teori fungsionalisme struktural adalah suatu bangunan teori yang paling besar pengaruhnya dalam ilmu...

19
Teori fungsionalisme struktural adalah suatu bangunan teori yang paling besar pengaruhnya dalam ilmu sosial di abad sekarang. Tokoh-tokoh yang pertama kali mencetuskan fungsional yaitu August Comte, Emile Durkheim dan Herbet Spencer. Pemikiran structural fungsional sangat dipengaruhi oleh pemikiran biologis yaitu menganggap masyarakat sebagai organisme biologis yaitu terdiri dari organ-organ yang saling ketergantungan, ketergantungan tersebut merupakan hasil atau konsekuensi agar organisme tersebut tetap dapat bertahan hidup. Sama halnya dengan pendekatan lainnya pendekatan structural fungsional ini juga bertujuan untuk mencapai keteraturan sosial. Teori struktural fungsional ini awalnya berangkat dari pemikiran Emile Durkheim, dimana pemikiran Durkheim ini dipengaruhi oleh Auguste Comte dan Herbert Spencer. Comte dengan pemikirannya mengenai analogi organismik kemudian dikembangkan lagi oleh Herbert Spencer dengan membandingkan dan mencari kesamaan antara masyarakat dengan organisme, hingga akhirnya berkembang menjadi apa yang disebut dengan requisite functionalism, dimana ini menjadi panduan bagi analisa substantif Spencer dan penggerak analisa fungsional. Dipengaruhi oleh kedua orang ini, studi Durkheim tertanam kuat terminology organismik tersebut. Durkheim mengungkapkan bahwa masyarakat adalah sebuah kesatuan dimana didalamnya terdapat bagian – bagian yang dibedakan. Bagian-bagian dari sistem tersebut mempunyai fungsi masing – masing yang membuat sistem menjadi seimbang. Bagian tersebut saling interdependensi satu sama lain dan fungsional, sehingga jika ada yang tidak berfungsi maka akan merusak keseimbangan sistem. Pemikiran inilah yang menjadi sumbangsih Durkheim dalam teori Parsons dan Merton mengenai struktural fungsional. Selain itu, antropologis fungsional-Malinowski dan Radcliffe Brown juga membantu membentuk berbagai perspektif fungsional modern. Selain dari Durkheim, teori struktural fungsional ini juga dipengaruhi oleh pemikiran Max Weber. Secara umum, dua aspek dari studi Weber yang mempunyai pengaruh kuat adalah Visi substantif mengenai tindakan sosial dan Strateginya dalam menganalisa struktur sosial.

Upload: ana-fauziah-hasyim

Post on 28-Jul-2015

712 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Teori fungsionalisme struktural adalah suatu bangunan teori yang paling besar pengaruhnya dalam ilmu sosial di abad sekarang. Tokoh-tokoh yang pertama kali mencetuskan fungsional yaitu August Comte, Emile Durkheim dan Herbet Spencer. Pemikiran structural fungsional sangat dipengaruhi oleh pemikiran biologis yaitu menganggap masyarakat sebagai organisme biologis yaitu terdiri dari organ-organ yang saling ketergantungan, ketergantungan tersebut merupakan hasil atau konsekuensi agar organisme tersebut tetap dapat bertahan hidup. Sama halnya dengan pendekatan lainnya pendekatan structural fungsional ini juga bertujuan untuk mencapai keteraturan sosial. Teori struktural fungsional ini awalnya berangkat dari pemikiran Emile Durkheim, dimana pemikiran Durkheim ini dipengaruhi oleh Auguste Comte dan Herbert Spencer. Comte dengan pemikirannya mengenai analogi organismik kemudian dikembangkan lagi oleh Herbert Spencer dengan membandingkan dan mencari kesamaan antara masyarakat dengan organisme, hingga akhirnya berkembang menjadi apa yang disebut dengan requisite functionalism, dimana ini menjadi panduan bagi analisa substantif Spencer dan penggerak analisa fungsional. Dipengaruhi oleh kedua orang ini, studi Durkheim tertanam kuat terminology organismik tersebut. Durkheim mengungkapkan bahwa masyarakat adalah sebuah kesatuan dimana didalamnya terdapat bagian bagian yang dibedakan. Bagian-bagian dari sistem tersebut mempunyai fungsi masing masing yang membuat sistem menjadi seimbang. Bagian tersebut saling interdependensi satu sama lain dan fungsional, sehingga jika ada yang tidak berfungsi maka akan merusak keseimbangan sistem. Pemikiran inilah yang menjadi sumbangsih Durkheim dalam teori Parsons dan Merton mengenai struktural fungsional. Selain itu, antropologis fungsional-Malinowski dan Radcliffe Brown juga membantu membentuk berbagai perspektif fungsional modern. Selain dari Durkheim, teori struktural fungsional ini juga dipengaruhi oleh pemikiran Max Weber. Secara umum, dua aspek dari studi Weber yang mempunyai pengaruh kuat adalahy y

Visi substantif mengenai tindakan sosial dan Strateginya dalam menganalisa struktur sosial.

Pemikiran Weber mengenai tindakan sosial ini berguna dalam perkembangan pemikiran Parsons dalam menjelaskan mengenai tindakan aktor dalam menginterpretasikan keadaan.

[sunting] Perkembangan Teori Struktural FungsionalHingga pertengahan abad, fungsionalisme menjadi teori yang dominan dalam perspektif sosiologi. Teori fungsional menjadi karya Talcott Parsons dan Robert Merton dibawah pengaruh tokoh tokoh yang telah dibahas diatas. Sebagai ahli teori yang paling mencolok di jamannya, Talcott Parson menimbulkan kontroversi atas pendekatan fungsionalisme yang ia gulirkan. Parson berhasil mempertahankan fungsionalisme hingga lebih dari dua setengah abad sejak ia mempublikasikan The Structure of Social Action pada tahun 1937. Dalam karyanya ini Parson membangun teori sosiologinya melalui analytical realism, maksudnya adalah teori sosiologi harus menggunakan konsep-konsep tertentu yang memadai dalam melingkupi dunia luar. Konsep-consep ini tidak bertanggungjawab pada fenomena konkrit, tapi kepada elemen-elemen di dallamnya yang secara analitis dapat dipisahkan dari elemen-elemen lainnya. Oleh karenanya, teori harus melibatkan perkembangan dari konsep-konsep yang diringkas dari kenyataan empiric, tentunya dengan segala keanekaragaman dan kebingungan-kebingungan yang menyertainya.

Dengan cara ini, konsep akan mengisolasi fenomena yang melekat erat pada hubungan kompleks yang membangun realita sosial. Keunikan realism analitik Parson ini terletak pada penekanan tentang bagaimana konsep abstrak ini dipakai dalam analisis sosiologi. Sehingga yang di dapat adalah organisasi konsep dalam bentuk sistem analisa yang mencakup persoalan dunia tanpa terganggu oleh detail empiris. Sistem tindakan diperkenalkan parson dengan skema AGILnya yang terkenal. Parson meyakini bahwa terdapat empat karakteristik terjadinya suatu tindakan, yakni Adaptation, Goal Atainment, Integration, Latency. Sistem tindakan hanya akan bertahan jika memeninuhi empat criteria ini. Dalam karya berikutnya , The Sociasl System, Parson melihat aktor sebagai orientasi pada situasi dalam istilah motivasi dan nilai-nilai. Terdapay berberapa macam motivasi, antara lain kognitif, chatectic, dan evaluative. Terdapat juga nilai-nilai yang bertanggungjawab terhadap sistem sosoial ini, antara lain nilai kognisi, apresiasi, dan moral. Parson sendiri menyebutnya sebagai modes of orientation. Unit tindakan olehkarenaya melibatkan motivasi dan orientasi nilai dan memiliki tujuan umum sebagai konsekuensi kombinasi dari nilai dan motivasi-motivasi tersebut terhadap seorang aktor. Karya Parson dengan alat konseptual seperti empat sistem tindakan mengarah pada tuduhan tentang teori strukturalnya yang tidak dapat menjelaskan perubahan sosial. Pada tahun 1960, studi tentang evolusi sosial menjadi jawaban atas kebuntuan Parson akan perubahan sosial dalam bangunan teori strukturalnya. Akhir dari analisis ini adalah visi metafisis yang besar oleh dunia yang telah menimpa eksistensi manusia. Analisis parson merepresentasikan suatu usaha untuk mengkategorisasikan dunia kedalam sistem, subsistem, persyaratan-persyaratan system, generalisasi media dan pertukaran menggunakan media tersebut. Analisis ini pada akhirnya lebih filosofis daripada sosiologis, yakni pada lingkup visi meta teori. Pembahasan mengenai fungsionalisme Merton diawali pemahaman bahwa pada awalnya Merton mengkritik beberapa aspek ekstrem dan keteguhan dari structural fungsionalisme, yang mengantarkan Merton sebagai pendorong fungsionalisme kearah marxisme. Hal ini berbeda dari sang guru, Talcott Parson mengemukakan bahwa teorisi structural fungsional sangatlah penting.Parson mendukung terciptanya teori yang besar dan mencakup seluruhnya sedangkan parson lebih terbatas dan menengah. Seperti penjelasan singkat sebelumnya, Merton mengkritik apa yang dilihatnya sebagai tiga postulat dasar analisis fungsional( hal ini pula seperti yang pernah dikembangkan oleh Malinowski dan Radcliffe brown. Adapun beberapa postulat tersebut antara lain:y

y

Kesatuan fungsi masyarakat , seluruh kepercayaan dan praktik sosial budaya standard bersifat fungsional bagi masyarakat secara keseluruhan maupun bagi individu dalam masyarakat, hal ini berarti sistem sosial yang ada pasti menunjukan tingginya level integrasi. Dari sini Merton berpendapat bahwa, hal ini tidak hanya berlaku pada masyarakat kecil tetapi generalisasi pada masyarakat yang lebih besar. Fungsionalisme universal , seluruh bentuk dan stuktur sosial memiliki fungsi positif. Hal ini di tentang oleh Merton, bahwa dalam dunia nyata tidak seluruh struktur , adat istiadat, gagasan dan keyakinan, serta sebagainya memiliki fungsi positif. Dicontohkan pula dengan stuktur sosial dengan adat istiadat yang mengatur individu bertingkah laku

y

kadang-kadang membuat individu tersebut depresi hingga bunuh diri. Postulat structural fungsional menjadi bertentangan. Indispensability, aspek standard masyarakat tidak hany amemiliki fungsi positif namun juga merespresentasikan bagian bagian yang tidak terpisahkan dari keseluruhan. Hal ini berarti fungsi secara fungsional diperlukan oleh masyarakat. Dalam hal ini pertentangn Merton pun sama dengan parson bahwaada berbagai alternative structural dan fungsional yang ada didalam masyarakat yang tidak dapat dihindari.

Argumentasi Merton dijelaskan kembali bahwa seluruh postulat yang dijabarakan tersebut berstandar pada pernyataan non empiris yang didasarakan sistem teoritik. Merton mengungkap bahwa seharusnya postulat yang ada didasarkan empiric bukan teoritika. Sudut pandangan Merton bahwa analsisi structural fungsional memusatkan pada organisasi, kelompok, masyarakat dan kebudayaan, objek-objek yang dibedah dari structural fungsional harsuslah terpola dan berlang, merespresentasikan unsure standard. Awalnya aliran fungsionalis membatasi dirinya dalam mengkaji makamirakat secara keseluruhan, namun Merton menjelaskan bahwa dapat juga diterapkan pada organisasi, institusi dan kelompok. Dalam penjelasan ini Merton memberikan pemikiran tentang the middle range theory. Merton mengemukakan bahwa para ahli sosiologi harus lebih maju lagi dalam peningkatan kedisiplinan dengan mengembangkan teori-teori taraf menengah daripada teoriteori besar. Teori taraf menengah itu didefinisikan oleh Merton sebagai : Teori yang terletak di antara hipotesa kerja yang kecil tetapi perlu, yang berkembang semakin besar selama penelitian dari hari ke hari, dan usaha yang mencakup semuanya mengembangkan uato teori terpadu yang akan menjelaskan semua keseragaman yang diamati dalam perilaku social. Teori taraf menengah pada prinsipnya digunakan dalam sosiologi untuk membimbing penelitian empiris. Dia merupakan jembatan penghubung teori umum mengenai istem social yang terlalu jauh dari kelompok-kelompok perilaku tertentu, organisasi, ddan perubahan untuk mempertanggungjawabkan apa yang diamati, dan gambaran terinci secara teratur mengenai halhal tertentu yang tidak di generaliasi sama sekali. Teori sosiologi merupakan kerangka proposisi yang saling terhubung secara logis dimana kesatuan empiris bisa diperoleh. The middle range theory adalah teori-teori yang terletak pada minor tetapi hipotesis kerja mengembangkan penelitian sehari-hari yang menyeluruh dan keseluruhan upaya sistematis yang inklusif untuk mengembangkan teori yang utuh. The middle range theory Merton ini memiliki berbagai pemahaman bahwa secara prinsip digunakan untuk panduan temuan-temuan empiris, merupakan lanjutan dari teori system social yang terlalu jauh dari penggolongan khusus perilaku social, organisasi, dan perubahan untuk mencatat apa yang di observasi dan di deskripsikan, meliputi abstraksi, tetapi ia cukup jelas dengan data yang terobservasi untuk digabungkan dengan proposisi yang memungkinkan tes empiris dan muncul dari ide yang sangat sederhana. Dalam hal ini Merton seakan melakukan tarik dan menyambung, artinya apa yang dia kritik terhadap fungsionalis merupakan jalan yang dia tempuh untuk menyambung apa yang dia pikirkan. Atau dianalogikan, Merton mengambil bangunan teori kemudian di benturkan setelah itu dia perbaiki lagi dengan konseptual yang menurut kami sangat menarik. Para stuktural fungsional pada awalnya memustakan pada fungsi dalam struktru dan institusi dalam amsyarakat. Bagi Merton hal ini tidaklah demikian, karrena dalam menganalis hal itu ,

para fungsionalis awal cenderung mencampur adukna motif subjektif individu dengan fungsi stuktur atau institusi. Analisis fungsi bukan motif individu. Merton sendiri mendefinisikan fungsi sebagai konsekuensi-konsekuensi yang didasari dan yang menciptakan adaptasi atau penyesuian, karena selalu ada konsekuensi positif. Tetapi , Merton menambahkan konsekuensi dalam fakta sosial yang ada tidaklah positif tetapi ada negatifnya. Dari sini Merton mengembangkan gagasan akan disfungsi. Ketika struktur dan fungsi dpat memberikan kontribusi pada terpeliharanya sistem sosial tetapi dapat mengandung konsekuensi negative pada bagian lain.Hal ini dapat dicontohkan, struktur masyarakat patriarki c memberkan kontribusi positif bagi kaum laki-laki untuk memegang wewenang dalam keputusan kemasyarakatan, tetapi hal ini mengandung konsekuensi negative bagi kaum perempuan karena aspirasi mereka dalam keputusan terbatas. Gagasan non fungsi pun , dilontarkan oleh Merton. Merton mengemukakan nonfungsi sebagai konsekuensi tidak relevan bagi sistem tersebut. Dapatkonsekuensi positif dimasa lalu tapi tidak dimasa sekarang.Tidaklah dapat ditentukan manakah yang lebih penting fungsi-fungsi positif atau disfungsi. Untuk itu Merton menambahkan gagasan melalui keseimbangan mapan dan level analisis fungsional. Dalam penjelasan lebih lanjut , Merton mengemukakan mengenai fungsi manifest dan fungsi laten.Fungsi manifest adalah fungsi yang dikehendaki, laten adalah yang tidak dikehendaki.Maka dalam stuktur yang ada, hal-hal yang tidak relevan juga disfungso laten dipenagruhi secara fungsional dan disfungsional. Merton menunjukan bahwa suatu struktur disfungsional akan selalu ada. Dalam teori ini Merton dikritik oleh Colim Campbell, bahwa pembedaan yang dilakukan Merton dalam fungsi manifest dan laten , menunjukan penjelasan Merton yang begitu kabur dengan berbagari cara. Hal ini Merton tidak secara tepat mengintegrasikan teori tindakan dengan fungsionalisme. Hal ini berimplikasi pada ketidakpasan antara intersionalitas dengan fungsionalisme structural. Kami rasa dalam hal ini pun Merton terlalu naf dalam mengedepankan idealismenya tentang struktur dan dengan beraninya dia mengemukakan dia beraliran fungsionalis, tapi dia pun mengkritik akar pemikiran yang mendahuluinya. Tetapi, lebih jauh dari itu konsepnya mengenai fungsi manifest dan laten telah membuka kekauan bahwa fungsi selalu berada dalam daftar menu struktur. Merton pun mengungkap bahwa tidak semua struktur sosial tidak dapat diubah oleh sistem sosial. Tetapi beberapa sistem sosial dapat dihapuskan. Dengan mengakui bahwa struktur sosia dapat membuka jalan bagi perubahan sosial. Analisi Merton tentang hubungan antara kebudayaan, struktur, dan anomi. Budaya didefinisikan sebagai rangkaian nilai normative teratur yang mengendalikan perilaku yang sama untuk seluruh anggota masyarakat. Stuktur sosial didefinisikans ebagai serangkaian hubungan sosial teratur dan memeprnagaruhi anggota masyarakat atau kelompok tertentu dengan cara lain. Anomi terjadi jika ketika terdapat disjungsi ketat antara norma-norma dan tujuan cultural yang terstruktur secara sosial dengan anggota kelompok untuk bertindak menurut norma dan tujuan tersebut. Posisi mereka dalam struktur makamirakat beberapa orang tidak mampu bertindakm menurut norma-norma normative . kebudayaan menghendaki adanya beberapa jenis perilaku yang dicegah oleh struktur sosial. Merton menghubungkan anomi dengan penyimpangan dan dengan demikian disjungsi antara kebudayan dnegan struktur akan melahirkan konsekuensi disfungsional yakni penyimpangan dalam masyarakat. Anomi Merton memang sikap kirits tentang stratifikasi sosial, hal ini mengindikasikan bahwa teori structural fungsionalisme ini aharus lebih kritis dengan stratifikasi sosialnya. Bahwa sturktur makamirakat yangselalu berstratifikasi dan masing-masing memiliki fungsi yang selama ini diyakini para fungsionalis,

menurut dapat mengindikasikan disfungsi dan anomi. Dalam hal ini kami setuju dengan Merton,dalam sensory experiences yang pernah kami dapatkan, dimana ada keteraturan maka harus siap deng ketidakteraturan, dalam struktur yang teratur, kedinamisan terus berjalan tidak pada status didalamnya tapi kaitan dalama peran. Anomi atau disfungsi cenderung hadir dipahami ketika peran dalam struktu berdasarkan status tidak dijalankan akibat berbagai factor. Apapun alasannya anomi dalam struktur apalagi yang kaku akan cenderung lebih besar. Dari sini, Merton tidak berhenti dengan deskripsi tentang struktur , akan tetapi terus membawa kepribadian sebagai produk organisasi struktur tersebut. Pengaruh lembaga atau struktur terhadap perilaku seseorang adalah merupakan tema yang merasuk ke dalam karya Merton, lalu tema ini selalu diilustrasikan oleh Merton yaitu the Self Fullfilling Prophecy serta dalam buku Sosial structure And Anomie. Disini Merton berusaha menunjukkan bagaimana struktur sosial memberikan tekanan yang jelas pada orang-orang tertentu yang ada dalam masyarakat sehingga mereka lebih , menunjukkan kelakuan non konformis ketimbang konformis. Menurut Merton, anomie tidak akan muncul sejauh masyarakkat menyediakan sarana kelembagaan untuk mencapai tujuan-tujuan kultur tersebut. Dari berbagai penajabaran yang ada Pemahaman Merton membawa pada tantangan untuk mengkonfirmasi segala pemikiran yang telah ada. Hal ini terbukti dengan munculnya fungsionalisme gaya baru yang lebih jauh berbeda dengan apa yang pemikiran Merton. Inilah bukti kedinamisan ilmu pengetahuan, tak pelak dalam struktural fungsionalisme. Pendekatan struktural fungsional. Pada tahun 1956, 3 tahun setelah David Easton meluncurkan karyanya The Political System (1953), Gabriel A. Almond menerapkan teori sistem tersebut atas sistem politik suatu bangsa sebagai bentuk metode trial and error layaknya sebuah teori. Namun, Almond melakukan sejumlah modifikasi atas teori Easton. Jika Easton membangun suatu grand theory, maka Almond membangun suatu middle-range theory. Secara umum, teori sistem yang dibangun Almond terdiri atas 3 tahap. Tahap 1 : Gabriel A. Almond dalam Comparative Political Systems (1956)

Tipologi sistem politik Almond pertama kali ia ajukan pada tahu 1956. Perhatiannya pada tiga asumsi : 1. Sistem menandai totalitas interaksi di antara unit-unitnya serta keseimbangan di dalam sistem selalu berubah. 2. Hal penting dalam sistem politik bukan semata-mata lembaga formal, melainkan juga struktur informal serta peran yang dijalankannya. 3. Budaya politik adalah kecenderungan utama dalam sistem politik, di mana budaya inilah yang membedakan satu sistem politik dengan sistem politik lain.

Tahap 2 : Gabriel A. Almond dan James Coleman dalam The Politics of Developing Areas (1960)

Dalam tahap 2 ini Almond berusaha menghindarkan keterjebakan analisa sistem politik dari kontitusi/lembaga politik formal menjadi ke arah struktur serta fungsi yang dijalankan masing-masing unit dalam sistem politik. Fungsi menggantikan konsep power, sementara struktur menggantikan konsep lembaga politik formal. Dalam tahap 2 ini pula Almond menandaskan bahwa sistem politik memiliki 4 karakteristik yang bersifat universal. Karakteristik ini dapat berlaku di negara manapun. Keempat karakteristik tersebut adalah : 1. All political systems have political structures [setiap sistem politik punya strukturstruktur politik] 2. The same functions are performed in all political systems [fungsi-fungsi yang sama dapat ditemui di setiap sistem politik] 3. All political structure ... is multi-functional. [setiap struktur politik bersifat multifungsi] 4. All political systems are mixed in the cultural sense [setiap sistem politik telah bercampur dengan budaya politik masing-masing]

Setelah mengajukan keempat asumsi dasar, Almond memodifikasi input serta output yang dimaksudkan David Easton. Rincian Almond ini menjelaskan fungsi-fungsi input serta output Easton yang cukup abstrak tersebut. Bagi Almond, secara fungsional setiap sistem politik memiliki fungsi-fungsi input serta output, yang rinciannya sebagai berikut : Fungsi Input terdiri atas : Sosialisasi dan rekrutmen politik Artikulasi kepentingan Agregasi (pengelompokan) kepentingan Komunikasi politik Fungsi output terdiri atas : Pembuatan peraturan Penerapan peraturan Pengawasan peraturan

Sosialisasi dan rekrutmen politik meliputi rekrutmen individu dari aneka kelas masyarakat, etnik, kelompok, dan sejenisnya untuk masuk ke dalam partai politik, birokrasi, dan sebagainya. Artikulasi kepentingan merupakan ekspresi kepentingan politik dan tuntutan untuk melakukan tindakan. Pengelompokan kepentingan merupakan penyatuan tuntutan dan dukungan dari masyarakat yang diartikulasikan oleh partai politik, kelompok kepentingan, dan entitas politik lainnya. Komunikasi politik melayani proses komunikasi di antara seluruh entitas politik yang berkepentingan oleh sebab baik sosialisasi dan rekrutmen politik, artikulasi kepentingan, dan agregasi kepentingan semua disuarakan melalui proses komunikasi politik.

Di level fungsi output, proses yang berlangsung adalah dalam konteks pemisahan kekuasaan trias politika menurut Montesquieu. Pembuatan peraturan dilakukan oleh lembaga legislatif, pelaksanaannya dilakukan oleh lembaga eksekutif, sementara pengawasan dilakukan oleh lembaga yudikatif. Penjelasan mengenai entitas politik yang melakukan seluruh proses di fungsi input adalah sebagai berikut :

Menurut Ronald H. Chilcote, pandangan Almond mengenai sistem politik bercorak dualistik. Artinya, Almond selalu menganggap ada dua bentuk yang bertolak belakang dari sebuah sistem politik misalnya tradisional vs. modern, agraris vs. industri, maju dan terbelakang, dan sejenisnya. Almond menganggap bahwa sistem politik yang belum berkembang ditandai oleh gaya pembagian kerja yang bercorak tradisional, bersifat partikularistik, afektif, dan turun-temurun, sementara sistem politik yang sudah maju ditandai oleh spesifikasi kerja yang rasional, universalis, netral afektif, dan bersifat prestasi atau pencapaian (achievement). Setelah merevisi teori sistem politik dari David Easton, Almond meringkas pola pikir sistem politiknya ke dalam skema berikut :

Melalui skema di atas, Almond membagi ada 3 level dalam sistem politik. Level pertama terdiri atas 6 fungsi konversi yaitu : artikulasi kepentingan, agregasi kepentingan, komunikasi politik, pembuatan peraturan, pelaksanaan peraturan, dan pengawasan peraturan. Fungsi-fungsi ini berhubugnan dengan tuntutan dan dukungan pada input serta keputusan dan tingdakan pada output. Level kedua dari aktivitas sistem politik teletak pada fungsi-fungsi kemampuan, yaitu regulasi, ekstraksi, distribusi, simbolik, dan respon. Almond menyebutkan bahwa di negara-negara

demokratis, output dari kemampuan regulasi, ekstaksi, dan distribusi lebih dipengaruhi oleh tuntutan dari kelompokk-kelompok sehingga masyarakat demokratis memiliki kemampuan responsif yang lebih tinggi. Sementara itu pada sistem totaliter, output kurang responsif pada tuntuan, perilaku regulatif bercorak paksaan, seraya lebih mengekstraksi secara maksimal sumber daya dari masyarakatnya. Sementara itu, yang dimaksud Almond dengan kemampuan simbolik adalah kemampuan suatu sistem politik untuk menonjolkan diri di lingkungan internasional. Level ketiga ditempati oleh fungsi maintenance (pemeliharaan) dan adaptasi. Kedua fungsi ini ditempati oleh sosialisasi dan rekrutmen politik. Teori sistem politik Gabriel A. Almond ini kiranya lebih memperjelas maksud dari David Easton dalam menjelaskan kinerja suatu sistem politik. Melalui Gabriel A. Almond, pendekatan struktural fungsional mulai mendapat tempat di dalam analisis kehidupan politik suatu negara.

Label: sistem politik indonesia

Kung Fu Panda: Film animasi, memiliki banyak nasehat Dua Pisau Bedah untuk Sastra

REVIEW KONSEP SISTEM POLITIKFebruari 9, 2010 manshurzikri Lecture Hall, Politics David easton, Gabriel A. Almond, konsep politik, Mohtar Mas'oed 12 Komentar Tugas Mata Kuliah Sistem Politik Indonesia Manshur Zikri, 0906634870 REVIEW KONSEP SISTEM POLITIK [1] A. Konsep Sistem Politik oleh David Easton Sistem Politik adalah merupakan alokasi dari nilai-nilai dalam mana pengalokasian dari nilainilai tadi bersifat paslaan atau dengna kewenangan, dan bersifat mengikat masyarakat sebagai siatu keseluruhan (David Easton, 1965) Menurut Easton, suatu sistem politik memiliki ciri-ciri tertentu, yaitu: 1. Ciri-ciri identifikasi, yaitu dengan menggambarkan unit-unit dasar dan membuat garis batas yang memisahkan unit-unit tersebut dengan lingkunga luarnya.

1. Unit-unit sistem politik, yaitu unsur-unsur yang mmbentuk sistem 2. Perbatasan (garis batas). Yang termasuk sistem politik kurang lebih yang berkaitan dengan pembuatan keputusankeputusan yang mengikat masyarakat. 1. 2. Input dan Output Agar supaya sistem bekerja dengan baik, dibutuhkan input-input yang mengalir secara konstan. Input akan membuat suatu sistem itu dapat berfungsi; dan dengan output kita dapat mengidentifikasi pekerjaan yang dikerjakan oleh sistem itu. Apa yang terjadi di dalam suatu sistem merupakan akibat dari upaya angggota-anggota sistem yang menanggapi lingkungan yang selalu berubah-ubah. 1. 3. Diferensiasi dalam suatu sistem. Anggota-anggota dari suatu sistem paling tidak mengenal pembagian kerja minimal yang memberikan suatu struktur tempat berlangusungnya kegiatan-kegiatan itu. 1. 4. Integrasi dalam suatu sistem sosial. Suatu sistem harus memiliki mekanisme yang bisa mengintegrasi atau memaksa anggotaanggotanya untuk bekerjasama walaupun dalam keadaan minimal sehingga mereka dapat membuat keputusan-keputusan yang otoritatif. Ada dua jenis pokok input, yang memberikan enerji dan bahan informasi yang akan diproses oleh sistem tersebut dalam suatu sistem politik, yaitu: 1. Tuntutan. Tuntutan-tuntutan (bersal dari orang-orang atau kelompok-kelompok dalam masyarakat) disalurkan dengan suatu usaha yang diorganisasikan secara khusus dalam masyarakat yang kemudian menjadi input dalam sistem politik. Tuntutan ini terbagi dua, yaitu tuntutan eksternal (luar sistem) dan tuntutan internal (dalam sistem) 2. 2. Dukungan. Input dukungan (support) menjadi enerji untuk menjaga keberlangusungan fungsi sistem politik itu sendiri, yaitu berupa bentuk tindakan atau pandangan yang memajukan dan merintangi suatu sistem politik, tuntutan-tuntutan di dalamnya, dan keputusan-keputusan yang dihasilkannya. 1. a. Wilayah dukungan, yaitu mengarah pada tiga sasaran: komunitas, rejim, dan pemerintah. 2. b. Kuantitas dan Ruang-lingkup Dukungan. Jumlah dukungan tidak mesti seimbang dengan luas ruang lingkupnya. Output-output sebagai Mekanisme Dukungan Output (keputusan) dari suatu sistem politik merupakan pendorong khas bagi anggota-anggota dari suatu sistem untuk mendukung sistem itu. Dorongan dapat bersifat positif maupun negatif.

Dalam hal ini, pemerintah memiliki tanggung jawab tertinggi untuk menyesuaikan atau menyeimbangkan output berupa keputusan dengan input berupa tuntutan. Politisiasi sebagai Mekanisme Dukungan Cadangan-cadangan yang telah diakumulasikan sebagai akibat dari keputusan-keputusan yang lalu bisa ditingkatkan dengan suatu metode rumit untuk menghasilkan dukungan secara tetap melalui proses yang disebut politisiasi. Politisiasi sendiri memiliki pengertian sebagai cara-cara yang ditempuh anggota masyarakat dalam mempelajari pola-pola politik. Gambar dari konsep sistem politik menurut David Easton:

B. Konsep Sistem Politik oleh Gabriel A. Almond Menurut Almond, sistem politik adalah merupakan sistem interaksi yang terjadi dalam masyarakat yang merdeka. Sistem itu menjalankan fungsi integrasi dan adaptasi. Almond menggunakan pendekatan perbandingan dalam menganalisa jenis sistem politik, yang mana harus melalui tiga tahap, yaitu: 1. Tahap mencari informasi tentang sobjek. Ahli ilmu politik memiliki perhatian yang fokus kepada sistem politik secara keseluruhan, termasuk bagian-bagian (unit-unit), seperti badan legislatif, birokrasi, partai, dan lembaga-lembaga politik lain. 2. Memilah-milah informasi yang didapat pada tahap satu berdasarkan klasifikasi tertentu. Dengan begitu dapat diketahui perbedaan suatu sistem politik yang satu dengan sistem politik yang lain. 3. Dengan menganalisa hasil pengklasifikasian itu dapat dilihat keteraturan (regularities) dan ubungan-hubungan di antara berbagai variabel dalam masing-masing sistem politik. Menurut Almond ada tiga konsep dalam menganalisa berbagai sistem politik, yaitu sistem, struktur, dan fungsi. Sistem dapat diartikan sebagai suatu konsep ekologis yang menunjukkan adanya suatu organisasi yang berinteraksi dengan suatu lingkungan, yang mempengaruhinya maupun dipengaruhinya. Sistem politik merupakan organisasi yang di dalamnya masyarakat berusaha merumuskan dan

mencapai tujuan-tujuan tertentu yang sesuai dengan kepentingan bersama. Dalam sistem politik, terdapat lembaga-lembaga atau struktur-struktur, seperti parlemen, birokrasi, badan peradilan, dan partai politik yang menjalankan fungsi-fungsi tertentu, yang selanjutnya memungkinkan sistem politik tersebut untuk merumuskan dan melaksanakan kebijaksanaan-kebijaksanaannya. Ciri sistem politk menurut Gabriel A. Almond: 1. semua sistem politik mempunyai sturukut politik 2. semua sistem politik, baik yang modern maupun primitif, menjalankan fungsi yang sama walaupun frekuensinya berbeda yang disebabkan oleh perbedaan struktur. Kemudian sistem politik ini strukturnya dapat diperbandingkan, bagaimana fungsi-fungsi dari sistem-sistem politik itu dijalankan dan bagaimana pula cara/gaya melaksanakannya. 3. semua struktur politik mempunyai sifat multi-fungsional, betapapun terspesialisasinya sistem itu. 4. semua sistem politik adalah merupakan sistem campuran apabila dipandang dari pengertian kebudayaan. Gambar sistem politik (sturuktur dan fungsi) oleh Gabriel A. Almond:

C. Analisis Konsep Sistem Politik oleh Mohtar Masoed[2] Keunggulan dari kedua ragam pendekatan yang dikembangkan oleh Easton dan Almond antara lain adalah: 1. Dalam membuat analisis politik, Easton dan Almond selalu peka akan kompleksitas antara sistem politik dengan sistem sosial yang lebih besar, yang mana sistem politik adalah sub-sistemnya. 2. Kesederhanaan pendekatan. Konsep ini dapat dipakai untuk menganalisis berbagai macam sistem politik, demokratis atau otoriter, tradisional atau modern, dan sebagainya. Konsep Easton dan Almon berasumsi bahwa semua sitem memproses komponenkomponen yang sama sehingga kedua pendekatan itu bermanfaat dalam upaya mencari metode analisis dan pembandingan sistem politik yang seragam.

3. Konsep yang diajukan oleh Almond memberi arahan untuk mencari data baru yang dapat meluaskan cakrawala perhatian ke masyarakat non-Barat dan non-modern. Kelemahan dari konsep atau pendekatan yang dikembangkan oleh Easton dan Almond: 1. Analisis yang dikemukakan (baik sistem maupun struktural-fungsional) tidak memberikan rumusan yang terbukti secara empirik (tidak menghasilkan teori). 2. Tidak menjelaskan hubungan sebab-akibat. Kedua pendekatan itu lebih mentitikberatkan pada penjelasan analisis. 3. Analisis struktural-fungsional Almond memiliki masalah ketidakjelasan konsep tentang fungsi. Almond tidak menjelaskan garis-garis yang membatasi fungsi-fungsi dalam masyarakat politik. 4. Kedua pendekatan itu dikritik karena sangat dipengaruhi oleh ideologi demokrasi-liberal Barat. Terlihat jelas pada asumsi Almond yang mengatakan bahwa fungsi-fungsi yang ada di sistem politik di Barat pasti juga ada di sistem non-Barat. 5. Kedua pendekatan itu juga dikritik kecenderungan ideologisnya karena cara memandang masyarakat yang terlalu organismik. Easton dan Almond menyamakan masyarakat dengan organisme, yang selalu terlibat dalam proses diferensiasi dan koordinasi. Selain itu mereka juga memandang masyarakat sebagai makhluk biologis yang selalu mencari keseimbangan dan keselarasan. 6. Obsesi Almond tentang ekuilibrum dan kestabilan telah membuatnya keliru tentang manfaat yang mungkin terdapat dalam dis-ekuilibrum, seperti revolusi atau perang kemerdekaan. Dis-ekuilibrum bisa dipakai untuk mencniptakan keadilan sosial, ketika cara-cara konvensional tidak mungkin dilakukan. Contohnya perang kemerdekaan melawan penjajah atau pemberontakan melawan kediktatoran.

[1] Diambil dari bahan mata ajar/buku rujukan mata kuliah Sistem Politik Indonesia, Drs. Mochtar Masoed dan Dr. Colin MacAndrews, Perbandingan Sistem Politik, diterbitkan oleh Gadjah Mada University Press, 1983, hlm 4-116. [2] Diambil dari Mohtar Masoed,, hlm 106-116