telaah teoritis aspek hukum pemanfaatan …/telaah...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit...
TRANSCRIPT
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
i
TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN IDENTIFIKASI
TINDAK KEJAHATAN BERBASIS ILMIAH
( KAJIAN OTENTIFIKASI PENGANGKATAN SIDIK JARI
DALAM VISUM ET REPERTUM )
Penulisan Hukum
(Skripsi)
Disusun dan Diajukan untuk
Melengkapi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Derajat Sarjana S1
dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh
NUSA GUNAWAN
NIM. E1107050
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Penulisan Hukum (Skripsi)
TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN IDENTIFIKASI
TINDAK KEJAHATAN BERBASIS ILMIAH
(KAJIAN OTENTIFIKASI PENGANGKATAN SIDIK JARI
DALAM VISUM ET REPERTUM
Oleh
NUSA GUNAWAN
NIM. E1107050
Disetujui untuk dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum
(Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Dosen Pembimbing I
Kristiyadi, S.H., M.Hum. NIP. 19581225198601111001
Surakarta, Januari 2012 Dosen Pembimbing II
Muhammad Rustamaji, S.H., M.H. NIP. 198210082005011001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
PENGESAHAN PENGUJI
Penulisan Hukum (Skripsi)
TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN IDENTIFIKASI
TINDAK KEJAHATAN BERBASIS ILMIAH
( KAJIAN OTENTIFIKASI PENGANGKATAN SIDIK JARI
DALAM VISUM ET REPERTUM )
Disusun oleh :
NUSA GUNAWAN
NIM : E. 1107050
Telah diterima dan di sahkan oleh Tim Penguji Penulisan Hukum (Skripsi)
Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Pada :
Hari : Selasa
Tanggal : 31 January 2011
TIM PENGUJI
(1) Edy Herdyanto, S.H., M.H Ketua
(2) Muhammad Rustamaji, S.H., M.H
Sekretaris
(3) Kristiyadi, S.H., M.Hum. : ....................................... Anggota
MENGETAHUI Dekan,
Prof. Dr. Hartiwiningsih., S.H., M.Hum.
NIP. 19570203 198503 2001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
HALAMAN MOTO
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
PERSEMBAHAN
Karya tulis ini saya persembahkan kepada:
Allah SWT, yang senantiasa memberikan kenikmatan pada umat-Nya;
Bapak Ibu tercinta, kakak dan semua saudaraku
kasih sayang;
dan Teman-temanku yang selalu setia;
Almamaterku, fakultas hukum UNS
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
KATA PENGANTAR
Alhamduli
panjatkan atas segala rahmat, karunia, ridho dan hidayah-Nya yang telah
diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan
judul TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN
IDENTIFIKASI TINDAK KEJAHATAN BERBASIS ILMIAH (KAJIAN
OTENTIFIKASI PENGANGKATAN SIDIK JARI DALAM VISUM ET
REPERTUM)
Penulisan hukum ini membahas mengenai pemanfaatan identifikasi tindak
kejahatan berbasis ilmiah guna memberikan otentifikasi pengangkatan sidik jari
dalam visum et repertum.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah memberikan bantuan, saran, dan dorongan bagi penulis
dalam menyelesaikan penulisan hukum ini. Ucapan terima kasih ini penulis
sampaikan terutama pada:
1. Prof. Dr. Hartiwiningsih S.H.,M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberi izin dan kesempatan
kepada penulis untuk menyelesaikan penulisan hukum ini.
2. Bapak Edy Herdyanto, S.H, M.H, selaku Ketua Bagian Hukum Acara,
Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. Bapak Kristiyadi., S.H., M.Hum. selaku Dosen pembimbing I fakultas
Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta penulisan skripsi, yang telah
menyediakan waktu dan pikirannya untuk memberikan bimbingan dan arahan
sehingga tersusunnya skripsi ini.
4. Bapak Muhammad Rustamaji, S.H., M.Hum selaku Dosen Pembimbing II
fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah menyediakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
waktu dan pikirannya untuk memberikan bimbingan dan arahan sehingga
tersusunnya skripsi ini.
5. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
yang telah memberikan ilmu pengetahuan umumnya dan ilmu hukum
khususnya kepada penulis sehingga dapat dijadikan dasar dalam penulisan
skripsi ini dan semoga dapat penulis amalkan.
6. Seluruh Staff Tata Usaha dan Karyawan di Fakultas Hukum Universitas
Sebelas Maret Surakarta, terima kasih atas bantuannya.
7. Alm Bapak Sri Harto Cahyo Puspito, dan Ibu Sutiati Tercinta, Kakakku
Yuliatuti, Agus Suhendro, Bayu Santoso, Kristiayana, Sri Sadewo serta
keluarga besarku, yang telah memberikan segalanya kepada penulis, sehingga
penulisan skripsi ini dapat terselesaikan dan semoga penulis dapat membalas
budi jasa yang telah engkau berikan.
8. Mas Adi, Mas Cetyo mbak Dhini terima kasih atas segala support, inspirasi
serta dukungan yang telah diberikan untuk menyelesaikan skripsi ini.
9. Bagi sesorang yang selalu menginspirasi penulis selama ini, seorang yang
10. Bagi Ika puji R, Magdalena Martina W, Marini Ika. Mantan-mantanku,
terima kasih banget atas segala dukungan, bantuan, waktu, cinta, dan kasih
sayang yang selama ini engkau berikan, yang telah mengajarkan arti
kehidupan, sehingga penulis menyelesaiakan skripsi ini dan mimpi penulis.
11. Buat teman-teman kampus (Akbar, Wulung, Owen , Bencok, Delon, Ardityia,
Ancis, Tony, Endri.) dan teman-teman lain Fakultas Hukum UNS angkatan
2006, 2007 satpam GD1,2,3. atas bantuannya.
12. Teman-temanku Kost El-TOROS yang selalu sabar menemani,
mendengarkan keluh kesah juga selalu memberi dukungan dan motivasi.
13. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah membantu
tersusunnya skripsi ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
Penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam penulisan hukum ini,
maka saran serta kritik dari semua pihak sangat penulis harapkan untuk
memperkaya karya tulis ini. skripsi ini.
Surakarta, januari 2012
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
DAFTAR ISI
JUDUL .................................................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ............................................................. iii
MOTTO ................................................................................................................ iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................................ v
KATA PENGANTAR .......................................................................................... vi
DAFTAR ISI ......................................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xii
ABSTRAK .......................................................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ................................................................... 1
B. Perumusan Masalah .......................................................................... 9
C. Tujuan Penelitian .............................................................................. 9
D. Manfaat Penelitian ............................................................................ 9
E. Metode Penelitian .......................................................................... .10
F. Sistematika Penulisan Skripsi ......................................................... 13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
1. Kajian Tentang Pemanfaatan Identifikasi Tindak Kejahatan Berbasis
A. Kerangka Teori
a. Pengertian Identifikasi ............................................................... 14
b. Pengertian Tindak Kejahatan ..................................................... 14
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
2. Tinjauan Tentang Pembuktian dan Alat Bukti yang Sah Menurut
f. Asas-Asas dalam Pembuktian
B.
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Analisis Lingkup Aspek Hukum Pemanfaatan Identifikasi Tindak
Kejahatan Berbasis Ilmiah ........................................28
1. Lingkup Pemanfaatan Identifikasi Tindak Kejahatan Berbasis Ilmiah
Dalam Proses Penyidikan ..............................30
a. Ilmu-ilmu Forensik dalam Penyidikan.........................................30
b. Hasil Identifikasi Ilmiah Sebagai Keterangan Ahli......................38
c. Visum Et Repertum Sebagai Alat Bukti Surat dalam Proses
Penyidikan....................................................................................46
2. Lingkup Pemanfaatan Identifikasi Tindak Kejahatan Berbasis Ilmiah
dalam Proses
Pembuktian.........................................................................................47
a. Arti Hukum Pembuktian................................................................47
b. Sumber-Sumber Formal Hukum Pembuktian................................48
c. Tujuan Dan Kegunaan Pembuktian................................................55
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
d. Macam-Macam Alat Bukti Menurut Undang-Undang yang Berlaku
( KUHAP)......................................................................................56
e. Kekuatan Pembuktian.....................................................................59
B. Analisis Otentifikasi Identifikasi Tindak Kejahatan Berbasis Ilmiah
Terhadap Pengangkatan Sidik Jari yang Dituangkan Dalam Visum Et
Repertum............................................................................. .......60
BAB IV PENUTUP
A. Simpulan ......................................................................................... 64
1. Aspek Hukum dalam Penyidikan Terkait Pemanfaatan
Identifikasi Tindak Kejahatan Berbasis Ilmiah Memberikan
2. Aspek Hukum dalam Pembuktian Terkait Pemanfaatan
Identifikasi Tindak Kejahatan Berbasis Ilmiah Memberikan
B. Saran ............................................................................................... 69
DAFTAR PUSTAKA .
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran
Gambar 2. Skema Skematik aspek hukum dalam pemanfaatan identifikasi dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
PERNYATAAN
Nama : Nusa Gunawan
NIM : E1106029
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi) berjudul:
TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN IDENTIFIKASI
TINDAK KEJAHATAN BERBASIS ILMIAH (KAJIAN OTENTIFIKASI
PENGANGKATAN SIDIK JARI DALAM VISUM ET REPERTUM adalah
betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam penulisan hukum
(skripsi) ini diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila
dikemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia
menerima sangsi akademik berupa pencabutan penulisan hukum (skripsi) dan
gelar yang saya peroleh dari penulisan hukum (skripsi) ini.
Surakarta, Januari 2012 Yang membuat pernyataan, Nusa Gunawan NIM. E1107050
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
ABSTRAK
Nusa Gunawan, E 1107050 TELAAH TEORITIS ASPEK HUKUM PEMANFAATAN IDENTIFIKASI TINDAK KEJAHATAN BERBASIS ILMIAH (KAJIAN OTENTIFIKASI PENGANGKATAN SIDIK JARI DALAM VISUM ET REPERTUM) Skripsi Fakultas Hukum, Universitas Sebelas Maret 2011
Hingga saat ini kedudukan visum Et Repertum sebagai produk hukum masih dipertentangkan kedudukan yuridisnya dalam ketentuan alat bukti. Visum et repertum masih berada di tiga persimpangan antara alat bukti surat, keterangan ahli atau justru masuk sebagai bukti petunjuk. Ditinjau dari sumbernya, Visum Et Repertum merupakan jabaran dari dokter selaku ahli yang menuangkan pemeriksaanya dalam bentuk tertulis. Sedangkan dari format kebakuan tata tulis maupun sistematikanya, Visum Et Repertum dapat pula digolongkan sebagai alat bukti surat. Jika dilihat saat dikemukakanya dalam persidangan, Visum Et Repertum justru berpotensi menjembatani kesesuaian antar kesaksian atau keterangan terdakwa, sehingga dapat ditempatkan sebagai bukti petunjuk.
Penelitian hukum yang dilakukan menggunakan metode Penelitian hukum masuk ke dalam penelitian doktrinal karena keilmuan hukum memang bersifat perskriptif yang melihat hukum sebagai norma sosial bukan gejala sosial.suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi.
Adapun hasil penelitian ini mencakup Aspek-aspek hukum yang berkaitan dengan pemanfaatan identifikasi berbasis ilmiah pada prinsipnya dapat digambarkan dua aspek hukum. Aspek hukum tersebut teridentifikasi dari proses pengungkapan tindak kejahatan tersebut dan nilai pengungkapan tersebut atau dengan kata lain aspek yang pertama berkaitan dengan proses penyidikan yang dilakukan oleh penyidik dan yang kedua dengan proses pembuktian yang di lakukan oleh penuntut umum. Sidik Jari yang terkait dengan otentifikasi identifikasi tindak kejahatan berbasis ilmiah yang dituangkan dalam Visum et Repertum pada prinsipnya adalah obyektif administrasi, yang dilakukan secara ilmiah yaitu dilakukan secara berulang-ulang, atau mengalami keajegan. Jadi tergantung apa yang tertulis dalam surat permintaan Visum et Repertum, tidak perlu ditambah atau dirubah, pokoknya persis baik kata/ kalimat dan angka. Kata Kunci : Visum Et Repertum, Sidik Jari, Identifikasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xv
ABSTRACT
Nusa Gunawan, E 1107050 LEGAL ASPECTS OF THE USE OF THEORETICAL STUDY IDENTIFICATION BASED ON SCIENTIFIC CRIME (AUTHENTIFICATION STUDY IN FINGERPRINT APPOINTMENT VISUM ET REPERTUM) Thesis Department of the Faculty of Law, Sebelas Maret University 2012 It is inevitable since the Criminal Code set requires knowledge aids in the implementation. As advances in science and technology developed in the process of identifying the scientific direction, resulting in accuracy that is closest to the truth of the material. But the move is not without obstacles scientific. Until now visum et repertum position as a legal product is still disputed juridical position in the provision of evidence. Visum et repertum still in the intersection between the evidence of three letters, testimony of an expert or just entered as evidence guide. Judging from the source, Visum Et Repertum is a description of the doctor as an expert who poured his identification in written form. While the basic rules of grammar of written and systematics, Visum Et Repertum can also be classified as evidence a letter. If viewed as explained in court, it has the potential to bridge the suitability of Visum Et Repertum between the testimony or information the defendant, so it can be placed as evidence of the instructions. Legal research on the author using the methods of legal research into the doctrinal study because scientific laws are just that perskriptif who see the law as a social norm rather than social phenomena (Peter Mahmud Marzuki, 2006: 33). A process to find the rule of law, legal principles , as well as legal doctrine in order to answer the legal issues at hand. The results of this study are the following legal aspects relating to the use of scientifically-based identification in principle can be described two aspects of the law. The legal aspects of the process of disclosure identified crime and value of such disclosure, or in other words the first aspect relates to the investigation conducted by the investigator and the second with the process of verification will be undertaken by a public prosecutor. Looking at the above case, a criminal act. Fingerprint authentication identification associated with science-based crimes as outlined in the Visum et Repertum in principle is the objective of administration, which is carried out scientifically done repeatedly, or have constancy, So what is written in the letter of request Visum et Repertum, not need to be added or changed, just exactly a good word / phrase and figure. Keywords: Visum Et Repertum Fingerprint identification
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Para ahli hukum memiliki banyak pandangan tentang hukum, bahkan
sebagian ahli hukum mengatakan, bahwa hukum itu tidak dapat didefinisikan
karena luas sekali ruang cakupannya dan meliputi semua bidang kehidupan
masyarakat yang selalu mengalami perkembangan dan perubahan. Mochtar
Kusumaatmadja memberikan definisi hukum secara luas tidak saja merupakan
keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah yang mengatur kehidupan manusia
dalam masyarakat, melainkan meliputi pula lembaga-lembaga (institution) dan
proses-proses (process) yang mewujudkan berlakunya kaidah-kaidah itu dalam
kenyataan (Mochtar Kusumaatmadja, 1970: 11). Hukum sebagai kaidah sosial
tidak lepas dari nilai (value) yang berlaku di suatu masyarakat, bahwa dapat
dikaitkan pula hukum itu merupakan pencerminan dari nilai-nilai yang berlaku
dalam masyarakat (Abdul Manan, 2005: 22).
Hukum merupakan pencerminan dari nilai-nilai yang berlaku dalam
masyarakat. Pendapat ini memiliki maksud, bahwa jika nilai-nilai dalam
masyarakat berubah, maka selayaknya hukumpun mengikuti perubahan tersebut.
Akan tetapi, permasalahan yang muncul adalah, apakah hukum yang senantiasa
mengikuti perubahan tersebut dengan konsekuensi hukum akan selalu tertinggal di
belakang, ataukah hukum yang memprakarsai perubahan tersebut. Berbicara
tentang perubahan hukum ini, dapat diingat kembali pameo yang sangat terkenal
yaitu Ubi Societas Ibi Ius yang bermakna dimana ada masyarakat di situ ada
hukum, maka perlu digambarkan hubungan antara perubahan sosial dan
penemuan hukum. Perubahan hukum melalui dua bentuk, yakni masyarakat
berubah terlebih dahulu, baru hukum datang mengesahkan perubahan itu
(perubahan pasif) dan bentuk lain yaitu hukum sebagai alat untuk mengubah ke
arah yang lebih baik (law as a tool of sosial engineering).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
Terlepas dari pandangan hukum berubah mengikuti perubahan masyarakat
atau hukum sebagai alat mengubah masyarakat, para ahli hukum sepakat, bahwa
hukum harus bersifat dinamis, tidak boleh statis dan harus dapat dijadikan penjaga
ketertiban, ketentraman dan pedoman tingkah laku dalam kehidupan masyarakat.
Hukum harus dijadikan pembaharuan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
yang harus dibentuk dengan berorientasi pada masa depan, hukum tidak boleh
berorientasi kepada masa lampau. Menurut Achmad Ali, tidak perlu
diperdebatkan bagaimana hukum menyesuaikan diri dengan perubahan
masyarakat dan bagaimana hukum menjadi penggerak ke arah perubahan
masyarakat. Kenyataannya, dimanapun dalam kegiatan perubahan hukum, hukum
telah berperan dalam perubahan tersebut dan hukum telah berperan dalam
mengarahkan masyarakat kepada kehidupan yang lebih baik. Hukum berfungsi
sebagai perlindungan kepentingan manusia. (Achmad Ali, 1996: 215)
Perubahan hukum yang terjadi merupakan konsekuensi logis dari hukum
yang bersifat dinamis. Perubahan tersebut, baik melalui konsep masyarakat
berubah terlebih dahulu maupun konsep law as tool social engineering
mempunyai tujuan untuk membentuk dan memfungsikan sistem hukum nasional
yang bersumber pada dasar negara Pancasila dan konstitusi negara. Perubahan
hukum hendaknya dilaksanakan secara komprehensif yang meliputi lembaga-
lembaga hukum, peraturan-peraturan hukum dan juga memperhatikan kesadaran
hukum masyarakat. Peraturan-peraturan yang ada saat ini kadangkala memiliki
keterbatasan dalam pengaturan, baik dalam substansi maupun dalam ruang
lingkup berlakunya peraturan tersebut. Jika penyusunan peraturan baru merupakan
salah satu solusi untuk menutupi keterbatasan peraturan yang ada, maka solusi
yang lain untuk menutupi keterbatasan peraturan tersebut yaitu dengan penemuan
hukum. Apabila suatu perkara dibawa ke pengadilan dan dalam peraturan
perundang-undangan yang berlaku tidak ada ketentuan yang dapat diterapkan
sekalipun ditafsirkan menurut bahasa, sejarah, sistematis dan sosiologis
sedangkan di lain pihak hukum kebiasaan atau hukum adatpun tidak ada peraturan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
yang dapat membawa hakim pada penyelesaian perkara itu, berarti persoalan ini
bersangkutan dengan kekosongan hukum dalam sistem formil dari hukum.
Untuk memenuhi ruang kosong ini, hakim harus berusaha mengembalikan
identitas antara sistem formil hukum dengan sistem materiil dari hukum.
Berdasarkan beberapa ketentuan yang mengandung persamaan, hakim membuat
suatu pengertian hukum (rechtsbegrip) dan menurut pendapatnya, pengertian
hukum itu adalah asas hukum yang menjadi dasar lembaga yang bersangkutan.
Cara kerja atau proses berpikir hakim demikian dalam menentukan hukum disebut
konstruksi hukum yang terdiri dari konstruksi analogi, konstruksi penghalusan
hukum dan konstruksi argumentum a contrario. Di dalam lapangan hukum
pidana, perubahan masyarakat dan teknologi membawa pengaruh yang sangat
besar dalam perubahan hukum, baik hukum pidana materiil yang
diimplementasikan dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) maupun
dalam hukum pidana formilnya yang tercantum dalam Undang-undang Nomor 8
tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Tidak dapat dipungkiri sejak diundangkanya KUHAP memerlukan ilmu
bantu dalam penegakkanya. Seiring kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi
proses identifikasi semakin dikembangkan ke arah ilmiah, sehingga
menghasilkan ketepatan yang terdekat dengan kebenaran materiil. Namun
langkah ilmiah dimaksud bukan tanpa hambatan. Hingga saat ini kedudukan
visum et repertum sebagai produk hukum masih dipertentangkan kedudukan
yuridisnya dalam ketentuan alat bukti. Visum et repertum masih berada di tiga
persimpangan antara alat bukti surat, keterangan ahli atau justru masuk sebagai
bukti petunjuk. Ditinjau dari sumbernya, Visum Et Repertum merupakan jabaran
dari dokter selaku ahli yang menuangkan pemeriksaanya dalam bentuk tertulis.
Sedangkan dari format kebakuan tata tulis maupun sistematikanya, Visum Et
Repertum dapat pula digolongkan sebagai alat bukti surat. Adapun jika dilihat
saat dikemukakanya dalam persidangan, Visum Et Repertum justru berpotensi
menjembatani kesesuaian antar kesaksian atau keterangan terdakwa, sehingga
dapat ditempatkan sebagai bukti petunjuk.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
Dimensi yuridis dan teknis inilah yang masih menyisakan lubang dalam
pengaturan KUHP. Oleh sebab itu pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam
suatu proses peradilan pada hakekatnya adalah bertujuan untuk mencari
kebenaran materiil (materiile waarheid) terhadap perkara tersebut. Hal ini dapat
dilihat dari adanya berbagai usaha yang dilakukan oleh aparat penegak hukum
dalam memperoleh bukti-bukti yang dibutuhkan untuk mengungkap suatu
perkara baik pada tahap pemeriksaan pendahuluan seperti penyidikan dan
penuntutan maupun pada tahap persidangan perkara tersebut
Usaha-usaha yang dilakukan oleh para penegak hukum untuk mencari
kebenaran materiil suatu perkara pidana dimaksudkan untuk menghindari adanya
kekeliruan dalam penjatuhan pidana terhadap diri seseorang, hal ini sebagaimana
ditentukan dalam Undang-undang Nomor.14 Tahun 1970 tentang Ketentuan
Pokok Kekuasaan Kehakiman Pasal 6 ayat 2 dengan perubahan oleh UU No. 35
Th. 1999 yang menyatakan :
a dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah
Dengan adanya ketentuan perundang-undangan di atas, maka dalam proses
penyelesaian perkara pidana penegak hukum wajib mengusahakan pengumpulan
bukti maupun fakta mengenai perkara pidana yang ditangani dengan selengkap
mungkin. Adapun mengenai alat-alat bukti yang sah sebagaimana dimaksud di
atas dan yang telah ditentukan menurut ketentuan perundang-undangan adalah
sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor. 8 Tahun 1981 tentang Kitab
Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) pada Pasal 184 ayat (1) yang
menyebutkan mengenai alat bukti 1). Keterangan saksi, 2) Keterangan ahli,
3) Surat, 4). Petunjuk, 5). Keterangan terdakwa
.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
Dari kelima macam alat bukti tersebut yang perlu diterangkan adalah alat
bukti yang berupa keterangan ahli. Sebagaimana yang telah diterangkan maka
dalam ilmu kedokteran forensik dikenal bukti-bukti selain saksi hidup (saksi
mati) juga bukti-bukti fisik. Untuk mengetahui dan mempelajari hubungan antara
bukti fisik dengan suatu kasus tindak pidana, diperlukan ahli (pakar dalam bidang
tersebut). Untuk memeriksa, mengetahui, meneliti, menganalisa dan mempelajari
serta mengungkapkan harta benda/bukti fisik tersebut diperlukan ilmu
pengetahuan (kriminal) kehakiman atau ilmu kedokteran kehakiman (forencic
science). Yang dapat diperiksa dalam ilmu-ilmu pengetahuan tersebut atas benda
erdiri atas benda atau bagian atau luka
atau tubuh manusia yang hidup atau telah meninggal, senjata atau alat (benda)
untuk hidup atau telah meninggal, senjata atau alat untuk melakukan kejahatan,
jejak atau bekas-bekas si pelaku, benda-benda yang terbawa atau ditinggalkan
atau disimpan dialihkan, dipakai oleh si pelaku dan lain-lain.
Di dalam usaha memperoleh bukti-bukti yang diperlukan guna kepentingan
pemeriksaan suatu perkara pidana, seringkali para penegak hukum dihadapkan
pada suatu masalah atau hal-hal tertentu yang tidak dapat diselesaikan sendiri
dikarenakan masalah tersebut berada di luar kemampuan atau keahliannya. Dalam
hal demikian maka bantuan seorang ahli sangat penting diperlukan dalam rangka
mencari kebenaran materiil selengkap-lengkapnya bagi para penegak hukum
tersebut.
Mengenai perlunya bantuan seorang ahli dalam memberikan keterangan
yang terkait dengan kemampuan dan keahliannya untuk membantu pengungkapan
dan pemeriksaan suatu perkara pidana, A. Karim Nasution menyatakan :
jauh lebih luas daripada orang lain, namun pengetahuan dan pengalaman setiap
manusia tetap terbatas adanya. Maka oleh sebab itulah selalu ada kemungkinan
bahwa ada soal-soal yang tidak dapat dipahami secukupnya oleh seorang penyidik
dalam pemeriksaan pendahuluan, ataupun seorang hakim di muka persidangan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
sehingga ia perlu diberi pertolongan oleh orang-orang yang memiliki sesuatu
pengetahuan tertentu.
Agar tugas-tugas menurut hukum acara pidana dapat dilaksanakan dengan
sebaik-baiknya, maka oleh undang-undang diberi kemungkinan agar para
penyidik dan para hakim dalam keadaan yang khusus dapat memperoleh bantuan
dari orang-
Menurut ketentuan hukum acara pidana di Indonesia, mengenai
permintaan bantuan tenaga ahli diatur dan disebutkan di dalam KUHAP. Untuk
permintaan bantuan tenaga ahli pada tahap penyidikan disebutkan pada Pasal 120
ayat (1)
Sedangkan untuk permintaan bantuan keterangan ahli pada tahap pemeriksaan persidangan, disebutkan pada Pasal 180 ayat (1) yang menyatakan :
Mengenai keterangan ahli sebagaimana disebutkan dalam kedua Pasal
KUHAP diatas, diberikan pengertiannya pada Pasal 1 butir ke-28 KUHAP, yang
meny
yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat
terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan, sehingga diperlukan
untuk menjernihkan duduknya persoalan yang timbul di sidang pengadilan,
hakim ketua sidang dapat minta keterangan ahli dan dapat pula minta agar
Adapun contoh kasus pelaku
bom bunuh diri, yang melukai 15 orang jemaat gereja yang mengakibatkan
Korban luka, Pelaku bom bunuh diri yang tewas masih tergeletak di depan pintu
masuk gereja itu dengan usus terburai. Dia tergeletak begitu saja di pintu utama
gedung gereja dengan arah menghadap keluar. Hingga saat ini belum diketahui
identitas pelaku karena tanda pengenal yang berada di dompetnya masih
diamankan pihak kepolisian.
Mabes Polri akan mengungkapkan identitas pelaku bom bunuh diri di Gereja
Bethel Injil Sepenuh (GBIS) Kepunton Solo, Jawa Tengah, dalam jumpa pers di
Mabes Polri, Jakarta, Selasa (27/9) ini. Dalam jumpers nanti, Polri akan
mengklarifikasikan apakah pelaku merupakan salah satu Daftar Pencarian Orang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
(DPO) bom Cirebon, Hayat atau bukan. "Ya, hari ini pukul 10.30 WIB, akan
diadakan konferensi pers di Humas Mabes Polri," kata Kepala Divisi Humas
Polri, Irjen Anton Bachrul Alam, dalam pesan singkat kepada Republika,Selasa
(27/9).Pelaku melakukan bom bunuh diri di GBIS Kepunton Solo, Jateng, pada
Ahad (25/9) sekitar pukul 10.00 WIB. Pelaku langsung tewas di tempat dengan
perut terburai. Sedangkan, korban luka-luka sebanyak 27 orang. Wajah pelaku
bom bunuh diri Solo disebut-sebut memang mirip dengan Hayat. Dia adalah salah
satu dari lima DPO bom Cirebon. Maka itu, tim Polri mendatangkan isteri dan
anak Hayat ke RS Polri Kramat Jati, Jakarta Timur, untuk memastikan jenazah
pelaku tersebut. Itu termasuk menggunakan tes DNA dengan pembanding DNA
sang anak.
Dalam kasus ini bantuan seorang ahli yang diperlukan dalam suatu proses
pemeriksaan perkara pidana, baik pada tahap pemeriksaan pendahuluan dan pada
tahap pemeriksaan lanjutan di sidang pengadilan, mempunyai peran dalam
membantu aparat yang berwenang untuk membuat terang suatu perkara pidana,
mengumpulkan bukti-bukti yang memerlukan keahlian khusus, memberikan
petunjuk yang lebih kuat mengenai pelaku tindak pidana, serta pada akhirnya
dapat membantu hakim dalam menjatuhkan putusan dengan tepat terhadap
perkara yang diperiksanya.
Pada tahap pemeriksaan pendahuluan yang dilakukan proses penyidikan
atas suatu peristiwa yang diduga sebagai suatu tindak pidana, tahapan ini
mempunyai peran yang cukup penting bahkan menentukan untuk tahap
pemeriksaan selanjutnya dari keseluruhan proses peradilan pidana. Tindakan
penyidikan yang dilakukan oleh pihak Kepolisian atau pihak lain yang diberi
wewenang oleh undang-undang untuk melakukan tindakan penyidikan, bertujuan
untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti tersebut dapat
membuat terang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.
Berdasarkan hasil yang didapat dari tindakan penyidikan suatu kasus pidana, hal
ini selanjutnya akan diproses pada tahap penuntutan dan persidangan di
pengadilan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
Terkait dengan bantuan keterangan ahli yang diperlukan dalam proses
pemeriksaan suatu perkara pidana, maka bantuan ini pada tahap penyidikan juga
mempunyai peran yang cukup penting untuk membantu penyidik mencari dan
mengumpulkan bukti-bukti dalam usahanya menemukan kebenaran materiil suatu
perkara pidana. Dalam kasus-kasus tertentu, bahkan penyidik sangat bergantung
terhadap keterangan ahli untuk mengungkap lebih jauh suatu peristiwa pidana
yang sedang ditanganinya. Kasus-kasus tindak pidana seperti pembunuhan,
penganiayaan dan perkosaan merupakan contoh kasus dimana penyidik
membutuhkan bantuan tenaga ahli seperti dokter ahli forensik atau dokter ahli
lainnya, untuk memberikan keterangan medis tentang kondisi korban yang
selanjutnya cukup berpengaruh bagi tindakan penyidik dalam mengungkap lebih
lanjut kasus tersebut.
Suatu kasus yang dapat menunjukkan bahwa pihak Kepolisian selaku
aparat penyidik membutuhkan keterangan ahli dalam tindakan penyidikan yang
dilakukannya yaitu pada pengungkapan kasus perkosaan. Kasus kejahatan
kesusilaan yang menyerang kehormatan seseorang dimana dilakukan tindakan
seksual dalam bentuk persetubuhan dengan menggunakan ancaman kekerasan
atau kekerasan ini, membutuhkan bantuan keterangan ahli dalam penyidikannya.
Keterangan ahli yang dimaksud ini yaitu keterangan dari dokter yang dapat
membantu penyidik dalam memberikan bukti berupa keterangan medis yang sah
dan dapat dipertanggungjawabkan mengenai keadaan korban, terutama terkait
dengan pembuktian adanya tanda-tanda telah dilakukannya suatu persetubuhan
yang dilakukan dengan kekerasan atau ancaman kekerasan.
Adapun hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan
sebagaimana dikatakan bahwa salah satu alat bukti adalah keterangan terdakwa.
Penempatanya pada urutan terakhir disebabkan karena untuk menempatkan proses
pemeriksaan keterangan terdakwa dilakukan sesudah pemeriksaan saksi. Didalam
KUHAP sengaja dirumuskan keterangan terdakwa maksud dari hal tersebut
adalah sesuai dengan harkat dan martabatnya. Mengenai keterangan terdakwa
dapat diartikan terdakwa tidak harus selalu membenarkan mengenai kehendak
pihak penegak hukum setiap tingkat pemeriksaan perkara, sehingga ada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
kecenderungan upaya paksa dari penegak hukum agar terdakwa memberikan
pernyataan pengakuan bersalah. Meskipun KUHAP tidak merumuskan pengakuan
terdakwa sebagai alat bukti akan tetapi dalam praktek hukum, khususnya hukum
acara pidana saat ini sebagai suatu keterangan yang tidak bisa dihindari oleh
penegak hukum dengan menemui adanya pernyataan bersalah dari terdakwa. Hal
ini tampak berarti sekali pada tindak pidana. Berdasarkan uraian diatas penulis
tertarik untuk meneliti mengenai kajian ilmiah tentang pemanfaatan identifikasi
yang dituangkan dalam visum et repertum.
B. Perumusan Masalah
Adapun pokok permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan ini,
adalah sebagai berikut:
1. Apakah aspek hukum yang melingkupi pemanfaatan identifikasi tindak
kejahatan berbasis ilmiah?
2. Bagaimana pemanfaatan identifikasi tindak kejahatan berbasis ilmiah
memberikan otentifikasi terhadap pengangkatan sidik jari yang dituangkan
dalam visum et repertum?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dilaksanakannya penelitian dan penulisan skripsi ini adalah sebagai
berikut :
1. Untuk mengetahui aspek hukum apa saja yang melengkapi pemanfaatan
identifikasi tindak kejahatan berbasis ilmiah.
2. Untuk mengetahui hal-hal yang menjadi pemanfaatan identifikasi tindak
kejahatan berbasis ilmiah memberikan identifikasi terhadap pengangkatan
sidik jari yang dituangkan dalam visum et repertum.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian yang dilakukan untuk menghasilkan informasi rinci akurat
dan aktual yang akan memberikan jawaban permasalahan baik secara teoritis
maupun praktis. Secara teoritis untuk langkah pengembangan lebih lanjut dan
secara praktis berwujud aktual maka diperoleh manfaat penelitian ini sebagai
berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
Manfaat Praktis
a. Secara praktis, penelitian ini diharapkan berguna dan bermanfaat bagi
penegak hukum dalam rangka penerapan hukum, dalam pemanfaatan
pendekatan identifikasi tindak kejahatan dalam implementasi sidik jari
sidik DNA yang dituangkan dalam visum et repertum, serta penegakan
hukum dalam dunia.
b. Memberikan jawaban terhadap permasalahan yang diteliti sesuai dengan
undang-undang yang berlaku dan telah ditetapkan.
c. Sebagai bahan untuk menambah khasanah pustaka dan sebagai salah satu
sumber bagi peneliti selanjutnya.
E. Metode Penelitian
Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah sebagai berikut:
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis
penelitian hukum doktrinal atau normatif. Penelitian hukum doktrinal atau
normatif adalah penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka
atau data sekunder belaka, buku-buku, literatur dan penelitian terdahulu,serta
sumber lainya
2. Sifat Penelitian
Sifat penelitian hukum ini tentunya sejalan dengan sifat ilmu hukum
itu sendiri. Ilmu hukum mempunyai sifat sebagai ilmu yang preskriptif, ilmu
hukum mempelajari tujuan hukum, konsep-konsep hukum, dan norma-norma
hukum (Peter Mahmud Marzuki, 2005:22).
3. Jenis Bahan Hukum
Penelitian ini menggunakan jenis bahan hukum sekunder, yaitu
sejumlah bahan hukum dan keterangan atau fakta-fakta yang diperoleh secara
tidak langsung melalui dokumen-dokumen resmi, peraturan perundang-
undangan, buku-buku kepustakaan, hasil-hasil penelitian yang berwujud
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
laporan dan bahan tertulis lainnya yang dapat membantu untuk menjawab
rumusan masalah yang diteliti.
4. Sumber Bahan Hukum
Sumber bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah
sumber bahan hukum sekunder.Sumber bahan hukum sekunder adalah sumber
bahan hukum yang diperoleh dari bahan-bahan dokumen resmi, peraturan
perundang-undangan, laporan, buku-buku kepustakaan, dan lain-lain yang ada
hubungannya dengan masalah yang diteliti. Sumber-sumber bahan hukum
penelitian ini terdiri dari :
a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat. Yang
digunakan dalam penelitian ini adalah Kitab Undang-undang Hukum
Pidana (KUHP), dan Kitab Undang-undang Nomor 8 tahun 1981 Tentang
Hukum Acara Pidana dan Pasal 184 ayat (1) tentang Alat bukti dan
keterangan ahli.
b. Bahan hukum sekunder, yang memberikan penjelasan mengenai bahan
hukum primer. Bahan hukum sekunder dalam penelitian ini yaitu buku-
buku atau literatur lainnya yang berkaitan dengan pembuktian, dan alat
bukti berupa visum Et Repertum yang dituangkan dalam sidik jari
5. Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang digunakan pada penelitian ini adalah pendekatan
konseptual. Pendekatan kasus dilakukan dengan cara melakukan telaah
terhadap kasus yang berkaitan dengan isu yang dihadapi yang telah menjadi
putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap
6. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum
Teknik pengumpulan bahan hukum dilakukan guna memperoleh data
yang akurat dengan permasalahan yang diteliti. Teknik pengumpulan bahan
hukum yang digunakan adalah studi kepustakaan, yaitu teknik pengumpulan
bahan hukum dengan cara mengkaji dan mempelajari bahan-bahan tertulis
yang berupa bahan-bahan dokumen resmi, peraturan perundang-undangan,
laporan, buku-buku kepustakaan, dan lain-lain yang ada hubungannya dengan
masalah yang diteliti.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
7. Teknik Analisis Bahan Hukum
Penelitian ini mengunakan teknis dengan metode analisis kualitatif,
maka instrumen penelitianya adalah sipeneliti sendiri, sejajuh mana ia dapat
memahami gejala yang ditelitinya tidak ditentukan oleh daftar pertanyaan atau
kuisioner yang telah dirancangnya, tetapi ditentukan oleh kemampuanya
memahami gejala yang diamatinya. Oleh karena itu di dalam penelitian
kualitatif apa biasanya disebut dengan istilah atau alat intrumen penelitian.
Sebenarnya lebih merupakan pedoman dan teknik dan teknik mengumpulkan
data. Alatnya adalah sipeneliti itu sendiri. Pedoman -pedoman tersebut tidak
dapat disebut intrumen yang sama akan menghasilkan output penelitian yang
berbeda bila digunakan oleh orang yang berbeda kemampuanya untuk
memahami gejala yang diteliti.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
F. SISTEMATIKA PENULISAN HUKUM
Untuk memberi gambaran secara menyeluruh mengenai sistematika
penulisan Hukum yang sesuai dengan aturan baru dalam penulisan hukum maka
penulis menggunakan sistematika penulisan Hukum. Adapun sistematika
Penulisan Hukum ini Terdiri dari empat bab terbagi dalam sub-sub bagian yang
dimaksudkan untuk memudahkan pemahaman terhadap keseluruhan hasil
penelitian ini. Sistematika penulisan Hukum tersebut adalah sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Dalam bab ini diuraikan mengenai latar belakang masalah,
perumusan masalah, tujuan penelitian, maanfaat penelitian,
metodologi penelitian dan sistematika penulisan Hukum.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Dalam bab ini berisi tentang pengertian Identifikasi, Sidik
jari, Visum Et Repertum . Pengertian pembuktian, prinsip
pembuktian, serta Sistem pembuktian.
BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Dalam bab ini penulis akan membahas dan menjawab
permasalahan yang telah ditentukan sebelumnya yaitu
bagaimana Untuk mengkaji hal-hal yang menjadi kajian
ilmiah dalam pemanfaatan identifikasi tindak kejahatan
berbasis ilmiah memberikan identifikasi terhadap
pengangkatan sidik jari yang dituangkan dalam visum Et
Repertum.
BAB IV : PENUTUP
Dalam bab ini berisi kesimpulan dari jawaban
permasalahan yang menjadi obyek penelitian dan saran-
saran.
DAFTAR PUSTAKA
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
BAB 11
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori
1. Kajian Tentang Pemanfaatan Identifikasi Tindak Kejahatan Berbasis Ilmiah.
a. Identifikasi
Identifikasi adalah pemberian tanda-tanda pada golongan barang-barang
atau sesuatu. Hal ini perlu, oleh karena tugas identifikasi ialah membedakan
komponen-komponen yang satu dengan yang lainnya, sehingga tidak
menimbulkan kebingungan. Dengan identifikasi dapatlah suatu komponen itu
dikenal dan diketahui masuk dalam golongan mana.
Cara pemberian tanda pengenal pada komponen, barang atau bahan
bermacam-macam antara lain dengan menggantungkan kartu pengenal, seperti
halnya orang yang akan naik kapal terbang, tasnya akan diberi tanpa pengenal
pemilik agar supaya nanti mengenalinya mudah atau bahan itu ditempel tanda
pengenal, misalnya panic ukuran Panjang 24 x Lebar 22 x Tinggi 20 cm dan lain-
lain.
b. Tindak Kejahatan
Pengertian tindak kejahatan adalah pidana atau tindak kriminal segala
sesuatu yang melanggar hukum atau sebuah tindak kejahatan. Pelaku kriminalitas
disebut seorang kriminal. Biasanya yang dianggap kriminal adalah seorang
pencuri, pembunuh, perampok, atau teroris. Walaupun begitu kategori terakhir,
teroris, agak berbeda dari kriminal karena melakukan tindak kejahatannya
berdasarkan motif politik atau paham. Selama kesalahan seorang kriminal belum
ditetapkan oleh seorang hakim, maka orang ini disebut seorang terdakwa. Sebab
ini merupakan asas dasar sebuah negara hukum: seseorang tetap tidak bersalah
sebelum kesalahannya terbukti. Pelaku tindak kriminal yang dinyatakan bersalah
oleh pengadilan dan harus menjalani hukuman disebut
sebagai terpidana atau narapidana.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
Dalam mendefinisikan kejahatan, ada beberapa pandangan mengenai
perbuatan apakah yang dapat dikatakan sebagai kejahatan. Definisi kejahatan
dalam pengertian yuridis tidak sama dengan pengertian kejahatan
dalam kriminologi yang dipandang secara sosiologis. Secara yuridis, kejahatan
dapat didefinisikan sebagai suatu tindakan yang melanggar undang-undang atau
ketentuan yang berlaku dan diakui secara legal. Secara kriminologi yang berbasis
sosiologis kejahatan merupakan suatu pola tingkah laku yang merugikan
masyarakat (dengan kata lain terdapat korban) dan suatu pola tingkah laku yang
mendapatkan reaksi sosial dari masyarakat Reaksi sosial tersebut dapat berupa
reaksi formal, reaksi informal, dan reaksi non-formal.
c. Sidik Jari
Sidik jari merupakan identitas pribadi yang tak mungkin ada yang
menyamainya. Jika di dunia ini hidup 6 miliar orang, maka ada 6 miliar pola sidik
jari yang ada dan belum ditemukan seseorang yang memiliki sidik jari yang sama
dengan lainnya. Karena keunikannya tersebut, sidik jari dipakai oleh kepolisian
dalam penyidikan sebuah kasus kejahatan (forensic).
Oleh karena itu pada saat terjadi sebuah kejahatan, TKP akan di clear up
dan dilarang bagi siapa saja untuk masuk karena dikhawatirkan akan merusak
sidik jari penjahat yang mungkin tertinggal di barang bukti yang ada di TKP.
Ada tiga jenis sidik jari yaitu Whorl (lingkaran), Loop (sangkutan) dan
Arch (busur). Sifat-sifat atau karakteristik yang dimiliki oleh sidik jari adalah
parennial nature yaitu guratan-guratan pada sidik jari yang melekat pada manusia
seumur hidup. Immutability yang berarti bahwa sidik jari seseorang tak akan
pernah berubah kecuali sebuah kondisi yaitu terjadi kecelakaan yang serius
sehingga mengubah pola sidik jari yang ada. Dan individuality yang berarti
keunikan sidik jari merupakan originalitas pemiliknya yang tak mungkin sama
dengan siapapun di muka bumi ini sekali pun pada seorang yang kembar identik.
Ilmu yang mempelajari sidik jari adalah Daktiloskopi yang berasal dari bahasa
Yunani yaitu dactylos yang artinya jari jemari atau garis jemari dan scopein yang
artinya mengamati. Uniknya lagi, sidik jari dapat pula dijadikan panduan
mengidentifikasi bagaimana potensi seseorang, jadi sebenarnya kita bisa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
mengetahui bakat atau potensi kita sehingga kita bisa mengakomodasikan potensi
kita untuk jenis pekerjaan apa yang paling cocok dengan bakat kita tersebut.
d. Visum et repertum
Visum et repertum adalah keterangan tertulis yang dibuat oleh dokter dalam
ilmu kedokteran forensik (Patologi forensik) atas permintaan penyidik yang
berwenang mengenai hasil pemeriksaan medik terhadap manusia,
baik hidup atau mati ataupun bagian atau diduga bagian tubuh manusia,
berdasarkan keilmuannya dan di bawah sumpah, untuk kepentingan pro yustisia.
Visum et repertum kemudian digunakan bukti yang sah secara hukum
mengenai keadaan terakhir korban penganiayaan, pemerkosaan, maupun korban
yang berakibat kematian dan dinyatakan oleh dokter setelah memeriksa (korban).
Khusus untuk perempuan visum et repertum termasuk juga pernyataan oleh dokter
apakah seseorang masih perawan atau tidak.
2. Tinjauan Tentang Pembuktian dan Alat Bukti yang Sah Menurut KUHAP.
a. Pengertian Pembuktian
Pembuktian adalah keentuan-ketentuan yang berisi penggarisan
dan pedoman tentangcara-cara yang dibenarkan undang-undang
membuktikan kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa. Pembuktian
juga merupakan ketentuan yang mengatur alat-alat bukti yang dibenarkan
undang-undang yang boleh dipergunakan hakim membuktikan kesalahan
yang didakwakan. Persidangan Pengadilan tidak boleh sesuka hati dan
semena-mena membuktikan kesalahan terdakwa (M. Yahya Harahap,
2006:273). Berdasarkan uraian diatas arti pembuktian ditinjau dari segi
hukum acara pidana, antara lain :
(1) Ketentuan yang membatasi sidang pengadilan dalam usaha mencari
dan mempertahankan kebenaran. Baik hakim, penuntut umum,
terdakwa, atau penasihat hukum, semua terikat pada ketentuan tata
cara dan penilaian alat bukti yang ditentukan oleh undang-undang.
Terdakwa bisa leluasa mempertahankan sesuatu yang dianggapnya
benar diluar ketentuan yang telah diatur oleh Undang-undang.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
Majelis hakim juga harus benar-benar cermat menilai dan
mempertimbangkan kekuatan pembuktian yang ditemukan selama
pemeriksaan persidangan. Jika majelis hakim hendak memutuskan
kebenaran dalam keputusan yang akan dijatuhkan, kebenaran itu
harus diuji dengan alat bukti, dengan cara dan kekuatan
pembuktian yang melekat pada setiap alat bukti yang ditemukan.
(2) Majelis hakim dalam mencari dan memutuskan kebenaran yang
akan dijatuhkan dalam putusan, harus berdasarkan alat-alat bukti
yang telah ditentukan undang-undang sebagaimana yang disebut
dalam Pasal 184 KUHAP.
b. Prinsip Pembuktian
Prinsip-prinsip pembuktian antara lain :
1) Hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan.
Diatur dalam Pasal 184 ayat (2) KUHAP ,atau lebih dikenal
dengan istilah notoire feiten notorious(generally known).
2) Satu saksi bukan saksi. Diatur dalam Pasal 185 ayat (2) KUHAP,
atau disebut dengan istilah unus testis nullus testis.
3) Pengakuan terdakwa tidak menghapuskan kewajiban penuntut
umum membuktikan kesalahan terdakwa. Pasal 189 ayat (4)
membuktikan bahwa ia bersalah melakukan perbuatan yang
didakwakan kepadanya melainkan harus disertai dengan alat bukti
yang lain .
4) Keterangan terdakwa hanya mengikat pada dirinya sendiri.
Disebutkan pada Pasal 189 ayat (3) KUHAP.
c. Sistem Pembuktian
Sistem pembuktian bertujuan untuk mengetahui bagaimana cara
meletakkan hasil pembuktian terhadap perkara yang sedang diperiksa.
Untuk membuktikan kesalahan terdakwa di muka persidangan, maka
harus dilakukan dengan cara atau ketentuan pembuktian yang diatur
dalam undang-undang. Suatu pembuktian menurut hukum pada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
dasarnya untuk menentukan substansi atau hakekat adanya fakta-fakta
yang jelas dalam hubungannya dengan perkara pidana dalam sistem
pembuktian. Menurut Andi Hamzah, ada empat (4) macam sistem atau
teori pembuktian, yaitu :
(1) Sistem atau teori pembuktian berdasarkan undang-undang secara
positif (positief wettelijk bewijstheorie)
Dikatakan secara positif, karena hanya didasarkan kepada
undang-undang saja.Artinya jika telah terbukti suatu perbuatan
sesuai dengan alat-alat bukti yang disebut oleh undang-undang,
maka keyakinan hakim tidak diperlukan.Sistem ini disebut juga
teori pembuktian formal (formele bewijstheorie) (Andi Hamzah,
2004:247).
Keyakinan hakim dalam sistem ini, tidak ikut menentukan
salah atau tidaknya terdakwa. Sistem ini berpedoman pada prinsip
pembuktian dengan alat-alat bukti yang ditentukan undang-
undang.Dengan kata lain bahwa tanpa alat bukti yang sah berdasar
undang-undang hakim tidak dapat menjatuhkan pidana terhadap
kesalahan terdakwa. Sebaliknya jika bukti-bukti yang sah berdasar
undang-undang telah dipenuhi maka hakim dapat menentukan
kesalahan terdakwa.
(2) Sistem atau teori pembuktian berdasarkan keyakinan hakim
(Conviction Intime)
Sistem pembuktian ini menentukan salah tidaknya seorang
terdakwa, semata-mata ditentukan oleh penilaian keyakinan hakim.
Keyakinan hakim yang menentukan keterbuktian kesalahan
terdakwa. Keyakinan boleh diambil dan disimpulkan hakim dari
alat-alat bukti yang diperiksanya dalam sidang pengadilan.Teori ini
sangat sederhana. Karena hakim tidak terikat atas alat-alat bukti
apapun. Putusan diserahkan kepada kebijaksanaan hakim,
penilaian berdasarkan system atau teori ini, tergantung pada
penilaian subyektif dari hakim tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
(3) Sistem atau teori pembuktian berdasar keyakinan hakim atas alasan
yang logis (Laviction Raisonne)
Menurut teori ini, hakim dapat memutuskan seseorang
bersalah berdasarkan keyakinannya berdasarkan kepada dasar-
dasar pembuktian yang disertai suatu kesimpulan (conclusive) yang
berlandaskan pada peraturan-peraturan pembuktian tertentu.Sistem
atau teori ini disebut juga pembuktian bebas karena hakim bebas
untuk menyebutkan alasan-alasan keyakinannya (vjije bewijs
theorie)
(4) Sistem atau teori pembuktian berdasarkan Undang-undang secara
negatif (Negatief Wettelijk)
Sistem pembuktian menurut undang-undang secara negatif
merupakan teori antara system menurut undang-undang secara
positif dengan pembuktian menurut keyakinan. HIR maupun
KUHAP keduanya menganut sistem atau teori pembuktian
berdasarkan Undang-undang negatif (Negatief Wettelijk). Hal
tersebut dapat disimpulkan dari Pasal 183 KUHAP yang berbunyi :
apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah. Ia
memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar
terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya .
Dari kalimat tersebut jelaslah bahwa pembuktian harus
didasarkan kepada Undang-undang (KUHAP) yaitu alat bukti yang
sah tersebut dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP disertai dengan
keyakinan hakim yang diperoleh dari alat-alat bukti tersebut. Maka
dapat disimpulkan bahwa sistem pembuktian yang dianut oleh
KUHAP adalah sistem pembuktian negatif. Dan tanpa adanya
keyakinan terhadap alat bukti yang diajukan dalam persidangan
maka terdakwa dapat di putus bebas.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
d. Sistem Pembuktian yang Dianut dalam KUHAP
Penjelasan dalam Pasal 183 KUHAP dan Pasal 24 HIR
mengadung arti yang hampir sama, yaitu sama-sama menganut sistem
pembuktian menurut undang-undang secara negatif. Perbedaan antara
keduanya adalah, hanya penekanan saja. Pada Pasal 183 KUHAP,
syarat pembuktian menurut cara dan alat bukti yang sah lebih
ditekankan perumusannya. Dengan demikian pada Pasal 183 KUHAP
mengatur untuk menentukan salah atau tidaknya seorang terdakwa dan
utuk menjatuhkan pidana kepada terdakwa haruslah :
(1) Kesalahannya terbukti dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti
yang sah.
(2) Atas keterbuktian dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang
sah, hakim memperoleh keyakinan bahwa tindak pidana benar-
benar terjadi dan bahwa terdakwa benar yang bersalah
melakukannya.
Sehubungan dengan pembatasan sistem pembuktian, ada lagi
prinsip yang perlu dibicarakan yaitu masalah batas minimum
pembuktian. Asas minimum pembuktian ialah suatu prinsip yang
harus di jadikan pedoman dalam menilai cukup atau tidaknya alat
bukti membuktikan salah atau tidaknya terdakwa (M. Yahya
Harahap, 2006:283).
Untuk lebih jelasnya mengenai batas minimum pembuktian
dapat dilihat pada Pasal 183 KUHAP
boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali dengan
sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah, ia memperoleh
keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan
bahwa terdakwalah yang melakukannya . Jadi minimum
pembuktian yang dianggap cukup membuktikan kesalahan
terdakwa agar kepadanya dapat dijatuhkan pidana, harus dengan
sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah. Menurut undang-
undang satu alat bukti saja dianggap tidak atau belum cukup untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
membuktikan kesalahan terdakwa. Batas minimum yang dianggap
cukup oleh Undang-undang paling sedikit dua alat bukti yang sah.
e. Alat Bukti yang Sah dalam KUHAP
Dalam KUHAP telah diatur mengenai alat bukti yang sah
dalam pemeriksaan pembuktian dalam persidangan perkara pidana.
Menurut Pasal 184 ayat (1) KUHAP, alat-alat bukti yang sah ialah :
a) Keterangan saksi, b) Keterangan ahli, c) Surat, d) Petunjuk, e)
Keterangan terdakwa
Selanjutnya akan diuraikan mengenenai alat-alat bukti tersebut
dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP.
1) Keterangan Saksi
Pengertian keterangan saksi terdapat pada Pasal 1 angka 27
KUHAP, disebutkan bahwa keterangan saksi adalah salah satu alat
bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan dari saksi
mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat
sendiri dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan dari
pengetahuannya itu. Sedangkan pengertian dari saksi seperti yang
telah disebutkan dalam Pasal 1 angka 26 KUHAP adalah orang
yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidik
penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia
dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri.
Pada umumnya, alat bukti keterangan saksi merupakan alat
bukti yang paling utama dalam perkara pidana. Hampir semua
pembuktian perkara pidana, selalu bersandar pada pemeriksaan
keterangan saksi. Sekurang-kurangnya disamping pembuktian
dengan alat bukti yang lain, masih selalu diperlukan pembuktian
dengan alat bukti keterangan saksi (M. Yahya Harahap, 2006:286).
Nilai kekuatan pembuktian keterangan saksi tidak hanya dilihat
dari unsur pengucapan janji atau sumpah saja. Ada beberapa syarat
yang harus terdapat pada keterangan itu agar dapat mempunyai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
nilai sebagai alat bukti yang sah. Mengenai sampai sejauh mana
kekuatan pembuktian keterangan saksi sebagai alat bukti yang sah,
maupun nilai kekuatan pembuktian keterangan saksi dapat dilihat
penjelasannya sebagai berikut (M. Yahya Harahap, 2006:294-295):
(a) Mempunyai kekuatan pembuktian bebas
pada alat bukti kesaksian tidak melekat sifat pembuktian yang
sempurna (volleding bewijskracth), dan juga tidak melekat di
dalamnya sifat kekuatan pembuktian yang mengikat dan
menentukan (beslissende bewijskarcht).
(b) Nilai kekuatan pembuktiannya tergantung pada penilaian hakim
alat bukti keterangan saksi sebagai alat bukti yang bebas dan
tidak mempunyai nilai kekuatan pembuktian yang sempurna
dan tidak menentukan,sama sekali tidak mengikat hakim.
Hakim bebas menilai kekuatan atau kebenaran yang melekat
pada keterangan itu, dan dapat menerima atau
menyingkirkannya.
2) Keterangan ahli
Dalam Pasal 1 angka 28 KUHAP telah disebutkan bahwa
keterangan ahli adalah keterangan ahli adalah keterangan yang
diberikan oleh seseorang yang memiliki keahlian khusus tentang
hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana
guna kepentingan pemeriksaan. KUHAP membedakan keterangan
seorang seorang ahli di persidangan sebagai alat bukti keterangan
ahli dan keterangan seorang ahli secara tertulis di luar sidang
pengadilan sebagai alat bukti surat.
3) Surat
Alat bukti surat diatur dalam Pasal 187 KUHAP, menurut
ketentuan itu surat yang dapat dinilai sebagai alat bukti yang sah
menurut undang-undang ialah (M. Yahya Harahap, 2006:306) :
a) Surat yang dibuat atas sumpah jabatan.
b) Surat yang dikaitkan dengan sumpah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
Dalam pasal tersebut disebutkan juga mengenai bentuk-
bentuk alat bukti surat yang terdiri atas empat (4) ayat (Andi
Hamzah, 2004:270) :
a) Berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh
pejabat umum yang berwenang atau yang dibuat di
hadapannya, yang memuat keterangan tentang kejadian atau
keadaan yang didengar, dilihat, atau dialaminya sendiri, disertai
dengan alas an yang jelas dan tegas tentang keterangan itu;
b) Surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-
undangan atau surat yang dibuat oleh pejabat mengenai hal
yang termasuk dalam tata laksana yang menjadi tanggung
jawabnya dan yang diperuntukkan bagi pembuktian sesuatu hal
atau sesuatu keadaan;
c) Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat
berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau keadaan
yang diminta secara resmi daripadanya;
d) Surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya
dengan isi dari alat pembuktian yang lain.
4) Petunjuk
Alat bukti petunjuk diatur dalam Pasal 188 ayat (1) yang
petunjuk adalah perbuatan, kejadian atau keadaan, yang
karena persesuaiannya, baik antara yang satu dengan yang lain,
maupun dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah
Pasal 188 ayat (2) KUHAP menjelaskan bahwa petunjuk hanya
dapat diperoleh dari : a) Keterangan Saksi, b) Surat, c) Keterangan
Terdakwa.
Dalam P
penilaian atas kekuatan pembuktian dari suatu petunjuk dalam
setiap keadaan tertentu dilakukan oleh hakim dengan arif lagi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
bijaksana, setelah ia mengadakan pemeriksaan dengan penuh
5). Keterangan Terdakwa
Pengertian keterangan terdakwa tercantum dalam Pasal
ialah apa yang terdakwa nyatakan disidang tentang perbuatan
yang ia lakukan atau yang ia ketahui sendiri atau alami
urutan terakhir dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP, merupakan
salah satu alasan yang dipergunakan untuk menempatkan
proses pemeriksaan keterangan terdakwa dilakukan belakangan
sesudah pemeriksaan keterangan saksi. Berdasarkan pada
ketentuan dalam Pasal 189 ayat (4) KUHAP yang menyatakan
keterangan terdakwa saja tidak cukup untuk
membuktikan bahwa ia bersalah melakukan perbuatan yang
didakwakan kepadanya, melainkan harus disertai dengan alat
bukti yang lain .
Keterangan terdakwa hanya dapat digunakan terhadap
dirinya sendiri. Keterangan terdakwa saja seperti yang disebut
diatas, tidak cukup untuk membuktikan bahwa ia bersalah
melakukan perbuatan yang didakwakan kepadanya, melainkan
harus disertai dengan alat bukti yang lain (C.S.T. Kansil, 1993:
237).
Jadi menurut ketentuan pada Pasal 189 ayat (4)
KUHAP tersebut, bahwa keterangan seluruhnya dari terdakwa
di muka hakim, untuk menjadi bukti yang sempurna, harus
disertai keterangan yang jelas tentang keadaan- keadaan dalam
mana peristiwa pidana diperbuat, keterangan mana akan semua
atau sebagian harus cocok dengan lain- lain bukti. Meskipun
tidak disebutkan dalam undang-undang, bahwa suatu
keterangan terdakwa hanya berharga, apabila pengakuan itu,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
mengenai hal- hal yang terdakwa mengalami sendiri, seperti
halnya dengan kesaksian .
f. Asas-Asas dalam Pembuktian
Dalam pembuktian dikenal adanya asas-asas yang harus
dipatuhi , antara lain :
1) Menjadi saksi adalah kewajiban (Pasal 159 ayat (2) KUHAP).
2) Satu saksi bukan saksi (unus testis nullus testis) (Pasal 185 ayat (2)
KUHAP).
3) Hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan
(notoire feiten) (Pasal 184 ayat (2) KUHAP).
4) Keterangan terdakwa hanya dapat digunakan terhadap dirinya
sendiri, sehingga hanya mengikat dirinya sendiri (Pasal 189 ayat
(3) KUHAP).
5) Pengakuan tidak melenyapkan kewajiban pembuktian, karena
pengakuan terdakwa tidak menghilangkan syarat minimum
pembuktian, jadi, meskipun terdakwa mengaku, penuntut umum
dan persidangan tetap wajib membuktikan kesalahan terdakwa
dengan alat bukti yang lain, karena yang dikejar adalah kebenaran
materiil (Pasal 189 ayat (4) KUHAP)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
B. Kerangka Pemikiran
Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran.
Undang-Undang nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana
Visum Et Repertum
Alat bukti
pasal 184 ayat (1)
KUHAP
Keterangan saksi
Keterangan ahli
Surat
Petunjuk
Keterangan terdakwa
Sidik Jari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
Keterangan :
Berdasar pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum
Acara Pidana, dalam proses pemeriksaan disidang pengadilan perkara pidana
terdapat beberapa proses alur persidangan. Salah satunya adalah pembuktian.
Pembuktian memegang peranan penting dalam proses pemeriksaan pada sidang
pengadilan, karena dengan adanya pembuktian tersebut akan diketahui terbukti
tidak kesalahan yang dituduhkan kepada terdakwa. Selain itu juga menentukan
nasib terdakwa apabila benar terbukti bersalah.
Proses pembuktian perkara pidana menggunakan beberapa jenis alat bukti
yang sah yakni sesuai dengan Pasal 184 ayat (1) KUHAP, Adapun jenisnya
adalah sebagai berikuti :Keterangan Saksi, Keterangan Ahli, Surat, Petunjuk,
Keterangan Terdakwa.
Meskipun keterangan terdakwa menempati urutan terakhir dalam
pembuktian serta memiliki penilaian pembuktian yang bebas sama seperti alat
bukti yang lainnya. Namun, tetap digunakan dalam proses persidangan perkara
pidana. Keterangan terdakwa digunakan hakim untuk menilai dan membuktikan
suatu perkara pidana serta digunakan sebagai pertimbangan hakim dalam
menjatuhkan sanksi pidana kepada terdakwa yang memang benar terbukti
bersalah. Seiring kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi proses identifikasi
semakin dikembangkan ke arah ilmiah, sehingga menghasilkan ketepatan yang
terdekat dengan kebenaran materiil. Namun langkah ilmiah dimaksud bukan tanpa
hambatan. Hingga saat ini kedudukan visum et repertum sebagai produk hukum
masih dipertentangkan kedudukan yuridisnya dalam ketentuan alat bukti. Visum et
repertum masih berada di tiga persimpangan antara alat bukti surat, keterangan
ahli atau justru masuk sebagai bukti petunjuk. Ditinjau dari sumbernya, Visum Et
Repertum merupakan jabaran dari dokter selaku ahli yang menuangkan
pemeriksaanya dalam bentuk tertulis. Sedangkan dari format kebakuan tata tulis
maupun sistematikanya, Visum Et Repertum dapat pula digolongkan sebagai alat
bukti surat. Adapun jika dilihat saat dikemukakanya dalam persidangan, Visum Et
Repertum justru berpotensi menjembatani kesesuaian antar kesaksian atau
keterangan terdakwa, sehingga dapat ditempatkan sebagai bukti petunjuk.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
BAB III
HASIL PENELITAN DAN PEMBAHASAN
A. Analisis Lingkup Aspek Hukum Pemanfaatan Identifikasi Tindak Kejahatan
Berbasis Ilmiah.
Berdasarkan perkembangan kemajuan dalam bidang Hukum Acara Pidana
pada dewasa ini dan demikian pula perkembangan dari kemajuan di bidang ilmu
kedokteran kehakiman akan nampak adanya keserasian pelaksanaan dalam
praktek nantinya, apabila antara keduanya terjalin hubungan pendekatan praktis
dan hubungan pelaksanaan yang saling mengisi. Pengertian atau rumusan sebagai
dasar hukum seperti yang disebutkan di dalam KUHAP dapat dipakai sebagai
pegangan untuk menafsirkan istilah-istilah yang terdapat dalam pasal-pasalnya.
Istilah-istilah hukum yang berhubungan dengan peranan ahli dan identifikasi
didalam KUHAP secara umum serta berkaitan dengan tugas dan wewenangnya,
akan tetapi bukan mustahil pula apabila dalam praktek nanti akan terdapat
benturan antara keduanya.
Bilamana mengingat praktek-praktek di lapangan masing-masing ilmu itu
terbentur kepada sifat legalitas formal dari rumusan undang-undang. Juga
hambatan itu dapat terjadi berhubung adanya perkembangan ilmu dan teknologi
kedokteran yang bekerja karena dibutuhkan bagi kepentingan Hukum Acara
Pidana yang normatif dan karena sifatnya sebagai hukum publik mengharuskan
aturan-aturanya yang bersifat imperatife. Dalam mencermati aspek-aspek hukum
yang berkaitan dengan pemanfaatan identifikasi berbasis ilmiah seperti contoh
kasus bom Kepunton di Solo pada prinsipya dapat digambarkan dua aspek hukum.
Aspek hukum tersebut teridentifikasi dari proses pengungkapan tindak kejahatan
tersebut dan nilai pengungkapan tersebut atau dengan kata lain aspek yang
pertama berkaitan dengan proses penyidikan yang dilakukan oleh penyidik dan
yang kedua dengan proses pembuktian yang di lakukan oleh penuntut umum.
Guna memudahkan pengertian jabaran diatas dapat digambarkan sebagai berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
P
PASAL 1 ANGKA 2 KUHAP
Penyidikan menurut Pasal 1 angka 2 KUHAP adalah serangkain tidakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang untuk :
a. Mencari serta mengumpulkan bukti b. Dengan bukti-bukti tersebut membuat
terang tindak pidana yang terjadi c. Guna menemukan tersangkanya,
pasal 7 dalam hal-hal pokok diantaranya adalah :
1.Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana.
2.Melakukan tindakan pertama pada saat ditempat kejidian
3.Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memriksa tanda pengenal dari tersangka.
4.Melakukan penangkapan, penahanan, penggledahan dan penyitaan.
5. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat. 6. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang. 7.Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa
sebagai tersangka atau saksi. 8.Mendatangkan orang ahli yang diperlukan
dalam hubuganya dengan pemeriksaan perkara.
9. Mengadakan penghentian penyidikan. 10.Mengadakan tindakan lain menurut hukum
yang bertanggung jawab
Pasal 184 KUHAP (1) Alat bukti yang sah ialah :
a. Keterangan saksi b. Keterangan ahli c. Surat d. Petunjuk e. Keterangan terdakwa.
PASAL 14 KUHAP Penuntut umum mempunyai wewenang :
a. Menerima dan memeriksa berkas perkara penyidikan dari penyidik atau penyidik pembantu ;
b. Mengadakan pra penuntutan apabila ada kekurangan pada penyidikan dengan memperhatikan ketentuan Pasal 110 ayat (3) dan ayat (4), dengan memberi petunjuk dalam rangka penyempurnaan penyidikan dari penyidik ;
c. Memberikan perpanjangan penahanan, melakukan penahanan atau penahanan lanjutan dan atau mengubah status tahanan setelah perkaranya dilimpahkan oleh penyidik ;
d. Membuat surat dakwaan ; e. Melimpahkan perkara ke pengadilan ; f. Menyampaikan pemberitahuan kepada
terdakwa tentang hari dan waktu perkara disidangkan yang di sertai suratpanggilan, baik kepada terdakwa maupun kepada saksi untuk datang pada sidang yang ditentukan ;
g. Melakukan penuntutan ; h. Menutup perkara demi kepentingan hukum i. Mengadakan tindakan lain dalam lingkup tugas
dan tanggung jawab sebagai penuntut umum menurut ketentuan undang- undang ini
j. Melaksanakan penetapan hakim.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
Gambar 2. Skematik aspek hukum tentang proses penyidikan dan pembuktian
dalam pemanfaatan identifikasi dalam tindak kejahatan berbasis ilmiah
Berdasarkan skematik diatas dapat diketahui bahwa lingkup tindak kejahatan
berbasis ilmiah itu mencakup pada proses penyidikan dan proses pembuktian.
Uraian lebih lanjut dapat peneliti uraikan sebagai berikut :
1. Lingkup Pemanfaatan Identifikasi Tindak Kejahatan Berbasis Ilmiah dalam
proses Penyidikan :
a. Ilmu-ilmu forensik dalam penyidikan
Seperti diketahui dalam proses penyidikan tidak hanya bergantung pada
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana ini membutuhkan ilmu-ilmu bantu
antara lain ilmu forensik. Terlebih dahalu perlu diterangkan mengenai sekilas
peninjauan tentang ilmu-ilmu forensik. Ilmu-ilmu forensik meliputi semua ilmu
pengetahuan yang mempunyai kaitan dengan masalah kejahatan atau dapat
dikatakan bahwa dari segi perananya dalam penyelesaian kasus kejahatan tersebut
adalah :
1. Hukum Pidana
2. Hukum Acara Pidana
3. Ilmu Kedokteran Forensik
4. Ilmu Kimia Forensik
5. Ilmu Fisika
6. Kriminologi
7. Psikologi Forensik
8. Psikiatri atau Neurologi Forensik
Dilihat dari sisi peranannya dalam penyelesainya kasus-kasus
kejahatan maka ilmu-ilmu Forensik dibagi dalam tiga Golongan :
1. Ilmu-ilmu forensic yang menangani kejahatan sebagai masalah yuridis
yaitu :
a. Hukum Pidana
b. Hukum Acara Pidana
2. Ilmu-ilmu forensic yang menangani kejahatan sebagai masalah teknis
yaitu :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
a. Ilmu kedokteran forensic
b. Ilmu kimia forensik termasuk Toksikologi dan
c. Ilmu fisika forensic antara lain : balistic, daktiloskopi,
identifikasi,fotografi.
3. Ilmu-ilmu forensik yang menangani kejahatan sebagai masalah
masalah manusia.:
a. Kriminologi
b. Psikologi Forensik
c. Psikiatri atau Neurologi Forensic
Ditinjau dari aspek tersebut diatas dapat dikatakan pula bahwa suatu
kejahatan disamping merupakan masalah yuridis sekaligus juga merupakan
masalah teknis dan masalah manusia. Kejahatan sebagai masalah yuridis
merupakan perbutan manusia yang melanggar ketentuan-ketentuan hukum pidana
yang berlaku. Sebagai perbuatan yang melanggar hukum maka ilmu yang
dipergunakan untuk menangani masalah tersebut adalah Hukum Pidana dan
Hukum Acara Pidana sehingga kedua ilmu tersebut merupakan Soko Guru atau
ilmu yang pokok dalam penyelesaian kasus kejahatan tanpa mengurangi peranan
penting dari ilmu-ilmu lainya diatas. (Musa Perdana Kusuma,SH)
Guna mengungkapkan fakta tindak kriminalitas secara tuntas diperlukan
sebagai ilmu dan pengalaman sarana ilmu dan pengalaman dan tata cara teknis
berdasarkan ilmu pengetahuan termasuk kriminalistik untuk mengungkapkan
berbagai permasalahan yang timbul misalnya mengenai peristiwa kejahatan apa,
mengenai waktu dan tempatnya dilakukan oleh si pelaku, alat yang digunakan,
siapa pelakunya, bagaimana motivasinya dan latar belakangnya, akibatnya beserta
pengaruh yang ada pada si pelaku, cara dilakukan perbuatan itu serta kerugian
materiil yang mungkin terjadi dan dampaknya terhadap korban dan atau
lingkungan dan sebagainya, termasuk nyawa manusia.
Dengan demikian sebenarnya meskipun hukum pidana memegang peranan
penting dalam penyelesaian penanganan masalah kasus kriminal akan tetapi
tidaklah berarti bahwa dengan mempergunakan kedua ilmu itu dalam
menyelesaikan kasus kriminal akan selalu dapat dihasilkan suatu penyelesaian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
yang benar-benar tuntas, sehingga mencerminkan tegaknya kebenaran dan
keadilan. Oleh karena itu maka, suatu kasus kriminal sebenarnya tidak semata-
mata harus ditangani dari aspek yuridisnya saja, melainkan harus ditangani juga
dari aspek teknis manusianya, oleh sebab salah satu aspek kriminalitas adalah
sebagai masalah manusia dan aspek yang lain adalah dari segi teknisnya maka
ilmu-ilmu forensic amat membantu didalam tugas-tugas tersebut guna
mengungkapkan suatu kasus kriminal supaya menjadi jelas.
Hukum Acara Pidana bertujuan untuk mencari dan mendapatkan sejauh
mungkin sesuatu kebenaran materiil ialah suatu kebenaran yang selengkap-
lengkapnya dari perkara-perkara pidana dengan menerapakan ketentuan-ketentuan
hukum acara pidana itu dengan tepat, serta bertujuan untuk mencari pelaku
sebagai terdakwa yang telah dinyatakan melanggar hukum dan selanjutnya dengan
suatu pemeriksaan dan putusan pengadilan ditentukan apakah suatu tindak pidana
telah dilakukan dan apakah benar terdakwa dapat dipersalahkan atas dakwaan itu
dalam suatu putusan termasuk cara pelaksanaan dan pengawasan atas putusan.
Adapun usaha untuk kearah itu dapat dilakukan dengan baik secara preventif
maupun represif. Dalam tahap upaya penyidikan maka ketentuan-ketentuan
perihal itu mengatur sesuai procedural normative perlu dilakukan pengaturan
sebaik-baiknya dan dilaksanakan dengan tertib serta bertanggung jawab.
Berbagai usaha baik ilmu dan pengalaman praktek didalam kerangka proses
penyidikan dengan dilengkapi oleh sarana dan perlengkapan yang baik dengan
dilengkapi oleh sarana dan perlengkapan yang baik dan teknologi modern maupun
kualitas personilnya akan banyak membantu dalam bidang tugas-tugasnya. Salah
satu peranan ilmu yang mendasari praktek lapangan bagi tugas-tugas penyidik
dalam rangkaian proses penyidikan dibidang hukum acara pidana adalah
kriminalistik. Dalam suatu proses penyidikan maka dalam banyak hal
kriminalistik sebagai ilmu mampu memecahkan berbagai masalah yang timbul
dan banyak membantu untuk menyelesaikan kasus kriminal sampai tuntas.
kriminalistik juga merupakan sarana ilmu yang secara praktis dan teknis, fungsi
membantu untuk dalam tugas-tugas penyidikan dan penuntutan serta membantu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
dalam penyajian kelengkapan pemenuhan data atau bukti didalam pemeriksaan
pada sidang pengadilan nantinya.
Apabila suatu tindak kejahatan dapat dibongkar, artinya diungkapkan fakta-
faktanya beserta bukti-bukti yang ada maka apabila telah sampai pada proses
dalam suatu berita acara pidana penyidikan pro yustisia untuk kemudian untuk
dibawa ke sidang pengadilan melalui penuntut umum, maka dari sinilah peranan
Hukum Acara Pidana dan Hukum Pidana baru mulai diterapkan dan dilaksanakan
oleh Hakim dalam suatu Putusan Pidana dengan menerapkan Pasal-Pasal
kejahatan mana yang telah dilanggar dan terbukti dilakukan oleh terdakwa disertai
dengan hukuman yang setimpal dengan kesalahannya dan hak terdakwa akan
berbagai upaya hukum seperti perlawanan, banding, kasasi atau peninjauan
kembali.
Untuk menangani masalah kejahatan dari si pelaku tersebut sebagai masalah
teknis beserta dengan segala akibatnya, maka guna menanggulangi masalah
tersebut perlu bantuan beberapa ilmu yang termasuk dalam apa yang disebut
kriminalistik. Cabang-cabang ilmu tersebut adalah ilmu kedokteran forensic ilmu
kimia forensic termasuk taksikologi dan fisika forensic ilmu sidik jari, identifikasi
fotografi dan sebagainya. Khususnya dalam telaah teoritis aspek hukum
pemanfaatan identifikasi, guna pengangkatan sidik jari dalam visum et repertum,
misalnya didalam ilmu sidik jari itu diperlukan oleh karena merupakan ilmu sidik
jari seseorang yang mempelajari dan menyelidiki adanya tanda-tanda
perbandingan pada masing-masing sidik jari dari orang yang sama itu dapat
ditentukan adanya kesamaan (identik) atau tidak sama (tidak identik). Hal itu
didasarkan pada fakta :
a. Bahwa sidik jari setiap orang tidak pernah berubah selama hidup.
b. Bahwa sidik jari tidak sama pada setiap orang pada tanda-tanda (titik-
titik persamaan) sidik jarinya.
Dengan adanya perkembangan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi
dengan alat atau perangkat sarana teknik dan penerapannya dengan teknologi
tinggi diikuti dengan ilmu pengetahuan, pengalaman serta keahliannya yang
sebaik-baiknya didalam praktek oleh pejabat POLRI didalam mengungkapkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
tidak kriminal serta pelaksanaan penyidikan dan seterusnya dapat diatasi.
Kejahatan merupakan masalah teknis, oleh karena setiap kejahatan baik dilihat
dari segi wujud perbuatannya maupun dari segi cara-caranya serta alat-alat yang
dipergunakan itu memerlukan penanganan secara teknis dengan mempergunakan
bantuan ilmu pengetahuan lain diluar ilmu Hukum Acara Pidana. Sejak saat
penyidikan dalam banyak hal tentang kasus kejahatan tidak dengan mudah dapat
ditanggulangi begitu saja oleh pihak POLRI selaku penyidik maka untuk
mengungkapkan fakta-fakta tersebut diperlukan ketiga ilmu pengetahuan itu yang
merupakan bagian dari kriminalistik.
Salah satu dari sekian banyak upaya dan sarana yang dilakukan oleh para
dokter ahli atau dokter ahli Kedokteran Kehakiman dalam membantu
menjernihkan suatu perkara pidana dari salah satu aspeknya adalah visum et
repertum. Visum et repertum sebagai salah satu aspek peranan penting ahli adalah
satu aspek keterangan ahli maka keterkaitan antara keduanya tidak dapat
dipisahkan. Keterangan ahli yang tertuang dalam suatu laporan hasil pemeriksaan
adalah perwujudan hasil-hasil yang dibuat berdasarkan atas ilmu dan teknik serta
pengetahuan dan pengalaman yang sebaik-baiknya dari ahli itu.
Peranan dari alat bukti laporan hasil pemeriksaan yang berupa visum et
repertum yang dibuat oleh dokter ahli kehakiman dalam banyak kasus perkara
kejahatan sangat banyak membantu didalam persidangan oleh hakim terutama
apabila dalam perkara tersebut hanya dijumpai alat-alat bukti yang amat minim.
Dalam proses penyidikan dari segi teknis tersebut kadang-kadang dijumpai
adanya pengungkapan kasus kejahatan yang terhambat dan belum mungkin
diselesaikan secara tuntas, bahkan tidak mungkin diselesaikan menurut hukum
melalui proses penuntutan dan peradilan oleh karena masih memerlukan bantuan
ketiga ilmu yang termasuk kriminalistik tersebut. Dalam melakukan tugasnya,
penyidik wajib menjujung tinggi hukum yang berlaku Pasal 5 ayat (1) sub b : Atas
perintah penyidik kepada penyelidik dapat melakukan tindakan berupa:
1. Penangkapan, larangan meninggalkan tempat, penggeledahan dan
penyitaan.
2. Pemeriksaan dan penyitaan surat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
3. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang.
4. Membawa dan menghadapkan seorang pada penyidik.
Penyelidik membuat dan menyerahkan laporan hasil hasil pemeriksaan
kepada penyidik. Penyidik membuat berita acara Pro Justisia ( Pasal 8 ayat (1) Jo
Pasal 75 Jo Pasal 47-49 ) dan menyerahkan kepada Penuntut Umum serta
bilamana selesai penyidikanya diserahkan pula tanggung jawab atas tersangka dan
barang buktinya ( Pasal 8 Ayat 2 dan 3 KUHAP ). Termasuk pula disini akan hak
tersangka atau terdakwa untuk mengusahakan dan mengajukan saksi dan saksi
ahli yang menguntungkan dirinya sesuai Pasal 65 b KUHAP.
Seperti diketahui, pada penyidik POLRI sebagai organisasi aparat
keamanan dan ketertiban masyarakat, sebagai Bhayangkara Negara RI secara
keseluruhan mempunyai wewenang dan tugas yang berat, baik secara internal
maupun eksternal, baik secara institusional maupun secara individu. Apalagi
khususnya selaku penyidik yang menjalankan kewenangan dan tugasnya
senantiasa bersinggungan dengan hak asasi seseorang sehingga diperlukan
profesionalisme dilapangan. Lain dari itu juga berhadapan dengan hak-hak yang
melekat pada tersangka atau terdakwa sebagaimana menurut ketentuan Undang-
Undang, sebab bagaimana hak-hak tersebut harus diturut.
Dari sekian banyak kewenangan penyidik tersebut didalam uraian disini
hanya dimuat hal-hal yang pokok memang ada ketentuan yang memberi
kewenangan yang lebih luas sebagaimana ketentuan Pasal 7 ayat (1) huruf j
KUHAP diatas yang penjabaranya seakan mengandung unsur suatu pengoprasian
dilapangan yang mempunyai tingkat relativitas yang tinggi sedang ada rambu-
rambu bagaimana bila kewenangan tersebut jangan sampai bersinggungan dengan
aturan-aturan yang ada yang berlaku baik yang tertulis maupun tidak tertulis
disertai tanggung jawab. Penyidikan menurut KUHAP yang berbeda dengan
penyelidikan menurut Fungsi teknis Reserse :
1. Penyelidikan ( Pasal 1 butir 5 KUHAP ) diitrodusir dalam KUHAP
dengan motivasi perlindungan hak asasi manusia dan pembatasan yang
ketat terhadap penggunaan upaya paksa dimana upaya paksa baru
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
2. Penyelidikan menurut fungsi teknis Reserse adalah merupakan salah
satu kegiatan penyidikan yang bersifat teknis dan tertutup dan belum
menyentuh bidang KUHAP.
Penyelidikan bukanlah merupakan fungsi yang berdiri sendiri terpisah dari
fungsi penyelidikan melainkan hanya merupakan salah satu cara atau metode atau
sub daripada fungsi penyidikan yang mendahului tindakan lain yaitu penindakan
yang berupa penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan, pemeriksaan
surat, pemanggilan, tindakan pemeriksaan, penyelesaian dan penyerahan berkas
perkara kepada Penuntut Umum. Latar belakang motivasi dan urgency
diintrodusirnya fungsi penyelidikan antara lain adanya perlindungan dan jaminan
terhadap hak asasi manusia, adanya persyaratan dan pembatasan yang ketat dalam
penggunaan upaya paksa ketatnya pengawasan dan adanya lembaga ganti
kerugian dari rehabilitasi dikaitkan bahwa tidak setiap peristiwa yang terjadi dan
diduga sebagai tindak pidana itu menampakkan bentuknya secara jelas sebagai
tindak pidana.
Maka, oleh karena itu sebelum melangkah lebih lanjut dengan melakukan
penyidikan dengan konsekwensi digunakanya upaya paksa, perlu ditentukan
terlebih dahulu berdasarkan data atau keterangan yang didapat dari hasil
penyelidikan bahwa peristiwa yang terjadi dan diduga tindak pidana benar adanya
merupakan, tindak pidana sehingga dapat dilanjutkan dengan tindakan
penyidikan. Dengan demikian sebenarnya bahwa sejak dini KUHAP berusaha
mencegah digunakannya dengan mudah upaya paksa. Hendaknya upaya paksa itu
baru digunakan sebagai tindakan yang terpaksa dilakukan demi kepentingan
umum yang lebih luas. Selanjutnya penyelidikan disini bukan seperti yang
diberitakan pada sementara media masa yaitu sebagai kegiatan intelengence sebab
bila ini yang dimaksud tidak diliputi KUHAP ini.
Penyelidikan disini adalah penyelidikan tindak pidana (criminal) karena
penyelidikan ini hanya merupakan cara atau metode dari pada penyidikan. Tidak
dapat disangkal dalam pelaksanaan maka penyidiklah yang berada dalam garis
terdepan dalam pelaksanaan penegakan hukum. Upaya paksa oleh penyidik
diadakan pembatasan ketat dan baru digunakan sebagai tindakan yang terpaksa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
dilakukan demi kepentingan umum yang lebih luas bersandar atas ketentuan
hukum.
Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut
cara yang diatur dalam KUHAP untuk mencari serta mengumpulkan bukti, itu
membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan
tersangkanya ( Pasal 1 butir 2 KUHAP). Jikalau menurut sistem KUHAP dapat
diterangkan bahwa serangkaian tindakan yang dilakukan oleh penyidik didalam
melaksanakan proses penyidikan apabila terjadi sesuatu tindak kriminal maka
haruslah sesuai dan diturut cara-cara serta prosedur yang telah diatur menurut
ketentuan-ketentuan KUHAP dan tindakan penyidikan itu sendiri dimaksudkan
untuk mencari serta mengumpulkan bukti-bukti fisik, bukti hidup atau mayat atau
bukti lainya maupun bukti-bukti saksi mata yang dijumpai.
Selanjutnya dengan bukti-bukti yang telah terkumpul dan diketemukan itu
kemudian akan membuat menjadi terang perihal adanya tindak kriminal yang
terjadi pada waktu tertentu terhadap sasaran tertentu termasuk bagaimana
dilakukanya perbuatan beserta akibat-akibatnya yang timbul serta bertujuan untuk
menemukan tersangkanya dimana sebelumnya telah dilakukan penyelidikan.
Bilamana hubungan dengan kasus tindak kejahatan tertentu penyidik dapat pula
meminta bantuan khusus kepada ahli Kedokteran Kehakiman atau Dokter bukan
ahli Kedokteran Kehakiman atau kepada para ahlinya. Perlu atau tidaknya
penyidik meminta bantuan orang ahli diperlukan, selain dalam hal keadaan yang
dibutuhkan berhubung dengan tindak pidana itu sendiri juga bilamana terhadap
kasus tindak pidana itu perlu adanya kejelasan agar peristiwanya menjadi lebih
jelas karena kurangnya tersedia bukti-bukti.
Di dalam setiap tindakan yang diperlukan berdasarkan ketentuan KUHAP
maka tindakan tersebut haruslah dituangkan dalam berita acara yang dibuat atas
kekuatan sumpah jabatan serta ditanda tangani oleh pejabat yang bersangkutan
dan pihak yang terlibat dalam tindakan tersebut. Berita acara yang harus dibuat
bagi tindakan-tindakan itu dilakukakan menurut tata cara yang telah ditentukan
menurut ketentuan KUHAP. Tindakan-tindakan tersebut adalah setiap tindakan
tentang :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
a. Pemeriksaan tersangka.
b. Penangkapan.
c. Penahanan.
d. Penggeledahan.
e. Pemasukan rumah.
f. Penyitaan benda.
g. Pemeriksaan surat.
h. Pemeriksaan saksi.
i. Pemeriksaan ditempat kejadian.
j. Pelaksanaan penetapan dan putusan Pengadilan.
k. Pelaksanaan tindakan lain sesuai dengan ketentuan dalam KUHAP
(Pasal 75 KUHAP)
Bagi kelengkapan berkas perkara penyidik atas kekuatan sumpah
jabatanya segera membuat berita acara yang diberi tanggal dan memuat tindak
pidana yang dipersangkakan dengan menyebut waktu tempat dan keadaan pada
waktu tindak pidana dilakukan nama dan tempat tinggal dari tersangka atau saksi
keterangan mereka catatan mengenai akta dan benda serta segala sesuatu yang
dianggap perlu untuk kepentingan penyelesain perkara Pasal 121 KUHAP
b. Hasil Identifikasi Ilmiah Sebagai Keterangan Ahli
Dari kelima macam alat bukti tersebut terkait berdasarkan contoh kasus
bom di kota Solo yang perlu diterangkan adalah alat bukti yang berupa
Keterangan Ahli sebagai mana telah diterangkan maka dalam ilmu kedokteran
ferensik di kenal bukti-bukti selain saksi hidup (saksi mata) juga bukti-bukti fisik.
Untuk mengetahui dan mempelajari serta hubungan antar bukti fisik untuk suatu
kasus tindak pidana diperlukan ahli (pakar) dalam bidang tersebut .
Untuk memeriksa, mengetahui, meneliti, menganalisa dan mempelajari
serta mengungkapkan harta, tanda bukti fisik tersebut dibutuhkan ilmu
pengetahuan kriminal kehakiman atau ilmu kedokteran kehakiman. Yang dapat
diperiksa dengan ilmu-ilmu pengetahuan tersebut atas benda fisik ini lazim
manusia yang hidup atau meninggal, senjata atau alat (benda) untuk melakukan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
kajahatan, jejak atau bekas-bekas si pelaku, benda-benda yang terbawa atau
ditinggalkan atau disimpan, dialihkan, diapakai oleh sipelaku dan lain-lain.
Sebenarnya saksi diam berbicara banyak, hanya saja dalam bahasanya
sendiri, sehingga tidak dapat dimengerti oleh orang awam. Oleh karenya
dibutuhkan penterjemah yaitu seorang ilmiawan yang telah melakukan
pemeriksaan dengan ilmu pengetahuan yang dimiliki dapat menangkap bahasa
saksi diam dan menterjemahkanya sehingga dapat dimengerti oleh orang-orang
yang berkepentingan, yaitu, Hakim, Jaksa, Polisi, Penasihat hukum dan terdakwa
sendiri.
Penterjemah ini lazimnya tersebut saksi Ahli dimuka persidangn saksi ahli
tersebut diatas khusus dimaksudkan sebagai ilmuwan yang melakukan
pemeriksaan dan mengemukakan pendapat tentang saksi diam oleh karena itu ada
pula ilmuwan yang tidak melakukan pemeriksaan, akan tetapi hanya didengar
tiga macam ahli yang biasnya terlibat dalam suatu proses peradilan.
Mereka itu adalah:
1. Orang ini hanya mengemukakan pendapatnya tentang suatu persolan yang
ditanyakan kepadanya, tanpa melakukan suatu pemeriksaan. Contoh ahli
demikian, adalah dokter spesialis ilmu kebidanan dan penyakit kandungan,
menimbulkan abortus atau tidaknya tadi).
2. Saksi Ahli orang ini menyaksikan barang bukti atau saksi diam melakukan
pemeriksaan dan mengemukakan pendapatnya. Misalnya seorang dokter
yang melakukan pemeriksaan mayat. Jadi ia menjadi saksi, karena
menyaksikan barang bukti dan kemudian menjadi ahli, karena
mengemukakan pendapatnya tentang sebab kematian orang itu.
3. Zaakkundige, orang ini menerangkan tentang suatu persoalan yang
sebenarnya dapat dipelajari sendiri oleh Hakim, tetapi akan memakan
banyak waktu, seperti contoh kasus bom di Solo, peranan dan dukungan
Ilmu kedokt . Dalam tahap penyidikan,
maka apabila Penyidik mengangap perlu demi kepentingan penyidikannya,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
ia dapat minta orang ahli atau orang yang memiliki keahlian khusus. Di
dalam tahap penyidikan, maka keterangan yang diberikan sebagai
pendapat orang ahli atau orang yang memiliki keahlian khusus itu disebut
erlebih dahulu mengangkat
sumpah atau mengucapkan janji, bahwa ia akan memberikan keteranganya
menurut pengetahuan yang sebaik-baiknya, menurut agama dan
kepercayaannya. Ahli yang diminta itu terlebih dahulu memberikan
keterangan, apabila ada kewajiban baginya untuk menyimpan rahasia
karena harkat dan martabat, pekerjaan atau jabatanya.
Pasal 120 KUHAP berbunyi:
(1) Dalam hal penyidik menganggap perlu ia dapat minta pendapat
orang yang memiliki keahlian khusus.
(2) Ahli tersebut mengangkat sumpah atau mengucapkan janji
dimuka penyidik, bahwa ia akan memberikan keterangan
menurut pengetahuannya yang sebaik-baiknya, kecuali bila
disebabkan karena harkat serta martabat, pekerjaan atau
jabatanya yang mewajibkan rahasia dapat menolak untuk
memberikan keterangan yang diminta.
umum dalam pasal (1) butir 28 KUHAP tetapi dari Pasal 120
ayat (1) tersebut lalu dibedakan lagi antara :
a. Orang Ahli
b. Orang yang memiliki keahlian khusus
Kemungkinan perbedaan istilah itu bisa terjadi apabila
dibedakan antara orang ahli adalah mereka yang secara ilmu
pengalamanya dan kecakapanya telah diakui sehingga di
bedakan dengan orang karena ilmu pengetahuan dan
pengalamannya telah memiliki suatu keahlian khusus tentang
suatu hal, seperti telah ditentukan Pasal 1 butir 28 KUHAP.
Sehingga maknanya sama. Istilah orang yang memiliki
keahlian khusus tersebut dimuka penyidik menjadi bermakna
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
sama, artinya Pasal 120 KUHAP di sini lebih ditekankan pada
pendapatnya ahli itu dimuka penyidik, bahwa:
a. Pendapat orang ahli tersebut, harus dilandasi pada
pengucapan (menyangkut) sumpah atau mengucapkan janji
lebih dulu.
b. Ada kewajiban menolak memberikan keterangan sebagai
ahli, disebabkan karena harkat, martabat, pekerjaan atau
jabatanya yang mewajibkan untuk menyimpan rahasia ini
verschoningsreecht).
c. Pendengaran keterangan ahli itu oleh penyedik didasari
oleh suatu sebab atau dasar alasan ketentuan umum yang
dipergunakan dan berlaku bagi penyidik dan yang
dimasukan dalam BAP.
Dengan demikian, bahwa sub a) dan c) di atas selalu
bersangkut paut dengan ketentuan umum perihal sumpah atau
janji.
Selanjutnya dalam penjelasan Pasal 133 ayat (2) KUHAP dinyatakan :
Keterangan yang diberikan oleh ahli kedokteran kehakiman disebut keterangan
ahli sedangkan keterangan yang diberikan oleh dokter bukan ahli kedokteran
kehakiman disebut Keterangan.
Kalau Pasal 120 KUHAP dihubungkan dengan Pasal 133 Jo. Penjelasan
Pasal 135 KUHAP Jo. Pasal 1 Butir 28 KUHAP akan nampak sebagai bentuk
karena dituangkan secara tertulis dalam bentuk laporan yang dilakukan dengan
mengingat sumpah jabatan atau pekerjaanya tersebut. Apabila dihubungkan
dengan dokter ahli Kedokteran Kehakiman sebagai orang ahli, maka lalu terdapat
tiga macam ahli dalam penggolongan dalam sistem KUHAP yaitu :
1. Orang Ahli
2. Orang yang memiliki keahlian khusus
3. Orang ahli kedokteran kehakiman
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
4. Dokter, bukan Ahli kedokteran kehakiman, antara lain Visum et-
repertum
Pada Nomor 1 dan Nomor 2 diatas pada istilah-istilah dalam KUHAP
berbeda, tetapi sebenarnya maknanya sama dalam proses perkara.
Bagaimana dengan isi sumpah atau janji orang lain, dalam tahap
pemeriksaan oleh penyidik. Yang hanya diminta pendapat tersebut ialah :
bahwa ia akan memberikan keterangan dan pendapatnya menurut
pengetahuanya yang sebaik-baiknya dalam bidang keahlianya Pasal 120
ayat (2) KUHAP. Apabila orang ahli itu menolak memberikan
keterangan yang diminta oleh penyidik disebabkan karena harkat serta
martabat, pekerjaan atau jabatanya yang mewajibkan untuk menyimpan
rahasia, maka ia tidak dapat dituntut dan dihukum (dijatuhi pidana).
Memang pada dasarnya orang mengetahui, bahwa bilamana terjadi
sesuatu keadaan dimana seorang menderita sakit atau luka atau
meningggal kemudian orang akan melibatkan dokter untuk
menanganinya. Tugas dari seorang dokter atau sseorang dokter ahli
didalam membantu aparat penegak hukum adalah sebagai salah satu
tugas yang wajib dialakukan olehnya didalam menangani suatu kasus
tindak kriminal, misalnya dalam tugas-tugas memeriksa luka, memeriksa
mayat, atau bagian tubuh mayat memeriksa mayat dalam penggalian
mayat, memeriksa benda atau barang bukti lain dari si pelaku ataupun
sikorban.
Kewajiban tersebut dapat terlaksana apabila kepadanya telah
dilakukan permintaan (permohonan) menurut prosedur yang berlaku,
baik oleh penyidik jaksa atau hakim sesuai menurut tahapan pemeriksaan
termasuk/terdakwa atau penasihat hukum. Tugas dokter ahli kedokteran
kehakiman tersebut juga berlaku bagi ahli-ahli lainnya yang bukan
dokter, seperti : ahli balistik, ahli farmasi, ahli laboratorium, ahli sidik
jari, ahli photograpi, ahli intan, ahli pertanian tertentu, ahli computer, ahli
racun, ahli narkotik, ahli keuangan (perbankan), ahli obat-obatan
tradisional berbahaya, ahli perpajakan, ahli pers dan grafika, ahli internet,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
ahli museum dan purbakala, ahli peternakan dan perikanan, ahli-ahli
dalam bidang tentang hak atas kekayaan intelektual (HAKI), sastrawan,
budayawan, musikus, ahli seni lukis, pahat atau ukiran, ahli pertekstilan,
ahli pendidikan dan sebagainya dan orang ahli yang memiliki keahlian
khusus tentang sesuatu hal (Pasal1 butir 28 KUHAP).
Dalam tahapan tindakan penuntutan oleh jaksa penuntut umum
seperti termaktub dalam bab XV Pasal 137 sampai dengan Pasal 139
KUHAP setelah menerima hasil penyidikan dari penyidik maka ia segera
mempelajarinya dan menelitinya serta dalam waktu tujuh hari wajib
memberitahukan kepada penyidik, apakah hasil penyidikannya sudah
lengkap dan bilamana belum lengkap ia mengembalikan berkas perkara
itu kepada penyidik disertai petunjuk tentang hal yang harus dilakukan
untuk dilengkapi serta dalam waktu empat belas hari sejak tanggal
penerimaan berkas penyidik harus sudah menyampaikan kembali berkas
perkara itu sudah memenuhi persyaratan untuk dapat atau tidaknya
dilimpahkan ke Pengadilan .
Berdasarkan pada Pasal 27 ayat (1) huruf d Undang-Undang
Republik Indonesia. Nomor. 5 Th. 1991 ditentukan bahwa dibidang
pidana kejaksaan mempunyai tugas dan wewenang melengkapi berkas
perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan pemeriksaan tambahan
dilakukan dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. Tidak dilakukan terhadap tersangka.
b. Hanya terhadap perkara-perkara yang sulit memperhatikan.
c. Harus dapat diselasaikan dalam waktu 14 hari setelah dilaksanakan
ketentuan pasal 110 dan pasal 138 ayat (2) KUHAP.
d. Prinsip koordinasi dan kerjasama dengan penyidik (penjelasan Pasal
27 ayat (1) huruf d KUHAP )
Melengkapi berkas perkara dengan pemeriksaan tambahan tersebut
dapat dilakukan pula terhadap orang ahli, sedangkan didalam tahap
pemeriksaan disidang pengadilan maka seorang ahli yang dimintai
sebagai ahli wajib memberikan keterangan ahli dan keadilan. Pasal yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
mengatur perihal kewajiban dokter ahli kedokteran kehakiman atau
dokter atau ahli-ahli yang lain guna memberikan keterangan persidangan
adalah sebagaimana termaktub dalam Pasal 179 KUHAP yang berbunyi
sebagai berikut :
(1) Setiap orang yang dimintai pendapatnya sebagai ahli kedokteran
kehakiman atau dokter ahli lainnya wajib memberikan keterangan
ahli demi keadilan.
(2) Semua ketentuan tersebut diatas untuk saksi berlaku juga bagi
mereka yang memberikan keterangan ahli dengan ketentuan-
ketentuan bahwa mereka mengucapkan sumpah atau janji akan
memberikan keterangan yang sebaik-baiknya dan yang sebenarnya
menurut pengetahuan dalam bidang keahlianya.
Bagaimana dengan pembagian tiga macam orang ahli seperti diterangkan
dimuka didalam KUHAP disidang pengadilan. Pasal 179 KUHAP tersebut
bilamana dibaca maka siapa-siapa orang-orang ahli dapat dibedakan antara :
setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli wajib memberikan keterangan
ahli wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan yaitu :
1. Ahli kedokteran kehakiman.
2. Dokter ( bukan ahli kedokteran kehakiman)
3. Ahli lainya.
Bagi pengadilan istilah keterangan ahli tersebut harus selalu harus dinyatakan
oleh orang ahli dipersidangan dan yang dicatat dalam berita acara pemeriksaan
persidangan. Dalam tingkat pemeriksaan dipersidangan kata-kata atau dokter di
dalam Pasal 179 ayat (1) KUHAP sebenarnya tidak sesuai dengan Pasal 184 ayat
(1) sub b Pasal 186 dan penjelasanya Jo. Pasal 1 butil 28 KUHAP. Tetapi
bilamana yang dimaksud adalah orang ahli pada Nomor 2 diatas tidak maslah Jo.
Stb. 1937 Nomor.350. keterangan ahli ini ialah apa yang seorang ahli nyatakan
dipersidangan pengadilan (Pasal 28 KUHAP) adapun penjelasannya sebagai
berikut :
1. Keterangan ahli ini dapat juga sudah diberikan pada waktu pemeriksaan
oleh penyidik atau Penuntut Umum yang dituangkan dalam bentuk laporan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
dibuat dengan mengingat sumpah diwaktu ia menerima jabatan atau
pekerjaan.
2. Jika hal itu tidak diberikan pada waktu pemeriksaan oleh penyidik atau
Penuntut Umum maka pada waktu pemeriksaan disidang diminta untuk
memberikan keterangan ahli dan dicatat dalam berita acara pemeriksaan
persidangan. Sehingga apabila membaca Pasal 179 ayat (1) (2) KUHAP
tersebut maka setiap orang yang diminta pendapatnya untuk memberikan
kerangan ahli secara lisan dipersidangan Jo. Pasal 180 ayat (1) Pasal 186
dan penjelasan Jo. Pasal 28 ayat (1) sub b KUHAP Jo stb.1973 Nomor.
350 yang didasarkan dari berbagai pasal tersebut berdasarkan fungsi dan
tugas serta kewenagan yang dimiliki masing-masing ahli itu disebabkan
alasan kareana keahlianya itu dapat meliputi:
1. Ahli kedokteran forensic
2. Dokter (pengertian umum yaitu keterangan yhang diberikan setiap
orang yang memenuhi syarat-syarat atau kriteria Pasal 1 butir 28
KUHP)
3. Saksi ahli yaitu keterangan orang ahli yang menyaksikan tentang suatu
hal yang diperlukan kemudian memeriksa, meneliti, menganalisa serta
mengemukakan pendapatnya berdasarkan keahlian yaitu selanjutnya
dengan menarik suatu kesimpulan dari padanya untuk membuat jelas
suatu perkara pidana yang berguna bagi kepentingan pemeriksaan.
Untuk orang ahli dalam arti ini diharapkan secara optimal tercapai
kebenaran materiil perkara. Lain halnya bilamana pada tingkat
pemeriksaan oleh penyidik dalam penyidikan maka kata-kata atau
dokter dalam Pasal 133 dengan Pasal 135 KUHAP peranan dokter
masih penting dan perlu serta dibutuhkan dalam tugas operasional
dilapangan terutama didaerah-daerah yang belum ada dokter ahli
kedokteran kehakiman. Jikalau dipandang perlu dalam pemeriksaan
dipersidangan guna menjernihkan duduknya persoalan yang timbul di
sidang pengadilan majelis hakim dapat meminta agar supaya diajukan
bahan-bahan baru oleh yang berkepentingan. Jika terdapat keberatan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
yang beralasan dari terdakwa atau penasihat hukum terhadap hasil-
hasil keterangan ahli tersebut. Maka hakim memerintahkan agar
dilakukan penelitian ulang demi kejernihan persoalan tersebut.
Penelitian ualang tersebut harus dilakukan oleh instansi semula dengan
komposisi personil yang berbeda dengan instansi lain yang mempunyai
wewenang untuk itu perkataan yang berkepentingan didalam Pasal 180
ayat 1 KUHAP maksudnya adalah bahwa majelis Hakim dapat pula
meminta lagi kepada orang ahli untuk memberikan keteranganya
dengan bahan-bahan yang diperoleh atau diketahuinya demi kejernihan
dan jelasnya perkara yang bersangkutan.
c. Visum Et Repertum Sebagai Alat Bukti Surat Dalam Proses Penyidikan
Khusus dalam praktek pemeriksaan bedah mayat ferensik (otopsi medika
legal) maka sistem yang berlaku di Indonesia adalah sistem kontinental,
artinya bahwa pihak penyidiklah yang harus aktif, sedangkan dari pihak
kesehatan (Kedokteran) hanyalah bersikap pasif yaitu hanya melaksanakan
tugas pekerjaan tersebut bilamana sesuai dengan permintaan dari pihak
penyidik (Kepolisian), memberikan saran-saran dan penjelasan atau
pengertian-pengertian kepada penyidik. Permintaan tersebut biasanya
dilaksanakan oleh dokter (dinas kesehatan atau Rumah sakit) atas dasar
permintaan tertulis dari pihak penyidik Kepolisian, Jaksa atau Hakim.
Misalnya, pemeriksaan atas mayat (jenasah) baru dilakukan karenanya adanya
tindak pidana dan kemudian pihak kepolisian melakukan pemeriksaan dan
melaporkan kepada Jaksa dan selanjutnya kepada Hakim. Sistem tersebut
banyak dianut di Negara Eropa dan di Negara kita dapat dibaca dalam Pasal
133 KUHAP.
Sistem lain sebagai perbandingan ringkas praktek pemeriksaan bedah
mayat forensik, adalah yang disebut sistem medical Examinar (al Amerika
Serikat). Praktek atas pemeriksaan mayat (jenasah) menurut sistem Coroner
dilakukan apabila terjadi apabila terjadi tindak pidana yang mengakibatkan
matinya orang atau tindak pidana dengan kekerasan lainnya. Yang kemudian
oleh Coroner dilakukan penyelidikan yang bilamana perlu dilakukan bedah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
mayat ferensik tanpa izin lebih dulu dari keluarganya atas melalui instansi
terkait. Sistem Medical Examinar dilakukan hampir sama dengan sistem
Coroner, sedangkan pejabat-pejabat Medical Examinar adalah ahli-ahli
pathologi dan dimana perlu melakukan penyelidikan, penyidikan ditempat
kejadian itu atas mayat (jenasah) Tersebut serta melakukan bedah mayat
forensik dan mencari sebab-sebab kematianya itu, dan bahkan berwenang
memanggil saksi-saksi yang melihat atau mengetahuinya untuk diminta
keterangan kesaksiannya, jika suatu kematian seseorang karena diduga kuat
sebagai akibat suatu tindak pidana Kriminal.
Sedangkan pada prinsipnya untuk menentukan tentang cara kematian
dari si korban, maka dokter atau dokter ahli di ikut sertakan pada pemeriksaan
yang dilakukan oleh penyidik ditempat kejadian perkara. Dalam sistem
KUHAP yang merupakan persoalan adalah bagaimana tentang tata cara dan
siapa-siapa yang memikul segala biaya bagi keperluan tersebut, termasuk
biaya bagi bedah mayat forensik atau penggalian mayat dan atau pengiriman
serta pengambilan mayat dari tempat kejadian ketempat pemeriksaan atau
Rumah Sakit ketempat sikorban diketahui atau keluarganya pengambilan
mayat dari semua jenis makam dalam hal penggalian mayat, cara penguburan
dan lain-lain biaya.
2 Lingkup Pemanfaatan Identifikasi Tindak Kejahatan Berbasis Ilmiah Dalam Proses
Pembuktian
a. Arti Hukum Pembuktian
Mencermati ketentuan pada Pasal 14 KUHAP diatas, dapat diketahui bahwa salah
satu point penting yang menjadi wewenang Penuntut umum adalah pada huruf (g) yakni
melakukan penuntutan dan huruf (i) yakni mengadakan tindakan lain dalam lingkup
tugas dan tanggung jawab sebagai penuntut umum menurut ketentuan undang-undang
ini. Dalam hal ini dapat ditarik kesimpulan bahwa beban pembuktian tetap ada pada
Penuntut Umum. Karena kewajiban pembuktian yang dilakukan Penuntut umum
berdasarkan pada ketentuan pada Pasal 189 ayat (4) KUHAP yang berbunyi :
melakukan perbuatan yang didakwakan kepadanya melainkan harus disertai dengan alat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
bukti yang lain, maka pada kasus ini Penuntut Umum masih harus menghadirkan alat-
alat bukti lain yang sah sesuai dengan ketentuan pada Pasal 184 ayat (1) KUHAP.
Hukum pembuktian merupakan seperangkat kaidah hukum yang mengatur
tentang pembuktian yakni segala proses dengan menggunakan alat-alat bukti yang
sah dan dilakukan tindakan-tindakan dengan prosedur khusus guna mengetahui
fakta yuridis dipersidangan, sistem yang dianut dalam pembuktian syarat-syarat
dan tata cara mengajukan bukti tersebut serta kewenangan hakim untuk menerima,
menolak dan menilai suatu pembuktian.
Pembuktian merupakan masalah yang memegang peranan dalam proses
pemeriksaan sidang pengadilan. Apabila hasil pembuktian dengan alat-alat bukti
yang ditentukan dengan undang-undang tidak cukup membuktikan kesalahan
yang didakwakan kepada terdakwa, terdakwa dibebaskan dari hukuman sesuai
Pasal 191 (1) KUHAP yang berbunyi : jika pengadilan berpendapat bahwa dari
hasil pemeriksaan disidang kesalahan atas perbuatannya yang didakwakan
kepadanya tidak terbukti secara sah dan dan meyakinkan, maka terdakwa diputus
bebas. Sebaliknya kalau kesalahan terdakwa dapat dibuktikan dengan alat-alat
bukti yang disebut dalam Pasal 184 terdakwa dinyatakan bersalah, kepadanya
akan dijatuhkan hukuman yang sesuai dengan Pasal 193 (1) KUHAP yang
berbunyi : jika pengadilan berpendapat bahwa terdakwa bersalah melakukan
tindak pidana yang didakwakan kepadanya maka pengadilan menjatuhkan pidana.
Oleh karena itu hakim harus hati-hati, cermat dan matang dalam menilai serta
mempertimbangkan nilai pembuktian.
b. Sumber-Sumber Formal Hukum Pembuktian
Sumber hukum pembuktian adalah :
1. Undang-undang
2. Doktrin atau pendapat para Ahli hukum
3. Yurispodensi atau putusan pengdilan
Karena hukum pembuktian merupakan sebagian dari hukum acara pidana,
sumber hukum yang utama adalah Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981, b
tentang Hukum Acara Pidana atau KUHP, Lembaran Negara Republik Indonnesia
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
Nomor 3209. Apabila didalam praktik menemui kesulitan dalam penerapannya
menjumpai kekurangan atau untuk memenuhi kebutuhan, dipergunakan doktrin
atau yurispodensi.
4. Pengertian Membuktikan
Menurut Van Bummelen dan Moeljatno, membuktikan adalah memberikan
kepastian yang layak menurut akal tentang :
a. Apakah hal yang tertentu itu sungguh-sungguh terjadi
b. Apa sebabnya demikian
Senada dengan hal tersebut, Martiaman Prodjohamidjojo mengemukakan
membuktikan mengandung maksud dan usaha untuk menyatakan kebenaran atas
kebenaran peristiwa tersebut.
5. Alat Bukti
Salah satu perubahan yang dirasa cukup mendasar dalam RUU KUHAP tahun
2008 (selanjutnya disebut RUU KUHAP) yaitu dalam hal alat bukti yang dipakai
dalam persidangan. Saat ini, Pasal 184 KUHAP mengenal 5 macam alat bukti
yang dapat dipergunakan di persidangan, yaitu alat bukti keterangan saksi,
keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa. Akan tetapi dalam
RUU KUHAP alat bukti yang sah di persidangan berubah menjadi alat bukti
barang bukti, surat-surat, alat bukti elektronik, keteranangan saksi, keterangan
ahli, keterangan terdakwa dan pengamatan hakim. Permasalahan alat bukti kerap
membawa kesulitan baik lembaga Kepolisian selaku penyidik, lembaga Kejaksaan
selaku penuntut maupun lembaga Peradilan dalam memeriksa dan memutus
perkara. Alat bukti yang ada sekarang dirasa sangat terbatas mengingat perubahan
yang cukup pesat dalam masyarakat.
Selain itu, dalam lapangan hukum pidana penafsiran, baik tentang duduk
perkara maupun tentang alat bukti hanya terbatas pada penafsiran ekstensif, yaitu
memberikan tafsiran dengan memperluas arti kata-kata dalam peraturan itu.
Adanya perubahan ini diharapkan memberikan keleluasaan bagi hakim untuk
menemukan hukum (rechtsvinding) terhadap setiap perkara yang diajukan
kepadanya, sesuai dengan amanat dalam Pasal 16 Undang-undang nomor 4 tahun
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
lan tidak boleh
menolak untuk memeriksa, mengadili dan memutus suatu perkara yang diajukan
dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk
memeriksa dan mengadilinya. Permasalahan utama yang akan dibahas pada
tulisan ini adalah sejauh mana arti penting alat bukti pengamatan hakim
dibandingkan alat bukti lainnya menurut perspektif RUU KUHAP.
Pasal 177 RUU KUHAP memformulasikan alat bukti yang sah ke dalam
beberapa jenis antara lain barang bukti; surat-surat; bukti elektronik; keterangan
seorang ahli; keterangan seorang saksi; keterangan terdakwa dan pengamatan
hakim. Hal baru yang sebelumnya tidak ada dalam macam-macam alat bukti yang
sah menurut Pasal 184 KUHAP adalah barang bukti, bukti elektronik dan
pengamatan hakim. Sedangkan alat bukti yang dihilangkan dari Pasal 184
KUHAP adalah alat bukti petunjuk. Adapum macam-macam alat bukti menurut
Pasal 184 KUHAP serta perbedaan mendasar antara alat bukti petunjuk dan alat
bukti pengamatan hakim. Pada bagian ini akan coba dibahas macam-macam alat
bukti menurut pasal 177 RUU KUHAP. Alat-alat bukti yang sah menurut Pasal
177 RUU KUHAP adalah sebagai berikut:
a. Barang Bukti Menurut penjelasan Pasal 177 ayat (1) huruf a RUU
KUHAP yang dimaksud dengan barang bukti adalah barang atau alat yang
secara langsung atau tidak langsung untuk melakukan tindak pidana (real
evidence atau physical evidence) atau hasil tindak pidana.
b Surat-surat menurut penjelasan Pasal 177 ayat (1) huruf b RUU KUHAP
yang dimaksud dengan surat adalah segala tanda baca dalam bentuk
apapun yang bermaksud menyatakan isi pikiran. Selanjutnya dalam Pasal
178 RUU KUHAP dijelaskan secara lebih rinci, bahwa surat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 177 ayat (1) huruf b, dibuat berdasarkan sumpah
jabatan atau dikuatkan dengan sumpah, yakni : Berita Acara dan surat lain
dalam bentuk resmi yang dibuat oleh pejabat umum yang berwenang atau
yang dibuat di hadapannya, yang memuat keterangan tentang kejadian atau
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
keadaan yang didengar, dilihat, atau dialami sendiri disertai dengan alasan
yang tegas dan jelas tentang keterangannya; surat yang dibuat menurut
ketentuan peraturan perundang-undangan atau surat yang dibuat oleh
pejabat mengenai hal yang termasuk dalam ketatalaksanaan yang menjadi
tanggung jawabnya dan yang diperuntukkan bagi pembuktian suatu hal
atau suatu keadaan;- surat keterangan ahli yang memuat pendapat
berdasarkan keahliannya mengenai suatu hal atau suatu keadaan yang
diminta secara resmi darinya;- surat lain yang hanya dapat berlaku, jika
ada hubungannya dengan isi dari alat pembuktian yang lain.
Sistem pembuktian yang dianut oleh KUHAP adalah pembuktian menurut
undang-undang secara negatif (negatief wettelijk). Dalam hal ini disebutkan dalam
Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada
seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia
memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana telah terjadi dan bahwa
terdakwalah yang yang bersalah melakukannya. Dengan demikian Pasal 183 KUHAP
mengatur untuk menentukan salah atau tidaknya seseorang terdakwa dan untuk
menjatuhkan pidana kepada terdakwa harus (M.Yahya Harahap, 2002: 280) :
1. Kesalahannya terbukti dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah.
2. Dan atas dengan keterbuktian dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang
sah, hakim memperoleh keyakinan bahwa tindak pidana benar-benar terjadi dan
bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.
Dari penjelasan Pasal 183 KUHAP, sistem pembuktian yang paling tepat
untuk penegakan hukum di Indonesia adalah sistem pembuktian menurut undang-
undang secara negatif, demi tegaknya suatu keadilan, kebenaran, dan kepastian
hukum. Karena dalam sistem pembuktian ini merupakan penggabungan antara
sistem conviction-in time (salah tidaknya terdakwa semata-mata ditentukan oleh
penilaian keyakinan hakim) dengan sistem pembuktian menurut undang-undang
secara positif (positief wettelijk stelsel).
Menitik beratkan pada Pasal 183 KUHAP pada kata- -
Maksud dari kata- -kurangnya dua
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
terdakwa baru boleh dilakukan hakim apabila kesalahan terdakwa telah dapat
dibuktikan dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah. Sehingga minimum
pembuktian yang dapat membuktikan kesalahan terdakwa agar terdakwa dapat
dijatuhkan dipidana harus dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah. Satu
alat bukti saja, undang-undang menganggap tidak atau belum cukup untuk
membuktikan kesalahan terdakwa. Batas minimum yang dianggap cukup oleh
Undang-Undang adalah paling sedikit dua alat bukti yang sah.
Apabila dikaitkan antara Pasal 183 KUHAP dengan Pasal 184 ayat (1), dalam
Pasal 184 ayat (1) KUHAP disebutkan secara rinci mengenai alat bukti yang sah
menurut undang-undang yaitu keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan
keterangan terdakwa. Sesuai dengan ketentuan Pasal 184 ayat (1) undang-undang
menentukan lima jenis alat bukti yang sah, selain alat bukti yang disebutkan tersebut
tidak dapat dipergunakan sebagai alat bukti yang sah. Terdakwa dapat baru dapat
dijatuhi hukuman pidana, apabila kesalahannya dapat dibuktikan paling sedikit
dengan dua jenis alat bukti yang disebutkan dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP. Oleh
karena itu minimum pembuktian yang dapat dinilai cukup memadai untuk
membuktikan kesalahan terdakwa sekurang-kurangnya atau paling sedikit dibuktikan
dengan dua alat bukti yang sah. Penjumlahan dari sekurang-kurangnya seorang saksi
ditambah dengan seorang ahli atau surat, maupun petunjuk dengan ketentuan
penjumlahan kedua alat bukti tersebut harus saling bersesuaian, saling menguatkan
dan tidak bertentangan antara satu dengan yang lain;
1. Atau bisa juga, penjumlahan dua alat bukti itu berupa keterangan dua orang saksi
yang saling bersesuaian dan saling menguatkan, maupun penggabungan antara
keterangan seorang saksi dengan keterangan terdakwa, asal keterangan saksi
dengan keterangan terdakwa jelas terdapat saling persesuaian.
Adapun kekurangan dan kelebihan sistem pembuktian negative yaitu :
1. Kelebihan dan kekurangan sistem pembuktian negative ( negatief
wettelijk ) Dalam sistem pembuktian negative ( negatief wettelijk )
dalam hal membutikan kesalahan terdakwa melakukan tindak
pidana yang didakwakan kepadanya, hakim tidak sepenuhnya
mengandalkan alat-alat bukti serta dengan cara-cara yang
ditentukan oleh undang-undang, tetapi harus disertai pula keyakinan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
bahwa terdakwa bersalah melakukan tindak pidana. Keyakinan yang
dibentuk ini harus berdasarkan atas fakta-fakta yang diperoleh dari
alat bukti yang ditentukan dalam undang-undang. Sehingga dalam
pembuktian benar-benar mencari kebenaran yang hakiki, jadi sangat
sedikit kemungkinan terjadinya salah putusan atau penerapan
hukum yang digunakan. Menurut teori ini hakim hanya boleh
menjatuhkan pidana apabila sedikit-dikitnya alat-alat bukti yang
telah di tentukan undang-undang itu ada, ditambah dengan
keyakinan hakim yang didapat dari adanya alat-alat bukti itu.
Sehingga akan memperlambat waktu dalam membuktikan bahkan
memutuskan suatu perkara, karena dilain pihak pembuktian harus
melalui penelitian. Tetapi dengan mencari kebenaran melalui
penelitian tersebut, maka kebenaran yang terungkap benar-benar
dapat dipertanggung jawabkan, dan merupakan kebenaran yang
hakiki. Dalam Pasal 183 KUHAP menyatakan sebagai berikut
hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali
apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia
memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar
dasar ketentuan Pasal 183 KUHAP ini, maka dapat disimpulkan
bahwa KUHAP memakai sistem pembuktian menurut undang-
undang yang negative. Ini berarti bahwa dalam hal pembuktian
harus dilakukan penelitian, apakah terdakwa cukup alasan yang
didukung oleh alat pembuktian yang ditentukan oleh Undang-
Undang (minimal dua alat bukti) dan kalau ia cukup, maka baru
dipersoalkan tentang ada atau tidaknya keyakinan hakim akan
kesalahan terdakwa. Dapat diartikan bahwa di dalam sistem
pembuktian negatif ini hakim benar-benar berhati-hati dalam
memutuskan suatu perkara. Sehingga memperkecil kemungkinan
terjadi kesalahan dalam mengambil keputusan. Teori pembuktian
menurut undang-undang negative tersebut dapat disebut dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
negative wettelijk, istilah ini berarti : wettelijk, berdasarkan undang-
undang sedangkan negative, maksudnya adalah bahwa walaupun
dalam suatu perkara terdapat cukup bukti sesuai dengan undang-
undang, maka hakim belum boleh menjatuhkan hukuman sebelum
memperoleh keyakinan tentang kesalahan terdakwa. Disini peran
hakim juga menetukan, padahal hakim juga sesama manusia yang
mempunyai rasa subjektifitas yang tidak dapat dinafikkan adanya.
Sangat disayangkan apabila hakim menjatuhkan putusan yang
sangat subjektif yang dapat merugikan kepentingan orang lain.
Dalam sistem pembuktian yang negative alat-alat bukti limitatief di
tentukan dalam undang-undang dan bagaimana cara
mempergunakannya hakim juga terikat pada ketentuan undang-
undang. Perpaduan antara sistem pembuktian menurut undang-
undang secara positif dan sistem pembuktian keyakinan hakim
belaka. Negatief wettelijk stelsel, salah tidaknya seorang terdakwa
ditentukan oleh keyakinan hakim yang didasarkan pada cara dan
dengan alat-alat bukti yang sah menurut Undang-Undang
iantaranya Martiman
Prodjohamidjojo wettelijk,
Pembuktian tentang benar tidaknya terdakwa melakukan perbuatan yang
didakwakan adalah merupakan bagian yang terpenting dalam acara pidana.
Dalam hal ini pun HAM (hak asasi manusia) dipertaruhkan, bagaimana akibatnya
jika seseorang yang didakwakan dinyatakan terbukti melakukan perbuatan yang
didakwakan berdasarkan alat bukti yang ada disertai keyakinan hakim, padahal
tidak benar, untuk inilah maka hukum acara pidana bertujuan untuk mencari
kebenaran materiil, yaitu kebenaran yang hakiki atau yang sebenar-benarnya,
berbeda dengan hukum acara perdata yang cukup puas dengan kebenaran formal,
atau kebenaran yang terungkap di muka siding saja.
Mencari kebenaran materiil merupakan sesuatu yang tidaklah mudah.
Alat-alat bukti yang tersedia menurut undang-undang sangat relatif. Alat-alat
bukti seperti kesaksian, menjadi kabur dan sangat relatif, kesaksian diberikan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
oleh manusia yang mempunyai sifat pelupa. Bahkan menurut psikologi
penyaksian suatu peristiwa yang baru saja terjadi oleh beberapa akan berbeda-
beda. Pembuktian menempati titik sentral dalam hukum acara pidana. Adapun
tujuan dari pembuktian adalah untuk mencari dan menempatkan kebenaran
materiil dan bukanlah untuk mencari kesalahan orang lain. Pembuktian ini
dilakukan demi kepentingan Hakim yang harus memutuskan perkara. Dalam hal
ini yang harus dibuktikan ialah kejadian konkret, dengan adanya pembuktian itu,
maka Hakim meskipun ia tidak melihat dengan mata kepalanya sendiri kejadian
sesungguhnya, dapat menggambarkan dalam pikirannya apa yang sebenarnya
terjadi, sehingga memperoleh keyakinan tentang hal tersebut.
c. Tujuan dan kegunaan pembuktian
Tujuan dan kegunaan pembuktian bagi para pihak yang terlibat dalam
proses pemeriksaan persidangan adalah sebagai berikut :
a. Bagi para penuntut umum, pembuktian adalah merupakan usaha untuk
meyakinkan Hakim, yakni berdasarkan alat bukti yang ada agar menyatakan
seorang terdakwa bersalah sesuai dengan surat atau catatan dakwaan.
b. Bagi terdakwa atau penasihat hukum, pembuktian adalah merupakan usaha
sebaliknya untuk meyakinkan hakim yakni berdasarkan alat bukti yang ada
agar menyatakan seorang terdakwa dibebaskan atau dari tuntutan hukum atau
meringankan pidananya. Untuk itu terdakwa atau penasihat hukum jika
mungkin harus mengajukan alat bukti yang menguntungkan atau meringankan
pihaknya.
c. Bagi Hakim atas dasar-dasar pembuktian tersebut yakni dengan adanya alat-
alat bukti yang ada dalam persidangan baik yang berasal dari Penuntut Umum
maupun Penasihat Hukum terdakwa yang dibuat atas dasar untuk membuat
keputusan.
d. Macam-macam Alat Bukti Menurut Undang-Undang yang Berlaku (KUHAP)
Pasal 177 RUU KUHAP memformulasikan alat bukti yang sah ke dalam
beberapa jenis antara lain barang bukti; surat-surat; bukti elektronik; keterangan
seorang ahli; keterangan seorang saksi; keterangan terdakwa dan pengamatan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
hakim. Hal baru yang sebelumnya tidak ada dalam macam-macam alat bukti yang
sah menurut Pasal 184 KUHAP adalah barang bukti, bukti elektronik dan
pengamatan hakim. Sedangkan alat bukti yang dihilangkan dari Pasal 184
KUHAP adalah alat bukti petunjuk. Adapum macam-macam alat bukti menurut
Pasal 184 KUHAP serta perbedaan mendasar antara alat bukti petunjuk dan alat
bukti pengamatan hakim. Pada bagian ini akan coba dibahas macam-macam alat
bukti menurut Pasal 177 RUU KUHAP. Alat-alat bukti yang sah menurut Pasal
177 RUU KUHAP adalah sebagai berikut:
a. Barang Bukti Menurut penjelasan Pasal 177 ayat (1) huruf a RUU
KUHAP yang dimaksud dengan barang bukti adalah barang atau alat yang
secara langsung atau tidak langsung untuk melakukan tindak pidana (real
evidence atau physical evidence) atau hasil tindak pidana.
b Surat-surat menurut penjelasan Pasal 177 ayat (1) huruf b RUU KUHAP
yang dimaksud dengan surat adalah segala tanda baca dalam bentuk
apapun yang bermaksud menyatakan isi pikiran. Selanjutnya dalam Pasal
178 RUU KUHAP dijelaskan secara lebih rinci, bahwa Surat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 177 ayat (1) huruf b, dibuat berdasarkan sumpah
jabatan atau dikuatkan dengan sumpah, yakni : Berita Acara dan surat lain
dalam bentuk resmi yang dibuat oleh pejabat umum yang berwenang atau
yang dibuat di hadapannya, yang memuat keterangan tentang kejadian atau
keadaan yang didengar, dilihat, atau dialami sendiri disertai dengan alasan
yang tegas dan jelas tentang keterangannya; surat yang dibuat menurut
ketentuan peraturan perundang-undangan atau surat yang dibuat oleh
pejabat mengenai hal yang termasuk dalam ketatalaksanaan yang menjadi
tanggung jawabnya dan yang diperuntukkan bagi pembuktian suatu hal
atau suatu keadaan; surat keterangan ahli yang memuat pendapat
berdasarkan keahliannya mengenai suatu hal atau suatu keadaan yang
diminta secara resmi darinya; surat lain yang hanya dapat berlaku, jika ada
hubungannya dengan isi dari alat pembuktian yang lain.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
c. Bukti Elektronik menurut penjelasan Pasal 177 ayat (1) huruf c RUU
diucapkan, dikirim, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat
optik atau yang serupa dengan itu, termasuk setiap rekaman data atau
informasi yang dapat dilihat, dibaca, dan atau didengar yang dapat
dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di
atas kertas, benda fisik apapun selain kertas maupun yang terekam secara
elektronik yang berupa tulisan, gambar, peta, rancangan, foto, huruf,
tanda, angka, atau perforasi yang memiliki makna.
d. Keterangan Ahli Menurut Pasal 179 RUU KUHAP Keterangan ahli
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 177 ayat (1) huruf d adalah segala hal
yang dinyatakan oleh seorang yang memiliki keahlian khusus, di sidang
pengadilan.
e. Keterangan Saksi Menurut Pasal 180 ayat (1) RUU KUHAP, yang
dimaksud dengan keterangan saksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
177 ayat (1) huruf e RUU KUHAP sebagai alat bukti adalah segala hal
yang dinyatakan oleh saksi di sidang pengadilan. Sedangkan definisi saksi
sendiri menurut Pasal 1 angka 25 RUU KUHAP adalah orang yang dapat
memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan, dan
pemeriksaan di sidang pengadilan tentang suatu tindak pidana yang dilihat
sendiri, dialami sendiri atau didengar sendiri.
f. Keterangan Terdakwa Menurut Pasal 181 ayat (1) RUU KUHAP
keterangan terdakwa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 177 ayat (1)
huruf adalah segala hal yang dinyatakan oleh terdakwa di dalam sidang
pengadilan tentang perbuatan yang dilakukan atau diketahui sendiri atau
dialami sendiri.
g. Pengamatan Hakim Pengamatan hakim sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 177 ayat (1) RUU KUHAP adalah pengamatan yang dilakukan oleh
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
Hakim selama sidang yang didasarkan pada perbuatan, kejadian, keadaan
atau barang bukti yang karena persesuaiannya, baik antara yang satu
dengan yang lain, maupun dengan tindak pidana itu sendiri yang
menandakan telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya. Alat-
alat bukti sebagaimana tercantum dalam Pasal 177 RUU KUHAP tersebut
tidak semuanya baru, sebagaimana dimensi pembaharuan yang
disampaikan oleh Ismail Saleh, tidak perlu membongkar keseluruhan
peraturan perundang-undangan, akan tetapi yang tidak sesuai dengan
perkembangan itulah yang akan diganti. Diantaranya yang ditambah dan
diganti yaitu alat bukti barang bukti, alat bukti elektronik dan alat bukti
pengamatan Hakim. Sedangkan alat bukti yang dihilangkan atau lebih
tepatnya diganti yaitu alat bukti petunjuk. Diantara beberapa alat bukti
tersebut, alat bukti pengamatan Hakim dianggap memiliki potensi yang
cukup besar untuk membawa perubahan hukum melalui penafsiran dan
penemuan hukum. penemuan hukum lazimnya diartikan sebagai proses
pembentukan hukum oleh hakim atau petugas-petugas hukum lainnya
yang diberi tugas melaksanakan hukum terhadap peristiwa-peristiwa
hukum yang konkrit. Dahulu Hakim dianggap sebagai bouche de la loi
atau Hakim sebagai corong Undang-Undang. Hakim hanyalah pelaksana
Undang-Undang. Namun dalam perkembangannya Hakim memiliki
keleluasaan untuk menafsirkan Undang-Undang. Dalam lapangan Hukum
Pidana, Hakim diperbolehkan melakukan penafsiran ekstensif atau
perluasan makna, dan dilarang melakukan penafsiran analogi.
h. Alat bukti barang bukti, dan alat bukti elektronik, khususnya alat bukti
elektronik merupakan dua alat bukti yang dapat dikatakan cukup berperan
dalam proses penegakan hukum. Sebagaimana dikutip dari Soerjono
Soekanto (Soerjono Soekanto, 2007: 8), penegakan hukum dipengaruhi
oleh faktor-faktor antara lain:
1. Faktor hukumnya sendiri;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
2. Faktor penegak hukum;
3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum;
4. Faktor masyarakat;
5. Faktor budaya.
Alat bukti barang bukti dan alat bukti elektronik merupakan dua unsur baru yang dimasukkan dalam alat bukti. Dahulu, Hakim kesulitan apabila harus menafsirkan beberapa barang bukti yang akan dikualifikasikan sebagai alat bukti, namun dengan adanya dua alat bukti baru tersebut, Penegak Hukum khususnya Hakim sangat terbantu dalam mengkualifikasikan alat bukti. Tepatlah kiranya jika keberadaan pengamatan Hakim dianggap yang paling potensial dalam rangka penemuan hukum untuk perubahan hukum. Dalam KUHAP sekarang, dengan alat bukti petunjuk Hakim dapat mendapatkan keyakinan dengan menghubungkan keterangan saksi, surat serta keterangan terdakwa untuk memperoleh persesuaian.
e. Kekuatan Pembuktian
Kekuatan dan penilaian alat bukti yang terdapat dalam Pasal 185 sampai
dengan Pasal 189 KUHAP. Kekuatan alat bukti atau juga dapat disebut sebagai
efektifitaksi alat bukti terhadap suatu kasus sangat bergantung dari beberapa
faktor. Sebut saja factor itu adalah psiko sosial (kode etik, kualitas sikap penegak
hukum), dan hubungan dengan warga masyarakat dan partisipasi masyarakat.
Salah satu fungsi hukum baik sebagai kaidah maupun sebagai sikap tindak atau
perilaku teratur adalah membimbing perilaku manusia sehingga hal itu juga salah
satu ruang lingkup studi terhadap hukum secara ilmiah.
Suatu sikap tindak atau perilaku hukum diangggap efektif apabila sikap atau
perilaku pihak lain menuju ke suatu tujuan yang dikehendaki. Artinya apabila
pihak lain mematuhi hukum akan tetapi, kenyataan tidak jarang orang tidak
mengacuhkan atau bahkan melanggar dengan terang-terangan,yang berat itu tidak
taat pada hukum. Arti kekuatan alat bukti adalah seberapa jauh nilai alat bukti itu
masing-masing dalam hukum pembuktian, yang diterangkan oleh :
a. Pasal 185 KUHAP mengatur penilaian keterangan saksi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
b. Pasal 186 KUHAP mengatur penialain keterangan ahli
c. Pasal 187 KUHAP mengatur penilaian surat
d. Pasal 188 KUHAP mengatur penilaian petunjuk
e. Pasal 189 KUHAP mengatur penilaian keterangan terdakwa
Secara garis besar fakta notoir dibagi menjadi dua golongan yaitu sebagai
berikut :
a. Suatu atau peristiwa yang diketahui umum bahwa sesuatu atau peristiwa
tersebut memang sudah demikian halnya yang benar atau semestinya
demikian.
b. Suatu kenyataan atau pengalaman yang selamanya dan selalu
mengakibatkan demikian atau selalu merupakan kesimpulan demikian.
B. Analisis Otentifikasi Identifikasi Tindak Kejahatan Berbasis Ilmiah
Terhadaap Pengangkatan Sidik Jari yang Dituangkan Dalam Visum Et
Repertum.
Sidik jari merupakan identitas pribadi, Sifat-sifat atau karakteristik yang
dimiliki oleh sidik jari adalah parennial nature yaitu guratan-guratan pada sidik
jari yang melekat pada manusia seumur hidup. Immutability yang berarti bahwa
sidik jari seseorang tak akan pernah berubah kecuali sebuah kondisi yaitu terjadi
kecelakaan yang serius sehingga mengubah pola sidik jari yang ada.
Dan individuality yang berarti keunikan sidik jari merupakan originalitas
pemiliknya yang tak mungkin sama dengan siapapun di muka bumi ini sekali pun
pada seorang yang kembar identik. Ilmu yang mempelajari sidik jari adalah
Daktiloskopi yang berasal dari bahasa Yunani yaitu dactylos yang artinya jari
jemari atau garis jemari dan scopein yang artinya mengamati.
Uniknya lagi, sidik jari dapat pula dijadikan panduan mengidentifikasi
bagaimana otentifikasi terhadap pengangkatan sidik jari dalam pemanfaatan
identifikasi terhadap tindak kejahatan berbasis ilmiah. Cara identifikasi bisa
dilakukan secara kasat mata dengan orang yang pakar di bidangnya, atau ada juga
yang menggunakan sebuah alat khusus pembaca sidik jari (finger print reader)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
yang dihubungkan ke sebuah komputer bersoftware khusus yang kemudian
menganalisa berdasarkan titik-titik yang menjadi acuan. Adapun karakteristik
dasar sidik jari yaitu:
1. Sidik jari memiliki ketetapan bentuk Sidik jari tangan dan kaki manusia
terbentuk sebelum lahir dan tidak pernah berubah seumur hidupnya. Bukit-
bukit pada sidik jari terdiri dari karakteristik individual yaitu ujung bukit
(ridge endings), pencabangan dua (bifurcations), titik (dots) dan bermacam
bentuk bukit. Hubungan unit masing-masing karakteristik tersebut dalam
sidik jari tidak berubah seumur hidup hingga terjadi dekomposisi setelah
kematian. Setelah pembentukan, bukit-bukit sidik jari pada bayi yang
tumbuh adalah seperti lukisan wajah pada balon dengan menggunakan
pulpen dan kemudian balon itu ditiup hingga mengembang secara seragam
pada segala arah. Perubahan yang tidak alami pada bukit-bukit sidik jari
terjadi akibat luka goresan yang dalam hingga menembus seluruh lapisan
kulit.
2. Tidak ada dua sidik jari yang sama Sidik jari tangan dan kaki semua orang
memiliki tiga karakteristik (ujung bukit, pencabangan dua dan titik yang
disebut sebagai minutiae) muncul dalam berbagai kombinasi yang tidak
pernah berulang pada dua orang.
Sidik Jari yang terkait dengan otentifikasi identifikasi tindak kejahatan
berbasis ilmiah yang dituangkan dalam Visum et Repertum pada prinsipnya adalah
obyektif administrasi, yang dilakukan secara ilmiah yaitu dilakukan secara
berulang-ulang, atau mengalami keajegan, Jadi tergantung apa yang tertulis dalam
surat permintaan Visum et Repertum, tidak perlu ditambah atau dirubah, pokoknya
persis baik kata atau kalimat dan angka 2) Secara umum isi pada pendahuluan
Visum Et Repertum adalah: Identitas penyidik: nama, NRP, pangkat, jabatan,
kepolisian mana Identitas surat permintaan: nomor, tanggal, dari Sektor atau
Resort atau Polda, cap dan kop surat Identitas korban atau barang bukti ialah
nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, asal, agama, pendidikan, alamat tempat
tinggal identitas.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
Tindak kejahatan seperti kriminal: pembunuhan, penganiayaan, tembakan,
tusukan, dan lain-lain Identitas tempat atau saat peristiwa: dimana, kapan, hari,
tanggal, jam, lokasi peristiwa Macam pemeriksaan: pemeriksaan luar atau luar
dalam, identifikasi Barang bukti lain terlampir: ada atau tidak Identitas pemeriksa
ialah oleh Tim Kedokteran Forensik di bawah pimpinan dokter siapa, dibantu
siapa saja Selanjutnya tempat dan saat periksa di Ruang otopsi, pada hari, tanggal,
jam berapa. Dalam hal ini saat pemeriksaan ditulis dengan huruf untuk
menghindari penggantian, perubahan atau penambahan
Bila ada barang bukti lain terlampir supaya disebutkan dan mungkin perlu
mendapat pemeriksaan apa, barang bukti atau jenazah berlabel atau tidak, dan
dengan sendirinya korban atau barang bukti diantar oleh penyidik. Jadi isi
pendahuluan ini, formulirnya sudah jelas, supaya diisi selengkapnya sesuai yang
tertulis dalam surat permintaan penyidik, sehingga pada awal membaca Visum et
Repertum sudah jelas kasus, peristiwa, kapan, dimana, dalam keadaan ditemukan
masih hidup atau sudah meninggal dan apakah sudah mendapat perawatan atau
tidak sebelum meninggal. Bila sudah ada perawatan atau pengobatan di rumah
sakit atau unit pelayanan kesehatan lain, maka perlu mencari atau minta informasi
data medik dari unit atau RS tersebut.
Pada dasarnya permintaan Visum Et Repertum, hanya didasarkan pada
apakah dalam penyelidikan telah dinyatakan ada sebuah tindak pidana, yang
kemudian ditingkatkan ke proses penyidikan oleh kepolisian. Nah dalam proses
ini, Visum Et Repertum yang dijadikan landasan untuk membuat suatu berita acara
dari pihak Labfor (Forensic) di masing-masing Polda. Intinya, jika ada suatu
dugaan atau patut diduga telah terjadi perbuatan pidana maka dapat diajukan
pemeriksaan Forensik oleh dokter pemerintah atau dokter dari kepolisian atau
dokter forensik yang khusus dan ditunjuk oleh pihak kepolisian dengan surat
perintah untuk melakukan suatu pemeriksaan forensic.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
BAB IV
PENUTUP
A. Simpulan
1. Adapun aspek hukum dalam pemanfaatan tindak kejahatan berbasis
ilmiah dapat disimpulkan sebagai berikut
Berdasarkan hasil penelitian tentang, pemanfaatan identifikasi tindak
kejahatan berbasis ilmiah, terhadap pengangkatan sidik jari yang
dituangkan dalam visum et repertum dapat ditarik kesimpulan :
Dari uraian seperti yang telah diterangkan di muka maka dapatlah disini
ditarik kesimpulan, perihal masing-masing kedudukan dari keterangan
dokter ahli Kedokteran Kehakiman atau dokter bukan ahli kedokteran
kehakiman atau ahli lainya dipersidangan, yang didalam hubunganya
dengan hukum pembuktian dalam hukum acara pidana termasuk sebagai
alat bukti yang sah (sebagaimana disebutkan dalam Pasal 184 ayat (1)
KUHAP), yaitu sebagai :
a. Keterangan Ahli
1. Keterangan ahli oleh dokter ahli kedokteran kehakiman, yaitu
dieperuntukan bagi pemeriksaan luka, pemeriksaan mayat,
bedah mayat dan penggalian mayat.
2. Oleh ahli-ahli lainya, yaitu seorang yang memliki keahlian
khusus tentang sesuatu hal untuk membuat terang, jelas atau
jernihnya suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan ;
(atau ahli menurut pengertian Pasal 1 butir 28 KUHAP. Pasal 1
butir 28 KUHAP jis, Pasal 179, Pasal 180 Pasal 184 ayat (1)
Pasal 186 dan penjelasan KUHAP. Masing-masing orang ahli
tersebut, memberikan keterangan ahli secara lisan dimuka
sidang pengadilan.
3. Keterangan ahli dalam suatu bentuk laporan oleh dokter ahli
kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainya, pada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
pemeriksaan oleh penyidik atau Penuntut Umum untuk
kepentingan peradilan, yang menangani seorang korban luka,
keracunan ataupun meninggal dunia yang diduga karena sebab
tindak pidana (deskundege Verklaring) ; pasal 133
Meskipun didalam KUHAP tidak keharusan bagi penyidik untuk
mengajukan permintaan Visum Et Repertum kepada dokter ahli
Kedokteran Kehakiman ataupun dokter (ahli) lainya, akan tetapi bagi
kepentingan pemeriksaan perkaranya, sedapat mungkin bilamana ada
permintaan tersebut patut diterima. Hal demikian juga bagi para dokter
yang berada didaerah-daerah mengingat kenyataan, bahwa tenaga ahli
kedokteran kehakiman kita masih kurang dan belum memenuhi
kebutuhan dalam praktek di daerah. Kepada dokter bukan ahli
kedokteran Kehakiaman yang meluluskan permintaan tersebut
didasarkan atas alasan seperti yang sudah diterangkan.
Seperti pada alat-alat bukti yang lain maka seumpama suatu
Visum Et Repertum dibuat baik oleh dokter ahli kedokteran kehakiman
atau oleh dokter bukan ahli, maka kemungkinan seperti itu dapat
diterima mengingat, bahwa kedudukan alat-alat bukti dalam proses
acara pidana adalah untuk mendukung keyakinan Hakim. Dalam
putusanya nanti segala sesuatunya diserahkan kepada Hakim guna
mencari kebenaran materiil suatu perkara pidana termasuk upaya
Hakim didalam usahanya itu, yang jika perlu dimintai keterangan ahli.
Pengertian keterangan ahli itu, berhubungan dengan kemajuan
dari masyarakat yang semakin modern, yang bersangkut paut dengan
peningkatan kecerdasan/kecakapan, ketrampilan serta kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi, komunikasi, tranportasi, informasi,
perdagangan, perindustrian serta dampak negatifnya dan faktor-faktor
lainya, yang mempengaruhi atau menguasai perilaku dari pelaku atas
kualitas dan metode tindak kejahatan yang dialkukanya sehingga akan
mempengaruhi pula langsung atau tidak langsung pada macam atau
jenis kejahatanya beserta akibatnya, hal-hal tersebut akan menjadi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
berarti pula bagi peranan keterangan ahli dari : ahli-ahli lainya, yang
tidak termasuk kategori dokter ahli kedokteran forensic atau dokter,
bukan ahli kedokteran forensic. Sehingga tanpa mengecilkan arti dari
orang ahli yang lain itu maka peranan ahli menurut pengertian kriteria
dan kategori dari Pasal 11 buti 28 KUHAP menjadi sangat penting.
Sedangkan bagi dokter atau dokter ahli kedokteran forensic
sudah tentu permintaan visum Et Rpertum atas dasar pemeriksaan
lengkap seperti halnya pada bedah mayat Forensic dari dokter-dokter
ahli kedokteran kehakiman yaitu pemeriksaan luar dalam disertai
pemeriksaan laboratorium yang lengkap dan modern, akan sangat
membantu lebih pasti dan akurat bagi jelasnya dari suatu perkara, yaitu
didalam pemeriksaan persidangan terhadap suatu hal (pokok soal,
materi pokok perkara) yang bersangkutan serta sangat berguna bagi
Hakim dalam pengambilan keputusanya.
2. Analisis Otentifikasi Identifikasi Tindak Kejahatan Berbasis Ilmiah
Terhadaap Pengangkatan Sidik Jari Yang Dituangkan Dalam Visum Et
Repertum.
Visum Et Repertum dapat memberikan otentifikasi terhadap
pengangkatan sidik jari dalam tindak kejahatan berbasis ilmiah, dalam
penjelasan Pasal 187 huruf b yaitu memberikan bukti sah hanya
terhadap hal-hal atau keadaan-keadaan yang tercantum di dalamnya
yaitu (Bagian Pemberitaan) yaitu mengenai segala sesuatu yang oleh
dokter (ahli) diperiksa dan secara pribadi dikonstatirnya, umpamanya :
mayat, badan atau barang lain. Jadi, bukanlah terhadap penilaian-
penilaian dan kesimpulan-kesimpulan yang dinyatakan dalam Visum Et
Repertum tersebut.
Jadi, jika dalam suatu perkara pidana ada suatu Visum Et
Repertum dokter, karena hanya inilah berlaku perluasan yang diadakan
tahun 1829 tersebut (Pasal 303 HIR di perluas dengan 1892 Nomor 29,
akan tetapi dengan persyaratan tertentu), maka Hakim dalam vonisnya
dapat menunjuk kepada hal-hal yang nyata-nyata di konstatir dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
Visum tersebut, tetapi Hakim dalam hal ini harus tetap wajib
menimbang secara bebas, apakah ia akan mengambil alih pendapat ahli
tersebut sebagai akibat logis dari alasan-alasan yang dikembangkannya
Pendapat tersebut dikemukakan pada waktu sistem HIR.
Bagian dari Visum Et Repertum adalah merupakan
(pribadi) berdasarkan pengetahuannya yang sebaik-baiknya
menurut bidang keahlian dari dokter (ahli) yang memerikasa itu.
Oleh karena dokter (ahli) adalah seorang manusia yang tidak luput dari
kesalahan, maka Hakim tidak wajib mengikuti pendapat itu bila mana
dokter (ahli) itu tidak mengemukakan pendapatnya dan hanya
mengajukan fakta-fakta atau kenyataan (hasil pemeriksaan atau bagian
pemberitaan), misalnya tentang keadaan tubuh (badan) si korban atau
luka-luka, maka Hakim tidak mungkin membuat kesimpulan sendiri
tentang sebab-sebab luka atau sebab kematian si korban, karena Hakim
tidak melihat sendiri, sehingga untuk ini diperlukan bantuan Ilmu
Kedokteran kehakiman majelis Hakim seharusnya percaya pada
kekuatan daya bukti pada bagian pemberitaan, dan inilah yang
dimaksudkan.
Pemeriksaan, penjelasan di muka. Pada dewasa ini yang masih
perlu mendapat perhatian dan sering kali dijumpai pada berkas-berkas
perkara pidana di Pengadilan Negeri adalah, belum adanya
tentang Visum Et Repertum, misalnya: ditentukan dalam PP, Keputusan
Menteri, sesuai macam dan jenis-jenis dalam materi KUHAP serta
perundang-undangan lain. Macam-macam atau jenis Visum Et
Repertum sebagaimana dikenal di dalam praktek Pengadilan sekarang
sekarang ini perlu mendapat perhatian tentang keseragamannya.
Permasalahan lain adalah, perlu adanya pengaturan perihal
siapa-siapa sajakah yang berhak meminta Visum Et Repertum, baik
dalam perkara pidana ataupun perkara perdata, demikian pula
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
pengaturan tentang tata cara penjabutannya. Dalam hubungannya
dengan masalah perlu (penting) atau tidaknya suatu tindak pidana
kejahatan, diperlukan adanya Visum Et Repertum agar suatu perkara
nantinya menjadi lebih jelas, maka untuk masa sekarang ini dengan
adanya Visum Et Repertum agar suatu perkara menjadi lebih jelas,
maka untuk masa sekarang ini dengan mengingat pada kondisi daerah
masing-masing, diserati kenyataan masih belum adanya dokter-dokter
Ahli Kedokteran Kehakiman di daerah-daerah Indonesia, maka perlu
kiranya di sini dikutip hasil-hasil Team Perumus Pelaksanan KUHAP.
Adapun prinsip-prinsip pendekatan tersebut terdiri dari 5 (lima):
a. Persoalan yang akan dicarikan pemecahannya ialah, hal-hal yang
belum diatur oleh KUHAP dan petunjuk-petunjuk pelaksanaanya
serta hasil pemecahaan tidak boleh bertentangan dengan KUHAP
beserta petunjuk-petunjuk pelaksanaanya;
b. Tidak bertentangan dengan azas-azas moral dan budi pekerti serta
bertitik tolak dari etiket baik bersama;
c. Tidak bertentangan dengan kepentingan umum;
d. Tidak bertentangan dengan kondisi setempat;
e. Tidak bertentangan dengan azas kecepatan penyelesian perkara.
Di dalam praktek, perihal Visum Et Repertum dalam berkas
perkara sebagaimana yang terdapat pada berita acara pemeriksaan
(BAP) sejak dari penyidikan oleh penyidik oleh penyidik sampai tahap
penuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum dan persidangan, maka
kedudukan Visum Et Repertum dalam perkara di sidang, ada kalanya:
a. Sebagai alat bukti sah dari perkara itu; dan
b. Sebagai barang bukti perkara.
Sekalipun hal yang demikian itu tidak menjadi masalah bagi
peran dan kedudukan Visum Et Repertum tersebut dalam kaitan
dengan kekuatan buktinya, tetapi seperti yang telah diterangkan
di muka, kiranya lebih tepat bila mana Visum Et Repertum
dilampirkan saja guna melengkapi berkas perkara yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
bersangkutan, dalam kedudukannya sebagai alat bukti sah yang
lainnya itu kelak dapat melengkapi, sehingga dapat memperkuat
dan mendukung keyakinan Hakim bersam-sama dengan alat-alat
bukti sahyang sudah ada itu. Artinya, sepertinya dijelaskan di
muka, bahwa Visum Et repertum dibuat memang diperuntukkan
bagi hal demilian itu, sedangkan apabila dijadikan sebagai
, maka selain itu Visum Et Repertum itu bukan
benda sitaan yang dijadikan barang bukti di Sidang, juga nanti
di dalam amar (diktum) Putusan Hakim tidak perlu diputus dan
ditentukan statusnya bersama-sama barang bukti lain yang ada
di situ. Sebagai alat bukti surat, juga akan melengkapi bersama
alat bukti lain seperti: keterangan saksi, keterangan ahli (Visum
Et repertum), petunjuk, keterangan terdakwa. Suatu Putusan
Hakim, maka Visum Et Repertum dipertimbangkan oleh Hakim
pada pertimbangan hukumannya dan tidak dipertimbangakan
hukum dan tidak dipertimbangkan bersama-sama pada
pertimbangan mengenai barang bukti yang ada. Visum Et
Rerpetum dengan demikian, tidaklah perlu dimasukkan pada
daftar barang bukti dalam berkas perkara. Secara singkat dapat
dikatakan, bahwa Visum Et Repertum adalah merupakan alat
bukti yang sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 184 ayat (1)
KUHAP dan bukan dalam kedudukannya sebagai barang bukti
di persidangan.
B. Saran
Disamping dirumuskan kesimpulan, penulis memandang perlu menyampaikan
saran berkaitan dengan pokok masalah yang dibahas, yaitu :
1. Kepada pihak pemerintah yang membuat peraturan perundang-undangan,
perlunya mengadakan evaluasi mengenai amandemen pasal 184 ayat (1)
tentang keterangan ahli, merupakan alat bukti yang bisa membantu
pemeriksaan di sidang pengadilan dalam usaha untuk menanmbah keyakinan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
hakim dalam hal pengambilan keputusan kepada pelaku tindak kejahatan
berbasis ilmiah.
2. Pentinganya memberikan perluasan makna, mengenai definisi lingkup alat
bukti dan keterangan ahli dalam pasal 184 ayat (1), berdasarkan perkembangan
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi ( iptek ) dengan alat atau,
perangkat, sarana, teknik dan penerapanya dengan teknologi tinggi (canggih)
diikuti ilmu pengetahuan, pengalaman serta keahlianya yang sebaik-baiknya
didalam praktek oleh pejabat POLRI di dalam mengungkap tindak kiminal
serta pelaksanaan penyidikan sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku.