tempat tindak pidana dan waktu tindak pidana

5
I. TEMPAT TINDAK PIDANA DAN WAKTU TINDAK PIDANA. Ajaran tempat atau lokasi tindak pidana (locus delicti) dan waktu tindak pidana(tempus delicti) ini tidak ada ketentuanya dalam undang- undanga hukum pidana. Akan tetapi ajaran ini sangat penting . hal ini sebagaimana ditentukan dalam 1 KUHAP bahwa penyidik dalam membuat berita acara di antaranya harus menyebutkan “waktu, tempat dan keadaan paad waktu tindak pidana dilakukan…” dan dijelaskan lagi dalam 2 KUHAP bahwa penuntut umum dalam membuat surat dakwaan diantaranya harus menyebutkan “waktu dan tempat tindak pidana dilakukan”. Hal ini menunjukan begitu pentingnya ajaran locus delicti dan tempus delicti. a. Ajaran Locus Delicti Ajaran locus delicti diketahui untuk menentukan: 1. Apakah perundang undangan hukum pidana Indonesia berlaku terhadap sesuatu tindak pidana atau tidak. Hal ini berhubungan dengan pasal 2-6 KUHP 2. Kompetensi relative dari kejaksaan dan pengadilan, artinya kejaksaan dan pengadilan mana yang berwenang menangani suatu perkara pidana b. Ajaran Tempus Delicti Ajaran tempus delicti penting diketahui yang berhubungan dengan: 1. Pasal 1 ayat (1) KUHP, apakah sesuau perbuatan pada waktu itu telah dilarang dan diancam pidana? 2. Pasal 1 ayat (2) KUHP, apabila terjadi perubahan dalam peruundang-undangan ketentuan manakah yang diterapkan, yang baru apa yang lama? 3. Pasal 44 KUHP, apakah terdakwa pada waktu melakukan tindak pidana dapat dipertanggung jawabkan atau tidak? 4. Pasal 45 KUHP, apakah terdakwa pada waktu melakukan tindak pidana sudah berumur 16 tahun apa belum? Kalau belum berumur 16 tahun maka hakim dapat memutuskan antara 3 kemungkinan: Mengembalikan anak tersebut kepada orang tuanya walinya atau pemeliharaanya tanpa pidana apapun. 1 Pasal 121 KUHAP 2 Pasal 143 ayat (2) huruf b KUHAP

Upload: hime

Post on 07-Nov-2015

18 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

tugas

TRANSCRIPT

I. TEMPAT TINDAK PIDANA DAN WAKTU TINDAK PIDANA.Ajaran tempat atau lokasi tindak pidana (locus delicti) dan waktu tindak pidana(tempus delicti) ini tidak ada ketentuanya dalam undang-undanga hukum pidana. Akan tetapi ajaran ini sangat penting . hal ini sebagaimana ditentukan dalam [footnoteRef:2]KUHAP bahwa penyidik dalam membuat berita acara di antaranya harus menyebutkan waktu, tempat dan keadaan paad waktu tindak pidana dilakukan dan dijelaskan lagi dalam [footnoteRef:3]KUHAP bahwa penuntut umum dalam membuat surat dakwaan diantaranya harus menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana dilakukan. Hal ini menunjukan begitu pentingnya ajaran locus delicti dan tempus delicti. [2: Pasal 121 KUHAP] [3: Pasal 143 ayat (2) huruf b KUHAP]

a. Ajaran Locus DelictiAjaran locus delicti diketahui untuk menentukan:1. Apakah perundang undangan hukum pidana Indonesia berlaku terhadap sesuatu tindak pidana atau tidak. Hal ini berhubungan dengan pasal 2-6 KUHP2. Kompetensi relative dari kejaksaan dan pengadilan, artinya kejaksaan dan pengadilan mana yang berwenang menangani suatu perkara pidanab. Ajaran Tempus DelictiAjaran tempus delicti penting diketahui yang berhubungan dengan:1. Pasal 1 ayat (1) KUHP, apakah sesuau perbuatan pada waktu itu telah dilarang dan diancam pidana?2. Pasal 1 ayat (2) KUHP, apabila terjadi perubahan dalam peruundang-undangan ketentuan manakah yang diterapkan, yang baru apa yang lama?3. Pasal 44 KUHP, apakah terdakwa pada waktu melakukan tindak pidana dapat dipertanggung jawabkan atau tidak?4. Pasal 45 KUHP, apakah terdakwa pada waktu melakukan tindak pidana sudah berumur 16 tahun apa belum?Kalau belum berumur 16 tahun maka hakim dapat memutuskan antara 3 kemungkinan: Mengembalikan anak tersebut kepada orang tuanya walinya atau pemeliharaanya tanpa pidana apapun. Menyerahkan anak tersebut kepada pemerintah untuk dididik dirumah pendidikan Negara tanpa pidana apapun (Pasal 45 jo Pasal 46 KUHP). Menjatuhkan pidana kepada anak tersebut dengan ketentuan: Maksimum pidana pokok terhadap tindak pidananya dikurangi 1/3 (pasal 45 jo Pasal 47 ayat (1) KUHP) . Jika tindak pidana yang dilakukan anak tersebut diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup maka dijatuhkan pidana paling lama 15 tahun (Pasal 46 jo Pasal 47 ayat (2) KUHP Pidana tambahan yang dapat dijatuhkan hanyalah perampasan barang-barang tertentu (Pasal 45 jo Pasal 47 ayat (3) KUHP) Pasal 74 KUHP- batas waktu mengajukan pengaduan. Dimulai sejak orang yang berhak mengadu mengetahui adanya kejahatan. Pasal 75 KUHP- batas waktu menarik kembali pengaduan. Dalam waktu 3 bulan setelah pengaduan dilakukan Pasal 1 butir 19 KUHAP- tertangkap tangan. Tertangkap tangan adalah tertangkapnya seseorang pada waktu sedang melakukan tindak pidana, atauSebagaimana dijelaskan tadi bahwa ajaran loctus delicti dan tempus delicti itu tidak ada ketentuanya didalam undang-undang hukum pidana, oleh karena itu timbul beberapa teori tentang ajaran tersebut dalam hal ini perlu dibedakan teori tersebut dalam hubunganya dengan delik komisi (commissie delict) dan delik omisi (commisie delict).Dalam hubunganya dengan delik komisi (commissie delict), locus delicti itu mempunyai beberapa teori diantaranya:1. Teori Perbuatan Material (leer van de licharmelijke dand).Menurut teori ini yyang menjadi tempat tindak pidana adalah di tempat pembuat melakukan tindak pidana. Teori ini dianut oleh Hoge Raad dengan keputusan =ya tangga 16 oktober 1899W. 7374, tentang penipuan oleh beberapa saudagar bangsa belanda dikota Amsterdam dengan mengirimkan surat-suratdengan keterangan palsu untuk memperoleh barang industi kepada pabrik yang berada di Perancis. Hoge raad menentukan locus delictinya adalah kota Amsterdam .Contohnya: A di Bandung meracun B, kemudian B pergi ke Jakarta, dan di Jakarta b mati. Perbuatan dilakukan di Bandung, tetapi akibantya terjadi di Jakarta. Menurut teori ini yang menjadi tempat tindak pidana adalah Bandung, karena Bandung karena Bandung adalah tempat dilakukanya tindak pidana2. Teori Alat (leer van het instrument)Menurut teori ini yang menjadi tempat tindak pidana adalah di tempat mulai bekerjanya alat yang dipakai untuk melakukan tindak pidana itu. Teori ini dianut oleh Hoge Raad dengan keputusanya tanggal 6 April 1915W 9764, tentang penyelundupan kuda dari negeri Belanda ke negeri Jerman, dengan menarik kuda itu dengan memakai seutas tali laso dari wilayah negeri jerman. Hoge Raad menentukan negeri Belanda sebagai locus delicti, karena bekerj tali laso itu dinegeri Belanda.Contoh: X dari Bukittinggi mengirimkan paket yang berisi bom waktu kepada Z yang berada di Padang. Setelah paket itu diterima oleh X bom meledak, dan B mati. Menurut teori ini yang menjadi tempat tindak pidana adalah Padang. Sebab Padang adalah tempat bekerjanya alat yang dipakai untuk melakukan pembunuhan itu.3. Teori Akibat (leer van het gevolg ) Menurut teori ini yang menjadi tempat tindak pidana adalah di tempat tindak pidana itu menimbulkan akibat. Teori ini dianut oleh Hofs Grawenhage dengan keputusanya tanggal 6 Januari 1898 W 7104 tentang membahayakan kepentingan umum yang menimbulkan kebakaran atau banjir [footnoteRef:4]. [4: Pasal 157 Sr. (Pasal 167 KUHP)]

Contoh:Dari kasus sebelumnya yang menjadi tempat tindak pidana adalah Padang, sebab Padang adalah tempat Z mati sedang akiat diracuni oleh X.4. Teori Beberapa Tempat (leer van de meervoudige plaats)Teori ini merupakan gabungan dari ketiga teori sebelumnya. Menurt teori ini tempat tindak pidana itu adalah di beberapa tempat, apabila tindak pidana itu dilakukan,bekerjanya alat yang dipergunakan,akibat dibeberapa tempat itu. Teori ini dianut oleh Hoge Raad dengan putusanya tanggal 2 Januari 1923W 11028 tentang penghinaan dengan surat pos.Contoh: Sartono membawa lari Sartini untuk kawin lari yang belum dewasa di Jakarta, kemudian membawa dia lari ke Padang, Bukittinggi, dan sekitarnya. Maka menurut teori ini tempat tindak pidananya adalah Jakarta,Padang, Bukittinggi dan sekitarnya.Dalam hubunganya locus delicti dengan delik omisi (commisie delict) yaitu di tempat perbuatan harus dilakukan , jadi menganut teori perbuatan material. Hal ini dianut oleh Hoge Raad didalam keputusan keputusanya tanggal 8 juni 1936, 1936 no 954 tanggal 29 april 1940 ,1940 nomor 805 telah memutuskan bahwa yang harus dipandang sebagai locus delicti dari delik omisi itu adalah ditempat seseorang pelaku seharusnya melakukan suatu perbuatan [footnoteRef:5]. [5: Lamintang,1984: 219]

Dalam pembentukan KUHP Nasional maka mengenai tempus delicti dan locus delicti tidak diserahkan kepada doktrin melainkan ditentukan secar pasti dalam ketentuan-ketentuan KUHP 1991/1992 yaitu tempus delicti dalam pasal 12 dan locus delicti dalam pasal 13.Pasal 12 berbunyi: waktu tindak pidana ditentukan pada saat pembuat melakukan perbuatan yang dilarang atau tidak melakukan sesuatu yang seharusnya ia lakukan Dalam penjelasan pasal ini antara lai diterangkan bahwa waktu tindak pidana adalah waktu ketika dilakukanya tindak pidana. Dalam kontesk ini tidak dibedakan delik dengan perumusan secara formal dan yang dirumuskan secara materialPasal 13 berbunyi: tempat tindak pidana adalahtempat dimana pembuat melakkan perbuatan yang dilarang atau dalam hal pembuat tidak melakukan sesuatu adalah tempat ia seharusnya melakukan atau tempat terjadinya akibat yang dimaksud dalam perumusan peraturan perundang-undangan atau tempat yang menurut perkiraan pembuat akan terjadi akibat itu.Dalam penjelasan pasal tadi diterangkan bahwaa yang dipakai untuk menentukan tempat tindak pidana adalah teori perbuatan material (leer van de licharmelijke dand) dan teori akibat(leer van het gevolg ). Mengenai tempat terjadinya akibat dibedakan antara lain:1. Tempat dimana akibat itu sungguh-sungguh terjadi.2. Tempat dimana diperkirakan akibat itu akan terjadi.