tarif pajak
DESCRIPTION
TArif PajakTRANSCRIPT
TUGAS KELOMPOK PENGANTAR PERPAJAKANTARIF PAJAK DAN DASAR PENGENAAN PAJAK
KELOMPOK 5
ARDE ISTRIANI SHAPUTRI/133060018178/5
JAYANTIKA SARI/133060018218/16
NUNGKY ALFIANDARI/133060018938/25
DIAN ANGGRAYUNI / 133060018058/10
TRISSA UTAMI / 133060018978 / 32
DOSEN PENGAJAR : MUHAMMAD IFAN
SEKOLAH TINGGI AKUNTANSI NEGARA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN
KEMENTRIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
TANGERANG SELATAN
2014
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Segala puji bagi Allah yang telah memberikan kami kemudahan sehingga dapat menyelesaikan paper ini. Tanpa pertolongan-Nya mungkin penyusun tidak akan sanggup menyelesaikannya dengan baik. Shalawat dan salam semoga terlimpahcurahkan kepada baginda tercinta kita yakni Nabi Muhammad SAW.
Paper ini disusun untuk menyelesaikan tugas kelompok dalam mata kuliah Pengantar Perpajakan. Semua data yang kami sajikan disusun berdasarkan analisa dan pengamatan dari berbagai sumber. Paper ini di susun oleh penyusun dengan berbagai rintangan. Baik itu yang datang dari diri penyusun maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Tuhan akhirnya paper ini dapat terselesaikan.
Paper ini memuat ringkasan kasus beserta contoh soal. Penyusun telah berusaha sepenuh jiwa dan fikiran dalam penyusunan paper ini. Namun, kami menyadari masih adanya kekurangan dalam paper ini.
Penyusun juga mengucapkan terima kasih kepada dosen Pengantar Perpajakan yaitu bapak Muhammad Ifan yang telah membimbing penyusun sehingga dapat mengerti materi yang berkaitan dengan tugas yang diberikan dalam paper ini.
Semoga paper ini dapat diterima dalam pemenuhan tugas Pengantar Perpajakan dan memberikan pengetahuan yang lebih luas kepada pembaca. Walaupun paper ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Penyusun membutuhkan kritik dan saran dari pembaca yang membangun.
Terima kasih.
Bintaro, 02 Mei 2014
Penyusun
A. PENGERTIAN TARIF
Pengertian tarif sering kali diartikan sebagai daftar harga (sewa, ongkos dan sebagainya)
sehingga dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa tarif sama dengan harga. Berikut ini
akan dikemukakan beberapa pendapat ahli mengenai pengertian tarif, sehingga menjadi jelas
pengertian antara tarif dan harga.
Ibrahim Pranoto K (1997:55) mendefinisikan tarif sebagai berikut: tarif disebut juga bea
atau duty yaitu sejenis pajak yang dipungut atas barang-barang yang melewati batas negara. Bea
yang dibebankan pada impor barang disebut bea impor atau bea masuk (import tarif, import
duty) dan bea yang dibebankan pada ekspor disebut bea ekspor, sedangkan bea yang dikenakan
pada barang-barang yang melewati daerah pabean negara pemungut disebut bea transitu atau
transit duty.
Pengertian tarif dikemukakan pula oleh Sobri (1997:71) yaitu suatu pembebanan atas
barang yang melintasi daerah pabean (costum area). Daerah pabean adalah suatu daerah
geografis, yang mana barang-barang bebas bergerak tanpa dikenakan cukai (= bea pabean).
Selanjutnya menurut Aliminsyah, dkk dalam buku Kamus Istilah Akuntansi (2002:290-291)
mendefinisikan tarif sebagai pengaturan yang sistematik dari bea yang dipungut atas barang dan
jasa yang melewati batas-batas Negara.
Dari pendapat-pendapat diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa tarif merupakan
pungutan yang dibebankan untuk semua barang-barang yang melewati batas negara baik untuk
barang yang masuk maupun keluar. Tarif merupakan salah satu kebijakan pemerintahan dalam
mengatasi perdagangan dalam negeri dan merupakan salah satu devisa negara.
B. DASAR PENGENAAN PAJAK (DPP)Secara umum Dasar Pengenaan Pajak adalah Nilai berupa uang yang dijadikan Dasar untuk
menghitung Pajak yang terutang adalah :
1
.DPP Umum
Dasar Pengenaan Pajak yang umum digunakan adalah:
- Harga Jual
adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta
oleh penjual karena penyerahan Barang Kena Pajak, tidak termasuk Pajak Pertambahan
Nilai yang dipungut menurut Undang-undang ini dan potongan harga yang dicantumkan
dalam Faktur Pajak
- Penggantian
adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta
oleh pemberi jasa karena penyerahan Jasa Kena Pajak, tidak termasuk pajak yang
dipungut menurut Undang-undang ini dan potongan harga yang dicantumkan dalam
Faktur Pajak.
- Nilai Ekspor
adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta
oleh eksportir.
- Nilai Impor
adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan bea masuk ditambah pungutan
lainnya yang dikenakan pajakberdasarkan ketentuan dalam peraturan perundang-
undangan Pabean untuk impor Barang Kena Pajak, tidak termasukPajak Pertambahan
Nilai yang dipungut menurut Undang-undang ini.
2
. DPP Nilai Lain
Nilai Lain adalah suatu Nilai yang Ditetapkan sebagai Dasar Pengenaan Pajak untuk
menghitung Pajak Pertambahan Nilai yang terutang.
DPP untuk :
- Pemakaian sendiri adalah harga jual atau penggantian setelah dikurangi laba kotor;
- Pemberian cuma-cuma adalah harga jual atau penggantian setelah dikurangi laba kotor;
- Penyerahan rekaman suara/gambar adalah perkiraan harga jual rata-rata;
- Persediaan BKP yang masih tersisa saat pembubaran perusahaan sepanjang PPN atas
perolehan atas aktiva tersebut menurut ketentuan dapat dikreditkan adalah harga pasar
wajar;
- Aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan yang masih tersisa pada
saat pembubaran perusahaan adalah harga pasar wajar;
- Kendaraan bermotor bekas adalah 10% dari harga jual;
- Penyerahan jasa biro perjalanan/wisata adalah 10% dari jumlah tagihan atau jumlah yang
seharusnya ditagih;
- Penyerahan jasa anjak piutang adalah 5% dari jumlah seluruh imbalan yang diterima
berupa service charge, provisi, dan diskonl.
Pajak masukan yang dibayar oleh PKP yang menggunakan DPP Nilai Lain untuk
menghasilkan penyerahan:
- Kendaraan bermotor bekas
- Jasa biro perjalanan/pariwisata
- Jasa anjak piutang
tidak dapat dikreditkan karena dalam PPN yang dibayar telah diperhitungkan dengan
Pajak Masukan atas perolehan BKP/JKP tersebut.
Contoh :
1. Mesin nilai perolehan 100. Untuk tujuan fiskal, mesin telah disusutkan sebesar 30
dan sisa nilai buku dapat dikurangkan pada periode mendatang. Penghasilan mendatang
dari penggunaan aktiva merupakan obyek pajak.Dasar Pengenaan Pajak (DPP) aktiva
tersebut adalah 70.
2. Piutang bunga mempunyai nilai tercatat 100. Untuk tujuan fiskal, pendapatan
bunga diakui dengan dasar kas. Dasar Pengenaan Pajak (DPP) piutang bunga adalah
nihil.
3. Piutang usaha mempunyai nilai tercatat 100. Pendapatan usaha terkait telah diakui
untuk tujuan fiskal. Dasar Pengenaan Pajak (DPP) piutang adalah 100.
4. Pinjaman yang diberikan mempunyai nilai tercatat 100. Penerimaan kembali
pinjaman tidak mempunyai konsekuensi pajak. Dasar Pengenaan Pajak (DPP) pinjaman
yang diberikan adalah 100.
Apabila Dasar Pengenaan Pajak (DPP) aktiva tidak begitu jelas, maka Dasar
Pengenaan Pajak (DPP) tersebut dapat ditentukan menurut prinsip dasar yang digunakan dalam
Pernyataan PSAK 46. Dengan beberapa pengecualian, perusahaan harus mengakui aktiva pajak
tangguhan apabila pemulihan nilai tercatat aktiva akan mengakibatkan pembayaran pajak pada
periode mendatang lebih kecil dibandingkan dengan pembayaran pajak sebagai akibat pemulihan
aktiva yang tidak memiliki konsekuensi pajak.
C.Jenis-Jenis Tarif PajAK1. Fungsi Utama Pajak bagi Pemerintah
Pajak memegang peranan yang sangat penting bagi suatu negara, karena pajak merupakan
sumber pendapatan negara, yang dapat digunakan sebagai alat untuk mengatur kegiatan ekonomi
dan sebagai pemerataan pendapatan masyarakat.
Pajak mempunyai fungsi utama sebagai berikut:
a. Fungsi Anggaran (Fungsi Budgeter)
Pajak merupakan sumber pemasukan keuangan Negara yang menghimpun dana ke
kas negara untuk membiayai pengeluaran negara atau pembangunan nasional. Jadi, fungsi
pajak adalah sebagai sumber pendapatan negara, yang bertujuan agar posisi anggaran
pendapatan dan pengeluaran mengalami keseimbangan (balance budget).
b. Fungsi Mengatur (Fungsi Regulered)
Pajak digunakan sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan negara
dalam lapangan ekonomi dan sosial. Fungsi mengatur (regulered) tersebut antara lain:
1) memberikan proteksi terhadap barang produksi dalam negeri, misalnya PPN
(Pajak Pertambahan Nilai);
2) pajak dapat dipakai untuk menghambat laju inflasi;
3) pajak dipakai sebagai alat untuk mendorong ekspor, misalnya pajak ekspor barang
0%;
4) untuk menarik dan mengatur investasi modal yang dapat menunjang
perekonomian yang produktif.
c. Fungsi Pemerataan (Fungsi Distribution)
Pajak mempunyai fungsi pemerataan artinya dapat digunakan untuk
menyeimbangkan dan menyesuaikan antara pembagian pendapatan dengan kesejahteraan
masyarakat. Dengan kata lain, pajak berfungsi untuk pemerataan pendapatan masyarakat,
sebagaimana yang tercantum dalam Trilogi Pembangunan dan Delapan Jalur Pemerataan.
2. Jenis PajakPajak yang berlaku di Indonesia dapat digolongkan berdasarkan cara pemungutannya, objek
yang dikenakan, dan siapa yang memungut.
a. Ditinjau dari Cara Pemungutannya
1) Pajak langsung, adalah pajak yang dibebankan harus ditanggung oleh wajib pajak
sendiri, dan tidak boleh dilimpahkan kepada orang lain.
Contoh: pajak penghasilan, pajak perseroan, pajak kekayaan, pajak dividen, dan pajak
bunga deposito.
2) Pajak tidak langsung, adalah pajak yang pemungutannya dapat dialihkan kepada orang
lain.
Contoh: pajak penjualan, cukai, pajak tontonan, bea meterai, bea masuk, Pajak
Pertambahan Nilai, dan bea balik nama.
b. Ditinjau dari Siapa yang Memungut
1) Pajak negara, adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat melalui aparatnya,
yaitu Dirjen Pajak, Kantor Inspeksi Pajak yang tersebar di seluruh Indonesia, maupun
Dirjen Bea dan Cukai.
2) Pajak daerah (lokal), adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan terbatas
pada rakyat daerah itu sendiri, baik yang dilakukan oleh Pemda Tingkat I maupun Pemda
Tingkat II.
c. Ditinjau dari Objek yang Dikenakan
1) Pajak subjektif, adalah pajak yang pemungutannya berdasar atas subjeknya (orangnya),
di mana keadaan diri pajak dapat memengaruhi jumlah yang harus dibayar.
Contoh: pajak penghasilan dan pajak kekayaan.
a. Tarif Pajak Progresif
Besarnya utang pajak ditentukan oleh dua komponen utama, yaitu jumlah yang menjadi dasar
pengenaan pajak atau jumlah yang dikenai pajak (tax base) dan tarif yang diteapkan terhadapnya
(tax rates). Oleh karena itu, untuk menentukan besarnya pajak dapat digunakan rumus :
T = Tb X Tr
T : besarnya utang pajak (tax)
Tb : adalah dasar pengenaan pajak (tax base)
Tr : adalah tarif pajak (tax rates)
Dengan demikian, terhadap suatu obyek pajak yang nilai dasar pengenaannya sama akan
dikenakan utang pajak yang berbeda apabila tarif pajaknya berbeda, atau suatu obyek pajak yang
nilai dasar pengenaannya berbeda, dapat menghasilkan jumlah utang pajak yang sama apabila
tarif yang diterapkan berbeda pula.
Pajak progresif adalah tarif pemungutan pajak dengan persentase yang naik dengan
semakin besarnya jumlah yang digunakan sebagai dasar pengenaan pajak, dan kenaikan
persentase untuk setiap jumlah tertentu setiap kali naik.
Di Indonesia, pajak progresif diterapkan pada pajak penghasilan untuk wajib pajak orang
pribadi, yakni:
a. Untuk lapisan penghasilan kena pajak (PKP) sampai dengan Rp 50 juta, tarif pajaknya
5%
b. Untuk lapisan PKP di atas Rp 50 juta hingga Rp 250 juta, tarif pajaknya 15%
c. Untuk lapisan PKP di atas Rp 250 juta hingga Rp 500 juta, tarif pajaknya 25%
d. Untuk lapisan PKP di atas Rp 500 juta, tarif pajaknya 30%.
Tarif yang presentase pengenaan semakin naik, maka semakin besar jumlah yang harus
dikenakan pajak, misal tarif Pajak Perseroan sebagai berikut :
a. Laba kena pajak sejumlah Rp 25.000.000,- maka tarif pajak sebesar 20%
b. Laba kena pajak sejumlah Rp 50.000.000,- maka tarif pajak sebesar 30%
c. Laba kena pajak sejumlah lebih Rp 50.000.000,- maka tarif pajak sebesar 45&
Tarif progresif ini dapat digolongkan menjadi tiga macam, yaitu :
a. Tarif Proporsional Progresif
Jika prosentase pungutan semakin naik, maka semakin besar jumlah yang harus
dikenakan pajak. Kenaikan prosentase untuk setiap jumlah tertentu (kenaikan marginal) adalah
tetap.
Misal :
Rp 0,- sampai Rp 5.000,- dikenakan pajak 3%
Rp 5.001,- sampai Rp 10.000,- dikenakan pajak 5%
Rp 10.001,- sampai Rp 15.000,- dikenakan pajak 7%
Rp 15.001,- sampai Rp 20.000,- dikenakan pajak 9%
Keterangan : Kenaikan prosentase untuk setiap lima ribu rupiah adalah tetap yaitu 2%.
b. Tarif Degresif Progresif
Jika presentase pemungutan semakin naik, maka semakin besar jumlah yang harus
dikenakan pajak. Kenaikan prosentase untuk setiap jumlah tertentu (kenaikan marginal) semakin
menurun.
Misal:
Rp 0,- sampai Rp 5.000,- dikenakan pajak 3%
Rp 5.001,- sampai Rp 10.000,- dikenakan pajak 7%
Rp 10.001,- sampai Rp 15.000,- dikenakan pajak 10,5%
Rp 15.001,- sampai Rp 20.000,- dikenakan pajak 13,5%
Rp 20.001,- sampai Rp 25.000,- dikenakan pajak 16%
Rp 25.001,- sampai Rp 30.000,- dikenakan pajak 18%
Keterangan : Kenaikan untuk setiap jumlah lima ribu rupiah semakin menurun, yang semula
kenaikannya 3,5% menurun menjadi 3%; 2,5%; 2% dan seterusnya.
c. Tarif Progresif – Progresif
Tarif yang presentase pemungutannya semakin naik, maka semakin besar jumlah yang
harus dikenakan pajak. Kenaikan prosentase untuk setiap jumlah tertentu (kenaikan marginal),
setiap kali selalu naik.
Misal :
Rp 0,- sampai Rp 5.000,- dikenakan pajak 3%
Rp 5.001,- sampai Rp 10.000,- dikenakan pajak 4%
Rp 10.001,- sampai Rp 15.000,- dikenakan pajak 5,5%
Rp 15.001,- sampai Rp 20.000,- dikenakan pajak 7,5%
Rp 20.001,- sampai Rp 25.000,- dikenakan pajak 10%
Rp 25.001,- sampai Rp 30.000,- dikenakan pajak 13%
Keterangan : Kenaikan setiap kali menjadi bertambah. Prosentase kenaikan yang mula-mula 1%
semakin naik menjadi 1,5%; 2%; 2,5%; 3% dan seterusnya.
b. Tarif Pajak Degresive (a degresive tax rate)
Tarif Pajak Degresive adalah tarif pemungutan pajak yang persentasenya semakin kecil bila
jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajak semakin besar. Sekalipun persentasenya semakin
kecil, tidak berarti jumlah pajak yang terutang menjadi kecil, tetapi bisa menjadi besar karena
jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajaknya juga semakin besar. Tarif ini tidak pernah
dipergunakan dalam praktik perundang-undangan perpajakan. Dalam praktek, tarif degresif tidak
digunakan karena tidak memenuhi asas keadilan.
c. Tarif Pajak Tetap
Tarif Pajak Tetap adalah tarif pemungutan pajak yang besar nominalnya tetap tanpa
memperhatikan jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajak. Sistem pajak tetap sangat berbeda
dengan sistem progresif, yang jumlahnya bergantung dengan tingkat pendapatan. Pajak tetap
memberikan kemudahan dalam kode pajak, yang dilaporkan telah meningkatkan pelayanan dan
menurunkan biaya pemerintahan. Tarif ini diterapkan dalam UU No. 13 Tahun 1985 tentang
Bea Materai dengan nilai nominal sebesar Rp 3.000,00 dan Rp6.000,00
Contoh:
Tarif Bea Meterai
d. Tarif Pajak Advalorem
Tarif pajak Advalorem adalah suatu tarif dengan persentase tertentu yang
dikenakan/ditetapkan pada harga atau nilai suatu barang. Yaitu pajak yang dikenakan
berdasarkan angka persentase tertentu dari nilai barang-barang yang diimpor. Sebagian besar
negara Eropa memakai jenis tarif ini. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 29 Tahun 2009 Tentang Tata Cara Penentuan Jumlah, Pembayaran, Dan
Penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Terutang Pasal 4 Ayat (1) dan (2):
(1) Jumlah Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang dihitung dengan menggunakan tarif: a.spesifik; dan/atau b.advalorem.
(2) Jumlah Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang yang dihitung dengan menggunakan tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung dengan cara mengalikan tarif dengan volume.
Contoh penghitungan (tarif advalorem):
Jumlah Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang = tarif x volume
Besaran persentase = 10%
Dasar pengenaan = Rp1.000,00/m³
Tarif = persentase x dasar pengenaan
Tarif = 10% x Rp1.000,00/m³
Volume = 1.000 m³
Maka jumlah Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang adalah:
(10% x Rp1.000,00/m³) x 1.000 m³= Rp100.000,00
Contoh lain :
PT. ABC mengimpor barang jenis “C” sebanyak 2000 unit dengan harga per unit
Rp150.000. Jika tarif Bea Masuk atas impor barang tersebut 20%, maka besarnya Bea
Masuk yang harus dibayar adalah....
Penyelesaian :
Nilai barang impor = 2000 x Rp150.000 = Rp300.000.000
Tarif Bea Masuk 20%, maka Bea Masuk yang harus dibayar = 20% x Rp300.000.000
= Rp60.000.000
e. Tarif S p e si f ik
Tarif dengan suatu jumlah tertentu atas suatu jenis barang tertentu atau suatu satuan jenis
barang tertentu. Jumlah ini besarnya tetap dan tidak tergantung dari dasar pengenaan pajak.
Walaupun merupakan jumlah angka nominal tetap tanpa dipenga- ruhi besarnya dasar
pengenaan pajak, tarif spesifik pada umumnya tidak hanya terdiri dari satu tarif, melainkan
lebih dari satu. Hal ini mengikuti suatu jumlah lapisan dasar atas pengenaan pajak tertentu.
Cara menghitung tarif spesifik
Jumlah penerimaan negara bukan pajak yang terutang = Tarif x Volume
Contoh:
Tarif = Rp 5.000.000/ m3
Volume = 100m3
Maka jumlah penerimaan bukan pajak yang terutang adalah = 50 x 1.000.000 = Rp500.000.000,-
f. Tarif Pajak Efektif Tarif Pajak Efektif adalah tarif yang sesungguhnya berlaku atas penghasilan Wajib Pajak.
Penghasilan disini dapat berarti penghasilan kotor atau penghasilan netto atau Penghasilan Kena
Pajak, tergantung pada kebutuhan atau dari segi mana seseorang ingin melihat beban tarifnya.
Undang-Undangnya:
Penggunaan tarif pajak efektif seperti pada Undang-Undang Pajak Penghasilan No. 17 Tahun
2000 Pasal 17 A yaitu sebagai berikut:
Tarif pajak yang diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak bagi:
Wajib pajak orang pribadi dalam negeri adalah sebagai berikut:
Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak
sampai dengan Rp 25.000.000,00 (dua puluh lima
juta rupiah)
5%
di atas Rp 25.000.000,00 (dua puluh lima juta
rupiah)
10%
s.d Rp 50.000.000 (lima puluh juta rupiah)
di atas Rp 50.000.000 (lima puluh juta rupiah) 15%
s.d Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah)
di atas Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) 25%
s.d Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah)
di atas Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) 35%
Contohnya:
Wajib pajak yang bernama Pak Budi pada tahun 2001 mempunyai PKP sebesar Rp
300.000.000. Jika dikenakan tarif yang diatur dalam pasal 17 ayat (1) huruf a, maka
jumlah pajak yang terutang adalah Rp 71.250.000. Dengan perincian sebagai berikut:
Jumlah penghasilan kena pajak Rp 300.000.000,00
Pajak Penghasilan terutang:
5% X Rp 25.000.000,00 = Rp 1.250.000,00
10% X Rp 25.000.000,00 = Rp 2.500.000,00
15% X Rp 50.000.000,00 = Rp 7.500.000,00
25% X Rp 100.000.000,00 = Rp 25.000.000,00
35% X Rp 100.000.000,00 = Rp 35.000.000,00 (+)
Rp 71.250.000,00
Sehingga Tarif efektifnya akan menjadi Rp 71.250.000 : Rp 300.000.000 = 23,75%
Persentase tarif pajak yang efektif berlaku atau harus diterapkan atas dasar pengenaan
pajak tertentu. Contoh Penghasilan Kena Pajak Rp. 80.000.000.
10% x Rp. 50.000.000 = Rp. 5.000.000
15% x Rp. 30.000.000 = Rp. 4.500.000
Total = Rp. 9.500.000
Tarif efektifnya = Rp. 9.500.000 x 100% = 11,87%