tarian daerah ntt

11
TARIAN DAERAH NTT Ratings: (0)|Views: 1,310 |Likes: 0 Dipublikasikan oleh khdkupang See more Beberapa Varian Tarian Tradisional , Juga Turut Hadir Dalam Seremonial-Seremonial Adat Yang Terjadi Di Tengah-Tengah Mereka. Tarian Tradisional MANEKAT Atau Disebut Juga Tarian Tempat Sirih Ini, Adalah Salah Satu Tarian Tradisional Rumpun Masyarakat Tradisional Suku Dawan TTS [ Timor Tengah Selatan ]. Dalam Hubungan Kekerabatan Yang Ada Didalam Rumpun Masyarakat Dawan Pada Umumnya, Pemberian Tempat Sirih Yang Berisi Lengkap Dengan Pinang, Sirih Dan Kapurnya, Adalah Sebuah Bentuk Penghormatan Terhadap Seseorang Yang Diberi. Seni Tari Ende Lio Gbr : Tari Wonda Pau Sanggar Seni Tiga Dara Asri Ndona-Kec.Nodan-Ende-Flores-NTT Seni tari yaitu mengekspresikan rasa lewat tatanan gerak dalam irama musikdan lagu. Dilihat dari tata gerak dan bentukya, tarian Ende Lio dapat dibagikan beberapa jenis diantaranya yaitu : Toja : kelompok Penari menarikan sebuah tarian yang telah ditatar dalam bentuk ragam dan irama musik / lagu untuk suatu penampilan yang resmi Wanda : Penari dengan gayan ya masing-masing, menari mengikuti irama musik / lagu dalm suatu kelompok atau perorangan. Wedho : Menari dengan gaya bebas dengan mengandalkan gerak kaki seakan -akan melompat .- Woge : Gerak

Upload: l-silva

Post on 10-Oct-2015

258 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

TARIAN DAERAH NTTRatings: (0)|Views: 1,310 |Likes: 0Dipublikasikan oleh khdkupangSee more Beberapa Varian Tarian Tradisional, Juga Turut Hadir Dalam Seremonial-Seremonial Adat Yang Terjadi Di Tengah-Tengah Mereka. Tarian Tradisional MANEKATAtau Disebut Juga Tarian Tempat SirihIni, Adalah Salah Satu Tarian Tradisional Rumpun Masyarakat Tradisional Suku Dawan TTS [ Timor Tengah Selatan ]. Dalam Hubungan Kekerabatan Yang Ada Didalam Rumpun Masyarakat Dawan Pada Umumnya, Pemberian Tempat Sirih Yang Berisi Lengkap Dengan Pinang, Sirih Dan Kapurnya, Adalah Sebuah Bentuk Penghormatan Terhadap Seseorang Yang Diberi. Seni Tari Ende Lio Gbr : Tari Wonda Pau Sanggar Seni Tiga Dara Asri Ndona-Kec.Nodan-Ende-Flores-NTTSeni tari yaitu mengekspresikan rasa lewat tatanan gerak dalam irama musikdan lagu. Dilihat dari tata gerak dan bentukya, tarian Ende Lio dapat dibagikan beberapa jenis diantaranya yaitu : Toja: kelompok Penari menarikan sebuah tarian yang telah ditatar dalam bentuk ragam dan irama musik / lagu untuk suatu penampilan yang resmi Wanda: Penari dengan gayanya masing-masing, menari mengikuti irama musik / lagu dalm suatu kelompok atau perorangan. Wedho : Menari dengan gaya bebas dengan mengandalkan gerak kaki seakan -akan melompat .- Woge : Gerak

tari dengan mengandalkan kelincahan kaki dengan penuh energi dan dinamis , dilengkapi dengan sarana mbaku dan sau atau perisai dan pedang /parang. Gawi: Gerak tari dengan menyentakkan kaki pada tanah. Untuk istilah Toja dan Wanda sebenarnya sama arti yaitu menari, hanya cara dan fungsinya berbeda dan kata wanda unuk suku Lio berari Toja. TARIAN LEO-LEGO DARI KABUPATEN ALOR Tarian ini dilakukan sekira 20 orang dengan bergandengan tangan dan bergerak melingkari mesbah (batu bersusun) yang di atasnya disimpan moko. Tariannya diiringi tetabuhan gong dimana para penari lelaki akan bersyair dan mengena TARAIAN UPACARA ADAT REBA Upacara Adat Reba diselenggarakan khususnya di beberapa daerah di Kabupaten Ngada, NTT. Reba merupakan upacara adat yang bertujuan untuk melakukan penghormatan dan ucapan rasa terima kasih terhadap jasa para leluhur. Upacara ini diadakan setiap tahun baru tepatnya di bulan Januari atau Februari dengan hidangan utama berupa ubi. Bagi warga Ngada ubi diagungkan sebagai sumber makanan yang tidak pernah habis disediakan oleh bumi.

TARI LIKURAI berasal dari Kabupaten Belu. Tarian Likurai dahulunya merupakan tarian perang, yaitu tarian yang ditarikan ketika menyambut atau menyongsong para pahlawan yang pulang dari medan perang. Konon ketika para pahlawan yang pulang dari medan perang dengan membawa kepala musuh yang telah dipenggal (sebagai bukti keperkasaan). Maka para feto (wanita) cantik atau gadis-gadis cantik terutama mereka yang berdarah bangsawan menjemput para Meo (pahlawan) dengan membawakan tarian Likurai dan didampingi beberapa mane (laki-laki) sambil menari (haksoke) membawa pedang. Likurai itu sendiri dari bahasa Tetun (suku yang ada di Belu) mempunyai arti menguasai bumi. Liku artinya menguasai dan Rai artinya tanah dan bumi. Lambang tarian ini adalah wujud penghormatan kepada para pahlawan yang telah menguasai atau menaklukan bumi, tanah air tercinta. Tarian adat ini ditarikan oleh feto-feto kebas (wanita-wanita cantik) dengan menggunakan gendang-gendang kecil yang berbentuk lonjong terbuka dan salah satu sisinya dan dijepit dibawah ketiak sambil pukul dengan irama gembira dan berlenggak lenggok diikuti dengan derap kaki yang cepat sesuai irama pukulan. Beberapa pria menari (haksoke) dengan membawa pedang yang berhiaskan perak sambil mengancungkan pedang atau perang sebagai ekspresi kegembiraan dan kebanggaan sambil berteriak memberikan keberanian menyambut para pahlawan yang pulang dari medan perang dengan membawa kepala musuh sebagai lambing kemenangan. Kepala musuh yang dipenggal itu dibuang ditanah dan ditendang sebagai tanda penghinaan dan kemudian diletakkan di atas altar persembahan terbuat dari susunan batu yang disebut Ksadan dengan upacara adat (mantra). Sekarang tarian Likurai digunakan untuk menjemput para pejabat/tamu atau acara-acara hiburan lainnya dan menjadi tarian yang paling terkenal dari Kabupaten Belu.

Makanan Khas NTT - Nusa Tenggara Timur

1. Sambal Ikan Teri

Di daerah Ntt ikan teri cukup populer sehingga dijadikan makanan yang cukup familiar. Cara membuat makanan yang satu ini juga tidaklah susah. Pertama tama panaskan minyak lalu masukkan lengkuas dan daun jeruk kamudian masukkan ikan teri tambahkan garam lalu aduk hingga kering. Sebenarnya resep paten untuk membuat makanan ini tidak ada karena cara membuatnya bisa dikreasikan dan disesuaikan dengan selera masing masing.

2. Seafood

Seperti dijelaskan diatas bahwa provinsi ini terdiri dari pulau pulau tentu saja banyak warga di pesisir pantai yang berprofesi sebagai nelayan. Banyak makanan khas yang berbahan dasar hewan laut. Beberapa contohnya ialah Gurami asam manis lalu ada tongkol bakar. Saya pernah mencoba olahan ikan di daerah Manggarai dan saya yakin rasanya sangat enak bukan karena bumbunya. tapi karena ikan yang diperoleh masih segar dan rasanya berbeda dengan ikan yang sudah disimpan yang mmebuat rasanya lebih nikmat..Selain itu kamu juga bisa tahu bagaimana kehidupan nelayan di NTT.

3.Tumisan

Selain itu daerah ini juga makanannya cukup banyak yang merupakan tumisan seperti plecing kangkung. Selain itu juga ada kuliner yang cukup unik yaitu tumis bunga pepaya. Saya yakin belum banyak yang pernah mencoba makanan khas yang satu ini. Rasanya cukup unik dahulu saya berberapa kali mencobanya dan saya jarang menemukan makanan yang rasanya hampir sama jadi makanan ini cukup unik.

Nusa Tenggara Timus menyimpan kekayaan budaya dan alam yang luar biasa mari bersama kita majukan parwisata di Indonesia dengan hal kecil yang bisa kita lakukan. Saya blogger dan cara saya ialah menulis artikel ini. Anda para pembaca saya sarankan cara membantu promosi negeri ini dengan berbagi artikel ini pada kerabat anda.

Setelah mencari cari saya baru menemukan 3 buah makanan khas diatas. Saya harap para pembaca yang mengetahui beberapa makanan khas yang lainnya untuk membantu saya melengkapi artikel ini. Saya sangat berharap dari pertolongan kalian. Silahkan tinggalkan komentar di artikelMakanan Khas NTT - Nusa Tenggara TimurMelihat Para Mama Membuat Kain Tenun Ikat Khas Maumere Salah satu cinderamata khas yang tidak boleh dilupakan saat liburan ke Flores adalah kain tenun ikat. Anda bisa mengunjungi Maumere untu membeli dan melihat langsung pembuatannya. Yuk!Selain batik, kain khas yang dimiliki Indonesia adalah kain tenun ikat. Anda bisa memperolehnya saat berlibur ke Maumere, NTT. Di sana, pelancong bukan cuma bisa membeli kain yang diinginkan, tapi juga melihat langsung proses pembuatannya.Suku di Maumere yang aktif membuat kain tenun adalah Sikka. Suku yang desanya berada sekitar 18 km dari pusat Kota Maumere ini menjadi tempat para Mama menenun kain ikat.Turis yang kebetulan sedang berlibur di Maumere, bisa melihat ada banyak Mama yang sedang asyik membuat kain di depan rumah. Ya, kain tenun ikat ini memang dibuat oleh para wanita Flores yang biasa dipanggil "Mama". Dengan tekun dan teliti, mereka menyusun benang satu-persatu menggunakan alat tenun sampai menjadi kain tenun utuh.Proses pembuatan ini tidaklah mudah dan memakan waktu yang cukup lama. Para mama harus menghabiskan waktu lebih dari satu bulan untuk membuat selembar kain tenun. Khusus sarung tenun yang siap pakai, waktu pembuatannya lebih lama, mencapai 8 bulan. Wah!Pembuatan kain tenun ini diawali dengan pewarnaan benang. Tidak seperti kain dari perusahaan tekstil yang menggunakan bahan pewarna kimia, kain tenun ikat yang dibuat para mama, menggunakan bahan alami.Biasanya, warna yang digunakan adalah kuning, merah, biru dan juga cokelat. Untuk warna kuning, mama menggunakan bahan dasar kunyit, dan warna biru berasal dari daun nila. Untuk membuat kain tampak lebih berwarna, warna merah yang berasal dari akar mengkudu, dan cokelat dari batang kakao ditambahkan pada kain.Untuk motif, mama menggunakan dua jenis motif, yaitu tradisional dan modern. Motif tradisional adalah motif yang kental dengan budaya animisme dan dinamisme. Sedangkan motif modern, pada dasarnya tidak jauh berbeda dengan yang tradisional, yang membedakan hanya ada beberapa tambahan motif serta tingkat ketebalan motif.Uniknya, setiap motif yang diciptakan bisa menjadi identitas daerah asal pembuatan. Jadi, kain yang dibuat mama asal Ende berbeda dengan kain yang dibuat mama asal Maumere.

Kekayaan Kain Tenun Nusa Tenggara Timur KOMPAS.com - Indonesia memiliki banyak kekayaan budaya dalam bentuk kain tradisional. Setiap daerah di Indonesia memiliki berbagai jenis kain yang indah, seperti songket, batik, tenun, dan lain sebagainya. Salah satu provinsi yang dikenal memiliki kain tenun dengan motif yang begitu kaya adalah Nusa Tenggara Timur (NTT).NTT memiliki 20 kabupaten dan satu kota yang dihuni oleh 15 suku atau etnis tertentu, dengan adat dan kebudayaan masing-masing."Masing-masing suku ini memiliki kreasi kain tenun mereka sendiri sesuai dengan adat, budaya, dan kesenian mereka. Ini terlihat dari corak hias atau motif tenunannya," ungkap Ketua Dekranasda (Dewan Kerajinan Nasional Daerah) NTT, Lusia Leburaya, menjelang show Musa by Musa Widyatmodjo "The Flobamora Indone(she)aku" di Hotel Harris, Kelapa Gading, Jakarta, Rabu (23/5/2012) lalu.Lusia mengungkapkan, setiap suku memiliki ragam hias tenunan, yang menampilkan berbagai tokoh mitos, binatang, tumbuhan, dan motif abstrak yang dijiwai dari penghayatan akan alam semesta. Lusia menambahkan, di Alor saja dapat ditemukan hampir sekitar 81 motif tenun.Kain tenun yang dikembangkan oleh setiap suku di NTT ini merupakan seni kerajinan tangan yang diajarkan secara turun-temurun kepada anak-cucu. Kain tenun ini secara adat dan budaya memiliki banyak fungsi, antara lain sebagai busana sehari-hari, busana untuk tarian atau upacara adat, sebagai mas kawin, alat penghargaan dalam upacara kematian, alat pembayar denda adat, alat tukar (uang), perlambang strata sosial seseorang, alat penghargaan kepada tamu, sampai alat untuk menolak bencana.Dalam masyarakat NTT, kain tenun dianggap sebagai harta kekayaan yang bernilai tinggi karena kain ini pembuatannya sangat sulit dan membutuhkan waktu lama. "Selain dibedakan dari motifnya, kain tenun juga dibedakan menurut proses pembuatannya, yaitu tenun ikat, tenun buna, dan tenun sotis," jelas Lusia.1. Tenun ikatDisebut kain tenun ikat karena proses pembentukan motifnya dilakukan melalui pengikatan benang-benang. Sedikit berbeda dengan di daerah lain dalam menggunakan cara benang pakannya (benang yang dimasukkan melintang pada benang lungsin ketika menenun kain), masyarakat NTT menenun dengan mengikat benang lusi (lungsi). Kain tenun ikat banyak ditemukan tersebar merata di semua kabupaten NTT, kecuali di kabupaten Manggarai dan sebagian kabupaten Ngada.2. Tenun bunaTenun buna ini merupakan sebuah istilah yang digunakan oleh masyarakat sekitar di Timor Tengah bagian utara, dan banyak terdapat di kabupaten Kupang, Timor Tengah bagian selatan, Belu, dan Timor Tengah bagian utara. Proses pembuatan tenun buna dilakukan dengan mewarnai benang terlebih dulu. Benang yang sudah diwarnai kemudian digunakan untuk membentuk motif yang berbeda-beda pada kain. 3. Tenun lotis atau sotisLotis merupakan perpaduan dari kain tenun dengan gaya sulam. Tampilannya mirip dengan tenun songket. Proses pembuatannya mirip dengan tenun buna dimana benang harus diberi warna lebih dulu. Perajin tenun lotis biasanya akan melakukan dua pekerjaan sekaligus, yaitu menenun dan menyulam beberapa motif, sehingga dalam satu kain akan terlihat motif seperti tiga dimensi karena jahitan yang agak menonjol keluar. Gaya tenun ini banyak terdapat di Kupang, Timor Tengah bagian selatan, Timor Tengah utara, Belu, Alor, Flores Timur, Lembata, Sikka, Ngada, Manggarai, Sumba Timur, dan Sumba Barat. "Jenis kain inilah yang paling rumit proses pembuatannya, dan membutuhkan waktu yang cukup lama. Tak heran kalau harganya lebih mahal," tutur desainer Musa Widyatmodjo.Rabu, 21 Maret 2012Sekali Sarung Tetap Sarung KOMPAS.com - Sarung sungguh akrab dengan kehidupan rakyat di berbagai pelosok Nusantara. Di Flores, sarung menjadi simbol kematangan pribadi perempuan penenunnya. Sarung Bugis menjadi saksi manusia saat mereka lahir, menikah, hingga ajal tiba.

Mari kita berkunjung ke Kabupaten Sikka, Flores, Nusa Tenggara Timur. Di sela kesibukan menjajakan dagangannya di Pasar Geliting, Kristina Laer (54) terbahak mendengar pertanyaan di mana ia membeli sarung tenun ikatnya.

Tidak ada perempuan kami yang membeli sarung. Saya membuat sarung untuk saya sendiri, juga semua orang di pasar ini. Tidak ada pedagang pasar yang kuat membeli sarung tenun ikat, kata Kristina Laer.

Kegiatan menenun sarung memang sudah membudaya dilakukan oleh kaum perempuan di Flores. Mereka tidak saja membuat lawo (sarung tenun untuk perempuan), tetapi juga luka atau ragi, yaitu sarung untuk laki-laki. Para lelaki bekerja di ladang atau kebun, mengurus ternak, atau melaut bagi yang tinggal di pesisir.

Di Flores, bahkan, ada ungkapan Lobe utang ina gete, malaau seduk nei. Ma hao ata utang, ata to lele lora. Artinya, perempuan yang mengenakan sarung indah buatan sendiri menandakan kebesaran dan kematangan pribadi perempuan tersebut. Jika sarung indah itu merupakan pinjaman, biasanya orang akan menertawakan.

Ungkapan itu juga bermakna, sarung terbaik bukanlah sarung yang ditawarkan kepada pembeli, melainkan justru yang dikenakan penenunnya. Mengenakan sarung terbaik menjadi penting untuk menegaskan kemampuan seorang gadis. Dahulu, gadis yang tidak terampil menenun sarung pasti kesulitan mencari jodoh, ujar kolektor dan pendokumentasi tenun ikat Flores, Romo Bosco Terwinju Pr.

Perlindungan leluhurPemaknaan sarung yang begitu dalam di Flores, khususnya di Kabupaten Ende, dimulai dari proses pembuatannya yang tak lepas dari keyakinan adat. Membuat sarung yang terdiri dari aktivitas menata benang, mengikat motif dan ragam hias, mewarnai hingga menenun umumnya dilakukan atau diawali dengan ritual guna mendapatkan perlindungan leluhur atau sebagai perisai diri dari gangguan roh jahat.

Menenun juga tidak boleh dilakukan dalam suasana duka, seperti yang tergambar pada Selasa (21/2/2012) siang di Nua Puu, Kampung Induk Nggela di Kecamatan Wolojita, Kabupaten Ende. Hari itu, salah satu warga meninggal dunia. Warga pun pantang membuat kegaduhan selama masa berduka, apalagi menenun.

Keyakinan adat di sini, apalagi yang rumahnya berdekatan dengan rumah duka, kalau mereka memaksa menenun, akan timbul sesuatu yang tidak baik, misalnya benang akan putus. Di hari keempat dari kedukaan, baru mereka dapat menenun kembali, kata Mosalaki Puu Ine Ame (tetua adat), Lambertus Muda (64).

Meski demikian, kepiawaian perempuan Nggela dalam menenun masih tampak dari jemuran sarung di batang bambu, di kiri-kanan rumah adat yang atap ijuknya menjulur rendah. Juga dari sarung yang dikenakan kaum ibu ketika pulang melayat. Itulah sarung tenun ikat terbaik di setiap masanya, sarung dengan motif tradisional yang masih menggunakan pewarna alami.

Di Kabupaten Ende, sejumlah motif tradisional masih dipertahankan, seperti lawo nggaja (motif gajah yang diartikan sebagai kendaraan para dewa), lawo jara (motif kuda), dan lawo zombo/rombo (motif pepohonan lambang kehidupan).

Adapun penenun di Kabupaten Sikka masih banyak menggunakan motif seperti korsang manowalu (burung dalam mitologi setempat), korsang nagalalang (tapak kaki naga), dan lawa jara (motif kuda dan penunggangnya).

Romo Bosco menguraikan, keragaman motif berakar dari motif sarung asal Gujarat, yaitu patola. Sejumlah motif patola pada sarung Flores bahkan serupa dengan tenun Gujarat, tetapi dengan struktur dan pola motif yang berbeda.

Dengan segenap kerumitan strukturnya, sarung menjadi penanda asal desa seseorang di Flores. Dari sarungnya, seseorang bisa dikenali sebagai orang Sikka, atau Ende-Lio, atau Bajawa. Itu karena tiap-tiap desa memiliki struktur motif yang berlainan, kata Romo Bosco.

Sebegitu melekatnya dalam kehidupan sehari-hari di Flores, sarung dikenakan siapa pun dan di mana pun. Sarung menjadi pakaian pedagang di pasar, dipakai sebagai alat gendongan bayi, dikenakan ketika Misa Minggu di gereja, atau di pesta. Sarung juga berfungsi sebagai alat barter, mas kawin, penebus utang, pakaian perang suku, hingga menjadi benda pusaka.

Dari Bugis ke PerancisSarung juga menjadi warna dalam kehidupan orang Bugis, seperti sarung sutra warna merah pudar yang tak pernah lepas dari tubuh Kame (52), penenun asal Desa Taeng, Kecamatan Pallangga, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan. Sarung itu dia pakai saat menenun di kolong rumah panggung, menyelimuti saat tidur, hingga saat mandi.

Jadi, tak berlebihan rasanya apabila peneliti tenun tradisional dari Universitas Muhammadiyah Makassar, Shaifuddin Bahrum, menyebutkan, sarung ibarat teman dalam siklus kehidupan orang Bugis. Bayi yang baru lahir disandarkan di bantal yang dililit sarung. Orang menikah mengenakan sarung yang dipadankan dengan baju bodo untuk perempuan dan jas tutup untuk pria.

Ketika ajal menjemput, keranda pun ditutupi sarung ataupun kain Bugis. Dalam acara duka, pria yang membantu pelaksanaan acara sering kali menutupi kepala dengan sarung.

Maka, tak heran pula kalau Sartika (39), yang telah menenun sarung sutra Bugis selama 15 tahun mengatakan, Bukan orang Bugis-Makassar kalau tidak punya sarung.

Motif yang banyak ditemukan pada sarung Bugis adalah kotak-kotak, berukuran besar maupun kecil, yang membentuk petak. Petak ini dihasilkan dari garis yang saling memotong dan membatasi. Dalam budaya Bugis dan Mandar di Sulawesi Barat, hal itu menandakan bahwa hak seseorang dibatasi oleh hak orang lain. Manusia harus memahami mana haknya dan mana yang bukan, ujarnya.

Warnanya umumnya cerah, seperti merah muda, jingga, hijau muda, biru muda, kuning, dan merah. Ada pula yang ditambah benang emas atau perak. Warna cerah menunjukkan karakter orang Bugis yang percaya diri dan berani. Benang emas dan perak menjadi lambang kesuksesan, kata Shaifuddin. Hanya dalam ritual duka, orang Bugis mengenakan sarung berwarna gelap.

Sentra tenun sarung Bugis di Sulsel setidaknya terdapat di tiga kabupaten, yakni Wajo, Gowa, dan Soppeng. Jika berkunjung ke Kecamatan Sabbang Paru, Wajo, yang berada di kawasan pesisir Danau Tempe, suara entakan alat tenun seakan saling menyahut. Di kolong-kolong rumah panggung khas Bugis, para penenun bekerja setidaknya delapan jam setiap hari.

Belakangan, sarung Bugis melanglang buana ke Paris. Urfiah Syanty (46), seorang pendiri Makassar Sampulo (wadah bagi perajin, desainer, dan pengusaha sutra Sulsel), membawa busana bernuansa sarung Bugis ke International Fair of The Muslim World Le Bourget, 17-19 Desember 2011.

Kendati tidak berupa sarung, busana yang ditampilkan menggunakan sutra serat alam dengan pewarna alami serta motif garis yang kerap menjadi motif sarung Bugis. Setidaknya, kami membawa bagian dari sarung Bugis ke Paris. Penyesuaian dan modifikasi penting agar sarung bisa diterima oleh khalayak yang lebih luas, ucap Urfiah. (ROW/SEM/RIZ/SIN)