telaahan hukum penyelenggaraan pengoperasian pengusahaan

10
Page 8 Pandangan Hukum Mengenai Penyelenggaraan Kereta Api, Pengoperasian, Pengusahaan &PerizinanStasiun. Oleh: R. Hanna Simatupang (Legal Specialist – MCS) Penyelenggaraan Kereta Api: Untuk penyelenggaraan perkeretaapian untuk pengangkutan massal umum diatur dalam asal !" ayat (!) dan asal !#$ ! UU %&. ' '**" tentang erkeretaapian. +ari kedua pasal terse,ut dapat diketahui ,ah-a MR harus melakukan kegiatan/kegiatan dari mem,angun prasarana dan sarana hingga mera-at dan pengusahaan prasarana. Untuk penyelenggaraan perkeretaapian khususnya kasus MR ini$ diperlukan ,e,erapa langkah ,erikut: 1. mem,uat per0an0ian penyelenggaraan perkeretaapian antara pemerintah pusat (pem,ina) dengan pemerintah daerah (penyelenggara) yang dalam hal ini emda +12 3akarta4 dan 2. mem,uat pem,erian i5in kepada emda +12 3akarta untuk menyelenggarakan perkeretaapian. +engan adanya kedua hal terse,ut di atas ,arulah emda +12 3akarta se,agai executing agency dapat meng&perasikan perkeretaapian dan mengusahakan stasiun sehingga akan didapatkan suatu pendapatan yang ,erkesinam,ungan untuk memelihara$ mera-at dan men0alankan ,isnis perkeretaapian dalam k&ta atau perk&taan. Pengoperasian Kereta Api: 1 asal !":enyelenggaraanperkeretaapianumumse,agaimanadimaksuddalamasal 6 ayat (!) huru7 a ,erupapenyelenggaraan: a.prasaranaperkeretaapian4 dan atau ,.saranaperkeretaapian. asal !#: enyelenggaraanprasaranaperkeretaapianumummeliputikegiatan: a. pem,angunanprasarana4 ,. peng&perasianprasarana4 c. pera-atanprasarana4 dan d. pengusahaanprasarana.

Upload: andrea-asvani

Post on 05-Oct-2015

8 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Train Transportation

TRANSCRIPT

docx

Pandangan Hukum Mengenai Penyelenggaraan Kereta Api, Pengoperasian, Pengusahaan &PerizinanStasiun.

Oleh: R. Hanna Simatupang(Legal Specialist MCS)

Penyelenggaraan Kereta Api:Untuk penyelenggaraan perkeretaapian untuk pengangkutan massal umum diatur dalam Pasal 17 ayat (1) dan Pasal 18,[footnoteRef:2] UU No. 23/2007 tentang Perkeretaapian. Dari kedua pasal tersebut dapat diketahui bahwa MRT harus melakukan kegiatan-kegiatan dari membangun prasarana dan sarana hingga merawat dan pengusahaan prasarana. [2: Pasal 17:PenyelenggaraanperkeretaapianumumsebagaimanadimaksuddalamPasal 5 ayat (1) huruf a berupapenyelenggaraan:a.prasaranaperkeretaapian; dan/ataub.saranaperkeretaapian.Pasal 18:Penyelenggaraanprasaranaperkeretaapianumummeliputikegiatan:a.pembangunanprasarana;b.pengoperasianprasarana;c.perawatanprasarana; dand.pengusahaanprasarana.]

Untuk penyelenggaraan perkeretaapian khususnya kasus MRT ini, diperlukan beberapa langkah berikut:1. membuat perjanjian penyelenggaraan perkeretaapian antara pemerintah pusat (pembina) dengan pemerintah daerah (penyelenggara) yang dalam hal ini Pemda DKI Jakarta; dan2. membuat pemberian izin kepada Pemda DKI Jakarta untuk menyelenggarakan perkeretaapian.

Dengan adanya kedua hal tersebut di atas barulah Pemda DKI Jakarta sebagai executing agency dapat mengoperasikan perkeretaapian dan mengusahakan stasiun sehingga akan didapatkan suatu pendapatan yang berkesinambungan untuk memelihara, merawat dan menjalankan bisnis perkeretaapian dalam kota atau perkotaan.

Pengoperasian Kereta Api:Pengoperasian perkeretaapian umum yang nantinya akan dijalan oleh MRT diatur dalam Pasal 20,[footnoteRef:3] UU No. 23/2007 tentang Perkeretaapian. Maksud pasal ini lebih mengacu pada faktor kelaikan, keselamatan dan keamanan dalam penyelenggaraannya. Jadi dapat dikatakan bahwa permasalahan dalam pengoperasian perkeretaapian lebih kepada masalah teknis dan operasional kereta api. [3: Pasal 20PengoperasianprasaranaperkeretaapianumumsebagaimanadimaksuddalamPasal 18 huruf b wajibmemenuhistandarkelaikanoperasiprasaranaperkeretaapian.]

Opini hukum dalam hal ini lebih mengacu pada beberapa pasal mengenai kelaikan (SDM, prasarana dan sarana perkeretaapian)seperti yang diatur dalam Pasal 67-68[footnoteRef:4] dan Pasal 98[footnoteRef:5], UU No. 23/2007) keselamatan (tata cara penanganan kecelakaan kereta api) yang diatur dalam Pasal 125[footnoteRef:6], UU No. 23/2007dan keamanan (sistem persinyalan). [4: Pasal 67Prasaranaperkeretaapian yang dioperasikanwajibmemenuhipersyaratankelaikan yang berlakubagisetiapjenisprasaranaperkeretaapian.Persyaratankelaikanprasaranaperkeretaapianmeliputi:persyaratanteknis; danpersyaratanoperasional.Persyaratanteknissebagaimanadimaksudpadaayat (2) huruf a meliputipersyaratansistemdanpersyaratankomponen.Persyaratanoperasionalsebagaimanadimaksudpadaayat (2) huruf b adalahpersyaratankemampuanprasaranaperkeretaapiansesuaidenganrencanaoperasiperkeretaapian.Pasal 68:Untukmenjaminkelaikanprasaranaperkeretaapian, wajibdilakukanpengujiandanpemeriksaan.Pengujianprasaranaperkeretaapiansebagaimanadimaksudpadaayat (1) dilakukanolehPemerintahdandapatdilimpahkankepadabadanhukumataulembaga yang mendapatakreditasidariPemerintah.Pemeriksaanprasaranaperkeretaapiansebagaimanadimaksudpadaayat (1) wajibdilakukanolehPenyelenggaraPrasaranaPerkeretaapian.] [5: Pasal 98:Untukmemenuhipersyaratanteknisdanmenjaminkelaikanoperasisaranaperkeretaapian, wajibdilakukanpengujiandanpemeriksaan.Pengujiansaranaperkeretaapiansebagaimanadimaksudpadaayat (1) dilakukanolehPemerintahdandapatdilimpahkankepadabadanhukumataulembaga yang mendapatakreditasidariPemerintah.Pemeriksaansaranaperkeretaapiansebagaimanadimaksudpadaayat (1) wajibdilakukanolehPenyelenggaraSaranaPerkeretaapian.] [6: Pasal 125Dalamhalterjadikecelakaankeretaapi, pihakPenyelenggaraPrasaranaPerkeretaapiandanPenyelenggaraSaranaPerkeretaapianharusmelakukanhal-halsebagaiberikut:mengambiltindakanuntukkelancarandankeselamatanlalulintas;menanganikorbankecelakaan;memindahkanpenumpang, bagasi, danbarangantarankekeretaapi lain ataumodatransportasi lain untukmeneruskanperjalanansampaistasiuntujuan;melaporkankecelakaankepadaMenteri, pemerintahprovinsi, pemerintahkabupaten/kota;mengumumkankecelakaankepadapenggunajasadanmasyarakat;segeramenormalkankembalilalulintaskeretaapisetelahdilakukanpenyidikanawalolehpihakberwenang; danmengurusklaimasuransikorbankecelakaan.]

Pengoperasian MRT juga nantinya perlu berpedoman pada aturan-aturan teknis dan operasional seperti yang diatur dalam Pasal 117, PP No. 56/2009.Pengusahaan Stasiun:UU No. 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian mengatur secara khusus mengenai pengusahaan stasiun yang diatur dalam Pasal35[footnoteRef:7] danPasal 54-58.[footnoteRef:8] Pasal-pasal tersebutmemerintahkan agar masalah pengusahaan stasiun kereta api harus diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah. [7: Pasal 35:(1)Prasarana perkeretaapian umum dan perkeretaapian khusus meliputi:a. jalur kereta api;b.stasiun kereta api; danc.fasilitas operasi kereta api.(2) Jalur kereta api sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diperuntukkan bagi pengoperasian kereta api.(3) Stasiun kereta api sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b berfungsi sebagai tempat kereta api berangkat atau berhenti untuk melayani:a. naik turun penumpang;b.bongkar muat barang; dan/atauc.keperluan operasi kereta api.(4)Fasilitas operasi kereta api sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c merupakan peralatan untuk pengoperasian perjalanan kereta api.] [8: Pasal 54:StasiunkeretaapiuntukkeperluannaikturunpenumpangsebagaimanadimaksuddalamPasal 35 ayat (3) huruf a paling rendahdilengkapidenganfasilitas:a.keselamatan;b.keamanan;c.kenyamanan;d.naikturunpenumpang;e.penyandangcacat;f.kesehatan; dang.fasilitasumum.StasiunkeretaapiuntukkeperluanbongkarmuatbarangsebagaimanadimaksuddalamPasal 35 ayat (3) huruf b dilengkapidenganfasilitas:keselamatan;keamanan;bongkarmuatbarang; danfasilitasumum.Untukkepentinganbongkarmuatbarang di luarstasiundapatdibangunjalanrel yang menghubungkanantarastasiundantempatbongkarmuatbarang.StasiunkeretaapiuntukkeperluanpengoperasiankeretaapisebagaimanadimaksuddalamPasal 35 ayat (3) huruf c harusdilengkapidenganfasilitaskeselamatandankepentinganpengoperasiankeretaapi.Pasal 55:Di stasiunkeretaapisebagaimanadimaksuddalamPasal 35 ayat (3) dapat dilakukan kegiatan usaha penunjang angkutan kereta api dengan syarat tidak mengganggu fungsi stasiun.Pasal 56:Stasiun kereta api dikelompokkan dalam:Kelas besar;Kelas sedang; danKelas kecil.Pengelompokan kelas stasiun kereta api sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan kriteria:Fasilitas operasi;Frekuensi lalu lintas;Jumlah penumpang;Jumlah barang;Jumlah jalur; danFasilitas penunjang.Pasal 57:Stasiun kereta api dapat menyediakan jasa pelayanan khusus.Jasapelayanankhusussebagaimanadimaksudpadaayat (1) dapatberupa:ruangtunggupenumpang;bongkarmuatbarang;pergudangan;parkirkendaraan; dan/ataupenitipanbarang.Penggunajasapelayanankhusussebagaimanadimaksudpadaayat (2) dikenaitarifjasapelayanantambahan.Pasal 58:KetentuanlebihlanjutmengenaistasiunkeretaapidiaturdenganPeraturanPemerintah.]

Sebagai tindak lanjut UU tersebut di atas ditetapkanlah PP No. 56 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Prasarana Perkeretaapian yang didalamnya mengatur secara khusus mengenai penyelenggaraan stasiun sebagai bagiandari prasarana perkeretaapian (lihat Pasal 85-101[footnoteRef:9]) bukan pengusahaan stasiun secara khusus. [9: Pasal 85, Stasiunkeretaapimeliputi:jenisstasiunkeretaapi;kelasstasiunkeretaapi; dankegiatan di stasiunkeretaapi.Pasal 86:StasiunkeretaapisebagaimanadimaksuddalamPasal 40huruf b, menurutjenisnyaterdiriatas:stasiunpenumpang;stasiunbarang; ataustasiunoperasi.Stasiunkeretaapiberfungsisebagaitempatkeretaapiberangkatatauberhentiuntukmelayani:naikdanturunpenumpang;bongkarmuatbarang; dan/ataukeperluanoperasikeretaapi.Pasal 87:Stasiun penumpang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 ayat (1) huruf a paling sedikit dilengkapi dengan fasilitas:keselamatan;keamanan;kenyamanan;naik turun penumpang;penyandang cacat;kesehatan;fasilitas umum;fasilitas pembuangan sampah; danfasilitas informasi.Pasal 88:Stasiun penumpang terdiri atas:emplasemen stasiun; danbangunan stasiun.Emplasemen stasiun penumpang paling sedikit meliputi:jalan rel;fasilitas pengoperasian kereta api; dandrainase.Bangunan stasiun penumpang paling sedikit meliputi:gedung;instalasi pendukung; danperon.Pasal 89:Stasiun barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 ayat(1) huruf b paling sedikit dilengkapi dengan fasilitas:keselamatan;keamanan;bongkar muat;fasilitas umum; danpembuangan sampah.Pasal 90Stasiun barang terdiri atas:emplasemen stasiun; danbangunan stasiun.Emplasemen stasiun barang paling sedikit meliputi:jalan rel;fasilitas pengoperasian kereta api; dandrainase.Bangunan stasiun barang paling sedikit meliputi:gedung; daninstalasi pendukung.Pasal 91Untuk kepentingan bongkar muat barang di luar stasiun,dapat dibangun jalan rel yang menghubungkan antarastasiun dan tempat bongkar muat barang.Pembangunan jalan rel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan persyaratan teknis jalan rel dan dilengkapi dengan fasilitas operasi kereta api.Pasal 92Stasiun operasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 ayat(1) huruf c harus dilengkapi dengan fasilitas keselamatan danoperasi kereta api.Pasal 93(1) Stasiun operasi terdiri atas:a. emplasemen stasiun; danb. bangunan stasiun.(2) Emplasemen stasiun operasi paling sedikit meliputi:a. jalan rel;b. fasilitas pengoperasian kereta api; danc. drainase.(3) Bangunan stasiun operasi paling sedikit meliputi:a. gedung; danb. instalasi pendukung.Pasal 94Kegiatan di stasiun kereta api sebagaimana dimaksud dalamPasal 85 huruf c meliputi:a. kegiatan pokok;b. kegiatan usaha penunjang; danc. kegiatan jasa pelayanan khusus.Pasal 95:Kegiatan pokok di stasiun sebagaimana dimaksud dalamPasal 94 huruf a meliputi:a. melakukan pengaturan perjalanan kereta api;b. memberikan pelayanan kepada pengguna jasa kereta api;c. menjaga keamanan dan ketertiban; dand. menjaga kebersihan lingkungan.Pasal 96:Kegiatan usaha penunjang penyelenggaraan stasiunsebagaimana dimaksud dalam Pasal 94 huruf bdilakukan untuk mendukung penyelenggaraanperkeretaapian.Kegiatan usaha penunjang dapat dilakukan oleh pihaklain dengan persetujuan penyelenggara prasaranaperkeretaapian.Pasal 97:Kegiatan usaha penunjang di stasiun dapat dilakukanoleh penyelenggara prasarana perkeretaapian denganketentuan:a. tidak mengganggu pergerakan kereta api;b. tidak mengganggu pergerakan penumpang dan/atau barang;c. menjaga ketertiban dan keamanan; dand. menjaga kebersihan lingkungan.Penyelenggara prasarana perkeretaapian dalammelaksanakan kegiatan usaha penunjang harusmengutamakan pemanfaatan ruang untuk keperluankegiatan pokok stasiun.Pasal 98:Kegiatan jasa pelayanan khusus di stasiun sebagaimanadimaksud dalam Pasal 94 huruf c dapat dilakukan olehpihak lain dengan persetujuan penyelenggara prasaranaperkeretaapian yang berupa jasa pelayanan:a. ruang tunggu penumpang;b. bongkar muat barang;c. pergudangan;d. parkir kendaraan; dan/ataue. penitipan barang.Penyelenggara prasarana perkeretaapian dapat mengenakan tarif kepada pengguna jasa pelayanan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1).Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapatdiberikan oleh penyelenggara prasarana perkeretaapianapabila fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87dan Pasal 89 telah terpenuhi.Pasal 99Stasiun penumpang dikelompokkan dalam:a. kelas besar;b. kelas sedang; danc. kelas kecil.Pengelompokan kelas stasiun kereta api sebagaimanadimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan kriteria:a. fasilitas operasi;b. jumlah jalur;c. fasilitas penunjang;d. frekuensi lalu lintas;e. jumlah penumpang; danf. jumlah barang.Kelas stasiun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung berdasarkan perkalian bobot setiap kriteria dan nilai komponen.Pasal 100Penetapan kelas stasiun sebagaimana dimaksud dalamPasal 99 dilakukan oleh:a. Menteri, untuk stasiun pada jaringan jalur kereta apinasional;b. gubernur, untuk stasiun pada jaringan jalur keretaapi provinsi; danc. bupati/walikota, untuk stasiun pada jaringan jalurkereta api kabupaten/kota.Penetapan kelas stasiun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri.Pasal 101Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis, kegiatan, dan kelasstasiun kereta api diatur dengan peraturan Menteri.]

PP No. 56 Tahun 2009 tentang PenyelenggaraanPrasarana Perkeretaapian ini tidak secara tegas mengatur mengenai stasiun, khususnya mengenai pengusahaan stasiun kereta api. Namun dari sudut pandang hukum, dapat diasumsikan bahwa pengusahaan stasiun merupakan bagian dari penyelenggaraan prasarana perkeretaapianyang meliputi kegiatan pembangunan, pengoperasian,perawatan dan pengusahaan (lihat Pasal 40-41, PP No. 56 Tahun 2009).[footnoteRef:10] [10: Pasal 40, Prasarana perkeretaapian meliputi:a. jalur kereta api;b. stasiun kereta api; danc. fasilitas pengoperasian kereta api.Pasal 41, Penyelenggaraan prasarana perkeretaapian meliputi kegiatan:a. pembangunan prasarana;b. pengoperasian prasarana;c. perawatan prasarana; dand. pengusahaan prasarana.]

Stasiun kereta api yang merupakan bagian dari prasarana perkeretapianseperti yang diatur dalam Pasal 117-118, PP No. 56/2009harus dapat menampung penumpang, melayani operasi kereta api, memiliki ruang bebas dan gedung untuk mengakomodasi arus penumpang yang ada.Untuk melaksanakan seluruh kegiatan tersebut UU juga menetapkan bahwa penyelenggara harus memiliki izin usaha, izin pembangunan, izin operasi.Perizinan:Masalah perizinan terdapat dalam Pasal 336, PP No. 56 Tahun 2009. Pasal tersebut mengatur mengenai kewajiban penyelenggara prasarana perkeretaapian yang telah mendapat izinsesuai dengan yang diatur dalam butir a-f.Sedangkan Pasal 337 mengatur mengenai izin operasi yang akan diatur lebih lanjut di dalam ketetapan menteri. Mengenai ketentuan penyelenggaraan prasarana perkeretaapianhanya mengatur persyaratan teknis dan persyaratan sistem yang harus dipenuhi dan proses memperoleh perizinan penyelenggaraan prasarana perkeretaapian saja.Sedangkan mengenai pengusahaannya tidak diatur secara tegas serta tidak memerintahkan untuk diatur lebih lanjut dalam peraturan menteri. Namun Pasal 306, PP No. 56 Tahun 2009, menyatakan bahwa badan usaha sebelum diberikan izin usaha penyelenggaraan perkeretaapian harus terlebih dahulu ditetapkan sebagai penyelenggara prasarana perkeretapian umum oleh Menteri atau Gubernur atau bupati atau walikota sesuai dengan kewenangannya.Dalam kasus ini, diketahui bahwa PT MRTJ melalui PERDA No. 3 Tahun 2008 telah didirikan sebagai badan usaha milik daerah/BUMD oleh Pemerintah pusat c.q. Gubernur Pemprov DKI Jakarta. Jadi dapat dikatakan bahwa PT MRTJ berhak untuk menyelenggarakan angkutan perkeretaapian perkotaan di Jakarta.Namun tetap harus diperhatikan Pasal 307 tentang hak penyelenggaraan bagi badan usaha yang harus dituangkan dalam bentuk perjanjian penyelenggaraan prasarana perkeretaapian umum dengan jangka waktu tertentu, yaitu 30 tahun. Memperhatikan isi pasal tersebut berarti PT MRTJ harus memiliki perjanjian penyelenggaraan tersebut baik dari pemerintah pusat maupun Pemda DKI Jakarta. Perlu diperhatikan bahwa dalam hal ini PT MRTJ tidak bisa berupa badan hukum swasta mengingat perjanjian pinjaman yang ada dilakukanantara pemerintah Jepang dengan Indonesia melalui Menteri Keuangan dan Ketua Bappenas serta sebagai pelaksananya adalah Kementrian Transportasi.Dalam penyelenggaraannya, PT MRTJ harus juga membuat suatu perjanjian kerjasama penyelenggaraan prasarana dengan memperoleh hak konsesi dengan Pemda DKI Jakarta seperti yang diatur dalam Pasal 307-308. Jangka waktu pemberian hak konsesi tersebut diatur berdasarkan kesepakatan antara PT MRTJ dengan Gubernur. Lebih lanjut diatur bahwa sesuai dengan Pasal 312 ayat (2)PT MRTJ berhak mendapatkan hak konsesi paling lama 30 tahun. Namun hak tersebut hanya dapat diberikan apabila setelahdilakukan penghitungan berdasarkan jumlah investasi dankeuntungan yang wajar. Memperhatikan ketentuan pasal tersebut juga diketahui bahwa hak konsesi dapat diperpanjang setiap kali paling lama 20 tahun.Perjanjian penyelenggaraan prasarana perkeretaapian yang dilakukan oleh badan usahadan pemerintah harus sesuai dengan isi Pasal 310 agar pemerintah dalam hal ini Negara tidak dirugikan demikian juga badan usaha yang mendapatkan hak penyelenggaraan sebagai penyelenggara prasarana perkeretaapian mendapatkankeuntungan yang wajar dari kegiatan tersebut.Hal ini berbeda dengan pemberian izin usaha dan izin operasi penyelenggara saranaperkeretaapian yang dalam permohonan izin harus sudah dilengkapi dengan kajian kelayakan yangdibuat oleh badan usaha, tetapi tidak demikian dengan penyelenggara prasarana perkeretaapian,karenapenyelenggaraan perkeretaapian adalah kewenangan pemerintah tetapi dapat diberikan kepada badanusaha berdasarkan perjanjian penyelenggaraan prasarana perkeretaapian sebelum diberikan izinusahanya.Kesimpulan:Jadi dari ketentuan-ketentuan tentang penyelenggaraan prasarana perkeretaapian dapat disimpulkan bahwa belum adaaturan secara tegas dan jelas tentang pengusahaan stasiun sebagai sektor bisnis yang penting untuk dikembangkan ke depannya. Hal itu menjadi sangat penting saat ini, mengingat pengusahaannya tergantung pada kesediaan dan ketersediaan dana operasional MRT. Dari sudut pandang pendapatan angkutan untuk masa mendatang perlujuga dikembangkan berbagai usaha yang dapat mendukung penyelenggaraan perkeretaapian dengan perlahan-lahan mengurangi subsidi pemerintah. Untuk itu perludiatur dalam peraturan menteri yang dapat dijadikan pedoman untukmelakukan perhitungan yang wajar dalampenyelenggaraan prasarana perkeretaapian dan untukmenghitung jangka waktu konsesi yang diberikan pemerintah kepada badan penyelenggara prasaranaperkeretaapian itu. Namun mengingat penyelenggaraan perkeretaapian yang berjalan pada saat inisecara historis adalah masih dimiliki pemerintah, maka pedoman yang akan diusulkan sebagai jembatannya adalah dengan menggunakan perhitungan seperti yangtelah diatur dalam Pasal 151 UU No. 23/2007 tentang Perkeretaapian agar penyelenggaraan MRT di Jakarta dapat beroperasi dan bertahan hingga jangka waktu yang panjang.

Jakarta, Mei 2013.

Legal Team - MCSPage 8