teori disonansi kognitif

17
Teori disonansi kognitif Teori disonansi kognitif merupakan sebuah teori komunikasi yang membahas mengenai perasaan ketidaknyamanan seseorang yang diakibatkan oleh sikap , pemikiran , dan perilaku yang tidak konsisten dan memotivasi seseorang untuk mengambil langkah demi mengurangi ketidaknyamanan tersebut. [1] Asumsi Teori disonansi kognitif memiliki sejumlah anggapan atau asumsi dasar diantaranya adalah: Manusia memiliki hasrat akan adanya konsistensi pada keyakinan , sikap, dan perilakunya. [1] Teori ini menekankan sebuah model mengenai sifat dasar dari manusia yang mementigkan adanya stabilitas dan konsistensi . [1] Disonansi diciptakan oleh inkonsistensi biologis . [1] Teori ini merujuk pada fakta-fakta harus tidak konsisten secara psikologis satu dengan lainnya untuk menimbulkan disonansi kognitif. [1] Disonansi adalah perasaan tidak suka yang mendorong orang untuk melakukan suatu tindakan dengan dampak-dampak yang tidak dapat diukur . [1] Teori ini menekankan seseorang yang berada dalam disonansi memberikan keadaan yang tidak nyaman, sehingga ia akan melakukan tindakan untuk keluar dari ketidaknyamanan tersebut. [1] Disonansi akan mendorong usaha untuk memperoleh konsonansi dan usaha untuk mengurangi disonansi. [1] Teori ini beranggapan bahwa rangsangan disonansi yang diberikan akan memotivasi seseorang untuk keluar dari inkonsistensi tersebut dan mengembalikannya pada konsistensi. [1] Tingkat Disonansi

Upload: arbiansyah-muhsin

Post on 03-Jul-2015

1.271 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Teori disonansi kognitif

Teori disonansi kognitif

Teori disonansi kognitif merupakan sebuah teori komunikasi yang membahas mengenai perasaan ketidaknyamanan seseorang yang diakibatkan oleh sikap, pemikiran, dan perilaku yang tidak konsisten dan memotivasi seseorang untuk mengambil langkah demi mengurangi ketidaknyamanan tersebut. [1]

Asumsi

Teori disonansi kognitif memiliki sejumlah anggapan atau asumsi dasar diantaranya adalah:

Manusia memiliki hasrat akan adanya konsistensi pada keyakinan, sikap, dan perilakunya.[1] Teori ini menekankan sebuah model mengenai sifat dasar dari manusia yang mementigkan adanya stabilitas dan konsistensi. [1]

Disonansi diciptakan oleh inkonsistensi biologis. [1] Teori ini merujuk pada fakta-fakta harus tidak konsisten secara psikologis satu dengan lainnya untuk menimbulkan disonansi kognitif. [1]

Disonansi adalah perasaan tidak suka yang mendorong orang untuk melakukan suatu tindakan dengan dampak-dampak yang tidak dapat diukur. [1] Teori ini menekankan seseorang yang berada dalam disonansi memberikan keadaan yang tidak nyaman, sehingga ia akan melakukan tindakan untuk keluar dari ketidaknyamanan tersebut. [1]

Disonansi akan mendorong usaha untuk memperoleh konsonansi dan usaha untuk mengurangi disonansi. [1] Teori ini beranggapan bahwa rangsangan disonansi yang diberikan akan memotivasi seseorang untuk keluar dari inkonsistensi tersebut dan mengembalikannya pada konsistensi. [1]

Tingkat Disonansi

Merujuk kepada jumlah inkonsistensi yang dialami seseorang. [1] Tiga hal yang merujuk kepada tingkat disonansi seseorang:

Tingkat kepentingan, yaitu seberapa signifikan tingkat masalah tersebut berpengaruh pada tingkat disonansi yang dirasakan. [1]

Rasio disonansi, yaitu jumlah disonansi berbanding dengan jumlah konsistensi. [1]

Rasionalitas merupakan alasan yang dikemukakan oleh seseorang yang merujuk mengapa suatu inkonsistensi muncul. [1]

Page 2: Teori disonansi kognitif

Mengatasi Disonansi

Ada banyak cara untuk mengatasi disonansi kognitif, namun cara yang paling efektif untuk ditempuh adalah:

Mengurangi pentingnya keyakinan disonan kita. [1]

Menambahkan keyakinan yang konsonan. [1]

Menghapus disonansi dengan cara tertentu. [1]

Kritik Terhadap Teori

Teori ini dinilai kurang memiliki kegunaan karena teori ini tidak menjelaskan secara menyeluruh kapan dan bagaimanaseseorang akan mencoba untuk mengurangi disonansi. [1]

Kemungkinan pengujian tidak sepenuhnya terdapat dalam teori ini. Kemungkinan pengujian berarti kemampuan untuk membuktikan apakah teori tersebut benar atau salah. [1]

Teori Pertukaran SosialTokoh-tokoh yang mengembangkan teori pertukaran sosial antara lain adalah psikolog John Thibaut dan

Harlod Kelley (1959), sosiolog George Homans (1961), Richard Emerson (1962), dan Peter Blau (1964).

 Teori ini memandang hubungan interpersonal sebagai suatu transaksi dagang. Orang berhubungan dengan orang lain karena mengharapkan sesuatu yang memenuhi kebutuhannya. Thibaut dan Kelley, pemuka utama dari teori ini menyimpulkan teori ini sebagai berikut: “Asumsi dasar yang mendasari seluruh analisis kami adalah bahwa setiap individu secara sukarela memasuki dan tinggal dalam hubungan sosial hanya selama hubungan tersebut cukup memuaskan ditinjau dari segi ganjaran dan biaya”.  Berdasarkan teori ini, kita masuk ke dalam hubungan pertukaran dengan orang lain karena dari padanya kita memperoleh imbalan. Dengan kata lain hubungan pertukaran dengan orang lain akan menghasilkan suatu imbalan bagi kita. Teori pertukaran sosial pun melihat antara perilaku dengan lingkungan terdapat hubungan yang saling mempengaruhi (reciprocal). Karena lingkungan kita umumnya terdiri atas orang-orang lain, maka kita dan orang-orang lain tersebut dipandang mempunyai perilaku yang saling mempengaruhi Dalam hubungan tersebut terdapat unsur imbalan (reward), pengorbanan (cost) dan keuntungan (profit).  Imbalan merupakan segala hal yang diperloleh melalui adanya  pengorbanan, pengorbanan merupakan semua hal yang dihindarkan, dan keuntungan adalah imbalan dikurangi oleh pengorbanan. Jadi perilaku sosial terdiri atas pertukaran paling sedikit antar dua orang berdasarkan perhitungan untung-rugi. Misalnya, pola-pola perilaku  di tempat kerja, percintaan, perkawinan, persahabatan – hanya akan langgeng manakala kalau semua pihak yang terlibat merasa teruntungkan. Jadi perilaku seseorang dimunculkan karena berdasarkan

Page 3: Teori disonansi kognitif

perhitungannya, akan menguntungkan bagi dirinya, demikian pula sebaliknya jika merugikan maka perilaku tersebut tidak ditampilkan.  Empat Konsep pokokGanjaran, biaya, laba, dan tingkat perbandingan merupakan empat konsep pokok dalam teori ini. 

Ganjaran ialah setiap akibat yang dinilai positif yang diperoleh seseorang dari suatu hubungan. Ganjaran berupa uang, penerimaan sosial atau dukungan terhadap nilai yang dipegangnya. Nilai suatu ganjaran berbeda-beda antara seseorang dengan yang lain, dan berlainan antara waktu yang satu dengan waktu yang lain. Buat orang kaya mungkin penerimaan sosial lebih berharga daripada uang. Buat si miskin, hubungan interpersonal yang dapat mengatasi kesulitan ekonominya lebih memberikan ganjaran daripada hubungan yang menambah pengetahuan.

Biaya adalah akibat yang dinilai negatif yang terjadi dalam suatu hubungan. Biaya itu dapat berupa waktu, usaha, konflik, kecemasan, dan keruntuhan harga diri dan kondisi-kondisi lain yang dapat menghabiskan sumber kekayaan individu atau dapat menimbulkan efek-efek yang tidak menyenangkan. Seperti ganjaran, biaya pun berubah-ubah sesuai dengan waktu dan orang yang terlibat di dalamnya.

Hasil atau laba adalah ganjaran dikurangi biaya. Bila seorang individu merasa, dalam suatu hubungan interpersonal, bahwa ia tidak memperoleh laba sama sekali, ia akan mencari hubungan lain yang mendatangkan laba. Misalnya, Anda mempunyai kawan yang pelit dan bodoh. Anda banyak membantunya, tetapi hanya sekedar supaya persahabatan dengan dia tidak putus. Bantuan Anda (biaya) ternyata lebih besar daripada nilai persahabatan (ganjaran) yang Anda terima. Anda rugi. Menurut teori pertukaran sosial, hubungan anda dengan sahabat pelit itu mudah sekali retak dan digantikan dengan hubungan baru dengan orang lain.

Tingkat perbandingan menunjukkan ukuran baku (standar) yang dipakai sebagai kriteria dalam menilai hubungan individu pada waktu sekarang. Ukuran baku ini dapat berupa pengalaman individu pada masa lalu atau alternatif hubungan lain yang terbuka baginya. Bila pada masa lalu, seorang individu mengalami hubungan interpersonal yang memuaskan, tingkat perbandingannya turun. Bila seorang gadis pernah berhubungan dengan kawan pria dalam hubungan yang bahagia, ia akan mengukur hubungan interpersonalnya dengan kawan pria lain berdasarkan pengalamannya dengan kawan pria terdahulu. Makin bahagia ia pada hubungan interpersonal sebelumnya, makin tinggi tingkat perbandingannya, berarti makin sukar ia memperoleh hubungan interpersonal yang memuaskan.

 Homans dalam bukunya “Elementary Forms of Social Behavior, 1974 mengeluarkan beberapa proposisi dan salah satunya berbunyi :”Semua tindakan yang dilakukan oleh seseorang, makin sering satu bentuk tindakan tertentu memperoleh imbalan, makin cenderung orang tersebut menampilkan tindakan tertentu tadi “. Proposisi ini secara eksplisit menjelaskan bahwa satu tindakan tertentu akan berulang dilakukan jika ada imbalannya. Proposisi lain yang juga memperkuat proposisi tersebut berbunyi : “Makin tinggi nilai hasil suatu perbuatan bagi seseorang, makin besar pula kemungkinan perbuatan tersebut diulanginya kembali”. Bagi Homans, prinsip dasar pertukaran sosial adalah “distributive justice” – aturan yang mengatakan bahwa sebuah imbalan harus sebanding dengan investasi. Proposisi yang terkenal sehubungan dengan prinsip tersebut berbunyi ” seseorang dalam hubungan pertukaran dengan orang lain akan mengharapkan imbalan yang diterima oleh setiap pihak sebanding dengan pengorbanan yang telah dikeluarkannya – makin tingghi pengorbanan, makin tinggi imbalannya – dan keuntungan yang diterima oleh setiap pihak harus sebanding dengan investasinya – makin tinggi investasi, makin tinggi keuntungan”. Inti dari teori pembelajaran sosial dan pertukaran

Page 4: Teori disonansi kognitif

sosial  adalah perilaku sosial seseorang hanya bisa dijelaskan oleh sesuatu yang bisa diamati, bukan oleh proses mentalistik (black-box). Semua teori yang dipengaruhi oleh perspektif ini menekankan hubungan langsung antara perilaku yang teramati dengan lingkungan. Pendekatan ObyektifTeori Pertukaran sosial ada di pendekatan objektif. Pendekatan ini disebut “obyektif” berdasarkan pandangan bahwa objek-objek, perilaku-perilaku dan peristiwa-peristiwa eksis di suatu dunia yang dapat diamati oleh pancaindra (penglihatan, pendengaran, peraba, perasa, dan pembau), dapat diukur dan diramalkan.

Teori Pertukaran sosial beranggapan orang berhubungan dengan orang lain karena mengharapkan

sesuatu yang memenuhi kebutuhannya. Pada pendekatan obyektif cenderung menganggap manusia

yang mereka amati sebagai pasif dan perubahannya disebabkan kekuatan-kekuatan sosial di luar diri

mereka. Pendekatan ini juga berpendapat, hingga derajat tertentu perilaku manusia dapat diramalkan,

meskipun ramalan tersebut tidak setepat ramalan perilaku alam. Dengan kata lain, hukum-hukum yang

berlaku pada perilaku manusia bersifat mungkin (probabilistik). Misalnya, kalau mahasiswa lebih rajin

belajar, mereka (mungkin) akan mendapatkan nilai lebih baik; kalau kita ramah kepada orang lain, orang

lain (mungkin) akan ramah kepada kita; bila suami isteri sering bertengkar, mereka (mungkin) akan

bercerai.

Sumber:

Modul 4 & Modul 6 Teori Komunikasi Farid Hamid M Si

TEORI KESEIMBANGAN (HEIDER) Teori Keseimbangan dari Heider

Ruang lingkup teori keseimbangan (balance theory) dari Heider adalah mengenai hubungan-hubungan antarpribadi. Teori ini berusaha menerangkan bagaimana individu-individu sebagai bagian dari struktur sosial (misalnya sebagai suatu kelompok) cenderung untuk menjalin hubungan satu sama lain.Teori Heider memusatkan perhatiannya pada hubungan intra-pribadi (intrapersonal) yang berfungsi sebagai “daya tarik”, yaitu semua keadaan kognitif yang berhubungan dengan perasaan suka dan tidak suka terhadap individu-individu dan objek-objek lain. Teori Heider merupakan penjelasan yang sangat menarik tentang gejala-gejala kelompok dan menyediakan bagi para sarjana komunikasi beberapa cara yang bermanfaat untuk melihat kelompok yang mempunyai hubungan dengan kejadian-kejadian intra-pribadi yang berkaitan dengan dimensi-dimensi struktural dari perasaan suka. Teori ini mungkin juga bermanfaat untuk menerangkan beberapa kehadiran komunikasi terbuka di dalam kelompok, walau tidak secara langsung berhubungan dengan tingkah laku pesan.

Diposkan oleh denontarr di 07:19

Page 5: Teori disonansi kognitif

SISTEM A - B - X (NEWCOMB) Sistem A-B-X dari Newcomb

Sistem A-B-X dari Newcomb memperluas teori hubungan intrpribadi Heider sampai kepada interaksi yang terjadi di antara anggota dari kelompok yang hanya terdiri dari dua orang anggota. Model dari Newcomb melibatkan tiga unsur, yaitu A dan B yang mewakili dua orang individu yang berinteraksi, dan X sebagai objek pembicaraan (komunikasi). Menurut Newcomb tingkah laku komunikasi terbuka antara A dan B, dapat diterangkan melalui kebutuhan mereka untuk mencapai keseimbangan atau keadaan simetris antara satu sama lain dan juga terhadap X.Teori dari Newcomb dapat membantu ahlikomunikasi kelompok dalam menjelaskan dan memperkirakan tingkah laku kelompok-kelompok yang beranggotakan 2 orang. Pada tingkat antarpribadi, teori menjelaskan beberapa motivasi dan tekanan yang akan menimbulkan beberapa tindakan komuniaksi. Teori ini juga menguraikan dan menjelaskan kegiatan itu sendiri.

TEORI PERBANDINGAN SOSIAL Teori Perbandingan Sosial (Social Comparison Theory)

Tindak komunikasi dalam kelompok berlangsung karena adanya kebutuhan-kebutuhan dari individu untuk membandingkan sikap, pendapat, dan kemampuannya dengan individu-individu lainnya.Dalam teori perbandingan sosial ini, tekanan seseorang untuk berkomunikasi dengan anggota kelompok lainnya akan mengalami peningkatan, jika muncul ketidaksetujuan yang berkaitan dengan suatu kejadian atau peristiwa; kalau tingkat pentingnya peristiwa tersebut meningkat dan apabila hubungan dalam kelompok (group cohesiveness) juga menunjukkan peningkatan. Selain itu, setelah keputusan kelompok dibuat, para anggota kelompok akan saling berkomunikasi untuk mendapatkan informasi yang mendukung atau membuat individu-individu dalam kelompok lebih merasa senang dengan keputusan yang dibuat tersebut. Teori perbandingan sosial ini diupayakan untuk dapat menjelaskan bagaimana tindak komunikasi dari para anggota kelompok mengalami peningkatan atau penurunan.

Teori Pembelajaran Sosial

Sejauh ini kita telah mendiskusikan teori yang memandang penerima pesan yang aktif terlibat dalam memproses informasi. Teori pembelajaran sosial

Page 6: Teori disonansi kognitif

berusaha menjelaskan dan memprediksi perilaku dengan melihat cara lain yang dilakukan individu dalam memproses informasi. Teori ini membantu kita memahami bahwa contoh dari personal tertentu atau media massa dapat menjadi penting dalam usaha memperoleh perilaku yang baru.

Psikologi sosial, Albert Bandura, mengatakan bahwa kita bisa mempelajari sebuah perilaku baru hanya dengan mengamati perilaku orang lain.  Ketika kita melihat sebuah  perilaku yang menarik hati kita, kita akan memperhatikan apakah perilaku tersebut memberi keuntungan kepada pelakunya atau tidak. Keuntungan ini dapat berupa keuntungan eksternal, seperti mendapatkan pujian, atau internal, seperti “kelihatan keren”.  Bandura berpendapat bahwa kita mengujicobakan perilaku tersebut di pikiran kita. Jika kita setuju bahwa perilaku tersebut berpotensi memberi kita keuntungan, maka pemikiran ini akan bersemayam dalam masa cukup lama di dalam pikiran kita sampai kita membutuhkannya.

Kemungkinan akan munculnya sebuah perilaku tertentu lebih ditentukan oleh konsekuensi yang diharapkan dengan melakoni perilaku tersebut. Semakin positif dan semakin banyak keuntungan yang kita peroleh, akan semakin mungkin perilaku tersebut muncul.

Dengan mengetahui hal ini, orang-orang public relations bisa melakukan antisipasi bahwa karyawan yang belum berpengalaman akan mencontoh perilaku  dari karyawan yang sudah berpengalaman, terutama jika perilaku itu membawa keuntungan. Jika sebuah perusahaan mengenali prestasi dan memberi keuntungan kepada karyawan  yang melakukan kerja terbaik dalam melayani dan memuaskan konsumen, Anda dapat memperkirakan bahwa mereka yang juga ingin maju dan sukses akan mencontoh perilaku ini.

Ingat : Anda akan berperilaku sesuai dengan apa yang menguntungkan Anda. Teori pembelajaran sosial menjelaskan salah satu rute menuju peilaku ini.

Sumber Buku :

( Public Relations Profesi dan Praktik, Dan Lattimore, Otis Baskin, Suzette T.Heiman,  Elizabeth L.Toth. Hal. 58-59)

Teori ketergantungan media

Teori Ketergantungan Media (bahasa Inggris: Dependency Theory) adalah teori tentang komunikasi massa yang menyatakan bahwa semakin seseorang tergantung pada suatu media untuk memenuhi kebutuhannya, maka media tersebut menjadi semakin penting untuk orang itu [1]. Teori ini diperkenalkan oleh Sandra Ball-Rokeach dan Melvin DeFleur. Mereka memperkenalkan model yang menunjukan hubungan integral tak terpisahkan antara pemirsa, media dan sistem sosial yang besar.

Konsisten dengan teori-teori yang menekankan pada pemirsa sebagai penentu media, model ini memperlihatkan bahwa individu bergantung pada media untuk pemenuhan kebutuhan atau untuk

Page 7: Teori disonansi kognitif

mencapai tujuannya, tetapi mereka tidak bergantung pada banyak media dengan porsi yang sama besar.

Besarnya ketergantungan seseorang pada media ditentukan dari dua hal.

Pertama, individu akan condong menggunakan media yang menyediakan kebutuhannya lebih banyak dibandingkan dengan media lain yang hanya sedikit. Sebagai contoh, bila anda menyukai gosip, anda akan membeli tabloid gosip dibandingkan membeli koran Kompas, dimana porsi gosip tentang artis hanya disediakan pada dua kolom di halaman belakang, tetapi orang yang tidak menyukai gosip mungkin tidak tahu bahwa tabloid gosip kesukaan anda, katakanlah acara Cek dan ricek, itu ada, ia pikir cek dan ricek itu hanya acara di televisi, dan orang ini kemungkinan sama sekali tidak peduli berita tentang artis di dua kolom halaman belakang Kompas.

Kedua, persentase ketergantungan juga ditentukan oleh stabilitas sosial saat itu. Sebagai contoh, bila negara dalam keadaan tidak stabil, anda akan lebih bergantung/ percaya pada koran untuk mengetahui informasi jumlah korban bentrok fisik antara pihak keamanan dan pengunjuk rasa, sedangkan bila keadaan negara stabil, ketergantungan seseorang akan media bisa turun dan individu akan lebih bergantung pada institusi - institusi negara atau masyarakat untuk informasi. Sebagai contoh di Malaysia dan Singapura dimana penguasa memiliki pengaruh besar atas pendapat rakyatnya, pemberitaan media membosankan karena segala sesuatu tidak bebas untuk digali, dibahas, atau dibesar-besarkan, sehingga masyarakat lebih mempercayai pemerintah sebagai sumber informasi mereka.

TEORI DIFUSI   INOVASI Diterbitkan 25 Januari, 2009 Komunikasi Pembangunan 20 Comments Tag:Adopsi inovasi, Adopter, Difusi Inovasi, Everett M. Rogers, Keputusan inovasi

Latar Belakang Teori

Munculnya Teori Difusi Inovasi dimulai pada awal abad ke-20, tepatnya tahun 1903, ketika

seorang sosiolog Perancis, Gabriel Tarde, memperkenalkan Kurva Difusi berbentuk S (S-shaped Diffusion

Curve). Kurva ini pada dasarnya menggambarkan bagaimana suatu inovasi diadopsi seseorang atau

sekolompok orang dilihat dari dimensi waktu. Pada kurva ini ada dua sumbu dimana sumbu yang satu

menggambarkan tingkat adopsi dan sumbu yang lainnya menggambarkan dimensi waktu.

Pemikiran Tarde menjadi penting karena secara sederhana bisa menggambarkan

kecenderungan yang terkait dengan proses difusi inovasi. Rogers (1983) mengatakan, Tarde’s S-shaped

diffusion curve is of current importance because “most innovations have an S-shaped rate of adoption”.

Page 8: Teori disonansi kognitif

Dan sejak saat itu tingkat adopsi atau tingkat difusi menjadi fokus kajian penting dalam penelitian-

penelitian sosiologi.

Pada tahun 1940, dua orang sosiolog, Bryce Ryan dan Neal Gross, mempublikasikan hasil

penelitian difusi tentang jagung hibrida pada para petani di Iowa, Amerika Serikat. Hasil penelitian ini

memperbarui sekaligus menegaskan tentang difusi inovasimodel kurva S. Salah satu kesimpulan

penelitian Ryan dan Gross menyatakan bahwa “The rate of adoption of the agricultural innovation

followed an S-shaped normal curve when plotted on a cumulative basis over time.”

Perkembangan berikutnya dari teori Difusi Inovasi terjadi pada tahun 1960, di mana studi atau

penelitian difusi mulai dikaitkan dengan berbagai topik yang lebih kontemporer, seperti dengan bidang

pemasaran, budaya, dan sebagainya. Di sinilah muncul tokoh-tokoh teori Difusi Inovasi seperti Everett

M. Rogers dengan karya besarnya Diffusion of Innovation (1961); F. Floyd Shoemaker yang bersama

Rogers menulis Communication of Innovation: A Cross Cultural Approach (1971) sampai Lawrence A.

Brown yang menulis Innovation Diffusion: A New Perpective (1981).

Esensi Teori

Teori Difusi Inovasi pada dasarnya menjelaskan proses bagaimana suatu inovasi disampaikan

(dikomunikasikan) melalui saluran-saluran tertentu sepanjang waktu kepada sekelompok anggota dari

sistem sosial. Hal tersebut sejalan dengan pengertian difusi dari Rogers (1961), yaitu “as the process by

which an innovation is communicated through certain channels over time among the members of a

social system.” Lebih jauh dijelaskan bahwa difusi adalah suatu bentuk komunikasi yang bersifat khusus

berkaitan dengan penyebaranan pesan-pesan yang berupa gagasan baru, atau dalam istilah Rogers

(1961) difusi menyangkut “which is the spread of a new idea from its source of invention or creation to

its ultimate users or adopters.”

Sesuai dengan pemikiran Rogers, dalam proses difusi inovasi terdapat 4 (empat) elemen pokok,

yaitu:

(1) Inovasi; gagasan, tindakan, atau barang yang dianggap baru oleh seseorang. Dalam hal ini, kebaruan

inovasi diukur secara subjektif menurut pandangan individu yang menerimanya. Jika suatu ide

dianggap baru oleh seseorang maka ia adalah inovasi untuk orang itu. Konsep ’baru’ dalam ide yang

inovatif tidak harus baru sama sekali.

Page 9: Teori disonansi kognitif

(2) Saluran komunikasi; ’alat’ untuk menyampaikan pesan-pesan inovasi dari sumber kepada penerima.

Dalam memilih saluran komunikasi, sumber paling tidakperlu memperhatikan (a) tujuan

diadakannya komunikasi dan (b) karakteristik penerima. Jika komunikasi dimaksudkan untuk

memperkenalkan suatu inovasi kepada khalayak yang banyak dan tersebar luas, maka saluran

komunikasi yang lebih tepat, cepat dan efisien, adalah media massa. Tetapi jika komunikasi

dimaksudkan untuk mengubah sikap atau perilaku penerima secara personal, maka saluran

komunikasi yang paling tepat adalah saluran interpersonal.

(3) Jangka waktu; proses keputusan inovasi, dari mulai seseorang mengetahui sampai memutuskan

untuk menerima atau menolaknya, dan pengukuhan terhadap keputusan itu sangat berkaitan

dengan dimensi waktu. Paling tidak dimensi waktu terlihat dalam (a) proses pengambilan keputusan

inovasi, (b) keinovatifan seseorang: relatif lebih awal atau lebih lambat dalammenerima inovasi, dan

(c) kecepatan pengadopsian inovasi dalam sistem sosial.

(4) Sistem sosial; kumpulan unit yang berbeda secara fungsional dan terikat dalam kerjasama untuk

memecahkan masalah dalam rangka mencapai tujuan bersama

Lebih lanjut teori yang dikemukakan Rogers (1995) memiliki relevansi dan argumen yang cukup

signifikan dalam proses pengambilan keputusan inovasi. Teori tersebut antara lain menggambarkan

tentang variabel yang berpengaruh terhadap tingkat adopsi suatu inovasi serta tahapan dari proses

pengambilan keputusan inovasi. Variabel yang berpengaruh terhadap tahapan difusi inovasi tersebut

mencakup (1) atribut inovasi (perceived atrribute of innovasion), (2) jenis keputusan inovasi (type of

innovation decisions), (3) saluran komunikasi (communication channels), (4) kondisi sistem sosial (nature

of social system), dan (5) peran agen perubah (change agents).

Sementara itu tahapan dari proses pengambilan keputusan inovasi mencakup:

1. Tahap Munculnya Pengetahuan (Knowledge) ketika seorang individu (atau unit pengambil

keputusan lainnya) diarahkan untuk memahami eksistensi dan keuntungan/manfaat dan bagaimana

suatu inovasi berfungsi

2. Tahap Persuasi (Persuasion) ketika seorang individu (atau unit pengambil keputusan lainnya)

membentuk sikap baik atau tidak baik

3. Tahap Keputusan (Decisions) muncul ketika seorang individu atau unit pengambil keputusan lainnya

terlibat dalam aktivitas yang mengarah pada pemilihan adopsi atau penolakan sebuah inovasi.

Page 10: Teori disonansi kognitif

4. Tahapan Implementasi (Implementation), ketika sorang individu atau unit pengambil keputusan

lainnya menetapkan penggunaan suatu inovasi.

5. Tahapan Konfirmasi (Confirmation), ketika seorang individu atau unit pengambil keputusan lainnya

mencari penguatan terhadap keputusan penerimaan atau penolakan inovasi yang sudah dibuat

sebelumnya.

Kategori Adopter

Anggota sistem sosial dapat dibagi ke dalam kelompok-kelompok adopter (penerima inovasi)

sesuai dengan tingkat keinovatifannya (kecepatan dalam menerima inovasi). Salah satu pengelompokan

yang bisa dijadikan rujuakan adalah pengelompokan berdasarkan kurva adopsi, yang telah duji oleh

Rogers (1961). Gambaran tentang pengelompokan adopter dapat dilihat sebagai berikut:

1.      Innovators: Sekitar 2,5% individu yang pertama kali mengadopsi inovasi. Cirinya: petualang,

berani mengambil resiko, mobile, cerdas, kemampuan ekonomi tinggi

2.      Early Adopters (Perintis/Pelopor): 13,5% yang menjadi para perintis dalam penerimaan

inovasi. Cirinya: para teladan (pemuka pendapat), orang yang dihormati, akses di dalam

tinggi

3.      Early Majority (Pengikut Dini): 34% yang menjadi pera pengikut awal. Cirinya: penuh

pertimbangan, interaksi internal tinggi.

4.      Late Majority (Pengikut Akhir): 34% yang menjadi pengikut akhir dalam penerimaan

inovasi. Cirinya: skeptis, menerima karena pertimbangan ekonomi atau tekanan social,

terlalu hati-hati.

5.      Laggards (Kelompok Kolot/Tradisional): 16% terakhir adalah kaum kolot/tradisional.

Cirinya: tradisional, terisolasi, wawasan terbatas, bukan opinion leaders,sumberdaya terbatas.

 

Penerapan dan keterkaitan teori

Pada awalnya, bahkan dalam beberapa perkembangan berikutnya,  teori Difusi Inovasi

senantiasa dikaitkan dengan proses pembangunan masyarakat. Inovasi merupakan awal untuk

terjadinya perubahan sosial, dan perubahan sosial pada dasarnya merupakan inti dari

Page 11: Teori disonansi kognitif

pembangunan masyarakat. Rogers dan Shoemaker (1971) menjelaskan bahwa proses difusi

merupakan bagian dari proses perubahan sosial. Perubahan sosial adalah proses dimana

perubahan terjadi dalam struktur dan fungsi sistem sosial. Perubahan sosial terjadi dalam 3 (tiga)

tahapan, yaitu: (1) Penemuan (invention), (2) difusi (diffusion), dan (3) konsekuensi

(consequences). Penemuan adalah proses dimana ide/gagasan baru diciptakan atau

dikembangkan. Difusi adalah proses dimana ide/gagasan baru  dikomunikasikan kepada anggota

sistem sosial, sedangkan konsekuensi adalah suatu perubahan dalam sistem sosial sebagai hasil

dari adopsi atau penolakan inovasi.

Sejak  tahun 1960-an, teori difusi inovasi berkembang lebih jauh di mana fokus kajian

tidak hanya dikaitkan dengan proses perubahan sosial dalam pengertian sempit. Topik studi atau

penelitian difusi inovasi mulai dikaitkan dengan berbagai fenomena kontemporer yang

berkembang di masyarakat. Berbagai perpektif pun menjadi dasar dalam pengkajian proses difusi

inovasi,seperti perspektif ekonomi, perspektif ’market and infrastructure’ (Brown, 1981). Salah

satu definisi difusi inovasi dalam taraf perkembangan ini antara lain dikemukakan  Parker

(1974), yang  mendefinisikan difusi sebagai suatu proses yang berperan memberi nilai tambah

pada fungsi produksi atau proses ekonomi. Dia juga menyebutkan bahwa difusi merupakan suatu

tahapan dalam proses perubahan teknik (technical change). Menurutnya difusi merupakan suatu

tahapan dimana keuntungan dari suatu inovasi berlaku umum. Dari inovator, inovasi diteruskan

melalui pengguna lain hingga akhirnya menjadi hal yang biasa dan diterima sebagai bagian dari

kegiatan produktif.

Berkaitan dengan proses difusi inovasi tersebut National Center for the Dissemination of

Disability Research (NCDDR), 1996, menyebutkan ada 4 (empat) dimensi pemanfaatan pengetahuan

(knowledge utilization), yaitu

1. Dimensi Sumber (SOURCE) diseminasi, yaitu insitusi, organisasi, atau individu yang

bertanggunggung jawab dalam menciptakan pengetahuan dan produk baru.

2. Dimensi Isi (CONTENT) yang didiseminasikan, yaitu pengetahuan dan produk baru dimaksud

yang juga termasuk bahan dan informasi pendukung lainnya.

3. Dimensi Media (MEDIUM) Diseminasi, yaitu cara-cara bagaimana pengetahuan atau produk

tersebut dikemas dan disalurkan.

4. Dimensi Pengguna (USER), yaitu pengguna dari pengetahuan dan produk dimaksud.

Page 12: Teori disonansi kognitif

Bahan Referensi

Hanafi, Abdillah. 1987. Memasyarakatkan Ide-Ide Baru. Surabaya: Penerbit Usaha Nasional

Rogers, E.M. dan Shoemaker, F.F., 1971, Communication of Innovations, London: The Free Press.

Rogers, Everett M., 1983, Diffusion of Innovations. London: The Free Press.

Rogers, Everett M, 1995, Diffusions of Innovations, Forth Edition. New York: Tree Press.

Brown, Lawrence A., Innovation Diffusion: A New Perpevtive. New York: Methuen and Co