tembaga

20
LOGAM BERAT Tembaga (Cu) yang masuk ke lingkungan perairan dapat berasal dari peristiwa-peristiwa alamiah dan sebagai efek samping dari aktivitas yang dilakukan oleh manusia. Aktivitas manusia, seperti buangan industri, merupakan salah satu jalur yang mempercepat terjadinya peningkatan kelarutan Cu dalam badan perairan. Tembaga banyak digunakan pada pabrik yang memproduksi alat-alat listrik, gelas dan zat warna yang biasanya bercampur dengan logam lain sebagai alloy, seperti perak, kadmium, timah putih dan seng. Sedangkan garam tembaga banyak digunakan dalam bidang pertanian, misalnya larutan ’Bordeaux’ yang mengandung 1 hingga 3% tembaga sulfat (CuSO4) digunakan untuk membasmi jamur pada pohon buah-buahan. Tembaga sulfat ini sering digunakan pula untuk membasmi siput (moluskisida) sebagai inang dari parasit cacing, juga untuk mengobati penyakit kuku pada domba (Darmono, 1995). Dalam kondisi normal, keberadaan Cu dalam perairan ditemukan dalam bentuk senyawa ion CuCO 3 + , CuOH + , dan lain- lain. Biasanya jumlah Cu yang terlarut dalam badan perairan adalah 0,002 ppm sampai 0,005 ppm. Bila dalam badan perairan terjadi peningkatan kelarutan Cu, sehingga melebihi nilai ambang yang seharusnya, maka akan terjadi peristiwa biomagnifikasi terhadap biota-biota perairan. Peristiwa biomagnifikasi ini akan dapat ditunjukkan melalui akumulasi Cu dalam tubuh biota perairan tersebut. Akumulasi dapat terjadi sebagai akibat dari telah terjadinya konsumsi Cu dalam jumlah berlebihan, sehingga tidak mampu dimetabolisme tubuh. Tembaga dapat ditemukan di berbagai jenis makanan, air minum dan di udara. Oleh karenanya, manusia dapat mengabsorbsi tembaga setiap harinya dari makan, minum dan bernapas. Tembaga merupakan unsur penting bagi kesehatan manusia. Namun, tembaga dalam jumlah yang terlalu besar dapat menyebabkan masalah kesehatan. Tembaga dapat terikat pada sel-sel membran yang menghambat proses transformasi melalui dinding sel serta mampu mengendapkan senyawa fosfat biologis atau mengkatalis penguraiannya (Manahan, 2000). Toksisitas khronis tembaga ditandai dengan adanya akumulasi tembaga dalam hati, otak dan

Upload: sophie-ovypian-utraphielopez

Post on 03-Jan-2016

135 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Tembaga

LOGAM BERAT

Tembaga (Cu) yang masuk ke lingkungan perairan dapat berasal dari peristiwa-peristiwa alamiah dan sebagai efek samping dari aktivitas yang dilakukan oleh manusia. Aktivitas manusia, seperti buangan industri, merupakan salah satu jalur yang mempercepat terjadinya peningkatan kelarutan Cu dalam badan perairan. Tembaga banyak digunakan pada pabrik yang memproduksi alat-alat listrik, gelas dan zat warna yang biasanya bercampur dengan logam lain sebagai alloy, seperti perak, kadmium, timah putih dan seng. Sedangkan garam tembaga banyak digunakan dalam bidang pertanian, misalnya larutan ’Bordeaux’ yang mengandung 1 hingga 3% tembaga sulfat (CuSO4) digunakan untuk membasmi jamur pada pohon buah-buahan. Tembaga sulfat ini sering digunakan pula untuk membasmi siput (moluskisida) sebagai inang dari parasit cacing, juga untuk mengobati penyakit kuku pada domba (Darmono, 1995).

Dalam kondisi normal, keberadaan Cu dalam perairan ditemukan dalam bentuk senyawa ion CuCO3

+, CuOH+, dan lain-lain. Biasanya jumlah Cu yang terlarut dalam badan perairan adalah 0,002 ppm sampai 0,005 ppm. Bila dalam badan perairan terjadi peningkatan kelarutan Cu, sehingga melebihi nilai ambang yang seharusnya, maka akan terjadi peristiwa  biomagnifikasi terhadap biota-biota perairan. Peristiwa biomagnifikasi ini akan dapat ditunjukkan melalui akumulasi Cu dalam tubuh biota perairan tersebut. Akumulasi dapat terjadi sebagai akibat dari telah terjadinya konsumsi Cu dalam jumlah berlebihan, sehingga tidak mampu dimetabolisme tubuh.

Tembaga dapat ditemukan di berbagai jenis makanan, air minum dan di udara. Oleh karenanya, manusia dapat mengabsorbsi tembaga setiap harinya dari makan, minum dan bernapas. Tembaga merupakan unsur penting bagi kesehatan manusia. Namun, tembaga dalam jumlah yang terlalu besar dapat menyebabkan masalah kesehatan.

Tembaga dapat terikat pada sel-sel membran yang menghambat proses transformasi melalui dinding sel serta mampu mengendapkan senyawa fosfat biologis atau mengkatalis penguraiannya (Manahan, 2000). Toksisitas khronis tembaga ditandai dengan adanya akumulasi tembaga dalam hati, otak dan ginjal, yang menyebabkan haemolytic anemia dan abnormalitas sistem saraf (Ariesyady, 2000). Keracunan Cu secara khronis dapat dilihat dengan timbulnya penyakit Wilson dan Kinsky. Gejala dari penyakit Wilson ini adalah terjadinya penurunan kerja ginjal, kerusakan otak, dan pengendapan Cu dalam kornea mata. Penyakit Kinsky dapat diketahui dengan terbentuknya rambut yang kaku dan berwarna kemerahan pada penderita.

Terumbu karang merupakan suatu ekosistem yang sangat kompleks dengan keanekaragaman hayati tinggi (Medrizam et al., 2004) dan memiliki banyak fungsi ekologis maupun ekonomis. Fungsi ekologis terumbu karang adalah sebagai bentang alam penahan gelombang bagi kawasan pesisir serta menjadi habitat bagi berbagai macam biota laut. Secara ekonomis, terumbu karang menyediakan barang dan jasa bagi jutaan penduduk lokal di daerah pesisir, termasuk dalam nilai tersebut adalah makanan, pendapatan dari perikanan, nilai ilmu pengetahuan, farmasi, dan pendidikan (Burke et al., 2002).Dibalik kompleksitas dan keanekaragaman hayati yang dimiliki, terumbu karang merupakan ekosistem yang rentan terhadap gangguan dan ancaman (Medrizam et al., 2004), baik gangguan alami seperti gelombang, tsunami, dan pemutihan karang (coral bleaching) (Westmacott et al., 2000) maupun gangguan akibat faktor anthropogenic (akibat aktivitas

Page 2: Tembaga

manusia) seperti pembangunan wilayah pesisir, pencemaran organik dan logam berat serta berbagai kegiatan tak berkelanjutan lainnya (Supriharyono 2000; Burke et al. 2002).

Logam berat tembaga (Cu) merupakan salah satu polutan di perairan laut yang berasal dari berbagai buangan industri, limbah rumah tangga atau pertanian dan cat antifouling (Mitchelmore et al., 2007). Dalam konsentrasi yang sangat rendah, Cu menjadi logam esensial bagi organisme namun dalam konsentrasi yang lebih tinggi dapat bersifat toksik bagi organisme laut (Ringwood 1992 dalam Victor & Richmond 2005) termasuk pada hewan karang.

Paparan karang terhadap Cu dalam konsentrasi dan periode tertentu dapat memberikan efek negatif pada metabolisme (Alutoin et al. 2001; Bielmyer et al. 2010), proses kalsifikasi kerangka kapur, pertumbuhan (Bielmyer et al., 2010), bahkan proses reproduksi (Negri & Heyward 2001; Reichelt-Brushett & Harrison 1999; Reichelt-Brushett & Michalek-Wagner 2005; Victor & Richmond 2005) dan penempelan (settlement) karang (Negri & Heyward, 2001).

A. LOGAM TEMBAGA (Cu)

1. Terminologi Tembaga (Cu)Tembaga dengan nama kimia cuprum dilambangkan dengan Cu. Dalam tabel periodik unsur-unsur kimia, Cu menempati golongan 11 dengan nomor atom (NA) 29 dan bobot atom (BA) 63.546.

(www.webmineral.com)

Unsur logam ini berbentuk kristal berwarna kemerah-merahan karena adanya lapisan tipis tarnish yang teroksidasi saat terkena udara. 2. Karakteristik Tembaga (Cu)Secara kimia, senyawa-senyawa yang dibentuk oleh Cu memiliki bilangan valensi +1 dan +2. Cu yang memiliki valensi +1 sering disebut cuppro sedangkan yang bervalensi +2 sering dinamakan cuppry. Kedua jenis ion Cu tersebut dapat membentuk kompleksi-kompleksi yang sangat stabil, misalnya Cu(NH3)6.Logam Cu dan beberapa bentuk persenyawaannya

Page 3: Tembaga

seperti CuCO3, CuO, Cu(OH)2 dan Cu(CN)2 tidak dapat larut dalam air sehingga harus dilarutkan dalam asam. Cu juga bereaksi dengan larutan yang mengandung sulfida atau hidrogen sulfida.

3. Tembaga pada OrganismeLogam Cu merupakan logam esensial, dalam artian bahwa Cu diperlukan oleh organisme dalam konsentrasi yang sangat rendah (Duffus, 1980; Palar, 2004). Tubuh manusia secara normal mengandung 1.4 – 2.1 mg Cu per kilogram berat badan. Cu terdistribusi terutama dalam hati, otot dan tulang. Transpor Cu dalam darah dilakukan oleh plasma protein yang disebut ceruloplasmin. Metabolisme dan ekskresi Cu juga dibantu oleh ceruloplasmin yang mentranspor Cu kedalam hati untuk disekresikan melalui empedu yang pada akhirnya dikeluarkan bersama feses.Pada manusia, Cu tergolong dalam kelompok metalloenzim. Logam Cu diperlukan untuk sistem oksidatif seperti askorbat iksidase, sistikrom C oksidase, polifenol oksidase, amino oksidase dan sebagainya. Cu juga diperlukan dalam bentuk Cu-protein yang memiliki fungsi tertentu seperti pembentukan hemoglobin, kolagen, pembuluh darah dan myelin otak. 4. Aplikasi TembagaLogam Cu termasuk penghantar panas yang sangat baik dan merupakan penghantar listrik terbaik setelah perak (Argentum/Ag). Oleh karena itu, Cu banyak digunakan dalam bidang elektronika atau kelistrikan. Dalam bidang kelistrikan dan elektronika, Cu digunakan sebagai kabel tembaga, elektromagnet, papan sirkuit, solder bebas timbal, magnetron dalam oven microwave, tabung vacuum, motor elektromagnet dan sebagainya. Pemanfaatan Cu lainnya misalnya adalah sebagai pelapis antifouling pada kapal atau bangunan laut, peralatan memasak, koin (uang logam) dan campuran larutan Fehling. 5. Tembaga di Lingkungan Perairan LautUnsur tembaga (Cu) di alam dapat ditemukan dalam bentuk logam bebas, akan tetapi lebih banyak ditemukan dalam bentuk senyawa atau senyawa padat dalam bentuk mineral. Pada perairan laut, Cu dapat dijumpai dalam bentuk ion CuCO3

+, CuOH+ dan sebagainya.Secara alamiah, Cu masuk kedalam badan perairan sebagai akibat dari erosi atau pengikisan batuan mineral dan melalui persenyawaan Cu di atmosfer yang terbawa oleh air hujan. Aktifitas antropogenik seperti buangan industri, penambangan Cu, industri galangan kapal dan berbagai aktivitas pelabuhan lainnya merupakan salah satu jalur yang mempercepat peningkatan konsentrasi Cu di perairan laut (Palar, 2004).Selain kegiatan antropogenik diatas, Cu yang terdapat pada air laut dapat berasal dari komponen herbisida dan fungisida yang diaplikasikan pada pertanian di kawasan pesisir (Cremlyn 1979 dalam Reichelt-Brushett & Harrison 1999) atau komponen dari bahan cat antifouling yang digunakan sebagai pelapis kapal (Selinger 1989 dalam Reichelt-Brushett & Harrison 1999) atau bangunan pantai lainnya.Konsentrasi Cu pada perairan yang relatif belum tercemar berkisar antara 0.01 µg/L – 0.03 µg/L (Sadiq 1992 dalam Victor & Richmond 2005) sedangkan pada perairan laut yang tercemar berat, konsentrasi Cu dapat mencapai 30 µg/L (Sadiq 1992 dalam Mitchelmore et al. 2007) bahkan 50 µg/L (Chester 1990 dalam Mitchelmore et al. 2007).

Page 4: Tembaga

B. CEKAMAN TEMBAGA (Cu) PADA KARANG

Logam yang terlarut dalam air laut mungkin menjadi rute pengambilan (uptake) logam berat secara langsung dan nyata pada hewan Cnidaria. Jalur uptake lain meliputi aktivitas makan, terutama melalui penangkapan zooplankton yang telah terpapar logam berat (Howard & Brown 1984 dalam Alutoin et al. 2001). Respon karang terhadap paparan Cu seringkali bersifat spesifik untuk tiap jenis karang.

1. Efek Kontaminasi Cu pada Metabolisme Karang dan ZooxanthellaeEfek negatif kontaminasi logam berat pada karang tergantung pada pengambilan (uptake) dan pembagian (partitioning) logam tersebut didalam tubuh karang (Mitchelmore et al., 2007). Logam berat yang terakumulasi pada kerangka kapur karang menyebabkan rangka kapur menjadi rapuh dan lebih sensitif terhadap tekanan fisik (Howard & Brown 1984 dalam Alutoin et al. 2001). Akan tetapi, alga simbiotik dalam endoderm karang memiliki toleransi yang lebih tinggi terhadap logam berat dan diduga menjadi tempat penimbunan logam berat pada karang.Logam Cu diduga memberikan efek langsung terhadap metabolisme karang, yaitu pada proses respirasi dan fotosistesis zooxanthellae didalam endodermis karang. Pada konsentrasi rendah (<30 µg/L), Cu diketahui tidak memberikan efek negatif terhadap laju respirasi karang Acropora formosa (Jones, 1997) atau Porites lutea (Alutoin et al., 2001). Pada karang A. formosa, penurunan laju respirasi baru akan tejadi bila karang terpapar Cu pada konsentrasi yang lebih tinggi (40 – 80 µg/L) (Jones, 1997).Bertolak belakang dengan efek pada laju respirasi, Cu memberikan pengaruh negatif pada proses fotosintesis zooxanthellae. Karang P. lutea yang terpapar Cu konsentrasi 30 µg/L mengalami penurunan produktivitas primer (konsentrasi klorofil a) zooxanthellae (Alutoin et al., 2001). Pemaparan karang A. formosa selama 48 dan 24 jam pada Cu dengan konsentrasi 20 µg/L dan 40 µg/L menyebabkan penurunan jumlah zooxanthellae dan pada konsentrasi 40 µg/L, semua karang akan mati setelah pemaparan selama 48 jam (Bielmyer et al., 2010).Zooxanthellae diketahui mengakumulasi logam berat lebih tinggi daripada inangnya (Peters et al. 1997 dalam Bielmyer et al. 2010). Pelepasan (expulsion) zooxanthellae dari endodermis inang merupakan respon yang umum terhadap paparan logam berat pada karang dan diduga merupakan salah satu mekanisme untuk mengontrol konsentrasi dan detoksifikasi logam berat pada hewan simbiotik (Peters et al. 1997 dalam Bielmyer et al. 2010). Logam Cu secara langsung berdampak pada proses fotosintesis melalui penghambatan transpor elektron sisi oksidasi pada fotosistem II (Samson et al. 1988 dalam Alutoin et al. 2001).Kontaminasi logam Cu pada karang juga menyebabkan penurunan aktivitas enzim carbonic anhydrase (CA), yang mana berimbas pada kurangnya CO2 untuk fotosintesis zooxanthellae. Hal tersebut terdeteksi pada karang A. cervicornis yang terpapar Cu 10 µg/L dan 20 µg/L serta Montastrea faveolata yang terpapar Cu 20 µg/L (Bielmyer et al., 2010). CA tidak hanya mengontrol respirasi serta pertukaran HCO3

- dan CO2 tetapi juga memfasilitasi pembentukan CO3

- melalui pengubahan CO2 menjadi HCO3- (Bielmyer et al., 2010).

Efek negatif Cu terhadap metabolisme karang seperti yang dideskripsikan diatas, juga berimbas pada laju pertumbuhan karang; dimana laju pertumbuhan karang A. cervicornis akan menurun setelah terpapar Cu pada konsentrasi 20 µg/L. Laju pertumbuhan karang

Page 5: Tembaga

Pocillopora damicornis juga mengalami penurunan setelah terpapar Cu dengan konsentrasi rendah (4 µg/L) (Bielmyer et al., 2010). 2. Efek Kontaminasi Cu pada Fertilisasi KarangPolutan di lingkungan dapat berdampak pada semua tahap hidup organisme, akan tetapi organisme laut pada tahap awal hidup seringkali lebih rentan terhadap tekanan polutan daripada organisme dewasa (Reichelt-Brushett & Harrison, 1999). Oleh karena itu, mendeteksi polutan pada keberhasilan fertilisasi merupakan hal yang penting dalam studi manajemen terumbu karang (Reichelt-Brushett & Michalek-Wagner, 2005).Dalam penelitiannya, Reichelt-Brushett & Harrison (1999) menunjukkan bahwa pada konsentrasi diatas 20 µg/L, Cu menurunkan persentase keberhasilan fertilisasi karang Goniastrea aspera hingga <50% sedangkan pada konsentrasi 200 µg/L bahkan menurunkan keberhasilan fertilisasi hingga <1%; dengan nilai EC50 untuk karang Goniastrea aspera adalah 14.5 µg/L (gambar 1.b).Hasil yang serupa ditunjukkan oleh penelitian Victor & Richmond (2005) terhadap karang Acropora surculosa (gambar 1.a). Keberhasilan fertilisasi menurun hingga <20% dan <10% pada konsentrasi Cu 100 µg/L dan 200 µg/L. lebih lanjut, paparan tehadap Cu selama 12 jam memiliki dampak negatif yang besar terhadap kesintasan larva hasil fertilisasi. Pada konsentrasi Cu 12 µg/L, <45% larva yang hidup sedangkan pada konsentrasi 30 µg/L dan 58 µg/L, larva yang tetap hidup <20% dan 10%.Pada karang Lobophytum compactum, diperlukan konsentrasi Cu yang sangat tinggi (>500 µg/L) untuk menurunkan persentase keberhasilan fertilisasi hingga <50% dengan nilai EC50

sebesar 261 µg/L (gambar 1.c) (Reichelt-Brushett & Michalek-Wagner, 2005). Pada karang Acropora millepora, diperlukan konsentrasi Cu sebesar 17.4±1.1 µg/L untuk menurunkan persentase keberhasilan fertilisasi hingga <50% (Negri & Heyward, 2001) (gambar 1.d).

3. Efek Kontaminasi Cu pada Metamorfosis dan Penempelan (Settlement) Larva Karang Efek negatif Cu terhadap metamorfosis terjadi pada konsentrasi >110±20 µg/L, yang mana menghambat 50% metamorfosis larva. Penghambatan ini terjadi saat larva planula karang

Page 6: Tembaga

akan bermetamorfosis menjadi polip juvenil untuk selanjutnya melakukan penempelan pada substrat (Negri & Heyward, 2001).Reichelt-Brushett & Harrison (2000) melakukan penelitian mengenai efek negatif Cu terhadap penempelan larva karang Acropora tenuis pada tahun 1994 dan 1996. Hasilnya, pada konsentrasi 20 µg/L, Cu memberikan efek inhibisi (menghambat) penempelan larva karang. Konsentrasi Cu sebesar 42 µg/L menurunkan persentase penempelan larva karang hingga <15% dan pada konsentrasi >80 µg/L, tidak ada larva yang dapat melakukan penempelan pada substrat.

Timbal atau Plumbum adalah elemen kimia dengan simbol Pb, termasuk kedalam kelompok

logam golongan IV-A, mempunyai nomor atom (NA) 82, dengan bobot atau berat atom (BA)

207,2. Dalam keseharian dikenal dengan sebutan timah hitam, yang merupakan logam

berwarna kebiru-biruan sampai hitam kelam.  (Palar,H. 1994)

            Logam ini pada awalnya secara alami terdapat didalam kerak bumi. Namun, bisa juga

berasal dari aktivitas manusia yang bahkan mampu mencapai jumlah 300 kali lebih banyak

dibandingkan dengan timbal alami. (Widowati,W. 2008)

            Polusi timbal (Pb) dapat terjadi di udara, air maupun tanah. Kandungan timbal  di

dalam tanah rata-rata adalah 16 ppm, tetapi pada daerah-daerah tertentu mungkin dapat

mencapai beberapa ribu ppm. Kandungan timbal di dalam udara seharusnya rendah karena

nilai tekanan uapnya rendah. Untuk mencapai tekanan uap 1 torr, timbal atau komponen-

komponen timbal membutuhkan suhu lebih dari 800oC, berbeda dengan merkuri dimana

tekanan uap 1 torr dapat dicapai pada suhu yang jauh lebih rendah yaitu 126oC.

            Timbal merupakan jenis logam yang termasuk bahan pencemar (polutan) anorganik

yang pada perairan ditemukan dalam bentuk terlarut dan tersuspensi. Walaupun kelarutan

Timbal (Pb) cukup rendah sehingga kadarnya di dalam air relatif sedikit, namun unsur ini

tidak esensial bagi makhluk hidup, bahkan jika sampai melewati kadar maksimum bisa

bersifat toksik yang berakibat buruk bagi hewan dan manusia  (Effendi,H. 2003).

Page 7: Tembaga

2.         SUMBER-SUMBER TIMBAL

            Seperti sudah dikemukakan, bahwa timbal secara alami terdapat dalam kerak bumi,

dan berasal dari aktivitas manusia.

  Timbal yang secara alami terdapat dalam kerak bumi, jumlahnya sangat sedikit sekali, yaitu

hanya 0,0002% dari jumlah seluruh kerak bumi. Di alam ini terdapat 4 macam isotop timbal

yaitu :

a.       Timbal-204, dipekirakan berjumlah sebesar 1,48% dari seluruh isotop timbal.

b.      Timbal-206, ditemukan dalam jumlah sebesar 23,60% dari seluruh isotop timbal yang

tedapat di alam. 

c.       Timbal-207, sebanyak 22,60% dari semua isotop timbal yang terdapat di alam.

d.      Timbal-208, ditemukan sebanyak 52,32% dari seluruh isotop timbal yang terdapat di alam.

Isotop-isotop tersebut merupakan hasil peluruhan radio aktif alam. Melalui proses geologi

timbal terkonsentrasi dalam deposit seperti : bijih logam, yang tergabung dengan logam-

logam lain seperti : perak, seng, arsen dan lain-lain. (Palar,H. 1994)

  Sedangkan timbal yang berasal dari aktivitas manusia antara lain adalah :

a.       Hasil penambangan

Bijih-bijih timbal yang terdapat dari hasil penambangan mengandung sekitar 3% sampai 10%

timbal, yang selanjutnya akan dipekatkan lagi sehingga diperoleh logam timbal murni.

(Palar,H. 1994)

b.      Timbal berbentuk gas

Terutama berasal dari pembakaran bahan aditif bensin dari kendaraan bermotor. 

c.       Timbal berbentuk partikel-partikel

Umumnya bersumber dari pabrik-pabrik, pembakaran arang dan lain sebagainya.     

                                                                                               (Fardiaz,S. 1992)

Page 8: Tembaga

3.         SIFAT-SIFAT TIMBAL

            Sebagaimana elemen yang lain timbal juga mempunyai sifat-sifat khusus sebagai

berikut:

  Sifat fisik

a.       Merupakan logam berat

b.      Warna kebiru-biruan sampai hitam kelam

c.       Merupakan logam yang lunak, sehingga dapat dipotong dengan menggunakan pisau atau

dengan tangan dan dapat dibentuk dengan mudah.

d.      Titik lebur 327,4oC

e.       Mendidih pada suhu 1740oC

f.       Mempunyai kerapatan yang lebih besar dibandingkan dengan logam-logam biasa, kecuali

emas dan merkuri.

  Sifat kimia

a.       Mempunyai valensi 2 dan 4

b.      Relatif tahan terhadap asam sulfat dan HCl

c.       Merupakan logam yang tahan terhadap peristiwa korosi atau karat, sehingga logam timbal

sering digunakan sebagai bahan coating (lapisan).

d.      Larut secara perlahan terhadap asam nitrat.

e.       Merupakan amphoteric, garam Pb terbentuk dari asam plumbic.

f.       Merupakan penghantar listrik yang tidak baik.

  Senyawa timbal

Senyawa Pb yang penting adalah Pb oksida dan Pb tetraethyl, Pb carbonate, Pb silicate, Pb

azida [Pb(N3)2].

  Alloi Pb

Pb bersenyawa dengan berbagai elemen membentuk alloi Pb. Elemen yang dimaksud adalah

Sn, Cu, arsenik, antimon, bismut, cadmium dan Na. (Gabriel,J.F. 2001)

Page 9: Tembaga

4.                  BAHAYA OLEH LOGAM TIMBAL (Pb)

            Sebelumnya  sudah dikemukakan bahwa timbal atau plumbum (Pb) adalah logam

(metal) yang termasuk polutan (bahan pencemar) toksik.

Timbal (Pb) dan persenyawaannya dapat berada di dalam perairan melalui pengkristalan Pb

di udara dengan bantuan air hujan. Di samping itu, proses korosifikasi dari bantuan mineral

akibat hempasan gelombang dan angin, juga merupakan salah satu jalur sumber Pb yang akan

masuk ke dalam badan perairan.

            Pb yang masuk ke dalam badan perairan sebagai dampak dari aktivitas kehidupan

manusia ada bermacam bentuk. Di antaranya adalah air buangan (limbah) dari industri yang

berkaitan dengan Pb, air buangan dari pertambangan bijih timah hitam dan buangan sisa

industri baterai. Buangan-buangan tersebut akan jatuh pada jalur-jalur perairan seperti anak-

anak sungai untuk kemudian akan dibawa terus menuju lautan. Umumnya jalur buangan dari

bahan sisa perindustrian yang menggunakan Pb akan merusak tata lingkungan perairan

yang dimasukinya (menjadikan sungai dan alurnya tercemar). Senyawa Pb yang ada dalam

badan perairan ditemukan dalam bentuk ion-ion divalen atau ion-ion tetravalent (Pb2+ , Pb4+).

            Badan perairan yang sudah mengandung senyawa-senyawa atau ion-ion Pb sehingga

melebihi konsentrasi yang semestinya, dapat mengakibatkan kematian bagi biota perairan

tersebut. Seperti konsentrasi Pb yang mencapai 188 mg/L dapat mematikan beberapa jenis

ikan, konsentrasi Pb 2,75 sampai dengan 49 mg/L dapat mematikan ctustacea (binatang air

berkulit keras) setelah 245 jam, dan Pb dengan konsentrasi 64 mg/L akan mematikan

golongan insekta (serangga) dalam rentang waktu 168 jam sampai dengan 336 jam.

            Pada pengamatan yang dilakukan terhadap para pekerja yang bekerja menangani

senyawa Pb, tidak ditemukan keracunan kronis yang berat. Gejala keracunan kronis ringan

yang ditemukan berupa insomnia dan beberapa macam gangguan tidur lainnya. Sedangkan

gejala pada kasus keracunan akut ringan adalah menurunnya tekanan darah dan berat badan.

Keracunan akut yang cukup berat dapat mengakibatkan koma dan bahkan kematian.

            Meskipun jumlah Pb yang diserap oleh tubuh hanya sedikit, logam ini ternyata

menjadi sangat berbahaya. Hal itu disebabkan senyawa-senyawa Pb dapat memberikan efek

racun terhadap banyak fungsi organ yang terdapat dalam tubuh.                    

                                         

Page 10: Tembaga

           

Efek Pb Pada Sistem Syaraf

            Di antara semua sistem pada organ tubuh, sistem syaraf merupakan sistem yang

paling sensitif terhadap daya racun yang dibawa oleh logam Pb. Pengamatan yang dilakukan

pada pekerja tambang dan pengolahan logam Pb menunjukkan bahwa pengaruh dari

keracunan Pb dapat menimbulkan kerusakan pada otak. Penyakit-penyakit yang berhubungan

dengan otak, sebagai akibat dari keracunan Pb adalah epilepsy, halusinasi, kerusakan pada

otak besar, dan delirium, yaitu sejenis penyakit gula.

Efek Pb Terhadap Sistem Urinaria

            Ikut sertanya senyawa Pb yang terlarut dalam darah ke sistem urinaria (ginjal) dapat

mengakibatkan terjadinya kerusakan pada saluran ginjal. Kerusakan yang terjadi tersebut

disebabkan terbentuknya  intranuclear inclusion bodies yang disertai dengan membentuk

aminociduria, yaitu terjadinya kelebihan asam amino dalam urine.

            Aminociduria dapat kembali normal setelah selang waktu beberapa minggu, tetapi

intranuclear inclusion bodies membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk kembali normal.

Efek Pb Terhadap Sistem Endokrin

            Pengukuran terhadap steroid dalam urine pada kondisi paparan Pb yang berbeda dapat

digunakan untuk melihat hubungan penyerapan Pb oleh sistem endokrin. Dari pengamatan

yang dilakukan dengan paparan Pb yang berbeda terjadi pengurangan pengeluaran steroid

dan terus mengalami peningkatan dalam posisi minus. Kecepatan pengeluaran aldosteron

juga mengalami penurunan selama pengurangan konsumsi garam pada orang yang keracunan

Pb dari penyulingan alcohol. Endokrin lain yang diuji pada manusia adalah endokrin tiroid.

Fungsi dari tiroid sebagai hormon akan mengalami tekanan bila manusia kekurangan I 131

(yodium isotop 131)

Efek Pb Terhadap Jantung

            Organ lain yang dapat diserang oleh racun yang dibawa oleh logam Pb adalah

jantung. Namun sejauh ini perubahan dalam otot jantung sebagai akibat dari keracunan Pb

baru ditemukan pada anak-anak. Perubahan tersebut dapat dilihat dari ketidaknormalan EKG.

Tetapi setelah diberikan bahan khelat, EKG akan kembali normal.

            Sampai sekarang belum ada laporan lain tentang perubahan kerja jantung  pada

pekerja-pekerja di pertambangan atau industri yang menggunakan Pb. Pada percobaan yang

Page 11: Tembaga

dilakukan terhadap tikus putih dengan memberikan perlakuan Pb juga tidak ditemukan

perubahan difusi dan otot jantung.                                                                                                          

(Palar,H.2004)

5.                  PENCEGAHAN TOKSISITAS TIMBAL (Pb)

            Berbagai upaya untuk mencegah dan menghindari efek toksik Pb antara lain :

a.       Melakukan tes medis (Pb dalam darah), terutama bagi pekerja yang berisiko terpapar Pb.

b.     Menghindari penggunaan peralatan-peralatan dapur atau tempat makanan atau minuman yang

mengandung Pb (keramik berglasur, wadah atau kaleng yang dipatri atau mengandung cat).

c.       Pemantauan kadar Pb di udara dan kadar Pb dalam makanan atau minuman secara

berkesinambungan.

d.      Mencegah anak menelan atau menjilat mainan bercat atau berbahan mengandung cat.

e.       Tidak makan, tidak minum, tidak merokok di kawasan yang tercemar Pb.

f.       Menyediakan fasilitas ruang makan yang terpisah dari lokasi pencemaan Pb.

g.      Tempat penyimpanan makanan atau minuman tertutup sehingga tidak kontak dengan debu

atau asap Pb.

h.      Mengurangi emisi gas buang yang mengandung Pb, baik dari kendaraan bermotor maupun

industri.

i.        Bagi para pekerja yang kontak dengan Pb sebaiknya mereka menggunakan peralatan standar

keamanan dan keselamatan kerja.  (Widowati,W. 2008) .

6.                  APLIKASI TIMBAL (Pb)

            Dalam hal kegunaan timbal, dikelompokkan menjadi 3 yaitu :

  Pb murni

a.       Dipakai lapisan pelindung X-ray dengan ketebalan 1,5 mm , 3 mm.

b.      Dipakai pada kabel telepon dan kabel TV (dibungkus dengan Pb).

c.       Dipakai pada konstruksi bangunan dan industri kimia untuk mencegah korosif.

Page 12: Tembaga

d.      Dipakai pada baterai, solder dan amunisi.

  Senyawa Pb

a.  Senyawa Pb sulfida, Pb chromate, Pb putih, 2PbCO3, Pb(OH)2 dipakai sebagai pigmen

(pewarna).

b.     Pb silikat, Pb karbonat, garam Pb dan asam organik dipakai untuk stabilisator panas dan

cahaya, untuk plastik polyvinyl khlorida.

c.       Pb silikat dipakai pada gelas dan keramik.

d.      Pb(NH3)2 standar detonator letupan.

e.       Pb arseni dipakai dalam jumlah banyak untuk insektisida (membasmi serangga) pada

tanaman.

f.       Pb oksida (litharge) dipakai untuk memeperbaiki mutu magnet (magnet barium ferrite

keramik).

g.      Senyawa organo Pb, dipakai sebagai katalisator pada pembuatan foam polyurethane,

mencegah rusaknya cat pada kapal laut, membunuh bakteri gram positif, mencegah bocornya

kapal kayu, mencegah serangan jamur pada kain katun, pembasmi cacing, mencegah korosif

pada baja.

h.      Campuran Pb zirconate dengan Pb titanate dikenal sebagai PZT, untuk meningkatkan

pemasaran akan materi Piezoelectric.

  Alloi Pb

a.       Alloi Pb berupa lempengan atau kisi dipakai pada aki.

b.      Alloi tahan kimia dipakai pada metal lainnya agar tahan korosif terhadap air, udara atau zat

kimia lainnya. (Gabriel,J.F. 2001)

Page 13: Tembaga

REFERENSI

Alutoin, S., J. Boberg, M. Nyström & M. Tedergren. 2001. “Effects of the Multiple Stressors Copper and Reduced Salinity on the Metabolism of the Hermatypic Coral Porites lutea”. Marine Environmental Research 52: 289 – 299.

Byelmyer, G.K., M. Grosell, R. Bhagooli, A.C. Baker, C. Langdon, P. Gillette & T.R. Capo. 2010. “Differential Effects of Copper on Three Species of Scleractinian Corals and Their Algal Symbionts (Symbiodinium spp.)”. Aquatic Toxicology 97: 125 – 133.

Duffus, J.J. 1980. Environmental Toxicology. London: Edward Arnold (Publishers) Ltd..

Mitchelmore, C.L., E.A. Verde. & V.M. Weis. 2007. “Uptake and Partitioning of Copper and Cadmium in the Coral Pocillopora damicornis”. Aquatic Toxicology 85: 48 – 56.

Negri, A.P. & A.J. Heyward. 2001. “Inhibition of Coral Fertilization and Larval Metamorphosis by Tributilin and Copper”. Marine Environmental Research 51: 17 – 27.

Palar, Heryando. 2004. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Reichelt-Brushett, A.J. & K. Michalek-Wagner. 2005. “Effect of Copper on the Fertilization Success of the Soft Coral Lobophytum compactum”. Aquatic Toxicology 74: 280 – 284.

Reichelt-Brushett, A.J. & P.L. Harrison. 1999. “The Effect of Copper, Zinc and Cadmium on Fertilization Success of Gametes from Scleractinian Reef Corals”. Marine Pollution Bulletin 38 (3): 182 – 187.

Reichelt-Brushett, A.J. & P.L. Harrison. 2000. “The Effect of Copper on the Settlement Success of Larvae from Scleractinian Corals Acropora tenuis”. Marine Pollution Bulletin 41 (7/12): 385 – 391. Effendi,H. 2003. Telaah Kualitas Air. Cetakan Ketiga. Yogyakarta : Penerbit Kanisius.

Fardiaz,S. 1992. Polusi Air dan Udara. Cetakan Kedelapan. Yogyakarta : Penerbit

            Kanisius.

Gabriel,J.F. 2001. Fisika Lingkungan. Cetakan Pertama. Jakarta : Penerbit Hipokrates.

Palar,H. 1994. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Jakarta : Penerbit Rineka Cipta.

Widowati,W. 2008. Efek Toksik Logam. Edisi Pertama. Yoyakarta : Penerbit Andi.