tatalaksana+komplikasi fraktur
DESCRIPTION
frakturTRANSCRIPT
![Page 1: Tatalaksana+komplikasi fraktur](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082409/55cf8f6c550346703b9c3a3c/html5/thumbnails/1.jpg)
Tatalaksana Fraktur
Prinsip penatalaksanaan fraktur terdiri dari 4R yaitu recognition
berupa diagnosis dan penilaian fraktur, reduction, retention dengan
imobilisasi, dan rehabilitation yaitu mengembalikan aktifitas fungsional
semaksimal mungkin.
Pada awalnya, hal yang perlu diperhatikan adalah ABCDE (Airway
and cervical spine control, Breathing, Circulation and life threatening
bleeding, neurologic Disability, Exposure of all injuries). Jika ada
perdarahan segera lakukan elevasi dan tekanan pada luka, serta
pemasangan tourniquet. Setelah itu segera berikan darah atau cairan
pengganti. Lakukan bidai untuk imobilisasi, kurangi rasa nyeri dan
lakukan reposisi. Status neurologis dan vaskular bagian distal dari fraktur
harus diperiksa dengan baik sebelum maupun sesudah reposisi dan
imolisasi. Sedangkan penatalaksanaan definitif fraktur adalah dengan
menggunakan gips atau dilakukan operasi dengan ORIF maupun OREF.
Tujuan pengobatan fraktur adalah:
a. Reposisi dengan tujuan mengembalikan fragmen keposisi
anatomi. Tehnik reposisi terdiri dari reposisi tertutup dan terbuka.
Reposisi tertutup dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau traksi kulit
dan skeletal. Cara lain yaitu dengan reposisi terbuka yang dilakukan pada
pasien yang telah mengalami gagal reposisi tertutup, fragmen bergeser,
mobilisasi dini, fraktur multiple, dan fraktur patologis.
b. Imobilisasi/fiksasi dengan tujuan mempertahankan posisi
fragmen post reposisi sampai union. Indikasi dilakukannya fiksasi yaitu
pada pemendekan (shortening), fraktur tidak stabil, serta kerusakan hebat
pada kulit dan jaringan sekitar.
![Page 2: Tatalaksana+komplikasi fraktur](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082409/55cf8f6c550346703b9c3a3c/html5/thumbnails/2.jpg)
Jenis Fiksasi :
Ekternal / OREF (Open Reduction External Fixation)
Gips ( plester cast)
Traksi
Jenis traksi :
Traksi Gravitasi : U- Slab pada fraktur humerus
Skin traksi
Tujuan: menarik otot dari jaringan sekitar fraktur sehingga fragmen
akan kembali ke posisi semula. Beban maksimal 4-5 kg karena bila
kelebihan kulit akan lepas
Sekeletal traksi : K-wire, Steinmann pin atau Denham pin.
Traksi ini dipasang pada distal tuberositas tibia (trauma sendi
koksea, femur, lutut), pada tibia atau kalkaneus (fraktur kruris).
Komplikasi yang dapat terjadi pada pemasangan traksi yaitu gangguan
sirkulasi darah pada beban > 12 kg, trauma saraf peroneus (kruris) ,
sindroma kompartemen, infeksi tempat masuknya pin.
Fungsi dari reposisi antara lain yaitu memastikan pulihnya fungsi
anggota gerak, mencegah terjadinya proses degeneratif pada sendi,
mengurangi komplikasi serta mempercepat proses penyembuhan.
Fiksasi yang dilakukan terdiri dari dua macam, yaitu fiksasi interna
dan eksterna. Fiksasi interna dapat menggunakan plate and screw,
nailing, dan wiring. Sedangkan fiksasi eksterna dapat dilakukan traksi
kulit, traksi skelet, gips sirkuler atau spalk, dan fiksator skelet eksterna.
Indikasi OREF :
Fraktur terbuka derajat III
Fraktur dengan kerusakan jaringan lunak yang luas
fraktur dengan gangguan neurovaskuler
Fraktur Kominutif
Fraktur Pelvis
![Page 3: Tatalaksana+komplikasi fraktur](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082409/55cf8f6c550346703b9c3a3c/html5/thumbnails/3.jpg)
Fraktur infeksi yang kontraindikasi dengan ORIF
Non Union
Trauma multiple
Internal / ORIF (Open Reduction Internal Fixation)
ORIF ini dapat menggunakan K-wire, plating, screw, k-nail. Keuntungan
cara ini adalah reposisi anatomis dan mobilisasi dini tanpa fiksasi luar.
Indikasi ORIF :
a. Fraktur yang tak bisa sembuh atau bahaya avasculair nekrosis tinggi,
misalnya fraktur talus dan fraktur collumn femur.
b. Fraktur yang tidak bisa direposisi tertutup. Misalnya fraktur avulse dan
fraktur dislokasi.
c. Fraktur yang dapat direposisi tetapi sulit dipertahankan. Misalnya
fraktur Monteggia, fraktur Galeazzi, fraktur antebrachii, dan fraktur
pergelangan kaki.
d. Fraktur yang berdasarkan pengalaman memberi hasil yang lebih baik
dengan operasi, misalnya : fraktur femur.
c. union
d. rehabilitasi
Komplikasi
Komplikasi fraktur dapat diakibatkan oleh trauma itu sendiri atau
akibat penanganan fraktur (komplikasi iatrogenik).
a. Komplikasi umum
Syok karena perdarahan ataupun oleh karena nyeri, koagulopati
diffus dan gangguan fungsi pernafasan.
Ketiga macam komplikasi tersebut diatas dapat terjadi dalam 24
jam pertama post-trauma dan setelah beberapa hari atau minggu akan
![Page 4: Tatalaksana+komplikasi fraktur](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082409/55cf8f6c550346703b9c3a3c/html5/thumbnails/4.jpg)
terjadi gangguan metabolisme, berupa peningkatan katabolisme.
Komplikasi umum lain dapat berupa emboli lemak, trombosis vena dalam
(DVT), tetanus atau gas gangren.
b. Komplikasi Lokal, dapat dibagi menjadi 2: awal dan lanjut
Komplikasi dini
Komplikasi dini adalah kejadian komplikasi dalam satu minggu
post-trauma.
Pada Tulang
1. Infeksi, terutama pada fraktur terbuka.
2. Osteomielitis dapat diakibatkan oleh fraktur terbuka atau
tindakan operasi pada fraktur tertutup. Keadaan ini dapat
menimbulkan delayed union atau bahkan non union.
Komplikasi sendi dan tulang dapat berupa artritis
supuratif yang sering terjadi pada fraktur terbuka atau pasca
operasi yang melibatkan sendi sehingga terjadi kerusakan
kartilago sendi dan berakhir dengan degenerasi.
Pada Jaringan lunak
1. Lepuh, Kulit yang melepuh adalah akibat dari elevasi kulit
superfisial karena edema. Terapinya adalah dengan menutup
kasa steril kering dan melakukan pemasangan elastik
2. Dekubitus, terjadi akibat penekanan jaringan lunak tulang oleh
gips. Oleh karena itu perlu diberikan bantalan yang tebal pada
daerah-daerah yang menonjol
Pada Otot
Terputusnya serabut otot yang mengakibatkan gerakan
aktif otot tersebut terganggu. Hal ini terjadi karena serabut otot
yang robek melekat pada serabut yang utuh, kapsul sendi dan
tulang. Kehancuran otot akibat trauma dan terjepit dalam waktu
cukup lama akan menimbulkan sindroma crush atau trombus.
![Page 5: Tatalaksana+komplikasi fraktur](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082409/55cf8f6c550346703b9c3a3c/html5/thumbnails/5.jpg)
Pada pembuluh darah
Pada robekan arteri inkomplit akan terjadi perdarahan
terus menerus. Sedangkan pada robekan yang komplit ujung
pembuluh darah mengalami retraksi dan perdarahan berhenti
spontan.
Pada jaringan distal dari lesi akan mengalami iskemi
bahkan nekrosis. Trauma atau manipulasi sewaktu melakukan
reposisi dapat menimbulkan tarikan mendadak pada pembuluh
darah sehingga dapat menimbulkan spasme. Lapisan intima
pembuluh darah tersebut terlepas dan terjadi trombus. Pada
kompresi arteri yang lama seperti pemasangan torniquet dapat
terjadi sindrome crush. Pembuluh vena yang putus perlu
dilakukan repair untuk mencegah kongesti bagian distal lesi.
Sindroma kompartemen terjadi akibat tekanan intra
kompartemen otot pada tungkai atas maupun tungkai bawah
sehingga terjadi penekanan neurovaskuler sekitarnya.
Fenomena ini disebut Iskhemi Volkmann. Ini dapat terjadi pada
pemasangan gips yang terlalu ketat sehingga dapat menggangu
aliran darah dan terjadi edema dalam otot.
Apabila iskhemi dalam 6 jam pertama tidak mendapat
tindakan dapat menimbulkan kematian/nekrosis otot yang
nantinya akan diganti dengan jaringan fibrus yang secara
periahan-lahan menjadi pendek dan disebut dengan kontraktur
volkmann. Gejala klinisnya adalah 5 P yaitu Pain (nyeri),
Parestesia, Pallor (pucat), Pulseness (denyut nadi hilang) dan
Paralisis
Pada saraf
![Page 6: Tatalaksana+komplikasi fraktur](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082409/55cf8f6c550346703b9c3a3c/html5/thumbnails/6.jpg)
Berupa kompresi, neuropraksi, neurometsis (saraf putus),
aksonometsis (kerusakan akson). Setiap trauma terbuka
dilakukan eksplorasi dan identifikasi nervus.
Komplikasi lanjut
Pada tulang dapat berupa malunion, delayed union atau non union.
Pada pemeriksaan terlihat deformitas berupa angulasi, rotasi,
perpendekan atau perpanjangan.
Delayed union
Proses penyembuhan lambat dari waktu yang dibutuhkan
secara normal. Pada pemeriksaan radiografi, tidak akan terlihat
bayangan sklerosis pada ujung-ujung fraktur. Terapi konservatif
selama 6 bulan bila gagal dilakukan Osteotomi. Bila lebih 20
minggu dilakukan cancellus grafting (12-16 minggu).
Non union
Dimana secara klinis dan radiologis tidak terjadi penyambungan.
Tipe I (hypertrophic non union) tidak akan terjadi proses
penyembuhan fraktur dan diantara fragmen fraktur tumbuh
jaringan fibrus yang masih mempunyai potensi untuk union dengan
melakukan koreksi fiksasi dan bone grafting.
Tipe II (atrophic non union) disebut juga sendi palsu
(pseudoartrosis) terdapat jaringan sinovial sebagai kapsul sendi
beserta rongga sinovial yang berisi cairan, proses union tidak akan
dicapai walaupun dilakukan imobilisasi lama.
Beberapa faktor yang menimbulkan non union seperti
disrupsi periosteum yang luas, hilangnya vaskularisasi fragmen-
fragmen fraktur, waktu imobilisasi yang tidak memadai, implant
atau gips yang tidak memadai, distraksi interposisi, infeksi dan
penyakit tulang (fraktur patologis), termasuk juga jenis kelamin
![Page 7: Tatalaksana+komplikasi fraktur](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082409/55cf8f6c550346703b9c3a3c/html5/thumbnails/7.jpg)
(pria lebih banyak dibanding wanita), usia, malnutrisi dan
hipovitaminosis, hamil, anemia defisiensi Fe, hormon, dan radiasi.
Mal union
Penyambungan fraktur tidak normal sehingga menimbukan
deformitas. Tindakan refraktur atau osteotomi koreksi .
Osteomielitis
Osteomielitis kronis dapat terjadi pada fraktur terbuka atau
tindakan operasi pada fraktur tertutup sehingga dapat menimbulkan
delayed union sampai non union (infected non union). Imobilisasi
anggota gerak yang mengalami osteomielitis mengakibatkan
terjadinya atropi tulang berupa osteoporosis dan atropi otot
Kekakuan sendi
Kekakuan sendi baik sementara atau menetap dapat diakibatkan
imobilisasi lama, sehingga terjadi perlengketan peri artikuler,
perlengketan intraartikuler, perlengketan antara otot dan tendon.
Pencegahannya berupa memperpendek waktu imobilisasi dan
melakukan latihan aktif dan pasif pada sendi. Pembebasan
periengketan secara pembedahan hanya dilakukan pada penderita
dengan kekakuan sendi menetap.