telaah teoritis aspek hukum pemanfaatan …/telaah...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit...

84
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN IDENTIFIKASI TINDAK KEJAHATAN BERBASIS ILMIAH ( KAJIAN OTENTIFIKASI PENGANGKATAN SIDIK JARI DALAM VISUM ET REPERTUM ) Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Oleh NUSA GUNAWAN NIM. E1107050 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012

Upload: phungkhanh

Post on 11-Apr-2019

223 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN …/Telaah...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN IDENTIFIKASI TINDAK KEJAHATAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

i

TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN IDENTIFIKASI

TINDAK KEJAHATAN BERBASIS ILMIAH

( KAJIAN OTENTIFIKASI PENGANGKATAN SIDIK JARI

DALAM VISUM ET REPERTUM )

Penulisan Hukum

(Skripsi)

Disusun dan Diajukan untuk

Melengkapi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Derajat Sarjana S1

dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Oleh

NUSA GUNAWAN

NIM. E1107050

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2012

Page 2: TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN …/Telaah...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN IDENTIFIKASI TINDAK KEJAHATAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Penulisan Hukum (Skripsi)

TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN IDENTIFIKASI

TINDAK KEJAHATAN BERBASIS ILMIAH

(KAJIAN OTENTIFIKASI PENGANGKATAN SIDIK JARI

DALAM VISUM ET REPERTUM

Oleh

NUSA GUNAWAN

NIM. E1107050

Disetujui untuk dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum

(Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Dosen Pembimbing I

Kristiyadi, S.H., M.Hum. NIP. 19581225198601111001

Surakarta, Januari 2012 Dosen Pembimbing II

Muhammad Rustamaji, S.H., M.H. NIP. 198210082005011001

Page 3: TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN …/Telaah...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN IDENTIFIKASI TINDAK KEJAHATAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iii

PENGESAHAN PENGUJI

Penulisan Hukum (Skripsi)

TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN IDENTIFIKASI

TINDAK KEJAHATAN BERBASIS ILMIAH

( KAJIAN OTENTIFIKASI PENGANGKATAN SIDIK JARI

DALAM VISUM ET REPERTUM )

Disusun oleh :

NUSA GUNAWAN

NIM : E. 1107050

Telah diterima dan di sahkan oleh Tim Penguji Penulisan Hukum (Skripsi)

Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Pada :

Hari : Selasa

Tanggal : 31 January 2011

TIM PENGUJI

(1) Edy Herdyanto, S.H., M.H Ketua

(2) Muhammad Rustamaji, S.H., M.H

Sekretaris

(3) Kristiyadi, S.H., M.Hum. : ....................................... Anggota

MENGETAHUI Dekan,

Prof. Dr. Hartiwiningsih., S.H., M.Hum.

NIP. 19570203 198503 2001

Page 4: TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN …/Telaah...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN IDENTIFIKASI TINDAK KEJAHATAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iv

HALAMAN MOTO

Page 5: TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN …/Telaah...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN IDENTIFIKASI TINDAK KEJAHATAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

v

PERSEMBAHAN

Karya tulis ini saya persembahkan kepada:

Allah SWT, yang senantiasa memberikan kenikmatan pada umat-Nya;

Bapak Ibu tercinta, kakak dan semua saudaraku

kasih sayang;

dan Teman-temanku yang selalu setia;

Almamaterku, fakultas hukum UNS

Page 6: TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN …/Telaah...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN IDENTIFIKASI TINDAK KEJAHATAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vi

KATA PENGANTAR

Alhamduli

panjatkan atas segala rahmat, karunia, ridho dan hidayah-Nya yang telah

diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan

judul TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN

IDENTIFIKASI TINDAK KEJAHATAN BERBASIS ILMIAH (KAJIAN

OTENTIFIKASI PENGANGKATAN SIDIK JARI DALAM VISUM ET

REPERTUM)

Penulisan hukum ini membahas mengenai pemanfaatan identifikasi tindak

kejahatan berbasis ilmiah guna memberikan otentifikasi pengangkatan sidik jari

dalam visum et repertum.

Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada

semua pihak yang telah memberikan bantuan, saran, dan dorongan bagi penulis

dalam menyelesaikan penulisan hukum ini. Ucapan terima kasih ini penulis

sampaikan terutama pada:

1. Prof. Dr. Hartiwiningsih S.H.,M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberi izin dan kesempatan

kepada penulis untuk menyelesaikan penulisan hukum ini.

2. Bapak Edy Herdyanto, S.H, M.H, selaku Ketua Bagian Hukum Acara,

Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Bapak Kristiyadi., S.H., M.Hum. selaku Dosen pembimbing I fakultas

Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta penulisan skripsi, yang telah

menyediakan waktu dan pikirannya untuk memberikan bimbingan dan arahan

sehingga tersusunnya skripsi ini.

4. Bapak Muhammad Rustamaji, S.H., M.Hum selaku Dosen Pembimbing II

fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah menyediakan

Page 7: TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN …/Telaah...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN IDENTIFIKASI TINDAK KEJAHATAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vii

waktu dan pikirannya untuk memberikan bimbingan dan arahan sehingga

tersusunnya skripsi ini.

5. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

yang telah memberikan ilmu pengetahuan umumnya dan ilmu hukum

khususnya kepada penulis sehingga dapat dijadikan dasar dalam penulisan

skripsi ini dan semoga dapat penulis amalkan.

6. Seluruh Staff Tata Usaha dan Karyawan di Fakultas Hukum Universitas

Sebelas Maret Surakarta, terima kasih atas bantuannya.

7. Alm Bapak Sri Harto Cahyo Puspito, dan Ibu Sutiati Tercinta, Kakakku

Yuliatuti, Agus Suhendro, Bayu Santoso, Kristiayana, Sri Sadewo serta

keluarga besarku, yang telah memberikan segalanya kepada penulis, sehingga

penulisan skripsi ini dapat terselesaikan dan semoga penulis dapat membalas

budi jasa yang telah engkau berikan.

8. Mas Adi, Mas Cetyo mbak Dhini terima kasih atas segala support, inspirasi

serta dukungan yang telah diberikan untuk menyelesaikan skripsi ini.

9. Bagi sesorang yang selalu menginspirasi penulis selama ini, seorang yang

10. Bagi Ika puji R, Magdalena Martina W, Marini Ika. Mantan-mantanku,

terima kasih banget atas segala dukungan, bantuan, waktu, cinta, dan kasih

sayang yang selama ini engkau berikan, yang telah mengajarkan arti

kehidupan, sehingga penulis menyelesaiakan skripsi ini dan mimpi penulis.

11. Buat teman-teman kampus (Akbar, Wulung, Owen , Bencok, Delon, Ardityia,

Ancis, Tony, Endri.) dan teman-teman lain Fakultas Hukum UNS angkatan

2006, 2007 satpam GD1,2,3. atas bantuannya.

12. Teman-temanku Kost El-TOROS yang selalu sabar menemani,

mendengarkan keluh kesah juga selalu memberi dukungan dan motivasi.

13. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah membantu

tersusunnya skripsi ini.

Page 8: TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN …/Telaah...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN IDENTIFIKASI TINDAK KEJAHATAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

viii

Penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam penulisan hukum ini,

maka saran serta kritik dari semua pihak sangat penulis harapkan untuk

memperkaya karya tulis ini. skripsi ini.

Surakarta, januari 2012

Penulis

Page 9: TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN …/Telaah...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN IDENTIFIKASI TINDAK KEJAHATAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ix

DAFTAR ISI

JUDUL .................................................................................................................... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................... ii

HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ............................................................. iii

MOTTO ................................................................................................................ iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................................ v

KATA PENGANTAR .......................................................................................... vi

DAFTAR ISI ......................................................................................................... ix

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xii

ABSTRAK .......................................................................................................... xiv

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ................................................................... 1

B. Perumusan Masalah .......................................................................... 9

C. Tujuan Penelitian .............................................................................. 9

D. Manfaat Penelitian ............................................................................ 9

E. Metode Penelitian .......................................................................... .10

F. Sistematika Penulisan Skripsi ......................................................... 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

1. Kajian Tentang Pemanfaatan Identifikasi Tindak Kejahatan Berbasis

A. Kerangka Teori

a. Pengertian Identifikasi ............................................................... 14

b. Pengertian Tindak Kejahatan ..................................................... 14

Page 10: TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN …/Telaah...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN IDENTIFIKASI TINDAK KEJAHATAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

x

2. Tinjauan Tentang Pembuktian dan Alat Bukti yang Sah Menurut

f. Asas-Asas dalam Pembuktian

B.

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Analisis Lingkup Aspek Hukum Pemanfaatan Identifikasi Tindak

Kejahatan Berbasis Ilmiah ........................................28

1. Lingkup Pemanfaatan Identifikasi Tindak Kejahatan Berbasis Ilmiah

Dalam Proses Penyidikan ..............................30

a. Ilmu-ilmu Forensik dalam Penyidikan.........................................30

b. Hasil Identifikasi Ilmiah Sebagai Keterangan Ahli......................38

c. Visum Et Repertum Sebagai Alat Bukti Surat dalam Proses

Penyidikan....................................................................................46

2. Lingkup Pemanfaatan Identifikasi Tindak Kejahatan Berbasis Ilmiah

dalam Proses

Pembuktian.........................................................................................47

a. Arti Hukum Pembuktian................................................................47

b. Sumber-Sumber Formal Hukum Pembuktian................................48

c. Tujuan Dan Kegunaan Pembuktian................................................55

Page 11: TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN …/Telaah...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN IDENTIFIKASI TINDAK KEJAHATAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xi

d. Macam-Macam Alat Bukti Menurut Undang-Undang yang Berlaku

( KUHAP)......................................................................................56

e. Kekuatan Pembuktian.....................................................................59

B. Analisis Otentifikasi Identifikasi Tindak Kejahatan Berbasis Ilmiah

Terhadap Pengangkatan Sidik Jari yang Dituangkan Dalam Visum Et

Repertum............................................................................. .......60

BAB IV PENUTUP

A. Simpulan ......................................................................................... 64

1. Aspek Hukum dalam Penyidikan Terkait Pemanfaatan

Identifikasi Tindak Kejahatan Berbasis Ilmiah Memberikan

2. Aspek Hukum dalam Pembuktian Terkait Pemanfaatan

Identifikasi Tindak Kejahatan Berbasis Ilmiah Memberikan

B. Saran ............................................................................................... 69

DAFTAR PUSTAKA .

Page 12: TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN …/Telaah...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN IDENTIFIKASI TINDAK KEJAHATAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran

Gambar 2. Skema Skematik aspek hukum dalam pemanfaatan identifikasi dalam

Page 13: TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN …/Telaah...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN IDENTIFIKASI TINDAK KEJAHATAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xiii

PERNYATAAN

Nama : Nusa Gunawan

NIM : E1106029

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi) berjudul:

TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN IDENTIFIKASI

TINDAK KEJAHATAN BERBASIS ILMIAH (KAJIAN OTENTIFIKASI

PENGANGKATAN SIDIK JARI DALAM VISUM ET REPERTUM adalah

betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam penulisan hukum

(skripsi) ini diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila

dikemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia

menerima sangsi akademik berupa pencabutan penulisan hukum (skripsi) dan

gelar yang saya peroleh dari penulisan hukum (skripsi) ini.

Surakarta, Januari 2012 Yang membuat pernyataan, Nusa Gunawan NIM. E1107050

Page 14: TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN …/Telaah...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN IDENTIFIKASI TINDAK KEJAHATAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xiv

ABSTRAK

Nusa Gunawan, E 1107050 TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN IDENTIFIKASI TINDAK KEJAHATAN BERBASIS ILMIAH (KAJIAN OTENTIFIKASI PENGANGKATAN SIDIK JARI DALAM VISUM ET REPERTUM) Skripsi Fakultas Hukum, Universitas Sebelas Maret 2011

Hingga saat ini kedudukan visum Et Repertum sebagai produk hukum masih dipertentangkan kedudukan yuridisnya dalam ketentuan alat bukti. Visum et repertum masih berada di tiga persimpangan antara alat bukti surat, keterangan ahli atau justru masuk sebagai bukti petunjuk. Ditinjau dari sumbernya, Visum Et Repertum merupakan jabaran dari dokter selaku ahli yang menuangkan pemeriksaanya dalam bentuk tertulis. Sedangkan dari format kebakuan tata tulis maupun sistematikanya, Visum Et Repertum dapat pula digolongkan sebagai alat bukti surat. Jika dilihat saat dikemukakanya dalam persidangan, Visum Et Repertum justru berpotensi menjembatani kesesuaian antar kesaksian atau keterangan terdakwa, sehingga dapat ditempatkan sebagai bukti petunjuk.

Penelitian hukum yang dilakukan menggunakan metode Penelitian hukum masuk ke dalam penelitian doktrinal karena keilmuan hukum memang bersifat perskriptif yang melihat hukum sebagai norma sosial bukan gejala sosial.suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi.

Adapun hasil penelitian ini mencakup Aspek-aspek hukum yang berkaitan dengan pemanfaatan identifikasi berbasis ilmiah pada prinsipnya dapat digambarkan dua aspek hukum. Aspek hukum tersebut teridentifikasi dari proses pengungkapan tindak kejahatan tersebut dan nilai pengungkapan tersebut atau dengan kata lain aspek yang pertama berkaitan dengan proses penyidikan yang dilakukan oleh penyidik dan yang kedua dengan proses pembuktian yang di lakukan oleh penuntut umum. Sidik Jari yang terkait dengan otentifikasi identifikasi tindak kejahatan berbasis ilmiah yang dituangkan dalam Visum et Repertum pada prinsipnya adalah obyektif administrasi, yang dilakukan secara ilmiah yaitu dilakukan secara berulang-ulang, atau mengalami keajegan. Jadi tergantung apa yang tertulis dalam surat permintaan Visum et Repertum, tidak perlu ditambah atau dirubah, pokoknya persis baik kata/ kalimat dan angka. Kata Kunci : Visum Et Repertum, Sidik Jari, Identifikasi

Page 15: TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN …/Telaah...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN IDENTIFIKASI TINDAK KEJAHATAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xv

ABSTRACT

Nusa Gunawan, E 1107050 LEGAL ASPECTS OF THE USE OF THEORETICAL STUDY IDENTIFICATION BASED ON SCIENTIFIC CRIME (AUTHENTIFICATION STUDY IN FINGERPRINT APPOINTMENT VISUM ET REPERTUM) Thesis Department of the Faculty of Law, Sebelas Maret University 2012 It is inevitable since the Criminal Code set requires knowledge aids in the implementation. As advances in science and technology developed in the process of identifying the scientific direction, resulting in accuracy that is closest to the truth of the material. But the move is not without obstacles scientific. Until now visum et repertum position as a legal product is still disputed juridical position in the provision of evidence. Visum et repertum still in the intersection between the evidence of three letters, testimony of an expert or just entered as evidence guide. Judging from the source, Visum Et Repertum is a description of the doctor as an expert who poured his identification in written form. While the basic rules of grammar of written and systematics, Visum Et Repertum can also be classified as evidence a letter. If viewed as explained in court, it has the potential to bridge the suitability of Visum Et Repertum between the testimony or information the defendant, so it can be placed as evidence of the instructions. Legal research on the author using the methods of legal research into the doctrinal study because scientific laws are just that perskriptif who see the law as a social norm rather than social phenomena (Peter Mahmud Marzuki, 2006: 33). A process to find the rule of law, legal principles , as well as legal doctrine in order to answer the legal issues at hand. The results of this study are the following legal aspects relating to the use of scientifically-based identification in principle can be described two aspects of the law. The legal aspects of the process of disclosure identified crime and value of such disclosure, or in other words the first aspect relates to the investigation conducted by the investigator and the second with the process of verification will be undertaken by a public prosecutor. Looking at the above case, a criminal act. Fingerprint authentication identification associated with science-based crimes as outlined in the Visum et Repertum in principle is the objective of administration, which is carried out scientifically done repeatedly, or have constancy, So what is written in the letter of request Visum et Repertum, not need to be added or changed, just exactly a good word / phrase and figure. Keywords: Visum Et Repertum Fingerprint identification

Page 16: TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN …/Telaah...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN IDENTIFIKASI TINDAK KEJAHATAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

1

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Para ahli hukum memiliki banyak pandangan tentang hukum, bahkan

sebagian ahli hukum mengatakan, bahwa hukum itu tidak dapat didefinisikan

karena luas sekali ruang cakupannya dan meliputi semua bidang kehidupan

masyarakat yang selalu mengalami perkembangan dan perubahan. Mochtar

Kusumaatmadja memberikan definisi hukum secara luas tidak saja merupakan

keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah yang mengatur kehidupan manusia

dalam masyarakat, melainkan meliputi pula lembaga-lembaga (institution) dan

proses-proses (process) yang mewujudkan berlakunya kaidah-kaidah itu dalam

kenyataan (Mochtar Kusumaatmadja, 1970: 11). Hukum sebagai kaidah sosial

tidak lepas dari nilai (value) yang berlaku di suatu masyarakat, bahwa dapat

dikaitkan pula hukum itu merupakan pencerminan dari nilai-nilai yang berlaku

dalam masyarakat (Abdul Manan, 2005: 22).

Hukum merupakan pencerminan dari nilai-nilai yang berlaku dalam

masyarakat. Pendapat ini memiliki maksud, bahwa jika nilai-nilai dalam

masyarakat berubah, maka selayaknya hukumpun mengikuti perubahan tersebut.

Akan tetapi, permasalahan yang muncul adalah, apakah hukum yang senantiasa

mengikuti perubahan tersebut dengan konsekuensi hukum akan selalu tertinggal di

belakang, ataukah hukum yang memprakarsai perubahan tersebut. Berbicara

tentang perubahan hukum ini, dapat diingat kembali pameo yang sangat terkenal

yaitu Ubi Societas Ibi Ius yang bermakna dimana ada masyarakat di situ ada

hukum, maka perlu digambarkan hubungan antara perubahan sosial dan

penemuan hukum. Perubahan hukum melalui dua bentuk, yakni masyarakat

berubah terlebih dahulu, baru hukum datang mengesahkan perubahan itu

(perubahan pasif) dan bentuk lain yaitu hukum sebagai alat untuk mengubah ke

arah yang lebih baik (law as a tool of sosial engineering).

Page 17: TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN …/Telaah...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN IDENTIFIKASI TINDAK KEJAHATAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2

Terlepas dari pandangan hukum berubah mengikuti perubahan masyarakat

atau hukum sebagai alat mengubah masyarakat, para ahli hukum sepakat, bahwa

hukum harus bersifat dinamis, tidak boleh statis dan harus dapat dijadikan penjaga

ketertiban, ketentraman dan pedoman tingkah laku dalam kehidupan masyarakat.

Hukum harus dijadikan pembaharuan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara

yang harus dibentuk dengan berorientasi pada masa depan, hukum tidak boleh

berorientasi kepada masa lampau. Menurut Achmad Ali, tidak perlu

diperdebatkan bagaimana hukum menyesuaikan diri dengan perubahan

masyarakat dan bagaimana hukum menjadi penggerak ke arah perubahan

masyarakat. Kenyataannya, dimanapun dalam kegiatan perubahan hukum, hukum

telah berperan dalam perubahan tersebut dan hukum telah berperan dalam

mengarahkan masyarakat kepada kehidupan yang lebih baik. Hukum berfungsi

sebagai perlindungan kepentingan manusia. (Achmad Ali, 1996: 215)

Perubahan hukum yang terjadi merupakan konsekuensi logis dari hukum

yang bersifat dinamis. Perubahan tersebut, baik melalui konsep masyarakat

berubah terlebih dahulu maupun konsep law as tool social engineering

mempunyai tujuan untuk membentuk dan memfungsikan sistem hukum nasional

yang bersumber pada dasar negara Pancasila dan konstitusi negara. Perubahan

hukum hendaknya dilaksanakan secara komprehensif yang meliputi lembaga-

lembaga hukum, peraturan-peraturan hukum dan juga memperhatikan kesadaran

hukum masyarakat. Peraturan-peraturan yang ada saat ini kadangkala memiliki

keterbatasan dalam pengaturan, baik dalam substansi maupun dalam ruang

lingkup berlakunya peraturan tersebut. Jika penyusunan peraturan baru merupakan

salah satu solusi untuk menutupi keterbatasan peraturan yang ada, maka solusi

yang lain untuk menutupi keterbatasan peraturan tersebut yaitu dengan penemuan

hukum. Apabila suatu perkara dibawa ke pengadilan dan dalam peraturan

perundang-undangan yang berlaku tidak ada ketentuan yang dapat diterapkan

sekalipun ditafsirkan menurut bahasa, sejarah, sistematis dan sosiologis

sedangkan di lain pihak hukum kebiasaan atau hukum adatpun tidak ada peraturan

Page 18: TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN …/Telaah...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN IDENTIFIKASI TINDAK KEJAHATAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

3

yang dapat membawa hakim pada penyelesaian perkara itu, berarti persoalan ini

bersangkutan dengan kekosongan hukum dalam sistem formil dari hukum.

Untuk memenuhi ruang kosong ini, hakim harus berusaha mengembalikan

identitas antara sistem formil hukum dengan sistem materiil dari hukum.

Berdasarkan beberapa ketentuan yang mengandung persamaan, hakim membuat

suatu pengertian hukum (rechtsbegrip) dan menurut pendapatnya, pengertian

hukum itu adalah asas hukum yang menjadi dasar lembaga yang bersangkutan.

Cara kerja atau proses berpikir hakim demikian dalam menentukan hukum disebut

konstruksi hukum yang terdiri dari konstruksi analogi, konstruksi penghalusan

hukum dan konstruksi argumentum a contrario. Di dalam lapangan hukum

pidana, perubahan masyarakat dan teknologi membawa pengaruh yang sangat

besar dalam perubahan hukum, baik hukum pidana materiil yang

diimplementasikan dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) maupun

dalam hukum pidana formilnya yang tercantum dalam Undang-undang Nomor 8

tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Tidak dapat dipungkiri sejak diundangkanya KUHAP memerlukan ilmu

bantu dalam penegakkanya. Seiring kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi

proses identifikasi semakin dikembangkan ke arah ilmiah, sehingga

menghasilkan ketepatan yang terdekat dengan kebenaran materiil. Namun

langkah ilmiah dimaksud bukan tanpa hambatan. Hingga saat ini kedudukan

visum et repertum sebagai produk hukum masih dipertentangkan kedudukan

yuridisnya dalam ketentuan alat bukti. Visum et repertum masih berada di tiga

persimpangan antara alat bukti surat, keterangan ahli atau justru masuk sebagai

bukti petunjuk. Ditinjau dari sumbernya, Visum Et Repertum merupakan jabaran

dari dokter selaku ahli yang menuangkan pemeriksaanya dalam bentuk tertulis.

Sedangkan dari format kebakuan tata tulis maupun sistematikanya, Visum Et

Repertum dapat pula digolongkan sebagai alat bukti surat. Adapun jika dilihat

saat dikemukakanya dalam persidangan, Visum Et Repertum justru berpotensi

menjembatani kesesuaian antar kesaksian atau keterangan terdakwa, sehingga

dapat ditempatkan sebagai bukti petunjuk.

Page 19: TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN …/Telaah...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN IDENTIFIKASI TINDAK KEJAHATAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

4

Dimensi yuridis dan teknis inilah yang masih menyisakan lubang dalam

pengaturan KUHP. Oleh sebab itu pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam

suatu proses peradilan pada hakekatnya adalah bertujuan untuk mencari

kebenaran materiil (materiile waarheid) terhadap perkara tersebut. Hal ini dapat

dilihat dari adanya berbagai usaha yang dilakukan oleh aparat penegak hukum

dalam memperoleh bukti-bukti yang dibutuhkan untuk mengungkap suatu

perkara baik pada tahap pemeriksaan pendahuluan seperti penyidikan dan

penuntutan maupun pada tahap persidangan perkara tersebut

Usaha-usaha yang dilakukan oleh para penegak hukum untuk mencari

kebenaran materiil suatu perkara pidana dimaksudkan untuk menghindari adanya

kekeliruan dalam penjatuhan pidana terhadap diri seseorang, hal ini sebagaimana

ditentukan dalam Undang-undang Nomor.14 Tahun 1970 tentang Ketentuan

Pokok Kekuasaan Kehakiman Pasal 6 ayat 2 dengan perubahan oleh UU No. 35

Th. 1999 yang menyatakan :

a dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah

Dengan adanya ketentuan perundang-undangan di atas, maka dalam proses

penyelesaian perkara pidana penegak hukum wajib mengusahakan pengumpulan

bukti maupun fakta mengenai perkara pidana yang ditangani dengan selengkap

mungkin. Adapun mengenai alat-alat bukti yang sah sebagaimana dimaksud di

atas dan yang telah ditentukan menurut ketentuan perundang-undangan adalah

sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor. 8 Tahun 1981 tentang Kitab

Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) pada Pasal 184 ayat (1) yang

menyebutkan mengenai alat bukti 1). Keterangan saksi, 2) Keterangan ahli,

3) Surat, 4). Petunjuk, 5). Keterangan terdakwa

.

Page 20: TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN …/Telaah...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN IDENTIFIKASI TINDAK KEJAHATAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

5

Dari kelima macam alat bukti tersebut yang perlu diterangkan adalah alat

bukti yang berupa keterangan ahli. Sebagaimana yang telah diterangkan maka

dalam ilmu kedokteran forensik dikenal bukti-bukti selain saksi hidup (saksi

mati) juga bukti-bukti fisik. Untuk mengetahui dan mempelajari hubungan antara

bukti fisik dengan suatu kasus tindak pidana, diperlukan ahli (pakar dalam bidang

tersebut). Untuk memeriksa, mengetahui, meneliti, menganalisa dan mempelajari

serta mengungkapkan harta benda/bukti fisik tersebut diperlukan ilmu

pengetahuan (kriminal) kehakiman atau ilmu kedokteran kehakiman (forencic

science). Yang dapat diperiksa dalam ilmu-ilmu pengetahuan tersebut atas benda

erdiri atas benda atau bagian atau luka

atau tubuh manusia yang hidup atau telah meninggal, senjata atau alat (benda)

untuk hidup atau telah meninggal, senjata atau alat untuk melakukan kejahatan,

jejak atau bekas-bekas si pelaku, benda-benda yang terbawa atau ditinggalkan

atau disimpan dialihkan, dipakai oleh si pelaku dan lain-lain.

Di dalam usaha memperoleh bukti-bukti yang diperlukan guna kepentingan

pemeriksaan suatu perkara pidana, seringkali para penegak hukum dihadapkan

pada suatu masalah atau hal-hal tertentu yang tidak dapat diselesaikan sendiri

dikarenakan masalah tersebut berada di luar kemampuan atau keahliannya. Dalam

hal demikian maka bantuan seorang ahli sangat penting diperlukan dalam rangka

mencari kebenaran materiil selengkap-lengkapnya bagi para penegak hukum

tersebut.

Mengenai perlunya bantuan seorang ahli dalam memberikan keterangan

yang terkait dengan kemampuan dan keahliannya untuk membantu pengungkapan

dan pemeriksaan suatu perkara pidana, A. Karim Nasution menyatakan :

jauh lebih luas daripada orang lain, namun pengetahuan dan pengalaman setiap

manusia tetap terbatas adanya. Maka oleh sebab itulah selalu ada kemungkinan

bahwa ada soal-soal yang tidak dapat dipahami secukupnya oleh seorang penyidik

dalam pemeriksaan pendahuluan, ataupun seorang hakim di muka persidangan

Page 21: TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN …/Telaah...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN IDENTIFIKASI TINDAK KEJAHATAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

6

sehingga ia perlu diberi pertolongan oleh orang-orang yang memiliki sesuatu

pengetahuan tertentu.

Agar tugas-tugas menurut hukum acara pidana dapat dilaksanakan dengan

sebaik-baiknya, maka oleh undang-undang diberi kemungkinan agar para

penyidik dan para hakim dalam keadaan yang khusus dapat memperoleh bantuan

dari orang-

Menurut ketentuan hukum acara pidana di Indonesia, mengenai

permintaan bantuan tenaga ahli diatur dan disebutkan di dalam KUHAP. Untuk

permintaan bantuan tenaga ahli pada tahap penyidikan disebutkan pada Pasal 120

ayat (1)

Sedangkan untuk permintaan bantuan keterangan ahli pada tahap pemeriksaan persidangan, disebutkan pada Pasal 180 ayat (1) yang menyatakan :

Mengenai keterangan ahli sebagaimana disebutkan dalam kedua Pasal

KUHAP diatas, diberikan pengertiannya pada Pasal 1 butir ke-28 KUHAP, yang

meny

yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat

terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan, sehingga diperlukan

untuk menjernihkan duduknya persoalan yang timbul di sidang pengadilan,

hakim ketua sidang dapat minta keterangan ahli dan dapat pula minta agar

Adapun contoh kasus pelaku

bom bunuh diri, yang melukai 15 orang jemaat gereja yang mengakibatkan

Korban luka, Pelaku bom bunuh diri yang tewas masih tergeletak di depan pintu

masuk gereja itu dengan usus terburai. Dia tergeletak begitu saja di pintu utama

gedung gereja dengan arah menghadap keluar. Hingga saat ini belum diketahui

identitas pelaku karena tanda pengenal yang berada di dompetnya masih

diamankan pihak kepolisian.

Mabes Polri akan mengungkapkan identitas pelaku bom bunuh diri di Gereja

Bethel Injil Sepenuh (GBIS) Kepunton Solo, Jawa Tengah, dalam jumpa pers di

Mabes Polri, Jakarta, Selasa (27/9) ini. Dalam jumpers nanti, Polri akan

mengklarifikasikan apakah pelaku merupakan salah satu Daftar Pencarian Orang

Page 22: TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN …/Telaah...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN IDENTIFIKASI TINDAK KEJAHATAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

7

(DPO) bom Cirebon, Hayat atau bukan. "Ya, hari ini pukul 10.30 WIB, akan

diadakan konferensi pers di Humas Mabes Polri," kata Kepala Divisi Humas

Polri, Irjen Anton Bachrul Alam, dalam pesan singkat kepada Republika,Selasa

(27/9).Pelaku melakukan bom bunuh diri di GBIS Kepunton Solo, Jateng, pada

Ahad (25/9) sekitar pukul 10.00 WIB. Pelaku langsung tewas di tempat dengan

perut terburai. Sedangkan, korban luka-luka sebanyak 27 orang. Wajah pelaku

bom bunuh diri Solo disebut-sebut memang mirip dengan Hayat. Dia adalah salah

satu dari lima DPO bom Cirebon. Maka itu, tim Polri mendatangkan isteri dan

anak Hayat ke RS Polri Kramat Jati, Jakarta Timur, untuk memastikan jenazah

pelaku tersebut. Itu termasuk menggunakan tes DNA dengan pembanding DNA

sang anak.

Dalam kasus ini bantuan seorang ahli yang diperlukan dalam suatu proses

pemeriksaan perkara pidana, baik pada tahap pemeriksaan pendahuluan dan pada

tahap pemeriksaan lanjutan di sidang pengadilan, mempunyai peran dalam

membantu aparat yang berwenang untuk membuat terang suatu perkara pidana,

mengumpulkan bukti-bukti yang memerlukan keahlian khusus, memberikan

petunjuk yang lebih kuat mengenai pelaku tindak pidana, serta pada akhirnya

dapat membantu hakim dalam menjatuhkan putusan dengan tepat terhadap

perkara yang diperiksanya.

Pada tahap pemeriksaan pendahuluan yang dilakukan proses penyidikan

atas suatu peristiwa yang diduga sebagai suatu tindak pidana, tahapan ini

mempunyai peran yang cukup penting bahkan menentukan untuk tahap

pemeriksaan selanjutnya dari keseluruhan proses peradilan pidana. Tindakan

penyidikan yang dilakukan oleh pihak Kepolisian atau pihak lain yang diberi

wewenang oleh undang-undang untuk melakukan tindakan penyidikan, bertujuan

untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti tersebut dapat

membuat terang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.

Berdasarkan hasil yang didapat dari tindakan penyidikan suatu kasus pidana, hal

ini selanjutnya akan diproses pada tahap penuntutan dan persidangan di

pengadilan.

Page 23: TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN …/Telaah...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN IDENTIFIKASI TINDAK KEJAHATAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

8

Terkait dengan bantuan keterangan ahli yang diperlukan dalam proses

pemeriksaan suatu perkara pidana, maka bantuan ini pada tahap penyidikan juga

mempunyai peran yang cukup penting untuk membantu penyidik mencari dan

mengumpulkan bukti-bukti dalam usahanya menemukan kebenaran materiil suatu

perkara pidana. Dalam kasus-kasus tertentu, bahkan penyidik sangat bergantung

terhadap keterangan ahli untuk mengungkap lebih jauh suatu peristiwa pidana

yang sedang ditanganinya. Kasus-kasus tindak pidana seperti pembunuhan,

penganiayaan dan perkosaan merupakan contoh kasus dimana penyidik

membutuhkan bantuan tenaga ahli seperti dokter ahli forensik atau dokter ahli

lainnya, untuk memberikan keterangan medis tentang kondisi korban yang

selanjutnya cukup berpengaruh bagi tindakan penyidik dalam mengungkap lebih

lanjut kasus tersebut.

Suatu kasus yang dapat menunjukkan bahwa pihak Kepolisian selaku

aparat penyidik membutuhkan keterangan ahli dalam tindakan penyidikan yang

dilakukannya yaitu pada pengungkapan kasus perkosaan. Kasus kejahatan

kesusilaan yang menyerang kehormatan seseorang dimana dilakukan tindakan

seksual dalam bentuk persetubuhan dengan menggunakan ancaman kekerasan

atau kekerasan ini, membutuhkan bantuan keterangan ahli dalam penyidikannya.

Keterangan ahli yang dimaksud ini yaitu keterangan dari dokter yang dapat

membantu penyidik dalam memberikan bukti berupa keterangan medis yang sah

dan dapat dipertanggungjawabkan mengenai keadaan korban, terutama terkait

dengan pembuktian adanya tanda-tanda telah dilakukannya suatu persetubuhan

yang dilakukan dengan kekerasan atau ancaman kekerasan.

Adapun hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan

sebagaimana dikatakan bahwa salah satu alat bukti adalah keterangan terdakwa.

Penempatanya pada urutan terakhir disebabkan karena untuk menempatkan proses

pemeriksaan keterangan terdakwa dilakukan sesudah pemeriksaan saksi. Didalam

KUHAP sengaja dirumuskan keterangan terdakwa maksud dari hal tersebut

adalah sesuai dengan harkat dan martabatnya. Mengenai keterangan terdakwa

dapat diartikan terdakwa tidak harus selalu membenarkan mengenai kehendak

pihak penegak hukum setiap tingkat pemeriksaan perkara, sehingga ada

Page 24: TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN …/Telaah...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN IDENTIFIKASI TINDAK KEJAHATAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

9

kecenderungan upaya paksa dari penegak hukum agar terdakwa memberikan

pernyataan pengakuan bersalah. Meskipun KUHAP tidak merumuskan pengakuan

terdakwa sebagai alat bukti akan tetapi dalam praktek hukum, khususnya hukum

acara pidana saat ini sebagai suatu keterangan yang tidak bisa dihindari oleh

penegak hukum dengan menemui adanya pernyataan bersalah dari terdakwa. Hal

ini tampak berarti sekali pada tindak pidana. Berdasarkan uraian diatas penulis

tertarik untuk meneliti mengenai kajian ilmiah tentang pemanfaatan identifikasi

yang dituangkan dalam visum et repertum.

B. Perumusan Masalah

Adapun pokok permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan ini,

adalah sebagai berikut:

1. Apakah aspek hukum yang melingkupi pemanfaatan identifikasi tindak

kejahatan berbasis ilmiah?

2. Bagaimana pemanfaatan identifikasi tindak kejahatan berbasis ilmiah

memberikan otentifikasi terhadap pengangkatan sidik jari yang dituangkan

dalam visum et repertum?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dilaksanakannya penelitian dan penulisan skripsi ini adalah sebagai

berikut :

1. Untuk mengetahui aspek hukum apa saja yang melengkapi pemanfaatan

identifikasi tindak kejahatan berbasis ilmiah.

2. Untuk mengetahui hal-hal yang menjadi pemanfaatan identifikasi tindak

kejahatan berbasis ilmiah memberikan identifikasi terhadap pengangkatan

sidik jari yang dituangkan dalam visum et repertum.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian yang dilakukan untuk menghasilkan informasi rinci akurat

dan aktual yang akan memberikan jawaban permasalahan baik secara teoritis

maupun praktis. Secara teoritis untuk langkah pengembangan lebih lanjut dan

secara praktis berwujud aktual maka diperoleh manfaat penelitian ini sebagai

berikut :

Page 25: TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN …/Telaah...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN IDENTIFIKASI TINDAK KEJAHATAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

10

Manfaat Praktis

a. Secara praktis, penelitian ini diharapkan berguna dan bermanfaat bagi

penegak hukum dalam rangka penerapan hukum, dalam pemanfaatan

pendekatan identifikasi tindak kejahatan dalam implementasi sidik jari

sidik DNA yang dituangkan dalam visum et repertum, serta penegakan

hukum dalam dunia.

b. Memberikan jawaban terhadap permasalahan yang diteliti sesuai dengan

undang-undang yang berlaku dan telah ditetapkan.

c. Sebagai bahan untuk menambah khasanah pustaka dan sebagai salah satu

sumber bagi peneliti selanjutnya.

E. Metode Penelitian

Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah sebagai berikut:

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis

penelitian hukum doktrinal atau normatif. Penelitian hukum doktrinal atau

normatif adalah penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka

atau data sekunder belaka, buku-buku, literatur dan penelitian terdahulu,serta

sumber lainya

2. Sifat Penelitian

Sifat penelitian hukum ini tentunya sejalan dengan sifat ilmu hukum

itu sendiri. Ilmu hukum mempunyai sifat sebagai ilmu yang preskriptif, ilmu

hukum mempelajari tujuan hukum, konsep-konsep hukum, dan norma-norma

hukum (Peter Mahmud Marzuki, 2005:22).

3. Jenis Bahan Hukum

Penelitian ini menggunakan jenis bahan hukum sekunder, yaitu

sejumlah bahan hukum dan keterangan atau fakta-fakta yang diperoleh secara

tidak langsung melalui dokumen-dokumen resmi, peraturan perundang-

undangan, buku-buku kepustakaan, hasil-hasil penelitian yang berwujud

Page 26: TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN …/Telaah...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN IDENTIFIKASI TINDAK KEJAHATAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

11

laporan dan bahan tertulis lainnya yang dapat membantu untuk menjawab

rumusan masalah yang diteliti.

4. Sumber Bahan Hukum

Sumber bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah

sumber bahan hukum sekunder.Sumber bahan hukum sekunder adalah sumber

bahan hukum yang diperoleh dari bahan-bahan dokumen resmi, peraturan

perundang-undangan, laporan, buku-buku kepustakaan, dan lain-lain yang ada

hubungannya dengan masalah yang diteliti. Sumber-sumber bahan hukum

penelitian ini terdiri dari :

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat. Yang

digunakan dalam penelitian ini adalah Kitab Undang-undang Hukum

Pidana (KUHP), dan Kitab Undang-undang Nomor 8 tahun 1981 Tentang

Hukum Acara Pidana dan Pasal 184 ayat (1) tentang Alat bukti dan

keterangan ahli.

b. Bahan hukum sekunder, yang memberikan penjelasan mengenai bahan

hukum primer. Bahan hukum sekunder dalam penelitian ini yaitu buku-

buku atau literatur lainnya yang berkaitan dengan pembuktian, dan alat

bukti berupa visum Et Repertum yang dituangkan dalam sidik jari

5. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan pada penelitian ini adalah pendekatan

konseptual. Pendekatan kasus dilakukan dengan cara melakukan telaah

terhadap kasus yang berkaitan dengan isu yang dihadapi yang telah menjadi

putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap

6. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Teknik pengumpulan bahan hukum dilakukan guna memperoleh data

yang akurat dengan permasalahan yang diteliti. Teknik pengumpulan bahan

hukum yang digunakan adalah studi kepustakaan, yaitu teknik pengumpulan

bahan hukum dengan cara mengkaji dan mempelajari bahan-bahan tertulis

yang berupa bahan-bahan dokumen resmi, peraturan perundang-undangan,

laporan, buku-buku kepustakaan, dan lain-lain yang ada hubungannya dengan

masalah yang diteliti.

Page 27: TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN …/Telaah...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN IDENTIFIKASI TINDAK KEJAHATAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

12

7. Teknik Analisis Bahan Hukum

Penelitian ini mengunakan teknis dengan metode analisis kualitatif,

maka instrumen penelitianya adalah sipeneliti sendiri, sejajuh mana ia dapat

memahami gejala yang ditelitinya tidak ditentukan oleh daftar pertanyaan atau

kuisioner yang telah dirancangnya, tetapi ditentukan oleh kemampuanya

memahami gejala yang diamatinya. Oleh karena itu di dalam penelitian

kualitatif apa biasanya disebut dengan istilah atau alat intrumen penelitian.

Sebenarnya lebih merupakan pedoman dan teknik dan teknik mengumpulkan

data. Alatnya adalah sipeneliti itu sendiri. Pedoman -pedoman tersebut tidak

dapat disebut intrumen yang sama akan menghasilkan output penelitian yang

berbeda bila digunakan oleh orang yang berbeda kemampuanya untuk

memahami gejala yang diteliti.

Page 28: TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN …/Telaah...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN IDENTIFIKASI TINDAK KEJAHATAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

13

F. SISTEMATIKA PENULISAN HUKUM

Untuk memberi gambaran secara menyeluruh mengenai sistematika

penulisan Hukum yang sesuai dengan aturan baru dalam penulisan hukum maka

penulis menggunakan sistematika penulisan Hukum. Adapun sistematika

Penulisan Hukum ini Terdiri dari empat bab terbagi dalam sub-sub bagian yang

dimaksudkan untuk memudahkan pemahaman terhadap keseluruhan hasil

penelitian ini. Sistematika penulisan Hukum tersebut adalah sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Dalam bab ini diuraikan mengenai latar belakang masalah,

perumusan masalah, tujuan penelitian, maanfaat penelitian,

metodologi penelitian dan sistematika penulisan Hukum.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Dalam bab ini berisi tentang pengertian Identifikasi, Sidik

jari, Visum Et Repertum . Pengertian pembuktian, prinsip

pembuktian, serta Sistem pembuktian.

BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Dalam bab ini penulis akan membahas dan menjawab

permasalahan yang telah ditentukan sebelumnya yaitu

bagaimana Untuk mengkaji hal-hal yang menjadi kajian

ilmiah dalam pemanfaatan identifikasi tindak kejahatan

berbasis ilmiah memberikan identifikasi terhadap

pengangkatan sidik jari yang dituangkan dalam visum Et

Repertum.

BAB IV : PENUTUP

Dalam bab ini berisi kesimpulan dari jawaban

permasalahan yang menjadi obyek penelitian dan saran-

saran.

DAFTAR PUSTAKA

Page 29: TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN …/Telaah...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN IDENTIFIKASI TINDAK KEJAHATAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

14

BAB 11

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori

1. Kajian Tentang Pemanfaatan Identifikasi Tindak Kejahatan Berbasis Ilmiah.

a. Identifikasi

Identifikasi adalah pemberian tanda-tanda pada golongan barang-barang

atau sesuatu. Hal ini perlu, oleh karena tugas identifikasi ialah membedakan

komponen-komponen yang satu dengan yang lainnya, sehingga tidak

menimbulkan kebingungan. Dengan identifikasi dapatlah suatu komponen itu

dikenal dan diketahui masuk dalam golongan mana.

Cara pemberian tanda pengenal pada komponen, barang atau bahan

bermacam-macam antara lain dengan menggantungkan kartu pengenal, seperti

halnya orang yang akan naik kapal terbang, tasnya akan diberi tanpa pengenal

pemilik agar supaya nanti mengenalinya mudah atau bahan itu ditempel tanda

pengenal, misalnya panic ukuran Panjang 24 x Lebar 22 x Tinggi 20 cm dan lain-

lain.

b. Tindak Kejahatan

Pengertian tindak kejahatan adalah pidana atau tindak kriminal segala

sesuatu yang melanggar hukum atau sebuah tindak kejahatan. Pelaku kriminalitas

disebut seorang kriminal. Biasanya yang dianggap kriminal adalah seorang

pencuri, pembunuh, perampok, atau teroris. Walaupun begitu kategori terakhir,

teroris, agak berbeda dari kriminal karena melakukan tindak kejahatannya

berdasarkan motif politik atau paham. Selama kesalahan seorang kriminal belum

ditetapkan oleh seorang hakim, maka orang ini disebut seorang terdakwa. Sebab

ini merupakan asas dasar sebuah negara hukum: seseorang tetap tidak bersalah

sebelum kesalahannya terbukti. Pelaku tindak kriminal yang dinyatakan bersalah

oleh pengadilan dan harus menjalani hukuman disebut

sebagai terpidana atau narapidana.

Page 30: TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN …/Telaah...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN IDENTIFIKASI TINDAK KEJAHATAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

15

Dalam mendefinisikan kejahatan, ada beberapa pandangan mengenai

perbuatan apakah yang dapat dikatakan sebagai kejahatan. Definisi kejahatan

dalam pengertian yuridis tidak sama dengan pengertian kejahatan

dalam kriminologi yang dipandang secara sosiologis. Secara yuridis, kejahatan

dapat didefinisikan sebagai suatu tindakan yang melanggar undang-undang atau

ketentuan yang berlaku dan diakui secara legal. Secara kriminologi yang berbasis

sosiologis kejahatan merupakan suatu pola tingkah laku yang merugikan

masyarakat (dengan kata lain terdapat korban) dan suatu pola tingkah laku yang

mendapatkan reaksi sosial dari masyarakat Reaksi sosial tersebut dapat berupa

reaksi formal, reaksi informal, dan reaksi non-formal.

c. Sidik Jari

Sidik jari merupakan identitas pribadi yang tak mungkin ada yang

menyamainya. Jika di dunia ini hidup 6 miliar orang, maka ada 6 miliar pola sidik

jari yang ada dan belum ditemukan seseorang yang memiliki sidik jari yang sama

dengan lainnya. Karena keunikannya tersebut, sidik jari dipakai oleh kepolisian

dalam penyidikan sebuah kasus kejahatan (forensic).

Oleh karena itu pada saat terjadi sebuah kejahatan, TKP akan di clear up

dan dilarang bagi siapa saja untuk masuk karena dikhawatirkan akan merusak

sidik jari penjahat yang mungkin tertinggal di barang bukti yang ada di TKP.

Ada tiga jenis sidik jari yaitu Whorl (lingkaran), Loop (sangkutan) dan

Arch (busur). Sifat-sifat atau karakteristik yang dimiliki oleh sidik jari adalah

parennial nature yaitu guratan-guratan pada sidik jari yang melekat pada manusia

seumur hidup. Immutability yang berarti bahwa sidik jari seseorang tak akan

pernah berubah kecuali sebuah kondisi yaitu terjadi kecelakaan yang serius

sehingga mengubah pola sidik jari yang ada. Dan individuality yang berarti

keunikan sidik jari merupakan originalitas pemiliknya yang tak mungkin sama

dengan siapapun di muka bumi ini sekali pun pada seorang yang kembar identik.

Ilmu yang mempelajari sidik jari adalah Daktiloskopi yang berasal dari bahasa

Yunani yaitu dactylos yang artinya jari jemari atau garis jemari dan scopein yang

artinya mengamati. Uniknya lagi, sidik jari dapat pula dijadikan panduan

mengidentifikasi bagaimana potensi seseorang, jadi sebenarnya kita bisa

Page 31: TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN …/Telaah...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN IDENTIFIKASI TINDAK KEJAHATAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

16

mengetahui bakat atau potensi kita sehingga kita bisa mengakomodasikan potensi

kita untuk jenis pekerjaan apa yang paling cocok dengan bakat kita tersebut.

d. Visum et repertum

Visum et repertum adalah keterangan tertulis yang dibuat oleh dokter dalam

ilmu kedokteran forensik (Patologi forensik) atas permintaan penyidik yang

berwenang mengenai hasil pemeriksaan medik terhadap manusia,

baik hidup atau mati ataupun bagian atau diduga bagian tubuh manusia,

berdasarkan keilmuannya dan di bawah sumpah, untuk kepentingan pro yustisia.

Visum et repertum kemudian digunakan bukti yang sah secara hukum

mengenai keadaan terakhir korban penganiayaan, pemerkosaan, maupun korban

yang berakibat kematian dan dinyatakan oleh dokter setelah memeriksa (korban).

Khusus untuk perempuan visum et repertum termasuk juga pernyataan oleh dokter

apakah seseorang masih perawan atau tidak.

2. Tinjauan Tentang Pembuktian dan Alat Bukti yang Sah Menurut KUHAP.

a. Pengertian Pembuktian

Pembuktian adalah keentuan-ketentuan yang berisi penggarisan

dan pedoman tentangcara-cara yang dibenarkan undang-undang

membuktikan kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa. Pembuktian

juga merupakan ketentuan yang mengatur alat-alat bukti yang dibenarkan

undang-undang yang boleh dipergunakan hakim membuktikan kesalahan

yang didakwakan. Persidangan Pengadilan tidak boleh sesuka hati dan

semena-mena membuktikan kesalahan terdakwa (M. Yahya Harahap,

2006:273). Berdasarkan uraian diatas arti pembuktian ditinjau dari segi

hukum acara pidana, antara lain :

(1) Ketentuan yang membatasi sidang pengadilan dalam usaha mencari

dan mempertahankan kebenaran. Baik hakim, penuntut umum,

terdakwa, atau penasihat hukum, semua terikat pada ketentuan tata

cara dan penilaian alat bukti yang ditentukan oleh undang-undang.

Terdakwa bisa leluasa mempertahankan sesuatu yang dianggapnya

benar diluar ketentuan yang telah diatur oleh Undang-undang.

Page 32: TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN …/Telaah...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN IDENTIFIKASI TINDAK KEJAHATAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

17

Majelis hakim juga harus benar-benar cermat menilai dan

mempertimbangkan kekuatan pembuktian yang ditemukan selama

pemeriksaan persidangan. Jika majelis hakim hendak memutuskan

kebenaran dalam keputusan yang akan dijatuhkan, kebenaran itu

harus diuji dengan alat bukti, dengan cara dan kekuatan

pembuktian yang melekat pada setiap alat bukti yang ditemukan.

(2) Majelis hakim dalam mencari dan memutuskan kebenaran yang

akan dijatuhkan dalam putusan, harus berdasarkan alat-alat bukti

yang telah ditentukan undang-undang sebagaimana yang disebut

dalam Pasal 184 KUHAP.

b. Prinsip Pembuktian

Prinsip-prinsip pembuktian antara lain :

1) Hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan.

Diatur dalam Pasal 184 ayat (2) KUHAP ,atau lebih dikenal

dengan istilah notoire feiten notorious(generally known).

2) Satu saksi bukan saksi. Diatur dalam Pasal 185 ayat (2) KUHAP,

atau disebut dengan istilah unus testis nullus testis.

3) Pengakuan terdakwa tidak menghapuskan kewajiban penuntut

umum membuktikan kesalahan terdakwa. Pasal 189 ayat (4)

membuktikan bahwa ia bersalah melakukan perbuatan yang

didakwakan kepadanya melainkan harus disertai dengan alat bukti

yang lain .

4) Keterangan terdakwa hanya mengikat pada dirinya sendiri.

Disebutkan pada Pasal 189 ayat (3) KUHAP.

c. Sistem Pembuktian

Sistem pembuktian bertujuan untuk mengetahui bagaimana cara

meletakkan hasil pembuktian terhadap perkara yang sedang diperiksa.

Untuk membuktikan kesalahan terdakwa di muka persidangan, maka

harus dilakukan dengan cara atau ketentuan pembuktian yang diatur

dalam undang-undang. Suatu pembuktian menurut hukum pada

Page 33: TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN …/Telaah...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN IDENTIFIKASI TINDAK KEJAHATAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

18

dasarnya untuk menentukan substansi atau hakekat adanya fakta-fakta

yang jelas dalam hubungannya dengan perkara pidana dalam sistem

pembuktian. Menurut Andi Hamzah, ada empat (4) macam sistem atau

teori pembuktian, yaitu :

(1) Sistem atau teori pembuktian berdasarkan undang-undang secara

positif (positief wettelijk bewijstheorie)

Dikatakan secara positif, karena hanya didasarkan kepada

undang-undang saja.Artinya jika telah terbukti suatu perbuatan

sesuai dengan alat-alat bukti yang disebut oleh undang-undang,

maka keyakinan hakim tidak diperlukan.Sistem ini disebut juga

teori pembuktian formal (formele bewijstheorie) (Andi Hamzah,

2004:247).

Keyakinan hakim dalam sistem ini, tidak ikut menentukan

salah atau tidaknya terdakwa. Sistem ini berpedoman pada prinsip

pembuktian dengan alat-alat bukti yang ditentukan undang-

undang.Dengan kata lain bahwa tanpa alat bukti yang sah berdasar

undang-undang hakim tidak dapat menjatuhkan pidana terhadap

kesalahan terdakwa. Sebaliknya jika bukti-bukti yang sah berdasar

undang-undang telah dipenuhi maka hakim dapat menentukan

kesalahan terdakwa.

(2) Sistem atau teori pembuktian berdasarkan keyakinan hakim

(Conviction Intime)

Sistem pembuktian ini menentukan salah tidaknya seorang

terdakwa, semata-mata ditentukan oleh penilaian keyakinan hakim.

Keyakinan hakim yang menentukan keterbuktian kesalahan

terdakwa. Keyakinan boleh diambil dan disimpulkan hakim dari

alat-alat bukti yang diperiksanya dalam sidang pengadilan.Teori ini

sangat sederhana. Karena hakim tidak terikat atas alat-alat bukti

apapun. Putusan diserahkan kepada kebijaksanaan hakim,

penilaian berdasarkan system atau teori ini, tergantung pada

penilaian subyektif dari hakim tersebut.

Page 34: TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN …/Telaah...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN IDENTIFIKASI TINDAK KEJAHATAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

19

(3) Sistem atau teori pembuktian berdasar keyakinan hakim atas alasan

yang logis (Laviction Raisonne)

Menurut teori ini, hakim dapat memutuskan seseorang

bersalah berdasarkan keyakinannya berdasarkan kepada dasar-

dasar pembuktian yang disertai suatu kesimpulan (conclusive) yang

berlandaskan pada peraturan-peraturan pembuktian tertentu.Sistem

atau teori ini disebut juga pembuktian bebas karena hakim bebas

untuk menyebutkan alasan-alasan keyakinannya (vjije bewijs

theorie)

(4) Sistem atau teori pembuktian berdasarkan Undang-undang secara

negatif (Negatief Wettelijk)

Sistem pembuktian menurut undang-undang secara negatif

merupakan teori antara system menurut undang-undang secara

positif dengan pembuktian menurut keyakinan. HIR maupun

KUHAP keduanya menganut sistem atau teori pembuktian

berdasarkan Undang-undang negatif (Negatief Wettelijk). Hal

tersebut dapat disimpulkan dari Pasal 183 KUHAP yang berbunyi :

apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah. Ia

memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar

terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya .

Dari kalimat tersebut jelaslah bahwa pembuktian harus

didasarkan kepada Undang-undang (KUHAP) yaitu alat bukti yang

sah tersebut dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP disertai dengan

keyakinan hakim yang diperoleh dari alat-alat bukti tersebut. Maka

dapat disimpulkan bahwa sistem pembuktian yang dianut oleh

KUHAP adalah sistem pembuktian negatif. Dan tanpa adanya

keyakinan terhadap alat bukti yang diajukan dalam persidangan

maka terdakwa dapat di putus bebas.

Page 35: TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN …/Telaah...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN IDENTIFIKASI TINDAK KEJAHATAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

20

d. Sistem Pembuktian yang Dianut dalam KUHAP

Penjelasan dalam Pasal 183 KUHAP dan Pasal 24 HIR

mengadung arti yang hampir sama, yaitu sama-sama menganut sistem

pembuktian menurut undang-undang secara negatif. Perbedaan antara

keduanya adalah, hanya penekanan saja. Pada Pasal 183 KUHAP,

syarat pembuktian menurut cara dan alat bukti yang sah lebih

ditekankan perumusannya. Dengan demikian pada Pasal 183 KUHAP

mengatur untuk menentukan salah atau tidaknya seorang terdakwa dan

utuk menjatuhkan pidana kepada terdakwa haruslah :

(1) Kesalahannya terbukti dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti

yang sah.

(2) Atas keterbuktian dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang

sah, hakim memperoleh keyakinan bahwa tindak pidana benar-

benar terjadi dan bahwa terdakwa benar yang bersalah

melakukannya.

Sehubungan dengan pembatasan sistem pembuktian, ada lagi

prinsip yang perlu dibicarakan yaitu masalah batas minimum

pembuktian. Asas minimum pembuktian ialah suatu prinsip yang

harus di jadikan pedoman dalam menilai cukup atau tidaknya alat

bukti membuktikan salah atau tidaknya terdakwa (M. Yahya

Harahap, 2006:283).

Untuk lebih jelasnya mengenai batas minimum pembuktian

dapat dilihat pada Pasal 183 KUHAP

boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali dengan

sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah, ia memperoleh

keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan

bahwa terdakwalah yang melakukannya . Jadi minimum

pembuktian yang dianggap cukup membuktikan kesalahan

terdakwa agar kepadanya dapat dijatuhkan pidana, harus dengan

sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah. Menurut undang-

undang satu alat bukti saja dianggap tidak atau belum cukup untuk

Page 36: TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN …/Telaah...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN IDENTIFIKASI TINDAK KEJAHATAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

21

membuktikan kesalahan terdakwa. Batas minimum yang dianggap

cukup oleh Undang-undang paling sedikit dua alat bukti yang sah.

e. Alat Bukti yang Sah dalam KUHAP

Dalam KUHAP telah diatur mengenai alat bukti yang sah

dalam pemeriksaan pembuktian dalam persidangan perkara pidana.

Menurut Pasal 184 ayat (1) KUHAP, alat-alat bukti yang sah ialah :

a) Keterangan saksi, b) Keterangan ahli, c) Surat, d) Petunjuk, e)

Keterangan terdakwa

Selanjutnya akan diuraikan mengenenai alat-alat bukti tersebut

dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP.

1) Keterangan Saksi

Pengertian keterangan saksi terdapat pada Pasal 1 angka 27

KUHAP, disebutkan bahwa keterangan saksi adalah salah satu alat

bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan dari saksi

mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat

sendiri dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan dari

pengetahuannya itu. Sedangkan pengertian dari saksi seperti yang

telah disebutkan dalam Pasal 1 angka 26 KUHAP adalah orang

yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidik

penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia

dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri.

Pada umumnya, alat bukti keterangan saksi merupakan alat

bukti yang paling utama dalam perkara pidana. Hampir semua

pembuktian perkara pidana, selalu bersandar pada pemeriksaan

keterangan saksi. Sekurang-kurangnya disamping pembuktian

dengan alat bukti yang lain, masih selalu diperlukan pembuktian

dengan alat bukti keterangan saksi (M. Yahya Harahap, 2006:286).

Nilai kekuatan pembuktian keterangan saksi tidak hanya dilihat

dari unsur pengucapan janji atau sumpah saja. Ada beberapa syarat

yang harus terdapat pada keterangan itu agar dapat mempunyai

Page 37: TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN …/Telaah...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN IDENTIFIKASI TINDAK KEJAHATAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

22

nilai sebagai alat bukti yang sah. Mengenai sampai sejauh mana

kekuatan pembuktian keterangan saksi sebagai alat bukti yang sah,

maupun nilai kekuatan pembuktian keterangan saksi dapat dilihat

penjelasannya sebagai berikut (M. Yahya Harahap, 2006:294-295):

(a) Mempunyai kekuatan pembuktian bebas

pada alat bukti kesaksian tidak melekat sifat pembuktian yang

sempurna (volleding bewijskracth), dan juga tidak melekat di

dalamnya sifat kekuatan pembuktian yang mengikat dan

menentukan (beslissende bewijskarcht).

(b) Nilai kekuatan pembuktiannya tergantung pada penilaian hakim

alat bukti keterangan saksi sebagai alat bukti yang bebas dan

tidak mempunyai nilai kekuatan pembuktian yang sempurna

dan tidak menentukan,sama sekali tidak mengikat hakim.

Hakim bebas menilai kekuatan atau kebenaran yang melekat

pada keterangan itu, dan dapat menerima atau

menyingkirkannya.

2) Keterangan ahli

Dalam Pasal 1 angka 28 KUHAP telah disebutkan bahwa

keterangan ahli adalah keterangan ahli adalah keterangan yang

diberikan oleh seseorang yang memiliki keahlian khusus tentang

hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana

guna kepentingan pemeriksaan. KUHAP membedakan keterangan

seorang seorang ahli di persidangan sebagai alat bukti keterangan

ahli dan keterangan seorang ahli secara tertulis di luar sidang

pengadilan sebagai alat bukti surat.

3) Surat

Alat bukti surat diatur dalam Pasal 187 KUHAP, menurut

ketentuan itu surat yang dapat dinilai sebagai alat bukti yang sah

menurut undang-undang ialah (M. Yahya Harahap, 2006:306) :

a) Surat yang dibuat atas sumpah jabatan.

b) Surat yang dikaitkan dengan sumpah.

Page 38: TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN …/Telaah...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN IDENTIFIKASI TINDAK KEJAHATAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

23

Dalam pasal tersebut disebutkan juga mengenai bentuk-

bentuk alat bukti surat yang terdiri atas empat (4) ayat (Andi

Hamzah, 2004:270) :

a) Berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh

pejabat umum yang berwenang atau yang dibuat di

hadapannya, yang memuat keterangan tentang kejadian atau

keadaan yang didengar, dilihat, atau dialaminya sendiri, disertai

dengan alas an yang jelas dan tegas tentang keterangan itu;

b) Surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-

undangan atau surat yang dibuat oleh pejabat mengenai hal

yang termasuk dalam tata laksana yang menjadi tanggung

jawabnya dan yang diperuntukkan bagi pembuktian sesuatu hal

atau sesuatu keadaan;

c) Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat

berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau keadaan

yang diminta secara resmi daripadanya;

d) Surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya

dengan isi dari alat pembuktian yang lain.

4) Petunjuk

Alat bukti petunjuk diatur dalam Pasal 188 ayat (1) yang

petunjuk adalah perbuatan, kejadian atau keadaan, yang

karena persesuaiannya, baik antara yang satu dengan yang lain,

maupun dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah

Pasal 188 ayat (2) KUHAP menjelaskan bahwa petunjuk hanya

dapat diperoleh dari : a) Keterangan Saksi, b) Surat, c) Keterangan

Terdakwa.

Dalam P

penilaian atas kekuatan pembuktian dari suatu petunjuk dalam

setiap keadaan tertentu dilakukan oleh hakim dengan arif lagi

Page 39: TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN …/Telaah...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN IDENTIFIKASI TINDAK KEJAHATAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

24

bijaksana, setelah ia mengadakan pemeriksaan dengan penuh

5). Keterangan Terdakwa

Pengertian keterangan terdakwa tercantum dalam Pasal

ialah apa yang terdakwa nyatakan disidang tentang perbuatan

yang ia lakukan atau yang ia ketahui sendiri atau alami

urutan terakhir dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP, merupakan

salah satu alasan yang dipergunakan untuk menempatkan

proses pemeriksaan keterangan terdakwa dilakukan belakangan

sesudah pemeriksaan keterangan saksi. Berdasarkan pada

ketentuan dalam Pasal 189 ayat (4) KUHAP yang menyatakan

keterangan terdakwa saja tidak cukup untuk

membuktikan bahwa ia bersalah melakukan perbuatan yang

didakwakan kepadanya, melainkan harus disertai dengan alat

bukti yang lain .

Keterangan terdakwa hanya dapat digunakan terhadap

dirinya sendiri. Keterangan terdakwa saja seperti yang disebut

diatas, tidak cukup untuk membuktikan bahwa ia bersalah

melakukan perbuatan yang didakwakan kepadanya, melainkan

harus disertai dengan alat bukti yang lain (C.S.T. Kansil, 1993:

237).

Jadi menurut ketentuan pada Pasal 189 ayat (4)

KUHAP tersebut, bahwa keterangan seluruhnya dari terdakwa

di muka hakim, untuk menjadi bukti yang sempurna, harus

disertai keterangan yang jelas tentang keadaan- keadaan dalam

mana peristiwa pidana diperbuat, keterangan mana akan semua

atau sebagian harus cocok dengan lain- lain bukti. Meskipun

tidak disebutkan dalam undang-undang, bahwa suatu

keterangan terdakwa hanya berharga, apabila pengakuan itu,

Page 40: TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN …/Telaah...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN IDENTIFIKASI TINDAK KEJAHATAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

25

mengenai hal- hal yang terdakwa mengalami sendiri, seperti

halnya dengan kesaksian .

f. Asas-Asas dalam Pembuktian

Dalam pembuktian dikenal adanya asas-asas yang harus

dipatuhi , antara lain :

1) Menjadi saksi adalah kewajiban (Pasal 159 ayat (2) KUHAP).

2) Satu saksi bukan saksi (unus testis nullus testis) (Pasal 185 ayat (2)

KUHAP).

3) Hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan

(notoire feiten) (Pasal 184 ayat (2) KUHAP).

4) Keterangan terdakwa hanya dapat digunakan terhadap dirinya

sendiri, sehingga hanya mengikat dirinya sendiri (Pasal 189 ayat

(3) KUHAP).

5) Pengakuan tidak melenyapkan kewajiban pembuktian, karena

pengakuan terdakwa tidak menghilangkan syarat minimum

pembuktian, jadi, meskipun terdakwa mengaku, penuntut umum

dan persidangan tetap wajib membuktikan kesalahan terdakwa

dengan alat bukti yang lain, karena yang dikejar adalah kebenaran

materiil (Pasal 189 ayat (4) KUHAP)

Page 41: TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN …/Telaah...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN IDENTIFIKASI TINDAK KEJAHATAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

26

B. Kerangka Pemikiran

Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran.

Undang-Undang nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana

Visum Et Repertum

Alat bukti

pasal 184 ayat (1)

KUHAP

Keterangan saksi

Keterangan ahli

Surat

Petunjuk

Keterangan terdakwa

Sidik Jari

Page 42: TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN …/Telaah...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN IDENTIFIKASI TINDAK KEJAHATAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

27

Keterangan :

Berdasar pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum

Acara Pidana, dalam proses pemeriksaan disidang pengadilan perkara pidana

terdapat beberapa proses alur persidangan. Salah satunya adalah pembuktian.

Pembuktian memegang peranan penting dalam proses pemeriksaan pada sidang

pengadilan, karena dengan adanya pembuktian tersebut akan diketahui terbukti

tidak kesalahan yang dituduhkan kepada terdakwa. Selain itu juga menentukan

nasib terdakwa apabila benar terbukti bersalah.

Proses pembuktian perkara pidana menggunakan beberapa jenis alat bukti

yang sah yakni sesuai dengan Pasal 184 ayat (1) KUHAP, Adapun jenisnya

adalah sebagai berikuti :Keterangan Saksi, Keterangan Ahli, Surat, Petunjuk,

Keterangan Terdakwa.

Meskipun keterangan terdakwa menempati urutan terakhir dalam

pembuktian serta memiliki penilaian pembuktian yang bebas sama seperti alat

bukti yang lainnya. Namun, tetap digunakan dalam proses persidangan perkara

pidana. Keterangan terdakwa digunakan hakim untuk menilai dan membuktikan

suatu perkara pidana serta digunakan sebagai pertimbangan hakim dalam

menjatuhkan sanksi pidana kepada terdakwa yang memang benar terbukti

bersalah. Seiring kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi proses identifikasi

semakin dikembangkan ke arah ilmiah, sehingga menghasilkan ketepatan yang

terdekat dengan kebenaran materiil. Namun langkah ilmiah dimaksud bukan tanpa

hambatan. Hingga saat ini kedudukan visum et repertum sebagai produk hukum

masih dipertentangkan kedudukan yuridisnya dalam ketentuan alat bukti. Visum et

repertum masih berada di tiga persimpangan antara alat bukti surat, keterangan

ahli atau justru masuk sebagai bukti petunjuk. Ditinjau dari sumbernya, Visum Et

Repertum merupakan jabaran dari dokter selaku ahli yang menuangkan

pemeriksaanya dalam bentuk tertulis. Sedangkan dari format kebakuan tata tulis

maupun sistematikanya, Visum Et Repertum dapat pula digolongkan sebagai alat

bukti surat. Adapun jika dilihat saat dikemukakanya dalam persidangan, Visum Et

Repertum justru berpotensi menjembatani kesesuaian antar kesaksian atau

keterangan terdakwa, sehingga dapat ditempatkan sebagai bukti petunjuk.

Page 43: TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN …/Telaah...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN IDENTIFIKASI TINDAK KEJAHATAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

28

BAB III

HASIL PENELITAN DAN PEMBAHASAN

A. Analisis Lingkup Aspek Hukum Pemanfaatan Identifikasi Tindak Kejahatan

Berbasis Ilmiah.

Berdasarkan perkembangan kemajuan dalam bidang Hukum Acara Pidana

pada dewasa ini dan demikian pula perkembangan dari kemajuan di bidang ilmu

kedokteran kehakiman akan nampak adanya keserasian pelaksanaan dalam

praktek nantinya, apabila antara keduanya terjalin hubungan pendekatan praktis

dan hubungan pelaksanaan yang saling mengisi. Pengertian atau rumusan sebagai

dasar hukum seperti yang disebutkan di dalam KUHAP dapat dipakai sebagai

pegangan untuk menafsirkan istilah-istilah yang terdapat dalam pasal-pasalnya.

Istilah-istilah hukum yang berhubungan dengan peranan ahli dan identifikasi

didalam KUHAP secara umum serta berkaitan dengan tugas dan wewenangnya,

akan tetapi bukan mustahil pula apabila dalam praktek nanti akan terdapat

benturan antara keduanya.

Bilamana mengingat praktek-praktek di lapangan masing-masing ilmu itu

terbentur kepada sifat legalitas formal dari rumusan undang-undang. Juga

hambatan itu dapat terjadi berhubung adanya perkembangan ilmu dan teknologi

kedokteran yang bekerja karena dibutuhkan bagi kepentingan Hukum Acara

Pidana yang normatif dan karena sifatnya sebagai hukum publik mengharuskan

aturan-aturanya yang bersifat imperatife. Dalam mencermati aspek-aspek hukum

yang berkaitan dengan pemanfaatan identifikasi berbasis ilmiah seperti contoh

kasus bom Kepunton di Solo pada prinsipya dapat digambarkan dua aspek hukum.

Aspek hukum tersebut teridentifikasi dari proses pengungkapan tindak kejahatan

tersebut dan nilai pengungkapan tersebut atau dengan kata lain aspek yang

pertama berkaitan dengan proses penyidikan yang dilakukan oleh penyidik dan

yang kedua dengan proses pembuktian yang di lakukan oleh penuntut umum.

Guna memudahkan pengertian jabaran diatas dapat digambarkan sebagai berikut :

Page 44: TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN …/Telaah...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN IDENTIFIKASI TINDAK KEJAHATAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

29

P

PASAL 1 ANGKA 2 KUHAP

Penyidikan menurut Pasal 1 angka 2 KUHAP adalah serangkain tidakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang untuk :

a. Mencari serta mengumpulkan bukti b. Dengan bukti-bukti tersebut membuat

terang tindak pidana yang terjadi c. Guna menemukan tersangkanya,

pasal 7 dalam hal-hal pokok diantaranya adalah :

1.Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana.

2.Melakukan tindakan pertama pada saat ditempat kejidian

3.Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memriksa tanda pengenal dari tersangka.

4.Melakukan penangkapan, penahanan, penggledahan dan penyitaan.

5. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat. 6. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang. 7.Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa

sebagai tersangka atau saksi. 8.Mendatangkan orang ahli yang diperlukan

dalam hubuganya dengan pemeriksaan perkara.

9. Mengadakan penghentian penyidikan. 10.Mengadakan tindakan lain menurut hukum

yang bertanggung jawab

Pasal 184 KUHAP (1) Alat bukti yang sah ialah :

a. Keterangan saksi b. Keterangan ahli c. Surat d. Petunjuk e. Keterangan terdakwa.

PASAL 14 KUHAP Penuntut umum mempunyai wewenang :

a. Menerima dan memeriksa berkas perkara penyidikan dari penyidik atau penyidik pembantu ;

b. Mengadakan pra penuntutan apabila ada kekurangan pada penyidikan dengan memperhatikan ketentuan Pasal 110 ayat (3) dan ayat (4), dengan memberi petunjuk dalam rangka penyempurnaan penyidikan dari penyidik ;

c. Memberikan perpanjangan penahanan, melakukan penahanan atau penahanan lanjutan dan atau mengubah status tahanan setelah perkaranya dilimpahkan oleh penyidik ;

d. Membuat surat dakwaan ; e. Melimpahkan perkara ke pengadilan ; f. Menyampaikan pemberitahuan kepada

terdakwa tentang hari dan waktu perkara disidangkan yang di sertai suratpanggilan, baik kepada terdakwa maupun kepada saksi untuk datang pada sidang yang ditentukan ;

g. Melakukan penuntutan ; h. Menutup perkara demi kepentingan hukum i. Mengadakan tindakan lain dalam lingkup tugas

dan tanggung jawab sebagai penuntut umum menurut ketentuan undang- undang ini

j. Melaksanakan penetapan hakim.

Page 45: TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN …/Telaah...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN IDENTIFIKASI TINDAK KEJAHATAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

30

Gambar 2. Skematik aspek hukum tentang proses penyidikan dan pembuktian

dalam pemanfaatan identifikasi dalam tindak kejahatan berbasis ilmiah

Berdasarkan skematik diatas dapat diketahui bahwa lingkup tindak kejahatan

berbasis ilmiah itu mencakup pada proses penyidikan dan proses pembuktian.

Uraian lebih lanjut dapat peneliti uraikan sebagai berikut :

1. Lingkup Pemanfaatan Identifikasi Tindak Kejahatan Berbasis Ilmiah dalam

proses Penyidikan :

a. Ilmu-ilmu forensik dalam penyidikan

Seperti diketahui dalam proses penyidikan tidak hanya bergantung pada

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana ini membutuhkan ilmu-ilmu bantu

antara lain ilmu forensik. Terlebih dahalu perlu diterangkan mengenai sekilas

peninjauan tentang ilmu-ilmu forensik. Ilmu-ilmu forensik meliputi semua ilmu

pengetahuan yang mempunyai kaitan dengan masalah kejahatan atau dapat

dikatakan bahwa dari segi perananya dalam penyelesaian kasus kejahatan tersebut

adalah :

1. Hukum Pidana

2. Hukum Acara Pidana

3. Ilmu Kedokteran Forensik

4. Ilmu Kimia Forensik

5. Ilmu Fisika

6. Kriminologi

7. Psikologi Forensik

8. Psikiatri atau Neurologi Forensik

Dilihat dari sisi peranannya dalam penyelesainya kasus-kasus

kejahatan maka ilmu-ilmu Forensik dibagi dalam tiga Golongan :

1. Ilmu-ilmu forensic yang menangani kejahatan sebagai masalah yuridis

yaitu :

a. Hukum Pidana

b. Hukum Acara Pidana

2. Ilmu-ilmu forensic yang menangani kejahatan sebagai masalah teknis

yaitu :

Page 46: TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN …/Telaah...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN IDENTIFIKASI TINDAK KEJAHATAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

31

a. Ilmu kedokteran forensic

b. Ilmu kimia forensik termasuk Toksikologi dan

c. Ilmu fisika forensic antara lain : balistic, daktiloskopi,

identifikasi,fotografi.

3. Ilmu-ilmu forensik yang menangani kejahatan sebagai masalah

masalah manusia.:

a. Kriminologi

b. Psikologi Forensik

c. Psikiatri atau Neurologi Forensic

Ditinjau dari aspek tersebut diatas dapat dikatakan pula bahwa suatu

kejahatan disamping merupakan masalah yuridis sekaligus juga merupakan

masalah teknis dan masalah manusia. Kejahatan sebagai masalah yuridis

merupakan perbutan manusia yang melanggar ketentuan-ketentuan hukum pidana

yang berlaku. Sebagai perbuatan yang melanggar hukum maka ilmu yang

dipergunakan untuk menangani masalah tersebut adalah Hukum Pidana dan

Hukum Acara Pidana sehingga kedua ilmu tersebut merupakan Soko Guru atau

ilmu yang pokok dalam penyelesaian kasus kejahatan tanpa mengurangi peranan

penting dari ilmu-ilmu lainya diatas. (Musa Perdana Kusuma,SH)

Guna mengungkapkan fakta tindak kriminalitas secara tuntas diperlukan

sebagai ilmu dan pengalaman sarana ilmu dan pengalaman dan tata cara teknis

berdasarkan ilmu pengetahuan termasuk kriminalistik untuk mengungkapkan

berbagai permasalahan yang timbul misalnya mengenai peristiwa kejahatan apa,

mengenai waktu dan tempatnya dilakukan oleh si pelaku, alat yang digunakan,

siapa pelakunya, bagaimana motivasinya dan latar belakangnya, akibatnya beserta

pengaruh yang ada pada si pelaku, cara dilakukan perbuatan itu serta kerugian

materiil yang mungkin terjadi dan dampaknya terhadap korban dan atau

lingkungan dan sebagainya, termasuk nyawa manusia.

Dengan demikian sebenarnya meskipun hukum pidana memegang peranan

penting dalam penyelesaian penanganan masalah kasus kriminal akan tetapi

tidaklah berarti bahwa dengan mempergunakan kedua ilmu itu dalam

menyelesaikan kasus kriminal akan selalu dapat dihasilkan suatu penyelesaian

Page 47: TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN …/Telaah...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN IDENTIFIKASI TINDAK KEJAHATAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

32

yang benar-benar tuntas, sehingga mencerminkan tegaknya kebenaran dan

keadilan. Oleh karena itu maka, suatu kasus kriminal sebenarnya tidak semata-

mata harus ditangani dari aspek yuridisnya saja, melainkan harus ditangani juga

dari aspek teknis manusianya, oleh sebab salah satu aspek kriminalitas adalah

sebagai masalah manusia dan aspek yang lain adalah dari segi teknisnya maka

ilmu-ilmu forensic amat membantu didalam tugas-tugas tersebut guna

mengungkapkan suatu kasus kriminal supaya menjadi jelas.

Hukum Acara Pidana bertujuan untuk mencari dan mendapatkan sejauh

mungkin sesuatu kebenaran materiil ialah suatu kebenaran yang selengkap-

lengkapnya dari perkara-perkara pidana dengan menerapakan ketentuan-ketentuan

hukum acara pidana itu dengan tepat, serta bertujuan untuk mencari pelaku

sebagai terdakwa yang telah dinyatakan melanggar hukum dan selanjutnya dengan

suatu pemeriksaan dan putusan pengadilan ditentukan apakah suatu tindak pidana

telah dilakukan dan apakah benar terdakwa dapat dipersalahkan atas dakwaan itu

dalam suatu putusan termasuk cara pelaksanaan dan pengawasan atas putusan.

Adapun usaha untuk kearah itu dapat dilakukan dengan baik secara preventif

maupun represif. Dalam tahap upaya penyidikan maka ketentuan-ketentuan

perihal itu mengatur sesuai procedural normative perlu dilakukan pengaturan

sebaik-baiknya dan dilaksanakan dengan tertib serta bertanggung jawab.

Berbagai usaha baik ilmu dan pengalaman praktek didalam kerangka proses

penyidikan dengan dilengkapi oleh sarana dan perlengkapan yang baik dengan

dilengkapi oleh sarana dan perlengkapan yang baik dan teknologi modern maupun

kualitas personilnya akan banyak membantu dalam bidang tugas-tugasnya. Salah

satu peranan ilmu yang mendasari praktek lapangan bagi tugas-tugas penyidik

dalam rangkaian proses penyidikan dibidang hukum acara pidana adalah

kriminalistik. Dalam suatu proses penyidikan maka dalam banyak hal

kriminalistik sebagai ilmu mampu memecahkan berbagai masalah yang timbul

dan banyak membantu untuk menyelesaikan kasus kriminal sampai tuntas.

kriminalistik juga merupakan sarana ilmu yang secara praktis dan teknis, fungsi

membantu untuk dalam tugas-tugas penyidikan dan penuntutan serta membantu

Page 48: TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN …/Telaah...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN IDENTIFIKASI TINDAK KEJAHATAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

33

dalam penyajian kelengkapan pemenuhan data atau bukti didalam pemeriksaan

pada sidang pengadilan nantinya.

Apabila suatu tindak kejahatan dapat dibongkar, artinya diungkapkan fakta-

faktanya beserta bukti-bukti yang ada maka apabila telah sampai pada proses

dalam suatu berita acara pidana penyidikan pro yustisia untuk kemudian untuk

dibawa ke sidang pengadilan melalui penuntut umum, maka dari sinilah peranan

Hukum Acara Pidana dan Hukum Pidana baru mulai diterapkan dan dilaksanakan

oleh Hakim dalam suatu Putusan Pidana dengan menerapkan Pasal-Pasal

kejahatan mana yang telah dilanggar dan terbukti dilakukan oleh terdakwa disertai

dengan hukuman yang setimpal dengan kesalahannya dan hak terdakwa akan

berbagai upaya hukum seperti perlawanan, banding, kasasi atau peninjauan

kembali.

Untuk menangani masalah kejahatan dari si pelaku tersebut sebagai masalah

teknis beserta dengan segala akibatnya, maka guna menanggulangi masalah

tersebut perlu bantuan beberapa ilmu yang termasuk dalam apa yang disebut

kriminalistik. Cabang-cabang ilmu tersebut adalah ilmu kedokteran forensic ilmu

kimia forensic termasuk taksikologi dan fisika forensic ilmu sidik jari, identifikasi

fotografi dan sebagainya. Khususnya dalam telaah teoritis aspek hukum

pemanfaatan identifikasi, guna pengangkatan sidik jari dalam visum et repertum,

misalnya didalam ilmu sidik jari itu diperlukan oleh karena merupakan ilmu sidik

jari seseorang yang mempelajari dan menyelidiki adanya tanda-tanda

perbandingan pada masing-masing sidik jari dari orang yang sama itu dapat

ditentukan adanya kesamaan (identik) atau tidak sama (tidak identik). Hal itu

didasarkan pada fakta :

a. Bahwa sidik jari setiap orang tidak pernah berubah selama hidup.

b. Bahwa sidik jari tidak sama pada setiap orang pada tanda-tanda (titik-

titik persamaan) sidik jarinya.

Dengan adanya perkembangan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi

dengan alat atau perangkat sarana teknik dan penerapannya dengan teknologi

tinggi diikuti dengan ilmu pengetahuan, pengalaman serta keahliannya yang

sebaik-baiknya didalam praktek oleh pejabat POLRI didalam mengungkapkan

Page 49: TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN …/Telaah...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN IDENTIFIKASI TINDAK KEJAHATAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

34

tidak kriminal serta pelaksanaan penyidikan dan seterusnya dapat diatasi.

Kejahatan merupakan masalah teknis, oleh karena setiap kejahatan baik dilihat

dari segi wujud perbuatannya maupun dari segi cara-caranya serta alat-alat yang

dipergunakan itu memerlukan penanganan secara teknis dengan mempergunakan

bantuan ilmu pengetahuan lain diluar ilmu Hukum Acara Pidana. Sejak saat

penyidikan dalam banyak hal tentang kasus kejahatan tidak dengan mudah dapat

ditanggulangi begitu saja oleh pihak POLRI selaku penyidik maka untuk

mengungkapkan fakta-fakta tersebut diperlukan ketiga ilmu pengetahuan itu yang

merupakan bagian dari kriminalistik.

Salah satu dari sekian banyak upaya dan sarana yang dilakukan oleh para

dokter ahli atau dokter ahli Kedokteran Kehakiman dalam membantu

menjernihkan suatu perkara pidana dari salah satu aspeknya adalah visum et

repertum. Visum et repertum sebagai salah satu aspek peranan penting ahli adalah

satu aspek keterangan ahli maka keterkaitan antara keduanya tidak dapat

dipisahkan. Keterangan ahli yang tertuang dalam suatu laporan hasil pemeriksaan

adalah perwujudan hasil-hasil yang dibuat berdasarkan atas ilmu dan teknik serta

pengetahuan dan pengalaman yang sebaik-baiknya dari ahli itu.

Peranan dari alat bukti laporan hasil pemeriksaan yang berupa visum et

repertum yang dibuat oleh dokter ahli kehakiman dalam banyak kasus perkara

kejahatan sangat banyak membantu didalam persidangan oleh hakim terutama

apabila dalam perkara tersebut hanya dijumpai alat-alat bukti yang amat minim.

Dalam proses penyidikan dari segi teknis tersebut kadang-kadang dijumpai

adanya pengungkapan kasus kejahatan yang terhambat dan belum mungkin

diselesaikan secara tuntas, bahkan tidak mungkin diselesaikan menurut hukum

melalui proses penuntutan dan peradilan oleh karena masih memerlukan bantuan

ketiga ilmu yang termasuk kriminalistik tersebut. Dalam melakukan tugasnya,

penyidik wajib menjujung tinggi hukum yang berlaku Pasal 5 ayat (1) sub b : Atas

perintah penyidik kepada penyelidik dapat melakukan tindakan berupa:

1. Penangkapan, larangan meninggalkan tempat, penggeledahan dan

penyitaan.

2. Pemeriksaan dan penyitaan surat.

Page 50: TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN …/Telaah...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN IDENTIFIKASI TINDAK KEJAHATAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

35

3. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang.

4. Membawa dan menghadapkan seorang pada penyidik.

Penyelidik membuat dan menyerahkan laporan hasil hasil pemeriksaan

kepada penyidik. Penyidik membuat berita acara Pro Justisia ( Pasal 8 ayat (1) Jo

Pasal 75 Jo Pasal 47-49 ) dan menyerahkan kepada Penuntut Umum serta

bilamana selesai penyidikanya diserahkan pula tanggung jawab atas tersangka dan

barang buktinya ( Pasal 8 Ayat 2 dan 3 KUHAP ). Termasuk pula disini akan hak

tersangka atau terdakwa untuk mengusahakan dan mengajukan saksi dan saksi

ahli yang menguntungkan dirinya sesuai Pasal 65 b KUHAP.

Seperti diketahui, pada penyidik POLRI sebagai organisasi aparat

keamanan dan ketertiban masyarakat, sebagai Bhayangkara Negara RI secara

keseluruhan mempunyai wewenang dan tugas yang berat, baik secara internal

maupun eksternal, baik secara institusional maupun secara individu. Apalagi

khususnya selaku penyidik yang menjalankan kewenangan dan tugasnya

senantiasa bersinggungan dengan hak asasi seseorang sehingga diperlukan

profesionalisme dilapangan. Lain dari itu juga berhadapan dengan hak-hak yang

melekat pada tersangka atau terdakwa sebagaimana menurut ketentuan Undang-

Undang, sebab bagaimana hak-hak tersebut harus diturut.

Dari sekian banyak kewenangan penyidik tersebut didalam uraian disini

hanya dimuat hal-hal yang pokok memang ada ketentuan yang memberi

kewenangan yang lebih luas sebagaimana ketentuan Pasal 7 ayat (1) huruf j

KUHAP diatas yang penjabaranya seakan mengandung unsur suatu pengoprasian

dilapangan yang mempunyai tingkat relativitas yang tinggi sedang ada rambu-

rambu bagaimana bila kewenangan tersebut jangan sampai bersinggungan dengan

aturan-aturan yang ada yang berlaku baik yang tertulis maupun tidak tertulis

disertai tanggung jawab. Penyidikan menurut KUHAP yang berbeda dengan

penyelidikan menurut Fungsi teknis Reserse :

1. Penyelidikan ( Pasal 1 butir 5 KUHAP ) diitrodusir dalam KUHAP

dengan motivasi perlindungan hak asasi manusia dan pembatasan yang

ketat terhadap penggunaan upaya paksa dimana upaya paksa baru

Page 51: TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN …/Telaah...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN IDENTIFIKASI TINDAK KEJAHATAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

36

2. Penyelidikan menurut fungsi teknis Reserse adalah merupakan salah

satu kegiatan penyidikan yang bersifat teknis dan tertutup dan belum

menyentuh bidang KUHAP.

Penyelidikan bukanlah merupakan fungsi yang berdiri sendiri terpisah dari

fungsi penyelidikan melainkan hanya merupakan salah satu cara atau metode atau

sub daripada fungsi penyidikan yang mendahului tindakan lain yaitu penindakan

yang berupa penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan, pemeriksaan

surat, pemanggilan, tindakan pemeriksaan, penyelesaian dan penyerahan berkas

perkara kepada Penuntut Umum. Latar belakang motivasi dan urgency

diintrodusirnya fungsi penyelidikan antara lain adanya perlindungan dan jaminan

terhadap hak asasi manusia, adanya persyaratan dan pembatasan yang ketat dalam

penggunaan upaya paksa ketatnya pengawasan dan adanya lembaga ganti

kerugian dari rehabilitasi dikaitkan bahwa tidak setiap peristiwa yang terjadi dan

diduga sebagai tindak pidana itu menampakkan bentuknya secara jelas sebagai

tindak pidana.

Maka, oleh karena itu sebelum melangkah lebih lanjut dengan melakukan

penyidikan dengan konsekwensi digunakanya upaya paksa, perlu ditentukan

terlebih dahulu berdasarkan data atau keterangan yang didapat dari hasil

penyelidikan bahwa peristiwa yang terjadi dan diduga tindak pidana benar adanya

merupakan, tindak pidana sehingga dapat dilanjutkan dengan tindakan

penyidikan. Dengan demikian sebenarnya bahwa sejak dini KUHAP berusaha

mencegah digunakannya dengan mudah upaya paksa. Hendaknya upaya paksa itu

baru digunakan sebagai tindakan yang terpaksa dilakukan demi kepentingan

umum yang lebih luas. Selanjutnya penyelidikan disini bukan seperti yang

diberitakan pada sementara media masa yaitu sebagai kegiatan intelengence sebab

bila ini yang dimaksud tidak diliputi KUHAP ini.

Penyelidikan disini adalah penyelidikan tindak pidana (criminal) karena

penyelidikan ini hanya merupakan cara atau metode dari pada penyidikan. Tidak

dapat disangkal dalam pelaksanaan maka penyidiklah yang berada dalam garis

terdepan dalam pelaksanaan penegakan hukum. Upaya paksa oleh penyidik

diadakan pembatasan ketat dan baru digunakan sebagai tindakan yang terpaksa

Page 52: TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN …/Telaah...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN IDENTIFIKASI TINDAK KEJAHATAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

37

dilakukan demi kepentingan umum yang lebih luas bersandar atas ketentuan

hukum.

Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut

cara yang diatur dalam KUHAP untuk mencari serta mengumpulkan bukti, itu

membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan

tersangkanya ( Pasal 1 butir 2 KUHAP). Jikalau menurut sistem KUHAP dapat

diterangkan bahwa serangkaian tindakan yang dilakukan oleh penyidik didalam

melaksanakan proses penyidikan apabila terjadi sesuatu tindak kriminal maka

haruslah sesuai dan diturut cara-cara serta prosedur yang telah diatur menurut

ketentuan-ketentuan KUHAP dan tindakan penyidikan itu sendiri dimaksudkan

untuk mencari serta mengumpulkan bukti-bukti fisik, bukti hidup atau mayat atau

bukti lainya maupun bukti-bukti saksi mata yang dijumpai.

Selanjutnya dengan bukti-bukti yang telah terkumpul dan diketemukan itu

kemudian akan membuat menjadi terang perihal adanya tindak kriminal yang

terjadi pada waktu tertentu terhadap sasaran tertentu termasuk bagaimana

dilakukanya perbuatan beserta akibat-akibatnya yang timbul serta bertujuan untuk

menemukan tersangkanya dimana sebelumnya telah dilakukan penyelidikan.

Bilamana hubungan dengan kasus tindak kejahatan tertentu penyidik dapat pula

meminta bantuan khusus kepada ahli Kedokteran Kehakiman atau Dokter bukan

ahli Kedokteran Kehakiman atau kepada para ahlinya. Perlu atau tidaknya

penyidik meminta bantuan orang ahli diperlukan, selain dalam hal keadaan yang

dibutuhkan berhubung dengan tindak pidana itu sendiri juga bilamana terhadap

kasus tindak pidana itu perlu adanya kejelasan agar peristiwanya menjadi lebih

jelas karena kurangnya tersedia bukti-bukti.

Di dalam setiap tindakan yang diperlukan berdasarkan ketentuan KUHAP

maka tindakan tersebut haruslah dituangkan dalam berita acara yang dibuat atas

kekuatan sumpah jabatan serta ditanda tangani oleh pejabat yang bersangkutan

dan pihak yang terlibat dalam tindakan tersebut. Berita acara yang harus dibuat

bagi tindakan-tindakan itu dilakukakan menurut tata cara yang telah ditentukan

menurut ketentuan KUHAP. Tindakan-tindakan tersebut adalah setiap tindakan

tentang :

Page 53: TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN …/Telaah...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN IDENTIFIKASI TINDAK KEJAHATAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

38

a. Pemeriksaan tersangka.

b. Penangkapan.

c. Penahanan.

d. Penggeledahan.

e. Pemasukan rumah.

f. Penyitaan benda.

g. Pemeriksaan surat.

h. Pemeriksaan saksi.

i. Pemeriksaan ditempat kejadian.

j. Pelaksanaan penetapan dan putusan Pengadilan.

k. Pelaksanaan tindakan lain sesuai dengan ketentuan dalam KUHAP

(Pasal 75 KUHAP)

Bagi kelengkapan berkas perkara penyidik atas kekuatan sumpah

jabatanya segera membuat berita acara yang diberi tanggal dan memuat tindak

pidana yang dipersangkakan dengan menyebut waktu tempat dan keadaan pada

waktu tindak pidana dilakukan nama dan tempat tinggal dari tersangka atau saksi

keterangan mereka catatan mengenai akta dan benda serta segala sesuatu yang

dianggap perlu untuk kepentingan penyelesain perkara Pasal 121 KUHAP

b. Hasil Identifikasi Ilmiah Sebagai Keterangan Ahli

Dari kelima macam alat bukti tersebut terkait berdasarkan contoh kasus

bom di kota Solo yang perlu diterangkan adalah alat bukti yang berupa

Keterangan Ahli sebagai mana telah diterangkan maka dalam ilmu kedokteran

ferensik di kenal bukti-bukti selain saksi hidup (saksi mata) juga bukti-bukti fisik.

Untuk mengetahui dan mempelajari serta hubungan antar bukti fisik untuk suatu

kasus tindak pidana diperlukan ahli (pakar) dalam bidang tersebut .

Untuk memeriksa, mengetahui, meneliti, menganalisa dan mempelajari

serta mengungkapkan harta, tanda bukti fisik tersebut dibutuhkan ilmu

pengetahuan kriminal kehakiman atau ilmu kedokteran kehakiman. Yang dapat

diperiksa dengan ilmu-ilmu pengetahuan tersebut atas benda fisik ini lazim

manusia yang hidup atau meninggal, senjata atau alat (benda) untuk melakukan

Page 54: TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN …/Telaah...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN IDENTIFIKASI TINDAK KEJAHATAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

39

kajahatan, jejak atau bekas-bekas si pelaku, benda-benda yang terbawa atau

ditinggalkan atau disimpan, dialihkan, diapakai oleh sipelaku dan lain-lain.

Sebenarnya saksi diam berbicara banyak, hanya saja dalam bahasanya

sendiri, sehingga tidak dapat dimengerti oleh orang awam. Oleh karenya

dibutuhkan penterjemah yaitu seorang ilmiawan yang telah melakukan

pemeriksaan dengan ilmu pengetahuan yang dimiliki dapat menangkap bahasa

saksi diam dan menterjemahkanya sehingga dapat dimengerti oleh orang-orang

yang berkepentingan, yaitu, Hakim, Jaksa, Polisi, Penasihat hukum dan terdakwa

sendiri.

Penterjemah ini lazimnya tersebut saksi Ahli dimuka persidangn saksi ahli

tersebut diatas khusus dimaksudkan sebagai ilmuwan yang melakukan

pemeriksaan dan mengemukakan pendapat tentang saksi diam oleh karena itu ada

pula ilmuwan yang tidak melakukan pemeriksaan, akan tetapi hanya didengar

tiga macam ahli yang biasnya terlibat dalam suatu proses peradilan.

Mereka itu adalah:

1. Orang ini hanya mengemukakan pendapatnya tentang suatu persolan yang

ditanyakan kepadanya, tanpa melakukan suatu pemeriksaan. Contoh ahli

demikian, adalah dokter spesialis ilmu kebidanan dan penyakit kandungan,

menimbulkan abortus atau tidaknya tadi).

2. Saksi Ahli orang ini menyaksikan barang bukti atau saksi diam melakukan

pemeriksaan dan mengemukakan pendapatnya. Misalnya seorang dokter

yang melakukan pemeriksaan mayat. Jadi ia menjadi saksi, karena

menyaksikan barang bukti dan kemudian menjadi ahli, karena

mengemukakan pendapatnya tentang sebab kematian orang itu.

3. Zaakkundige, orang ini menerangkan tentang suatu persoalan yang

sebenarnya dapat dipelajari sendiri oleh Hakim, tetapi akan memakan

banyak waktu, seperti contoh kasus bom di Solo, peranan dan dukungan

Ilmu kedokt . Dalam tahap penyidikan,

maka apabila Penyidik mengangap perlu demi kepentingan penyidikannya,

Page 55: TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN …/Telaah...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN IDENTIFIKASI TINDAK KEJAHATAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

40

ia dapat minta orang ahli atau orang yang memiliki keahlian khusus. Di

dalam tahap penyidikan, maka keterangan yang diberikan sebagai

pendapat orang ahli atau orang yang memiliki keahlian khusus itu disebut

erlebih dahulu mengangkat

sumpah atau mengucapkan janji, bahwa ia akan memberikan keteranganya

menurut pengetahuan yang sebaik-baiknya, menurut agama dan

kepercayaannya. Ahli yang diminta itu terlebih dahulu memberikan

keterangan, apabila ada kewajiban baginya untuk menyimpan rahasia

karena harkat dan martabat, pekerjaan atau jabatanya.

Pasal 120 KUHAP berbunyi:

(1) Dalam hal penyidik menganggap perlu ia dapat minta pendapat

orang yang memiliki keahlian khusus.

(2) Ahli tersebut mengangkat sumpah atau mengucapkan janji

dimuka penyidik, bahwa ia akan memberikan keterangan

menurut pengetahuannya yang sebaik-baiknya, kecuali bila

disebabkan karena harkat serta martabat, pekerjaan atau

jabatanya yang mewajibkan rahasia dapat menolak untuk

memberikan keterangan yang diminta.

umum dalam pasal (1) butir 28 KUHAP tetapi dari Pasal 120

ayat (1) tersebut lalu dibedakan lagi antara :

a. Orang Ahli

b. Orang yang memiliki keahlian khusus

Kemungkinan perbedaan istilah itu bisa terjadi apabila

dibedakan antara orang ahli adalah mereka yang secara ilmu

pengalamanya dan kecakapanya telah diakui sehingga di

bedakan dengan orang karena ilmu pengetahuan dan

pengalamannya telah memiliki suatu keahlian khusus tentang

suatu hal, seperti telah ditentukan Pasal 1 butir 28 KUHAP.

Sehingga maknanya sama. Istilah orang yang memiliki

keahlian khusus tersebut dimuka penyidik menjadi bermakna

Page 56: TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN …/Telaah...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN IDENTIFIKASI TINDAK KEJAHATAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

41

sama, artinya Pasal 120 KUHAP di sini lebih ditekankan pada

pendapatnya ahli itu dimuka penyidik, bahwa:

a. Pendapat orang ahli tersebut, harus dilandasi pada

pengucapan (menyangkut) sumpah atau mengucapkan janji

lebih dulu.

b. Ada kewajiban menolak memberikan keterangan sebagai

ahli, disebabkan karena harkat, martabat, pekerjaan atau

jabatanya yang mewajibkan untuk menyimpan rahasia ini

verschoningsreecht).

c. Pendengaran keterangan ahli itu oleh penyedik didasari

oleh suatu sebab atau dasar alasan ketentuan umum yang

dipergunakan dan berlaku bagi penyidik dan yang

dimasukan dalam BAP.

Dengan demikian, bahwa sub a) dan c) di atas selalu

bersangkut paut dengan ketentuan umum perihal sumpah atau

janji.

Selanjutnya dalam penjelasan Pasal 133 ayat (2) KUHAP dinyatakan :

Keterangan yang diberikan oleh ahli kedokteran kehakiman disebut keterangan

ahli sedangkan keterangan yang diberikan oleh dokter bukan ahli kedokteran

kehakiman disebut Keterangan.

Kalau Pasal 120 KUHAP dihubungkan dengan Pasal 133 Jo. Penjelasan

Pasal 135 KUHAP Jo. Pasal 1 Butir 28 KUHAP akan nampak sebagai bentuk

karena dituangkan secara tertulis dalam bentuk laporan yang dilakukan dengan

mengingat sumpah jabatan atau pekerjaanya tersebut. Apabila dihubungkan

dengan dokter ahli Kedokteran Kehakiman sebagai orang ahli, maka lalu terdapat

tiga macam ahli dalam penggolongan dalam sistem KUHAP yaitu :

1. Orang Ahli

2. Orang yang memiliki keahlian khusus

3. Orang ahli kedokteran kehakiman

Page 57: TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN …/Telaah...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN IDENTIFIKASI TINDAK KEJAHATAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

42

4. Dokter, bukan Ahli kedokteran kehakiman, antara lain Visum et-

repertum

Pada Nomor 1 dan Nomor 2 diatas pada istilah-istilah dalam KUHAP

berbeda, tetapi sebenarnya maknanya sama dalam proses perkara.

Bagaimana dengan isi sumpah atau janji orang lain, dalam tahap

pemeriksaan oleh penyidik. Yang hanya diminta pendapat tersebut ialah :

bahwa ia akan memberikan keterangan dan pendapatnya menurut

pengetahuanya yang sebaik-baiknya dalam bidang keahlianya Pasal 120

ayat (2) KUHAP. Apabila orang ahli itu menolak memberikan

keterangan yang diminta oleh penyidik disebabkan karena harkat serta

martabat, pekerjaan atau jabatanya yang mewajibkan untuk menyimpan

rahasia, maka ia tidak dapat dituntut dan dihukum (dijatuhi pidana).

Memang pada dasarnya orang mengetahui, bahwa bilamana terjadi

sesuatu keadaan dimana seorang menderita sakit atau luka atau

meningggal kemudian orang akan melibatkan dokter untuk

menanganinya. Tugas dari seorang dokter atau sseorang dokter ahli

didalam membantu aparat penegak hukum adalah sebagai salah satu

tugas yang wajib dialakukan olehnya didalam menangani suatu kasus

tindak kriminal, misalnya dalam tugas-tugas memeriksa luka, memeriksa

mayat, atau bagian tubuh mayat memeriksa mayat dalam penggalian

mayat, memeriksa benda atau barang bukti lain dari si pelaku ataupun

sikorban.

Kewajiban tersebut dapat terlaksana apabila kepadanya telah

dilakukan permintaan (permohonan) menurut prosedur yang berlaku,

baik oleh penyidik jaksa atau hakim sesuai menurut tahapan pemeriksaan

termasuk/terdakwa atau penasihat hukum. Tugas dokter ahli kedokteran

kehakiman tersebut juga berlaku bagi ahli-ahli lainnya yang bukan

dokter, seperti : ahli balistik, ahli farmasi, ahli laboratorium, ahli sidik

jari, ahli photograpi, ahli intan, ahli pertanian tertentu, ahli computer, ahli

racun, ahli narkotik, ahli keuangan (perbankan), ahli obat-obatan

tradisional berbahaya, ahli perpajakan, ahli pers dan grafika, ahli internet,

Page 58: TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN …/Telaah...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN IDENTIFIKASI TINDAK KEJAHATAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

43

ahli museum dan purbakala, ahli peternakan dan perikanan, ahli-ahli

dalam bidang tentang hak atas kekayaan intelektual (HAKI), sastrawan,

budayawan, musikus, ahli seni lukis, pahat atau ukiran, ahli pertekstilan,

ahli pendidikan dan sebagainya dan orang ahli yang memiliki keahlian

khusus tentang sesuatu hal (Pasal1 butir 28 KUHAP).

Dalam tahapan tindakan penuntutan oleh jaksa penuntut umum

seperti termaktub dalam bab XV Pasal 137 sampai dengan Pasal 139

KUHAP setelah menerima hasil penyidikan dari penyidik maka ia segera

mempelajarinya dan menelitinya serta dalam waktu tujuh hari wajib

memberitahukan kepada penyidik, apakah hasil penyidikannya sudah

lengkap dan bilamana belum lengkap ia mengembalikan berkas perkara

itu kepada penyidik disertai petunjuk tentang hal yang harus dilakukan

untuk dilengkapi serta dalam waktu empat belas hari sejak tanggal

penerimaan berkas penyidik harus sudah menyampaikan kembali berkas

perkara itu sudah memenuhi persyaratan untuk dapat atau tidaknya

dilimpahkan ke Pengadilan .

Berdasarkan pada Pasal 27 ayat (1) huruf d Undang-Undang

Republik Indonesia. Nomor. 5 Th. 1991 ditentukan bahwa dibidang

pidana kejaksaan mempunyai tugas dan wewenang melengkapi berkas

perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan pemeriksaan tambahan

dilakukan dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

a. Tidak dilakukan terhadap tersangka.

b. Hanya terhadap perkara-perkara yang sulit memperhatikan.

c. Harus dapat diselasaikan dalam waktu 14 hari setelah dilaksanakan

ketentuan pasal 110 dan pasal 138 ayat (2) KUHAP.

d. Prinsip koordinasi dan kerjasama dengan penyidik (penjelasan Pasal

27 ayat (1) huruf d KUHAP )

Melengkapi berkas perkara dengan pemeriksaan tambahan tersebut

dapat dilakukan pula terhadap orang ahli, sedangkan didalam tahap

pemeriksaan disidang pengadilan maka seorang ahli yang dimintai

sebagai ahli wajib memberikan keterangan ahli dan keadilan. Pasal yang

Page 59: TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN …/Telaah...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN IDENTIFIKASI TINDAK KEJAHATAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

44

mengatur perihal kewajiban dokter ahli kedokteran kehakiman atau

dokter atau ahli-ahli yang lain guna memberikan keterangan persidangan

adalah sebagaimana termaktub dalam Pasal 179 KUHAP yang berbunyi

sebagai berikut :

(1) Setiap orang yang dimintai pendapatnya sebagai ahli kedokteran

kehakiman atau dokter ahli lainnya wajib memberikan keterangan

ahli demi keadilan.

(2) Semua ketentuan tersebut diatas untuk saksi berlaku juga bagi

mereka yang memberikan keterangan ahli dengan ketentuan-

ketentuan bahwa mereka mengucapkan sumpah atau janji akan

memberikan keterangan yang sebaik-baiknya dan yang sebenarnya

menurut pengetahuan dalam bidang keahlianya.

Bagaimana dengan pembagian tiga macam orang ahli seperti diterangkan

dimuka didalam KUHAP disidang pengadilan. Pasal 179 KUHAP tersebut

bilamana dibaca maka siapa-siapa orang-orang ahli dapat dibedakan antara :

setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli wajib memberikan keterangan

ahli wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan yaitu :

1. Ahli kedokteran kehakiman.

2. Dokter ( bukan ahli kedokteran kehakiman)

3. Ahli lainya.

Bagi pengadilan istilah keterangan ahli tersebut harus selalu harus dinyatakan

oleh orang ahli dipersidangan dan yang dicatat dalam berita acara pemeriksaan

persidangan. Dalam tingkat pemeriksaan dipersidangan kata-kata atau dokter di

dalam Pasal 179 ayat (1) KUHAP sebenarnya tidak sesuai dengan Pasal 184 ayat

(1) sub b Pasal 186 dan penjelasanya Jo. Pasal 1 butil 28 KUHAP. Tetapi

bilamana yang dimaksud adalah orang ahli pada Nomor 2 diatas tidak maslah Jo.

Stb. 1937 Nomor.350. keterangan ahli ini ialah apa yang seorang ahli nyatakan

dipersidangan pengadilan (Pasal 28 KUHAP) adapun penjelasannya sebagai

berikut :

1. Keterangan ahli ini dapat juga sudah diberikan pada waktu pemeriksaan

oleh penyidik atau Penuntut Umum yang dituangkan dalam bentuk laporan

Page 60: TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN …/Telaah...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN IDENTIFIKASI TINDAK KEJAHATAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

45

dibuat dengan mengingat sumpah diwaktu ia menerima jabatan atau

pekerjaan.

2. Jika hal itu tidak diberikan pada waktu pemeriksaan oleh penyidik atau

Penuntut Umum maka pada waktu pemeriksaan disidang diminta untuk

memberikan keterangan ahli dan dicatat dalam berita acara pemeriksaan

persidangan. Sehingga apabila membaca Pasal 179 ayat (1) (2) KUHAP

tersebut maka setiap orang yang diminta pendapatnya untuk memberikan

kerangan ahli secara lisan dipersidangan Jo. Pasal 180 ayat (1) Pasal 186

dan penjelasan Jo. Pasal 28 ayat (1) sub b KUHAP Jo stb.1973 Nomor.

350 yang didasarkan dari berbagai pasal tersebut berdasarkan fungsi dan

tugas serta kewenagan yang dimiliki masing-masing ahli itu disebabkan

alasan kareana keahlianya itu dapat meliputi:

1. Ahli kedokteran forensic

2. Dokter (pengertian umum yaitu keterangan yhang diberikan setiap

orang yang memenuhi syarat-syarat atau kriteria Pasal 1 butir 28

KUHP)

3. Saksi ahli yaitu keterangan orang ahli yang menyaksikan tentang suatu

hal yang diperlukan kemudian memeriksa, meneliti, menganalisa serta

mengemukakan pendapatnya berdasarkan keahlian yaitu selanjutnya

dengan menarik suatu kesimpulan dari padanya untuk membuat jelas

suatu perkara pidana yang berguna bagi kepentingan pemeriksaan.

Untuk orang ahli dalam arti ini diharapkan secara optimal tercapai

kebenaran materiil perkara. Lain halnya bilamana pada tingkat

pemeriksaan oleh penyidik dalam penyidikan maka kata-kata atau

dokter dalam Pasal 133 dengan Pasal 135 KUHAP peranan dokter

masih penting dan perlu serta dibutuhkan dalam tugas operasional

dilapangan terutama didaerah-daerah yang belum ada dokter ahli

kedokteran kehakiman. Jikalau dipandang perlu dalam pemeriksaan

dipersidangan guna menjernihkan duduknya persoalan yang timbul di

sidang pengadilan majelis hakim dapat meminta agar supaya diajukan

bahan-bahan baru oleh yang berkepentingan. Jika terdapat keberatan

Page 61: TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN …/Telaah...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN IDENTIFIKASI TINDAK KEJAHATAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

46

yang beralasan dari terdakwa atau penasihat hukum terhadap hasil-

hasil keterangan ahli tersebut. Maka hakim memerintahkan agar

dilakukan penelitian ulang demi kejernihan persoalan tersebut.

Penelitian ualang tersebut harus dilakukan oleh instansi semula dengan

komposisi personil yang berbeda dengan instansi lain yang mempunyai

wewenang untuk itu perkataan yang berkepentingan didalam Pasal 180

ayat 1 KUHAP maksudnya adalah bahwa majelis Hakim dapat pula

meminta lagi kepada orang ahli untuk memberikan keteranganya

dengan bahan-bahan yang diperoleh atau diketahuinya demi kejernihan

dan jelasnya perkara yang bersangkutan.

c. Visum Et Repertum Sebagai Alat Bukti Surat Dalam Proses Penyidikan

Khusus dalam praktek pemeriksaan bedah mayat ferensik (otopsi medika

legal) maka sistem yang berlaku di Indonesia adalah sistem kontinental,

artinya bahwa pihak penyidiklah yang harus aktif, sedangkan dari pihak

kesehatan (Kedokteran) hanyalah bersikap pasif yaitu hanya melaksanakan

tugas pekerjaan tersebut bilamana sesuai dengan permintaan dari pihak

penyidik (Kepolisian), memberikan saran-saran dan penjelasan atau

pengertian-pengertian kepada penyidik. Permintaan tersebut biasanya

dilaksanakan oleh dokter (dinas kesehatan atau Rumah sakit) atas dasar

permintaan tertulis dari pihak penyidik Kepolisian, Jaksa atau Hakim.

Misalnya, pemeriksaan atas mayat (jenasah) baru dilakukan karenanya adanya

tindak pidana dan kemudian pihak kepolisian melakukan pemeriksaan dan

melaporkan kepada Jaksa dan selanjutnya kepada Hakim. Sistem tersebut

banyak dianut di Negara Eropa dan di Negara kita dapat dibaca dalam Pasal

133 KUHAP.

Sistem lain sebagai perbandingan ringkas praktek pemeriksaan bedah

mayat forensik, adalah yang disebut sistem medical Examinar (al Amerika

Serikat). Praktek atas pemeriksaan mayat (jenasah) menurut sistem Coroner

dilakukan apabila terjadi apabila terjadi tindak pidana yang mengakibatkan

matinya orang atau tindak pidana dengan kekerasan lainnya. Yang kemudian

oleh Coroner dilakukan penyelidikan yang bilamana perlu dilakukan bedah

Page 62: TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN …/Telaah...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN IDENTIFIKASI TINDAK KEJAHATAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

47

mayat ferensik tanpa izin lebih dulu dari keluarganya atas melalui instansi

terkait. Sistem Medical Examinar dilakukan hampir sama dengan sistem

Coroner, sedangkan pejabat-pejabat Medical Examinar adalah ahli-ahli

pathologi dan dimana perlu melakukan penyelidikan, penyidikan ditempat

kejadian itu atas mayat (jenasah) Tersebut serta melakukan bedah mayat

forensik dan mencari sebab-sebab kematianya itu, dan bahkan berwenang

memanggil saksi-saksi yang melihat atau mengetahuinya untuk diminta

keterangan kesaksiannya, jika suatu kematian seseorang karena diduga kuat

sebagai akibat suatu tindak pidana Kriminal.

Sedangkan pada prinsipnya untuk menentukan tentang cara kematian

dari si korban, maka dokter atau dokter ahli di ikut sertakan pada pemeriksaan

yang dilakukan oleh penyidik ditempat kejadian perkara. Dalam sistem

KUHAP yang merupakan persoalan adalah bagaimana tentang tata cara dan

siapa-siapa yang memikul segala biaya bagi keperluan tersebut, termasuk

biaya bagi bedah mayat forensik atau penggalian mayat dan atau pengiriman

serta pengambilan mayat dari tempat kejadian ketempat pemeriksaan atau

Rumah Sakit ketempat sikorban diketahui atau keluarganya pengambilan

mayat dari semua jenis makam dalam hal penggalian mayat, cara penguburan

dan lain-lain biaya.

2 Lingkup Pemanfaatan Identifikasi Tindak Kejahatan Berbasis Ilmiah Dalam Proses

Pembuktian

a. Arti Hukum Pembuktian

Mencermati ketentuan pada Pasal 14 KUHAP diatas, dapat diketahui bahwa salah

satu point penting yang menjadi wewenang Penuntut umum adalah pada huruf (g) yakni

melakukan penuntutan dan huruf (i) yakni mengadakan tindakan lain dalam lingkup

tugas dan tanggung jawab sebagai penuntut umum menurut ketentuan undang-undang

ini. Dalam hal ini dapat ditarik kesimpulan bahwa beban pembuktian tetap ada pada

Penuntut Umum. Karena kewajiban pembuktian yang dilakukan Penuntut umum

berdasarkan pada ketentuan pada Pasal 189 ayat (4) KUHAP yang berbunyi :

melakukan perbuatan yang didakwakan kepadanya melainkan harus disertai dengan alat

Page 63: TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN …/Telaah...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN IDENTIFIKASI TINDAK KEJAHATAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

48

bukti yang lain, maka pada kasus ini Penuntut Umum masih harus menghadirkan alat-

alat bukti lain yang sah sesuai dengan ketentuan pada Pasal 184 ayat (1) KUHAP.

Hukum pembuktian merupakan seperangkat kaidah hukum yang mengatur

tentang pembuktian yakni segala proses dengan menggunakan alat-alat bukti yang

sah dan dilakukan tindakan-tindakan dengan prosedur khusus guna mengetahui

fakta yuridis dipersidangan, sistem yang dianut dalam pembuktian syarat-syarat

dan tata cara mengajukan bukti tersebut serta kewenangan hakim untuk menerima,

menolak dan menilai suatu pembuktian.

Pembuktian merupakan masalah yang memegang peranan dalam proses

pemeriksaan sidang pengadilan. Apabila hasil pembuktian dengan alat-alat bukti

yang ditentukan dengan undang-undang tidak cukup membuktikan kesalahan

yang didakwakan kepada terdakwa, terdakwa dibebaskan dari hukuman sesuai

Pasal 191 (1) KUHAP yang berbunyi : jika pengadilan berpendapat bahwa dari

hasil pemeriksaan disidang kesalahan atas perbuatannya yang didakwakan

kepadanya tidak terbukti secara sah dan dan meyakinkan, maka terdakwa diputus

bebas. Sebaliknya kalau kesalahan terdakwa dapat dibuktikan dengan alat-alat

bukti yang disebut dalam Pasal 184 terdakwa dinyatakan bersalah, kepadanya

akan dijatuhkan hukuman yang sesuai dengan Pasal 193 (1) KUHAP yang

berbunyi : jika pengadilan berpendapat bahwa terdakwa bersalah melakukan

tindak pidana yang didakwakan kepadanya maka pengadilan menjatuhkan pidana.

Oleh karena itu hakim harus hati-hati, cermat dan matang dalam menilai serta

mempertimbangkan nilai pembuktian.

b. Sumber-Sumber Formal Hukum Pembuktian

Sumber hukum pembuktian adalah :

1. Undang-undang

2. Doktrin atau pendapat para Ahli hukum

3. Yurispodensi atau putusan pengdilan

Karena hukum pembuktian merupakan sebagian dari hukum acara pidana,

sumber hukum yang utama adalah Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981, b

tentang Hukum Acara Pidana atau KUHP, Lembaran Negara Republik Indonnesia

Page 64: TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN …/Telaah...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN IDENTIFIKASI TINDAK KEJAHATAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

49

Nomor 3209. Apabila didalam praktik menemui kesulitan dalam penerapannya

menjumpai kekurangan atau untuk memenuhi kebutuhan, dipergunakan doktrin

atau yurispodensi.

4. Pengertian Membuktikan

Menurut Van Bummelen dan Moeljatno, membuktikan adalah memberikan

kepastian yang layak menurut akal tentang :

a. Apakah hal yang tertentu itu sungguh-sungguh terjadi

b. Apa sebabnya demikian

Senada dengan hal tersebut, Martiaman Prodjohamidjojo mengemukakan

membuktikan mengandung maksud dan usaha untuk menyatakan kebenaran atas

kebenaran peristiwa tersebut.

5. Alat Bukti

Salah satu perubahan yang dirasa cukup mendasar dalam RUU KUHAP tahun

2008 (selanjutnya disebut RUU KUHAP) yaitu dalam hal alat bukti yang dipakai

dalam persidangan. Saat ini, Pasal 184 KUHAP mengenal 5 macam alat bukti

yang dapat dipergunakan di persidangan, yaitu alat bukti keterangan saksi,

keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa. Akan tetapi dalam

RUU KUHAP alat bukti yang sah di persidangan berubah menjadi alat bukti

barang bukti, surat-surat, alat bukti elektronik, keteranangan saksi, keterangan

ahli, keterangan terdakwa dan pengamatan hakim. Permasalahan alat bukti kerap

membawa kesulitan baik lembaga Kepolisian selaku penyidik, lembaga Kejaksaan

selaku penuntut maupun lembaga Peradilan dalam memeriksa dan memutus

perkara. Alat bukti yang ada sekarang dirasa sangat terbatas mengingat perubahan

yang cukup pesat dalam masyarakat.

Selain itu, dalam lapangan hukum pidana penafsiran, baik tentang duduk

perkara maupun tentang alat bukti hanya terbatas pada penafsiran ekstensif, yaitu

memberikan tafsiran dengan memperluas arti kata-kata dalam peraturan itu.

Adanya perubahan ini diharapkan memberikan keleluasaan bagi hakim untuk

menemukan hukum (rechtsvinding) terhadap setiap perkara yang diajukan

kepadanya, sesuai dengan amanat dalam Pasal 16 Undang-undang nomor 4 tahun

Page 65: TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN …/Telaah...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN IDENTIFIKASI TINDAK KEJAHATAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

50

lan tidak boleh

menolak untuk memeriksa, mengadili dan memutus suatu perkara yang diajukan

dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk

memeriksa dan mengadilinya. Permasalahan utama yang akan dibahas pada

tulisan ini adalah sejauh mana arti penting alat bukti pengamatan hakim

dibandingkan alat bukti lainnya menurut perspektif RUU KUHAP.

Pasal 177 RUU KUHAP memformulasikan alat bukti yang sah ke dalam

beberapa jenis antara lain barang bukti; surat-surat; bukti elektronik; keterangan

seorang ahli; keterangan seorang saksi; keterangan terdakwa dan pengamatan

hakim. Hal baru yang sebelumnya tidak ada dalam macam-macam alat bukti yang

sah menurut Pasal 184 KUHAP adalah barang bukti, bukti elektronik dan

pengamatan hakim. Sedangkan alat bukti yang dihilangkan dari Pasal 184

KUHAP adalah alat bukti petunjuk. Adapum macam-macam alat bukti menurut

Pasal 184 KUHAP serta perbedaan mendasar antara alat bukti petunjuk dan alat

bukti pengamatan hakim. Pada bagian ini akan coba dibahas macam-macam alat

bukti menurut pasal 177 RUU KUHAP. Alat-alat bukti yang sah menurut Pasal

177 RUU KUHAP adalah sebagai berikut:

a. Barang Bukti Menurut penjelasan Pasal 177 ayat (1) huruf a RUU

KUHAP yang dimaksud dengan barang bukti adalah barang atau alat yang

secara langsung atau tidak langsung untuk melakukan tindak pidana (real

evidence atau physical evidence) atau hasil tindak pidana.

b Surat-surat menurut penjelasan Pasal 177 ayat (1) huruf b RUU KUHAP

yang dimaksud dengan surat adalah segala tanda baca dalam bentuk

apapun yang bermaksud menyatakan isi pikiran. Selanjutnya dalam Pasal

178 RUU KUHAP dijelaskan secara lebih rinci, bahwa surat sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 177 ayat (1) huruf b, dibuat berdasarkan sumpah

jabatan atau dikuatkan dengan sumpah, yakni : Berita Acara dan surat lain

dalam bentuk resmi yang dibuat oleh pejabat umum yang berwenang atau

yang dibuat di hadapannya, yang memuat keterangan tentang kejadian atau

Page 66: TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN …/Telaah...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN IDENTIFIKASI TINDAK KEJAHATAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

51

keadaan yang didengar, dilihat, atau dialami sendiri disertai dengan alasan

yang tegas dan jelas tentang keterangannya; surat yang dibuat menurut

ketentuan peraturan perundang-undangan atau surat yang dibuat oleh

pejabat mengenai hal yang termasuk dalam ketatalaksanaan yang menjadi

tanggung jawabnya dan yang diperuntukkan bagi pembuktian suatu hal

atau suatu keadaan;- surat keterangan ahli yang memuat pendapat

berdasarkan keahliannya mengenai suatu hal atau suatu keadaan yang

diminta secara resmi darinya;- surat lain yang hanya dapat berlaku, jika

ada hubungannya dengan isi dari alat pembuktian yang lain.

Sistem pembuktian yang dianut oleh KUHAP adalah pembuktian menurut

undang-undang secara negatif (negatief wettelijk). Dalam hal ini disebutkan dalam

Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada

seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia

memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana telah terjadi dan bahwa

terdakwalah yang yang bersalah melakukannya. Dengan demikian Pasal 183 KUHAP

mengatur untuk menentukan salah atau tidaknya seseorang terdakwa dan untuk

menjatuhkan pidana kepada terdakwa harus (M.Yahya Harahap, 2002: 280) :

1. Kesalahannya terbukti dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah.

2. Dan atas dengan keterbuktian dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang

sah, hakim memperoleh keyakinan bahwa tindak pidana benar-benar terjadi dan

bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.

Dari penjelasan Pasal 183 KUHAP, sistem pembuktian yang paling tepat

untuk penegakan hukum di Indonesia adalah sistem pembuktian menurut undang-

undang secara negatif, demi tegaknya suatu keadilan, kebenaran, dan kepastian

hukum. Karena dalam sistem pembuktian ini merupakan penggabungan antara

sistem conviction-in time (salah tidaknya terdakwa semata-mata ditentukan oleh

penilaian keyakinan hakim) dengan sistem pembuktian menurut undang-undang

secara positif (positief wettelijk stelsel).

Menitik beratkan pada Pasal 183 KUHAP pada kata- -

Maksud dari kata- -kurangnya dua

Page 67: TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN …/Telaah...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN IDENTIFIKASI TINDAK KEJAHATAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

52

terdakwa baru boleh dilakukan hakim apabila kesalahan terdakwa telah dapat

dibuktikan dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah. Sehingga minimum

pembuktian yang dapat membuktikan kesalahan terdakwa agar terdakwa dapat

dijatuhkan dipidana harus dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah. Satu

alat bukti saja, undang-undang menganggap tidak atau belum cukup untuk

membuktikan kesalahan terdakwa. Batas minimum yang dianggap cukup oleh

Undang-Undang adalah paling sedikit dua alat bukti yang sah.

Apabila dikaitkan antara Pasal 183 KUHAP dengan Pasal 184 ayat (1), dalam

Pasal 184 ayat (1) KUHAP disebutkan secara rinci mengenai alat bukti yang sah

menurut undang-undang yaitu keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan

keterangan terdakwa. Sesuai dengan ketentuan Pasal 184 ayat (1) undang-undang

menentukan lima jenis alat bukti yang sah, selain alat bukti yang disebutkan tersebut

tidak dapat dipergunakan sebagai alat bukti yang sah. Terdakwa dapat baru dapat

dijatuhi hukuman pidana, apabila kesalahannya dapat dibuktikan paling sedikit

dengan dua jenis alat bukti yang disebutkan dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP. Oleh

karena itu minimum pembuktian yang dapat dinilai cukup memadai untuk

membuktikan kesalahan terdakwa sekurang-kurangnya atau paling sedikit dibuktikan

dengan dua alat bukti yang sah. Penjumlahan dari sekurang-kurangnya seorang saksi

ditambah dengan seorang ahli atau surat, maupun petunjuk dengan ketentuan

penjumlahan kedua alat bukti tersebut harus saling bersesuaian, saling menguatkan

dan tidak bertentangan antara satu dengan yang lain;

1. Atau bisa juga, penjumlahan dua alat bukti itu berupa keterangan dua orang saksi

yang saling bersesuaian dan saling menguatkan, maupun penggabungan antara

keterangan seorang saksi dengan keterangan terdakwa, asal keterangan saksi

dengan keterangan terdakwa jelas terdapat saling persesuaian.

Adapun kekurangan dan kelebihan sistem pembuktian negative yaitu :

1. Kelebihan dan kekurangan sistem pembuktian negative ( negatief

wettelijk ) Dalam sistem pembuktian negative ( negatief wettelijk )

dalam hal membutikan kesalahan terdakwa melakukan tindak

pidana yang didakwakan kepadanya, hakim tidak sepenuhnya

mengandalkan alat-alat bukti serta dengan cara-cara yang

ditentukan oleh undang-undang, tetapi harus disertai pula keyakinan

Page 68: TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN …/Telaah...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN IDENTIFIKASI TINDAK KEJAHATAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

53

bahwa terdakwa bersalah melakukan tindak pidana. Keyakinan yang

dibentuk ini harus berdasarkan atas fakta-fakta yang diperoleh dari

alat bukti yang ditentukan dalam undang-undang. Sehingga dalam

pembuktian benar-benar mencari kebenaran yang hakiki, jadi sangat

sedikit kemungkinan terjadinya salah putusan atau penerapan

hukum yang digunakan. Menurut teori ini hakim hanya boleh

menjatuhkan pidana apabila sedikit-dikitnya alat-alat bukti yang

telah di tentukan undang-undang itu ada, ditambah dengan

keyakinan hakim yang didapat dari adanya alat-alat bukti itu.

Sehingga akan memperlambat waktu dalam membuktikan bahkan

memutuskan suatu perkara, karena dilain pihak pembuktian harus

melalui penelitian. Tetapi dengan mencari kebenaran melalui

penelitian tersebut, maka kebenaran yang terungkap benar-benar

dapat dipertanggung jawabkan, dan merupakan kebenaran yang

hakiki. Dalam Pasal 183 KUHAP menyatakan sebagai berikut

hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali

apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia

memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar

dasar ketentuan Pasal 183 KUHAP ini, maka dapat disimpulkan

bahwa KUHAP memakai sistem pembuktian menurut undang-

undang yang negative. Ini berarti bahwa dalam hal pembuktian

harus dilakukan penelitian, apakah terdakwa cukup alasan yang

didukung oleh alat pembuktian yang ditentukan oleh Undang-

Undang (minimal dua alat bukti) dan kalau ia cukup, maka baru

dipersoalkan tentang ada atau tidaknya keyakinan hakim akan

kesalahan terdakwa. Dapat diartikan bahwa di dalam sistem

pembuktian negatif ini hakim benar-benar berhati-hati dalam

memutuskan suatu perkara. Sehingga memperkecil kemungkinan

terjadi kesalahan dalam mengambil keputusan. Teori pembuktian

menurut undang-undang negative tersebut dapat disebut dengan

Page 69: TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN …/Telaah...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN IDENTIFIKASI TINDAK KEJAHATAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

54

negative wettelijk, istilah ini berarti : wettelijk, berdasarkan undang-

undang sedangkan negative, maksudnya adalah bahwa walaupun

dalam suatu perkara terdapat cukup bukti sesuai dengan undang-

undang, maka hakim belum boleh menjatuhkan hukuman sebelum

memperoleh keyakinan tentang kesalahan terdakwa. Disini peran

hakim juga menetukan, padahal hakim juga sesama manusia yang

mempunyai rasa subjektifitas yang tidak dapat dinafikkan adanya.

Sangat disayangkan apabila hakim menjatuhkan putusan yang

sangat subjektif yang dapat merugikan kepentingan orang lain.

Dalam sistem pembuktian yang negative alat-alat bukti limitatief di

tentukan dalam undang-undang dan bagaimana cara

mempergunakannya hakim juga terikat pada ketentuan undang-

undang. Perpaduan antara sistem pembuktian menurut undang-

undang secara positif dan sistem pembuktian keyakinan hakim

belaka. Negatief wettelijk stelsel, salah tidaknya seorang terdakwa

ditentukan oleh keyakinan hakim yang didasarkan pada cara dan

dengan alat-alat bukti yang sah menurut Undang-Undang

iantaranya Martiman

Prodjohamidjojo wettelijk,

Pembuktian tentang benar tidaknya terdakwa melakukan perbuatan yang

didakwakan adalah merupakan bagian yang terpenting dalam acara pidana.

Dalam hal ini pun HAM (hak asasi manusia) dipertaruhkan, bagaimana akibatnya

jika seseorang yang didakwakan dinyatakan terbukti melakukan perbuatan yang

didakwakan berdasarkan alat bukti yang ada disertai keyakinan hakim, padahal

tidak benar, untuk inilah maka hukum acara pidana bertujuan untuk mencari

kebenaran materiil, yaitu kebenaran yang hakiki atau yang sebenar-benarnya,

berbeda dengan hukum acara perdata yang cukup puas dengan kebenaran formal,

atau kebenaran yang terungkap di muka siding saja.

Mencari kebenaran materiil merupakan sesuatu yang tidaklah mudah.

Alat-alat bukti yang tersedia menurut undang-undang sangat relatif. Alat-alat

bukti seperti kesaksian, menjadi kabur dan sangat relatif, kesaksian diberikan

Page 70: TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN …/Telaah...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN IDENTIFIKASI TINDAK KEJAHATAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

55

oleh manusia yang mempunyai sifat pelupa. Bahkan menurut psikologi

penyaksian suatu peristiwa yang baru saja terjadi oleh beberapa akan berbeda-

beda. Pembuktian menempati titik sentral dalam hukum acara pidana. Adapun

tujuan dari pembuktian adalah untuk mencari dan menempatkan kebenaran

materiil dan bukanlah untuk mencari kesalahan orang lain. Pembuktian ini

dilakukan demi kepentingan Hakim yang harus memutuskan perkara. Dalam hal

ini yang harus dibuktikan ialah kejadian konkret, dengan adanya pembuktian itu,

maka Hakim meskipun ia tidak melihat dengan mata kepalanya sendiri kejadian

sesungguhnya, dapat menggambarkan dalam pikirannya apa yang sebenarnya

terjadi, sehingga memperoleh keyakinan tentang hal tersebut.

c. Tujuan dan kegunaan pembuktian

Tujuan dan kegunaan pembuktian bagi para pihak yang terlibat dalam

proses pemeriksaan persidangan adalah sebagai berikut :

a. Bagi para penuntut umum, pembuktian adalah merupakan usaha untuk

meyakinkan Hakim, yakni berdasarkan alat bukti yang ada agar menyatakan

seorang terdakwa bersalah sesuai dengan surat atau catatan dakwaan.

b. Bagi terdakwa atau penasihat hukum, pembuktian adalah merupakan usaha

sebaliknya untuk meyakinkan hakim yakni berdasarkan alat bukti yang ada

agar menyatakan seorang terdakwa dibebaskan atau dari tuntutan hukum atau

meringankan pidananya. Untuk itu terdakwa atau penasihat hukum jika

mungkin harus mengajukan alat bukti yang menguntungkan atau meringankan

pihaknya.

c. Bagi Hakim atas dasar-dasar pembuktian tersebut yakni dengan adanya alat-

alat bukti yang ada dalam persidangan baik yang berasal dari Penuntut Umum

maupun Penasihat Hukum terdakwa yang dibuat atas dasar untuk membuat

keputusan.

d. Macam-macam Alat Bukti Menurut Undang-Undang yang Berlaku (KUHAP)

Pasal 177 RUU KUHAP memformulasikan alat bukti yang sah ke dalam

beberapa jenis antara lain barang bukti; surat-surat; bukti elektronik; keterangan

seorang ahli; keterangan seorang saksi; keterangan terdakwa dan pengamatan

Page 71: TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN …/Telaah...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN IDENTIFIKASI TINDAK KEJAHATAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

56

hakim. Hal baru yang sebelumnya tidak ada dalam macam-macam alat bukti yang

sah menurut Pasal 184 KUHAP adalah barang bukti, bukti elektronik dan

pengamatan hakim. Sedangkan alat bukti yang dihilangkan dari Pasal 184

KUHAP adalah alat bukti petunjuk. Adapum macam-macam alat bukti menurut

Pasal 184 KUHAP serta perbedaan mendasar antara alat bukti petunjuk dan alat

bukti pengamatan hakim. Pada bagian ini akan coba dibahas macam-macam alat

bukti menurut Pasal 177 RUU KUHAP. Alat-alat bukti yang sah menurut Pasal

177 RUU KUHAP adalah sebagai berikut:

a. Barang Bukti Menurut penjelasan Pasal 177 ayat (1) huruf a RUU

KUHAP yang dimaksud dengan barang bukti adalah barang atau alat yang

secara langsung atau tidak langsung untuk melakukan tindak pidana (real

evidence atau physical evidence) atau hasil tindak pidana.

b Surat-surat menurut penjelasan Pasal 177 ayat (1) huruf b RUU KUHAP

yang dimaksud dengan surat adalah segala tanda baca dalam bentuk

apapun yang bermaksud menyatakan isi pikiran. Selanjutnya dalam Pasal

178 RUU KUHAP dijelaskan secara lebih rinci, bahwa Surat sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 177 ayat (1) huruf b, dibuat berdasarkan sumpah

jabatan atau dikuatkan dengan sumpah, yakni : Berita Acara dan surat lain

dalam bentuk resmi yang dibuat oleh pejabat umum yang berwenang atau

yang dibuat di hadapannya, yang memuat keterangan tentang kejadian atau

keadaan yang didengar, dilihat, atau dialami sendiri disertai dengan alasan

yang tegas dan jelas tentang keterangannya; surat yang dibuat menurut

ketentuan peraturan perundang-undangan atau surat yang dibuat oleh

pejabat mengenai hal yang termasuk dalam ketatalaksanaan yang menjadi

tanggung jawabnya dan yang diperuntukkan bagi pembuktian suatu hal

atau suatu keadaan; surat keterangan ahli yang memuat pendapat

berdasarkan keahliannya mengenai suatu hal atau suatu keadaan yang

diminta secara resmi darinya; surat lain yang hanya dapat berlaku, jika ada

hubungannya dengan isi dari alat pembuktian yang lain.

Page 72: TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN …/Telaah...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN IDENTIFIKASI TINDAK KEJAHATAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

57

c. Bukti Elektronik menurut penjelasan Pasal 177 ayat (1) huruf c RUU

diucapkan, dikirim, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat

optik atau yang serupa dengan itu, termasuk setiap rekaman data atau

informasi yang dapat dilihat, dibaca, dan atau didengar yang dapat

dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di

atas kertas, benda fisik apapun selain kertas maupun yang terekam secara

elektronik yang berupa tulisan, gambar, peta, rancangan, foto, huruf,

tanda, angka, atau perforasi yang memiliki makna.

d. Keterangan Ahli Menurut Pasal 179 RUU KUHAP Keterangan ahli

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 177 ayat (1) huruf d adalah segala hal

yang dinyatakan oleh seorang yang memiliki keahlian khusus, di sidang

pengadilan.

e. Keterangan Saksi Menurut Pasal 180 ayat (1) RUU KUHAP, yang

dimaksud dengan keterangan saksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal

177 ayat (1) huruf e RUU KUHAP sebagai alat bukti adalah segala hal

yang dinyatakan oleh saksi di sidang pengadilan. Sedangkan definisi saksi

sendiri menurut Pasal 1 angka 25 RUU KUHAP adalah orang yang dapat

memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan, dan

pemeriksaan di sidang pengadilan tentang suatu tindak pidana yang dilihat

sendiri, dialami sendiri atau didengar sendiri.

f. Keterangan Terdakwa Menurut Pasal 181 ayat (1) RUU KUHAP

keterangan terdakwa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 177 ayat (1)

huruf adalah segala hal yang dinyatakan oleh terdakwa di dalam sidang

pengadilan tentang perbuatan yang dilakukan atau diketahui sendiri atau

dialami sendiri.

g. Pengamatan Hakim Pengamatan hakim sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 177 ayat (1) RUU KUHAP adalah pengamatan yang dilakukan oleh

Page 73: TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN …/Telaah...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN IDENTIFIKASI TINDAK KEJAHATAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

58

Hakim selama sidang yang didasarkan pada perbuatan, kejadian, keadaan

atau barang bukti yang karena persesuaiannya, baik antara yang satu

dengan yang lain, maupun dengan tindak pidana itu sendiri yang

menandakan telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya. Alat-

alat bukti sebagaimana tercantum dalam Pasal 177 RUU KUHAP tersebut

tidak semuanya baru, sebagaimana dimensi pembaharuan yang

disampaikan oleh Ismail Saleh, tidak perlu membongkar keseluruhan

peraturan perundang-undangan, akan tetapi yang tidak sesuai dengan

perkembangan itulah yang akan diganti. Diantaranya yang ditambah dan

diganti yaitu alat bukti barang bukti, alat bukti elektronik dan alat bukti

pengamatan Hakim. Sedangkan alat bukti yang dihilangkan atau lebih

tepatnya diganti yaitu alat bukti petunjuk. Diantara beberapa alat bukti

tersebut, alat bukti pengamatan Hakim dianggap memiliki potensi yang

cukup besar untuk membawa perubahan hukum melalui penafsiran dan

penemuan hukum. penemuan hukum lazimnya diartikan sebagai proses

pembentukan hukum oleh hakim atau petugas-petugas hukum lainnya

yang diberi tugas melaksanakan hukum terhadap peristiwa-peristiwa

hukum yang konkrit. Dahulu Hakim dianggap sebagai bouche de la loi

atau Hakim sebagai corong Undang-Undang. Hakim hanyalah pelaksana

Undang-Undang. Namun dalam perkembangannya Hakim memiliki

keleluasaan untuk menafsirkan Undang-Undang. Dalam lapangan Hukum

Pidana, Hakim diperbolehkan melakukan penafsiran ekstensif atau

perluasan makna, dan dilarang melakukan penafsiran analogi.

h. Alat bukti barang bukti, dan alat bukti elektronik, khususnya alat bukti

elektronik merupakan dua alat bukti yang dapat dikatakan cukup berperan

dalam proses penegakan hukum. Sebagaimana dikutip dari Soerjono

Soekanto (Soerjono Soekanto, 2007: 8), penegakan hukum dipengaruhi

oleh faktor-faktor antara lain:

1. Faktor hukumnya sendiri;

Page 74: TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN …/Telaah...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN IDENTIFIKASI TINDAK KEJAHATAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

59

2. Faktor penegak hukum;

3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum;

4. Faktor masyarakat;

5. Faktor budaya.

Alat bukti barang bukti dan alat bukti elektronik merupakan dua unsur baru yang dimasukkan dalam alat bukti. Dahulu, Hakim kesulitan apabila harus menafsirkan beberapa barang bukti yang akan dikualifikasikan sebagai alat bukti, namun dengan adanya dua alat bukti baru tersebut, Penegak Hukum khususnya Hakim sangat terbantu dalam mengkualifikasikan alat bukti. Tepatlah kiranya jika keberadaan pengamatan Hakim dianggap yang paling potensial dalam rangka penemuan hukum untuk perubahan hukum. Dalam KUHAP sekarang, dengan alat bukti petunjuk Hakim dapat mendapatkan keyakinan dengan menghubungkan keterangan saksi, surat serta keterangan terdakwa untuk memperoleh persesuaian.

e. Kekuatan Pembuktian

Kekuatan dan penilaian alat bukti yang terdapat dalam Pasal 185 sampai

dengan Pasal 189 KUHAP. Kekuatan alat bukti atau juga dapat disebut sebagai

efektifitaksi alat bukti terhadap suatu kasus sangat bergantung dari beberapa

faktor. Sebut saja factor itu adalah psiko sosial (kode etik, kualitas sikap penegak

hukum), dan hubungan dengan warga masyarakat dan partisipasi masyarakat.

Salah satu fungsi hukum baik sebagai kaidah maupun sebagai sikap tindak atau

perilaku teratur adalah membimbing perilaku manusia sehingga hal itu juga salah

satu ruang lingkup studi terhadap hukum secara ilmiah.

Suatu sikap tindak atau perilaku hukum diangggap efektif apabila sikap atau

perilaku pihak lain menuju ke suatu tujuan yang dikehendaki. Artinya apabila

pihak lain mematuhi hukum akan tetapi, kenyataan tidak jarang orang tidak

mengacuhkan atau bahkan melanggar dengan terang-terangan,yang berat itu tidak

taat pada hukum. Arti kekuatan alat bukti adalah seberapa jauh nilai alat bukti itu

masing-masing dalam hukum pembuktian, yang diterangkan oleh :

a. Pasal 185 KUHAP mengatur penilaian keterangan saksi

Page 75: TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN …/Telaah...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN IDENTIFIKASI TINDAK KEJAHATAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

60

b. Pasal 186 KUHAP mengatur penialain keterangan ahli

c. Pasal 187 KUHAP mengatur penilaian surat

d. Pasal 188 KUHAP mengatur penilaian petunjuk

e. Pasal 189 KUHAP mengatur penilaian keterangan terdakwa

Secara garis besar fakta notoir dibagi menjadi dua golongan yaitu sebagai

berikut :

a. Suatu atau peristiwa yang diketahui umum bahwa sesuatu atau peristiwa

tersebut memang sudah demikian halnya yang benar atau semestinya

demikian.

b. Suatu kenyataan atau pengalaman yang selamanya dan selalu

mengakibatkan demikian atau selalu merupakan kesimpulan demikian.

B. Analisis Otentifikasi Identifikasi Tindak Kejahatan Berbasis Ilmiah

Terhadaap Pengangkatan Sidik Jari yang Dituangkan Dalam Visum Et

Repertum.

Sidik jari merupakan identitas pribadi, Sifat-sifat atau karakteristik yang

dimiliki oleh sidik jari adalah parennial nature yaitu guratan-guratan pada sidik

jari yang melekat pada manusia seumur hidup. Immutability yang berarti bahwa

sidik jari seseorang tak akan pernah berubah kecuali sebuah kondisi yaitu terjadi

kecelakaan yang serius sehingga mengubah pola sidik jari yang ada.

Dan individuality yang berarti keunikan sidik jari merupakan originalitas

pemiliknya yang tak mungkin sama dengan siapapun di muka bumi ini sekali pun

pada seorang yang kembar identik. Ilmu yang mempelajari sidik jari adalah

Daktiloskopi yang berasal dari bahasa Yunani yaitu dactylos yang artinya jari

jemari atau garis jemari dan scopein yang artinya mengamati.

Uniknya lagi, sidik jari dapat pula dijadikan panduan mengidentifikasi

bagaimana otentifikasi terhadap pengangkatan sidik jari dalam pemanfaatan

identifikasi terhadap tindak kejahatan berbasis ilmiah. Cara identifikasi bisa

dilakukan secara kasat mata dengan orang yang pakar di bidangnya, atau ada juga

yang menggunakan sebuah alat khusus pembaca sidik jari (finger print reader)

Page 76: TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN …/Telaah...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN IDENTIFIKASI TINDAK KEJAHATAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

61

yang dihubungkan ke sebuah komputer bersoftware khusus yang kemudian

menganalisa berdasarkan titik-titik yang menjadi acuan. Adapun karakteristik

dasar sidik jari yaitu:

1. Sidik jari memiliki ketetapan bentuk Sidik jari tangan dan kaki manusia

terbentuk sebelum lahir dan tidak pernah berubah seumur hidupnya. Bukit-

bukit pada sidik jari terdiri dari karakteristik individual yaitu ujung bukit

(ridge endings), pencabangan dua (bifurcations), titik (dots) dan bermacam

bentuk bukit. Hubungan unit masing-masing karakteristik tersebut dalam

sidik jari tidak berubah seumur hidup hingga terjadi dekomposisi setelah

kematian. Setelah pembentukan, bukit-bukit sidik jari pada bayi yang

tumbuh adalah seperti lukisan wajah pada balon dengan menggunakan

pulpen dan kemudian balon itu ditiup hingga mengembang secara seragam

pada segala arah. Perubahan yang tidak alami pada bukit-bukit sidik jari

terjadi akibat luka goresan yang dalam hingga menembus seluruh lapisan

kulit.

2. Tidak ada dua sidik jari yang sama Sidik jari tangan dan kaki semua orang

memiliki tiga karakteristik (ujung bukit, pencabangan dua dan titik yang

disebut sebagai minutiae) muncul dalam berbagai kombinasi yang tidak

pernah berulang pada dua orang.

Sidik Jari yang terkait dengan otentifikasi identifikasi tindak kejahatan

berbasis ilmiah yang dituangkan dalam Visum et Repertum pada prinsipnya adalah

obyektif administrasi, yang dilakukan secara ilmiah yaitu dilakukan secara

berulang-ulang, atau mengalami keajegan, Jadi tergantung apa yang tertulis dalam

surat permintaan Visum et Repertum, tidak perlu ditambah atau dirubah, pokoknya

persis baik kata atau kalimat dan angka 2) Secara umum isi pada pendahuluan

Visum Et Repertum adalah: Identitas penyidik: nama, NRP, pangkat, jabatan,

kepolisian mana Identitas surat permintaan: nomor, tanggal, dari Sektor atau

Resort atau Polda, cap dan kop surat Identitas korban atau barang bukti ialah

nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, asal, agama, pendidikan, alamat tempat

tinggal identitas.

Page 77: TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN …/Telaah...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN IDENTIFIKASI TINDAK KEJAHATAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

62

Tindak kejahatan seperti kriminal: pembunuhan, penganiayaan, tembakan,

tusukan, dan lain-lain Identitas tempat atau saat peristiwa: dimana, kapan, hari,

tanggal, jam, lokasi peristiwa Macam pemeriksaan: pemeriksaan luar atau luar

dalam, identifikasi Barang bukti lain terlampir: ada atau tidak Identitas pemeriksa

ialah oleh Tim Kedokteran Forensik di bawah pimpinan dokter siapa, dibantu

siapa saja Selanjutnya tempat dan saat periksa di Ruang otopsi, pada hari, tanggal,

jam berapa. Dalam hal ini saat pemeriksaan ditulis dengan huruf untuk

menghindari penggantian, perubahan atau penambahan

Bila ada barang bukti lain terlampir supaya disebutkan dan mungkin perlu

mendapat pemeriksaan apa, barang bukti atau jenazah berlabel atau tidak, dan

dengan sendirinya korban atau barang bukti diantar oleh penyidik. Jadi isi

pendahuluan ini, formulirnya sudah jelas, supaya diisi selengkapnya sesuai yang

tertulis dalam surat permintaan penyidik, sehingga pada awal membaca Visum et

Repertum sudah jelas kasus, peristiwa, kapan, dimana, dalam keadaan ditemukan

masih hidup atau sudah meninggal dan apakah sudah mendapat perawatan atau

tidak sebelum meninggal. Bila sudah ada perawatan atau pengobatan di rumah

sakit atau unit pelayanan kesehatan lain, maka perlu mencari atau minta informasi

data medik dari unit atau RS tersebut.

Pada dasarnya permintaan Visum Et Repertum, hanya didasarkan pada

apakah dalam penyelidikan telah dinyatakan ada sebuah tindak pidana, yang

kemudian ditingkatkan ke proses penyidikan oleh kepolisian. Nah dalam proses

ini, Visum Et Repertum yang dijadikan landasan untuk membuat suatu berita acara

dari pihak Labfor (Forensic) di masing-masing Polda. Intinya, jika ada suatu

dugaan atau patut diduga telah terjadi perbuatan pidana maka dapat diajukan

pemeriksaan Forensik oleh dokter pemerintah atau dokter dari kepolisian atau

dokter forensik yang khusus dan ditunjuk oleh pihak kepolisian dengan surat

perintah untuk melakukan suatu pemeriksaan forensic.

Page 78: TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN …/Telaah...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN IDENTIFIKASI TINDAK KEJAHATAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

63

BAB IV

PENUTUP

A. Simpulan

1. Adapun aspek hukum dalam pemanfaatan tindak kejahatan berbasis

ilmiah dapat disimpulkan sebagai berikut

Berdasarkan hasil penelitian tentang, pemanfaatan identifikasi tindak

kejahatan berbasis ilmiah, terhadap pengangkatan sidik jari yang

dituangkan dalam visum et repertum dapat ditarik kesimpulan :

Dari uraian seperti yang telah diterangkan di muka maka dapatlah disini

ditarik kesimpulan, perihal masing-masing kedudukan dari keterangan

dokter ahli Kedokteran Kehakiman atau dokter bukan ahli kedokteran

kehakiman atau ahli lainya dipersidangan, yang didalam hubunganya

dengan hukum pembuktian dalam hukum acara pidana termasuk sebagai

alat bukti yang sah (sebagaimana disebutkan dalam Pasal 184 ayat (1)

KUHAP), yaitu sebagai :

a. Keterangan Ahli

1. Keterangan ahli oleh dokter ahli kedokteran kehakiman, yaitu

dieperuntukan bagi pemeriksaan luka, pemeriksaan mayat,

bedah mayat dan penggalian mayat.

2. Oleh ahli-ahli lainya, yaitu seorang yang memliki keahlian

khusus tentang sesuatu hal untuk membuat terang, jelas atau

jernihnya suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan ;

(atau ahli menurut pengertian Pasal 1 butir 28 KUHAP. Pasal 1

butir 28 KUHAP jis, Pasal 179, Pasal 180 Pasal 184 ayat (1)

Pasal 186 dan penjelasan KUHAP. Masing-masing orang ahli

tersebut, memberikan keterangan ahli secara lisan dimuka

sidang pengadilan.

3. Keterangan ahli dalam suatu bentuk laporan oleh dokter ahli

kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainya, pada

Page 79: TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN …/Telaah...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN IDENTIFIKASI TINDAK KEJAHATAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

64

pemeriksaan oleh penyidik atau Penuntut Umum untuk

kepentingan peradilan, yang menangani seorang korban luka,

keracunan ataupun meninggal dunia yang diduga karena sebab

tindak pidana (deskundege Verklaring) ; pasal 133

Meskipun didalam KUHAP tidak keharusan bagi penyidik untuk

mengajukan permintaan Visum Et Repertum kepada dokter ahli

Kedokteran Kehakiman ataupun dokter (ahli) lainya, akan tetapi bagi

kepentingan pemeriksaan perkaranya, sedapat mungkin bilamana ada

permintaan tersebut patut diterima. Hal demikian juga bagi para dokter

yang berada didaerah-daerah mengingat kenyataan, bahwa tenaga ahli

kedokteran kehakiman kita masih kurang dan belum memenuhi

kebutuhan dalam praktek di daerah. Kepada dokter bukan ahli

kedokteran Kehakiaman yang meluluskan permintaan tersebut

didasarkan atas alasan seperti yang sudah diterangkan.

Seperti pada alat-alat bukti yang lain maka seumpama suatu

Visum Et Repertum dibuat baik oleh dokter ahli kedokteran kehakiman

atau oleh dokter bukan ahli, maka kemungkinan seperti itu dapat

diterima mengingat, bahwa kedudukan alat-alat bukti dalam proses

acara pidana adalah untuk mendukung keyakinan Hakim. Dalam

putusanya nanti segala sesuatunya diserahkan kepada Hakim guna

mencari kebenaran materiil suatu perkara pidana termasuk upaya

Hakim didalam usahanya itu, yang jika perlu dimintai keterangan ahli.

Pengertian keterangan ahli itu, berhubungan dengan kemajuan

dari masyarakat yang semakin modern, yang bersangkut paut dengan

peningkatan kecerdasan/kecakapan, ketrampilan serta kemajuan ilmu

pengetahuan dan teknologi, komunikasi, tranportasi, informasi,

perdagangan, perindustrian serta dampak negatifnya dan faktor-faktor

lainya, yang mempengaruhi atau menguasai perilaku dari pelaku atas

kualitas dan metode tindak kejahatan yang dialkukanya sehingga akan

mempengaruhi pula langsung atau tidak langsung pada macam atau

jenis kejahatanya beserta akibatnya, hal-hal tersebut akan menjadi

Page 80: TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN …/Telaah...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN IDENTIFIKASI TINDAK KEJAHATAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

65

berarti pula bagi peranan keterangan ahli dari : ahli-ahli lainya, yang

tidak termasuk kategori dokter ahli kedokteran forensic atau dokter,

bukan ahli kedokteran forensic. Sehingga tanpa mengecilkan arti dari

orang ahli yang lain itu maka peranan ahli menurut pengertian kriteria

dan kategori dari Pasal 11 buti 28 KUHAP menjadi sangat penting.

Sedangkan bagi dokter atau dokter ahli kedokteran forensic

sudah tentu permintaan visum Et Rpertum atas dasar pemeriksaan

lengkap seperti halnya pada bedah mayat Forensic dari dokter-dokter

ahli kedokteran kehakiman yaitu pemeriksaan luar dalam disertai

pemeriksaan laboratorium yang lengkap dan modern, akan sangat

membantu lebih pasti dan akurat bagi jelasnya dari suatu perkara, yaitu

didalam pemeriksaan persidangan terhadap suatu hal (pokok soal,

materi pokok perkara) yang bersangkutan serta sangat berguna bagi

Hakim dalam pengambilan keputusanya.

2. Analisis Otentifikasi Identifikasi Tindak Kejahatan Berbasis Ilmiah

Terhadaap Pengangkatan Sidik Jari Yang Dituangkan Dalam Visum Et

Repertum.

Visum Et Repertum dapat memberikan otentifikasi terhadap

pengangkatan sidik jari dalam tindak kejahatan berbasis ilmiah, dalam

penjelasan Pasal 187 huruf b yaitu memberikan bukti sah hanya

terhadap hal-hal atau keadaan-keadaan yang tercantum di dalamnya

yaitu (Bagian Pemberitaan) yaitu mengenai segala sesuatu yang oleh

dokter (ahli) diperiksa dan secara pribadi dikonstatirnya, umpamanya :

mayat, badan atau barang lain. Jadi, bukanlah terhadap penilaian-

penilaian dan kesimpulan-kesimpulan yang dinyatakan dalam Visum Et

Repertum tersebut.

Jadi, jika dalam suatu perkara pidana ada suatu Visum Et

Repertum dokter, karena hanya inilah berlaku perluasan yang diadakan

tahun 1829 tersebut (Pasal 303 HIR di perluas dengan 1892 Nomor 29,

akan tetapi dengan persyaratan tertentu), maka Hakim dalam vonisnya

dapat menunjuk kepada hal-hal yang nyata-nyata di konstatir dalam

Page 81: TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN …/Telaah...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN IDENTIFIKASI TINDAK KEJAHATAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

66

Visum tersebut, tetapi Hakim dalam hal ini harus tetap wajib

menimbang secara bebas, apakah ia akan mengambil alih pendapat ahli

tersebut sebagai akibat logis dari alasan-alasan yang dikembangkannya

Pendapat tersebut dikemukakan pada waktu sistem HIR.

Bagian dari Visum Et Repertum adalah merupakan

(pribadi) berdasarkan pengetahuannya yang sebaik-baiknya

menurut bidang keahlian dari dokter (ahli) yang memerikasa itu.

Oleh karena dokter (ahli) adalah seorang manusia yang tidak luput dari

kesalahan, maka Hakim tidak wajib mengikuti pendapat itu bila mana

dokter (ahli) itu tidak mengemukakan pendapatnya dan hanya

mengajukan fakta-fakta atau kenyataan (hasil pemeriksaan atau bagian

pemberitaan), misalnya tentang keadaan tubuh (badan) si korban atau

luka-luka, maka Hakim tidak mungkin membuat kesimpulan sendiri

tentang sebab-sebab luka atau sebab kematian si korban, karena Hakim

tidak melihat sendiri, sehingga untuk ini diperlukan bantuan Ilmu

Kedokteran kehakiman majelis Hakim seharusnya percaya pada

kekuatan daya bukti pada bagian pemberitaan, dan inilah yang

dimaksudkan.

Pemeriksaan, penjelasan di muka. Pada dewasa ini yang masih

perlu mendapat perhatian dan sering kali dijumpai pada berkas-berkas

perkara pidana di Pengadilan Negeri adalah, belum adanya

tentang Visum Et Repertum, misalnya: ditentukan dalam PP, Keputusan

Menteri, sesuai macam dan jenis-jenis dalam materi KUHAP serta

perundang-undangan lain. Macam-macam atau jenis Visum Et

Repertum sebagaimana dikenal di dalam praktek Pengadilan sekarang

sekarang ini perlu mendapat perhatian tentang keseragamannya.

Permasalahan lain adalah, perlu adanya pengaturan perihal

siapa-siapa sajakah yang berhak meminta Visum Et Repertum, baik

dalam perkara pidana ataupun perkara perdata, demikian pula

Page 82: TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN …/Telaah...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN IDENTIFIKASI TINDAK KEJAHATAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

67

pengaturan tentang tata cara penjabutannya. Dalam hubungannya

dengan masalah perlu (penting) atau tidaknya suatu tindak pidana

kejahatan, diperlukan adanya Visum Et Repertum agar suatu perkara

nantinya menjadi lebih jelas, maka untuk masa sekarang ini dengan

adanya Visum Et Repertum agar suatu perkara menjadi lebih jelas,

maka untuk masa sekarang ini dengan mengingat pada kondisi daerah

masing-masing, diserati kenyataan masih belum adanya dokter-dokter

Ahli Kedokteran Kehakiman di daerah-daerah Indonesia, maka perlu

kiranya di sini dikutip hasil-hasil Team Perumus Pelaksanan KUHAP.

Adapun prinsip-prinsip pendekatan tersebut terdiri dari 5 (lima):

a. Persoalan yang akan dicarikan pemecahannya ialah, hal-hal yang

belum diatur oleh KUHAP dan petunjuk-petunjuk pelaksanaanya

serta hasil pemecahaan tidak boleh bertentangan dengan KUHAP

beserta petunjuk-petunjuk pelaksanaanya;

b. Tidak bertentangan dengan azas-azas moral dan budi pekerti serta

bertitik tolak dari etiket baik bersama;

c. Tidak bertentangan dengan kepentingan umum;

d. Tidak bertentangan dengan kondisi setempat;

e. Tidak bertentangan dengan azas kecepatan penyelesian perkara.

Di dalam praktek, perihal Visum Et Repertum dalam berkas

perkara sebagaimana yang terdapat pada berita acara pemeriksaan

(BAP) sejak dari penyidikan oleh penyidik oleh penyidik sampai tahap

penuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum dan persidangan, maka

kedudukan Visum Et Repertum dalam perkara di sidang, ada kalanya:

a. Sebagai alat bukti sah dari perkara itu; dan

b. Sebagai barang bukti perkara.

Sekalipun hal yang demikian itu tidak menjadi masalah bagi

peran dan kedudukan Visum Et Repertum tersebut dalam kaitan

dengan kekuatan buktinya, tetapi seperti yang telah diterangkan

di muka, kiranya lebih tepat bila mana Visum Et Repertum

dilampirkan saja guna melengkapi berkas perkara yang

Page 83: TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN …/Telaah...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN IDENTIFIKASI TINDAK KEJAHATAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

68

bersangkutan, dalam kedudukannya sebagai alat bukti sah yang

lainnya itu kelak dapat melengkapi, sehingga dapat memperkuat

dan mendukung keyakinan Hakim bersam-sama dengan alat-alat

bukti sahyang sudah ada itu. Artinya, sepertinya dijelaskan di

muka, bahwa Visum Et repertum dibuat memang diperuntukkan

bagi hal demilian itu, sedangkan apabila dijadikan sebagai

, maka selain itu Visum Et Repertum itu bukan

benda sitaan yang dijadikan barang bukti di Sidang, juga nanti

di dalam amar (diktum) Putusan Hakim tidak perlu diputus dan

ditentukan statusnya bersama-sama barang bukti lain yang ada

di situ. Sebagai alat bukti surat, juga akan melengkapi bersama

alat bukti lain seperti: keterangan saksi, keterangan ahli (Visum

Et repertum), petunjuk, keterangan terdakwa. Suatu Putusan

Hakim, maka Visum Et Repertum dipertimbangkan oleh Hakim

pada pertimbangan hukumannya dan tidak dipertimbangakan

hukum dan tidak dipertimbangkan bersama-sama pada

pertimbangan mengenai barang bukti yang ada. Visum Et

Rerpetum dengan demikian, tidaklah perlu dimasukkan pada

daftar barang bukti dalam berkas perkara. Secara singkat dapat

dikatakan, bahwa Visum Et Repertum adalah merupakan alat

bukti yang sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 184 ayat (1)

KUHAP dan bukan dalam kedudukannya sebagai barang bukti

di persidangan.

B. Saran

Disamping dirumuskan kesimpulan, penulis memandang perlu menyampaikan

saran berkaitan dengan pokok masalah yang dibahas, yaitu :

1. Kepada pihak pemerintah yang membuat peraturan perundang-undangan,

perlunya mengadakan evaluasi mengenai amandemen pasal 184 ayat (1)

tentang keterangan ahli, merupakan alat bukti yang bisa membantu

pemeriksaan di sidang pengadilan dalam usaha untuk menanmbah keyakinan

Page 84: TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN …/Telaah...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN IDENTIFIKASI TINDAK KEJAHATAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

69

hakim dalam hal pengambilan keputusan kepada pelaku tindak kejahatan

berbasis ilmiah.

2. Pentinganya memberikan perluasan makna, mengenai definisi lingkup alat

bukti dan keterangan ahli dalam pasal 184 ayat (1), berdasarkan perkembangan

kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi ( iptek ) dengan alat atau,

perangkat, sarana, teknik dan penerapanya dengan teknologi tinggi (canggih)

diikuti ilmu pengetahuan, pengalaman serta keahlianya yang sebaik-baiknya

didalam praktek oleh pejabat POLRI di dalam mengungkap tindak kiminal

serta pelaksanaan penyidikan sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku.