teori disonansi

12
TEORI DISONANSI KOGNITIF Latar belakang Sebagai salah satu teori yang “terkenal” di bidang psikologi sosial, teori disonansi kognitif ( Theory of Cognitive Dissonance) digunakan untuk berusaha mengerti dan menjelaskan fenomena yang luas tetapi teori ini berbeda dari teori-teori yang lain karena ciri yang berikut ini: 1. Teori ini bertujuan untuk menjelaskan tingkah laku kognitif yang secara umum dan bukan teori dari tingkah laku sosial 2. Teori ini memengaruhi penelitian pada psikologi sosial dengan lebih “dramatis” daripada teori-teori lainnya. Hal ini mungkin disebabkan karena kepandaian Festinger dalam memformulasikan hipotesis daripada karena karakteristik dari teori itu sendiri. Dasar teori ketidaksesuaian kognisi sangat sederhana yaitu : 1. Mungkin ada hubungan yang “tidak sesuai” antara elemen kognisi yang menyebabkan ketidaksesuaian kognisi. 2. Ketidaksesuaian kognisi menghasilkan tekanan untuk mengurangi ketidaksesuaian dan untuk menghindari perkembangannya.

Upload: veve-love-manchesterunited

Post on 26-Nov-2015

47 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

TEORI DISONANSI

TRANSCRIPT

Page 1: TEORI DISONANSI

TEORI DISONANSI KOGNITIF

Latar belakang

Sebagai salah satu teori yang “terkenal” di bidang psikologi sosial, teori disonansi kognitif ( Theory of Cognitive Dissonance) digunakan untuk berusaha mengerti dan menjelaskan fenomena yang luas tetapi teori ini berbeda dari teori-teori yang lain karena ciri yang berikut ini:

1. Teori ini bertujuan untuk menjelaskan tingkah laku kognitif yang

secara umum dan bukan teori dari tingkah laku sosial

2. Teori ini memengaruhi penelitian pada psikologi sosial dengan

lebih “dramatis” daripada teori-teori lainnya. Hal ini mungkin

disebabkan karena kepandaian Festinger dalam

memformulasikan hipotesis daripada karena karakteristik dari

teori itu sendiri.

Dasar teori ketidaksesuaian kognisi sangat sederhana yaitu :

1. Mungkin ada hubungan yang “tidak sesuai” antara elemen

kognisi yang menyebabkan ketidaksesuaian kognisi.

2. Ketidaksesuaian kognisi menghasilkan tekanan untuk

mengurangi ketidaksesuaian dan untuk menghindari

perkembangannya.

Page 2: TEORI DISONANSI

3. Akibat dari tekanan tersebut diwujudkan dengan mengadakan

perubahan dalam kognisi, perubahan tingkah laku danmenyeleksi

serta opini baru.

Bagaimanapun masalahyang berhubungan dengan jenis dari hubungan yang “tidak sesuai”, jenis dari ketidaksesuaian dan cara mereduksi ketidaksesuaian adalah masalah yang kompleks.

Definisi Ketidaksesuaian

LEON FESTINGER

Menyadari bahwa istilah ‘consistency’ dan ‘inconsistency’ mempunyai konotasi yang tidak diinginkan, Festinger menggantinya dengan istilah ‘consonance’ (sesuai) dan ‘dissonance’  (ketidaksesuaian). Istilah tersebut telah digunakan untuk menunjukkan hubungan yang ada antara pasangan-pasangan elemen. Elemen-elemen didefinisikan sebagai kognisi, di mana istilah kognisi itu mengacu pada pengetahuan, opini , kepercayaan dan peradaan tentang diri dan lingkungan seseorang. Jadi, elemen adalah pengetahuan yang dimiliki seseorang tentang dunia psikologisnya.

Dalam perspektif komunikasi teori Festinger ini nampak pada gagasan bahwa pelaku komunikasi memiliki beragam elemen kognitif, seperti sikap, persepsi, pengetahuan dan perilaku. Elemen elemen tersebut tidak terpisahkan, tetapi saling menghubungkan satu sama lain dalam sebuah sistem serta setiap elemen dari sistem tersebut akan memiliki satu dari tiga macam hubungan dengan setiap elemen dari sistem lainnya. Jenis hubungan yangpertama adalah kosong atau tidak

Page 3: TEORI DISONANSI

berhubungan: tidak ada elemen yang benar-benar memengaruhi elemen yang lain. Jenis hubungan yang kedua adalah cocok atau sesuai, dengan salahsatu elemen yang menguatkan atau mendukung elemen yang lain. Jenis hubungan yang ketiga adalah tidak cocok atau disonansi. Ketidaksesuaian terjadi ketika salah satu elemen tidak dapat diharapkan  untuk mengikuti yang lain. Percaya bahwa lemak jenuh berbahaya bagi kesehatan anda tidak sesuai dengan memakan daging merah dalam jumlah yang banyak. Namun, apa yang sesuai atau tidak sesuai untuk seseorang bisa saja terjadi pada orang  lain, sehingga pertanyaannya adalah apa yang sesuai atau tidak sesuai dalam  sistem psikologis seseorang. Sebagai contoh, Anda mungkin berpikir bahwa daging memberikan protein yang berharga yang menghilangkan pengaruh-pengaruh berbahaya dari lemak dalam daging.

Festinger menggambarkan beberapa metode untuk menghadapi disonansi kognitif. Pertama, anda dapat mengubah salah satu atau beberapa elemen kogntitif – mungkin sebuah perilaku atau sikap. Sebagai contoh, anda bisa menjadi seorang vegetarian atau setidaknya berhenti mengonsumsi daging setiap hari atau anda dapat mulai yakin bahwa lemak tidak lebih penting dibandingkan genetis, untuk mengubah disonansi antara mengonsumi daging dan kegemukan. Kedua, elemen-elemen baru dapat ditambahkan pada salah satu sisi tekanan atau pada sisi yang lain. Misalnya, anda dapat beralih untuk menggunakan minyak zaitun. Ketiga, anda mungkin dapat melihat bahwa elemen-elemen yang tidak sesuai sebenarnya tidak sepenting biasanya. Sebagai contoh, anda dapat  memutuskan bahwa apa saja yang anda makan tidak sepenting pandangan anda mengenai hidup sehat.  Keempat, anda dapat melihat informasi yang sesuai, seperti bukti manfaat daging, dengan membaca kajian-kajian terbaru mengenai topik tersebut.  Akhirnya , anda dapat mengurangi disonansi dengan mengubah atau menafsirkan informasi yang ada dengan cara yang berbeda.  Hal ini dapat terjadi jika anda memutuskan bahwa walaupun banyak daging memberikan resiko kesehatan, daging tidak begitu berbahaya dibanding kan kehilangan bahan-bahan nutrisi yang penting, seperti zat besi dan protein.

Page 4: TEORI DISONANSI

Disonansi dan  komunikasi persuasi

Orang yang mengalami disonansi akan berupaya mencari dalih untuk mengurangi disonansinya itu. Pada umumnya orang berperilaku ajeg atau konsisten dengan apa yang diketahuinya. Tetapi kenyataannya menunjukkan bahwa sering pula seseorang berperilaku tidak konsisten seperti itu.

Jika seseorang mempunyai informasi atau opini yang tidak menuju ke arah menjadi perilaku, maka informasi atau opini itu akan menimbulkan disonansi perilaku. Apabila disonansi tersebut terjadi, maka orang akan berupaya mengurangi dengan jalan mengubah perilakunya, kepercayaannya atau opininya.

Untuk memperjelas teorinya itu, Festinger memberikan contoh bagaimana mengurangi disonansi. Banyak orang yang percaya akan adanya orang yang membersihkan giginya tiga kali sehari. Tetapi banyak pula orang yang mungkin paling banyak yang percaya akan adanya orang tidak menggosok gigi sesering itu. Jadi disonansi terjadi antara kepercayaan dan perilakunya. Orang-orang seperti itu akan mudah dipengaruhi oleh komunikasi yang menyatakan bahwa sungguh-sungguh berbahaya jika menggosok gigi terlalu sering, atau oleh komunikasi yang menyatakan bahwa sebuah merk pasta gigi sedemikian tinggi mutunya sehingga bila ‘orang menggunakannya cukup satu kali saja’

Jadi kedua jenis komunikasi itu diterima dan dipercaya, maka pengurangan disonansi terjadi. Tetapi sebaliknya, kalau ada seseorang yang berupaya mempersuasi orang lain dengan menyatakan bahwa sebenarnya demi kesehatan gigi hendaknya digosok lima kali sehari, maka komunikasi seperti itu akan ditentangnya, dalam arti kata orang itu tidak dapat dipengaruhinya. Jelaslah bahwa jika orang itu menerima komunikasi tersebut akan meningkatkan disonansi antara kepercayaan dengan perilaku.

Jadi komunikasi persuasif akan sangat efektif, apabila mengurangi disonansi, dan tidak efektif jika meningkatkan disonansi.

Page 5: TEORI DISONANSI

Teori Disonansi Kognitif (Cognitive Dissonance Theory)Teori disonansi kognitif merupakan sebuah teori komunikasi yang membahas mengenai

perasaan ketidaknyamanan seseorang yang diakibatkan oleh sikap, pemikiran, dan perilaku

yang tidak konsisten dan memotivasi seseorang untuk mengambil langkah demi mengurangi

ketidaknyamanan tersebut.

Pernahkah kamu merasa terbebani dengan orientasi seksualmu?[1] Kamu bingung

mengapa bisa memiliki rasa suka kepada sesama jenis dan berusaha menyangkalnya?

Tidakkah saat itu kamu merasa sangat takut jika orang lain tahu sehingga kamu berusaha

menyembunyikan dan tidak menginginkannya? Gejala-gejala seperti ini menunjukkan bahwa

kamu sedang mengalami dilema. Dalam dunia LGBT, keadaan semacam ini populer dengan

istilah denial. Namun, ditinjau dari segi psikologis, kamu mungkin mengalami apa yang disebut

sebagai cognitive dissonance atau disonansi kognitif.

Defenisi Disonansi Kognitif

Apa sih disonansi kognitif itu? Wibowo (dalam Sarwono, S.W., 2009) mendefinisikannya

sebagai keadaan tidak nyaman akibat adanya ketidaksesuaian antara dua sikap atau lebih

serta antara sikap dan tingkah laku. Festinger (1957), berpendapat bahwa disonansi terjadi

apabila terdapat hubungan yang bertolak belakang, yang diakibatkan oleh penyangkalan dari

satu elemen kognitif terhadap elemen lain, antara elemen-elemen kognitif dalam diri individu.

Hubungan yang bertolak belakang tersebut, terjadi bila ada penyangkalan antara elemen

kognitif yang satu dengan yang lain, misalnya antara sikap positif A terhadap B (A mencintai

suaminya B) dan sikap A terhadap perilaku B (berselingkuh).

Seorang lesbian, misalnya, dapat mengalami disonansi ketika menyadari orientasi

seksualnya karena dia tahu agama dan norma sosial menganggap orientasinya sebagai

penyimpangan. Akibatnya, lesbian tersebut berusaha menyangkal orientasinya untuk tetap

berpegang pada norma agama dan norma sosial, atau justru menyangkal norma tersebut untuk

dan berusaha merasa nyaman dengan orientasi seksualnya.

Namun, perlu diingat, bahwa istilah disonansi tidak hanya digunakan untuk hal-hal yang

berhubungan dengan orientasi seksual. Ketika seseorang bingung karena sangat ingin pergi ke

luar kota bersama teman tetapi juga tidak ingin melanggar larangan orang tua, dia juga bisa

disebut mengalami disonansi kognitif. Larangan yang harus dipatuhi berbenturan dan

membentuk penyangkalan pada keinginannya untuk pergi.

Disonansi kognitif tidak hanya bisa timbul dari diri seseorang saja, tetapi juga dapat

timbul akibat pengaruh faktor eksternal di luar dirinya. Seorang lesbian yang sudah merasa

keluar dari masa denial dan bisa menerima orientasi seksualnya, misalnya, masih dapat

mengalami disonansi kognitif akibat sikap atau perkataan orang lain. Dalam sebuah penelitian,

seorang lesbian mengaku, ”The tension I experience comes from trying to answer ordained

clergy’s questions about ‘ a sin of being openly avowing as a lesbian Christian” (Mahaffy, 1996).

Page 6: TEORI DISONANSI

Bila terjadi disonansi, ada sesuatu yang harus dilepas, atau ada ketidaksesuaian antara

suatu keyakinan dengan keyakinan-keyakinan atau sikap yang penting. Bersikeras

mempertahankan kedua-duanya, akan terasa sangat menyiksa.

Asumsi-Asumsi Teoritis

Asumsi dari teori disonansi kognitif memiliki sejumlah anggapan atau asumsi dasar

diantaranya adalah[3]:

1. Manusia memiliki hasrat akan adanya konsistensi pada keyakinan, sikap, dan

perilakunya. Teori ini menekankan sebuah model mengenai sifat dasar dari manusia

yang mementigkan adanya stabilitas dan konsistensi. 

2. Disonansi diciptakan oleh inkonsistensi biologis. Teori ini merujuk pada fakta-fakta harus

tidak konsisten secara psikologis satu dengan lainnya untuk menimbulkan disonansi

kognitif. 

3. Disonansi adalah perasaan tidak suka yang mendorong orang untuk melakukan suatu

tindakan dengan dampak-dampak yang tidak dapat diukur. Teori ini menekankan

seseorang yang berada dalam disonansi memberikan keadaan yang tidak nyaman,

sehingga ia akan melakukan tindakan untuk keluar dari ketidaknyamanan tersebut. 

4. Disonansi akan mendorong usaha untuk memperoleh konsonansi dan usaha untuk

mengurangi disonansi. Teori ini beranggapan bahwa rangsangan disonansi yang

diberikan akan memotivasi seseorang untuk keluar dari inkonsistensi tersebut dan

mengembalikannya pada konsistensi.

Menurut Leon Festinger, Perasaan yang tidak seimbang sebagai disonansi kognitif; hal

ini merupakan perasaan yang dimiliki orang ketika mereka menemukan diri mereka sendiri

melakukan sesuatu yang tidak sesuai dengan apa yang mereka ketahui, atau mempunyai

pendapat yang tidak sesuai dengan pendapat lain yang mereka pegang”(1957, hal 4).

Konsep ini membentuk inti dari teori disonansi kognitif, teori ini berpendapat bahwa

disonansi adalah sebuah perasaan tidak nyaman yang memotivasi orang untuk mengambil

langkah demi mengurangi ketidaknyaman itu.

Teori disonansi kognitif beranggapan bahwa dua elemen pengetahuan merupakan

hubungan yang disonan (tidak harmonis) apabila dengan mempertimbangkan dua eleman itu

sendiri pengamatan satu elemen akan mengikuti elemen lainnya. Teori berpendapat bahwa

disonansi, secara psikologis tidak nyaman , maka akan memotifasi seseorang untuk berusaha

mengurangi disonansi dan mencapai harmonis atau keselarasan. Orang juga akan secara aktif

menolak situasi-situasi dan informasi yang sekiranya akan memunculkan disonansi dalam

berkomunikasi.

Dalam teori disonansi kognitif ada tiga elemen yang menjadi sorotan, yaitu :

1. Tidak relevan satu sama lain.

Page 7: TEORI DISONANSI

2. Konsisten satu sama lain (harmoni).

3. Tidak konsisten satu sama lain (disonansi).

Roger brown (1965) mengatakan, dasar dari teori ini mengikuti sebuah prinsip yang

cukup sederhana ”Keadaan disonansi kognitif dikatakan sebagai keadaam ketidaknyaman

psikologis atau ketegangan yang memotivasi usaha-usaha untuk mencapai konsonansi”.

Disonansi adalah sebutan ketidakseimbangan dan konsonansi adalah sebutan untuk

keseimbangan. Brown menyatakan teori ini memungkinkan dua elemen untuk melihat tiga

hubungan yang berbeda satu sama lain. Mungkin saja konsonan (consonant), disonansi

(dissoanant), atau tidak relevan (irrelevan).

Hubungan konsonan (consonant relationship) ada antara dua elemen ketika dua elemen

tersebut pada posisi seimbang satu sama lain. Jika anda yakin, misalnya, jika bahwa kesehatan

dan kebugaran adalah tujuan yang penting dan anda berolahraga sebanyak tiga sampai lima

kali dalam seminggu, maka keyakinan anda mengenai kesehatan dan perilaku anda sendiri

akan memiliki hubungan yang konsonan antara satu sama lain. Atau pada kasus kaum lesbian.

Jika perilaku lesbian dan norma agama atau sosial tidak ada pertentangan, berarti lesbian

dengan norma agama dan sosial merupakan hubungan yang konsonan.

Hubungan disonansi (dissonant relationship) berarti bahwa elemen-elemennya tidak

seimbang satu dengan lainnya. Contoh dari hubungan disonan antarelemen adalah seorang

penganut agama yang mendukung hak perempuan untuk memilih melakukan aborsi. Dalam

kasus ini, keyakinan keagamaan orang itu berkonflik dengan keyakinan politiknya mengenai

aborsi. Atau kasus kaum lesbian, mengenai perilakunya yang lesbi dengan konflik dengan

norma agama atau sosial yang bertentangan, membuat hubungan ini disonan.

Hubungan tidak relevan (irrelevan relationship) ada ketika elemen-elemen

tidakmengimplikasikan apa pun mengenai satu sama lain. Pentingnya disonansi kognitif bagi

peneliti komunikasi ditunjukkan dalam pernyataan Festinger bahwa ketidaknyaman yang

disebabkan oleh disonansi akan mendorong terjadinya perubahan.

Konsep dan Proses Disonansi Kognitif

Ketika teoretikus disonansi berusaha untuk melakukan prediksi seberapa banyak

ketidaknyaman atau disonansi yang dialami seseorang, mereka mengakui adanya konsep

tingkat disonansi. Tingkat disonansi (magnitude of dissonance) merujuk kepada jumlah

kuantitatif disonansi yang dialami oleh seseorang. Tingkat disonansi akan menentukan tindakan

yang akan diambil seseorang dan kognisi yang mungkin ia gunakan untuk mengurangi

disonansi. Teori CDT membedakan antara situasi yang menghasilkan lebih banyak disonansi

dan situasi yang menghasilkan lebih sedikit disonansi.

Tingkat Disonansi

Page 8: TEORI DISONANSI

Merujuk kepada jumlah inkonsistensi yang dialami seseorang, ada tiga faktor yang

dapat mempengaruhi tingkat disonansi yang dirasakan seseorang(Zimbardo, ebbsen&Maslach,

1977):

1. Kepentingan, atau seberapa signifikan suatu masalah, berpengaruh terhadap tingkat

disonansi yang dirasakan. 

2. Rasio disonansi atau jumlah kognisi disonan berbanding dengan jumlah kognisi yang

konsonan. 

3. Rasionalitas yang digunakan individu untuk menjustifikasi inkonsistensi. Faktor ini

merujuk pada alasan yang dikemukan untuk menjelaskan mengapa sebuah

inkonsistensi muncul. Makin banyaka alasan yang dimiliki seseorang untuk mengatasi

kesenjangan yang ada, maka semakin sedikit disonansi yang seseorang rasakan.

Disonansi Kognitif dan Persepsi

Teori CDT berkaitan dengan proses pemilihan terpaan (selective exposure), pemilihan

perhatian (selective attention), pemilihan interpretasi (selective interpretation), dan pemilihan

retensi (selective retention), karena teori ini memprediksi bahwa orang akan menghindari

informasi yang meningkatkan disonansi. Proses perseptual ini merupakan dasar dari

penghindaran ini.

a. Terpaan Selektif (Selective Exposure)

Mencari informasi yang konsisten yang belum ada, membantu untuk mengurangi

disonansi. CDT memprediksikan bahwa orang akan menghindari informasi yang meningkatkan

disonansi dan mencari informasi yang konsisten dengan sikap dan prilaku mereka.

b. Pemilihan Perhatian (Selective Attention)

Merujuk pada melihat informasi secara konsisten begitu konsisten itu ada. Orang

memperhatikan informasi dalam lingkungannya yang sesuai dengan sikap dan keyakinannya

sementara tidak menghiraukan informasi yang tidak konsisten.

c. Interpretasi Selektif (Selective Interpretation)

Melibatkan penginterpretasikan informasi yang ambigu sehingga menjadi konsisten.

Dengan menggunakan interpretasi selektif, kebanyakan orang menginterpretasikan sikap teman

dekatnya sesuai dengan sikap mereka sendiri daripada yang sebenarnya

terjadi(Bescheid&Walster,1978).

d. Retensi Selektif (Selective Retention)

Merujuk pada mengingat dan mempelajari informasi yang konsisten dengan

kemampuannya yang lebih besar dibandingkan yang kita akan lakukan terhadap informasi yang

Page 9: TEORI DISONANSI

konsisten dengan kemampuan yang lebih besar dibandingkan yang kita lakukan terhadap

informasi yang tidak konsisten.

Cara Mengatasi Disonansi Kognitif

Ada banyak cara untuk mengatasi disonansi kognitif, namun cara yang paling efektif

untuk ditempuh adalah:

a. Mengurangi pentingnya keyakinan disonan kita.

b. Menambahkan keyakinan yang konsonan.

c. Menghapus disonansi dengan cara tertentu.

Aronson dan Festinger (1968; 1957; dalam Sarwono, S.W., 2009) mengemukakan tiga

mekanisme yang dapat digunakan untuk mengurangi disonansi kognitif, yaitu:

1. Mengubah sikap atau perilaku menjadi konsisten satu sama lain. Seorang lesbian yang

tinggal di lingkungan yang sangat keras menentang homoseksualitas, misalnya, dapat

mengaplikasikan mekanisme ini dengan dua cara, yaitu: (1) mengubah orientasi

seksualnya atau setidaknya berpura-pura menjadi heteroseksual; atau (2) pindah ke

lingkungan lain yang lebih bisa menerima diri dan orientasinya. 

2. Mekanisme yang kedua adalah mencari informasi baru yang mendukung sikap atau

perilaku untuk menyeimbangkan elemen kognitif yang bertentangan. Misalnyanya

seorang lesbian mencari informasi tentang perilakunya yang menyimpang di lihat dari

sudut sosial, mencari pembenaran dengan hal yang serupa. Misalnya, sebut aja disini

artikel SepociKopi, membaca artikel ini, mungkin kamu tanpa sadar sedang

menjalankan mekanisme tersebut. Atau cari info lain yang juga bisa menemukan

beberapa artikel argumentatif yang mengemukakan bahwa homoseksualitas

sebenarnya tidak bertentangan dengan agama tertentu. Berusaha mencari artikel

sejenis untuk menenangkan diri atau dijadikan dasar argumen ketika berdiskusi dengan

orang lain juga merupakan aplikasi dari mekanisme di atas. 

3. Mekanisme yang terakhir adalah trivialization yang berarti mengabaikan atau

menganggap ketidaksesuaian antara sikap atau perilaku penyebab disonansi sebagai

hal yang biasa. Kamu menjalankan mekanisme ini ketika kamu berusaha tidak peduli,

dan tetap berusaha menjalani hari-hari sesuai dengan norma yang ada, meskipun tetap

menjalankan kehidupan sebagai lesbian misalnya.

Kritik Terhadap Teori Disonansi

1. Teori ini dinilai kurang memiliki kegunaan karena teori ini tidak menjelaskan secara

menyeluruh kapan dan bagaimanaseseorang akan mencoba untuk mengurangi

disonansi. 

Page 10: TEORI DISONANSI

2. Kemungkinan pengujian tidak sepenuhnya terdapat dalam teori ini. Kemungkinan

pengujian berarti kemampuan untuk membuktikan apakah teori tersebut benar atau

salah.

Page 11: TEORI DISONANSI

3. Proses adopsi perilakuMenurut Roger, seseorang akan mengikuti atau menganut perilaku baru melalui tahapan sebagai berikut:a. Sadar (Awareness) : seseorang sadar akan adanya informasi baru. Misalnya menggosok gigi.b. Tertarik (Interest) : seseorang mulai tertarik untuk mengetahui lebih lanjut mengenai manfaat menggosok gigi sehingga orang tersebut mencari informasi lebih lanjut pada orang lain yang dianggap tahu, membaca atau mendengarkan dari sumber yang dianggap tahu.c. Evaluasi (Evaluasion) : pada tahap ini seseorang mulai menilai, apakah akan memulai menggosok gigi atau tidak, dengan mempertimbangkan berbagai sudut misalnya, kemampuan membeli sikat gigi, pasta gigi, atau melihat orang lain yang rajin menggosoki gigi.d. Mencoba (Triad) : orang tersebut mulai menggosok gigi. Dengan mempertimbangkan untung ruginya, orang tersebut akan terus mencoba atau menghentikannya. Misalnya, apabila orang tersebut setelah menggosok gigi merasa mulutnya nyaman, giginya bersih sehingga menambah rasa percaya diri, ia kan melanjutkan menggosok gigi secara teratur. Namun, jila menggosok gigi membuat gigi ngilu kegiatan menggosok gigi tidak akan dilanjutkan atau diberhentikan sementara.e. Adopsi (Adopsion) : pada tahap ini, orang yakin dan telah menerima bahwa informasi baru berupa menggosok gigi memberi keuntungan bagi dirinya sehingga menggosok gigi menjadi kebutuhan.

Sumber: http://id.shvoong.com/medicine-and-health/2271908-proses-perubahan-perilaku/#ixzz2tkTu4Tzx