva S.
Ketiga indikator ini memperlihatkan varian biaya dan varian waktu.
Varian biaya adalah penyimpangan pengeluaran biaya aktual untuk pelaksanaan pekerjaan
terhadap prestasi riil dalam satuan biaya Varian biaya = Cost Varian = CV.
Formulasi:
CV = BCWP – ACWP
Varian waktu/jadwal adalah penyimpangan prestasi riil (dalam satuan biaya) terhadap biaya
rencana. Varian Jadwal = Schedule Varian = SV.
Formulasi :
SV = KCWP – BCWS
Kinerja proyek dari analisis varian biaya dan varian waktu yang mungkin terjadi dapat dilihat
sebagai berikut :
- CV Positif berarti pekerjaan dilaksanakan dengan biaya kurang dari anggaran; untung.
- CV negatif berarti pekerjaan dilaksanakan dengan biaya lebih dan anggaran; rugi.
- CV nol berarti pekerjaan dilaksanakan dengan biaya sama dengan anggaran.
- SV positif berarti pekerjaan dilaksanakan lebih cepat.
- SV negatif berarti pekerjaan dilaksanakan terlambat.
- SV nol berarti pekerjaan dilaksanakan sesuai waktu rencana.
Untuk mengetahui efisiensi penggunaan sumber daya pada proyek digunakan indeks kinerja
biaya dan indeks kinerja jadwal yang formulasinya adalah :
a. Indeks Kinerja Biaya = Cast Performance Indeks CPI
CPI = BCWP
ACWP
b. Indeks Kinerja Jadwal = Schedule Performance Indeks SPI
SPI = BCWP
BCWS
Keterangan :
- Jika CPI < 1 berarti pengeluaran lebih besar dari anggaran.
- Jika CPI > 1 berarti pengeluaran lebih kecil dari anggaran, pelaksanaan baik.
- Jika CPI = 1 berarti pengeluaran sesuai dengan anggaran.
- Jika SPI < 1 berarti pekerjaan terlambat.
- Jika SPI > 1 berarti pekerjaan lebih cepat
- Jika SPI = 1 berarti pekerjaan sesuai dengan rencana.
Perkiraan Biaya Pekerjaan Tersisa (ETC)
Formulasi :
ETC = Anggaran – BCWP
CPI
= X � BCWP1 X = total anggaran
C1
Perkiraan biaya Sampai Akhir Proyek (EAC)
Formulasi :
EAC = E T C + ACWP1
Keuntungan /kerugian = Anggaran – EAC
Perkiraan Waktu Sampai Penyelesaian Proyek
Rencana Waktu Keseluruhan = X bulan
Waktu tersisa = X � Waktu Pelaporan
Waktu Pelaporan = t1 = X � t1
Indeks Kinerja Jadwal, Formulasi : SPI = BCWP1 = S1
BCWS1
Perkiraan Waktu Pekerjaan Tersisa (ETS)
Formulasi :
ETS = Rencana � waktu pelaporan = X � t1
SPI S1
Perkiraan Waktu Sampai Akhir Proyek (EAS)
EAS = ETA + waktu pelaporan = ETS + t1
Keterlambatan / cepat = rencana waktu � EAS
Manajemen Resiko dalam Proyek Konstruksi
Manajemen Risiko
Manajemen risiko adalah suatu pendekatan terstruktur/metodologi dalam mengelola
ketidakpastian yang berkaitan dengan ancaman; suatu rangkaian aktivitas manusia termasuk:
Penilaian risiko, pengembangan strategi untuk mengelolanya dan mitigasi risiko dengan
menggunakan pemberdayaan/pengelolaan sumberdaya. Strategi yang dapat diambil antara lain
adalah memindahkan risiko kepada pihak lain, menghindari risiko, mengurangi efek negatif
risiko, dan menampung sebagian atau semua konsekuensi risiko tertentu. Manajemen risiko
tradisional terfokus pada risiko-risiko yang timbul oleh penyebab fisik atau legal (seperti
bencana alam atau kebakaran, kematian, serta tuntutan hukum. Manajemen risiko keuangan, di
sisi lain, terfokus pada risiko yang dapat dikelola dengan menggunakan instrumen-instrumen
keuangan.
Sasaran dari pelaksanaan manajemen risiko adalah untuk mengurangi risiko yang berbeda-beda
yang berkaitan dengan bidang yang telah dipilih pada tingkat yang dapat diterima oleh
masyarakat. Hal ini dapat berupa berbagai jenis ancaman yang disebabkan oleh lingkungan,
teknologi, manusia, organisasi dan politik. Di sisi lain pelaksanaan manajemen risiko melibatkan
segala cara yang tersedia bagi manusia, khususnya, bagi entitas manajemen risiko (manusia,
staff, dan organisasi).
Dalam perkembangannya Risiko-risiko yang dibahas dalam manajemen risiko dapat diklasifikasi
menjadi
Risiko Operasional
Risiko Hazard
Risiko Finansial
Risiko Strategik
Hal ini menimbulkan ide untuk menerapkan pelaksanaan Manajemen Risiko Terintegrasi
Korporasi (Enterprise Risk Management).
Manajemen Risiko dimulai dari proses identifikasi risiko, penilaian risiko, mitigasi,monitoring
dan evaluasi.
Manajemen Resiko dalam Proyek Konstruksi
Ada banyak definisi tentang resiko, resiko dapat ditafsirkan sebagai bentuk keadaan
ketidakpastian tentang suatu keadaan yang akan terjadi nantinya (future) dengan keputusan yang
diambil berdasarkan berbagai pertimbangan pada saat ini. Manajemen resiko adalah proses
pengukuran atau penilaian resiko serta pengembangan strategi pengelolaannya. Strategi yang
dapat diambil antara lain adalah memindahkan resiko kepada pihak lain, menghindari resiko,
mengurangi efek negatif resiko, dan menampung sebagian atau semua konsekuensi resiko
tertentu. Manajemen resiko tradisional terfokus pada resiko-resiko yang timbul oleh penyebab
fisik atau legal (seperti bencana alam atau kebakaran, kematian serta tuntutan hokum).
(Wikipedia).
Adapun Pengertian manajemen resiko menurut beberapa ahli :
1. Menurut Smith, 1990 Manajemen Resiko didefinisikan sebagai proses identifikasi,
pengukuran, dan kontrol keuangan dari sebuah resiko yang mengancam aset dan
penghasilan dari sebuah perusahaan atau proyek yang dapat menimbulkan kerusakan atau
kerugian pada perusahaan tersebut.
2. Menurut Clough and Sears, 1994, Manajemen risiko didefinisikan sebagai suatu
pendekatan yang komprehensif untuk menangani semua kejadian yang menimbulkan
kerugian.
3. Menurut William, et.al.,1995,p.27 Manajemen risiko juga merupakan suatu aplikasi
dari manajemen umum yang mencoba untuk mengidentifikasi, mengukur, dan menangani
sebab dan akibat dari ketidakpastian pada sebuah organisasi.
4. Dorfman, 1998, p. 9 Manajemen risiko dikatakan sebagai suatu proses logis dalam
usahanya untuk memahami eksposur terhadap suatu kerugian.
Tindakan manajemen resiko diambil oleh para praktisi untuk merespon bermacam-macam
resiko. Responden melakukan dua macam tindakan manajemen resiko yaitu mencegah dan
memperbaiki. Tindakan mencegah digunakan untuk mengurangi, menghindari, atau mentransfer
resiko pada tahap awal proyek konstruksi. Sedangkan tindakan memperbaiki adalah untuk
mengurangi efek-efek ketika resiko terjadi atau ketika resiko harus diambil (Shen, 1997).
Manajemen resiko adalah sebuah cara yang sistematis dalam memandang sebuah resiko dan
menentukan dengan tepat penanganan resiko tersebut. Ini merupakan sebuah sarana untuk
mengidentifikasi sumber dari resiko dan ketidakpastian, dan memperkirakan dampak yang
ditimbulkan dan mengembangkan respon yang harus dilakukan untuk menanggapi resiko
(Uher,1996).
Pendekatan sistematis mengenai manajemen risiko dibagi menjadi 3 stage utama, yaitu
(Soeharto, 1999):
1. Identifikasi resiko
2. Analisa dan evaluasi resiko
3. Respon atau reaksi untuk menanggulangi resiko tersebut
Manfaat Manajemen Risiko Manfaat yang diperoleh dengan menerapkan manajemen resiko antara lain (Mok et al., 1996)
Berguna untuk mengambil keputusan dalam menangani masalah-masalah yang rumit.
- Memudahkan estimasi biaya.
- Memberikan pendapat dan intuisi dalam pembuatan keputusan yang dihasilkan dalam cara yang
benar.
- Memungkinkan bagi para pembuat keputusan untuk menghadapi resiko dan ketidakpastian
dalam keadaan yang nyata.
- Memungkinkan bagi para pembuat keputusan untuk memutuskan berapa banyak informasi
yang dibutuhkan dalam menyelesaikan masalah.
- Meningkatkan pendekatan sistematis dan logika untuk membuat keputusan.
- Menyediakan pedoman untuk membantu perumusan masalah.
- Memungkinkan analisa yang cermat dari pilihan-pilihan alternatif.
Menurut Darmawi, (2005, p. 11) Manfaat manajemen risiko yang diberikan terhadap perusahaan
dapat dibagi dalam 5 (lima) kategori utama yaitu :
a. Manajemen risiko mungkin dapat mencegah perusahaan dari kegagalan.
b. Manajemen risiko menunjang secara langsung peningkatan laba.
c. Manajemen risiko dapat memberikan laba secara tidak langsung.
d. Adanya ketenangan pikiran bagi manajer yang disebabkan oleh adanya perlindungan terhadap
risiko murni, merupakan harta non material bagi perusahaan itu.
e. Manajemen risiko melindungi perusahaan dari risiko murni, dan karena kreditur pelanggan
dan pemasok lebih menyukai perusahaan yang dilindungi maka secara tidak langsung menolong
meningkatkan public image.
Manfaat manajemen risiko dalam perusahaan sangat jelas, maka secara implisit sudah
terkandung didalamnya satu atau lebih sasaran yang akan dicapai manajemen risiko antara lain
sebagai berikut ini (Darmawi, 2005, p. 13).
a. Survival
b. Kedamaian pikiran
c. Memperkecil biaya
d. Menstabilkan pendapatan perusahaan
e. Memperkecil atau meniadakan gangguan operasi perusahaan
f. Melanjutkan pertumbuhan perusahaan
g. Merumuskan tanggung jawab social perusahaan terhadap karyawan dan masyarakat.
ANALISIS RISIKO
Risiko adalah hal yang tidak akan pernah dapat dihindari pada suatu kegiatan / aktivitas yang
idlakukan manusia, termasuk aktivitas proyek pembangunan dan proyek konstyruksi. Karena
dalam setiap kegiatan, seperti kegiatan konstruksi, pasti ada berbagai ketidakpastian
(uncertainty). Faktor ketidakpastian inilah yang akhirnya menyebabkan timbulnya risiko pada
suatu kegiatan. Para ahli mendefinisikan risiko sebagai berikut :
1. Risiko adalah suatu variasi dari hasil – hasil yang dapat terjadi selama periode tertentu pada
kondisi tertentu (William & Heins, 1985).
2. Risiko adalah sebuah potensi variasi sebuah hasil (William, Smith, Young, 1995).
3. Risiko adalah kombinasi probabilita suatu kejadian dengan konsekuensi atau akibatnya
(Siahaan, 2007).
Macam Risiko
Risiko adalah buah dari ketidakpastian, dan tentunya ada banyak sekali faktor – faktor
ketidakpastian pada sebuah proyek yang tentunya dapat menghasilkan berbagai macam risiko.
Risiko dapat dikelompokkan menjadi beberapa macam menurut karakteristiknya, yaitu lain:
1. Risiko berdasarkan sifat
a. Risiko Spekulatif (Speculative Risk), yaitu risiko yang memang sengaja diadakan, agar dilain
pihak dapat diharapkan hal – hal yang menguntungkan. Contoh: Risiko yang disebabkan dalam
hutang piutang, membangun proyek, perjudian, menjual produk, dan sebagainya.
b. Risiko Murni (Pure Risk), yaitu risiko yang tidak disengaja, yang jika terjadi dapat
menimbulkan kerugian secara tiba – tiba. Contoh : Risiko kebakaran, perampokan, pencurian,
dan sebagainya.
2. Risiko berdasarkan dapat tidaknya dialihkan
a. Risiko yang dapat dialihkan, yaitu risiko yang dapat dipertanggungkan sebagai obyek yang
terkena risiko kepada perusahaan asuransi dengan membayar sejumlah premi. Dengan demikian
kerugian tersebut menjadi tanggungan (beban) perusahaan asuransi.
b. Risiko yang tidak dapat dialihkan, yaitu semua risiko yang termasuk dalam risiko spekulatif
yang tidak dapat dipertanggungkan pada perusahaan asuransi.
3. Risiko berdasarkan asal timbulnya
a. Risiko Internal, yaitu risiko yang berasal dari dalam perusahaan itu sendiri. Misalnya risiko
kerusakan peralatan kerja pada proyek karena kesalahan operasi, risiko kecelakaan kerja, risiko
mismanagement, dan sebagainya.
b. Risiko Eksternal, yaitu risiko yang berasal dari luar perusahaan atau lingkungan luar
perusahaan. Misalnya risiko pencurian, penipuan, fluktuasi harga, perubahan politik, dan
sebagainya.
Selain macam – macam risiko diatas, Trieschman, Gustavon, Hoyt, (2001), juga mengemukakan
beberapa macam risiko yang lain, diantaranya :
1. Risiko Statis dan Risiko Dinamis (berdasarkan sejauh mana ketidakpastian berubah karena
perubahan waktu)
a. Risiko Statis. Yaitu risiko yang asalnya dari masyarakat yang tidak berubah yang berada
dalam keseimbangan stabil. Risiko statis dapat bersifat murni ataupun spekulatif. Contoh risiko
spekulasi statis : Menjalankan bisnis dalam ekonomi stabil. Contoh risiko murni statis :
Ketidakpastian dari terjadinya sambaran petir, angin topan, dan kematian secara acak (secara
random).
b. Risiko Dinamis. Risiko yang timbul karena terjadi perubahan dalam masyarakat. Risiko
dinamis dapat bersifat murni ataupun spekulatif. Contoh sumber risiko dinamis : urbanisasi,
perkembangan teknologi, dan perubahan undang – undang atau perubahan peraturan pemerintah.
2. Risiko Subyektif dan Risiko Obyektif
a. Risiko Subyektif
Risiko yang berkaitan dengan kondisi mental seseorang yang mengalami ragu – ragu atau cemas
akan terjadinya kejadian tertentu.
b. Risiko Obyektif
Probabilita penyimpangan aktual dari yang diharapkan (dari rata – rata) sesuai pengalaman.
Manajemen Risiko
Untuk dapat menanggulangi semua risiko yang mungkin terjadi, diperlukan sebuah proses yang
dinamakan sebagai manajemen risiko. Adapun beberapa definisi manajemen risiko dari berbagai
literatur yang didapat, antara lain :
a. Manajemen risiko merupakan proses formal dimana faktor – faktor risiko secara sistematis
diidentifikasi, diukur, dan dicari
b. Manajemen risiko merupakan metoda penanganan sistematis formal dimana dikonsentrasikan
pada pengientifikasian dan pengontrolan peristiwa atau kejadian yang memiliki kemungkinan
perubahan yang tidak diinginkan.
c. Manajemen risiko, dalam konteks proyek, adalah seni dan pengetahuan dalam
mengidentifikasi, menganalisa, dan menjawab faktor – faktor risiko sepanjang masa proyek.
Tabel 1. Definisi manajemen risiko
Definisi Manajemen Risiko Sumber
Referensi
Manajemen risiko merupakan pengenalan, pengukuran, dan perlakuan
terhadap kerugian dari kemungkinan kecelakaan yang muncul
Williams dan
Heins, 1985
Manajemen risiko merupakan sebuah proses untuk mengidentifikasi
terjadinya kerugian yang dialami oleh suatu organisasi dan memilih teknik
yang paling tepat untuk menangani kejadian tersebut
Redja, 2008
Manajemen risiko adalah sebuah proses formal untuk mengidentifikasi,
menganalisa, dan merespon sebuah risiko secara sistematis, sepanjang
jalannya proyek, untuk mendapatkan tingkatan tertinggi atau yang bias
diterima, dalam hal mengeliminasi risiko atau kontrol risiko
Al Bahar dan
Crandall, 1990
Manajemen risiko merupakan suatu aplikasi dari manajemen umum yang
mencoba untuk mengidentifikasi, mengukur, dan menangani sebab dan akibat
dari ketidakpastian pada sebuah organisasi
Williams,
Smith, Young,
1995
Dalam pelaksanaannya, terdapat beberapa tahapan dalam manajemen risiko. Terdapat beberapa
ahli yang mengemukakan pendapat mengenai tahapan – tahapan dalam manajemen risiko. Untuk
lebih jelasnya, dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Tahapan manajemen risiko
Tahapan Manajemen Risiko Sumber Referensi
a. Identifikasi risikob. Menafsir kerugian yang dapat terjadi (menentukan
probabilitas dan dampaknya)
c. Menangani risiko
d. Pengimplementasian
e. Memonitor dan mengevaluasi pengimplementasiannya
Williams dan
Heins, 1985
a. Identifikasi misib. Menafsir risiko dan ketidakpastian
c. Mengontrol risiko
d. Membiayai risiko
e. Pengadministrasian program
Williams, Smith,
Young, 1995
a. Identifikasi risikob. Evaluasi risiko
c. Memilih teknik manajemen risiko
d. Mengimplementasikan dan meninjau kembali keputusan yang dibuat
Trieschmann,
Gustavon, Hoyt,
1995
a. Menafsir risikob. Menganalisa risiko (menentukan probabilitas dan
konsekuensinya)
c. Menangani risiko
d. Mendokumentasikan proses manajemen risiko
Kerzner, 1995
a. Mengidentifikasi kerugianb. Menganalisa kerugian
c. Memilih teknik pengangan yang tepat (mengontrol risiko dan membiayai
risiko)
d. Mengimplementasikan dan memonitor program manajemen risiko
Redja, 2008
a. Mengidentifikasi risikob. Menafsir dan menganalisa risiko
c. Mengontrol risiko
Loosemore,
Raftery, Reilly,
Higgon, 2006
a. Identifikasi risikob. Analisa risiko dan proses evaluasi
c. Respon manajemen
d. Administrasi sistem
Al Bahar dan
Crandall, 1990
Selanjutnya, dalam penelitian ini akan dipakai tahapan – tahapan manajemen risiko yang
dikemukakan oleh Al Bahar dan Crandall (1990), dengan sedikit modifikasi, sehingga menjadi
sebagai berikut :
1. Identifikasi dan Analisa Risiko
2. Respon manajemen
3. Administrasi system.
Identifikasi dan Analisa Risiko
Tahapan pertama dalam proses manajemen risiko adalah tahap identifikasi risiko. Identifikasi
risiko merupakan suatu proses yang secara sistematis dan terus menerus dilakukan untuk
mengidentifikasi kemungkinan timbulnya risiko atau kerugian terhadap kekayaan, hutang, dan
personil perusahaan. Proses identifikasi risiko ini mungkin adalah proses yang terpenting, karena
dari proses inilah, semua risiko yang ada atau yang mungkin terjadi pada suatu proyek, harus
diidentifikasi.
Adapun proses identifikasi harus dilakukan secara cermat dan komprehensif, sehingga tidak ada
risiko yang terlewatkan atau tidak teridentifikasi. Dalam pelaksanaannya, identifikasi risiko
dapat dilakukan dengan beberapa teknik, antara lain:
a. Brainstorming
b. Questionnaire
c. Industry benchmarking
d. Scenario analysis
e. Risk assessment workshop
f. Incident investigation
g. Auditing
h. Inspection
i. Checklist
j. HAZOP (Hazard and Operability Studies)
k. dan sebagainya
Adapun cara – cara pelaksanaan identifikasi risiko secara nyata dalam sebuah proyek, adalah :
1. Membuat daftar bisnis yang dapat menimbulkan kerugian.
2. Membuat checklist kerugian potensial. Dalam checklist ini dibuat daftar kerugian dan
peringkat kerugian yang terjadi.
3. Membuat klasifikasi kerugian.
a. Kerugian atas kekayaan (property).
• Kekayaan langsung yang dihubungkan dengan kebutuhan untuk mengganti kekayaan yang
hilang atau rusak.
• Kekayaan yang tidak langsung, misalnya penurunan permintaan, image perusahaan, dan
sebagainya.
b. Kerugian atas hutang piutang, karena kerusakan kekayaan atau cideranya pribadi orang lain.
c. Kerugian atas personil perusahaan. Misalnya akibat kematian, ketidakmampuan, usia tua,
pengangguran, sakit, dan sebagainya.
Dalam mengidentifikasi risiko, beberapa ahli membaginya menjadi beberapa kategori,
diantaranya :
Tabel 3. Kategori risiko
Kategori Risiko Sumber Referensi
a. Risiko eksternalb. Risiko internal
c. Risiko teknis
d. Risiko legal
Kerzner, 1995
a. Risiko yang berhubungan dengan konstruksib. Risiko fisik
c. Risiko kontraktual dan legal
d. Risiko pelaksanaan
e. Risiko ekonomi
f. Risiko politik dan umum
Fisk, 1997
a. Risiko finansialb. Risiko legal
c. Risiko manajemen
d. Risiko pasar
e. Risiko politik dan kebijakan
f. Risiko teknis
Shen, Wu, Ng, 2001
a. Risiko teknologib. Risiko manusia
c. Risiko lingkungan
d. Risiko komersial dan legal
e. Risiko manajemen
f. Risiko ekonomi dan finansial
g. Risiko partner bisnis
h. Risiko politik
Loosemore, Raftery,
Reilly, Higgon,
2006
a. Risiko finansial dan ekonomib. Risiko desain
c. Risiko politik dan lingkungan
d. Risiko yang berhubungan dengan konstruksi
e. Risiko fisik
f. Risiko bencana alam
Al Bahar dan
Crandall, 1990
Respon Manajemen
Setelah risiko – risiko yang mungkin terjadi diidentifikasi dan dianalisa, kontraktor akan mulai
memformulasikan strategi penanganan risiko yang tepat. Strategi ini didasarkan kepada sifat dan
dampak potensial / konsekuensi dari risiko itu sendiri. Adapun tujuan dari strategi ini adalah
untuk memindahkan dampak potensial risiko sebanyak mungkin dan meningkatkan kontrol
terhadap risiko.
Ada lima strategi alternatif untuk menangani risiko, yaitu :
1. Menghindari risiko
Menghindari risiko merupakan strategi yang sangat penting, strategi ini merupakan strategi yang
umum digunakan untuk menangani risiko. Dengan menghindari risiko, kontraktor dapat
mengetahui bahwa perusahaannya tidak akan mengalami kerugian akibat risiko yang telah
ditafsir. Di sisi lain, kontraktor juga akan kehilangan sebuah peluang untuk mendapatkan
keuntungan yang mungkin didapatkan dari asumsi risiko tersebut.
Contohnya : seorang kontraktor yang ingin menghindari risiko politik dan finansial berkaitan
dengan proyek pada negara dengan kondisi politik yang tidak stabil, dapat menolak melakukan
tender proyek pada negara tersebut. Namun demikian, apabila kontraktor tersebut menolak untuk
melakukan tender, maka kemungkinan untuk mendapatkan keuntungan dari proyek tersebut juga
ikut menghilang.
2. Mencegah risiko dan mengurangi kerugian
Alternatif strategi yang kedua adalah mencegah risiko dan mengurangi kerugian. Strategi ini
secara langsung mengurangi potensi risiko kontraktor dengan 2 cara, yaitu :
1. Mengurangi kemungkinan terjadinya risiko.
2. Mengurangi dampak finansial dari risiko, apabila risiko tersebut benar – benar terjadi.
Contohnya : pemasangan alarm atau alat anti – maling pada peralatan di
proyek, akan mengurangi kemungkinan terjadinya pencurian. Sebuah gedung yang dilengkapi
dengan sprinkler system, akan mengurangi dampak finansial, apabila gedung tersebut mengalami
kebakaran.
3. Meretensi risiko
Retensi risiko telah menjadi aspek penting dari manajemen risiko ketika perusahaan menghadapi
risiko proyek. Retensi risiko adalah perkiraan secara internal, baik secara utuh maupun sebagian,
dari dampak finansial suatu risiko yang akan dialami oleh perusahaan. Dalam mengadopsi
strategi retensi risiko ini, perlu dibedakan antara 2 jenis retensi yang berbeda.
1. Retensi risiko yang terencana (planned) adalah asumsi yang secara sadar dan sengaja
dilakukan oleh kontraktor untuk mengenali atau mengidentifikasi risiko. Dengan strategi seperti
itu, risiko dapat ditahan dengan berbagai cara, tergantung pada filosofi, kebutuhan khusus, dan
juga kapabilitas finansial dari kontraktor itu sendiri.
2. Retensi risiko yang tidak terencana (unplanned) terjadi ketika kontraktor tidak mengenali
atau mengidentifikasi kberadaan dari suatu risiko dan secara tidak sadar mengasumsi kerugian
yang akan muncul.
4. Mentransfer risiko
Pada dasarnya, transfer risiko dapat dilakukan, melalui negosiasi, kapanpun kontraktor menjalani
perencanaan kontraktual dengan banyak pihak seperti pemilik, subkontraktor ataupun supplier
material dan peralatan. Transfer risiko bukanlah asuransi. Biasanya, transfer risiko ini dilakukan
melalui syarat atau pasal – pasal dalam kontrak seperti : hold – harmless aggrement dan klausul
jaminan atau penyesuaian kontrak. Karakeristik esensial dari transfer risiko ini adalah dampak
dari suatu risiko, apabila risiko tersebut benar – benar terjadi, ditanggung bersama atau
ditanggung secara utuh oleh pihak lain selain kontraktor.
Contohnya : penyesuaian pada harga penawaran, dimana kompensasi ekstra akan diberikan
kepada kontraktor apabila terjadi perbedaan kondisi tanah pada suatu proyek.
5. Asuransi
Asuransi menjadi bagian penting dari program manajemen risiko, baik untuk sebuah organisasi
ataupun untuk individu. Asuransi juga termasuk di dalam strategi transfer risiko, dimana pihak
asuransi setuju untuk menerima beban finansial yang muncul dari adanya kerugian. Secara
formal, asuransi dapat didefinisikan sebagai kontrak persetujuan antara 2 pihak yang terkait yaitu
: pengasuransi (insured) dan pihak asuransi (insurer). Dengan adanya persetujuan tersebut, pihak
asuransi (insurer) setuju untuk mengganti rugi kerugian yang terjadi (seperti yang tercantum
dalam kontrak) dengan balasan, pengasuransi (insured) harus membayar sejumlah premi tiap
periodenya.
Administrasi sistem
Administrasi sistem adalah tahapan terakhir dari program manajemen risiko. Manajer risiko
harus mengandalkan kemampuan manajerialnya untuk mengkoordinasi, mengarahkan,
mengorganisasi, memotivasi, memfasilitasi dan menjalankan organisasi menuju rencana
penanganan risiko yang rasional dan terintegrasi. Menurut William, Smith, Young (1995), ada 5
hal manajerial penting yang dihadapi oleh seorang manajer risiko, yaitu :
1. Tantangan untuk menyusun prosedur dan kebijakan manajemen risiko.
2. Pengkomunikasian risiko, baik secara organisasi maupun personal.
3. Manajemen kontrak dan kontrak portfolio.
4. Pengawasan klaim.
5. Proses mengkaji ulang, memonitor, dan mengevaluasi program manajemen risiko.
1. Kebijakan dan prosedur
Proses manajemen risiko harus dilakukan oleh semua pihak dalam suatu organisasi. Namun,
dengan demikian banyaknya pihak yang terlibat, akan sangat mudah untuk terjadinya
miskomunikasi. Oleh karena itu, dibutuhkan sebuah kebijakan dan prosedur pelaksanaan proses
manajemen risiko yang formal, yang sesuai dengan misi atau tujuan dari program manajemen
risiko dan sejalan dengan misi organisasi tersebut.
Menurut William, Smith, Young (1995), untuk menyusun kebijakan dan prosedur program
manajemen risiko tersbut, dibutuhkan beberapa tahapan, yaitu :
1. Statement kebijakan manajemen risiko
Perusahaan harus menyusun statement kebijakan manajemen risiko yang berisi tentang misi dan
tujuan dari program manajemen risiko.
2. Organisasi
Perusahaan sebaiknya menyusun sebuah organisasi atau departemen khusus, yang menangani
masalah manajemen risiko.
3. Manual (rencana kegiatan)
Perusahaan sedianya menyiapkan rencana kegiatan operasional manajemen risiko, yang
menjelaskan mengenai prosedur, metode, dan juga kegiatan – kegiatan yang akan dilakukan
untuk program manajemen risiko.
2. Manajemen informasi
Supaya proses manajemen risiko dapat berlajan secara lancar, proses pengkomunikasian risiko
yang terjadi pada suatu proyek, harus dilakukan dengan lancar pula. Karena pentingnya
informasi risiko ini, maka manajemen informasi juga berperan sangat penting untuk
kelangsungan proses manajemen risiko. Manajemen informasi dapat digunakan sebagai basis
dari segala buku text mengenai komunikasi dalam organisasi. Ruang lingkup manajemen
informasi pada program manajemen risiko :
1. Komunikasi risiko
Proses pengkomunikasian informasi (dalam hal ini, risiko) yang mengalir dari dan menuju ke
manajer risiko.
2. Sistem informasi manajemen risiko
Penggunaan teknologi masa kini yang dapat membantu jalannya proses manajemen informasi
dalam rangka melakukan manajemen risiko pada suatu proyek.
3. Proses pelaporan manajemen risiko
Isi dan bentuk formal dari proses pelaporan risiko yang dilakukan oleh pihak – pihak yang terkait
dalam proses manajemen risiko.
4. Sistem alokasi sumber daya
Mekanisme pembiayaan proses manajemen risiko.
3. Manajemen kontrak
Dalam pelaksanaannya, manajemen risiko juga membutuhkan system manajemen kontrak, yaitu
suatu proses untuk mengatur semua perkara mengenai kontrak, seperti : penawaran, asuransi, dan
sebagainya. William, Smith, Young (1995), memaparkan bahwa, manajemen kontrak harus
dapat menguasai atau menangani, setidaknya 4 hal, yaitu :
1. Mengatur hubungan dan kontrak – kontrak dengan agen asuransi dan broker.
2. Mempersiapkan dokumen atau kontrak penawaran untuk layanan jasa pihak ketiga.
3. Mengatur dokumen dan sertifikat asuransi.
4. Memberikan garansi atau menjamin rencana pembiayaan risiko dengan pihak ke tiga.
4. Pengawasan klaim
Seorang manajer risiko, juga harus dapat berperan dalam manajemen atau pengawasan klaim.
Apabila suatu kejadian yang tidak diinginkan terjadi pada suatu proyek, dan pihak kontraktor
mengajukan klaim pada perusahaan asuransi, manajer risiko mempunyai tanggungjawab untuk
bernegosiasi dengan utusan dari pihak asuransi dan mengumpulkan informasi yang berkaitan
dengan klaim tersebut.
Ada beberapa macam klaim yang harus ditangani oleh manajer risiko, antara lain :
1. Klaim yang berkaitan dengan properti
Klaim yang terjadi apabila ada suatu kerugian pada suatu proyek dan kontraktor mengajukan
klaim pada pihak asuransi.
2. Klaim pertanggungjawaban atau klaim dari pihak ketiga
Klaim yang terjadi akibat kecelakaan yang dialami oleh pihak ketiga (misalnya : konsumen jatuh
di tempat parkir yang licin).
3. Klaim yang berkaitan dengan sumber daya manusia
Klaim yang berhubungan dengan kesehatan dan keselamatan pekerja dalam sebuah perusahaan.
5. Memonitor dan mengkaji ulang program
Untuk mengetahui seberapa berhasil, manajemen risiko yang telah dijalankan, perlu dilakukan
suatu proses untuk memonitor dan mengkaji ulang program manajemen risiko yang telah
dijalankan. Dengan adanya proses pemantauan dan penkajian ulang ini, kontraktor dapat
mengetahui sejauh manaproses manajemen risiko yang telah dijalankan. Selain itu, dengan
proses tersebut, kontraktor dapat melihat kesalahan – keslahan atau kekurangan – kekurangan
yang terjadi selama proses manajemen risiko, sehingga kontraktor dapat memperbaiki
kekurangannya dan tidak melakukan kesalahan untuk yang kedua kalinya.
Untuk melakukan proses pemantuan kegiatan manajemen risiko, beberapa hal harus dilakukan :
1. Pemantauan secara terus – menerus
Pemantauan akan proses manajemen risiko yang dijalankan harus dilakukan secara terus –
menerus, sehingga terdapat kesinambungan antara data – data yang didapatkan.
2. Audit program
Proses audit program manajemen risiko harus dijalankan untuk memverifikasi sistem
pemantauan dan pelaporan berkala. Audit program dapat digunakan sebagai evaluasi untuk
manajer risiko dan fungsi manajemen risiko, serta menyediakan masukan yang obyektif untuk
pengembangan program.
Risiko Kegiatan Pembangunan Perumahan
Resiko adalah bagian penting dari sebuah pelaksanaan terhadap manajemen resiko karena resiko
adalah obyek yang menjadi akar teori dan permasalahan yang digunakan untuk mengembangkan
teknik-teknik dan analisa dalam menanggulangi resiko itu sendiri. Persepsi dan definisi terhadap
resiko berbeda-beda tergantung dari kepercayaan seseorang, kelakuan penilaian dan perasaan
dan juga termasuk faktor-faktor pendukung antara lain: latar belakang pendidikan, pengalaman
praktis di lapangan, karakterisitik individu, kejelasan informasi, dan pengaruh lingkungan
sekitar.
Manajemen resiko adalah sebuah cara yang sistematis dalam memandang sebuah resiko dan
menentukan dengan tepat penanganan resiko tersebut. Ini merupakan sebuah sarana untuk
mengidentifikasi sumber dari resiko dan ketidakpastian, memperkirakan dampak yang
ditimbulkan dan mengembangkan respon yang harus dilakukan untuk menanggapi resiko.
Rumah sehat sederhana adalah tempat kediaman yang layak dihuni, yang dibangun
menggunakan bahan bangunan dan konstruksi sederhana akan tetapi masih memenuhi standar
kebutuhan minimal dari aspek kesehatan, keamanan, dan kenyamanan, dengan
mempertimbangkan dan memanfaatkan potensi local meliputi potensi fisik seperti bahan
bangunan, geologis, dan iklim setempat serta potensi sosial budaya seperti arsitektur lokal, dan
cara hidup dan harganya terjangkau oleh masyarakat berpenghasilan rendah atau sedang
(Keputusan Menteri Pemukiman dan Prasarana Wilayah Republik Indonesia, 2002).
Pendekatan sistematis mengenai manajemen resiko terdiri dari :
1. Identifikasi Resiko
Langkah yang utama dan paling penting dalam menghadapi resiko adalah dengan
mengidentifikasikannya. Banyak pembuat keputusan meyakini bahwa prinsip yang baik dalam
manajemen resiko berasal dari tahap identifikasi daripada tahap analisa. Hal ini dikarenakan
identifikasi resiko mencakup perincian pemeriksaan strategi proyek, melalui resiko potensial
mana yang bisa ditemukan dan kemungkinan disusunnya respon.
2. Dampak dan Frekuensi
Untuk mengetahui seberapa besar dampak dan frekuensi dari identifikasi resiko, yang harus
dilakukan adalah dengan pengumpulan data untuk proses manajemen risiko. Data bisa diperoleh
melalui database perusahaan, namun apabila tidak bisa didapat dari database, bisa juga diambil
dari pengalaman masa lalu.
Data yang diambil merupakan sebuah asumsi prosentase atas sebuah resiko yang dapat terjadi
dalam sebuah item pekerjaan yang diangggap beresiko.
Hal ini bertujuan untuk menentukan seberapa besar dampak yang dapat diakibatkan dan
mengetahui frekuensi terjadinya resiko yang telah teridentifikasi tersebut.
3. Penanganan Resiko
Penanganan resiko adalah elemen terakhir dalam pendekatan manajemen resiko berupa sebuah
atau serangkaian tindakan yang menjadi bagian dari para pembuat keputusan untuk menangani
segala resiko yang ada. Berbagai cara penanganan yang mungkin dilakukan oleh kontraktor
rumah sehat sederhana adalah:
▪ Asuransi
▪ Menunda proyek
▪ Menentukan klausa akan penambahan atau kompensasi di kontrak pembayaran
▪ Menentukan sistem rekruitmen dan seleksi pekerja
▪ Membuat jadwal dan biaya dalam plan and control yang jelas dan sesuai
▪ Memasukkan klausa yang sesuai dalam tingkat suku bunga, tingkat inflasi dan keterlambatan
untuk rencana kontingensi di dalam kontrak
▪ Mengadopsi program safety control, manajemen sistem, pengawasan dan pencegahan yang
sesuai
▪ Memasukkan kondisi di dalam kontrak untuk tingkat polusi, dan sebagainya
▪ Mengalihkan pekerjaan ke subkontraktor
▪ Menyediakan/stok kebutuhan material terlebih dahulu dan menyimpannya
▪ Memperbaiki segala kerusakan atas komplain yang diterima.
Contoh kasus Manajemen Proyek dan Resiko
1. Perusahaan memutuskan untuk tidak menambah utang baru untuk membangun kembali
gedung yang terbakar berserta asetnya, namun menerbitkan saham baru. Penerbitan saham baru
ini tidaklah murah karena perusahaan harus mengeluarkan underwriting fees. Skenario lain yang
mungkin muncul adalah pada saat yang sama, perusahaan sebenarnya memiliki sebuah proyek
investasi yang sangat prospektif dan membutuhkan dana misalnya 2 triliun rupiah, yang
kebetulan persis sebesar kerugian akibat kebakaran tersebut. Seandainya perusahaan tidak
memiliki uang di atas jumlah itu, dana sebesar 2 triliun itu harus digunakan untuk membangun
kembali pabrik dan asetnya, akibatnya proyek investasi baru itu harus didanai dari sumber lain
seperti utang baru atau penerbitan saham baru.
2. Di Indonesia belum ada Ahli hukum kontrak bidang konstruksi, dilain pihak pembayaran Ahli
hukum kontrak konstruksi dari luar negeri sangat mahal, sementara yang dilakukan pemerintah
adalah dengan menunjuk Tim Pengganti ahli hukum kontrak konstruksi yang anggotanya terdiri
dari pejabat-pejabat yang dipandang menguasai hukum kontrak konstruksi.
Sertifikat tanda mengikuti Diklat Nasional Perikatan Hukum Kontrak & Manajemen Proyek ini
minimal dapat dijadikan salah satu syarat untuk diangkat sebagai anggota Tim Pengganti Ahli
Hukum Konstruksi di Instansinya masing – masing.
3. Manajemen risiko yang efektif juga mengurangi kemungkinan financial distress, yaitu
keadaan di mana perusahaan mengalami kesulitan yang serius untuk memenuhi kewajibannya,
baik bunga maupun pokok pinjaman. Misalkan perusahaan sepatu di atas tidak melakukan
asuransi terhadap potensi kebakaran pabrik, perusahaan harus membangun kembali pabrik
beserta aset di dalamnya dengan dana yang diusahakannya sendiri. Apabila kas perusahaan
ternyata tidak cukup untuk itu, perusahaan terpaksa harus meminjam dari lembaga keuangan
seperti bank. Pinjaman yang bertambah meningkatkan potensi financial distress perusahaan.
Oleh karena itu, manajemen risiko yang efektif dapat mengurangi kemungkinan ini