teknik dasar konseling tahap 1 by dianto irawan

8
TEKNIK-TEKNIK DASAR KONSELING TAHAP I EKSPLORASI MASALAH 1. KONDISI-KONDISI INTI YANG DIPERLAKUKAN DALAM EKSPLORASI MASALAH Carkhuff (1983) menyatakan bahwa keterampilan utama yang diperlukan dalam konseling tahap pertama adalah keterampailan merespon. Selanjutnya carkhuff (1983) menambahkan bahwa untuk dapat merespon baik ada beberapa tingkah laku yang harus dimainkan oleh konselor. 1. Konselor harus terus menerus menahan “frame of reference”nya sendiri 2. Konselor harus berkomunikasi dengan caya yang tulus dan ikhlas (genuine) 3. Konselor harus menekankan kespesifikan dalam mengeksplorasi isi Akhirnya Carkhuff (1983) menegaskan bahwa keterampilan-keterampilan membantu pada tahap satu ini meliputi setidaknya empat kondisi inti : 1. Empati 2. Respek 3. Tulus ikhlas 4. Konkrit 2. KETERAMPILAN DASAR PENDUKUNG Ada sejumlah keterampilan dasar konseling yang mendukung keterampilan merespond alam tahap pertama dari proses konseling yaitu keterampilan mengajak terbuka untuk berbicara mengajukan pertanyaan terbuka, mendengarkan secara akurat, mengikuti pokok pembicaraan dorongan minimal, merefleksi, memparafrase dan sebagainya. 1. Mengajak terbuka untuk berbicara Setelah tahap persiapan dirasakan cukup danklien tampak mulai terdorong untuk “involve” secara aktif maka konseling dapat melangkah ke tahap pertama proses konseling dengan mengajak klien memulai berbicara, misalnya : “Apa yang dapat saya bantu?” “Apa yang dapat saya lakukan untuk membantu Anda?” “Ceritakan kepada saya apa yang menyusahkan Anda?” “Apa yang sedang Anda pikirkan?”

Upload: dianto-irawan

Post on 02-Jul-2015

3.722 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Teknik dasar konseling tahap 1 by dianto irawan makalah bimbingan konseling tarbiyah

TRANSCRIPT

TEKNIK-TEKNIK DASAR KONSELING

TAHAP I EKSPLORASI MASALAH

1. KONDISI-KONDISI INTI YANG DIPERLAKUKAN DALAM EKSPLORASI

MASALAH

Carkhuff (1983) menyatakan bahwa keterampilan utama yang diperlukan dalam

konseling tahap pertama adalah keterampailan merespon. Selanjutnya carkhuff (1983)

menambahkan bahwa untuk dapat merespon baik ada beberapa tingkah laku yang

harus dimainkan oleh konselor.

1. Konselor harus terus menerus menahan “frame of reference”nya sendiri

2. Konselor harus berkomunikasi dengan caya yang tulus dan ikhlas (genuine)

3. Konselor harus menekankan kespesifikan dalam mengeksplorasi isi

Akhirnya Carkhuff (1983) menegaskan bahwa keterampilan-keterampilan membantu

pada tahap satu ini meliputi setidaknya empat kondisi inti :

1. Empati

2. Respek

3. Tulus – ikhlas

4. Konkrit

2. KETERAMPILAN DASAR PENDUKUNG

Ada sejumlah keterampilan dasar konseling yang mendukung keterampilan merespond

alam tahap pertama dari proses konseling yaitu keterampilan mengajak terbuka untuk berbicara

mengajukan pertanyaan terbuka, mendengarkan secara akurat, mengikuti pokok pembicaraan

dorongan minimal, merefleksi, memparafrase dan sebagainya.

1. Mengajak terbuka untuk berbicara

Setelah tahap persiapan dirasakan cukup danklien tampak mulai terdorong untuk

“involve” secara aktif maka konseling dapat melangkah ke tahap pertama proses

konseling dengan mengajak klien memulai berbicara, misalnya :

“Apa yang dapat saya bantu?”

“Apa yang dapat saya lakukan untuk membantu Anda?”

“Ceritakan kepada saya apa yang menyusahkan Anda?”

“Apa yang sedang Anda pikirkan?”

Ajakan berbicara secara terbuka ini memungkinkan klien dapat

mengemukakan masalahnya dengan baik. Karena itu hendaknya dapat dihindarkan

untuk mengajukan pertanyaan yang bertubi-tubi sehingga klien merasa kwalahan

dan akhirnya dapat membuat klien jengkel.

2. Pertanyaan Terbuka

Pertanyaan atau pernyataan terbuka mengajak klien untuk meneruskan

pembicaraanya dengan memberikan lebih banyak uraiannya mengenal hal yang

telah dikemukakannya. Misalnya terhadap uraian yang telah diberikan oleh

seseorang Ibu yang putus asa karena ulah anaknya yang kecanduan narkotika.

Konselor bertanya :

“Bagaimana perasaan Ibu melihat dia benar-benar kencanduan obat

terlarang itu ?”

“Usaha-usaha apa saja yang telah ibu lakukan untuk mengatasi

ketergantungannya pada obat terlarang itu?”

Pertanyaan terbuka seperti itu penting, terutama pada tahap-tahap awal wawancara

pertanyaan-pertanyaan teruka lainnya dapat dilakukan dengan menggunakan kata

Tanya “Apa”, “Kapan”, “Bagaiman”, dan “Mengapa”

3. Mendengarkan secara akurat

Kegiatan ini menghendaki konselor agar lebih banyak diam dan menggunakan

semua inderanya untuk menangkap semua pesan yang dikemukakan oleh klien.

Mendengarkan secara akurat sangat diperlukan selama proses konseling

berlangsung, terlebih-lebih pada saat permulaan yaitu ketika konselor ingin

memperoleh gambaran yang menyeluruh tentang diri dan masalah klien.

Untuk itu Munro, dkk (1979) menyarankan cara melatih diri untuk

mendengarkan secara akurat sebagai berikut :

a. Konselor hendaknya menyadari sikapnya sendiri. Bagaimana konselor

merasakan keadaan klien dan bagaimana perasaan-perasaan itu mempengaruhi

pemahaman konselor terhadap klien.

b. Perhatikan secara cermat pada isi pembicaraan klien dan juga perasaan yang

tersirat dibalik isi itu.

c. Konselor hendaknya mengarahkan perhatinnya pada apa yang sedang dikatakan

klien, jangan apa yang mungkin konselor katakana dalam menanggapinya atau

pada bagaimana konselor menyelesaikan presoalan yang dikemukakan klien.

d. Mendengarkan tidak saja harus memenuhi dengan segera yang dikemukakan

klien tetapi juga harus bisa memperjelas apa yang masih kabur. Untuk itu

konselor harus bertanya pada klien jika Anda belum mengerti tentang apa yang

dikemukakan klien.

4. Mengikuti Pokok Pembicaraan

Konselor mengikuti pokok pembicaraan klien itu dapat diucapkan dengan kalimat

sebagai berikut :

“Saya memahami apa yang Anda maksudkan”

“Ceritakan lebih lanjut tentang hal itu”

Ucapan konselor untuk mengikuti pokok pembicaraan itu dilakukan dengan caya

yang penuh perhatian.

Hal ini juga akan makin menyadarkan klien bahwa konselor benar-benar

mendengarkan apa yang dikemukakan klien.

5. Dorongan Minimal

Dorongan minimal adalah suatu isyarat, anggukan, sepatah kata atau suara tertentu,

gerakan anggota badan, atau pengulangan kata-kata kunci yang menunjukkan

bahwa penyuluh mempunyai perhatian dan mengikuti dengan baik pembicaraan

klien.

Dorongan kesempatan dan keleluasaan keapda klien untuk terus berbicara.

Dorongan minimal itu hendaknya digunakan sejak awal pertemuan dalam arus

yang wajar dari seluruh percakapan yang sedang berlangsung dan diberikan disela-

sela klien selesai mengucapkan satu kesatuan pokok pikiran baik terdiri dari satu

kalimat atau beberapa kalimat. Misalnya :

“O-ya”

“Ya”

“Mmm”

“A-ha”

“Jadi?”

dan sebagainya

dorongan minimal semacam itu dapat digunakan untuk menjaga kelangsungan

pembicaraan klien dan menghindari agar konselor tidak terlalu banyak berbicara

yang dapat mengakibatkan klien hanya menjadi pendengar saja.

6. Paraphrese dan Refleksi

Paraphrase adalah mengatakan dengan cara lain isi pikiran yang diucapkan klien

dengan menggunakan kata-kata konselor sendiri. Jika yang diungkapkan kembali

oleh konselor itu mengenai perasaan klien maka Cormier dan Cormiel (1985)

menamakannya sebagai refleksi.

Paraphrase dan refleksi itu dilakukan dengan menyimpulkan atau menyaringkan

pernyataan klien. Jadi bukan sekedar “parroting” atau mengulang kembali

pertanyaan klien secara sama.

Tujuan dari paraphrase dan refleksi perasaan itu menurut Cormier dan Cormier

(1985) adalah (a) untuk menunjukkan bahwa konselor memahami isi dan perasaan

yang dikomunikasikan oleh klien, (b) agar klien dapat mengelaborasi pikiran atau

perasaan kunci yang ia kemukakan, (c) agar klien dapat memusatkan perhatiannya

pada situasi atau kejadian, pikiran dan tingkah laku tertentu, dan (d) untuk

membantu klien membuat keputusan.

Contoh paraphrase dan refleksi perasaan :

Klien

:

Konselor (paraphrase)

:

Konselor (refleksi)

:

“Semuanya membosankan. Tidak ada sesuatu

yang baru, tidak ada yang menyenangkan. Semua

teman-teman saya pergi meninggalkan saya.

Andaikata saya mempunyai uang saya sudah dapat

berbuat banyak hal.

“Tanpa mempunyai uang dan teman, tidak ada

satupun yang dapat Anda kerjakan sekarang ini.

“Anda merasa bosan dengan keadaan yang Anda

alami saat ini.”

3. KETERAMPILAN DASAR MERESPON

1. Merespon Isi

Respon konselor terhadap ekspresi klien yang pertama-tama adalah respon

terhadap isi pernyataan klien itu. Unsur-unsur dari isi menekankan pertanyaan-

pertanyaan dasar “Apa”, “Mengapa”, “Kapan, “Dimana”, dan “Bagaimana”, unsur-

unsur isi juga menekankan urut-urutan kepentingan dan hubungan seba akibat dari

kajadian-kajadian.

Pola umum yang digunakan dalam merespon isi adalah: “Anda mengakatan bahwa

……………….. “Atau” dengan kata lain ……………”

Contoh :

“Anda mengatakan bahwa sejak Anda dinyatakan bersalah, Anda merasa

tidak seperti dulu lagi terhadap anak Anda”.

“Dengan kata lain, Anda mengatakan bahwa ada perubahan hubungan Anda

dengan anak Anda”.

a. Respon secara kronologis

Respon terhadap isi yang dikemukakan klien secara kronologis berarti konselor

merespon berdasarkan urutan kejadian-kejadiannya. Karena itu respon secara

kronologis ini mengikuti format-format berikut ini.

“Anda mengatakan bahwa apa yang terjadi pada diri Anda adalah ….

(kejadian pertama) ……….. kemudian diikuti dengan …… (kejadian

kedua) …… dan akhirnya …… (kejadian ketiga)

b. Respon isi berdasarkan pentingnya

Respon konselor yang ditunjukkan untuk mengorganisasikan isi ekspresi yang

berdasarkan pentingnya isi tersebut, berarti konselor mengorganisasikan isi dari yang

paling penting ke yang kurang penting untuk itu format yang digunakan adalah :

“Anda mengatakan ….. (paling penting) …….. dan …. (agak penting) …… dan

…… (kurang penting)

c. Respon isi berdasarkan sebab-akibat

Cara yang ketiga dalam merespon isi yang diekspresikan klien adalah berdasarkan

hubungan sebab-akibat. Ini berarti bahwa mengidentifikasi tentang bagaimana satu

kejadian atau tindakan menghasilkan terjadinya kejadian atau tindakan lainnya. Format

yang digunakan untuk merespon isi yang merupakan sebab-akibat itu adalah :

“Anda mengatakan bahwa ….. (penyebab) …….. maka …… (akibat) ……. “

Dengan melihat tiga bentuk respon iu dapat disimpulkan bahwa respon isi

memungkinkan klien dapat mengekplorasi segala hambatan didalam isi. Jika

ada pertanyaan yang tidak dijawab, konselor dapat melacaknya untuk

memperoleh gambaran tentang pengalaman-pengalaman klien yang lebih

lengkap. Diperolehnya informasi tentang itu seua akan memungkinkan konselor

mendiagnosa kelemahan atau kekurangan yang ada dibidang-bidang itu.

2. Merespon Perasaan

Merespon perasaan adalah keterampilan yang penting dalam memberi bantuan

karena perasaan mereflekasikan pengalaman efektif tentang diri klien sendiri

terhadap dunia mereka.

Menurut Carkhuff (1983) merespon perasaan meliputi mengajukan pertanyaan

empati, menjawab pertanyaan empati. Mengembangkan respon yang dapat

dipertukarkan dan kata-kata perasaan, respon perasaan sedih, senang dan marah.

a. Mengajukan pertanyaan empati

Konselor menanyakan kepada dirinya sendiri “Jika saja klien dan saya

mengajarkan dan mengatakan hal-hal ini, bagaimana perasaan saya”

Dalam menjawab pertanyaan ini konselor dapat”.

1) Mengidentifikasi kategori perasaan umum (seperti senang marah, sedih,

bangga, takut, menderita, kelegaan, atau ketenangan dan kesabaran)

2) Kemudian memilih kata atau ungkapan perasaan yang cocok dengan bidang

perasaan dan level intensitasnya.

3) Akhirnya periksalah ekspresi perasaan melalui observasi untuk melihat

apakah cocok dengan yang ada pada klien yang sebenarnya.

b. Menjawab pertanyaan empati

Sekarang konselor dapat mencoba memahami perasaan yang diekspresikan

oleh klien.

Jadi setelah konselor mendengarkan pernyataan klien dengan cermat, maka

konselor hendaknya mengajukan pertanyaan empati dalam dirinya sendiri.

Kemudian beberapa saat mengingat kembali isi pernyataan klien, maka

konselor dapat menjawab pertanyaan sendiri itu.

c. Mengembangkan respon yang dapat dipertukarkan

Konselor dapat yakin bahwa ia merespon perasaan klien jika ia membuat

respon yang dapat saling dipertukarkan dengan perasaan yang diekspresikan

klien.

Suatu respon dapat dipertukarkan jika konselor danklien mengekpresikan

perasaan yang sama. Secara operasional dalam hal perasaan yang diekspresikan

konselor dapat mengatakan apa yang dikatakan oleh klien.

d. Mengembangkan kata-kata perasaan

Konselor dapat mengatakan bahwa ia merespon perasaan klien jika konselor

dapat menangkap esensi dari perasaan klien dalam satu atau lebih kata-kata

perasaan.

e. Merespon perasaan sedih

Satu dari perasaan-perasaan yang umumnya mendominasi klien adalah sejenis

perasaan sedih atau murung. Level energi klien seperti itu rendah. Segala-

galanya tidak ada harapan. Ia tidak tahu kemana ia pergi atau bagaimana ia

sampai kesana. Suatu saat ia mengemukakan perasaanya. “Yang ada dalam

pikiran saya adalah bahwa saya tidak dapat berhasil”. Kata perasaan yang

cocok dengan ekspresi klien seperti itu adalah “Anda merasa berkcil hati?”

f. Merespon perasaan senang

Walaupun jarang sekali klien kita merasa gembira, tetapi pada saat-saat tertentu

yaitu jika klien telah menemukan arah atau jalan keluar dari masalahnya ia

merasa gembira. Keseluruhan sikapnya berubah. Sikapnya terhadap kehidupan

menjadi makin terbuka. Tingkah lakunya menjadi semangat dan cekatan.

Dalam keadaan gembira itu klien mungkin berkata. “wou, saya tidak sabar lagi,

saya ingin segera memulainya” kemudian konselor merespon ekspresi itu

sebagai berikut: “Anda benar-benar merasa gembira”.

g. Respon terhadap rasa marah

Mungkin saja suatu ketika klien marah karena merasa diperlakukan tidak adil

dan cenderung mendendam. Badannya tegang, matanya keluar air mata dan

ekspresinya tertahan. Sering konselor taku membuka perasaan semacam iut.

Konselor takut tantangan seberapa jauh perasaan antara lain: “Apa yang akan

dilakukan?” “Apakah klien akan menyatakannya?”

Sebenarnya, konselor tidak bisa membantuk jika ia tidak bisa mengurusi semua

jenis perasaan orang. Klien harus mau mengeluarkan perasaan-perasaan ini

secara terbuka kalau ia mau belajar berurutan dengan perasaan-perasaan itu.

Memang kemungkinan tidakannya terhadap perasaan marah itu bisa

dikembalikan pada kemampuan untuk mengekspresikan perasaan-perasaan itu.

Makin klien mengekspresikannya perasaannya makin berkurang

kemungkinannya ia bertindah distruktif. Dengan kata lain, makin banyak klien

mengekpresikan perasaan-perasaanya makin dapat klien menyalurkannya

secara konstruktif. Ekspresi rasa marah klien itu mungkin sebagai berikut :

Klien :

Konselor :

“Perasaan dengan dia. Suatu saat akan kutemui lagi dia dan

rasakan pembalasannku”

“Anda merasa sangat marah”.

3. Respon Arti

Carkhuff (1983) menyatakan bahwa respon terhadap isi dan perasaan saja belum

cukup. Respon konselor harus dilengkapi dengan respon arti, yaitu kombinasi dari

respon isi dan respon perasaan.

Menurut Carkhuff (1983) ada tiga jenis format respon arti, yaitu (a) respon yang

dapat dipertukarkan, (b) respon terhadap perasaan dan isi yang banyak, dan (c)

respon terhadap perasaan da nisi yang sulit diekspresikan.