teknologi embrio pada manusia
DESCRIPTION
macam mcam tenologi embrio yang dapat diterapkan pada manusiaTRANSCRIPT
Embriologi adalah salah satu cabang ilmu dasar yang mempelajari proses
perkembangan individu sebelum mencapai bentuk definitif dengan terbentuknya organ-organ
tubuh. Pada periode teori praformasi, dipercaya bahwa perkembangan mahluk hidup berasal
dari miniatur yang sudah ada dalam oosit (aliran ovulist). Setelah ditemukannya mikroskop
oleh Antony van Leeuwenhoek (1632-1723), teori ovulist dibantah dengan ditemukannya
sperma dimana dipercaya bahwa kehidupan berasal dari miniatur yang berada dalam sperma,
sementara oosit sebagai tempat tumbuh (aliran animalcultist). Kedua pendapat tersebut
akhirnya dibantah dengan dibuktikan bahwa proses perkembangan terjadi secara bertahap
dari uniseluler (gamet) yang kemudian terjadi fertilisasi dan perkembangan menjadi embrio
dan selanjutnya menjadi fetus (teori epigenesis).
Secara garis besar, embriologi dibagi menjadi tiga tahap: 1) progenesis, yang
mempelajari proses gametogenesis dan fertilisasi, 2) embriogenesis, yang meliputi proses
pembelahan (cleavage), blastulasi, gastrulasi dan neurulasi, 3) organogenesis, yang
mempelajari proses perkembangan tiga lapis kecambah (ektoderm, mesoderm dan endoderm)
yang akan berkembang menjadi seluruh organ tubuh (Gambar 1). Selain proses
perkembangan normal tersebut, juga dipelajari gangguan dan kelainan bentuk perkembangan
yang terjadi pada periode pralahir dan sesaat setelah lahir (malformasi kongenital) yang
disebut sebagai teratologi. Dengan pengetahuan teratologi dapat dijelaskan proses kejadian-
kejadian: kembar identik baik yang manghasilkan anak kembar normal maupun kembar siam,
kelahiran anak tanpa tangan dan kaki, kelahiran anak tanpa anus, kelahiran anak dengan
kromosom XXY, kejadian bibir sumbing dan banyak lagi kejadian malformasi kongenital
yang terjadi pada periode pranatal yang berjalan secara alamiah maupun karena pengaruh
lingkungan (pencemaran).Pada awalnya, pengetahuan mengenai embriologi sebagai ilmu
dasar hanya mempelajari proses perkembangan yang terjadi secara normal tanpa ada
keberanian untuk melakukan suatu perekayasaan karena kekhawatiran akan menghasilkan
suatu individu abnormal.
Perkembangan bioteknologi embrio memberikan peluang untuk optimalisasi proses
perkembangan sebagai upaya meningkatkan manfaat tanpa mengganggu proses fisiologis
pertumbuhan. Perkembangan bioteknologi yang sangat pesat mulai dikenal dengan upaya
perekayasaan embrio yaitu suatu upaya manipulasi proses perkembangan untuk mendapatkan
manfaat yang lebih baik. Dari penelitain-penelitian yang telah dilakukan, ternyata
perekayasaan tanpa mengganggu proses perkembangan normal hanya dapat dilakukan pada
periode gametogenesis, fertilisasi, pembelahan embrio dan blastulasi. Perekayasaan yang
dilakukan di luar periode tersebut akan menghasilkan individu dengan perkembangan
abnormal. Hal tersebut dapat difahami karena pada proses gastrulasi mulai terjadi diferensiasi
perkembangan menjadi tiga lapis kecambah yaitu ektoderm, mesoderm dan endoderm yang
masing-masing akan bertanggungjawab pada perkembangan organ tubuh secara keseluruhan.
Hal tersebut akan menjadi lebih rumit bila proses perekayasaan dilakukan pada periode
perkembangan lebih lanjut (neurulasi dan organogenesis)
Ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) dari tahun ke tahun bertambah maju dan
berkembang sangat pesat yang ditandai dengan berbagai penemuan. Kemajuan IPTEK
tersebut, juga berpengaruh terhadap kemajuan teknologi di sektor reproduksi. Perkembangan
IPTEK di bidang reproduksi membantu mengendalikan dan mengatur laju pertumbuhan
penduduk yang dapat meningkatkan kesejahteraan. Perkembangkan teknologi di bidang
reproduksi diawali dengan pemanfaatan teknologi inseminsi buatan (IB), kemudian transfer
embrio (TE), dan saat ini telah dikembangkan teknologi, fertilisasi in vitro, teknologi
criopreservasi gamet. Upaya pengembangan dan pemanfaatan teknologi reproduksi tersebut
perlu dukungan peralatan yang memadai dan dana yang cukup serta tenaga ahli yang
terampil.
1. Inseminasi Buatan
Inseminasi buatan adalah proses bantuan reproduksi di mana sperma disuntikkan
dengan kateter ke dalam vagina (intracervical insemination) atau rahim (intrauterine
insemination) pada saat calon ibu mengalami ovulasi. Proses inseminasi buatan berlangsung
singkat dan terasa seperti pemeriksaan papsmear. Dalam dua minggu, keberadaan janin sudah
bisa dicek dengan tes kehamilan. Bila gagal, prosesnya bisa diulang beberapa kali sampai
berhasil. (Umumnya bila setelah 3-6 siklus tidak juga berhasil, dokter akan
merekomendasikan metode bantuan reproduksi lainnya)
Untuk meningkatkan peluang keberhasilan–seperti halnya pada proses bayi tabung–
calon ibu yang akan menjalani inseminasi buatan dirangsang kesuburannya dengan hormon
dan obat-obatan lainnya. Pemberian rangsangan ini dimulai pada awal siklus menstruasi agar
pada saat ovulasi indung telur menghasilkan beberapa telur yang matang (dalam keadaan
normal, hanya satu telur yang dilepaskan per ovulasi). Sperma yang diinjeksi melalui kateter
juga diproses terlebih dahulu agar terseleksi dan terkonsentrasi, sehingga kualitasnya baik
dan jumlahnya cukup.
inseminasi buatan itu salah satu teknik reproduksi buatan. reproduksi buatan sendiri
mencakup kloning, bayi tabung (fertilisasi in vitro), inseminasi buatan (kawin suntik),
pembastaran (perkawinan silang), rekombinasi gen, dan kultur jaringan.
Inseminasi buatan bisa membantu kehamilan bila:
Istri memiliki alergi sperma
Suami memiliki jumlah sperma sedikit atau kurang gesit
Beberapa kerugian inseminasi buatan pada manusia antara lain :
Biaya yang sangat mahal karena ketatnya aturan yang harus dipatuhi dan laboratorium
yang melaksanakannya juga masih jarang.
Jika sperma yang digunakan bukan dari suami sendiri, melainkan dari orang lain,
maka akan mengaburkan keturunan dan itu sangat dilarang agama
Adanya resiko terjadinya kesalahan yang bisa membuat kegagalan dalam proses
inseminasi buatan pada manusia
Waktu yang diperlukan untuk tahap persiapan dan pelaksanaan tergolong lama karena
harus melalui banyak pemeriksaan, baik secara fisik maupun psikis.
Keuntungan Inseminasi Buatan
Inseminasi buatan dapat membantu dalam kasus ketidaksuburan disebabkan karena salah satu
alasan yang disebutkan di atas. Oleh karena itu, pertama dan keuntungan utama dari metode
ini adalah membantu dalam mengatasi masalah yang berkaitan dengan hamil. Sperma
digunakan untuk inseminasi buatan adalah baik diperoleh dari pasangan laki-laki dari
perempuan, atau dari sebuah bank sperma. Sebelumnya teknik ini hanya digunakan bagi
pasangan untuk memiliki anak, hari ini wanita lajang dan pasangan seks yang sama memilih
untuk metode ini untuk punya anak.
Kedua, proses inseminasi buatan digunakan dalam kasus pasangan laki-laki menderita
kelainan keturunan atau genetik. Sperma yang digunakan untuk proses ini dicuci dan diuji
untuk setiap gangguan genetik atau ketidakseimbangan. Oleh karena itu, ada kemungkinan
lebih rendah dari gangguan seperti yang lulus dari orang tua untuk anak. Inseminasi buatan
lebih dekat dengan metode alami reproduksi, dibandingkan dengan metode lain seperti
reproduksi dibantu Dalam Vitro Fertilization (IVF). Oleh karena itu, metode ini secara luas
diadopsi oleh pasangan.
Ketiga, ketika berbicara tentang tingkat keberhasilan inseminasi buatan, kita kembali
menemukan bahwa proses ini memiliki tangan atas antara semua prosedur lainnya. Tingkat
keberhasilan inseminasi buatan setinggi 86%. Namun, perlu dicatat bahwa ada beberapa
faktor yang terlibat di sama. Demikian pula, ketika membandingkan inseminasi intrauterin
intracervical dan inseminasi, ditemukan bahwa tingkat keberhasilan inseminasi intrauterine
lebih tinggi, dan setinggi 80%.
Salah satu keuntungan lain dari inseminasi buatan adalah biaya. Jika anda melihat pada biaya
inseminasi buatan dan bahwa metode lain, Anda akan menemukan bahwa inseminasi buatan
lebih murah. Biaya rata-rata metode lain seperti fertilisasi in vitro (IVF) lebih tinggi dari AI.
Kedua, biaya inseminasi intracervical adalah lebih rendah daripada inseminasi intrauterin. Di
sisi lain, sebagaimana disebutkan di atas, ada efek samping relatif tidak terkait dengan AI,
yang membuatnya lebih menguntungkan.
2. Fertilisasi Invitro Dan Transfer Embrio
Bayi tabung atau pembuahan in vitro (bahasa Inggris: in vitro fertilisation) adalah
sebuah teknik pembuahan dimana sel telur (ovum) dibuahi di luar tubuh wanita. Bayi tabung
adalah salah satu metode untuk mengatasi masalah kesuburan ketika metode lainnya tidak
berhasil. Prosesnya terdiri dari mengendalikan proses ovulasi secara hormonal, pemindahan
sel telur dari ovarium dan pembuahan oleh sel sperma dalam sebuah medium cair. (Teknologi
ini dirintis oleh P.C Steptoe dan R.G Edwards pada tahun 1977).
Bayi tabung atau dalam bahasa kedokteran disebut In Vitro Fertilization (IVF) adalah
suatu upaya memperoleh kehamilan dengan jalan mempertemukan sel sperma dan sel telur
dalam suatu wadah khusus. Pada kondisi normal, pertemuan ini berlangsung di dalam saluran
tuba. Pembuahan sel telur (ovum) yang dilakukan di luar tubuh calon ibu. Awalnya tekhnik
reproduksi ini ditunjukkan untuk pasangan infertile, yang mengalami kerusakan saluran telur.
Namun saat ini indikasinya telah diperluas, antara lain jika calon ibu mempunyai lender
mulut rahim yang abnormal, mutu calon ayah kurang baik, adanya antibody pada atau
terhadap sperma, tidah kunjung hamil walaupun endometriosis telah diobati, serta pada
gangguan kesuburan yang tidak diketahui penyebabnya maka program bayi tabung ini bias
dilakukan.
Bayi tabung merupakan pilihan untuk memperoleh keturunan bagi ibu ibu yang
memiliki gangguan pada saluran tubanya. Pada kondisi normal, sel telur yang telah matang
akan dilepaskan oleh indung telur (ovarium) menuju saluran tuba (tuba fallopi) untuk
selanjutnya menunggu sel sperma yang akan membuahi. Jika terdapat gangguan pada saluran
tuba maka proses ini tidak akan berlangsung sebagaimana mestinya. Proses yang berlangsung
di laboratorium ini dilaksanakan sampai menghasilkan suatu embrio yang akan ditempatkan
pada rahim ibu. Embrio ini juga dapat disimpan dalam bentuk beku (cryopreserved) dan
dapat digunakan kelak jika dibutuhkan. Bayi tabung pertama yang lahir ke dunia adalah
Louise Joy Brown pada tahun 1978 di Inggris.
Langkah-langkah proses Bayi Tabung
Bila ditemukan kelainan/masalah pada pasangan suami istri, dokter spesialis akan
merujuk ke pusat layanan bayi tabung. Setelah diketahui penyulit kehamilan,
pasangan suami isteri disiapkan menjalani proses bayi tabung.
Setiap pasangan akan menerima penjelasan program Bayi Tabung dan prosedur
pelaksanaan dalam sebuah kelas/kelompok.
Peserta program harus menandatangani perjanjian tertulis: bersedia bila dokter
melakukan tindakan yang dianggap perlu semisal operasi, bersedia menghadapi
kemungkinan mengalami kehamilan kembar dan risiko lain yang dapat ditimbulkan.
Pelaksanaan program bisa dimulai berdasarkan masa haid. Calon ibu akan diberi obat-
obatan hormonal sebagai pemicu ovulasi agar menghasilkan banyak sel telur.
Perangsangan dilakukan 5-6 minggu, sampai sel telur matang dan cukup tuk dibuahi.
Selanjutnya dilakukan Ovum pick up/Opu (pengambilan sel telur) yang dilakukan
tanpa oprasi, melainkan dengan cara ultrasonografi transvaginal. Kemudian semua sel
telur diangkat dan disimpan dalam incubator. Sedangkan calon ayah akan diambil
spermanya melalui cara masturbasi. Beberapa jam kemudian, terhadap masing-masing
sel telur akan ditambahkan sejumlah sperma suami (inseminasi) yang sebelumnya
telah diolah dan dipilih yang terbaik mutunya. Setelah kira-kira 18-20 jam, akan
terlihat apakah proses pembuahan tersebut berhasil atau tidak. Sel telur yang telah
dibuahi sperma atau disebut zigot akan dipantau selama 22-24 jam kemudian untuk
melihat perkembangannya menjadi embrio.
Dari embrio tersebut, dokter akan memilih tiga atau empat embrio yang terbaik untuk
ditanamkan kembali ke dalam rahim. Empat embrio merupakan jumlah maksimal mengingat
risiko yang akan ditanggung oleh calon ibu dan juga janin. Embrio-embrio yang terbaik itu
kemudian diisap ke dalam sebuah kateter khusus untuk dipindahkan ke dalam rahim.
Terjadinya kehamilan dapat diketahui melalui pemeriksaan air seni 14 hari setelah
pemindahan embrio. Bila saat masturbasi tak ada sperma yang keluar, berarti ada sumbatan.
Untuk itu akan dilakukan cara lain, yaitu dengan MESA (Microsurgical Epydidimis Sperm
Aspiration);sperma diambil dari salurannya. Bisa juga dengan TESA (Testical Sperm
Extraction); sperma diambil langsung dari buah zakar. Bila sperma yang dihasilkan sangat
sedikit, maka dilakukan ICSI (Intra Cytoplasmic Sperm Injection); sperma disuntikkan ke sel
telur. Cara ini khusus bagi pasangan infertil dimana suami mempunyai sperma sangat sedikit.
Kemudia jika proses bayi tabung berhasil Ibu dipantau beberapa waktu dengan pemeriksaan
hormon kehamilan (hCG) di darah dan pemeriksaan USG.
Teknik fertilisasi invitro dan Transfer Embrio secara teknik dapat dibagi menjadi 4
yaitu :
Tahap induksi ovulasi.
Pada tahap ini dilakukan stimulasi pertumbuhan sel telur sebanyak mungkin yang
dilakukan dengan pemberian Follicle Stimulating Hormone (FSH). Saat ini, FSH telah
dimurnikan dan diperbanyak dengan teknologi rekombinasi DNA, misalnya nama
dagang Gonal-f®, sehingga dapat digunakan untuk membantu stimulasi pertumbuhan
sel telur pada perempuan yang kekurangan hormon FSH. Setelah dihasilkan cukup
banyak sel telur, diberikan hormon human Chorion Gonadotropin (hCG) untuk
menstimulasi pelepasan sel telur yang matang. Seperti halnya FSH, hCG juga telah
diproduksi dengan teknologi rekombinasi DNA, misalnya Ovidrel® yang dapat
diinjeksikan langsung ke jaringan di bawah kulit. Jika tidak terdapat sel telur yang
matang, maturasi satu atau lebih sel telur dapat dilakukan dengan menggunakan
metode OS (Ovarian Stimulation).
Gambar . Perkembangan sel telur dimulai dari proses pematangan dalam ovarium.
(Sumber: Paladin, 1971)
Tahap pengambilan sel telur.
Pada tahap ini, hasil pematangan sel telur dari ovarium diamati, misalnya dengan
menggunakan metode laparoskopi atau metode vaginal ultrasonik. Sel telur yang telah
matang akan diambil dari ovarium dengan menggunakan jarum yang runcing,
kemudian dipindahkan ke dalam cawan petri yang telah berisi medium pertumbuhan.
Fertilisasi sel telur.
Pada tahap ini, sel sperma motil yang telah diperoleh dari metode swim-up(Henkel
dan Schill, 2003) dimasukkan ke dalam cawan Petri yang telah berisi sel telur,
kemudian disimpan di dalam inkubator. Pemeriksaan gamet dilakukan pada interval
waktu antara fertilisasi dan maturasi. Setelah terjadi fertilisasi, embrio dibiarkan di
dalam inkubator selama 3 – 5 hari.
Gambar. Teknik Fertilisasi In Vitro dan Transplantasi Embrio
Tahap transfer embrio
Tahap ini merupakan tahap akhir, berupa pengembalian embrio hasil fertilisasi yang
telah mencapai tahap blastula. Embrio ditransplantasikan ke dalam rahim melalui
kateter Teflon tanpa pembiusan. Dengan cara ini pasien dapat kembali ke rumah
segera setelah transfer embrio. Untuk meningkatkan peluang terjadinya kehamilan,
maka beberapa embrio ditransplantasikan ke dalam rahim (Corabian, 1997).
Dalam aplikasinya, teknik IVF perlu mempertimbangkan tingkat kesuksesan. Definisi
tingkat kesuksesan dalam IVF adalah jumlah kehamilan yang diperoleh setelah aplikasi IVF
dibagi dengan jumlah aplikasi IVF yang telah dilakukan untuk mendapatkan kehamilan. Ada
beberapa variasi dalam perhitungan ini. Jumlah kehamilan yang diperoleh setelah aplikasi
IVF dapat dihitung yang menghasilkan kelahiran hidup saja, maupun jumlah keseluruhan
termasuk kelahiran mati. Sedangkan jumlah aplikasi IVF yang telah dilakukan biasanya
ditentukan berdasarkan siklus IVF-ET termasuk teknik IVF itu sendiri sampai pemindahan
embrio ke dalam rahim.
Secara statistik, teknik IVF-ET dapat meningkatkan angka kehamilan pada pasien
yang mengalami masalah infertilitas penyumbatan saluran Fallopi secara signifikan jika
dibandingkan dengan teknik perawatan konvensional yang lainnya. Kehamilan spontan yang
terjadi pada pasien dengan penyumbatan saluran Fallopi memiliki tingkat kelahiran hidup
1,4%, sedangkan dengan teknik IVF sekitar 8% - 12% per siklus perawatan (Corabian, 1997).
3. Kloning
Kloning dalam biologi adalah proses menghasilkan individu-individu dari jenis yang
sama (populasi) yang identik secara genetik. Kloning merupakan proses reproduksi aseksual
yang biasa terjadi di alam dan dialami oleh banyak bakteria, serangga, atau tumbuhan. Dalam
bioteknologi, kloning merujuk pada berbagai usaha-usaha yang dilakukan manusia untuk
menghasilkan salinan berkas DNA atau gen, sel, atau organisme. Kloning pada manusia
dilakukan dengan mempersiapkan sel telur yang sudah diambil intinya lalu disatukan dengan
sel dewasa dari suatu organ tubuh. Hasilnya ditanam ke rahim seperti halnya embrio bayi
tabung.
Secara etimologis, kata kloning berasal dari bahasa Yunani “klon” artinya potonganyang
digunakan untuk memperbanyak tanaman. Sedangkan secara terminologis, kloningadalah
proses pembuatan sejumlah besar sel atau molekul yang seluruhnya identik dengan selatau
molekul asalnya.Dalam bidang genetika kloning merupakan replikasi segmen DNA tanpa
melalui prosesseksual (Rekombinasi DNA). Proses ini membuka peluang baru dalam
terobosan teknologiuntuk mengubah fungsi dan prilaku makhluk hidup sesuai dengan
keinginan dan kebutuhanmanusia.Secara teoritis prosedur dan mekanisme kloning terhadap
makhluk hidup melaluiempat (4) tahap yaitu isolasi fragmen DNA, penyisipan fragmen DNA
ke dalam vektor,transformasi dan seleksi hasil kloning.
Isolasi fragmen DNA
Isolasi fragmen DNA yang spesifik dapat dilakukan dengan metode PCR (polymerase
chainreaction) yaitu teknik amplikasi fragmen DNA yang spesifik secara in vitro. Secara
umumDNA yang digunakan untuk PCR adalah total DNA genom yang diekstraksi dari sel
dan tidak membutuhkan tingkat kemurnian tinggi. Urutan DNA yang akan diamplikasi secara
spesifik akan ditentukan oleh primer-primer yang tersusun dari nukleotida (1) Material yang
diperlukan untuk proses PCR adalah DNA yang mengandung rangkaian urutanyang akan
diperbanyak (duplikasi DNA) yaitu primer, DNA polimerase dan campuran dariempat
macam deoksiribonukleotida-trifosfat (dATP, dCTP, dGTP dan dTTP) serta MgCl2.
Penyisipan fragmen DNA ke dalam vektor
Proses penyisipan atau penyambungan molekul fragmen DNA dengan molekul DNA vektor
disebut ligasi. Biasanya ligasi terjadi antara ujung gugus fosfat dengan gugus hidroksil.Ligasi
antara fragmen DNA yang memiliki ujung lengket (cohesive ends) yangkomplementer jauh
lebih efesien dibandingkan dengan ujung tumpul (blunt ends). Efisiensiligasi juga
dipengaruhi oleh adanya deoksiadenosin tunggal pada ujung. Efisiensi ligasi
dapatditingkatkan, bila fragmen DNA yang memiliki deoksiadenosin tunggal pada ujung
bertemudengan vektor yang memiliki timidin pada ujung.
Transformasi DNA
Transformasi adalah proses pemindahan molekul DNA donor dari lingkungan luar sel.Vektor
kloning yang merupakan pembawa gen yang akan dikloning ditransformasi ke dalamsel
inang. Transformasi dapat dilakukan secara alami maupun buatan. Pada prosestransformasi
alami, DNA yang berbentuk untai ganda dan memiliki untaian basa spesifik terhadap protein
membran masuk ke dalam bakteri melewati membran sel bakteriterhidrolisis. Pada
transformasi buatan, sel bakteri dibuat menjadi sel kompeten secara paksasehingga selubung
sel bakteri bersifat permeabel dan memungkinkan DNA dapat berikatan dengan sel dan
masuk ke dalam sitoplasma, kemudian berinteraksi dengan genom sel bakteri.(3)Sel
kompeten adalah sel inang yang memiliki kompetensi untuk dimasuki vektor
kloning.Perlakuan untuk memasukkan sel kompeten dapat dilakukan dengan menggunakan
metodekejutan panas (heat shock) atau kejutan pulsa listrik (metode electroporation).
Seleksi hasil kloning
Penyeleksian koloni bakteri untuk mendapatkan kloning yang diinginkan dengan cara X-
galatau pemotongan dengan enzim restriksi. Seleksi dengan X-gal dapat digunakan untuk
mengidentifikasi plasmid rekombinan dengan komplementasi. Sedangkan
pemotongandengan enzim restriksi dapat digunakan untuk menyeleksi plasmid rekombinan
hasil kloning.Hasil pemotongan tersebut dielektroforesis dan memperlihatkan pita fragmen
DNA sisipanyang terpisah dari pita vektor kloning.
Dalam tataran aplikasi, rentetan proses kloning dapat dilakukan dengan mengikuti
beberapalangkah berikut ini :
Mempersiapkan sel stem, yaitu sel awal yang akan tumbuh menjadi berbagai
seltubuh. Sel ini diperoleh dari makhluk hidup yang hendak dikloning.
Sel stem diambil inti selnya yang mengandung informasi genetik kemudiandipisahkan
dari sel.
Mempersiapkan sel telur, yaitu sebuah sel yang diambil dari makhluk hidup
dewasakemudian intinya dipisahkan.
Inti sel dari sel stem diimplimentasikan ke sel telur.
Sel telur dipicu supaya terjadi pembelahan dan pertumbuhan. Setelah
membelahmenjadi embrio.
Sel embrio yang terus membelah (blastosis) mulai memisahkan diri dan
siapdiimplementasikan ke dalam rahim.
Embrio tumbuh dalam rahim menjadi janin dengan kode genetik persis sama
dengansel stem donor.
4. Kriopreservasi
Teknologi kriopreservasi oosit, sperma dan embrio banyak dikembangkan pada
berbagai spesies hewan dan manusia bersamaan dengan kemajuan pesat teknologi produksi
embrio baik secara in vivo maupun in vitro. Walaupun viabilitas sperma, oosit dan embrio
segar lebih baik daripada setelah pembekuan, namun teknologi ini berkembang pesat untuk
menangani ketersediaan gamet (sperma dan oosit) pada saat in vitro fertilisasi serta kelebihan
embrio hasil produksi in vivo maupun in vitro. Teknologi ini memungkinkan penyimpanan
oosit dalam jangka waktu yang relatif lama sehingga bisa dimanfaatkan dalam kondisi
tertentu.
Pada program ART (Assisted Reproduction Technique), pasien dengan kondisi
Policystic Ovary (PCO) dimana tidak memungkinkan dilakukan transfer embrio (TE) pada
siklus yang sedang berjalan, maka strategi pembekuan oosit setelah fertilisasi (tahap 2PN)
maupun pembekuan embrio tahap pembelahan (cleavage) dan blastosis menjadi solusi untuk
dilakukan transfer embrio dimasa datang pada kondisi yang lebih baik. Sampai saat ini
teknologi pembekuan embrio telah menjadi program rutin pada banyak klinik infertilitas
untuk kepentingan transfer embrio dikemudian hari tanpa menimbulkan pengaruh negatif
terhadap bayi yang dilahirkan. Penyimpanan embrio dalam bentuk beku sebagai salah satu
bank genetika merupakan upaya penyimpanan embrio yang aman untuk bisa dimanfaatkan
dimasa datang atau untuk keperluan mendadak. Hal ini sangat diperlukan mengingat bahwa
gamet mempunyai daya tahan hidup yang relatif singkat.
Solusi untuk masalah ini adalah pengawetan gamet wanita dalam suhu dingin.
Sterilitas iatrogenik yang timbul setelah pemberian kemoterapi atau radioterapi pada kondisi
neoplasma dapat dihindari dengan pengawetan dari oosit, sama seperti penyimpanan sperma
dalam suhu dingin. Hal ini disebabkan karena gambaran biologis dari oosit, dan telah muncul
sejumlah pertanyaan mengenai induksi dari aneuploidy setelah gamet terpapar dengan
cryoprotectant dan pembekuan serta proses pencairan. Oosit, faktanya, dihambat saat ovulasi
pada metafase dari pembelahan meiosis kedua, dimana 23 kromosom dikromatid terikat
dengan mikrotubulus dari benang meiosis. Pada fase ini, dimana oosit amat peka terhadap
perubahan suhu dan akhirnya mengalami depolimerisasi dari benang mikrotubulus yang
disebabkan karena cryoprotectant atau es kristal yang terbentuk selama proses pembekuan
dan pencairan, pemisahan normal dari kromatid pada saat fertilisasi dapat mengalami
kerusakan, maka dari itu menyebabkan aneuploidy setelah pengeluaran dari badan polar
kedua. Terdapat lima langkah penting pada prosedur penyimpanan dengan suhu dingin ini :
Paparan awal dengan cryoprotectant, bahan yang digunakan untuk mengurangi
kerusakan seluleryang disebabkan karena kristalisasi air.
Mendinginkan suhu sampai dibawah 0ºC.
Penyimpanan
Pencairan kembali.
Dilusi dan menyingkirkan cryoprotectan, mengembalikan fisiologi dari
microenvironment, sehingga membuat oosit ini mampu dikembangkan lebih
jauh.
Momen paling kritis untuk mempertahankan kehidupan seluler adalah pada fase awal
dari pembekuan dengan suhu yang sangat rendah dan pengembalian akhir ke kondisi
fisiologis awal. Apabila suhu rendah yang cukup telah dicapai (normalnya -196ºC, suhu dari
nitrogen cair), penyimpanan, bahkan untuk periode waktu yang cukup lama, tidak akan
memberikan pengaruh apapun pada survival rate dari oosit tersebut. Pada suhu ini, faktanya,
tidak tersedia cukup energi untuk kebanyakan reaksi fisiologis dan molekul air akan
terbentuk dalam struktur kristal. Kerusakan dari DNA yang disebabkan karena radiasi kosmik
merupakan satu-satunya kerusakan gamet dan embrio yang disimpan pada suhu demikian.
Ketika oosit didinginkan pada suhu diantara -5ºC sampai -15ºC, pembentukan es pertama kali
diinduksi oleh media ekstraseluler sebagai proses yang dinamakan dengan seeding. Saat suhu
menurun, maka jumlah es akan meningkat dan terlarut pada media ekstraseluler. Hasilnya
adalah pembentukan gradien osmotik. Sebagai hasil dari gradien ini, air akan tertarik dari
sitoplasma ke media ekstraseluler, dan sel akan menjadi lebih kecil. Apabila proses ini
berjalan cukup lambat, maka aliran air keluar dari sel akan menurunkan kemungkinan
nukleasi es dalam sel, pada suhu sekitar -15ºC. Untuk sel dengan rasio surface atau volume
yang rendah, seperti gamet, diperlukan suhu pembekuan yang rendah agar didapatkan aliran
air yang cukup untuk mengalir keluar dari sel. Dengan cara seperti ini, kristal es intraseluler
yang terbentuk akan menjadi cukup sedikit untuk menimbulkan kerusakan pada komponen
intraseluler.
Keberhasilan proses pembekuan tergantung dari jenis embrio melalui upaya
pemilihan media pembekuan (krioprotektan) yang tepat, pengaturan suhu baik saat
pendinginan (cooling), penyimpanan (storage), dan pencairan (warming) dan manipulasi
embrio sebagai upaya pengeluaran air sebanyak mungkin dari dalam embrio untuk
menghindari terbentuknya kristal es.
5. Stem cell
Pengembangan bioteknologi tentang stem cell atau sel punca telah lama diketahui dan
diteliti penggunaannya dalam bidang medis, begitu juga dengan minat terhadap stem cell atau
sel punca telah meningkat dalam beberapa dekade terakhir di dunia, termasuk di Indonesia.
Hal ini karena potensi dari sel punca tersebut yang dapat mengobati berbagai macam
penyakit. Dalam penelitian sel punca telah terbukti dalam mengobati penyakit jantung,
diabetes mellitus, alzheimer, parkinson, kanker, berbagai penyakit darah dan AIDS.
Teknologi ini merupakan kemajuan yang akan menjadi terobosan baru dalam
pengobatan, misalnya apabila sel saraf putus maka dengan stem cell kondisi itu dapat
diperbaiki. Juga apabila seseorang menderita luka bakar yang sangat parah dapat sembuh
cepat dengan memanfaatkan teknologi ini. Selain itu juga dalam penelitian yang berbeda sel
punca manusia telah terbukti dapat mengatasi kebutaan pada tikus.Stem cell atau sel punca
sendiri ialah sel induk dari semua sel dalam tubuh yang belum terspesialisasi yang memiliki
dua sifat, yaitu kemampuannya untuk berdiferensiasi menjadi sel lain dan kemampuannya
untuk meregenerasi dirinya sendiri. Jika ditinjau dari asalnya maka stem cell dapat dibagi
dalam stem cell embrio dan stem cell bukan embrio. Sedangkan stem cell sesuai potensinya
untuk berkembang lebih lanjut dapat dibagi dalam sel totipoten, pluripoten, dan multipoten.
Aspek bioetika penggunaan berbagai jenis sel tersebut juga berbeda.
Banyak harapan yang timbul dari penelitian stem cell embrio, karena sel itu
mempunyai potensi untuk berkembang menjadi berbagai jenis sel yang menyusun berbagai
jenis organ tubuh. Sel yang juga disebut stem cell totipoten (SCT) itu, ditemukan pada
jaringan embrio dan pada jaringan tertentu makhluk dewasa, seperti sumsum tulang merah
dan sel kelamin. Manfaat yang diperoleh dari penggunaan SCT dalam bidang kedokteran
amat besar, namun sumber SCT tersebut merupakan suatu masalah etika yang perlu
mendapat perhatian, karena SCT terbaik diperoleh dari inner cell mass dari blastosis.
Blastosis adalah embrio yang berkembang setelah sekitar 5 hari pasca fertilisasi
(pembuahan). Pada saat itu, embrio tersebut telah berkembang dari sel tunggal menjadi bola
sel kosong, dengan ‘gumpalan’ sel pada rongganya. Dalam proses pemanenan stem cell,
terjadi kerusakan pada embrio yang menyebabkan embrio tersebut akan mati.
Di negara-negara yang membolehkan melakukan praktik bayi tabung, embrio yang
sudah tidak dipakai setelah proses bayi tabung selesai dapat digunakan sebagai sumber stem
cell, karena pada proses bayi tabung biasanya diperoleh blastosis yang melebihi keperluan.
Blastosis yang berlebihan itu dapat disimpan beku (deepfreeze) atau dibuang. Sebagian
ilmuwan berpendapat ketimbang sisa blastosis dibuang lebih baik dipakai sebagai sumber
SCT. Namun sebagian lain berpendapat bahwa walaupun tujuan memperoleh SCT baik,
dalam proses perolehannya terjadi pemusnahan embrio manusia. Ada pula yang berpendapat
bahwa jika kegiatan pengambilan SCT dari embrio diizinkan, hal itu akan membuka jalan ke
arah hal yang bertentangan dengan kemanusiaan seperti ‘peternakan embrio’ (embryo farms),
pengklonan bayi, penggunaan janin untuk ‘suku cadang’, dan komersialisasi kehidupan
manusia.
Nature advance online publication pada tanggal 23 Agustus 2006 memuat laporan
Klimanskaya dkk. (2006) yang memberi secercah harapan kepada para peneliti stem cell.
Mereka menulis tentang pembuatan galur stem cell yang berasal dari salah satu sel blastosis
stadium 8 sel. Sel punca dapat diekstraksi tanpa mematikan embrio tersebut, karena embrio
memiliki 8 sel yang tergolong dalam inner cell mass. Kultur sel punca dapat dilakukan hanya
dengan satu sel saja, yang kemudian apabila sel telah berhasil di kultur, sel dapat
dikembalikan ke embrio tersebut. Maka blastosis yang tinggal 7 sel kemudian ditanam ke
dalam rahim agar dapat berkembang normal. Namun kesulitan cara ini adalah tenggang
waktu antara pengambilan sel dan hasil uji menjadi lebih lama dan dapat mempengaruhi
keberhasilan penanaman blastosis. Kemudian alternatif lain dari sumber stem cell ialah stem
cell dari darah tali pusat (umbilical cord blood stem cell) yang sekarang lebih dikembangkan
di dunia kedokteran. Darah tali pusat termasuk stem cell dewasa. Selain dari darah tali pusat,
stem cell dewasa bisa didapat dari sumsum tulang dan darah tepi. Hanya saja, pengambilan
stem cell dari darah tali pusat lebih disukai, karena berisiko lebih kecil dan tidak menyakiti
penderita. Selain itu, stem cell dari darah tali pusat mempunyai kemampuan proliferasi
(pertumbuhan dan pertambahan sel) yang tinggi. Tingkat kecocokan pencangkokan stem cell
darah tali pusat juga lebih baik dibandingkan dengan stem cell yang berasal dari sumsum
tulang, karena transplantasi cord blood tidak memerlukan tingkat kecocokan 100%, dan
secara etis tentu tidak masalah. Selain itu, yang dapat memanfaatkan stem cell tersebut tidak
hanya pemiliknya, tetapi juga bisa digunakan oleh saudara kandung dan orang tua, asalkan
mempunyai kecocokan dalam struktur gen dan golongan darah.
Kesimpulan
Embriologi adalah salah satu cabang ilmu dasar yang mempelajari proses
perkembangan individu sebelum mencapai bentuk definitif dengan terbentuknya organ-organ
tubuh. Perkembangan bioteknologi embrio memberikan peluang untuk optimalisasi proses
perkembangan sebagai upaya meningkatkan manfaat tanpa mengganggu proses fisiologis
pertumbuhan. Perkembangan IPTEK di bidang reproduksi membantu mengendalikan dan
mengatur laju pertumbuhan penduduk yang dapat meningkatkan kesejahteraan.
Perkembangkan teknologi di bidang reproduksi diawali dengan pemanfaatan teknologi
inseminsi buatan (IB), kemudian transfer embrio (TE), dan saat ini telah dikembangkan
fertilisasi in vitro, teknologi criopreservasi gamet, stem cell.
DAFTAR PUSTAKA
Corabian, P. 1997. In vitro fertilization and embrio transfer as a treatment for
infertility - Technology Assessment Report. Alberta Heritage
Foundation for Medical Research.
Dulioust, E. Busnel, M. C., Carlier, M., Roubertoux, P., Auroux, M., 1999.
Embrio cryopreservation and development: facts, questions and
responsibility. Human Reproduction. 14, 1141-1145.
ESHRE Task Force on Ethics and Law. 2001. The moral status of the pre-
implantation embrio. Human Reproduction. 16, 1046-1048.
Gissler, M., Klemetti, R., Sevón, T., and Hemminki, E., 2004. Monitoring of
IVF birth outcomes in Finland: a data quality study. BMC Medical
Informatics and Decision Making. 4, 3.
Henkel, R. R. and Schill, W. B., 2003. Sperm preparation for ART. Reprod
Biol Endocrinol. 1, 108.
Hadiwardoyo, A. P. 1989. Etika Medis. Kanisius. Yogyakarta.
Koivurova, S., Hartikainen, A. L., Gissler, M., Hemminki, E., Sovio, U.,
Järvelin, M. R., 2002. Neonatal outcome and congenital
malformations in children born after in-vitro fertilization. Human
Reproduction. 17, 1391-1398.
Paladin, 1971. Human Reproduction from the Science Journal. Granada.
London.
IMPLEMENTASI TEKNOLOGI BIDANG
EMBRIOLOGI MANUSIA
Untuk memenuhi tugas mata kuliah Reproduksi Embrilogi Hewan
Oleh :
Zulinda
Hafis Irvan Rivaldi
Eka Yulianti
Setyawati Dwi Kusumaningrum
Program Studi Pendidikan Biologi
Fakultas Sains dan Teknologi
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SUNAN KALIJAGAYOGYAKARTA
2015