teori belajar konstruktivisme

Upload: alina

Post on 06-Mar-2016

14 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANGSeiring berjalannya waktu dan semakin pesatnya tingkat intelektualitas serta kualitas kehidupan, maka pendidikan pun menjadi lebih kompleks. Oleh karena itu, tentu saja hal ini membutuhkan sebuah desain pendidikan yang tepat dan sesuai dengan kondisinya. Sehingga berbagai teori, metode, dan desain pembelajaran serta pengajaran pun dibuat dan diciptakan untuk mengapresiasikan semakin beragamnya tingkat kebutuhan dan kerumitan permasalahan pendidikan. Masing-masing individu akan memilih cara dan gayanya sendiri untuk belajar dan mengajar, namun setidak-tidaknya ada karakteristik tertentu dalam pendekatan pembelajaran tertentu yang khas dibandingkan dengan pendekatan lain. Salah satu teori pembelajaran adalah teori belajar konstruktivisme. Oleh karena itu, dalam makalah ini akan dibahas berbagai hal tentang teori konstruktivisme yang meliputi pengertian dan tujuan, teori konstruktivisme menurut para ahli, proses pembelajarannya, serta kelebihan dan kelemahannya.1.2 RUMUSAN MASALAH1. Apa pengertian dan tujuan teori konstruktivisme?2. Bagaimana teori konstruktivisme menurut para ahli?3. Bagaimana proses pembelajaran menurut teori konstruktivisme?4. Apa kelebihan dan kelemahan teori konstruktivisme?1.3 TUJUAN1. Untuk mengetahui pengertian dan tujuan teori konstruktivisme2. Untuk mengetahui bagaimana teori konstruktivisme menurut para ahli3. Untuk mengetahui bagaimana proses pembelajaran menurut teori konstruktivisme4. Untuk mengetahui kelebihan dan kelemahan teori konstruktivisme1.4 MANFAAT1. Dapat mengetahui pengertian dan tujuan teori konstruktivisme2. Dapat mengetahui bagaimana teori konstruktivisme menurut para ahli3. Dapat mengetahui bagaimana proses pembelajaran menurut teori konstruktivisme4. Dapat mengetahui kelebihan dan kelemahan teori konstruktivisme

BAB IIPEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN DAN TUJUAN TEORI KONSTRUKTIVISMEKonstruktivisme adalah sebuah filosofi pembelajaran yang dilandasi premis bahwa dengan merefleksikan pengalaman, kita membangun, mengkontruksi pengetahuan pemahaman kita tentang dunia tempat kita hidup. Setiap kita akan menciptakan hukum dan model mental kita sendiri, yang kita pergunakan untuk menafsirkan dan menerjemahkan pengalaman. Belajar, dengan demikian, semata-mata sebagai suatu proses pengaturan model mental seseorang untuk mengakomodasi pengalaman-pengalaman baru.Istilah konstruktivisme sendiri sebenarnya sudah dapat dilacak dalam karya Bartlett (1932), kemudian juga Mark Baldwin yang secara lebih rinci diperdalam oleh Jean Piagent, kemudian konsep Piagent ini disebarluaskan di Amerika Utara (meliputi Amerika Serikat dan Karada) oleh Ernst Von Glasersfeld. Namun, konsep terkait dengan konstruktivisme (walau saat itu belum mempergunakan istilah konstruktivisme) bahkan sudah diungkap oleh Giambattista Vico pada tahun 1710, yang menyatakan bahwa makna mengetahui berarti mengetahui bagaimana membuat sesuatu. Ini berarti bahwa seseorang itu dapat dikatakan mengetahui sesuatu, baru jika ia dapat menjelaskan unsur-unsur apa yang membangun sesuatu itu. Lebih jelasnya ia pernah mengalami sesuatu itu, mungkin beberapa kali dan ada penerimaan dalam struktur kognitifnya, sebagai hasil proses berpikirnya (proces of mind), tentang apa sesungguhnya sesuatu itu. Jadi sesuatu itu telah diketahuinya karena telah dikontruksikan dalam pikirannya. Sementara itu sejumlah ahli lain berpendapat bahwa konstruktivisme sebagai salah satu bentuk pragmatisme, oleh sebab itu dapat dimaklumi jika tokoh pragmatisme, John Dewey yang terkenal dengan konsep belajar dengan melakukan (learning by doing), dikategorikan sebagai ahli pendukung konstruktivisme.Konstruktivisme melandasi pemikirannya bahwa pengetahuan bukanlah sesuatu yang given dari alam karena hasil kontak manusia dengan alam, tetapi pengetahuan merupakan hasil kontruksi (bentukan) aktif manusia itu sendiri. Pengetahuan bukanlah suatu tiruan dari kenyataan (realitas). Pengetahuan bukanlah gambaran dari dunia kenyataan yang ada. Pengetahuan selalu merupakan akibat dari suatu kontruksi kognitif kenyataan melalui kegiatan seseorang. Ia membentuk skema, kategori, konsep dan struktur pengetahuan yang dipenrlukan untuk pengetahuan (Bettencourt, 1989 dalam Suparno, 1997: 18).Teori belajar kontruktivisme merupakan teori belajar yang menuntut siswa mengkonstruksi kegiatan belajar dan mentransformasikan informasi kompleks untuk membangun pengetahuan secara mandiri.

Adapun tujuan dari teori konstruktivisme adalah sebagai berikut: Adanya motivasi untuk siswa bahwa belajar adalah tanggung jawab siswa itu sendiri Mengembangkan kemampuan siswa untuk mengajukan pertanyaan dan mencari sendiri jawabannya Membantu siswa untuk mengembangkan pengertian dan pemahaman konsep secara lengkap Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri Lebih menekankan pada proses belajar bagaimana belajar itu

2.2 TEORI KONSTRUKTIVISME MENURUT PARA AHLITeori belajar konstruktivisme dibagi menjadi dua sudut pandang, yaitu menurut Piaget dan Vygotsky.2.2.1 Teori Konstruktivisme menurut Jean PiagetTeori piaget berlandaskan gagasan bahwa perkembangan anak bermakna membangun struktur kognitif atau peta mentalnya yang diistilahkan schema/skema atau konsep jejaring untk memahami dan menanggapi pengalaman fisik dalam lingkungan di sekeilingnya(Suyono dan Hariyanto:2011:107). Sedangkan menurut piaget, manusia memiliki struktur pengetahuan dalam otaknya, seperti sebuah kota-kotak yag masing mempunyai makna yang berbeda-beda. Oleh karena itu, dalam proses belajar terjadi dua proses, yaitu proses organisasi informasi dan adaptasi (Cahyo:2013: 37).Proses organisasi adalah proses ketika manusia menghubungkan informasi yang diterimanya dengan struktur- struktur pengetahuan yang sudah disimpan atau sudah ada sebelumnya dalam otak. Sedangkan proses adaptasi adalah proses yang berisi dua kegiatan. Pertama, menghubungkan atau mengintergrasi pengetahuan yang diterima manusia atau disebut asimilasi. Kedua, mengubah struktur pengetahuan baru sehingga akan terjadi kesinambungan (equilibrium).Proses mengkonstruksi, sebagaimana dijelaskan Piaget, adalah sebagai berikut (Cahyo:2013):1. SkemataPiaget mengatakan bahwa schemata orang dewasa mulai dari schemata anak melaui proses adaptasi sampai pada penataan dan organisasi. Makin mampu seseorang membedakan satu stimulus dengan stimulus lainnya, makin banyak schemata yang dimilikinya. Dengan demikian, schemata adalah struktur organisasi kognitif yang selalu berkembang dan berubah. Proses yang menyebabkan adanya perubahan tersebut adalah asimilasi dan akomodasi2. AsimilasiAsimilasi merupakan proses kognitif dan penyerapan baru ketika seseorang memadukan stimulus atau presepsi ke dalam schemata atau perilaku yang sudah ada. Pada dasarnya, asimilasi tidak mengubah schemata, tapi mempengaruhi atau memungkinkan pertumbuhan schemata. Asimilasi terjadi secara kontinu, berlangsung terus-menerus dalam perkembanfan intelektual anak.3. AkomodasiAkomodasi adalah proses struktur kognitif yang berlangsung sesuai pengalaman baru. Proses tersebut menghasilkan terbentuknya schemata baru dan berubahnya schemata lama.4. KeseimbanganDengan adanya keseimbangan, efisiensi interaksi antara anak yang sedang berkambang dengan lingkungannya dapat tercapai dan terjamin. Piaget membagi fase perkembangan manusia ke dalam empat perkembangan yang tertera dalam tabel di bawah ini:

TahapanUsiaGambaran

Sensorimotor0-2Bayi bergerak dari tindakan reflek instingtif pada saat lahir sampai permulaan pemikiran simbolis. Bayi membangun suatu pemahaman tentang dunia melalui pengoorgadinasian pengalaman-pengalaman sensor dengan tindakan fisik

Operational2-7Anak mulai merepresentasikan dunia denan kata-kata dan gambar-gambar.

Concerte operational7-11Pada saat ini anak dapat berpikir secara logis mengenai peristiwa-peristiwa yang konkret

Formal operational11-15Anak remaja berpikir dengan cara yang lebih abstrak dan logis. Pemikiran lebih idealistik

2.2.2 Teori Konstruktivisme menurut VygotskyKonstruktivisme menurut pandangan Vygotsky menekankan pada pengaruh budaya.Vygotsky berpendapat fungsi mental yang lebih tinggi bergerak antara inter-psikologi (interpsychological) melalui interaksi sosial dan intra-psikologi (intrapsychological) dalam benaknya.Internalisasi dipandang sebagai transformasi dari kegiatan eksternal ke internal.Ini terjadi pada individu bergerak antara inter-psikologi (antar orang) dan intra-psikologi (dalam diri individu).Berkaitan dengan perkembangan intelektual siswa, Vygotsky mengemukakan dua ide;Pertama, bahwa perkembangan intelektual siswa dapat dipahami hanya dalam konteks budaya dan sejarah pengalaman siswa (van der Veer dan Valsiner dalam Slavin, 2000),Kedua, Vygotsky mempercayai bahwa perkembangan intelektual bergantung pada sistem tanda (sign system) setiap individu selalu berkembang (Ratner dalam Slavin, 2000: 43). Sistem tanda adalah simbol-simbol yang secara budaya diciptakan untuk membantu seseorang berpikir, berkomunikasi, dan memecahkan masalah, misalnya budaya bahasa, sistem tulisan, dan sistem perhitungan.Berkaitan dengan pembelajaran, Vygotsky mengemukakan empat prinsip seperti yang dikutip oleh (Slavin, 2000: 256) yaitu:(1) Pembelajaran sosial (social leaning). Pendekatan pembelajaran yang dipandang sesuai adalah pembelajaran kooperatif. Vygotsky menyatakan bahwa siswa belajar melalui interaksi bersama dengan orang dewasa atau teman yang lebih cakap;(2) ZPD (zone of proximal development). Bahwa siswa akan dapat mempelajari konsep-konsep dengan baik jika berada dalam ZPD. Siswa bekerja dalam ZPD jika siswa tidak dapat memecahkan masalah sendiri, tetapi dapat memecahkan masalah itu setelah mendapat bantuan orang dewasa atau temannya (peer); Bantuan atau support dimaksud agar si anak mampu untuk mengerjakan tugas-tugas atau soal-soal yang lebih tinggi tingkat kerumitannya dari pada tingkat perkembangan kognitif si anak.(3) Masa Magang Kognitif (cognitif apprenticeship). Suatu proses yang menjadikan siswa sedikit demi sedikit memperoleh kecakapan intelektual melalui interaksi dengan orang yang lebih ahli, orang dewasa, atau teman yang lebih pandai;(4) Pembelajaran Termediasi (mediated learning). Vygostky menekankan pada scaffolding.Siswa diberi masalah yang kompleks, sulit, dan realistik, dan kemudian diberi bantuan secukupnya dalam memecahkan masalah siswa.Inti teori Vigotsky adalah menekankan interaksi antara aspek internal dan eksternal dari pembelajaran dan penekanannya pada lingkungan sosial pembelajaran. Menurut teori Vigotsky, fungsi kognitif manusia berasal dari interaksi social masing-masing individu dalam konteks budaya. Vigotsky juga yakin bahwa pembelajaran terjadi saat siswa bekerja menangani tugas-tugas yang belum dipelajari namun tugas-tugas tersebut masih dalam jangkauan kemampuannya atau tugas-tugas itu berada dalamzona of proximal developmentmereka.

2.3 PROSES PEMBELAJARAN MENURUT TEORI KONSTRUKTIVISMEPada bagian ini akan dibahas proses belajar dari pandangan konstruktivistik, dan dari aspek-aspek si-belajar, peranan guru, sarana belajar, dan evaluasi belajar.Proses belajar konstruktivistik. Secara konseptual, proses belajar jika dipandang dari pendekatan kognitif, bukan sebagai perolehan informasi yang berlangsung satu arah dari luar ke dalam diri siswa, melainkan sebagai pemberian makna oleh siswa kepada pengalamannya melalui proses asimilasi dan akomodasi yang bermuara pada pemutakhiran struktur kognitifnya. Kegiatan belajar lebih dipandang dari segi prosesnya dari pada segi perolehan pengetahuan dari fakta-fakta yang terlepas-lepas. Proses tersebut berupa ...constructing and restructuring of knowledge and skills (schemata) within the individual in a complex network of increasing conceptual consistency.... Pemberian makna terhadap objek dan pengalaman oleh individu tersebut tidak dilakukan secara sendiri-sendiri oleh siswa, melainkan melalui interaksi dalam jaringan soaial yang unik, yang terbentuk baik dalam budaya kelas maupun di luar kelas. Oleh sebab itu pengelolaan pembelajaran harus diutamakan pada pengelolaan siswa dalam memproses gagasannya, bukan semata-semata pada pengelolaan siswa dan lingkungan belajarnya bahkan pada unjuk kerja atau prestasi belajarnya yang dikaitkan dengan sistem penghargaan dari luar seperti nilai, ijasah, dan sebagainya.Peranan Siswa (Si-belajar). Menurut pandangan konstruktivistik, belajar merupakan suatu proses pembentukan pengetahuan. Pembentukan ini harus dilakukan oleh si belajar. Ia harus aktif melakukan kegiatan, aktif berpikir, menyusun konsep dan memberi makna tentang hal-hal yang sedang dipelajari. Guru memang harus dapat mengambil prakarsa untuk menata lingkunagn yang memberi peluang optimal bagi terjadinya belajar. Namun yang akhirnya paling menentukan terwujudnya gejala belajar adalah niat belajar siswa sendiri. Dengan istilah lain, dapat dikatakan bahwa hakekatnya kendali belajar sepenuhnya ada pada siswa.Paradigma konstruktivistik memandang siswa sebagai pribadi yang sudah memiliki kemampuan awal sebelum mempelajari sesuatu. Kemampuan awal tersebut akan menjadi dasar dalam mengkontruksi pengetahuan yang baru. Oleh sebab itu meskipun kemampuan awal tersebut masih sangat sederhana atau tidak sesuai dengan pendapat guru, sebaiknya diterima dan dijadikan dasar pembelajaran dan pembimbingan.Peranan Guru. Dalam belajar konstruktivistik guru atau pendidik berperan membantu agar proses pengkonstruksian pengetahuan oleh siswa berjalan lancar. Guru tidak mentransferkan pengetahuan yang telah dimilikinya, melainkan membantu siswa untuk membentuk pengetahuannya sendiri. Guru dituntut untuk lebih memahami jalan pikiran atau cara pandang siswa dalam belajar. Guru tidak dapat mengklaim bahwa satu-satunya cara yang tepat adalah yang sama dan sesuai dengan kemauannya.Peranan kunci guru dalam interaksi pendidikan adalah pengendalian, yang meliputi;1) Menumbuhkan kemandirian dengan menyediakan kesempatan untuk mengambil keputusan dan bertindak.2) Menumbuhkan kemampuan mengambil keputusan dan bertindak, dengan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan siswa.3) Menyediakan sistem dukungan yang memberikan kemudahan belajar agar siswa mempunyai peluang optimal untuk berlatih.Sarana belajar. Pendekatan konstruktivistik menekankan bahwa peranan utama dalam kegiatan belajar adalah aktifitas siswa dalam mengkontruksi pengetahuannya sendiri. Segala sesuatu seperti bahan, media, peralatan, lingkungan, dan fasilitas lainnya disediakan untuk membantu pembentukan tersebut. Siswa diberi kebebasan untuk mengungkapkan pendapat dan pemikirannya tentang sesuatu yang dihadapinya. Dengan cara demikian, siswa akan terbiasa dan terlatih untuk berfikir sendiri, memecahkan masalah yang dihadapinya, mandiri, kritis, kreatif dan mampu mempertanggung jawabkan pemikirannya secara rasionalEvaluasi belajar, pandangan konstruktivistik mengemukakan bahwa lingkungan bahwa lingkungan belajar sangat mendukung munculnya berbagai pandangan dan interprestasi terhadap realitas, konstruksi pengetahuan,serta aktivitas-aktiviras lain yang didasarkan pada pengalaman. Hal ini memunculkan pemikiran terhadap usaha evaluasi belajar antara pandangan behavioristik (tradisional) yang objektif dan konstruktivistik. Pembelajaran yang di programkan dan di desain banyak mengacu pada objektifis, sedangkan piagerian dan tugas-tugas belajar di discovery lebih mengarah pada konstruktivistik. Objektif mengakui adanya reabilitas pengetahuan, bahwa pengetahuan adalah obyektif, pasti, dan tetap, tidak berubah. Pengetahuan telah tersruktur dengan rapi. Guru bertugas untuk menyampaikan pengetahuan tersebut. Realitas dunia dan strukturnya dapat dianalisis dan diuraikan, dan pemahaman seseorang akan dihasilkan oleh proses-proses eksternal dari struktur dunia nyata trsebut, sehingga belajar merupakan asimilasi objek-objek nyata. Tujtuan para perancang dan guru-guru tradisional adalah menginterprestasikan kejadian-kejadian nyata yang akan diberikan kepada para siswanya.Pandangan konstruktivistik mengemukakan bahwa realitas ada pada pikiran seseorang. Manusia mengonstruksi dan menginterprestasikannya berdasarkan pengalamannya. Konstruktivistik mengarahkan pada bagaimana seseorang mengkonstruksi pengerahuan dari pengalamannya, struktur mental, dan keyakinan yang digunakan untuk menginterprestasikan objek dan peristiwa-peristiwa. Pandangan konstruktivistik mengakui bahwa pemikiran adalah instrumen penting dalam menginterprestasikan kejadian, objek, dan pandangan terhadap dunia nyata, dimana interprestasi tersebut terdiri dari pengatahuan dasar manusia secara individual.Teori belajar mengetahui bahwa siswa akan dapat menginterprestasikan informasi kedalam pemikirannya, hanya pada konteks pengalaman dan pengetahuan mereka sendiri, pada kebutuhan, latar belakang dan minatnya. Guru dapat membantu siswa mengkonstruksi pemahaman representasi fungsi konseptual dunia eksternal jika hasil belajar dikonstruksi secara individu. Bagaimana mengevaluasinya?Evaluasi belajar pandangan behavioristik tradisional lebih diarahkan pada tujuan beajar. Sedangkan pandangan konstruktivistik mengunakan goal-free evaluation yaitu sutu konstruksi untuk mengatasi kelemahan evaluasi pada tujuan spesifik. Evaluasi akan lebih objektif jika evaluator tidak di beri informasi tentang tujuan selanjunya. Jika tujuan belajar diketahui sebelum proses belajar dimulai proses belajar dan evaluasinya akan berat sebelah. Pemberian kriteria pada evaluasi mengakibatkan pengetahuan pada pembelajaran. Tujuan belajar mengarahkan pembelajaran yang juga akan mengontrol aktivitas belajar siswa.Pembelajaran dan evaluasi yang digunakan kriteria merupakan prototipe objektifis behavioristik yang tidak sesuai bagi teori konstruktivistik., yyang tidak sesuai bagi teori konstruktivistik. Hasil belajar konstruktivistik lebih tepat dimulai dengan metode evaluasi goal-free. Evaluasi yang digunakan untuk memulai hasil belejar konstruktivistik,memerlukan proses pengalaman kognitif bagi tujuan-tujuan konstruktivistik.Bentuk-bentuk konstruktivistik dapat diarahkan pada tugas-tugas autentik, mengkonstrusi pengetahuan yang mengambarkan proses berfikir yang lebih tinggi seperti tingkat penemuan pada taksonomi mernill, atau strategi kognitif dari gagne, serta sintesis pada taksonomi bloom juga mengkonstruksi pengalaman siswa, dan mengarahkan evaluasi pada konteks yang luas dengan berbagaii perspektif.

2.4 KELEBIHAN DAN KELEMAHAN TEORI KONSTRUKTIVISMEa. Kelebihan :1) Pembelajaran konstruktivistik memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan gagasan secara eksplisit dengan menggunakan bahasa siswa sendiri.2) Pembelajaran konstruktivistik memberi pengalaman yang berhubungan dengan gagasan yang telah dimiliki siswa sehingga siswa terdorong untuk membedakan dan memadukan gagasan tentang fenomena yang menantang siswa.3) Pembelajaran konstruktivistik memberi siswa kesempatan untuk berpikir tentang pengalamannya. Ini dapat mendorong siswa berpikir kreatif, imajinatif, mendorong refleksi tentang model dan teori, mengenalkan gagasan-gagasan pada saat yang tepat.4)Pembelajaran konstruktivistik memberi kesempatan kepada siswa untuk mencoba gagasan baru agar siswa terdorong untuk memperoleh kepercayaan diri dengan menggunakan berbagai konteks.5) Pembelajaran konstruktivistik mendorong siswa untuk memikirkan perubahan gagasan mereka setelah menyadari kemajuan mereka serta memberi kesempatan siswa untuk mengidentifikasi perubahan gagasan mereka.6) Pembelajaran konstruktivisme memberikan lingkungan belajar yang kondusif yang mendukung siswa mengungkapkan gagasan, saling menyimak, dan menghindari kesan selalu ada satu jawaban yang benar.b. Kelemahan :1) Siswa mengkonstruksi pengetahuannya sendiri, tidak jarang bahwa hasil konstruksi siswa tidak cocok dengan hasil konstruksi para ahli sehingga menyebabkan miskonsepsi.2) Konstruktivistik menanamkan agar siswa membangun pengetahuannya sendiri, hal ini pasti membutuhkan waktu yang lama dan setiap siswa memerlukan penanganan yang berbeda-beda.3) Situasi dan kondisi tiap sekolah tidak sama, karena tidak semua sekolah memiliki sarana prasarana yang dapat membantu keaktifan dan kreativitas siswa.

BAB IIIPENUTUP

3.1 SIMPULANBerdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa:1. Teori belajar kontruktivisme merupakan teori belajar yang menuntut siswa mengkonstruksi kegiatan belajar dan mentransformasikan informasi kompleks untuk membangun pengetahuan secara mandiri. Tujuan teori konstruktivisme antara lain adanya motivasi untuk siswa bahwa belajar adalah tanggung jawab siswa itu sendiri, mengembangkan kemampuan siswa untuk mengajukan pertanyaan dan mencari sendiri jawabannya, membantu siswa untuk mengembangkan pengertian dan pemahaman konsep secara lengkap, mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri, dan lebih menekankan pada proses belajar bagaimana belajar itu2. Teori belajar konstruktivisme dibagi menjadi dua sudut pandang, yaitu menurut Piaget, yang lebih menekankan pada membangun struktur kognitif atau peta mental anak yang diistilahkan schema/skema dan Vygotsky, yang lebih menekankan pada budaya.3. Proses pembelajaran menurut teori kontruktivisme di mana pengelolaan pembelajaran harus diutamakan pada pengelolaan siswa dalam memproses gagasannya, bukan semata-semata pada pengelolaan siswa dan lingkungan belajarnya bahkan pada unjuk kerja atau prestasi belajarnya yang dikaitkan dengan sistem penghargaan dari luar seperti nilai, ijasah, dan sebagainya.4. Kelebihan teori konstruktivisme salah satunya adalah pembelajaran konstruktivistik memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan gagasan secara eksplisit dengan menggunakan bahasa siswa sendiri. Kelamahan teori konstruktivisme salah satunya adalah siswa mengkonstruksi pengetahuannya sendiri, tidak jarang bahwa hasil konstruksi siswa tidak cocok dengan hasil konstruksi para ahli sehingga menyebabkan miskonsepsi.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2014. Teori Belajar Konstruktivisme dan Impilikasi TerhadapPembelajaran. http://indrierb.blogspot.co.id/2014/01/teori-belajar-konstruktivisme-dan.html (Diakses pada tanggal 9 Oktober 2015)Anonim. 2009. Teori Pembelajaran Konstruktivisme. https://surianto200477.wordpress.com/2009/09/17/teori-pembelajaran-konstruktivisme/ (Diakses pada tanggal 9 Oktober 2015)

Anonim. 2011. Mengenal Teori Konstruktivisme Vygotsky. http://sonsaka.blog.ugm.ac.id/2011/10/25/mengenal-teori-konstruktisme-vygotsky (Diakses pada tanggal 9 Oktober 2015)

Dibyo, Bambang. 2013. Kelebihan dan Kekurangan Teori Konstruktivistik. https://bambangdibyo.wordpress.com/2013/03/16/teori-belajar-dan-pembelajaran-konstruktivistik-dan-implikasinya-dalam-setting-bimbingan-konseling/ (Diakses pada tanggal 9 Oktober 2015)

4