telaah buku teks bahasa indonesia

Upload: lian-be-528

Post on 13-Jul-2015

1.270 views

Category:

Documents


102 download

TRANSCRIPT

TELAAH BUKU TEKS BAHASA INDONESIA TELAAH BUKU TEKS I.DENTITAS BUKU TEKS 1.Judul Bahasa dan Sastra Indonesia I 2.Pengarang Nurhadi, Dawud, Yuni Pratiwi 3.Editor Ida Safrida 4.Setting dan Layout Tim Bahasa Dept. Setting 5.Desain sampul Achmat Taufik 6.Percetakan PT. Gelora Aksara 7.Penerbit Erlangga, Jakarta 8.Tahun Terbit 2005 9.Ditujukan untuk SMP/ MTs kelas VII II.SUDUT PANDANG PENDEKATAN Bahasa Indonesia merupakan sarana komunikasi dan sastra merupakan salah satu hasil budaya yang menggunakan bahasa sebagai sarana kreativitas dan pengejawantahannya. Bahasa dan sastra Indonesia seharusnya diajarkan kepada siswa melalui pendekatan yang sesuai dengan hakikat dan fungsinya Dalam kehidupan sehari-hari, fungsi utama bahasa adalah sarana komunikasi. Bahasa dipergunakan sebagai alat untuk berkomunikasi antarpenutur untuk berbagai keperluan dan situasi pemakaian. Untuk itu, orang tidak akan berpikir tentang sistem bahasa, tetapi berpikir bagaimana menggunakan bahasa ini secara tepat sesuai dengan konteks dan situasi. Jadi, secara pragmatis bahasa lebih merupakan suatu bentuk kinerja dan performansi daripada sebuah sistem ilmu. Pandangan ini membawa konsekuensi bahwa pembelajaran bahasa haruslah lebih menekankan fungsi bahasa sebagai alat komunikasi daripada pembelajaran tentang sistem bahasa. Sementara itu, sastra adalah satu bentuk sistem tanda karya seni yang menggunakan media bahasa. Sastra ada untuk dibaca, dinikmati, dan dipahami, serta dimanfaatkan, yang antara lain untuk mengembangkan wawasan kehidupan. Jadi, pembelajaran sastra seharusnya ditekankan pada kenyataan bahwa sastra merupakan salah satu bentuk seni yang dapat diapresiasi. Oleh karena itu, pembelajaran sastra haruslah bersifat apresiatif. Sebagai konsekuensinya, pengembangan materi, teknik, tujuan, dan arah pembelajaran sastra haruslah lebih menekankan kegiatan pembelajaran yang bersifat apresiatif. Pendekatan pembelajaran bahasa yang menekankan aspek kinerja atau keterampilan berbahasa dan fungsi bahasa adalah pendekatan komunikatif, sedangkan pendekatan pembelajaran sastra

yang menekankan apresiasi sastra adalah pendekatan apresiatif. Pendekatan lain yang biasa digunakan dalam setiap pembelajaran adalah pendekatan proses dimana siswa secara aktif dan kreatif dengan bimbingan guru berusaha menemukan pola-pola berbahasa dengan cara mencatat pola-pola bermakna yang dijumpai dalam setiap kegiatan berbahasa di kelasnya untuk kemudian menggunakannya dalam kegiatan komunikasi sehari-hari, baik komunikasi lisan maupun komunikasi tulis. Ketiga pendekatan tersebut di atas- lah yang dipakai oleh ketiga penyusun buku teks Bahasa dan Sastra Indonesia. Hal ini telihat dari kata pengantar yang disampaikan penyusun. Pengajaran Bahasa Indonesia hendaknya dikembalikan pada kedudukan yang sebenarnya, yaitu melatih kalian membaca, menulis, berbicara dan mengapresiasi sastra. .... Ketiga pendekatan tersebut tercermin dalam setiap bab pelajaran. Pada setiap bab pelajaran selalu ada 3 kegiatan, yaitu kegiatan awal, kegiatan inti dan kegiatan lanjutan. Pada kegiatan awal siswa diberi tugas-tugas sebagai bahan pretest untuk memasuki kegiatan inti, yang merupakan target pembelajaran pada setiap pelajaran dan pada setiap keterampilan berbahasa. Kemudian bagian ketiga adalah bagian kegiatan lanjutan. Kegiatan lanjutan diberikan sebagai pengayaan dan pemamtapan siswa terhadap inti pelajaran pada setiap keterampilan berbahasa. Sebagai gambaran kita akan lihat pelajaran pertama buku teks ini yang bertema Pengalaman Mengesankan dengan sub tema membaca pemahaman untuk menemukan gagasan utama. Pada sub tema ini kegiatan terbagi menjadi 3 seperti yang telah tersebut di atas, yaitu kegiatan awal, kegiatan inti dan kegiatan lanjutan. Pada kegiatan awal siswa diajak untuk mendata kebiasaan-kebiasaan dalam membaca sehingga siswa bahkan guru akan mengetahui sudah seberapa besar minat anak terhadap kegiatan membaca. Setelah mendata kebiasaan-kebiasaan membaca siswa diajak untuk mengenali cara penggambaran objek dalam sebuah teks. Kedua kegiatan ini merupakan kegiatan yang diperlukan untuk melakukan kegiatan inti yaitu membaca pemahaman untuk mengenali gagasan utama dan gagasan penjelas dalam sebuah teks atau bacaan. III. BAHAN A. Kelayakan Materi 1. Kesesuaian Materi Buku Teks dengan Kurikulum Kurikulum merupakan suatu usaha untuk menyampaikan asas-asas dan ciri-ciri yang penting dari suatu rencana pendidikan dalam bentuk yang sedemikian rupa sehingga dapat dilaksanakan oleh guru di sekolh. Pengertian ini mengharuskan setiap perencanaan dan usaha yang dilakukan oleh pelaku pendidikan termasuk pembuat bahan ajar baik yang berupa buku atau yang lainnya harus mengacupada kurikulum yang berlaku. Pada kurikulum Bahasa Indonesia 2004 kemampuan berbahasa dibedakan menjadi dua, yaitu kemampuan terhadap materi kebahasaan dan kemampuan materi kesastraan sehingga dituntut dalam setiap keterampilan berbahasa (mendengar, berbicara, membaca dan menulis) kedua kemampuan berbahasa tersebut harus mendapat perhatian.

Materi yang ada dalam buku teks Bahasa dan Sastra Indonesia yang kami telaah ini telah mencerminkan hal tersebut. Kelengkapan materi dalam buku teks ini bisa dilihat dari adanya wacana, pemahaman terhadap wacana, fakta kebahasaan dan kesastraan dan juga adanya penerapan konsep dasar baik dari materi kebahasaan maupun kesastraan melalui pelatihan, tugas serta kegiatan mandiri sehingga peserta didik mampu menggali dan memanfaatkan informasi serta menyelesaikan masalah yang ada. 2. Keakuratan Materi Wacana yang disajikan dalam buku teks ini sesuai dengan kenyataan tidak dibuat-buat. Hal ini terbukti disebutkannya sumber secara jelas di samping itu bacaan yang ada sesuai dengan tingkat pemahaman siswa kelas VII SMP/ MTs. Sementara itu keakuratan konsep dan teori tercermin dari kesesuaian teori dan konsep yang disajikan untuk mencapai Kompetensi Dasar (KD) dengan definisi yang berlaku dalam bidang ilmu bahasa (linguistik) dan ilmu sastra. Selain itu keakuratan teori dan konsep itu terlihat juga dalam penggunaannya yang tepat sesuai dengan fenomena yang dibahas dan tidak menimbulkan banyak tafsir (ambigu). 3. Keakuratan dalam memilih contoh Contoh-contoh latihan yang disajikan menunjukkan keruntutan konsep dari yang mudah ke yang sukar, dari yang konkret ke abstrak, dari yaang sederhana ke yang kompleks dari yang telah dikenal sampai ke pengembangannya. Sebagai contoh kita akan ambil materi pada pelajaran pertama. Tema Pelajaran Pertama adalah Pengalaman Mengesankan. Sebelum peserta didik diberi tugas membaca pemahaman dengan menemukan gagasan utama disajikan, penyusun mengajak peserta didik melihat kebiasaan-kebiasaan mereka dalam membaca termasuk mendata buku apa saja yang telah dibacanya. Setela itu peserta didik diajak untuk mengenali cara-cara yang sering dilakukan oleh para pengarang dalam menggambarkan objek kemudian barulah peserta didik diajak untuk membaca pemahaman untuk mengenali gagasan utama dan gagasan penjelas dengan model pembimbingan dengan cara memberikan tips menemukan ide dengan cepat. B. Pendukung Materi Pembelajaran 1. Relevansi ilustrasi dengan tema atau subtema. Gambar lebih mudah diserap dan lebih tahan dalam memori seseorang daripada kata-kata. Karenanya dalam berusaha membuat tampilan buku ini lebih menarik minat siswa untuk mempelajari materi di dalamnya, dalam sebagian besar bab dan subbab buku ini menampilkan ilustrasi, baik yang berupa gambar, grafik maupun tabel. Kalau dilihat secara keseluruhan tampilnya ilustrasi di awal setiap pelajaran memang sudah mencerminan tema yang akan dibahas dalam setiap pelajaran. Tetapi ketika dicermati lebih lanjut masih terdapat ilustrasi-ilustrasi yang kurang mendukung permasalahan baik tema maupun sub temanya. Sebagai contoh ditambilkannya gambar sendratari pada halaman 148 Pelajaran 9 pada kegiatan awal, sementara kegiatan yang ditugaskan adalah menjelaskan makna kata

berimbuhan. Contoh yang lain misalnya pada pelajaran pertama di halaman 5 ditampilkan gambar dua orang peselancar padahal judul wacana Pulau Nias Penuh Sejarah dan Budaya. 2. Relevansi materi dan bahan dengan tingkat usia siswa Dalam tahap perkembangannya, siswa SMP berada pada tahap periode perkembangan yang sangat pesat dalam setiap aspeknya. Salah satu aspek ersebut adalah aspek kognitif. Menurut Piaget (1970), periode yang dimulai pada usia 12 tahun, yaitu yang lebih kurang sama dengan usia siswa SMP, merupakan period of formal operation. Pada usia ini, yang berkembang pada siswa adalah kemampuan berpikir secara simbolis dan bisa memahami sesuatu secara bermakna (meaningfully) tanpa memerlukan objek yang konkret, bahkan objek yang visual. Siswa telah memahami hal-hal yang bersifat imajinatif. Implikasinya dalam pembelajaran bahasa Indonesia bahwa belajar akan bermakna apabila input (materi pelajaran) sesuai dengan minat dan bakat siswa. Pembelajaran bahasa Indonesia akan berhasil apabila penyusun silabus dan guru mampu menyesuaikan tingkat kesulitan dan variasi input dengan harapan serta karakteristik siswa sehingga motivasi belajar mereka berada pada tingkat maksimal. Pada tahap perkembangan ini juga berkembang ketujuh kecerdasan dalam Multiple Intelligences yang dikemukakan oleh Gardner (1993), yaitu: (1) kecerdasan linguistik (kemampuan berbahasa yang fungsional), (2) kecerdasan logis-matematis (kemampuan berpikir runtut), (3) kecerdasan musikal (kemampuan menangkap dan menciptakan pola nada dan irama), (4) kecerdasan spasial (kemampuan membentuk imaji mental tentang realitas), (5) kecerdasan kinestetik-ragawi (kemampuan menghasilkan gerakan motorik yang halus), (6) kecerdasan intra-pribadi (kemampuan untuk mengenal diri sendiri dan mengembangkan jati diri), (7) kecerdasan antarpribadi (kemampuan memahami orang lain). Ketujuh macam kecerdasan ini sesuai dengan karakteristik keilmuan bahasa Indonesia, dan akan dapat berkembang pesat apabila dapat dimanfaatkan oleh guru bahasa Indonesia untuk berlatih mengeksplorasi gejala alam, baik gejala kebendaan maupun gejala kejadian/peristiwa guna membangun konsep bahasa Indonesia. Materi yang ada pada buku teks ini terlihat ingin menerapkan teori tersebut di atas dalam penyusunannya. Ilustrasi ilustrasi yang disajikan menimbulkan imajinasi pada diri pemakai buku ini akan informasi atau materi apa yang akan disajikan.Ilustrasi pada kover, misalnya, (disajikannya gambar orang yang sedang menelpon, gambar tangan mengetik, gambar kover buku novel Nh. Dini dan gambar WS. Renda yang sedang membaca puisi ) akan memberikan penjelasan kepada tentang empat keterampilan berbahasa dan dua kemampuan berbahasa yaitu kemampuan kebahasaan dan kemapuan kesastraan yang akan diajarkan dan dilatihkan dalam buku teks Bahasa dan Sastra Indonesia. bisa kita lihat C. Kelengkapan Penyajian Secara keseluruhan buku teks Bahasan dan Sastra Indonesia ini telah menyajikan materi secara lengkap dengan sistematika yang runtut. Hal ini bias dilihat dari: 1. Bagaian Pendahulu. a. Kata Pengantar

Pada bagian penulis memberikan informasi berkaitan dengan tujuan penulis buku teks, ucapan terima kasih, harapan bahkan bagaimana mengajar dan belajar bahasa pun disampaikan penulis dalam bagian kata pengantarnya. b. Daftar Isi. Adanya daftar isi pada bagian pendahuluan memberikan kemudahan peserta didik dan pengguna buku teks ini dalam mencarai dan menemukan bab, subbab serta topik yang ada di dalamnya. 2. Bagian Isi a. Pendahuluan Pengantar pada awal buku berisi tujuan penulisan buku teks pelajaran, sistematika buku, cara belajar yang harus diikuti, serta hal-hal lain yang dianggap penting bagi peserta didik bahkan pemberian motivasi kepada peserta didik. Begitulah seharusnya proses belajar berlangsung. Anak belajar dari pengalaman sendiri. Rasanya kalian perlu kembali meniru proses belajar memanah di atas. Dalam proses tersebut, kalian mencatat sendiri pola-pola bermakna dari pengetahuan baru.. (bagian Kata Pengantar) Faktanya, kalian sudah menggunakan Bahasa Indonesia dalam kehidupan sehari-hari. Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMP/ MTs selayaknya diarahkan pada pelatihan berbahasa yang kreatif, yaitu membaca kreatif, menulis kreatif dan berbicara kreatif (bagaian Kata Pengantar) b. Rujukan: Pada setiap ilustrasi dan wacana yang diambil dari sumber lain, penulis telah memberikan identitas sumber yang jelas kecuali ilustrasi yang berupa gambar-gambar kartun.

c. Rangkuman dan refleksi Rangkuman merupakan konsep kunci bab yang bersangkutan yang dinyatakan dengan kalimat ringkas, jelas, dan memudahkan peserta didik memahami keseluruhan isi bab. Refleksi memuat simpulan sikap dan prilaku yang harus diteladani. Dalam buku ini rangkuman ini tidak ada sehingga peserta didik kurang mendapatkan tekanan materi yang harus benar-benar dikuasai. Sebagai ganti dari itu penulis menyampaikan ringkasan fokus kemampuan dasar yang harus dikuasai peserta didik. d. Pelatihan: Hampir di setiap awal dan akhir pembicaraan penulis selalu memberikan tugas-tugas sebagai bahan pretest dan posttest sebagai evaluasi terkuasainya kompetensi sesuai dengan SK dan KD

3. Bagian penyudah Pada bagian akhir buku teks ini disajikan daftar pustaka atau daftar buku yang digunakan sebagai bahan rujukan dalam penulisan buku tersebut dan dalam penulisan daftar pustaka seudah sesuai dengan penulisan daftar pustaka yang standar sebagaimana yang disampaikan oleh H. Amat Mukhadis yaitu diawali dengan nama pengarang (yang disusun secara alfabetis), tahun terbitan, judul buku, tempat, dan nama penerbit. D. Penggunaan Bahasa Bahasa yang digunakan dalam buku teks ini sudah sesuai dengan bahasa yang baik dan benar. Baik artinya sesuai dengan konteks situasi dan kondisi dan benar artinya sesuai dengan kaidahkaidah baku yang berlaku. Atau singkatnya bahasa yang digunakan dalam buku teks ini sudah pragmatis. IV. METODE 1. Ceramah/ Penjelasan melalui deskripsi maupun eksposisi, khususnya terhadap konsep- konsep dasar baik kebahasaan maupun kesastraan. 2. Cerita Bergambar 3. Kuis 4. Penugasan, baik individu maupun kelompok

V. EVALUASI Evaluasi baik yang bersifat pretest maupun post test yang ada dalam buku teks ini sangat bervariasi. Selain dengan penugasan, pelatihan dan mengerjakan tugas-tugas baik secara individu maupun kelompok. Bervariasinya evaluasi ini bisa menghindarkan siswa dari kebosanan terhadap latihan dan tugas-tugas yang monoton dan menjemukan. Bentuk evaluasi yang ada meliputi: 1. Menjawab pertanyaan bacaan 2. Mengisi bagian kalimat yang rumpang. 3. Memberi tanda S (jika setuju) dan T (jika tidak setuju) 4. Mengerjakan tugas membaca, baik pemahaman, membaca indah maupun membaca cepat. 5. Mengerjakan tugas individu maupun tugas kelompok. DAFTAR PUSTAKA 1. Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Pertama. 2006. Panduan Pengembangan Silabus Mata Pelajaran Bahasa Indonesia Sekolah Menengan Pertama, Jakarta. (Online) (www.diknas.org, diakses , tanggal 9 Juni 2008) 2. Esti Ismawati. Buku Teori dan Aplikasi Telaah Kurikulum SLTA. Surakarta: Pustaka Cakra

3. M. Umar Muslim, KTSP dan Pembelajaran Bahasa Indonesia (Online) (www.whandi.net , diakses tanggal 9 Juni 2008) 4. Henry Guntur Tarigan. Telaah Buku Teks Bahasa Indonesia. Bandung: Angkasa. 5. H. Amat Mukhadis. (Eds).2000. Kaidah Tata Tulis Artikel Ilmiah. Malang: Universitas Negeri Malang. 6. Piaget, J. 1970. Science of Education and the Psychology of the Child. New York: Viking.http://ramlannarie.blogspot.com/2010/02/telaah-buku-teks-bahasa-indonesia.html

Pelaksanaan Demokrasi Di IndonesiaPosted by husainnur on April 4, 2011 Tinggalkan sebuah Komentar Pelaksanaan Demokrasi Di Indonesia 1) Pelaksanaan Demokrasi di Indonesia dibagi menjadi beberapa periodesasi: Pelaksanaan demokrasi pada masa revolusi ( 1945 1950 ). Tahun 1945 1950, Indonesia masih berjuang menghadapi Belanda yang ingin kembali ke Indonesia. Pada saat itu pelaksanaan demokrasi belum berjalan dengan baik. Hal itu disebabkan oleh masih adanya revolusi fisik. Pada awal kemerdekaan masih terdapat sentralisasi kekuasaan hal itu terlihat Pasal 4 Aturan Peralihan UUD 1945 yang berbnyi sebelum MPR, DPR dan DPA dibentuk menurut UUD ini segala kekuasaan dijalankan oleh Presiden denan dibantu oleh KNIP. Untuk menghindari kesan bahwa negara Indonesia adalah negara yang absolut pemerintah mengeluarkan : Maklumat Wakil Presiden No. X tanggal 16 Oktober 1945, KNIP berubah menjadi lembaga legislatif. Maklumat Pemerintah tanggal 3 Nopember 1945 tentang Pembentukan Partai Politik. Maklumat Pemerintah tanggal 14 Nopember 1945 tentang perubahan sistem pemerintahn presidensil menjadi parlementer 2) Pelaksanaan demokrasi pada masa Orde Lama a) Masa demokrasi Liberal 1950 1959 Masa demokrasi liberal yang parlementer presiden sebagai lambang atau berkedudukan sebagai Kepala Negara bukan sebagai kepala eksekutif. Masa demokrasi ini peranan parlemen, akuntabilitas politik sangat tinggi dan berkembangnya partai-partai politik. Namun demikian praktik demokrasi pada masa ini dinilai gagal disebabkan : Dominannya partai politik Landasan sosial ekonomi yang masih lemah Tidak mampunya konstituante bersidang untuk mengganti UUDS 1950 Atas dasar kegagalan itu maka Presiden mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 : Bubarkan konstituante Kembali ke UUD 1945 tidak berlaku UUD S 1950 Pembentukan MPRS dan DPAS b) Masa demokrasi Terpimpin 1959 1966 Pengertian demokrasi terpimpin menurut Tap MPRS No. VII/MPRS/1965 adalah kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan yang berintikan musyawarah untuk mufakat secara gotong royong diantara semua kekuatan nasional yang progresif revolusioner dengan berporoskan nasakom dengan ciri: 1. Dominasi Presiden 2. Terbatasnya peran partai politik 3. Berkembangnya pengaruh PKI Penyimpangan masa demokrasi terpimpin antara lain: 1. Mengaburnya sistem kepartaian, pemimpin partai banyak yang dipenjarakan

2. Peranan Parlemen lembah bahkan akhirnya dibubarkan oleh presiden dan presiden membentuk DPRGR 3. Jaminan HAM lemah 4. Terjadi sentralisasi kekuasaan 5. Terbatasnya peranan pers 6. Kebijakan politik luar negeri sudah memihak ke RRC (Blok Timur) Akhirnya terjadi peristiwa pemberontakan G 30 September 1965 oleh PKI. c) Pelaksanaan demokrasi Orde Baru 1966 1998

Pelaksanaan demokrasi orde baru ditandai dengan keluarnya Surat Perintah 11 Maret 1966, Orde Baru bertekad akan melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekwen. Awal Orde baru memberi harapan baru pada rakyat pembangunan disegala bidang melalui Pelita I, II, III, IV, V dan pada masa orde baru berhasil menyelenggarakan Pemilihan Umum tahun 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997. Namun demikian perjalanan demokrasi pada masa orde baru ini dianggap gagal sebab: 1. Rotasi kekuasaan eksekutif hampir dikatakan tidak ada 2. Rekrutmen politik yang tertutup 3. Pemilu yang jauh dari semangat demokratis 4. Pengakuan HAM yang terbatas 5. Tumbuhnya KKN yang merajalela Sebab jatuhnya Orde Baru: 1. Hancurnya ekonomi nasional ( krisis ekonomi ) 2. Terjadinya krisis politik 3. TNI juga tidak bersedia menjadi alat kekuasaan orba 4. Gelombang demonstrasi yang menghebat menuntut Presiden Soeharto untuk turun jadi Presiden 5. Pelaksanaan demokrasi pada masa Reformasi 1998 s/d sekarang. Berakhirnya masa orde baru ditandai dengan penyerahan kekuasaan dari Presiden Soeharto ke Wakil Presiden BJ Habibie pada tanggal 21 Mei 1998. d) Pelaksanaan demokrasi Orde Reformasi 1998 sekarang Demokrasi yang dikembangkan pada masa reformasi pada dasarnya adalah demokrasi dengan mendasarkan pada Pancasila dan UUD 1945, dengan penyempurnaan pelaksanaannya dan perbaikan peraturan-peraturan yang tidak demokratis, dengan meningkatkan peran lembaga-lembaga tinggi dan tertinggi negara dengan menegaskan fungsi, wewenang dan tanggung jawab yang mengacu pada prinsip pemisahan kekuasaan dan tata hubungan yang jelas antara lembaga-lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif. Demokrasi Indonesia saat ini telah dimulai dengan terbentuknya DPR MPR hasil Pemilu 1999 yang telah memilih presiden dan wakil presiden serta terbentuknya lembaga-lembaga tinggi yang lain. Masa reformasi berusaha membangun kembali kehidupan yang demokratis antara lain: 1. Keluarnya Ketetapan MPR RI No. X/MPR/1998 tentang pokok-pokok reformasi 2. Ketetapan No. VII/MPR/1998 tentang pencabutan tap MPR tentang Referandum 3. Tap MPR RI No. XI/MPR/1998 tentang penyelenggaraan Negara yang bebas dari KKN

4. Tap MPR RI No. XIII/MPR/1998 tentang pembatasan Masa Jabatan Presiden dan Wakil Presiden RI 5. Amandemen UUD 1945 sudah sampai amandemen I, II, III, IV Pada Masa Reformasi berhasil menyelenggarakan pemiluhan umum sudah dua kali yaitu tahun 1999 dan tahun 2004http://husainnur.wordpress.com/2011/04/04/pelaksanaan-demokrasi-di-indonesia/ http://krizi.wordpress.com/2009/09/30/makalah-perkembangan-demokrasi-di-indonesia/

. PENDAHULUAN Istilah demokrasi berasal dari perkataan Yunani demokratia, arti pokok : Demos = rakyat : kratos = kekuasaan ; jadi kekuasaan rakyat, atau suatu bentuk pemerintahan negara, dimana rakyat berpengaruh di atasnya, singkatnya, pemerintahan rakyat. Sejak abad ke-6 sebelum masehi, bentuk pemerintahan negara kota (City States) di Yunani adalah berdasarkan demokrasi. Athena membuktikan dalam sejarah tentang demokrasi yang tertua di seluruh dunia. Pemerintahan demokrasi yang tulen adalah suatu pemerintahan, yang sungguh-sungguh melaksanakan kehendak rakyat yang sebenarnya. Akan tetapi kemudian penafsiran atas demokrasi itu berubah menjadi suara terbanyak dari rakyat banyak. Tafsiran terakhir ini tidak asli lagi oleh karena demokrasi diartikan sebagai pelaksanaan suara yang lebih banyak dari rakyat banyak, jadi tidak melaksanakan kehendak seluruh rakyat. Dalam hal ini, demokrasi dapat disalahgunakan oleh golongan yang lebih besar dalam suatu negara untuk memperoleh pengaruh pada pemerintahan negara, dengan selalu mengalahkan kehendak golongan yang kecil jumlah anggotanya. Dalam demokrasi yang tulen dijaminlah hak-hak kebebasan tiaptiap orang dalam suatu anggota. Dalam membicarakan tentang demokrasi di Indonesia, bagaimanapun juga kita tidak akan lepas dari alur periodesasi sejarah politik di Indonesia, yaitu apa yang disebut periode pemerintahan masa Orde Lama. Orde Baru, dan Reformasi. 1

II. ALUR ATAU PERIODESASI PERKEMBANGAN DEMOKRASI DI INDONESIA A. Demokrasi dalam Pemerintahan Masa Revolusi Kemerdekaan Periode pertama pemerintahan negara Indonesia adalah periode kemerdekaan. Para penyelenggara pada awal periode kemerdekaan mempunyai komitmen yang sangat besar dalam mewujudkan demokrasi politk di Indonesia. Tahukah Anda, mengapa demikian? Ya., hal itu terjadi karena latar belakang pendidikan mereka. Mereka percaya bahwa demokrasi bukan merupakan suatu yang hanya terbatas pada komitmen, tetapi lebih dari itu merupakan sesuatu yang perlu diwujudkan. Tentu saja, tidak terlampau banyak yang akan dibicarakan menyangkut demokrasi pada pemerintahan periode ini (1945-1949), kecuali beberapa hal penting yang merupakan peletakan dasar bagi demokrasi di Indonesia untuk masa-masa selanjutnya.

1 Amin Suprihatini, S.Pd., dkk. 2005. Kewaganegaraan Kelas X. Cempaka Putih : Jakarta. hlm :

124 - 129

Universitas Wahid Hasyim Semarang Tahun Akadeik 2007/2008 Pendidikan Kewarganegaraan PAI S-1 3 Pertama, hak politik (political franchise) yang menyeluruh. Para pembentuk negara, sudah sejak semula mempunyai komitmen yang sangat besar terhadap demokrasi. Sehingga begitu menyatakan kemerdekaann dari pemerintah kolonial Belanda, semua warga negara yang sudah dianggap dewasa memiliki hak-hak politik yang sama, tanpa ada diskriminasi yang bersumber dari ras, agama, suku, dan kedaerahan. Kedua, presiden yang secara konstitusional memiliki peluang untuk menjadi diktator, dibatasi kekuasaannya ketika Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) dibentuk untuk menggantikan parlemen. Ketiga, dengan maklumat wakil presiden dimungkinkan terbentuknya sejumlah partai politik, yang kemudian menjadi peletak dasar bagi sistem kepartaian di Indonesia untuk masa-masa selanjutnya dalam sejarah kehidupan politik di tanah air. Perlu Anda ketahui bahwa pelaksanaan demokrasi pada masa pemerintahan revolusi kemerdekaann baru terbatas pada interaksi politik di parlemen dan berfungsinya pers yang mendukung revolusi kemerdekaan. Elemenelemen demokrasi yang lain belum sepenuhnya terwujud, karena situasi dan kondisi yang tidak memungkinkan. Sebab, pemerintah harus memusatkan seluruh energinya untuk bersama-sama dengan rakyat mempertahankan kemerdekaan dan menjaga kedaulatan negara, agar negara kesatuan tetap terwujud. Pada masa pemerintahan revolusi kemerdekaan, partai-partai politik tumbuh dan berkembang dengan pesat. Tetapi, fungsinya yang paling utama adalah ikut serta memenangkan revolusi kemerdekaan dengan menanamkan kesadaran untuk bernegara serta menanamkan semangat antiimperialisme dan kolonialisme. Karena keadaan tidak mengizinkan, pemilihan umum belum dapat dilakukan, sekalipun hal itu sudah merupakan salah satu agenda politik yang utama. B. Demokrasi Parlementer (1949 1959) Periode kedua pemerintahan negara Indonesia adalah tahun 1950 sampai dengan 1959, dengan menggunakan Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS) sebagai landasan konstitusional. Mengapa periode pemerintahan dalam masa ini disebut sebagai pemerintahan parlementer? Tentu Anda ingin tahu jawabannya bukan? Ya, karena pada masa ini merupakan kejayaan parlemen dalam sejarah politik Indonesia.

Universitas Wahid Hasyim Semarang Tahun Akadeik 2007/2008 Pendidikan Kewarganegaraan PAI S-1 4 Masa demokrasi parlementer merupakan masa kejayaan demokrasi Indonesia, karena hampir semua elemen demokrasi dapat ditemukan perwujudannya dalam kehidupan politik Indonesia. Pertama, lembaga perwakilan rakyat atau parlemen memainkan peranan yang sangat penting dalam proses politik yang berjalan. Perwujudan kekuasaan parlemen ini diperlihatkan dengan adanya sejumlah mosi tidak percaya kepada pihak pemerintah yang mengakibatkan kabinet harus meletakkan jabatannya. Kedua, akuntabilitas pemegan jabatan dan plitisi pada umumnya sangat tinggi. Hal ini dapat terjadi, karena berfungsinya parlemen dan juga sejumlah media masa sebagai alat kontrol sosial. Sejumlah kasus jatuhnya kabinet dalam periode ini merupakan contoh konkret dari tingginya akuntabilitas tersebut. Ketiga, kehidupan kepartaian boleh dikatakan memperoleh peluang yang sebesar-besarnya untuk berkembang secara maksimal. Dalam periode ini, Indonesia menganut sistem banyak partai (multyparty system). Ada hampir 40 partai politik yang terbentuk dengan tingkat otonomi yang sangat tinggi dalam proses rekrutmen, baik pengurus atau pimpinan partainya maupun para pendukungnya. Campur tangan pemerintah dalam hal rekrutmen internal partai boleh dikatakan tidak ada sama sekali, sehingga setiap partai bebasmemilih ketua dan segenap anggota pengurusnya. Empat, sekalipun pemilihan umum hanya dilaksanakan satu kali, yaitu pada tahun 1955, tetapi pemilihan umum tersebut benar-benar dilaksanakan dengan prinsip demokrasi. Kompetisi antarpartai politik berjalan dengan baik dan sehat. Partai-partai politik dapat mengajukan nominasi calonnya dengan bebas, kampanye dilaksanakan degnan penuh tanggung jawab dalam rangka mencari dukungan yang kuat dari masyarakat pemilih. Dan yang tidak kalah pentingnya adalah setiap pemilih dapat menggunakan hak pilihnya dengan bebas tanpa ada tekanan atau rasa takut. Kelima, masyarakat pada umumnya dapat merasakan bahwa hak-hak dasar mereka tidak dikurangi sama sekali, sekalipun tidak semua warga dapat memanfaatkannya dengan maksimal. Hak untuk berserikat dan berkumpul dapat diwujudkan dengan jelas, dengan terbentuknya sejumlah partai politik serta organisasi peserta pemilihan umum. Kebebasan pers juga dirasakan dengan baik, karena tidak dikenal adanya lembaga yang menghambat kebebasan tersebut. Pers memainkan peranan yang sangat besar dalam meningkatkan dinamika kehidupan politik, terutama sebagai alat kontrol sosial. Sekalipun pers itu sendiri merupakan instrumen politik yang sangat efektif dari sejumlah partai politik. Setiap partai politik yang besar

Universitas Wahid Hasyim Semarang Tahun Akadeik 2007/2008 Pendidikan Kewarganegaraan PAI S-1 5 mempunyai surat kabar. Partai Nasional Indonesia (PNI) memiliki Suluh Indonesia, yang kemudian berubah menjadi Suluh Marhaen. Partai Sosial Indonesia mempunyai afiliasi dengan harian Pedoman, Masyumi memiliki harian Abadi, dan Partai Komunis Indonesia (PKI) menerbitkan harian Rakyat. Demikian juga dengan kebebasan berpendapat (freedom of expression), masyarakat yang mampu melaksanakannya dapa saja menggunakan haknya tanpa ada rasa khawatir untuk menghadapi resiko, sekalipun mengkritik pemerintah dengan keras. Keenam, dalam masa pemerintahan parlementer, daerah-daerah memperoleh otonomi yang cukup, bahkan otonomi yang seluas-luasnya dengan asas desentralisasi sebagai landasan untuk berpijak dalam mengatur hubungan kekuasaan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Daerah-daerah diberi hak untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan aspirasi yang berkembang di daerah tersebut. Termasuk di dalamnya kewenangan untuk menggali sumber daya keuangan dan kewenangan untuk mengisi jabatan lokal yang sesuai dengan kondisi politik lokal. Memang, demokrasi mempunyai kaitan erat dengan derajat tinggi rendahnya desentralisasi dalam penyelenggaraan negara. Semakin demokratis sebuah negara, maka semakin ada kecenderungan ke arah pemerintahan yang sentralistis. Pada saat berlangsungnya sistem ini di Indonesia, pemerintahan dipimpin oleh seorang perdana menteri. Sedangkan, presiden hanya berkedudukan sebagai kepala negara. Dalam sistem ini, perdana menteri (kabinetnya) bertanggung jawab kepada parlemen atau Dewan Perwakilan Rakyat. Akibat pelaksanaan demokrasi parlementer, roda pemerintahan tidak stabil. Hal ini disebabkan oleh begitu mudahnya oposisi dalam parlemen mengajukan mosi tidak percaya terhadap kabinet atau pemerintah yang berkuasa. C. Demokrasi Terpimpin (1959 1965) Geleide democratie ialah demokrasi terpimpin menurut Ir. Soekarno, sedang menurut Dr. Moh. Hatta maksudnya demokrasi terdidik ; kedua tafsiran ini arti dan maksudnya sama saja. Dengan demokrasi terpimpin atau demokrasi terdidik diartikan bahwa berhubung dengan terdapatnya jarak yang memisahkan para pemimpin (kaum intelek) yang telah mampu atau belum untuk demokrasi ;

Universitas Wahid Hasyim Semarang Tahun Akadeik 2007/2008 Pendidikan Kewarganegaraan PAI S-1 6 oleh karenanya untuk melaksanakan demokrasi para pemimpin harus memimpin atau mendidik rakyat berdemokrasi. 2 Sejak berakhirnya pemilihan umum 1955, Presiden Ir. Soekarno sudah menunjukkan gejala ketidaksenangannya pada partai-partai politik. Hal itu terjadi, karena partai politik sangat berorientasi pada kepentingan ideologinya sendiri dan kurang memperhatikan kepentingan politik nasional secara menyeluruh. Bahkan, pernah pada suatu kesempatan di Istana Merdeka, beliau melontarkan keinginannya untuk membubarkan saja partai-partai politik. Selain itu, Ir. Soekarno juga melontarkan gagasan, bahwa demokrasi parlementer tidak sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia yang dijiwai oleh semangat gotong royong dan kekeluargaan. Ir. Soekarno juga menekankan bagaimana besarnya peranan pemimpin dalam proses politik yang berjalan dalam masyarakat kita. Ir. Soekarno kemudian juga mengusulkan agar dibentuk pemerintahan bersifat gotong royong yang melibatkan semua kekuatan politik yang ada, termasuk Partai Komunis Indonesia yang selama ini tidak pernah terlibat secara resmi dalam koalisi kabinet. Untuk mewujudkan gagasan tersebut, Ir. Soekarno kemudian mengajukan usulan yang dikenal sebagai "Konsepsi Presiden". Melalui konsepsi tersebut, terbentuk kemudian apa yang disebut Dewan Nasional yang melibatkan semua partai politik dan organisasi sosial kemasyarakatan. Konsepsi presiden dan terbentuknya Dewan Nasional mendapat tantangan yang sangat kuat dari sejumlah partai politik, terutama Masyumi serta PSI. Penentang konsepsi presiden menyatakan, bahwa pembentukan Dewan Nasional merupakan pelanggaran yang sangat mendasar terhadap konstitusi negara, karena lembaga tersebut tidak dikenal dalam konstitusi. Pada saat yang sama, sejumlah faktor lain muncul secara hampir bersamaan. Pertama, hubungan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah semakin memburuk. Sejumlah perwira Angkatan Darat di daerah-daerah membentuk misalnya Dewan Banteng, Dewan Garuda, dan Dewan Gajah di Sumatera, yang kemudian mengambil alih pemerintahan sipil. Demikian pula yang terjadi di Sulawesi. Semuanya itu kemudian mencapai puncaknya dengan terjadinya pemberontakan daerah yang dipelopori oleh PRRI dan Permesta. Kedua, Dewan Konstituante ternyata mengalami jalan buntu untuk mencapai kesepakatan guna merumuskan ideologi nasional, karena tidak tercapainya titik temu antara dua kubu politik, yaitu kelompok yang menginginkan Islam sebagai ideologi negara dan kelompok lain yang menginginkan Pancasila

2 Prof. Drs. C.S.T. Kansil, S.H. dan Cristine S.T. Kansil, S.H., M.H. Pendidikan Kewarganegaraan di PerguruanTinggi. (Jakarta : PT. Pradnya Paramita, 2003), hlm. 110.

Universitas Wahid Hasyim Semarang Tahun Akadeik 2007/2008 Pendidikan Kewarganegaraan PAI S-1 7 sebagai dasar negara. Ketika votting dilakukan, ternyata suara mayoritas yang diperlukan tidak tercapai. Bahkan hal tersebut berlarut-larut, karena semakin banyak anggota Konstituante yang tidak mau lagi menghadiri sidang lembaga perwakilan rakyat tersebut. Agar dapat keluar dari persoalan politik yang sangat pelik tersebut, dengan pertimbangan demi kepentingan negara, Ir. Soekarno kemudian pada tanggal 5 Juli 1959 mengeluarkan Dekrit Presiden yang membubarkan Konstituante dan menyatakan kembali pada Undang-Undang Dasar 1945. Dekrit Presiden tersebut merupakan palu godam bagi demokrasi parlementer, yang kemudian membawa dampak yang sangat besar dalam kehidupan politik nasional. Era baru demokrasi dan pemerintahan di Indonesia mulai memasuki apa yang kemudian oleh Ir. Soekarno disebut sebagai Demokrasi Terpimpin. Untuk mewujudkan demokrasi terpimpin ini, maka terbentuklah Front Nasional. Dibentuknya Front Nasional dan penyederhanaan partai membawa akibat adanya stabilitas yang semu. Keadaan ini terjadi karena tidak meletakkan dasar yang kuat dalam proses pergantian pimpinan nasional. Selain itu, karena mengandalkan adanya blok politik yang dapat mengelola Front Nasional. Adanya pengkultusan terhadap Presiden Ir. Soekarno setelah tahun 1963 semakin menyebabkan saluran politik tersumbat. Kecuali, dari kelompok-kelompok yang memberikan kontribusi kepada elite politik. Begitu pula pengangkatan Presiden Ir. Soekarno sebagai presiden seumur hidup adalah tindakan inkonstitusional yang bertentangan dengan UUD 1945. Berbagai situasi politik yang tidak menentu sangat menguntungkan bagi PKI, sehingga partai ini menjadi semakin besar. D. Demokrasi Pancasila (1965 1998) Demokrasi Pancasila dimulai ketika rezim Ir. Soekarno berakhir. Demokrasi Pancasila adalah paham demokrasi yang bersumber pada kepribadian dan falsafah serta budaya hidup bangsa Indonesia. Dalam Demokrasi Pancasila, kedaulatan yang dimaksud adalah kedaulatan yang berdasarkan musyawarah yang meliputi bidang politik, ekonomi, sosial budaya, dan hankam yang berketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab serta persatuan dan kesatuan bangsa. Demokrasi Pancasila berdasarkan paham kekeluargaan dan gotong royong, yang ditujukan bagi kesejahteraan rakyat seperti tercamtum dalam Pembukaan UUD 1945. Hal ini bisa terjadi apabila Pancasila benar-benar dilaksanakan secara bertanggung jawab. Konsep yang baik dari Demokrasi Pancasila dalam pelaksanaannya tidak bisa diwujudkan dengan mudah. Pemerintahan rezim Orde Baru telah mencoba

Universitas Wahid Hasyim Semarang Tahun Akadeik 2007/2008 Pendidikan Kewarganegaraan PAI S-1 8 mewujudkannya, diantaranya bidang politik dengan mengeluarkan lima paket Undang-Undang Politik berikut : a. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1985 tentang Pemilu. b. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1985 tentang Kedudukan MPR dan DPR. c. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1985 tentang Partai Politik (Parpol) dan Golongan Karya (Golkar). d. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1985 tentang Referendum. e. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas). Kelima undang-undang tersebut disusun untuk mengatur kehidupan politik di tanah air. Akan tetapi, dalam praktiknya undnag-undang ini dipergunakan untuk mempertahankan status quo kekuasaan Orde Baru. E. Demokrasi Masa Reformasi (1998 Sekarang) Masa reformasi membawa angin segar bagi demokrasi. Dalam kurun waktu 32 tahun dibawah rezim Orde Baru, kehidupan politik terbelenggu oleh ketentuan yang ada dalam lima paket Undang-Undang Politik. Berbagai alur aksi menentang rezim dianggap kontra produktif dengan pembangunan. Sejak terpuruknya kondisi perekonomian Indonesia, aksi-aksi menuntut turunnya Orde Baru semakin tinggi frekuensinya. Akhirnya pada tanggal 21 Mei 1998 Soeharto lengser keprabon dari kursi presiden dan menunjuk Habibie wakilnya sebagai penggantinya. Masa pemerintahan Habibie diwarnai dengan iklim keterbukaan demokrasi, misalnya menerapkan adanya kebebasan pers. Dengan adanya keterbukaan ini, keadaan politik dalam negeri mengalami euforia demokrasi. Tuntutan masyarakat dalam aksi protes muncul silih berganti. Hal ini menimbulkan sikap anarki dan tindak kekerasan. Keadaan ini diharapkan akan berakhir, setelah diadakan pemilihan umum 1999 tanggal 7 Juni 1999 agar terwujud pemerintahan yang memenuhi aspirasi seluruh rakyat. Pemilu ini diikuti oleh 48 partai politik. Dalam Sidang Umum MPR 1999 pada tanggal 1 21 Oktober 1999, dihasilkan perubahan besar dengan

keputusan untuk mengamandemen Undang-Undang Dasar 1945. Hal itu merupakan wujud keinginan untuk mereformasi total sistem ketatanegaraan Indonesia agar lebih demokratis. Pemilihan presiden dilakukan dalam suasana yang transparan dan demokratis dalam ketatanegaraan Indonesia. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dan Megawati Soekarnoputri masing-masing terpilih sebagai presiden dan wakil presiden.

Universitas Wahid Hasyim Semarang Tahun Akadeik 2007/2008 Pendidikan Kewarganegaraan PAI S-1 9 Dibawah dua kepemimpinan ini, roda pemerintahan ternyata tidak juga berjalan mulus. Hubungan legislatif dan eksekutif terburuk terjadi di era pemerintahan ini. DPR mengajukan memorandum kepada Gus Dur karena telah dianggap menyalahgunakaan kekuasaan. Sementara itu, Gus Dur menanggapinya dengan mengeluarkan dekrit yang salah satu isinya adalah ; Membekukan lembaga DPR dan MPR. Namun, Gus Dur ternyata tidak mempunyai cukup pendukung. Dekrit ini kemudian menjadi bumerang dengan penolakan DPR/MPR atas dekrit tersebut dan memaksa Gus Dur turun lewat Sidang Istimewa MPR. Hanya selang empat hari setelah dekrit tersebut dikeluarkan, Gus Dur harus menyaksikan Megawati Soekarnoputri mengambil alih posisinya dengan Hamzah Haz sebagai wakilnya. III. PENUTUP Seiring dengan bergulirnya sejarah demokrasi di Indonesia, yang menyebabkan dampak yang nyata bagi kehidupan, khususnya bangsa Indonesia sendiri. Dampak itu memang berbeda-beda yang dirasakan oleh setiap individu, ada yang potisif dan ada yang negatif. Namun di balik itu semua, merupakan suatu pelajaran yang patut kita petik maknya yang terkandung di dalamnya. Demikian makalah yang dapat kami ketengahkan, kami sangat mengharapkan masukan dari pembaca sekalian demi kesempurnaan makalah ini. Kekurangan dari makalah ini merupakan kami dalam ilmu pengetahun yang kami miliki, dan kelebihan hanya semata-mata datang dari Allah SWT., semoga bermanfaat bagi kita semua. Amin