tatalaksana syok pada anak
DESCRIPTION
tatalaksana syok tatalaksana protap shock syok sepsis tatalaksana syok pada anak dan dewasaTRANSCRIPT
TATALAKSANA SYOK
Syok merupakan suatu kondisi dimana terjadi kegagalan sirkulasi untuk
menyediakan oksigen dan substrat yang adekuat untuk kebutuhan metabolisme
jaringan. Renjatan merupakan kegawatan medis yang membutuhkan pertolongan
segera, keterlambatan mengenal dan tatalaksana renjatan akan menyebabkan
terjadinya kelainan multiorgan dan kematian.
Tujuan pengobatan adalah :
- optimalisasi perfusi jaringan dan organ vital
- Mencegah dan memperbaiki kelainan metabolik yang timbul sebagai akibat
hipoperfusi jaringan
Tatalaksana
1. Bebaskan jalan nafas, berikan oksigen 2-4 liter/menit nasal. Jika perlu dapat
diberikan ventilatory support.
2. Pasang akses vascular secepatnya (dalam 60-90detik) untuk resusitasi cairan,
berikan cairan secepatnya. Hampir pada setiap jenis renjatan terjadi hipovolemia
baik hipovolemia absolut atau relatif sehingga terjadi penurunan preload, karena
itu terapi cairan pada renjatan sangat penting. Anak lebih jarang mengalami
overload cairan dibanding dewasa sehingga terapi renjatan paling tepat adalah
pemberian cairan dengan cepat dan agresif yaitu pemberian kristaloid atau koloid
20 ml/kgBB dalam 10–15 menit secara intravena. Pemberian cairan ini dapat
diulang 2–3 kali, kalau masih belum berhasil bisa diberi plasma atau darah.
Bila akses intravena sulit didapat pada anak balita bisa dilakukan
pemasangan akses intraosseous di daerah pretibia. Pemberian secara intraosseus
ini cukup baik dan selain untuk pemberian cairan bisa digunakan juga untuk
pemberian obat-obatan. Kesulitannya adalah cairan kadang-kadang tidak bisa
dengan cepat masuk, dalam keadaan seperti ini untuk mempercepat masuknya
cairan dapat diberikan tekanan. Pada renjatan yang berat atau sepsis pemberian
cairan bisa mencapai >60 ml/kgBB dalam 1 jam pertama. Carcillo dalam
penelitiannya pada renjatan septik mendapatkan bahwa kelompok penderita yang
mendapat cairan >65 ml/kgBB dalam 1 jam pertama mempunyai survival rate
yang lebih baik dibanding kelompok yang mendapat cairan 40 ml/kgBB dalam 1
jam. 10 Pengecualian terhadap pemberian cairan agresif ini adalah penderita-
penderita dengan renjatan kardiogenik.
Bila resusitasi cairan sudah mencapai 2–3 kali dimana jumlah cairan yang
diberikan sudah mencapai 40-60% dari volume darah telah diberikan tapi belum
ada respon yang adekuat, maka dilakukan tindakan intubasi dan bantuan ventilasi.
Evaluasi hasil analisis gas darah dan koreksi asidosis metabolik yang terjadi bila
pH <7,15. Bila masih tetap hipotensi atau nadi tidak teraba sebaiknya dipasang
kateter vena sentral (CVP) untuk pemberian resusitasi dan pemantauan status
cairan tubuh. Evaluasi kembali kenaikan CVP setelah pemberian cairan secara
berhati-hati.
3. Inotropik
Inotropik mempunyai efek kontraktilitas dan efek terhadap pembuluh darah
yang bervariasi terhadap tahanan vaskular, sebagian menyebabkan vasokonstriksi
(epinefrin, norepinefrin) sebagian lainnya menyebabkan vasodilatasi (dopamine,
dobutamin, melrinon). Meskipun banyak digunakan tetap harus diingat bahwa
penggunaan yang tidak tepat bisa memperjelek keadaan karena penggunaan
inotropik dapat meningkatkan kebutuhan oksigen miokard yang dapat
memperberat fungsi miokard dengan perfusi yang sudah terbatas. Efek
vasokonstriksi juga akan memperberat iskemia mikrovaskulatur dan akan
memperjelek perfusi organ-organ perifer. Indikasi pemberian inotropik :
- Renjatan kardiogenik
- Renjatan refrakter terhadap pemberian cairan
Dopamin :
Mempunyai efek campuran yaitu sebagai inotropik dan vasodilatsi pada end
organ pada dosis rendah (2–5 g/kg BB/ menit ). Pada dosis 5-10 g/kgBB/menit
meningkatkan kontraktilitas miokard dan curah jantung, dan meningkatkan
konduksi jantung (meningkatkan rate).
Pada dosis >10-20 g/kg BB/ menit mempunyai efek terhadap reseptor alfa
(a␣- agonis) sehingga dapat menyebabkan vasokonstriksi dan meningkatkan
tekanan darah sentral.
Epinefrin :
Mempunyai efek terhadap reseptor a dan ß meningkatkan kontraktilitas otot
jantung dan menyebabkan vasokonstriksi perifer, ini akan meningkatkan tekanan
darah sentral tapi aliran darah perifer berkurang. Dosis: 0,1 g/kg BB/ menit IV,
dosis bisa ditingkatkan secara bertahap sampai efek yang diharapkan, pada kasus-
kasus berat bisa sampai mencapai 2-3 g/kg BB/ menit.
Dobutamin :
Efek utama adalah ß1␣-agonis yaitu meningkatkan kontraktilitas miokard.
Juga mempunyai sedikit efek ß2␣-agonis yaitu vasodilatasi sehingga bisa
menurunkan resistensi vaskular dan afterload dan memperbaiki fungsi jantung,
karena itu dobutamin sangat cocok pada renjatan kardiogenik.
Dosis 5 g/kg BB/ menit IV, dapat ditingkatkan bertahap sampai mencapai 20
g/kg BB/ menit.
Norepinefrin
Terutama mempunyai efek a␣-agonis (menyebabkan vasokonstriksi) dan
sedikit efek ß1␣-agonis. Dosis: 0,1 g/kg BB/ menit IV dosis dapat ditingkatkan
sampai efek yang diharapkan tercapai (dosis seperti epinefrin).
Phosphodiesterase inhibitor : (Inamrinon/amrinon dan Melrinon) 7,10 Bekerjanya
dengan cara meningkatkan cAMP sehingga dapat meningkatkan level kalsium
intrasel yang pada akhirnya akan memperbaiki kontraktilitas otot jantung dan
vasodilatasi perifer. Bermanfaat pada penderita renjatan dengan volume
intravaskular cukup, tapi kontraktilitas otot jantung dan perfusi perifer jelek.
Dosis :
Inamrinon: 0,075 dalam 2–3 menit, dilanjutkan dengan 5-10 mg/kgBB/menit IV.
Melrinon: 25-50g/kg BB dalam 10 menit dilanjutkan 0,375 -0,75 g/kg/menit IV.
Kortikosteroid :
Penggunaan kortikosteroid pada renjatan masih merupakan kontroversi.
Kortikosteroid hanya diberikan pada renjatan berat yang resisten terhadap
katekolamin dan kecurigaan adanya insufisiensi adrenal atau pada anak dengan
penyakit yang mendapat steroid dalam waktu lama atau pada anak yang menderita
kelainan hipofise atau adrenal.
Walaupun penggunannya masih dalam perdebatan, dari penelitian-
penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa pemberian kortikosteroid pada
renjatan memberikan hasil yang cukup baik. Kortikosteroid yang diberikan
adalah hidrokortison dengan dosis tinggi yaitu 25 kali dosis stres. Dosis
hidrokortison untuk renjatan (shock dose) adalah 50 mg/kg BB IV bolus
dilanjutkan dengan dosis yang sama dalam 24 jam secara continous infussion.
Kortikosteroid pada renjatan dapat memperbaiki fungsi sirkulasi melalui :
1. Bekerja sebagai adrenergic blocking agent sehingga bisa menurunkan
tahanan perifer
2. Mencegah aktivasi komplemen dan proses koagulasi
3. Mencegah pengeluaran mediator vasoaktif
4. Mempunyai efek inotropik
5. Menstabilisasi dinding sel dan membran lisosom
Pemantauan
Nilai respon penderita terhadap pemberian cairan dengan memantau status
kardiovaskular, tanda vital dan perfusi perifer. Dengan meningkatkan preload
diharapkan kontraktilitas otot jantung meningkat, curah jantung bertambah
sehingga sirkulasi dapat diperbaiki kembali. Pasang kateter urin untuk menilai
respon perbaikan sirkulasi dengan memantau produksi urin. Ambil pemeriksaan
urin dan darah untuk menilai gambaran darah tepi, analisis gas darah, kadar
glukosa dan elektrolit. Evaluasi apakah efek inotropik negatif yang terjadi pada
renjatan sudah dikoreksi, sebelum pemberian inotropik dimulai. Obat-obat
vasoaktif diberikan bila diyakini sudah tidak ada lagi hipovolemi dan oksigenasi
telah adekuat. Bila kadar Hb kurang dari 5 g/dl, koreksi dengan pemberian PRC
(10 ml/kgBB). Usahakan agar kadar Hb lebih besar dari 10 g/dl.
Cari penyebab renjatan lainnya yang mungkin terjadi (perdarahan akibat
trauma tumpul abdomen, pneumotoraks, renjatan kardiogenik, tamponade
jantung, dll). Foto torak dilakukan secepatnya bila kondisi klinis stabil, konsultasi
bedah bila diperlukan. Setelah restorasi cairan dilakukan, berbagai kemungkinan
komplikasi yang bisa terjadi akibat renjatan perlu dievaluasi untuk tatalaksana
lanjutan.
- Gagal ginjal akut: periksa kadar ureum kreatinin dan fraksi ekskresi
natrium.
- ARDS ( acute respiratory distress syndrome/ shock lung ): Edema dan
kerusakan jaringan paru dapat terjadi paska renjatan, bantuan ventilasi
mekanik dengan pemberian PEEP mungkin diperlukan.
- Depresi miokard – gagal jantung
- Gangguan koagulasi/pembekuan
- Akibat lanjut renjatan dapat timbul DIC (Disseminated intravascular
coagulation), keadaan ini perlu dicermati bila timbul kecenderungan
perdarahan. Untuk menegakkan diagnosis dilakukan pemeriksaan
gangguan pembekuan/masa perdarahan ( BT/CT, PT/PTT, FDP,
trombosit, D-Dimer ).
- SSP dan Organ lain Evaluasi gejala sisa SSP sangat penting, mengingat
organ ini sangat sensitif terhadap hipoksia yang dapat terjadi pada renjatan
berkepanjangan ( prolonged shock ). Demikian pula organ-organ lainnya
seperti hati dan saluran cerna harus juga dipantau.
- Renjatan ireversibel.