teori dasar sedimen laterit

Upload: renato-simanjuntak

Post on 18-Oct-2015

8 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Sedimen Laterit

TRANSCRIPT

Teori Dasar Sedimen Laterit

Batuan Sedimen merupakan batuan endapan yang berasal dari material-material lepas dari proses-proses secara fisis, biologi, ataupun secara kimia. Material-material ini tertransport oleh air, angin, dan gaya gravitasi ke tempat yang lebih rendah (cekungan), dan kemudian diendapkan. Sedimen yang terakumulasi tersebut mengalami proses litifikasi atau proses pembentukan batuan. Proses yang berlangsung adalah kompaksasi dan sementasi yang mengubah sedimen menjadi batuan sedimen. Setelah menjadi batuan sifatnya berubah menjadi keras dan kompak (Magetsari, 2000).

Kebanyakan batuan sedimen ditransport oleh arus yang akhirnya diendapkan, sehingga cirri utama batuan sedimen adalah berlapis. Batas antara satu lapis dengan lapis lainnya disebut bidang-bidang perlapisan. Bidang perlapisan dapat terjadi akibat adanya perbedaan warna, besar butir, dan jenis batuan antara dua lapisan (http://tiacher.blogspot.com/,2008).

Salah satu jenis sedimen adalah sedimen laterit. Sedimen laterit berupa tanah yang mengandung endapan bijih besi dan besi-nikel dan biasanya berasosiasi dengan garnierite, yang merupakan hasil pelapukan batuan ultrabasa, baik dari jenis dunit, serpentinit, atau peridotit (Simandjuntak dkk., 1994). Istilah laterite bisa diartikan sebagai endapan yang kaya akan iron-oxide, miskin unsur silika dan secara intensif ditemukan pada endapan lapukan di iklim tropis. Batuan induk dari endapan nikel laterit adalah batuan ultrabasa; umumnya harzburgit (peridotit yang kaya akan unsur ortopiroksin), dunit dan jenis peridotit yang lain (http://afitchan.multiply.com/,2009).

Endapan nikel terbentuk melalui suatu proses yang panjang dan memakan waktu lama. Proses pembentukan endapan laterit nikel dimulai ketika batuan mengalami pengangkatan sehingga tersingkap di permukaan bumi, batuan tersebut akan terurai. Adanya pelapukan kimiawi dan fisika menghancurkan batuan tersebut hingga menjadi tanah (soil). Apabila batuan tersebut mengandung nikel maka pelapukan akan menyebabkan kandungan nikel semakin tinggi. Proses pembentukan bijih laterit nikel dimulai dari proses pelapukan batuan ultrabasa (Dunit atau Peridotit).Batuan ultrabasa tersusun atas atas mineral olivine, piroksen, amfibol, dan mika. Olivin pada batuan ini mempunyai kandungan nikel sekitar 0,3 %. Batuan ultrabasa yang mengandung nikel ini mengalami proses serpentinisasi, yaitu proses terisinya retakan atau kekar oleh mineral serpentin yang kemudian mengalami proses kimiawi yang disebabkan karena adanya pengaruh dari tanah. Selanjutnya oleh pengaruh iklim setempat batuan induk mengalami pelapukan fisika dan kimiawi. Proses tersebut mengakibatkan terbentuknya endapan laterit nikel (Prasetiawati, 2004).

Pada musim penghujan, air akan memasuki retakan-retakan menyebabkan hancurnya mineral-mineral penyusunan batuan induk. Mg, Si, Ni dan sebagian Fe akan larut dan terbawa sesuai dengan aliran air tanah dan akan menghasilkan mineral-mineral baru pada proses pengendapan kembali. Dalam larutan Fe bersenyawa dengan oksida dan membentuk Ferri Hidroksida yang nantinya mengendap di dekat permukaan tanah menjadi hematit, goetit, dan kobaltit. Pada rekahan-rekahan batuan ultrabasa sebagai Mg mengendap menghasilkan magnesit, dolomite, dan kalsit yang di lapangan dikenal sebagai akar-akar pelapukan (roots of weathering) (Prasetiawati, 2004).

Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan bijih nikel laterit adalah batuan asal, iklim, reagen-reagen, kimia dan vegetasi, struktur vegetasi, struktur geologi, topografi, dan waktu.

1. Batuan asal; Adanya batuan asal merupakan syarat utama untuk terbentuknya endapan nikel laterit, macam batuan asalnya adalah batuan ultrabasa. Dalam hal ini pada batuan ultrabasa tersebut :

a. Terdapat elemen Ni yang paling banyak diantara batuan lainnya.

b. Mempunyai mineral-mineral yang paling mudah lapuk atau tidak stabil, seperti olivin dan piroksin.

c. Mempunyai komponen-komponen yang mudah larut dan memberikan lingkungan pengendapan yang baik untuk nikel.

2. Iklim; Adanya pergantian musim kemarau dan musim penghujan dimana terjadi kenaikan dan penurunan permukaan air tanah juga dapat menyebabkan terjadinya proses pemisahan dan akumulasi unsur-unsur. Perbedaan temperatur yang cukup besar akan membantu terjadinya pelapukan mekanis, dimana akan terjadi rekahan-rekahan dalam batuan yang akan mempermudah proses atau reaksi kimia pada batuan.3. Reagen-reagen kimia dan vegetasi; Yang dimaksud dengan reagen-reagen kimia adalah unsur-unsur dan senyawa-senyawa yang membantu mempercepat proses pelapukan. Air tanah yang mengandung CO2 memegang peranan penting dalam proses pelapukan kimia. Asam-asam humus menyebabkan dekomposisi batuan dan dapat merubah pH larutan. Asam-asam humus ini erat kaitannya dengan vegetasi daerah. Dalam hal ini, vegetasi akan mengakibatkan:

a. Penetrasi air dapat lebih dalam dan lebih mudah dengan mengikuti jalur akar pohon-pohonan.

b. Akumulasi air hujan akan lebih banyak.

c. Humus akan labih tebal. Keadaan ini merupakan suatu petunjuk, dimana hutannya lebat pada lingkungan yang baik akan terdapat endapan nikel yang akan lebih tebal dengan kadar yang lebih tinggi. Selain itu, vegetasi dapat berfungsi untuk menjaga hasil pelapukan terhadap erosi mekanis.

4. Struktur geologi; Seperti diketahui, batuan beku mempunyai porositas dan permeabilitas yang kecil sekali sehingga penetrasi air sangat sulit. Dengan adanya rekahan-rekahan pada batuan ultrabasa tersebut akan lebih memudahkan masuknya air dan berarti proses pelapukan akan lebih intensif.

5. Topografi; keadaan topografi setempat akan sangat mempengaruhi sirkulasi air beserta reagen-reagen lain. Untuk daerah yang landai, maka air akan bergerak perlahan-lahan sehingga akan mempunyai kesempatan untuk mengadakan penetrasi lebih dalam melalui rekahan-rekahan atau pori-pori batuan. Akumulasi endapan umumnya terdapat pada daerah-daerah yang landai sampai kemiringan sedang, hal ini menerangkan bahwa ketebalan pelapukan mengikuti bentuk potografi. Pada daerah yang curam, secara teoritis, jumlah air meluncur (run off) lenih banyak daripada air yang meresap, sehingga pelapukan kurang intensif.

6. Waktu; Waktu yang cukup lama akan mengakibatkan pelapukan yang cukup intensif karena akumulasi unsur nikel cukup nikel.

Secara umum, endapan nikel laterit dibedakan menjadi beberapa lapisan, yaitu tanah penutup, limonit, saprolit, dan bedrock.

1. Tanah penutup (Overburden)

Merupakan bagian yang paling atas dari suatu penampang laterit. Komposisinya adalah akar tumbuhan, humus, oksida besi dan sisa-sisa organik lainnya. Warna khas adalah coklet tua kehitaman dan bersifat gembur. Kadar nikelnya sangat rendah sehingga tidak diambil dalam penambangan.

2. Limonit

Merupakan hasil pelapukan lanjut dari batuan beku ultrabasa. Komposisinya meliputi oksida besi yang dominan, goethit, dan magnetit. Dalam limonit dapat dijumpai adanya akar tumbuhan, meskipun dalam persentase yang sangat kecil. Kemunculan bongkah-bongkah batuan beku ultrabasa pada zona ini tidak dominan atau hampir tidak ada, umumnya mineral-mineral di batuan beku basa-ultrabasa telah terubah menjadi serpentin akibat pelapukan yang belum tuntas.

3. Saprolit

Zona ini merupakan zona pengayaan unsure nikel. Komposisinya berupa oksida besi, serpentin sekitar 35 %. Permeabilitas batuan dasar meningkat sebanding dengan intensitas serpentinisasi