tb paru

40
REFERAT PENYAKIT DALAM RSUD KARAWANG 03010105 Fendy Ferdian Tuberkulosis Ekstra Pulmonal Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti 1

Upload: ardi-arfandy

Post on 10-Jul-2016

18 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

paru, tb, interna

TRANSCRIPT

Page 1: TB Paru

REFERAT PENYAKIT DALAM

RSUD KARAWANG

03010105

Fendy Ferdian

Tuberkulosis Ekstra Pulmonal

Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti

Jakarta 13 Maret 2015

1

Page 2: TB Paru

BAB I

PENDAHULUAN

Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi menular yang disebabkan

bakteri Mycobacterium tuberculosis. Seseorang yang terinfeksi TBC biasanya

menularkan penyakitnya melalui percikan dahak yang keluar ketika bersin atau

batuk. Penyakit ini dapat terjadi di segala kelompok umur dan dalam atau luar

paru. Namun sebagian besar TB menyerang pada daerah paru. Ketika bakteri TB

tersebut menyerang organ lain maka disebut sebagai tuberkulosis ekstra paru.

2

Page 3: TB Paru

BAB II

TUBERKULOSIS EKSTRA PULMONAL

I. DEFINISI

Tuberculosis ekstra pulmonal adalah tuberculosis yang menyerang

organ tubuh selain jaringan paru, seperti pleura, meningen, selaput jantung,

kelejar limfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat

kelamin dan lain-lain. Penyakit ini umumnya menyerang orang dewasa

dengan imunosupresi dan anak-anak

II. EPIDEMIOLOGI

Bila tuberkulosis menjadi aktif, 90% selalu melibatkan organ paru dan

dalam 15-20% kasus tersebut, terjadi penyebaran infeksi hingga keluar rongga

pernafasan dan menyebabkan TB jenis lainnya.

III. KLASIFIKASI

1. Tuberkulosis Ekstra Paru Ringan

Misal : TB kelenjar limfe, pleuritis eksudatif unilateral, tulang

(kecuali tulang belakang), sendi dan kelenjar adrenal

2. Tuberkulosis Ekstra Paru Berat

Misal : meningitis, milier, perikarditis, peritonitis, pleuritis

eksudatif dupleks, TB tulang belakang, TB usus, TB saluran kencing dan

alat kelamin.3

Page 4: TB Paru

IV. ORGAN ORGAN YANG TERKENA DAN PENANGANANNYA

TUBERCULOSIS KELENJAR LIMFE

Definisi

Limfadenitis Tuberkulosis, suatu peradangan pada satu atau lebih

kelenjar getah bening. Penyakit ini masuk dalam kategori tuberkulosis di

luar paru. Tuberkulosis sendiri dikenal sejak 1000 tahun sebelum Masehi

seperti yang tertulis dalam kepustakaan Sanskrit kuno. Nama

"tuberculosis" berasal dari kata tuberculum yang berarti benjolan kecil

yang merupakan gambaran patologik khas pada penyakit ini. Begitu juga

dengan limfadenitis, penyakit ini ditandai benjolan pada bagian leher

penderitanya.

Patogenesis

Siklus munculnya penyakit ini adalah bakteria dapat masuk

melalui makanan ke rongga mulut dan melalui tonsil mencapai kelenjar

limfa di leher, sering tanpa tanda TBC paru. Kelenjar yang sakit akan

membengkak dan mungkin sedikit nyeri. Mungkin secara berangsur

kelenjar di dekatnya satu demi satu terkena radang yang khas dan dingin

ini. Di samping itu, dapat terjadi juga perilimfadenitis sehingga beberapa

kelenjar melekat satu sama lain berbentuk massa. Bila mengenai kulit,

4

Page 5: TB Paru

kulit akan meradang, merah, bengkak, mungkin sedikit nyeri. Kulit

akhirnya menipis dan jebol, mengeluarkan bahan keperti keju. Tukak

yang terbentuk akan berwarna pucat dengan tepi membiru dan

menggangsir, disertai sekret yang jernih. Tukak kronik itu dapat sembuh

dan meninggalkan jaringan parut yang tipis atau berbintil-bintil. Suatu

saat tukak meradang lagi dan mengeluarkan bahan seperti keju lagi,

demikian berulang-ulang. Kulit seperti ini disebut skrofuloderma.

Limfadenitis sendiri disebabkan oleh berbagai infeksi dari berbagai

organisme, seperti bakteri, virus, protozoa, riketsia, dan jamur. Untuk

penyebarannya ke kelenjar getah bening melalui infeksi pada kulit,

hidung, telinga, dan mata.

Macam-macam Limfadenitis TB

Secara umum, limfadenitis terdiri dari beberapa macam

tergantung penyebabnya, yakni ,Limfadenitis submandibuler, disebabkan

adanya sakit gigi atau karies dentis atau pula infeksi stomatitis yang

menimbulkan adanya pembesaran kelenjar getah bening mandibuler.

Limfadenitis daerah aksila disebabkan adanya infeksi pada daerah

tangan. Limfadenitis dan inguinal, Paronichya di ibu jari kaki atau infeksi

di kaki bagian bawah yang sering membuat rasa nyeri untuk berjalan.

Gejala Klinis

5

Page 6: TB Paru

Gejala untuk menganalisa apakah terkena penyakit ini adalah

kelenjar getah bening yang terserang biasanya akan membesar dan jika

diraba terasa lunak dan nyeri, selain itu gejala klinis yang timbul adalah

demam, nyeri tekan, dan tanda radang. Kulit di atasnya terlihat merah

dan terasa hangat, pembengkakan ini akan menyerupai daging tumbuh

atau biasa disebut dengan tumor. Dan untuk memastikan apakah gejala-

gejala tersebut merujuk pada penyakit limfadenitis maka perlu adanya

pengangkatan jaringan untuk pemeriksaan di bawah mikroskop.

Limfadenitis pada taraf parah disebut limfadenitis kronis.

Limfadenitis ini terjadi ketika penderita mengalami infeksi kronis, misal

pada kondisi ketika seseorang dengan faringitis kronis akan ditemukan

pembesaran kelenjar getah bening leher (limfadenitis). Pembesaran di

sini ditandai oleh tanda radang yang sangat minimal dan tidak nyeri.

Pembesaran kronis yang spesifik dan masih banyak di Indonesia adalah

akibat tuberkulosa. Limfadenitis tuberkulosa ini ditandai oleh

pembesaran kelenjar getah bening, padat, multiple dan dapat

berhubungan satu sama lain. Dapat pula sudah terjadi perkijuan seluruh

kelenjar, sehingga kelenjar itu melunak seperti abses tetapi tidak nyeri

seperti abses lainnya. Apabila abses ini pecah ke kulit, lukanya sulit

sembuh oleh karena keluar secara terus menerus sehingga seperti terdapat

fistula

TUBERKULOSIS TULANG

6

Page 7: TB Paru

Definisi

Spondilitis Tuberkulosa ialah suatu bentuk infeksi tuberkulosis

ekstrapulmoner yang mengenai tulang belakang (vertebra). Infeksi mulai

dari korpus vertebra, menjalar ke diskus intervertebralis dan kemudian

mencapai alat-alat dan jaringan di dekatnya. Tuberkulosis sebagai suatu

penyakit sistemik yang dapat menyerang berbagai organ termasuk tulang

dan sendi. Lesi pada tulang dan sendi hampir selalu disebabkan

penyebaran hematogen dari kompleks primer pada bagian tubuh lain.

Biasanya tejadi beberapa tahun setelah infeksi primer. Lokalisasi

spondilitis tuberkulosa terutama pada daerah vertebra torakal bawah dan

lumbal atas.

Patogenesis

Tiga mekanisme terjadinya patogenesis tuberculosis tulang

dibutuhkan adanya kompleks primer yang menyebarkan bakteri dan

tempat tujuan terakhir infeksinya

Kompleks Primer

Lesi primer biasanya pada paru – paru, faring atau usus dan

kemudian melalui saluran limfe menyebar ke limfonodulus regional

dan disebut primer kompleks.

Penyebaran Sekunder

Bila daya tahan tubuh penderita menurun, maka terjadi

penyebaran melalui sirkulasi darah yang akan menghasilkan

7

Page 8: TB Paru

tuberkulosis milier dan meningitis. Keadaan ini dapat terjadi setelah

beberapa bulan atau beberapa tahun kemudian dan bakteri dideposit

pada jaringan ekstra – pulmoner.

Lesi Tersier

Tulang dan sendi merupakan tempat lesi tersier dan sebanyak

5 % dari tuberkulosis paru akan menyebar dan akan berakhir sebagai

tuberkulosis sendi dan tulang. Pada saat ini kasus – kasus tuberkulosis

paru masih tinggi dan kasus tuberkulosis tulang dan sendi juga

diperkirakan masih tinggi.

Penyakit ini pada umumnya mengenai lebih dari satu vertebra.

Infeksi berawal dari bagian sentral, bagian depan atau daerah epifisial

korpus vertebra. Kemudian terjadi hiperemi dan eksudasi yang

menyebabkan osteoporosis dan perlunakan korpus. Selanjutnya terjadi

kerusakan pada korteks epifisis, diskus intervertebralis, dan vertebra

sekitarnya. Kerusakan pada bagian depan korpus ini akan menyebabkan

terjadinya kifosis yang disebut gibus

Diagnosis

Diagnosis spondilitis tuberkulosa dapat ditegakkan berdasarkan

gambaran klinis dan pemeriksaan radiologis. Untuk melengkapkan

pemeriksaan, maka dibuat suatu standar pemeriksaan pada penderita

tuberkulosis tulang dan sendi, yaitu :

8

Page 9: TB Paru

1. pemeriksaan klinik dan neurologis lengkap

2. foto tulang belakang posisi AP dan lateral

3. foto polos toraks posisi PA

4. uji mantoux

5. biakan sputum dan pus untuk menemukan basil tuberkulosa

Pemeriksaan laboratorium

1. Peningkatan LED dan mungkin disertai dengan leukositosis

2. uji mantoux positif

3. kultur kuman

4. biopsi jaringan granulasi atau kelenjar limfe regional

5. pemeriksaan histopatologis dapat ditemukan tuberkel

Penatalaksanaan

Pada prinsipnya pengobatan tuberkulosis tulang belakang harus

dilakukan sesegera mungkin untuk menghentikan progresifitas penyakit

serta mencegah paraplegia yang terjadi akibat desakan pus ke susunan

saraf spinal

PLEURITIS TB

Patofisiologi

9

Page 10: TB Paru

Pleuritis TB dapat merupakan manifestasi dari tuberkulosis

primer atau tuberkulosis post primer (reaktivasi). Hipotesis terbaru

mengenai Pleuritis TB primer menyatakan bahwa pada 6-12 minggu

setelah infeksi primer terjadi pecahnya fokus kaseosa subpleura ke

kavitas pleura. Antigen mikobakterium TB memasuki kavitas pleura dan

berinteraksi dengan Sel T yang sebelumnya telah tersensitisasi

mikobakteria, hal ini berakibat terjadinya reaksi hipersensitivitas tipe

lambat yang menyebabkan terjadinya eksudasi oleh karena meningkatnya

permeabilitas dan menurunnya klirens sehingga terjadi akumulasi cairan

di kavitas pleura.

Umumnya, efusi yang terjadi pada Pleuritis TB primer

berlangsung tanpa diketahui dan proses penyembuhan spontan terjadi

pada 90% kasus. Pleuritis TB dapat berasal dari reaktivasi atau TB post

primer. Reaktivasi dapat terjadi jika stasus imunitas pasien turun. Pada

suatu penelitian disebutkan bahwa umur rata-rata pasien dengan

reaktivasi TB adalah 44,6 tahun. Pada kasus Pleuritis TB rekativasi,

dapat dideteksi TB parenkim paru secara radiografi dengan CT scan pada

kebanyakan pasien. Infiltrasi dapat terlihat pada lobus superior atau

segmen superior dari lobus inferior. Bekas lesi parenkim dapat

ditemukan pada lobus superior, hal inilah yang khas pada TB reaktivasi.

Gambaran Klinik

10

Page 11: TB Paru

Gambaran klinis dari Pleuritis TB yang paling sering dilaporkan

adalah batuk ,demam, nyeri dada pleuritik dan dispneu. Batuk yang

terjadi biasanya nonproduktif terutama ketika tidak terdapat lesi paru

aktif. Keringat malam, dyspneu, malaise, dan penurunan berat badan

merupakan keluhan umum. Demam dan nyeri dada umumnya terdapat

pada pasien muda, sedangkan batuk dan dyspneu umumnya pada pasien

yang lebih tua. Pemeriksaan fisik ditemukan berkurangnya suara nafas

dan perkusi pekak diatas tempat efusi. Pleural friction rub dilaporkan

pada 10% pasien. Pada keadaan tidak diberikannya obat anti

tuberkulosis, resolusi dari efusi yang terjadi pada pleuritis TB biasanya

spontan dalam beberapa bulan. Akan tetapi, setengah dari kasus yang

tidak diterapi akan berkembang menjadi bentuk tuberkulosis paru dan

ekstraparu yang lebih berat yang dapat berakibat pada kecacatan dan

kematian. Squele pada pleuritis TB primer adalah terjadinya sisa

penebalan pleura yang potensial menyebabkan pembatasan ventilasi.

Infeksi kronik aktif dapat mengawali berkembangnya tuberkulosa

empyema. Pecahnya kavitas parenkim ke ruang pleura dapat berkembang

menjadi fistula bronkhopleural dan pyo-pnemothoraks.

Diagnosis

Pleuritis TB tidak selalu mudah didiagnosis, karena tidak selalu

ada gambaran khas seperti adanya eksudat yang kaya limfosit pada cairan

efusi, granuloma nekrotik kaseosa pada biopsi pleura, hasil positif dari

pewarnaan Ziehl Neelsen atau kultur Lowenstein dari cairan efusi.

11

Page 12: TB Paru

Diagnosis dari Pleuritis TB secara umum ditegakkan dengan analisis

cairan pleura dan biopsi pleura. Hasil thorakosintesis efusi pleura dari

Pleuritis TB primer mempunyai karakteristik cairan eksudat dengan total

kandungan protein pada cairan pleura >30g/dL, rasio LDH cairan pleura

dibanding serum > 0,5 dan LDH total cairan pleura >200U. Cairan pleura

mengandung dominan limfosit (sering lebih dari 75% dari semua materi

seluler), sering dikiuti dengan kadar glukosa yang rendah. Namun dari

kharakteristik diatas tidak ada yang spesifik untuk tuberkulosis

Biopsi pleura parietal telah menjadi tes diagnositik yang paling

sensitif untuk Pleuritis TB. Pemeriksaan histopatologis jaringan pleura

menunjukkan peradangan granulomatosa, nekrosis kaseosa, dan BTA

positif. Hasil biopsi perlu diperiksa secara PA, pewarnaan BTA dan

kultur.

MENINGITIS TUBERKULOSIS

Definisi

Adalah radang selaput otak akibat komplikasi tuberkulosis

primer. Secara histiologik meningitis tuberkulosis merupakan meningo-

ensefalitis tuberkulosa dimana terjadi invasi ke selaput dan jaringan

susunan saraf pusat.

Etiologi

12

Page 13: TB Paru

Meningitis tuberkulosa disebabkan oleh mikobakterium

tuberkulosa jenis hominis, jarang oleh bovinum atau aves. Faktor risiko

terdiri dari keadaan sosioekonomi rendah sehingga terjadi perburukan

gizi, ketidaklayakan tempat tinggal, penurunan higienitas, kurangnya

imunisasi dan faktor ras atau suku juga mempengaruhi kejadian oleh

meningitis tuberkulosa ini

Patofisiologi

Meningitis tuberkulosa selalu terjadi sekunder dari proses

tuberkulosis primer di luar otak. Fokus primer biasanya di paru- paru.

Meningitis tuberkulosa terjadi sebagai komplikasi penyebaran

tuberkulosis paru-paru. Terjadinya meningitis bukan karena peradangan

langsung oleh karena penyebaran hematogen, melainkan melalui

pembentukan tuberkel-tuberkel kecil berwarna putih. Tuberkel kemudian

melunak, pecah dan masuk ke dalam ruang sub arakhnoid dan

ventrikulus sehingga terjadi peradangan yang difus. Penyebaran kuman

dalam ruang subarakhnoid menyebabkan reaksi radang pada piamater

dan arakhnoid, CSS, ruang sub arakhnoid dan ventrikulus.

Akibat reaksi radang ini terbentuknya eksudat kental

serofibrinosa dan gelatinosa oleh kuman-kuman dan toksin yang

mengandung sel-sel mononuklear, limfosit, sel plasma, makrofag, sel

raksasa dan fbroblas. Eksudat ini dapat juga terkumpul terutama di dasar

tengkorak. Eksudat juga dapat menyumbat akuaduktus sylvii, foramen

13

Page 14: TB Paru

magendi, foramen luschka dengan akibat terjadinya hidrosefalus, edema

dan peningkatan tekanan intrakranial. Kelainan juga terjadi di pembuluh

darah yang berjalan dalam ruang subarakhnoid berupa kongesti,

peradangan dan penyumbatan, sehingga selain ateritis dan flebitis juga

mengakibatkan infark otak terutama pada bagian korteks, medula

oblongata dan ganglia basalis yang kemudian mengakibatkan perlunakan

otak dengan segala akibatnya.

Diagnosis

Anamnesis diarahkan pada riwayat kontak dengan penderita

tuberkulosi, keadaan sosioekonomi, imunisasi, dsb. Gejala-gejala yang

khas untuk meningitis tuberkulosa ditandai dengan tekanan intrakranial

yang meninggi : muntah yang hebat, nyeri kepala yang progresif. Pungsi

lumbal memperlihatkan CSS yang jernih, kadang sedikit keruh atau

ground glass appearance. Bila CSS didiamkan akan terjadi pengendapan

fibrin yang halus seperti sarang laba-laba. Jumlah sel antara 10 – 500/ml

dan kebanyakan limfosit, kadar glukoasa rendah antara 20 -40 mg%,

kadar klorida di bawah 600 mg%. CSS dan endapan sarang laba-laba

dapat dibiakan atau dikultur menurut pengecatan Ziehl-Nielsen. Tes

tuberkulin biasa dilakukan pada bayi dan anak, hasil sering kali negatif

karena keadaan anergi. Pemeriksaan lainnya seperti : foto dada dan

kolumna vertebralis, rekaman EEG, dan CT scan.

TUBERKULOSIS GINJAL

14

Page 15: TB Paru

Insidens

Tuberkulosis saluran kemih dapat timbul pada segala usia dari

usia muda sampai orang tua dengan keadaan umum kurang baik.

Patofisiologi

Basil tuberkulosis mencapa ginjal atau epididimis secara

hematogen dan menyebabkan gambaran patologik yang khas berupa

kelainan granulomatosa dengan pengkijauan sentral yang akhirnya

cenderung mengalami kalsifikasi atau membentuk kaverne. Dari ginjal

terjadi penyebaran infeksi secara desendens melalui ureter yang dapat

mengalami striktur fibrosa. Di kandung kemih, tuberkulosis mulai

tampak sebagai bengkak dan kemerahan sekitar muara ureter di

trigonum. Tuberkulosis menyebar di kandung kemih dengan tukak kecil

di mukosa yang menjadi fibrotik dan mengakibatkan pengerutan.

Penyebaran tuberkulosis ke saluran kemih dapat terjadi puluhan tahun

setelah kompleks primer. Tuberkulosis saluran kemih tidak jarang

ditemukan bersamaan dengan tuberkulosis sekunder tulang belakang.

Penyebaran hematogen ke prostat atau epididimis tidak berkaitan dengan

tuberkulosis ginjal.

Tuberkulosis ginjal pada awalnya merupakan penyebaran milier

kiri dan kanan di korteks. Sarang milier ini berkembang menjadi rahang

granulasi yang mengalami nekrosis secara perkijauan yang mungkin

membentuk kaverne atau sembuh lokal dengan fibrosis, pengerutan, 15

Page 16: TB Paru

retraksi dan kalsifikasi. Perforasi nekrosis kaliks di pielum menyebabkan

penyebaran secara desendens. Tuberkulosis di pielum, ureter, kandung

kemih dan prostat pada prinsipnya menunjukkan gambaran yang sama,

kecuali pengkijauan tidak menyebabkan kaverne melainkan ulkus.

Fibrosis menyebabkan retraksi dan penyempitan sehingga terjadi

obstruksi dengan segala konsekuensinya.

Gambaran Klinik

Gambaran klinik tuberkulosis saluran kemih ditentukan oleh

kelainan patologik yang disebabkan penyakit. Pada tuberkulosis ginjal

yang mengalami radang tuberkulosis, nekrosis dan kaverne. Keluhan

mungkin sedikit walaupun keluhan umum tetap ada karena dampak

penyakit sistemik atau gangguan faa ginjal progresif. Dapat juga terjadi

obstruksi, perdarahan atau radang. Insidens tuberkulosis ginjal dianggap

jauh lebih tinggi daripada yang berhasil didiagnosis. Pielitis dan sistisis

dengan penyebaran asendens dan desendens mungkin disebabkan oleh

radang bakterial nonspesifik sebagai infeksi ikutan selain radang spesifik

tuberkulosis. Epididimitis spesifik tuberkulosis merupakan infeksi

spesifik kronik yang sering tembus di kulit skrotum menyebabkan fistel

tunggal atau multipel. Nyeri tidak menjadi gejala penting. Pada palpasi,

epididimitis mungkin agak keras demikian juga vas deferens teraba

berbenjol benjol

Diagnosis

16

Page 17: TB Paru

Diagnosis dipastikan dengan pemeriksaan mikroskopik sediaan

sekret untuk mencari Mycobacterium tuberculosis Biakan kuman dan

pemeriksaan patologik anatomi selain pemeriksaan jasmani dan pecitraan

terarah juga dilakukan.

TUBERKULOSIS PERITONEAL

Definisi

Tuberkulosis peritoneal merupakan suatu peradangan peritoneum

parietal atau visceral yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium

tuberculosis, dan terlihat penyakit ini juga sering mengenai seluruh

peritoneum, alat-alat system gastroinbtestinal, mesenterium dan organ

genetalia interna. Penyakit ini jarang berdiri sendiri dan biasanya

merupakan kelanjutan proses tuberkulosa di tempat lain terutama dari

tuberkulosa paru, namun sering ditemukan bahwa pada waktu diagnosa

ditegakkan proses tuberkulosa di paru sudah tidak kelihatan lagi. Hal ini

bisa terjadi karena proses tuberkulosa di paru mungkin sudah

menyembuh terlebih dahulu sedangkan penyebaran masih berlangsung di

tempat lain. Di Negara yang sedang berkembang tuberculosis peritoneal

masih sering dijumpai termasuk di Indonesia, sedangkan di negara

Amerika dan Negara Barat lainnya walaupun sudah jarang ada

kecendrungan meningkat dengan meningkatnya jumlah penderita AIDS

dan Imigran. Karena perjalanan penyakitnya yang berlangsung secara

perlahan-lahan dan sering tanpa keluhan atau gejala yang jelas maka

17

Page 18: TB Paru

diagnosa sering tidak terdiagnosa atau terlambat ditegakkan. Tidak jarang

penyakit ini mempunyai keluhan menyerupai penyakit lain seperti sirosis

hati atau neoplasma dengan gejala asites yang tidak terlalu menonjol.

Patogenesis

Peritoneum dapat diserang oleh bakteri tuberculosis melalui

beberapa cara:

1. Melalui penyebaran hematogen terutama dari paru-paru

2. Melalui dinding usus yang terinfeksi

3. Dari kelenjar limfe mesenterium

4. Melalui tuba falopi yang terinfeksi

Pada kebanyakan kasus tuberkulosis peritoneal terjadi bukan

sebagai akibat penyebaran perkontinuitatum tapi sering karena reaktifasi

proses laten yang terjadi pada peritoneum yang diperoleh melalui

penyebaran hematogen proses primer terdahulu. Seperti diketahui lesi

tuberkulosa bisa mengalami supresi dan menyembuh. Infeksi masih

dalam fase laten dimana ia bisa menetap laten selama hidup namun

infeksi tadi bisa berkembang menjadi tuberkulosa pada setiap saat. Jika

organism nintrasseluler tadi mulai bermutiplikasi secara cepat.

Patologis

Terdapat 3 bentuk peritonitis tuberkulosa :

1. Bentuk eksudatif

Bentuk ini dikenal juga sebagai bentuk yang basah atau bentuk

asites yang banyak, gejala menonjol ialah perut membesar dan berisi

18

Page 19: TB Paru

cairan (asites). Pada bentuk ini perlengketan tidak banyak dijumpai.

Tuberkel sering dijumpai kecil-kecil berwarnaputih kekuning-

kuningan milier, nampak tersebar di peritoneum atau pada alat-alat

tubuh yang berada di rongga peritoneum. Disamping partikel yang

kecil-kecil yang dijumpai tuberkel yang lebih besar sampai sebesar

kacang tanah. Disekitar tuberkel terdapat reaksi jaringan peritoneum

berupa kongesti pembuluh darah. Eksudat dapat terbentuk cukup

banyak, menutupi tuberkel dan peritoneum sehingga merubah dinding

perut menjadi tegang, Cairanasites kadang-kadang bercampur darah

dan terlihat kemerahan sehingga mencurigakan kemungkinan adanya

keganasan. Omentum dapat terkena sehingga terjadi penebalan dan

teraba seperti benjolan tumor.

2. Bentuk adhesif

Disebut juga sebagai bentuk kering atau plastik dimana cairan

tidak banyak dibentuk. Pada jenis ini lebih banyak terjadi

perlengketan. Perlengketan yang luas antara usus dan peritoneum

sering memberikan gambaran seperti tumor, kadang-kadang terbentuk

fistel. Hal ini disebabkan karena adanya perlengketan. Kadang-kadang

terbentuk fistel, hal ini disebabkan karena perlengketan dinding usus

dan peritoneum kemudian timbul proses necrosis. Bentuk ini sering

menimbulkan keadaan ileus obstruksi.

3. Bentuk campuran

19

Page 20: TB Paru

Bentuk ini kadang-kadang disebut juga kista, pembengkakan

kista terjadi melalui proses eksudasi bersama-sama dengan adhesi

sehingga terbentuk cairan dalam kantong-kantong perlengketan

tersebut. Beberapa penulis menganggap bahwa pembagian ini lebih

bersifat untuk melihat tingkat penyakit, dimana pada mulanya terjadi

bentuk exudatif dankemudian bentuk adhesive. Pemberian hispatologi

jaringan biopsy peritoneum akan memperlihatkan jaringan granulasi

tuberkulosa yang terdiri dari sel-sel epitel dan sel datia langerhans,

dan pengkejutan umumnya ditemukan.

Gejala klinis

Pada pemeriksaan jasmani gejala yang sering dijumpai adalah

asites, demam, pembengkakan perut, nyeri perut, pucat dan kelelahan,

tergantung lamanya keluhan. Keadaan umum pasien bisa masih cukup

baik sampai keadaan kurus dan kahexia, pada wanita sering dijumpai

tuberkulosa peritoneum disertai oleh proses tuberculosis pada ovarium

atau tuba, sehingga pada alat genital bisa ditemukan tanda-tanda

peradangan yang sering sukar dibedakan dengan kista ovari.

Diagnosis

Pemeriksaan darah tepi sering dijumpai adanya anemia penyakit

kronis, leukositosis ringan ataupun leukopenia , trombositosis, gangguan

faal hati dan sering dijumpai laju endap darah (LED) yang meningkat,

sedangkan pada pemeriksaan tes tuberculin hasilnya sering negative.

20

Page 21: TB Paru

Pada pemeriksaan analisa cairan asites umumnya memperlihatkan exudat

dengan protein > 3 gr/dl jumlah sel diatas 100-3000sel/ml. Biasanya

lebih dari 90% adalah limfosit LDH biasanya meningkat. Cairan asites

yang perulen dapat ditemukan begitu juga cairan asites yang bercampur

darah (serosanguinous).

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Rontgen :

Pemeriksaan rontgen dapat digunakan untuk melihat adanya

obstruksi akibat perlengketan tersebut atau adanya udara di rongga

peritoneum akibat nekrotik dari usus

Ultrasonografi :

Pada pemeriksaan ultrasonografi (USG) dapat dilihat adanya

cairan dalam rongga peritoneum yang bebas atau terfiksasi (dalam bentuk

kantong-kantong) menurut Rama & Walter B, gambaran sonografi

tuberculosis yang sering dijumpai antara lain cairan yang bebas atau

terlokalisasi dalam rongga abdomen.

Abses dalam rongga abdomen, masa didaerah ileosaecal dan

pembesaran kelenjar limfe retroperitoneal, adanya penebalan

mesenterium, perlengketan lumen usus dan penebalan omentum,

mungkin bisa dilihat dan harus diperiksa dengan seksama. Mizzunoe dkk

berhasil menggunakan USG sebagai alat Bantu biopsy secara tertutup

dalam menegakkan diagnosa peritonitis tuberkulosa.

Peritonoskopi (Laparoskopi) :

21

Page 22: TB Paru

Peritonoskopi / laparoskopi merupakan cara yang relatif aman,

mudah dan terbaik untuk mendiagnosa tuberculosis peritoneal terutama

bila ada cairan asites dan sangat berguna untuk mendapat diagnosa

pasien-pasien muda dengan simtom sakit perut yang tak jelas

penyebabnya dan cara ini dapat mendiagnosa tuberculosis peritoneal

85% sampai 95% dan dengan biopsy yang terarah dapat dilakukukan

pemeriksaan histology dan bisa menemukan adanya gambaran granuloma

sebesar 85% hingga 90% dari seluruh kasus dan bila dilakukan kultur

bisa ditemui BTA hampir 75%.

Hasil histology yang lebih penting lagi adalah bila didapat

granuloma yang lebih spesifik yaitu jika didapati granuloma dengan

perkejuan.

Gambaran yang dapat dilihat pada tuberculosis peritoneal :

1. Tuberkel kecil ataupun besar dengan ukuran yang

bervariasi yang dijumpai tersebar luas pada dinding peritoneum dan

usus dan dapat pula dijumpai permukaan hati atau alat lain tuberkel

dapat bergabung dan merupakan sebagai nodul.

2. Perlengketan yang dapat bervariasi. Sering keadaan ini

merubah letak anatomi yang normal. Permukaan hati dapat melengket

pada dinding peritoneum dan sulit untuk dikenali. Perlengketan

diantara usus mesenterium dan peritoneum dapat sangat ekstensif.

22

Page 23: TB Paru

3. Peritoneum sering mengalami perubahan dengan permukaan

yang sangat kasar yang kadang-kadang berubah gambarannya

menyerupai nodul.

4. Cairan esites sering dujumpai berwarna kuning jernih,

kadang-kadang cairan tidak jernih lagi tetapi menjadi keruh, cairan

yang hemoragis juga dapat dijumpai.

Biopsi dapat ditujukan pada tuberkel-tuberkel secara terarah atau

pada jaringan lain yang tersangka mengalami kelainan dengan

menggunakan alat biopsy khusus dan cairan dapat dikeluarkan saat itu

juga. Walaupun pada umumnya gambaran peritonoskopi peritonitis

tuberculosis dapat dikenal dengan mudah, namun gambaran

gambarannya bisa menyerupai penyakit lain seperti peritonitis

karsinomatosis, karena itu biopsy harus selalu diusahakan dan

pengobatan sebaiknya diberikan jika hasil pemeriksaan patologi anatomi

menyokong suatu peritonitis tuberkulosa.

Adanya jaringan perlengketan yang luas akan merupakan

hambatan dan kesulitan dalam memasukkan trokar dan lebih lanjut

ruangan yang sempit di dalam rongga abdomen juga menyulitkan

pemeriksaan dan tidak jarang alat peritonoskopi terperangkap didalam

suatu rongga yang penuh dengan perlengketan, sehingga sulit untuk

mengenal gambaran anatomi alat-alat yang normal dan dalam keadaan

demikian maka sebaiknya dilakukan laparotomi diagnostik.

23

Page 24: TB Paru

IV. TATALAKSANA

TB MILIER

• Rawat inap

• Paduan obat: 2 RHZE/ 4 RH

• Pada keadaan khusus (sakit berat), tergantung keadaan klinik, radiologik dan

evaluasi pengobatan , maka pengobatan lanjutan dapat diperpanjang sampai

dengan 7 bulan 2RHZE/ 7 RH

• Pemberian kortikosteroid tidak rutin, hanya diberikan pada keadaan terdapatnya

gejala dan tanda meningitis, sesak nafas, gejala toksik dan demam tinggi

• Kortikosteroid: prednison 30-40 mg/hari, dosis diturunkan 5-10 mg setiap 5-7

hari, lama pemberian 4 - 6 minggu.

PLEURITIS EKSUDATIVA TB (EFUSI PLEURA TB)

Paduan obat: 2RHZE/4RH.

• Evakuasi cairan, dikeluarkan seoptimal mungkin, sesuai keadaan penderita dan

berikan kortikosteroid

• Dosis steroid : prednison 30-40 mg/hari, diturunkan 5-10 mg setiap 5-7 hari,

pemberian selama 3-4 minggu.

• Hati-hati pemberian kortikosteroid pada TB dengan lesi luas dan DM. Ulangi

evakuasi cairan bila diperlukan

TB DI LUAR PARU

Paduan obat 2 RHZE/ 10 RH.

24

Page 25: TB Paru

Prinsip pengobatan sama dengan TB paru menurut ATS, misalnya pengobatan

untuk TB tulang, TB sendi dan TB kelenjar, meningitis pada bayi dan anak lama

pengobatan 12 bulan. Pada TB diluar paru lebih sering dilakukan tindakan bedah.

Tindakan bedah dilakukan untuk :

• Mendapatkan bahan / spesimen untuk pemeriksaan(diagnosis)

• Pengobatan untuk evakuasi cairan, melepas perlengketan dan lain lain

25

Page 26: TB Paru

BAB III

KESIMPULAN

Tuberkulosis merupakan penyakit yang sering menyerang paru hingga

90%, namun tidak mengurangi kemungkinan untuk terjadinya infeksi diluar paru

seperi yang telah disebutkan pada tulisan diatas.pengobatan pada TB ekstra paru

hampir sama dengan TB paru namun dengan tambahan tatalaksana sesuai dengan

daerah yang diserangnya.

26

Page 27: TB Paru

DAFTAR PUSTAKA

1. Sabiston, David C. Buku Ajar Bedah Bagian 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 1994.

2. Sjamsuhidajat. R, Wim de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. Penerbit Buku Kedokteran. EGC. Jakarta. 2005.

3. Schwartz. Intisari Prinsip-prinsip Ilmu Bedah Edisi 6. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Karta. 2000.

4. Doherty GM. Current Surgical Diagnosis and Treatment. USA : McGraw Hill. 2006.

5. Pedoman Tatalaksana TB. Available at www.klikpdpi.com/konsensus/ tb / tb .html . Accessed at 13 Mar. 15

27