perkembangan embrio aves

27
PERKEMBANGAN EMBRIO AVES Makalah Untuk memenuhi tugas mata kuliah Struktur Perkembangan Hewan II yang dibimbing oleh Dra. Hj. Nursasi Handayani, M. Si Disusun oleh: Kelompok 4 Kelas B 1. Irma Rizqi Taufika (140342603440) 2. Ismi Lailatul Rohmah (140341600185) 3. Mifroatin Nujannah (140341600253) The Learning University

Upload: mifroatin-shawolocketelforever

Post on 02-Feb-2016

131 views

Category:

Documents


13 download

DESCRIPTION

Biologi

TRANSCRIPT

PERKEMBANGAN EMBRIO AVES

MakalahUntuk memenuhi tugas mata kuliah Struktur Perkembangan Hewan II

yang dibimbing oleh Dra. Hj. Nursasi Handayani, M. Si

Disusun oleh: Kelompok 4 Kelas B1. Irma Rizqi Taufika (140342603440)2. Ismi Lailatul Rohmah (140341600185)3. Mifroatin Nujannah (140341600253)

The Learning University

BIOLOGIFAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI MALANGOktober 2015

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pembelahan pada Aves

2.1.1. Tipe Pembelahan Zigot Aves

Aves termasuk dalam amniota, yaitu vertebrata yang di dalam embrionya

terdapat amnion, sama seperti reptil dan mamalia. Aves dan reptil memiliki

perkembangan yang hampir sama, tapi perkembangan aves lebih maju dari reptil

(Gilbert, 2010).

Ayam lokal (Gallus gallus) menjadi organisme favorit dalam studi

embriologi. Karena telur ayam berukuran besar sehingga mudah untuk diamati,

selain itu perkembangan pada telur ayam dapat diprediksikan secara akurat, dan

pergerakan selnya menyerupai pergerakan sel pada mamalia (Gilbert, 2010).

Bagian kuning telur beserta blastodiskusnya pada aves merupakan sel tunggal

(ovum). Besarnya sel telur ini disebabkan oleh banyaknya timbunan zat makanan

cadangan (yolk) di dalamnya. Komponen telur lainnya adalah putih telur,

membran cangkang telur, dan cangkang telur yang bersifat nonseluler dan

dihasilkan ketika sel telur melalui saluran reproduksi betina (Surjono, 2003).

Fertilisasi pada aves terjadi di oviduk, tepatnya pada infundibulum

sebelum albumin dan cangkang telur menyelubunginya. Tipe telur aves adalah

telolecital, yaitu sel telur yang banyak mengandung yolk dan hampir mengisi

seluruh isi telur, sedangkan inti dan sedikit sitoplasma menempati hanya bagian

puncak dari kutub animal (Surjono, 2003).

Tipe pembelahan pada aves adalah meroblastik diskoidal, sama seperti

pisces dan reptil. Alur pembelahan hanya terjadi pada bagian tengah blastodiskus.

Blastodiskus adalah suatu struktur berbentuk cakram atau keping keputihan pada

telur yang baru dibuahi (zigot), blastodiskus merupakan protoplasma aktif yang

berdiameter ± 3 mm dan terdapat di kutub animal. Daerah seputar blastodiskus

tampak gelap dan disebut periblas (Surjono, 2003). Pembelahan tidak terjadi pada

sitoplasma yang mengandung banyak yolk (Gilbert, 2010).

1

2.1.2. Mekanisme Pembelahan Zigot Aves

Seluruh periode pembelahan pada aves terjadi pada waktu telur bergerak

melewati ovoduk dan pada saat dikeluarkan embrio aves telah berada pada

stadium gastrula (Lestari, dkk., 2013). Tahapan pembelahan embrio aves tidak

selalu beraturan dan setelah pembelahan kelima prosesnya sudah tidak sinkron

lagi ( Surjono, 2003).

Gambar menunjukkan terjadinya pembelahan sel telur burung. Gambar

tersebut mewakili bentukan permukaan dari blastodisc dan area yang menyelimuti

yolk, sel, dan albumin. Pada bagian A menunjukkan pembelahan sel I secara

vertikal, membelah tepat pada sumbu dari blastodiskus namun tidak menembus

seluruh permukaan telur. Pada bagian B menunjukkan pembelahan sel II, secara

horizontal (tegak lurus dengan pembelahan I). Pembelahan III secara vertikal

memotong alur dari pembelahan II, baik di sebelah kiri maupun kanan.

Pembelahan IV secara sirkumferensial (melingkar) yang memotong bagian tengah

deretan blastomer dari daerah periferal, Pembelahan V terjadi pada 4 bidang

pembelahan meridian atau vertikal yang asimetris, sehingga menghasilkan 32 sel.

Pembelahan selanjutnya tidak dapat diikuti. Pembelahan selanjutnya tak teratur,

ada yang melalui bidang vertikal maupun horizontal dan ada juga yang sebelum

selesai satu pembelahan terjadi pembelahan berikutnya. (Lestari, dkk., 2013)

Blastomer-blastomer yang terbentuk dari hasil beberapa pembelahan awal,

dari bagian atas dan pinggir tertutupi oleh membran plasma, tetapi terbuka pada

bagian bawahnya. Pembelahan selanjutnya menyebabkan embrio semakin meluas

secara radial ke arah periblas. Sel-sel yang terdapat pada blastoderm di daerah

perifer jarang berinti. Selain pembelahan yang terjadi di daerah permukaan telur,

pada embrio 32 sel memperlihatkan pola pembelahan yang berbeda. Pada saat ini

bidang pembelahan menjadi secara ekuatorial di bawah permukaan lapisan sel

berinti, sehingga sel-sel tersebut terbagi menjadi dua lapisan, yaitu lapisan atas

dan lapisan bawah yang berbatasan dengan yolk. Pembelahan selanjutnya yang

sejenis menyebabkan sel berlapis-lapis. Pembelahan terjadi secara sentrifugal

ketika blastoderm membesar pada salurannya, tetapi perluasannya tidak sampai

mencapai daerah paling tepi. Hal demikian membuat sebagian tepi daerah perifer

blastoderm masih mempunyai ketebalan selapis sel. Ketika embrio mencapai

2

±100 sel, bagian dasar blastoderm berbatasan dengan rongga subgerminal

(Lestari, dkk., 2013)

Gambar 2.2.1. Proses pembelahan pada bagian blastodiskus dari embrio aves: (A)

pembelahan I; (B) pembelahan II; (C) pembelahan III; (D) pembelahan IV; (E)

pembelahan V; (F) pembelahan VI. (Carlson, 1988)

2.2. Blastulasi pada Aves

2.2.1. Proses Pembentukan Blastula Aves

Blastulasi merupakan salah satu stadium yang mempersiapkan embrio

untuk menyusun kembali sejumlah sel pada tahap perkembangan selanjutnya.

Blastulasi merupakan proses pembentukan blastula. Blastula adalah bentuk

lanjutan dari morula yang terus mengalami pembelahan, bentuk blastula ditandai

dengan mulai adanya perubahan sel dengan mengadakan pelekukan yang tidak

beraturan, di dalam blastula terdapat cairan sel yang disebut dengan blastosoel

(Sukra, 2000).

Blastula terbentuk saat sel blastoderm bermigrasi dan membentuk dua

lapisan hingga terbentuk blastosoel. Sel-sel blastoderm mulai bermigrasi setelah

selesai tahap pembelahan. Sel-sel blastoderm bermigrasi secara individual ke

dalam rongga subgerminal, kemudian beragregasi dan dengan proses delaminasi

3

terbentuk lapisan kedua. Sehingga embrio aves terdiri atas dua lapisan, yaitu

lapisan atas (epiblas) dan lapisan bawah (hipoblas). Antara kedua lapisan tersebut

ada bagian yang disebut blastosoel (Lestari, 2013).

Dalam tahap blastula kelompok aves, bagian epiblas akan berkembang

menjadi ektoderm, mesoderm, dan notochord. Bakal endoderm berasal dari

hipoblas yang sel-selnya tumbuh dan menyebar ke bawah pada daerah rongga

blastosoel. Sedangkan bakal ektoderm epidermis mengisi daerah yang akan

menjadi anterior embrio lapisan epiblas (Yatim, 1994). Setelah terbentuk blastula,

telur akan menuju tahap selanjutnya yaitu tahap gastrulasi

Pada ayam dan bebek, blastocoel terbentuk setelah terjadi delaminasi

blastoderm membentuk lapisan sel bagian bawah yang disebut hipoblas primer,

dan lapisan sel bagian atas yang disebut epiblas. Celah diantara hipoblas dan

epiblas disebut blastocoel (Gilbert, 1985).

Gambar 2.3. Pembentukan rongga blastula pada ayam (Gilbert, 1985)

4

2.2.2. Tipe Blastula Aves

Distribusi yolk pada setiap jenis telur pada suatu species berpengaruh

terhadap bentuk-bentuk blastula. Umumnya blastula memiliki sebuah rongga yang

disebut dengan rongga blastula (blastosoel). Aves memiliki blastula bertipe

discoblastula, yaitu blastula berbentuk cakram atau tudung. Blastodisk tampak

berkembang menyerupai cakram di atas massa yolk. Dihasilkan oleh telur

telolesital. Rongga blastula terbentuk pada bagian bawah cakram atau tudung di

antara blastodisk dan yolk (Yatim, 1994).

Blastula pada aves adalah blastula berbentuk cakram atau tudung. Setelah

lapisan tunggal blastodeerm terbentuk, selanjutnya blastoderm mengalami

pembelahan secara ekuatorial atau horisontal, dan menghasilkan 3-4 lapisan sel.

Pada stadium ini, blastodisk terdiri atas dua daerah yang berbeda yaitu :

a. Area pellusida, yaitu daerah yang tampak bening terletak di atas rongga sub

germinal

b. Area opaka, yaitu daerah yang tampak gelap, terletak pada bagian tepi

blastodisk. Pada beberapa jenis aves, rongga sub germinal juga merupakan

rongga blastula (Yatim, 1994).

Gambar 2.4. Discoblastula (Gilbert, 1985)

5

2.3. Gastrulasi pada Aves

2.3.1. Tujuan Gastrulasi pada Aves

Setelah periode pembelahan dan pembentukan blastula, maka embrio

memasuki tahapan yang paling kritis dalam perkembangannya yakni proses

gastrulasi dan embrio yang sedang melangsungkan proses ini berada tahap

gastrula. Pada proses ini terjadi penataan kembali (reorganisasi) sel-sel embrio

secara terintegrasi oleh berbagai gerakan morfogenetik. Gerakan morfogenetik

akan terus dijumpai sampai pada tahap pascagastrula, terutama pada periode

organogenesis (Surjono, dkk., 2003)

Gastrulasi pada berbagai hewan memperlihatkan beberapa perbedaan, baik

dalam hal gerakan morfogenetik yang terlibat maupun dalam hal bentuk embrio

tempat gastrulasi tersebut berlangsung. Meskipun demikian, tujuan utama

gastrulasi adalah pembentukan lapisan lembaga dan menempatkannya di tempat

semestinya; ektoderm paling luar; mesoderm di tengah; dan endoderm berada

paling dalam. Lapisan lembaga merupakan bahan baku untuk organogenesis.

Selain itu dibentuk pula arkenteron atau bekal saluran pencernaan makanan dan

sumbu anterior-posterior embrio. Ciri-ciri umum proses gastrulasi pada berbagai

hewan adalah serupa, yaitu :

1. Penataan kembali sel-sel embrio oleh gerakan morfogenetik

2. Ritme pembelahan sel diperlambat

3. Tidak terjadi tumbuh yang nyata

4. Tipe metabolisme berubah

5. Disintesisnya protein-protein baru, melalui mRNA baru (Surjono, dkk.,

2003)

Pemahaman mengenai proses gastrulasi akan lebih mudah apabila

diperhatikan dahulu peta nasib (fate map).

6

Gambar 2.5. Peta nasib (fate map) aves.

2.3.2. Mekamisme Gastrulasi pada Aves

Ciri khas tahap gastrulasi pada unggas adalah adanya alur primitif yang

berbeda yang dibentuk dari blastoporus yang menyempit. Pembentukan alur

primitif merupakan awal gastrulasi dan ditandai dengan terjadinya penebalan di

bagian posterior yang mula-mula bentuknya menyerupai segitiga (Yatim, 1994).

Gambar 2.6.1. Pembentukan alur primitif hingga terdapat pematang dan

parit primitif, serta nodus Hensen

7

Penebalan ini selain terjadi oleh adanya ingresi sel-sel ke dalam

(membentuk hipoblas), juga karena sel-sel pada epiblas pada bagian

lateroposterior aktif berpoliferasi, dan sel-sel tertentu pada epiblas akan

bermigrasi ke posterior, kemudian berkonvergensi ke arah median. Akibat tumbuh

konvergen ini, bakal alur primitif menebal, menyempit, dan memanjang.

Tumpukan sel-sel pada wilayah ini bermigrasi kedalam blastosol dengan cara

ingresi dan involusi melalui bagian tengah bakal alur yang berubah menjadi

lekukan memanjang yang disebut parit primitif. Alur yang memanjang dari

posterior ke anterior dan terdiri atas sepasang tanggul atau pematang primitif

dengan sebuah parit primitif diantaranya adalah alur primitif definitif. Ujung

anterior alur definitif menebal dan disebut nodua Hansen. Pembentukan parit

primitif ditunjang oleh melarutnya membran basal lapisan epiblas pada tempat

beringresi dan berinvolusinya sel-sel bakal mesoderm dan bakal endoderm

kedalam blastosol. Seperti pada amfibia, sel-sel yang sedang melakukan migrasi

ini berubah bentuk, menyempit di bagian apikal sehingga menjadi sel-sel botol

(Surjono, dkk., 2003)

Gambar 2.6.2. Ingresi sel-sel melalui parit primitif

Adanya sel-sel botol akan menyebabkan sel-sel dibelakangnya untuk

bermigrasi juga. Setelah melewati parit primitif, sel-sel botol kembali ke

bentuknya semula. Sel-sel presumtif endoderm akan beringresi lebih jauh ke atas

blastosol dan menyelinap dalam hipoblas, serta mendesak hipoblas semula,

selanjutnya akan diisi oleh endoderm intraembrio dan menjadi atap dari rongga

8

subgerminal yang ada di bawah blastosol. Rongga subgerminal tersebut akan

menjadi arkenteron. Pada unggas, arkenteron bukanlah suatu rongga baru yang

dibentuk oleh suatu gerakan morfogenetik. Arkenteron ini baru atapnya saja

berupa lapisan selular, yakni endoderm, tetapi belum mempunyai dinding lateral

yang selular, yakni endoderm, tetapi belum mempunyai dinding lateral yang

selular, dan alasnya pun masih yolk dan inert nonseluler (Lestari, dkk., 2013)

Alas dan dinding lateral yang terdiri dari endoderm, baru dibentuk setelah

ada pelipatan-pelipatan pemisah wilayah antarembrio dan ekstraembrio. (Lestari,

dkk., 2013).

Alur primitif unggas, homolog dengan blastoporus katak, sebab

merupakan tempat bermigrasinya sel-sel dari permukaan ke dalam embrio. Nodus

Hensen, yang dibangun terutama oleh sel-sel yang akan membentuk notokorda,

dianggap homolog dengan bibir dorsal blastoporus sebab dapat menginduksi

pembentukan keping neural bila ditransplasntasikan ke epidermis (Surjono, dkk.,

2003).

Gambar 2.6.3. Penyebaran mesoderm hasil ingresi ke seluruh arah pada

blastoder

Ingresi sel-sel persumtif mesoderm tidak sejauh migrasi bakal endoderm,

tidak sampai ke lapisan hipoblas, namun tetap di dalam blatrosol dan berupa

mesenkim bebas yang tidak berkelompok. Sel-sel itu akan membentuk mesoderm

9

intraembri, terletak di antara ektoderm dan endoderm, kemudian menyebar ke

arah lateral, posterior, dan interior. Daerah interior untuk sementara belum

mendapat mesoderm, sehingga tempat ini baru dibangun oleh lapisan ektoderm

dan endoderm. Dari permukaan, wilayah blastoderm dalam mendapat mesoderm

tampak lebih bening dan disebut sebagai proamnion. Makin lanjut umur embrio,

proamnion pun akan semakin mengecil dan akhirnya menghilang karena sudah

sama dengan wilayah lainnya pada ektoderm yaitu memiliki ketiga lapisan

lembaga. Proamnion bukanlah bakal amnion (Lestari, dkk., 2013)

Saat terjadinya migrasi sel-sel melalui parit primitif disebut tahap utama

gastrulasi yang merupakan saat terpenting dalam gastrulasi. Setelah wilayah

persumtif semuanya pindah ke tempat yang semestinya, maka permukaan embrio

hanya terdiri atas ektoderm. Ektoderm terus berepiboli agar dapat merangkum dan

menutup yolk. Yolk pada unggas sangatlah banyak, sel-sel yang berperan penting

dalam epiboli adalah sel-sel marginal pada perbatasan antara area pelusida dan

opaka yang masih menempel pada yolk. Sel-sel marginal ini bertautan erat dengan

membran vitelin dan menyeret sel-sel lain untuk meluas. Perluasan ektoderm

terjadi serempak dalam bentuk hamparan (Lestari, dkk., 2013)

Gambar 2.6.4. Regresi alur primitif dan pertumbuhan notokorda

10

Gambar 2.6.5. Pembentukan notokorda dan sel-sel yang bermigrasi lewat

nodus Hansen

Fase selanjutnya dari gastrulasi ialah regresi alur primitif. Alur primitif

yang sudah mencapai panjang maksimum, kira-kira 75% dari panjang blastoderm

akan mulai memendek ditandai dengan mundurnya nodus Hensen. Sel-sel nodus

Hensen dan presumtif notokorda yang beringresi dan berinvolusi lewat nodus ini,

bermigrasi ke arah anterior membentuk mesoderm kepala (mesenkim) di paling

anterior dan diikuti oleh notokorda. Pembentukan notokorda sejalan dengan

melarutnya membran basal di bawahnya dan di bawah epiblas, serta oleh adanya

faktor penyebab yang dihasilkan hanya oleh nodus Hensen. Bakal notokorda yang

baru muncul dari nodus hensen ke arahinterior disebut sebagai “head process”.

Mundurnya nodus Hensen sejalan dengan terbentuknya notokorda bagian

posterior. Pembentukan notokorda bagian posterior bukan dengan ingresi lewat

nodus Hensen melainkan dengan berkondensasinya mesoderm yang menyebar ke

bagian posterior (Surjono, dkk., 2003).

11

Gambar 2.6.6. Pembentukan notokorda

Pada akhirnya, nodus Hensen dan alur primitif akan habis, sedangkan

bagian intraembrio akan tampak memanjang pada bagian blastoderm dan ujung

posterior hingga ke anterior. Pada akhir gastrulasi, seperti halnya pada amfibia

dihasilkan ketiga macam lapisan lembaga, notokorda, dan arkenteron tetapi masih

belum terjadi pemisahan antara bagian intraembrio dan ekstraembrio (Surjono,

dkk., 2003).

2.4. Neurulasi pada Aves

Neurulasi pada aves adalah proses pembentukan bumbung neural yang

merupakan bakal system saraf pada aves. Embrio aves yang sedang mengalami

neurulasi disebut neurula. Proses neurulasi diawali dengan adanya induksi dari

kordamesodermyaitu bakal notokorda, sebagai inductor, terhadap ektoderm yang

terletak tepat di atasnya (ectoderm neural). Ectoderm neural berperan sebagai

jaringan kompeten. Induksi memperlihatkan adanya hierarki. Induksi paling awal

adalah induksi neural (induksi primer). Kemudian induksi-induksi sekunder.

Kebanyakan induksi bersifat instruktif dan sisanya bersifat permisif. Induksi

instruktif, inductor melakukan aksi (instruksi) terhadap jaringan kompeten untuk

berubah atau berdiferensiasi. Pada induktif permisif, inductor tidak melakukan

12

sesuatu hal terhadap sel yang mengalami diferensiasi, melainkan menyediakan

layanan, misalnya sebagai jalur untuk bermigrasi (Lestari, 2013).

Gambar 2.7.1. Proses pembentukan bumbung neural (Gilbert, 2010).

Setelah mengalami induksi primer, selanjutnya ectoderm neural akan

memperlihatkan perubahan, antara lain sel-selnya meninggi menjadi silindris

berbeda dari sel-sel ectoderm bakal epidermis yang berbentuk kubus. Perubahan

sel-sel ini melibatkan peanjangan mikrotubul. Meningginya sel-sel keeping neural

menyebabkan keeping neural menjadi sedikit terangkat dari ectoderm

disampingnya. Sebagai respon terhadap induksi, sel-sel keeping neural

mensintesis RNA baru dan terdeterminasi untuk berdiferensiasi menjadi bakal

system saraf pusat. Kedua bagian tepi keeping neural melipat menjadi lipatan

neural, mengapit bagia keeping yang melekuk yaitu lekuk neural. Kedua lipatan

neural akan bertemu dan berfusi di bagian mediodorsal embrio sehingga terbentuk

bumbung neural (Lestari, 2013).

13

Pada saat terjadi fusi, pesumtif pial neural dilepaskan dari ectoderm neural

dan ectoderm epidermal di atas dan sepanjang kiri dan kanan bumbung neural.

Neurolasi berlangsung di sebelah anterior nodus hensen setelah ectoderm neural

diinduksi oleh notokorda. Terjadinya pelipatan atau pelekukan keeping neural

disebabkan antara lain : (1) adanya kontraksi mikrofilamen di bagian apeks sel

(2)adanya molekul pengait (sehingga notokorda berpaut dengan keeping neural

yang berada tepat di atasnya) ; (3) adanya perubahan bentuk sel-sel alas keeping

neural karena kontriksi mikrofilamen bagian apeks sel. Kejadian nomer dua

tersebut disertai dengan proses poliferasi sel-sel penyusun neural, sehingga tepi

kiri dan kanan keeping neural akan terangkat dan melipat. Kontriksi mikrofiamen

mengakibatkan sel-sel alas berubah menjadi bentuk baji, yang dikenal dengan

nama medianhinge (MH).pada sisi dirsal lateral terdapat dorsal lateral hinge

(DLH) atau engsel dorsal lateraljuga menyebabkan lekukan dan membantu

bersatunya kedua lipatan sehingga terbentuk bumbung neural. Rongga di daam

bumbung neural dinamakan neurosoel. Saluran ini untuk sementara berhubungan

dengan arkenteron melalui suatu saluran pendek yang disebut kanalis

neurenterikus (Lestari, 2013).

Neurulasi pada aves termasuk dalam neurulasi primer, dimana bumbung

neural dibentuk dengan cara pelipatan keeping neural dan bertemunya kedua

lipatan itu. Perkembangan pada suatu embrio berlangsung sefalokaudal yang

berarti tahap perkembangan di wilayah kepala atau anterior sudah berlanjut

sampai bagian ekor atau posterior. Pada kebanyakan hewan, sel-sel pial neural

terlepas dari perbatasan ectoderm neurak dan ectoderm apidermal setelah kedua

lipatan neural bertemu membentuk bumbung neural. Selain itu, hasil tranplantasi

keeping neural puuh pada ectoderm non-nerual embrio aves mebuktikan bahwa

baik epidermis maupun keeping neural terlibat dalam pembentuka pial neural. Pial

neural berdift migratif dan akan bermigrasi cukup jauh ke tempat-tempat tertentu

di dalam embrio. Di tempat kedudukannya yag terakhir, pial neural akan

berdiferensiasi menajdi berbagai struktur (Lestari, 2013).

Pembentukan notokorda dan pembentukan lanjut mesoderm, sebenarnya

berlangsung secara simultan dengan proses neurulasi. Mesoderm pada aves

terdapat sebagai suatu lempengan di sebelah kiri dan kanan, ventral dari alur

14

primitive atau dari ectoderm neural. Mesoderm baagian peroksimal, yang sejajar

dengan notokorda disebut mesoderm paraksial atau keeping segmental. Mesoderm

paraksial ini akan beragresi dan membentuk struktur epithelial memadat dan

bersegmen-segmen, disebut somit. Di bagian kepala terdapat agresi mesoderm

yang tidak begitu mampat, disebut somitomer. Somit pertama dibentuk posterior

dari somitomer ke 7 (Lestari, 2013).

Pasangan somit pertama dibentuk mulai somiter ke delapan, sedangkan

somitomer- somitomer sebelumnya tetep tersusun renggang dan berperan dalam

pembentukan otot skelet di daerah kepala. Somit-somit berikutnya bermunculan di

ujung rostral dari mesoderm paraksial, di posterior dari somit yang terdahulu.

Yang berlangsung satu pasang tiapp jam. Jumlah somit adalah spesifik untuk

setiap spesies. Pada aves jumlah somit adalah 50 pasang. Pembagian dan

perkembangan wilyah-wilayah somit, yaitu dermatom, miotom, dan skleretom

(Lestari, 2013).

2.5. Organogenesis pada Aves

Organogenesis adalah proses pembentukan organ-organ tubuh eksternal

dan internal, yang berasal dari lapisan-lapisan germinal ectoderm, mesoderm, dan

endoderm. Organogenesis merupakan suatu tahap embrio yang memerlukan

waktu paling lama, dan merupakan tahap paling sesitif selama perkembangan

embrio (Surjono, 2003).

2.5.1. Organogenesis pada derivat ektoderm.

Sistem integumen

Dimulai dari proses pembentukan periderm yang kemudian dilanjutkan dengan

pembentukan kulit, terutama bagian epidermis. Interaksi yang terjadi antara

lain adalah interaksi yang terjadi antara jaringan ectoderm pembentuk

epidermis dan jaringan endoderm pembentuk dermis untuk membentuk

derivate kulit seperti rambut (Surjono, 2003).

System saraf pusat

Yang dibentuk dari system saraf adalah pembentukan saraf otonom dan saraf

cranial dari sistemsaraf tepi (Surjono, 2003).

Organ indera

15

Pembentukan organ indera diantara lain adalah pembentukan telingan dan

pembentukan mata. Mata merupakan turunan ectoderm dari wilayah otak dan

diensefalon, sedangkan telinga merupakan turunan ectoderm dari wilayah

myensefalon (Surjono, 2003).

2.5.2. Organogenesis derivate endoderm

Sistem pencernaan

Pada aves, turunan endoderm yang utama adalah system pencernaan khsusnya

faring dan saluran pencernaan. Selain itu juga dibentuk saluran pencernaan

yang dipisahkan dari rongga kantung yolk oleh proses pelipatan. Pembentukan

kelenjar pencernaan dari turunan endoderm adalah hati dan pancreas (Lestari,

2013).

Sistem respirasi

Pada system repirasi aves, pembentukan dari turunan endoderm adalah

pembentukan trakea, bronki, dan paru-paru (Surjono, 2003).

2.5.3. Organogenesis derivate mesoderm

Sistem rangka

Rangka aksial bagian kolumna vertebrata berasal dari sklerotom somit, kecuali

rangka anggota badan terbentuk dari kondensasi sel-sel mesenkim yang berasal

dari mesoderm somatic. Penulangan terjadi melalui dua jalur, yaitu penulangan

intramembran dan endokondral (Lestari, 2013).

Sistem otot

Otot rangka terbentuk miotom somit, otot jantung berasal dari mesoderm

splanknik, sedangkan otot polos berasal dari mesoderm splanknik, mesodm

somatic atau ectoderm (pial neural) (Lestari, 2013).

Sistem urinaria

Pada aves berkembang organ urinaria yang letaknya lebih kaudal daripada

mesonefros, yaitu metanefros atau ginjal permanen. Selin itu juga ada

pembentukan kantug urin dan kloaka (Lestari, 2013).

Sistem reproduksi

16

Diferensiasi seks pada embrio ditentukan oleh kromosom dan pengaruh

hormone. Testis dan ovarium berasal dari epitel germinal. Pada testis, bagian

medulla yang berkembang, sedangka pada ovarium bagian korteks yang

berkembang. Saluran reproduksi jantan terutama berasal dari duktus

mesonefros, sedangkan betina berasal dari duktus muller (Surjono, 2003).

Sistem peredaran darah

Sistem peredaran merupakan salah satu turunan mesoderm lateral. Organ-organ

yang dibentuk adalah jantung, sel-sel darah dan system pembuluh darah

(Surjono, 2003).

Anggota badan

Anggota bada berasal dari dua jaringan yang saling berinteraksi yaitu ectoderm

dan mesoderm. Saat tunas anggota berbentuk, sel-sel mesoderm menginduksi

ectoderm di atasna untuk membentuk apical ectodermal ridge. Pembentukan

digit pada anggota badan diakibatkan oleh adanya kematian sel. Jumlah sel

yang mati ditentukan oleh jenis hewan dan bentuk jari (Lestari, 2013).

17