teori dasar

14
TEORI DASAR 2.1 Pengertian Reklamasi Reklamasi merupakan upaya penataan kembali daerah bekas tambang agar bisa menjadi daerah bermanfaat dan berdaya guna. Reklamasi tidak berarti akan mengembalikan seratus persen sama dengan kondisi rona awal misalkan sebuah lahan atau gunung yang dikupas untuk diambil isinya hingga kedalaman ratusan meter bahkan sampai seribu meter walaupun sistem gali timbun (back filling) diterapkan tetap akan meninggalkan lubang besar seperti danau (Herlina, 2004). Reklamasi merupakan kegiatan yang dilakukan untuk memperbaiki lahan pasca penambangan yang meliputi kegiatan pengelolaan tanah yang mencakup perbaikan kondisi fisik tanah overburden agar tidak terjadi longsor serta dalam pembuatan waduk untuk perbaikan kualitas air asam tambang yang beracun yang kemudian dilanjutkan dengan kegiatan revegetasi. Revegetasi sendiri bertujuan untuk memulihkan kondisi fisik, kimia dan biologis tanah, namun upaya perbaikan dengan cara ini masih dirasakan kurang efektif. Hal ini dikarenakan tanaman secara umum kurang bisa beradaptasi dengan lingkungan ekstrim termasuk bekas lahan tambang (Dindin H Mursyidin, S.Si). Menurut Parotta (1993) dan

Upload: iqbal-afriansyah

Post on 26-Sep-2015

8 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

Mining Engineering

TRANSCRIPT

TEORI DASAR2.1 Pengertian Reklamasi Reklamasi merupakan upaya penataan kembali daerah bekas tambang agar bisa menjadi daerah bermanfaat dan berdaya guna. Reklamasi tidak berarti akan mengembalikan seratus persen sama dengan kondisi rona awal misalkan sebuah lahan atau gunung yang dikupas untuk diambil isinya hingga kedalaman ratusan meter bahkan sampai seribu meter walaupun sistem gali timbun (back filling) diterapkan tetap akan meninggalkan lubang besar seperti danau (Herlina, 2004). Reklamasi merupakan kegiatan yang dilakukan untuk memperbaiki lahan pasca penambangan yang meliputi kegiatan pengelolaan tanah yang mencakup perbaikan kondisi fisik tanah overburden agar tidak terjadi longsor serta dalam pembuatan waduk untuk perbaikan kualitas air asam tambang yang beracun yang kemudian dilanjutkan dengan kegiatan revegetasi. Revegetasi sendiri bertujuan untuk memulihkan kondisi fisik, kimia dan biologis tanah, namun upaya perbaikan dengan cara ini masih dirasakan kurang efektif. Hal ini dikarenakan tanaman secara umum kurang bisa beradaptasi dengan lingkungan ekstrim termasuk bekas lahan tambang (Dindin H Mursyidin, S.Si). Menurut Parotta (1993) dan Latifa (2000) menyatakan bahwa reklamasi dengan spesies-spesies pohon dan tumbuhan yang terpilih dapat memberikan peranan penting dalam mereklamasi hutan tropika. Dalam studi ini kawasan reklamasi yang memiliki skala besar atau yang mengalami perubahan bentang alam secara signifikan perlu disusun rencana detail tata ruang (RDTR) kawasan. Penyusunan RDTR kawasan reklamasi ini dapat dilakukan bila sudah memenuhi persyaratan administratif berikut:1. Memiliki RTRW yang sudah ditetapkan dengan Perda yang mendeliniasi kawasan reklamasi 2. Lokasi reklamasi sudah ditetapkan dengan SK Bupati/Walikota baik yang akan direklamasi maupun yang sudah direklamasi3. Sudah ada studi kelayakan tentang pengembangan kawasan reklamasi atau kajian/kelayakan properti (studi investasi)4. Sudah ada studi AMDAL kawasan maupun regional.

2.1.1 Komponen-Komponen biaya reklamasi1. Biaya Langsung meliputi :a. Biaya pembongkaran fasilitas tambang (bangunan, jalan, emplaseman), kecuali ada persetujuan dari instansi yang berwenang bahwa fasilitas tersebut akan digunakan pemerintah.b. Biaya penataan kegunaan lahan c. Biaya reklamasid. Biaya pencegahan dan penanggulangan air asam tambange. Biaya untuk pekerjaan sipil sesuai peruntukan lahan pasca tambang

2.Biaya Tidak Langsung meliputi :a. Biaya mobilisasi dan Demobilisasi alat-alat beratb. Biaya perencanaan reklamasic. Biaya administrasi dan keuntungan kontraktor/pihak ketiga pelaksana reklamasi

3. Penentuan lokasi lahan bekas tambanga. Identifikasi lokasi lahan bekas tambangb. Pemanfaatan Lahan Bekas Tambangc.Peruntukan Lahan Bekas Tambang untuk Reklamasi (Revegetasi / Penghijauan)

2.1.2 Dasar Hukum Reklamasi Kebijakan dasar pengelolaan sumber daya alam tercantum pada pasal 33 ayat (3) UUD 1945 yang berbunyi Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Keterkaitan dengan pasal tersebut, pertambangan merupakan komponen atau sub-sistem dari sistem kekayaan alam, sehingga pengelolaannya perlu dilakukan secara terkoordinasi, baik pada tahap perencanaan, pelaksanaan, maupun tahap pengendalian pemanfaatannya (Adisoemarto, S. 2004). Kemudian untuk minimisasi dampak negatif dari aktivitas pertambangan, pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan Pasal 30 dituliskan bahwa setiap pemegang kuasa pertambangan diwajibkan untuk mengembalikan tanah sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan bahaya penyakit atau bahaya lainnya, antara lain melalui kegiatan reklamasi. Perusahaan pertambangan juga wajib untuk melakukan pemulihan kawasan bekas pertambangan dan telah diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan yaitu:1. Pasal 30 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan Pokok Pertambangan:Apabila selesai melakukan penambangan bahan galian pada suatu tempat pekerjaan, pemegang Kuasa Pertambangan diwajibkan mengembalikan tanah sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan bahaya bagi masyarakat sekitarnya.2. Pasal 46 ayat (4) dan (5) Peraturan Pemerintah Nomor 75 Tahun 2001 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1969. Sebelum meninggalkan bekas wilayah Kuasa Pertambangannya, baik karena pembatalan maupun karena hal yang lain, pemegang Kuasa Pertambangan harus terlebih dahulu melakukan usaha-usaha pengamanan terhadap benda-benda maupun bangunan-bangunan dan keadaan tanah di sekitarnya yang dapat membahayakan keamanan umum. Regulasi diatas menjadi pijakan untuk melakukan perbaikan lingkungan pasca tambang sehingga dampak kerusakan lingkungan bahkan sosial dapat diminimisasi. Prosedur teknis reklamasi tambang hingga penutupan tambang juga telah disiapkan secara jernih oleh pemerintah. Ketentuan reklamasi diatur dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 18 Tahun 2008 tentang Reklamasi dan Penutupan Tambang (Djajakirana, G. 2001). Pada beberapa perusahaan tambang telah dilakukan rekonstruksi lahan dan manaiemen too soil sebelum revegetasi dilakukan. Sebelum ditambana top soil dikupas sampai pada zona perakaran tanaman dan dipindahkan ke lokasi penimbunan sementara (soil stockpile) atau segera digunakan untuk pelapisan tanah didaerah timbunan batuan sisa yang telah diatur kemiringannya. Setelah kegiatan penambangan selesai, top soil dihamparkan kembali secara merata hingga ketebalan maksimum 10 cm atau dapat juga dilakukan secara lokal (perlubang). Setelah kegiatan reklamasi, kemudian dilakukan revegetasi. Metode revegetasi lahan bekas tambang bermacam-macam. Ginoga dan Masripatin (2009) menyebutkan beberapa metode revegetasi lahan yaitu restorasi, reboisasi, agroforestri dan hydro seeding. Restorasi merupakan upaya untuk memperbaiki atau memulihkan suatu ekosistem rusak atau menglami gangguan sehingga dapat pulih atau mencapai suatu ekosistem yang mendekati kondisi aslinya (Perrow, 2002).

2.2.3 SYARAT UNTUK LOKASI YANG AKAN DILAKUKAN REKLAMASI ANTARA LAIN1. Telah memenuhi ketentuan rencana kota yang dituangkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi dan atau Kota/Kabupaten dan Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Reklamasi, dan dituangkan ke dalam Peta Lokasi laut yang akan direklamasi.2. Ditetapkan dengan Surat Keputusan Gubernur dan atau Walikota/Bupati (tergantung posisi strategis dari kawasan reklamasi) yang berdasarkan pada tatanan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi dan atau Kota/Kabupaten serta Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Reklamasi3. Sudah ada studi kelayakan tentang pengembangan kawasan reklamasi pantai atau kajian/kelayakan properti (studi investasi);4. Berada di luar kawasan hutan bakau yang merupakan bagian dari kawasan lindung atau taman nasional, cagar alam, dan suaka margasatwa;5. Bukan merupakan kawasan yang berbatasan atau dijadikan acuan batas wilayah dengan daerah/negara lain.6. Memenuhi ketentuan pemanfaatan sebagai kawasan dengan ijin bersyarat7. Dituangkan di dalam Peta Situasi rencana lokasi dan Rencana Teknis Pelaksanaan Reklamasi dan mendapat persetujuan dari instansi terkait2.2 Karakteristik Dari Reklamasi Disesuaikan Dengan Karakteristik GeologiPermasalahan yang perlu dipertimbangkan dalam penetapan rencana reklamasi yaitu meliputi : 1.Pengisian kembali bekas tambang, penebaran tanah pucuk dan penataan kembali lahan bekas tambang serta penataan lahan bagi pertambangan yang kegiatannya tidak dilakukan pengisian kembali. 2.Stabilitas jangka panjang, penampungan tailing, kestabilan lereng dan permukaan timbunan, pengendalian erosi dan pengelolaan air.3.Karakteristik fisik kandungan bahan nutrient dan sifat beracun tailing atau limbah batuan yang dapat berpengaruh terhadap kegiatan revegetasi. 4.Pencegahan dan penanggulangan air asam tambang, potensi terjadinya AAT dari bukaan tambang yang terlantar, pengelolaan tailing dan timbunan limbah batuan (sebagai akibat oksidasi sulfida yang terdapat dalam bijih atau limbah batuan).

2.2.1 Usaha Reklamasi Secara AgronomisUsaha-usaha yang dilakukan dalam pencegahan dan pemulihan lahan bekas tambang atau tanah kritis saat ini dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu secara agronomis dan secara teknik fisik. Secara agronomis meliputi:1. Penanaman menurut kontur (Contour farming)2. Penanaman pagar hidup mengikuti kontur (Contour hedge)3. Penghijauan areal kosong (Aerial showing)Penanaman menurut kontur yaitu penanaman tanaman menurut kontur atau bentuk topografi dari lahan bekas tambang dengan di tanami oleh tanaman pagar hidup seperti tanaman jarak. Sesuai dengan sifat tanaman jarak yang dapat tumbuh di semua jenis tanah tetapi yang baik adalah tanah ringan seperti lempung berpasir dengan pH tanah 5 - 6,5 dengan iklim kering. Tanaman tidak tahan terhadap air yang menggenang dan kadar air tinggi maka sifat ini kemungkinan untuk reklamasi lahan bekas pertambangan mangan menjadi kecil karena komponen utama tailing adalah pasir. Tailing perlu dicampur dengan pupuk organik (sektiar 10%) agar bisa ditanami tanaman lain termasuk tanaman jarak. Dengan alternatif penanaman jarak pagar ini akan membuka peluang pemanfaatan tanah atau lahan pasca tambang. Produk biji jarak akan dipanen dan diekstrak minyaknya untuk keperluan diesel. Dengan demikian produk biji dan minyak jarak ini bukan merupakan bahan pangan atau pakan yang dikhawatirkan akan ada residu bahan berbahaya dan minyak bumi.Untuk penghijauan lahan bekas tambang maka di adakan kegiatan revegetasi atau perbaikan kondisi tanah meliputi perbaikan ruang tubuh, pemberian tanah pucuk , bahan organik serta pemupukan dasar dan pemberian kapur. Kendala yang dijumpai dalam merestorasi lahan bekas tambang yaitu masalah fisik, kimia (nutrients dan toxicity), dan biologi. Masalah fisik tanah mencakup tekstur dan struktur tanah. Masalah kimia tanah berhubungan dengan reaksi tanah (pH), kekurangan unsur hara, dan mineral toxicity. Untuk mengatasi pH yang rendah dapat dilakukan dengan cara penambahan kapur. Sedangkan kendala biologi seperti tidak adanya penutupan vegetasi dan tidak adanya mikroorganisme potensial dapat diatasi dengan perbaikan kondisi tanah, pemilihan jenis pohon, dan pemanfaatan mikroriza.Secara ekologi spesies tanaman lokal dapat beradaptasi dengan iklim setempat tetapi tidak untuk kondisi tanah. Untuk itu diperlukan pemilihan spesies yang cocok dengan kondisi setempat terutama untuk jenis-jenis yang cepat tumbuh misalnya sengon yang telah terbukti adaptif untuk tambang. Dengan dilakukannya penanaman sengon minimal dapat mengubah iklim mikro pada lahan bekas tambang tersebut. Untuk menunjang keberhasilan dalam merestorasi lahan bekas tambang maka dilakukan langkah-langkah seperti perbaikan lahan pra-tanam yaitu pemilihan spesies yang cocok serta penggunaan pupuk.Untuk mengevaluasi tingkat keberhasilan pertumbuhan tanaman pada lahan bekas tambang dapat ditentukan dari persentasi daya tumbuhnya, persentasi penutupan tajuknya, pertumbuhannya, perkembangan akarnya, penambahan spesies pada lahan tersebut, peningkatan humus, pengurangan erosi, dan fungsi sebagai filter alam. Dengan cara tersebut maka dapat diketahui sejauh mana tingkat keberhasilan yang dicapai dalam merestorasi lahan bekas tambang (Rahmawaty, 2002. Restorasi Lahan Bekas Tambang berdasarkan Kaidah Ekologi, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan).

2.3 Usaha Reklamasi Secara TeknikUsaha-usaha yang dilakukan dalam pencegahan dan pemulihan lahan bekas tambang atau tanah kritis saat ini selain usaha agronomis juga ada usaha secara teknik. Usaha-usaha secara teknik meliputi:1. Pembuatan teras dan sengkedan2. Pembuatan tanggul mengikuti garis kontur3. Pembuatan saluran pelepas airUsaha pembuatan teras dan sengkedan dimaksudkan untuk sistem irigasi yang akan dilakukan di lokasi lahan bekas tambang. Pembuatan teras dan sengkedan dapat dibuat tanggul yang mengikuti garis kontur berdasarkan kondisi fisik yang ada di lokasi lahan bekas tambang. Pembuatan tanggul ini digunakan untuk sistem irigasi apabila pemanfaatan lahan bekas tambang adalah untuk kawasan pertanian. Dari kegiatan ini maka selanjutnya adalah pembuatan saluran pelepas air atau drainase untuk mencegah terjadinya banjir di lokasi lahan bekas tambang.

2.4 Pemanfaatan Lahan Bekas TambangPenataan lahan bekas tambang disesuaikan dengan penetapan tata ruang wilayah bekas tambang. Lahan bekas tambang dapat difungsikan menjadi kawasan lindung ataupun budidaya. Istilah tata guna tanah biasa juga dikenal dengan istilah asingnya sebagai Land Use Planning. Apabila istilah tata guna tanah dikaitkan dengan obyek hukum agraria nasional (UUPA) maka penggunaan istilah tersebut kurang tepat. Hal ini dikarenakan obyek hukum agraria meliputi: bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya. Sedangkan tata guna tanah hanya berobyek tanah yang merupakan salah satu bagian dari obyek . Ada beberapa definisi tata guna tanah yang dapat dijadikan acuan:1.Tata guna tanah adalah rangkaian kegiatan untuk mengatur peruntukan, penggunaan dan persediaan tanah secara berencana dan teratur sehingga diperoleh manfaat yang lestari, optimal, seimbang dan serasi untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dan negara.2.Tata guna tanah adalah rangkaian kegiatan penataan, penyediaan, peruntukan dan penggunaan tanah secara berencana dalam rangka melaksanakan pembangunan nasional.3.Tata guna tanah adalah usaha untuk menata proyek-proyek pembangunan baik yang diprakarsai pemerintah maupun yang tumbuh dari prakarsa dan swadaya masyarakat sesuai dengan daftar sekala prioritas, sehingga di satu pihak dapat tercapai tertib penggunaan tanah, sedangkan di pihak lain tetap dihormati peraturan perundangan yang berlaku.Dari beberapa definisi tersebut dapat diambil unsur-unsur yang ada yaitu:1.Adanya serangkaian kegiatan.Yang meliputi pengumpulan data lapangan yang menyangkut tentang penggunaan, penguasaan, dan kemampuan fisik tanah. pembuatan rencana/pola penggunaan tanah untuk kepentingan pembangunan dan pengawasan serta keterpaduan di dalam pelaksanaanya.2.Penggunaan tanah harus dilakukan secara berencana. Ini mengandung konsekuensi bahwa penggunaan tanah harus dilakukan atas dasar prinsip-prinsip tertentu. Prinsip-prinsip tersebut ialah lestari, optimal, serasi dan seimbang.3. Adanya tujuan yang hendak dicapai. Ialah untuk tercapainya sebesar-besar kemakmuran rakyat menuju masyarakat yang adil dan makmur.Penata gunaan tanah adalah sama dengan pola pengelolaan tata guna tanah yang meliputi penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah yang berujud konsolidasi pemanfaatan tanah melalui pengaturan kelembagaan yang terkait dengan pemanfaatan tanah sebagai satu kesatuan sistem untuk kepentingan masyarakat secara adil (Pasal 1 PP No. 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah). Tanah adalah wujud tutupan permukaan bumi baik yang merupakan bentukan alami maupun buatan manusia. Pemanfaatan tanah adalah kegiatan untuk mendapatkan nilai tambah tanpa mengubah wujud fisik penggunaan tanahnya. Sedangkan pengertian penguasaan tanah adalah hubungan hukum antara orang per orang, kelompok orang atau badan hukum dengan tanah sebagaimana dimaksud dalam UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria.