tarbiyyatul mubalighin desa reksosari kecamatan...

81
i MODEL PEMBELAJARAN DI PONDOK PESANTREN TARBIYYATUL MUBALIGHIN DESA REKSOSARI KECAMATAN SURUH KABUPATEN SEMARANG TAHUN 20016 SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Oleh: MUHAMMAD SARIFUDIN NIM: 11109013 JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI) FAKULTASTARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK) INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)SALATIGATAHUN 2016

Upload: others

Post on 27-Feb-2020

5 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

i

MODEL PEMBELAJARAN DI PONDOK PESANTREN

TARBIYYATUL MUBALIGHIN DESA REKSOSARI

KECAMATAN SURUH KABUPATEN SEMARANG

TAHUN 20016

SKRIPSI

Diajukan untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Pendidikan

Oleh:

MUHAMMAD SARIFUDIN

NIM: 11109013

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)

FAKULTASTARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK)

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

(IAIN)SALATIGATAHUN 2016

ii

iii

iv

v

vi

MOTTO

بئى ل بأى بأس بئى فهب أ بئى بأس اتن م ل أ ى ن أ بل لبل ب أدو أ ب انس كى إى أعهى غ

أعهى الرض يب تى تكت يب ك تبد

Allah berfirman “Wahai Adam! Beritahukanlah kepada mereka nama-nama

itu!” setelah itu ia menyebutkan nama-namanya, Dia berfirman, “bukankah

telah Aku katakan kepadamu, bahwa Aku mengetahui rahasia langit dan

bumi, dan aku mengetahi apa yang kamu nyatakan dan apa yang kamu

sembunyikan.”

vii

PERSEMBAHAN

Skripsi yang sederhana ini penulis persembahkan kepada:

Bapak-ibuku tercinta yang senantiasa tak pernah

berhenti memberikan kasih sayang, semangat serta

do’anya sehingga skripsi ini bisa penulis selesaikan.

viii

KATA PENGANTAR

بسى هللا انزح انزحى

، بصز بصبئز ، سم يج انسعبدة نهتم انحد هلل انذي أضح انطبرك نهطبنب

بسبئز انحكى انصدل أار اإلحسب ، يحى أسزار اإلب األحكبو ف اند

إن إل ، أشد أ انم ن انه سدب هللا حد ل شز ، أشد أ انحك انب

، ف اند زا فم خ زد هللا ب ، انمبئم ي يحدا عبد رسن انصبدق انعد الي

. إنى و اند ، نى بإحسب عهى آن أصحبب انتببع صهى هللا عه

Puji syukur penulis panjatkan kepada Sang Raja alam semesta (Allah

„Azza wa Jalla). atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini, meskipun dalam wujud yang sederhana dan jauh

dari sempurna. Sholawat dan salam Allah SWT, semoga senantiasa

terlimpahkan kepada Sang Pemimpin hidupmanusia dan yang menjadi

cakrawala rindu para umatnya (Nabi Muhammad SAW).

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak akan dapat

diselesaika tanpa dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis

menyampaikan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada:

1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd. rektor IAIN Salatiga.

2. Bapak Suwardi, M.Pd. dekan FTIK IAIN Salatiga.

3. Ibu Siti Rukhayati, M. Ag. ketua jurusan Pendidikan Agama Islam

IAIN Salatiga.

4. Bapak Mufiq, S. Ag. M. Phil. pembimbing yang telah membimbing

dalam penulisan skripsi ini.

5. Bapak Prof. Dr. M. Zulfa selaku dosen pembimbing akademik.

6. Bapak/ibu dosen dan seluruh karyawan IAIN yang telah

memberikan pelayanan kepada penulis.

ix

x

ABSTRAK

Muhammad Sarifudin. 2016. Model Pembelajaran di Pondok Pesantren

Tarbiyyatul Mubalighin Desa Reksosari Kecamatan. Suruh Kabupaten.

Semarang Tahun 2016. JurusanPendidikan Agama Islam.Fakultas

Tarbiyah dan Ilmu KeguruanInstitut Agama Islam Negeri Salatiga.

Pembimbing: Mufiq, M. Phil.

Kata kunci:Model Pembelajaran, Pondok Pesantren

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui model pembelajaran di Pondok

Pesantren Tarbiyyatul Mubalighin Desa Reksosari Kecamatan Suruh, Kabupaten

Semarang. Pertanyaan yangingin dijawab melalui penelitian ini adalah: (1)

Apasajakah model pembelajaran di pondok pesantren Tarbiyyatul

MubalighinDesa Reksosari Kecamatan Suruh, Kabupaten Semarang? (2) Apa

faktor pendukung dan penghambat dalam pembelajaran di Pondok Pesantren

Tarbiyyatul Mubalighin Desa Reksosari Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang

tahun 2016? (3)Apa Implikasi model pembelajaran yang diterapkan di Pondok

Pesantren Tarbiyyatul Mubalighin Desa Reksosari Kecamatan Suruh Kabupaten

Semarang tahun 2016?

Metode penelitian yang digunakan adalahpenelitian kualikatif. Sumber

data primer adalah sumber data yang diambil dari penyelenggara pondok

pesantren pengasuh, ustazd/ustadzah, dan pengurus Pondok Pesantren Tarbiyatul

Mubalighin Desa Reksosari, Kececamatan Suruh, Kabupaten Semarang dan

dokumen-dokumen pondok pesantren. Sedangkan sumber data sekunder diambil

dari informan diluar penyelenggara pondok pesantren yaitu santri dan buku-buku

yang berkaitan dengan pondok pesantren. Adapun teknis analisis data

menggunakan model interaktif (interactive model of analysis)yang terdiri dari tiga

komponen yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.

Temuan penelitian ini, menunjukkan bahwa (1) Model pembelajaran yang

diterapkan di Pondok Pesantren Tarbiyyatul Mubalighin Pondok Pesantren

Tarbiyatul Mubalighin Desa Reksosari, Kececamatan Suruh, Kabupaten

Semarangadalah model pembelajaran sorogan, bandongan, Khithobah, Ta‟zir, dan

model pembelajaran lalaran.(2) Faktor pendukung dan penghambat dalam

pembelajaran di Pondok Pesantren Tarbiyyatul Mubalighin Desa Reksosari

Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang adalah ketersediaannya tenaga pengajar.

(3) Tedapat tiga implikasi model pembelajaran yang diterapkan di Pondok

Pesantren Tarbiyyatul Mubalighin Desa Reksosari Kecamatan Suruh Kabupaten

Semarang yaitu; santri merasa diperhatikan, santri dapat mentaati tata tertib, dan

santri dapat mengamalkan agama dengan baik dan benar.

xi

DAFTAR ISI

1. JUDUL ..................................................................................................i

2. LOGO IAIN ..........................................................................................ii

3. NOTA PEMBIMBING .........................................................................iii

4. PENGESAHAN KELULUSAN ...........................................................iv

5. PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ............................................v

6. MOTTO .................................................................................................vi

7. PERSEMBAHAN ..................................................................................vii

8. KATA PENGANTAR ...........................................................................viii

9. ABSTRAK .............................................................................................x

10. DAFTAR ISI ..........................................................................................xi

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ..........................................................1

B. Fokus Penelitian ........................................................................3

C. Tujuan Penelilitian ...................................................................3

D. Kegunaan Penelitian .................................................................4

E. Penegasan Istilah ......................................................................4

F. Metode Penelitian .....................................................................5

G. Sistematika Penulisan ...............................................................12

BAB II. KAJIAN TEORI

A. Pengertian Pembelajaran ...........................................................14

B. Teori Pembelajaran ...................................................................17

C. Ciri-ciri Pembelajaran ...............................................................19

xii

D. Unsur-unsur Pembelajaran ........................................................21

E. Model Pembelajaran .................................................................24

F. Pondok Pesantren .....................................................................26

BAB III. PENGUMPULAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN

A. Gambaran Umum Pondok Pesantren Tarbiyyatul Mubalighin

Desa Reksosari Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang

1. Sejarah Singkat Berdirinya Pondok Pesantren Tarbiyytul

Mubalighin Ds. Reksosari, Kec. Suruh, Kab. Semarang .....36

2. Susunan Kepengurusan Pondok Pesantren Tarbiyyatul

Mubalighin Tahun 2016 .......................................................37

3. Kurikulum Pendidikan Pondok Pesantren Tarbiyyatul

Mubalighin tahun 2016 .......................................................38

4. Visi dan Misi Pondok Pesantren Tarbiyytul Mubalighin

Reksosari, Suruh, Semarang .................................................39

5. Tujuan Pesantren Tarbiyyatul Mubalighin Reksosari, Suruh,

Semarang ..............................................................................40

6. Keadaan Santri .....................................................................40

7. Keadaan Guru ......................................................................41

8. Kegiatan Pembelajaran di Pondok Pesantren Tarbiyyatul

Mubalighin Reksosari Suruh Semarang Tahun 2016 ..........42

9. Peraturan Pondok Pesantren ................................................43

B. Temuan Penelitian

1. Model Pembelajaran di Pondok Pesantren Tarbiyatul

MubalighinReksosari, Suruh, Semarang .............................44

xiii

2. Faktor Pendukung dan Penghambat Porses Pembelajaran di

Pondok Pesantren Tarbiyatul Mubalighin Reksosari, Suruh,

Sematang Tahun 2016 ........................................................47

3. Implikasi Model Pembelajaran yang Diterapkan di Pondok

Pesantren Tarbiyatul Mubalighin Reksosari, Suruh, Semarang

48

BAB IV.PEMBAHASAN dan ANALISIS DATA

A. Model Pembelajaran di Pondok Pesantren Tarbiyyatul

Mubalighin Desa Reksosari kecamatan Suruh Kabupaten

Semarang ...................................................................................50

B. Faktor Pendukung dan Penghambat Porses Pembelajaran di

Pondok Pesantren Tarbiyatul Mubalighin Reksosari, Suruh,

Semarang ...................................................................................52

C. Faktor Pendukung dan Penghambat Porses Pembelajaran di

Pondok Pesantren Tarbiyatul Mubalighin Reksosari, Suruh,

Semarang ...................................................................................53

BAB V. PENUTUP

A. Kesimpulan ..............................................................................54

B. Saran .........................................................................................55

11. DAFTAR PUSTAKA

12. LAMPIRAN-LAMPIRAN

1

BAB I

PENDAHULUAAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia telah memiliki perhatian yang cukup tinggi terhadap masalah

pendidikan, mulai dari tingkat dasar bahkan pra dasar (TK atau PAUD) sampai

pada Perguruan Tinggi yang telah berkembang dan berperan dalam pencerdasan

anak bangsa. Lain halnya dari pendidikan formal, masih banyak juga pendidikan

non formal yang tetap memiliki eksistensi yang tinggi dalam kehidupan

masyarakat Indonesia baik yang bersifat tradisional maupun yang bersifat modern

semua mengalami perkembangan dan kemajuan yang pesat, serta selalu

mendapatkan perhatian dari pemerintah Indonesia, yang salah satunya adalah

lembaga pendidikan pondok pesantren.

Pesantren sebagai bentuk lembaga pendidikan non formal merupakan salah

satu jenis lembaga pendidikan Islam di Indonesia bersifat tradisional. Tujuan

pondok pesantren adalah mendalami ilmu-ilmu agama, dan mengamalkannya

sebagai pedoman dalam hidup sehari-hari atau disebut dengan Tafaqquh Fiddin.

Penyelenggaraan lembaga pendidikan pesantren berbentuk asrama yang

merupakan komunitas tersebut diasuh oleh seorang Kyai atau Ulama dan dibantu

oleh para Ustadz. Tujuan utama pendidikan di pesantren adalah untuk membentuk

watak dan pribadi yang berbudi, berakhlakul karimah, serta sebagai penerus dan

penegak agama dan negara. Ini sebabnya pesantren telah diakui sebagai lembaga

pendidikan yang telah ikut serta mencerdaskan kehidupan bangsa.

2

Dalam sejarah pendidikan disebutkan bahwa pesantren adalah bukti awal

kepedulian masyarakat Indonesia terhadap pendidikan, sehingga pesantren juga

disebut sebagai lembaga pendidikan pribumi tertua di Indonesia (Depag RI,

2003:1). Pesantren telah menjangkau hampir seluruh lapisan masyarakat muslim

yang mampu menampung berjuta santri. Seiring dengan keadaan pesantren yang

semakin berkembang dalam memasuki era globalisasi pada saat ini, pesantren

menjadikan semakin kritis pemikiran para pemuka agama (ulama’ Islam) dituntut

untuk selalu menjaga eksistensi pondok pesantren. Dalam rangka mengimbangi

dunia yang semakin mengglobal, serta untuk memenuhi segala kebutuhan

masyarakat, maka tidak sedikit pondok pesantren didirikan dengan memberikan

predikat sebagai pondok pesantren yang modern atau biasa disebut dengan

pondok pesantren Khalaf, yaitu dengan memberikan pola pembelajaran yang

berbeda dengan pondok pesantren yang masih memiliki predikat Salaf.

Terlepas dari predikat pondok pesantren salaf atau khalaf (modern),

pembelajaran merupakan suatu yang amat penting dalam pendidikan.

Pembelajaran merupakan suatu proses interaksi antara komponen – komponen

system pembelajaran. Pembelajaran memiliki makna luas dari istilah pengajaran.

Kata pengajaran mengandung makna bahwa kegiatan atau prosesnya hanya ada di

dalam konteks pengajar dan pembelajar di kelas secara formal, kata pembelajaran

tidak hanya ada dalam konteks pengajar dan pembelajar di kelas formal, akan

tetapi juga meliputi kegiatan belajar mengajar yang tidak dihadiri oleh pengajar

secara fisik. Di dalam kata pembelajaran ditekankan bahwa kegiatan belajar

pembelajar melalui usaha - usaha yang terencana dalam memanipulasi sumber –

sumber belajar agar proses belajar mengajar dapat terlaksana. Pembelajaran

3

sebagai sebuah system memiliki beberapa komponen, yaitu tujuan pembelajaran,

materi pembelajaran, strategi pembelajaran, media pembelajaran, evaluasi

pembelajaran.

Dari uraian di atas, penulis tertarik untuk melakuakan penelitian terhadap

pondok pesantren Tarbiyatul Mubalighin yang terletak di desa Reksosari

kecamatan Suruh kabupaten Semarang dalam hal model pembelajaran yang

diterapakan di pondok pesantren tersebut dengan judul model pembelajaran

sosisal keagamaan di pondok pesantren Tarbiyyatul Mubalighin ds. Reksosari

kec. Suruh kab. Semarang tahun 2016.

B. Fokus Penelitian

Dari latar belakang diatas, penulis memfokuskan penelitian ini dalam

rumusan masalah sebagai berikut:

1. Apa sajakah model pembelajaran di Pondok Pesantren Tarbiyyatul

Mubalighin Desa Reksosari Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang

tahun 2016?

2. Apa faktor pendukung dan penghambat dalam pembelajaran di Pondok

Pesantren Tarbiyyatul Mubalighin Desa Reksosari Kecamatan Suruh

Kabupaten Semarang tahun 2016?

3. Apa Implikasi model pembelajaran yang diterapkan di Pondok

Pesantren Tarbiyyatul Mubalighin Desa Reksosari Kecamatan Suruh

Kabupaten Semarang tahun 2016?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

4

1. Mengetahui model pembelajaran di model pembelajaran di Pondok

Pesantren Tarbiyyatul Mubalighin Desa Reksosari Kecamatan Suruh

Kabupaten Semarang tahun 2016.

2. Mengetahui faktor pendukung dan penghambat dalam pembelajaran di

Pondok Pesantren Tarbiyyatul Mubalighin Desa Reksosari Kecamatan

Suruh Kabupaten Semarang tahun 2016.

3. Mengetahui Implikasi model pembelajaran yang diterapkan di Pondok

Pesantren Tarbiyyatul Mubalighin Desa Reksosari Kecamatan Suruh

Kabupaten Semarang tahun 2016.

D. Kegunaan Penelitian

Dari penelitian diharapkan dapat digunakan baik secara praktis dan teoretis

1. Kegunaan teoretis

a. Memberikan sumbangan teori keilmuan tentang model pembelajaran.

b. Dapat digunakan penelitian lebih lanjut secara filosofis dalam membahas

model pembelajaran yang lebih radikal, rasional, dan sistematis.

2. Kegunaan praktis

Dapat digunakan oleh praktisi pendidikan Islam (dosen, guru, dan lain-

lain) dalam masalah model pembelajaran sosisal keagamaan.

E. Penegasan Istilah

Untuk menghindari adanya salah penafsiran dan supanya mudah dalam

memahami penelitian ini yang berjudul model pembelajaran sosisal keagamaan di

pondok pesantren Tarbiyyatul Mubalighin ds. Reksosari kec. Suruh kab.

Semarang tahun 2016, maka penulis perlu menegaskan istilah-istilah dalam

penelitian ini.

5

1. Model Pembelajaran

a. Model

Model adalah pola, acuan, ragam (macam) (Purwodarminto,2006:773).

b. Pembelajaran

Pembelajaran adalah proses, cara, perbuatan menjadikan orang

belajar (Depdiknas, 2007:17).

2. Pondok Pesantren

Pondok pesantren yang digunakan dalam bahasa Jawa berarti

madrasah dan asrama sebagai tempat mengaji dan belajar agama Islam

(Purwadarminto, 2006:906).

Dari istilah-istilah diatas dapat dipahami bahwa maksud adari penelitian ini

adalah membahas tentang pola atau ragam pembelajaran yang terdapat di Pondok

Pesantren Tarbiyyatul Mubalighin Ds. Reksosari, Kec. Suruh, Kab. Semarang.

F. Metode Penelitian

1. Pendekatan Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yaitu proses penelitian yang

menghasilkan data deskriptif yang berupa ucapan atau tulisan dan perilaku

yang dapat diamati dari orang-orang (subjek) itu sendiri (Bogdan & Taylor,

1992:21-22). Dengan kata lain dapat dijelaskan bahwa penelitian ini

merupakan penelitian kualitatif deskriptif yang dapat diartikan sebagai

prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau

melukiskan keadaan subjek/objek penelitian (seorang, lembaga, masyarakat

dan sebagainya) pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tempat

sebagaimana adanya.

6

Adapun landasan pemikiran yang digunakan adalah berdasarkan pada

satu gejala yaitu fenomenologis. Pendekatan fenomenologis berusaha

memahami arti peristiwa dan kaitannya terhadap orang-orang biasa dalam

situasi tertentu (Moleong, 2002:9). Cara kerja pendekatan fenomenologis

adalah dengan “berusaha untuk masuk ke dalam dunia konseptual para

subjek yang ditelitinya sedemikian rupa sehingga dapat mengerti apa dan

bagaimana suatu pengertian yang dikembangkan oleh mereka di sekitar

peristiwa dalam kehidupannya sehari-hari”(Moleong, 2002:9). Pendekatan

ini lebih tepat digunakan dalam penelitian ini karena peneliti secara langsung

akan masuk pada objek penelitian untuk membedah dan mengetahui

fenomena yang ada di Pondok Pesantren Tarbiyyatul Mubalighin Desa

Reksosari Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang tahun 2016.

2. Kehadiran Peneliti

Peneliti terjun langsung ke lokasi penelitian yaitu di Pondok Pesantren

Tarbiyyatul Mubalighin Desa Reksosari Kecamatan Suruh Kabupaten

Semarang guna mengumpulkan data dan informasi yang diperlukan.

3. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian terdapat di pondok pesantren Tarbiyatul Mubalghin

Ds. Reksosari, Kec. Suruh, Kab. Semarang.

4. Sumber Data

Untuk pengambilan data dalam penelitian ini, peneliti mengambil

sumber data dari subjek dan informan penelitian yang telah ditentukan.

Adapun subjek penelitian adalah “Sumber data utama penelitian yang

memiliki data mengenai variabel yang diteliti dan pada dasarnya yang akan

7

dikenai kesimpulan hasil penelitian,” (Azwar, 2007 : 34 – 35). Dalam

penelitan kualitatif yang merupakan sumber utama data adalah kata-kata dan

tindakan, sumber data tertulis, foto, dan statistik (Moleong, 2002: 112).

Data-data utama dalam penelitian ini akan didapatkan dari pengasuh (Kyai),

para ustazd/ustadzah, dan pengurus Pondok Pesantren Tarbiyatul Mubalighin

Ds. Reksosari, Kec. Suruh, Kab. Semarang.

Sedangkan data sekunder diambil dari informan diluar penyelenggara

pondok pesantren yaitu santri Pondok Pesantren Tarbiyatul Mubalighin Ds.

Reksosari, Kec. Suruh, Kab. Semarang dan buku-buku yang berkaitan

dengan pondok pesantren.

5. Prosedur Pengumpulan Data

Dalam rangka untuk memperoleh data yang dibutuhkan, maka

penelitian ini dilakukan dengan prosedur yang ditetapkan dengan beberapa

metode sebagai berikut :

a. Observasi

Metode observasi merupakan suatu studi yang disengaja dan

sistematis tentang keadaan/fenomena sosial dan gejala-gejala psikis

dengan jalan mengamati dan mencatat (Mardalis, 2004:63) Metode

observasi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan cara

mengamati secara langsung proses pembelajaran yang berlangsung

dalam rangka untuk mengetahui bagaimana model pembelajaran

yang diterapkan, serta memperhatikan kondisi yang ada dan

melakukan pencatatan seperlunya untuk dilaporkan dalam skripsi

ini.

8

b. Wawancara

Metode wawancara adalah percakapan dengan maksud

tertentu, percakapan itu dilakukan oleh dua pihak yaitu

pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan yang

diwawancarai (interviewee) yang memberikan jawaban atas

pertanyaan itu (Moleong, 2002:135).

Wawancara ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana

implikasinya model pembelajaran yang diterapkan terhadap para

santri putri, serta apa saja yang menjadi faktor-faktor pendukung

dan penghambat dalam melaksanakan model pembelajaran yang

ada.

c. Dokumentasi

Metode dukumentasi berarti peneliti menyelidiki benda-benda

tertulis seperti buku-buku, majalah, dokumen, peraturan-peraturan,

notulen rapat, catatan harian dan sebagainya (Arikunto, 2010:201 )

Metode ini digunakan untuk mencari data-data yang sifatnya

tertulis, seperti sejarah, struktur organisasi, jumlah santri, jadwal

pelajaran, tata tertib beserta sanksi-sanksinya, dan hal lain yang

berhubungan dengan model pembelajaran di pondok pesantren

Tarbiyyatul Mubalghin Ds. Reksosari, Kec. Suruh, Kab. Semarang.

6. Analisis Data

Untuk menganalisis data-data yang diperoleh dalam penelitian ini

menggunakan beberapa teknik analisis data. Analisis data sebagai proses

mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori dan

9

satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan

hipotesis seperti yang disarankan data (Moleong, 2002: 103) Proses analisis

data dalam penelitian ini menggunakan analisis data model interaktif

(interactive model of analysis) yang terdiri dari tiga analisis data yaitu :

reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan (Miles, 1992:19)

Ketiga komponen tersebut merupakan sebuah siklus yang saling

berurutan dan berhubungan serta bersifat beruntun dengan saling susul.

Analisis data dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :

a. Reduksi Data

Dimaksudkan sebagai proses pemilihan dan pemusatan

perhatian pada penyederhanaan, pengabtraksian dan transformasi

data “kasar” yang berasal dari catatan-catatan yang ditemukan di

lapangan. Reduksi data dilakukan sejak peneliti mulai membuat

kerangka kerja konseptual, serta kumpulan pertanyaan-pertanyaan

yang diajukan dan bagaimana cara pengumpulan data yang diajukan

dan bagaimana cara pengumpulan data yang dibutuhkan. Proses ini

dilakukan secara terus menerus selama penelitian berlangsung dan

sebagai langkah analisis.

b. Penyajian Data

Dari hasil penelitian yang didapatkan akan terkumpul dalam

berbagai bentuk seperti matriks, skema, tabel dan jaringan kerja

dengan kegiatan, kemudian data-data tersebut disajikan dalam

bentuk narasi atau tulisan yang tersusun secara logis dan sistematis

10

sehingga mudah dipahami yang mana data-data tersebut telah

direduksi sebelumnya.

c. Penarikan Kesimpulan

Penarikan kesimpulan dimulai sejak pengumpulan data

dengan memahami dari data-data yang ada dan dibuat pola-pola

penjelasan kemudian baru dibuat kesimpulan. Agar kesimpulan

dapat dipertanggungjawabkan maka perlu dilakukan pengecekan

dari awal.

7. Pengecekan Keabsahan Data

Tujuan pengecekan keabsahan data adalah untuk mengetahui kebenaran

dari data-data yang didapatkan sehingga dapat dipertanggungjawabkan agar

penelitian ini mendapatkan keabsahan data dengan menggunakan teknik

sebagai berikut (Hidayati, 2007: 36):

a. Pengamatan secara terus menerus

Pengamatan ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui

berbagai model pembelajaran yang diterapkan di Pondok Pesantren

Tarbiyyatul Mubalighin Ds. ReksoSari, Kec. Suruh, Kab. Semarang

Tahun 2016, dalam situasi yang sangat relavan dengan persoalan yang

menjadi tema dalam penelitian ini. Untuk menghasilkan data yang

komplit, maka penelitian ini dilaksanakan dengan penuh teliti dan rinci

sehingga dapat memahami kegiatan yang berlangsung.

b. Triangulasi

Yang dimaksud dengan teknik triangulasi adalah teknik

pemeriksaaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di

11

luar data itu sendiri untuk keperluan pengecekan atau sebagai

pembanding terhadap data itu (Moleong, 2002:178). Dalam Penelitian

ini menggunakan teknik triangulasi sumber yaitu membandingkan dan

mengecek baik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperolah

melalui waktu dan alat yang berbeda dalam metode kualitatif (Moleong,

2002:178), yakni teknik ini dilaksanakan dengan membandingkan data

yang satu dengan sumber data yang lain, seperti perbandingan hasil

pengamatan (observasi) dengan hasil wawancara atau dokumentasi.

c. Mengadakan “Member Check”

Salah satu cara yang sangat penting agar apa yang dipaparkan

tidak mengalami kekeliruan, yakni dengan cara pada akhir wawancara

diulangi garis besarnya berdasarkan catatan, apa yang dikatakan oleh

responden dengan tujuan agar memperbaiki apabila ada kekeliruan atau

menambah apa yang masih kurang. Atau sebagaimana yang dijelaskan

oleh Lincoln dan Guba member check berarti mencocokkan pemahaman

anda (peneliti-penleliti) mengenai data dengan orangorang yang dikaji,

dengan menerangkan, mengulangi, atau memparafrasekan (Daymon,

2008:149). Dalam penelitian ini peneliti mengadakan pengecekan ulang

terhadap data yang ada dengan mengajukan hasil-hasil data pada

sumber data, untuk mengetahui adanya kekurangan serta mendapatkan

keabsahan data.

12

G. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan dalam pembahasan skripsi ini dibatasi melalui

penyusunan sistematika penulisan sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN

Dalam bab ini dijelaskan tentang : latar belakang masalah, fokus

penelitian, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, penegasan

istilah, metode penelitian dan sistematika penulisan

BAB II : KAJIAN PUSTAKA

Dalam bab ini dijelaskan tentang kajian pustaka yang meliputi:

pengertian pembelajaran, teori-teori pembelajarn, ciri-ciri

pembelajaran, unsur pembelajaran, model pembelajaran,

pengertian pondok pesantren, ciri-ciri pondok pesantren, sistem

pendidikan pondok pesantren, model pembelajaran pondok

pesantren, serta pondok pesantren

BAB III : PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN

Dari fakta temuan hasil penelitian terdiri dari gambaran umum

lokasi penelitian, yang berupa letak greografis, sejarah berdirinya

pondok pesantren, visi dan misi, keadaan guru dan santri.

Kemudian tentang model pembelajaran yang ada di pondok

pesantren, faktor-faktor yang mendukung dan menghambat proses

pembelajaran, serta implikasi model pembelajaran yang

diterapkan terhadap para santri Pondok Pesantren Tarbiyyatul

Mubalighin Ds. Reksosari, Kec. Suruh, Kab. Semarang Tahun

2016.

13

BAB IV : PEMBAHASAN

Model pembelajaran di pondok pesantren Tarbiyyatul Mubalighin

Ds. Reksosari Kec. Suruh Kab. Semarang

BAB V : PENUTUP

Dalam bab ini berisikan tentang kesimpulan dan saran.

14

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Pengertian Pembelajaran

Kata pembelajaran berasal dari kata belajar yang berimbuhan awalan pe-

dan ahiran –an. Secara umum dapat diketahui bahwa pembelajaran berarti sebuah

proses belajar dan mengajar. Akan tetapi banyak ahli yang telah mendefinisikan

arti pembelajaran dengan lebih sistematis, baik dari kata pembelajaran itu sendiriri

atau secara terperinci dari kata “belajar” dan “mengajar”.untuk lebih memahamin

lebih dalam, maka penulis akan memaparkan pengertianya satu persatu.

Definisi belajar telah diungkapkan oleh banyak ahli, diantaranya dipaparkan

oleh Crombach dalam bukunya Educational Psychology, menyatakan “learning is

show by a change in behavior as result of experience” artinya “ Belajar

ditunjukan dengan adanya perubahan dalam tingkah laku sebagai hasil dari

latihan” (Suryabrata, 2007:231).

Sedangkan menurut Dictionary of Psychology yang dikutip dari Muhaimin

Syah menyebutkan bahwa bwlajar memiliki dua definisi, pertama, diartiakan “the

process of acquiring knowledge” (proses untuk memperoleh pengetahuan), kedua,

diartikan “ a relatively permanent change potentiality which occurs as a result of

reinforced practice” (suatu perubahan kemampuan beraksi yang relatif langgeng

sebagai hasil latihan yang diperkuat) (Sriyanti, 2009:22-33). Dalam bahasa lain

Tafsir (2008:60) menyebutkan bahwa belajar merupakan suatu perubahan yang

relatif permanen dalam suatu kecenderungan tingkah laku yang merupakan hasil

latihan penguatan.

15

Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa belajar adalah

suatu proses yang dapat menghasilkan suatu perubahan, yang mana proses

tersebut bisa berupa sebuah latihan atau pengalaman. Kata belajar memiliki

beberapa pengertian yang berhubungan dengan kata mengajar. Sebagaimana yang

disamapaikan oleh Nasution yang dikutip oleh Usman (2002:19) sebagai berikut:

1. Mengajar adalah menanamkan pengetahuan kepada murid.

2. Mengajar adalah menanamkan kebudayaan kepada murid.

3. Mengajar adalah aktifitas organisasi atau mengatur lingkuangan dengan murid,

sehingga terjadi proses belajar-mengajar.

Senada dengan pengertian di atas, Reflis Kosasi menjelaskan bahwa

mengajar adalah suatau usaha untuk membuat siswa belajar, yaitu usaha guru

untuk membuat perubahan kepada diri peserta didik (Usman, 2002:20-21).

Kemudian disamapaikan Usman (2002:21) bahwa mengajar adalah suatu usaha

bagaimana mengatur lingkungan dan adanya interaksi subjek didik (anak) dengan

lingkungannya sehingga terjdi kondisi belajar yang baik.

Dari sekian definisi-definisi mengajar yang telah dipaparkan, dapat

dipahami bahwa pembelajaran adalah usaha yang dilakukan oleh seseorang

terhadap peserta didik untuk menghasilkan suatu perubahan dari peserta didik dari

tidak tahu menjadi tahu dan dari perilaku buruk menjadi baikdalam satu waktu

yang dikondisikan.

Penertian tersebut sesuai dengan al-Qur’an surat al Kahfi:66 yang berbunyi

sebagai berikut:

تعه عهى أ بع ب ع لبل ن يسى م أت ت رشداه ي

16

Artinya: Musa berkata kepadanya “bolehkah aku mengikutimu mengajarkan

kepadaku (ilmu yang benar) yang telah diajarkan kepadamu (untuk menjadu)

petunjuk?” (Depag RI, 2005:412).

Dari ayat di atas, dapat diketahui bahwa mengajar adalah mengarahkan

peserta didik pada jalan kebaikan (kebenaran).

Setelah diketahui Setelah diketahui tentang definisi belajar dan mengajar

maka akan mengarah pada pengertian pembelajaran dengan jelas. Sebagaimana

telah dijelaskan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia bahwa pembelajaran

adalah proses, cara, perbuatan orang menjadikan belajar (Depdiknas, 2007:57).

Menurut Hamalik (2003:57) pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun

meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan dan prosedur

yang saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Berbeda dengan dua pengertian tersebut Abdul Fattah Jalal dengan bahasa

lain mengartikan pembelajaran dengan menggunakan Bahasa Arab yaitu ta‟lim

yang berarti proses pemberian pengetahuan, pemahaman, pengertian, tanggung

jawab, dan penanaman amanah (Nasir, 2005:47). Muhammad Rosyid Ridlo

menjelaskan ta‟lim adalah proses transmisi berbagai ilmu pengetahuan pada jiwa

individu tanpa adanya batasan dan ketentuan tertentu (Nasir, 2005:48).

Dengan dijelaskannya definisi belajar, mengajar dan pembelajaran itu

sendiri maka dapat ditarik satu kesimpulan bahwa belajar adalah usaha untuk

mendapatkan sesuatu yang ditandai dengan adanya suatu perubahan. Mengajar

adalah usaha seseorang untuk mempengaruhi orang lain agar memiliki sikap dan

pengalaman yang baru, dan pembelajaran adalah proses antara keduanyaan

(belajar dan mengajar).

17

B. Teori-teori Pembelajaran

Teori merupakan sebuah pernyataan ilmiah yang diungkapkan oleh para ahli

dan dapat dipertanggungjawabkan. Pembelajaran sebenarnya telah muncul sejak

manusia itu dilahirkan, sedangkan munculnya teori pembelajaran adalah

belakangan setelah kehidupan manusia berkembang secara mapan.

Ketika pola pikir manusia semakin maju dan berkembang, maka teori

pembelajaran juga bermunculan secara bertahab dan semakin sempurna. Akan

tetapi bukan berarti teori sebelumnya adalah salah, karena masing-masing teori

memiliki dasar dan pembuktian sendiri-sendiri.

Secara singkat di bawah ini akan diungkapkan beberapa teori pembelajaran

yang berdasarkan pada bidang psikologi yaitu:

1. Teori Kondisioning Klasik oleh Ivan Petrovich Pavlov (1849-1936)

Teori ini lebih dikenal dengan nama pencetusanya yaitu teori Pavlov.

Teori ini menyatakan bahwa sikap perilaku seseorang dapat berupa sebuah

respon dari stimulus yang ada atau dengan bahasa lain perilaku telah tumbuh

dari sebuah kebiasaan yang dengan sengaja telah dikondisikan.

2. Teori koneksionisme oleh Edward Lee Thorndike (1874-1989)

Menurut Thorndike belajar untuk mengubah sebuah perilaku tidak cukup

dengan adanya stimulus dan respon, akan tetapi Thorndike telah

menghubungkan keduanya karena dapat menghasilkan adanya hubungan saraf

(neural) yang ditunjukkan dengan adanya perubahan perilaku. Oleh karena itu

teori ini disebut dengan koneksionisme yang mengacu pada koneksi neural

antara stimulus dan respon (Sriyanti, 2009:63). Bagi Thorndike, bentuk belajar

18

yang paling mendasar adalah Trial and error atau disebut dengan selecting dan

connecting (Sriyanti, 2009:63)

Dari pernyataan tersebut di atas maka dapat dipahami bahwa teori

koneksionisme menurut Thorndike ini berarti sebuah perubahan akan

didapatkan dari sebuah penemuan dari beberapa percobaan. Karena Thorndike

memandang bahwa belajar sebagai suatu usaha memecahkan (Tafsir, 2008:29).

3. Teori Operan Condisioning oleh B. F. Skinner (1904-1990)

Teori yang diungkapkan skinner sebenarnya tidak lari dari dasar adanya

hubungan antara stimulus dan respon, hanya saja Skinner menambahi bahwa

stimulus yang menghasilkan respon positif hendaknya diberi sebuah

pengukuhan (reinforcement). Pengukuhan (reinforcement) adalah metode

peningkatan frekuensi atau kekerapan (berlangsungnya) suatu perilaku

(Sriyanti, 2009:83).

Teori-teori tersebut merupakan teori mendasar dari segi psikologi perspektif

behaviorisme (tingkah laku). Dengan dasar teori-teori tersebut ada beberapa teori

yang lebih spesifik mengarah pada proses pembelajaran disebutkan oleh Hamalik

(2003:58-64) sebagai berikut:

1. Mengajar adalah upaya menyampaikan pengetahuan kepada peserta didik di

sekolah.

2. Mengajar adalah mewariskan kebudayaan kepada generasi muda melalui

lembaga pendidikan sekolah.

3. Pembelajaran adalah upaya mengorganisasi lingkungan untuk menciptakan

kondisi belajar bagi peserta didik.

19

4. Pembelajaran adalah upaya mempersiapkan peserta didik untuk menjadi warga

masyarakat yang baik.

5. Pembelajaran adalah suatu proses membantu siswa menghadapi kehidupan

masyarakat sehari-hari.

C. Ciri-ciri Pembelajaran

Dilihat dari definisi dan teorinya, pada hakikatnya pembelajaran dapat

terjadi kapan saja dan dimana aja. Pembelajaran yang dibahas di sini adalah

pembelajaran yang berlangsung secara sistematis dan direncanakan dalam sebuah

bangku pendidikan.

Pembelajaran sebagai suatu proses belajar dan mengajar secara terperinci

dari segi belajar telah memiliki ciri-ciri tersendiri sebagaimana diungkapkan oleh

Sriyanti mengutip pendapat Baharudin dan Esa N. W yaitu:

1. Belajar ditandai adanya perubahan tingkah laku.

2. Perubahan perilaku dari hasil belajar itu relatif permanen.

3. Perubahan tingkah laku tidak harus dapat diamati pada saat berlangsungnya

proses belajar, tetapi perubahan perilaku itu bisa jadi bersifat potensial.

4. Perubahan tingkah laku itu merupakan hasil latihan atau pengamalan.

5. Pengamalan atau latihan itu dapat memberikan penguatan (Sriyanti, 2009:24).

Dari sini nampak jelas bahwa ciri-ciri orang yang telah belajar maka akan

didapatkan suatu perubahan pada dirinya. Adapun ciri-ciri pembelajaran yang

dilangsungkan dalam ruangan menurut Hamalik (2003:64-66) adalah sebagai

berikut:

1. Rencana,

2. Kesaling-ketergantungan (Interdependence),

20

3. Tujuan,

Rencana berarti adanya sebuah kesengajaan penataan terhadap semua unsur-

unsur sistem pembelajaran yang termasuk di dalamnya yaitu penataan ketenagaan,

material dan prosedur untuk mempermudah dalam melangkah pada hal-hal

yanhendak menjadi tujuan.

Kesaling ketergantungan berarti adanya saling kait antara unsur-unsur

pembelajaran yang satu dengan lainnya dengan selaras, serasi, dan sistematis. Ini

berarti pembelajaran tidak akan terjadi ketika tidak ada keterpaduan dalam unsur-

unsur pembelajaran.

Pembelajaran tidak akan berjalan dengan baik ketika tidak ditentukan atau

memiliki satu atau beberapa tujuan tertentu dalam proses pembelajaran tersebut.

Maka dengan adanya tujuan akan lebih mudah mengarah dan dapat menfokuskan

pembicaraan dalam pembahasan materinya, sehingga peserta didik akan lebih

mudah untuk menerima dan memahami.

Berbeda dengan Hamalik, Djamaroh (2006:39-42) menyebutkkan ciri-ciri

pembelajaran secara lebih terperinci sebagai berikut:

1. Belajar mengajar memiliki tujuan, yakni untuk membentuk anak didik dalam

suatu perkembangan tertentu, sehingga perhatian dipusatkan pada anak didik.

2. Prosedur yang direncanakan dan didesain secara sistematik dan relevan untuk

mencapai tujuan yang telah ditetapkan sehingga dapat tercapai tujuan yang

optimal.

21

3. Materi sesuai tujuan dengan memperhatikan komponen anak didik dan

komponen-komponen lain serta disiapkan sebelum berlangsungnya kegiatan

pembelajaran.

4. Aktivitas anak didik baik secara fisik maupun mental.

5. Guru sebagai pembimbing harus dapat memotivasi agar terjadi proses interaksi

yang kondusif.

6. Kedisiplinan dalam pelaksanaan prosedur yang telah ditetapkan.

Penyimpangan dari prosedur berarti suatu indikator pelanggaran disiplin.

7. Adanya batas waktu untuk mencapai tujuan pembelajaran.

8. Evaluasi dalam rangka untuk mengetahui tercapai tidaknya tujuan

pembelajaran.

Ciri-ciri ini sifatnya lebih melengkapi, karena ciri-ciri sebelumnya juga

telah tercakup dalam ciri-ciri yang terakhir. Dari ciri-ciri yang ada menunjukkan

bahwa pembelajaran adalah suatu pelaksanaan yang tertata secara sistematis, dan

mengarah dalam mencapai tujuan, yang mana tujuan utamanya adalah suatu

perubahan atas bimbingan dari seorang guru.

D. Unsur-unsur Pembelajaran

Unsur dapat dikatakan suatu komponen yang harus ada. Unsur pembelajaran

berarti segala sesuatu yang harus ada dalam pelaksanaan pembelajaran.

Sebenarnya unsur pembelajaran juga dapat mejadi ciri dari pembelajaran, maka isi

dari unsur pembelajaran hampir sama dengan yang disebutkan dalam ciri-ciri

pembelajaran. Secara mendasar unsur yang paling utama adalah guru, siswa dan

materi. Menurut Djamaroh (2006:41-50) yang termasuk dalam unsur-unsur

pembelajaran adalah:

22

1. Tujuan pembelajaran;

2. Bahan pelajaran (materi);

3. Kegiatan belajar mengajar;

4. Metode pembelajaran;

5. Alat dan alat bantu pembelajaran;

6. Sumber pelajaran;

7. Evaluasi.

Slamet (1991:91-92) menyebutkan unsur-unsur pembelajaran dengan

bahasa yang berbeda, bahwa dalam membuat strategi belajar mengajar mencakup

delapan unsur perencanaan tentang:

1. Komponen-komponen sistem yaitu guru/dosen, siswa/mahasiswa;

2. Jadwal Pelaksanaan;

3. Tugas-tugas belajar yang akan dipelajari dan yang telah diidentifikasikan;

4. Materi/bahan ajar, alat pelajaran dan alat bantu mengajar;

5. Masukan dan karakteristik siswa;

6. Bahan pengait;

7. Metode dan teknik;

8. Media yang digunakan.

Berbeda dengan kedua pendapat di atas menurut Hamalik (2003:67-70)

membagi unsur pembelajaran sebagai berikut:

1. Unsur dinamis pembelajaran pada diri guru

a. Motivasi membelajarkan siswa.

Yakni seorang guru harus memiliki motivasi yang kuat untuk

mendidik siswanya. Sehingga guru harus berjiwa ikhlas dan berpendidik

23

dalam rangka menjadikan peserta didiknya menjadi orang yang

berpengetahuan dan kepribadian yang baik.

b. Kondisi guru siap membelajarkan siswa.

Tidaklah cukup dengan motivasi yang tinggi untuk menjadi guru,

akan tetapi juga harus benar-benar mempersiapkan diri dengan

kemampuan dalam proses pembelajaran atau yang disebut dengan

kemampuan profesional.

2. Unsur pembelajaran konkruen dengan unsur belajar

a. Motivasi belajar menurut sikap tanggap dari pihak guru serta kemampuan

untuk mendorong motivasi dengan berbagai upaya pembelajaran.

b. Sumber-sumber yang digunakan sebagai bahan belajar diantaranya:

1) Buku Pelajaran;

2) Pribadi Guru;

3) Sumber Masyarakat.

c. Pengadaan alat-alat bantu belajar.

d. Suasana kelas (belajar) yang efektif.

e. Subjek yang belajar.

Unsur-unsur ini lebih mengarah pada hal yang bersifat umum yakni dari

segi intern (kepribadian guru) dan juga yang bersifat ekstern (abstrak: buku

materi, alat bantu, siswa). Berdasarkan pada beberapa unsur yang telah disebutkan

dapat disimpulkan secara umum unsur-unsur pembelajaran adalah:

1. Guru dan siswa atau pengajar dan yang diajar.

2. Materi yang akan diajarkan.

3. Metode pembelajaran.

24

4. Media pembelajaran.

5. Alat bantu (dapat berupa media atau bahan pengait materi).

6. Sumber pelajaran.

7. Tujuan pembelajaran.

8. Evaluasi.

Dengan terpenuhinya semua unsur pembelajaran maka niscaya proses

pembelajaran akan berjalan sesuai dengan tujuannya.

E. Model Pembelajaran

Sebagaimana yang telah dijelaskan di bab I bahwa yang dimaksud dengan

model pembelajaran adalah berbagai macam ragam proses belajar yang dilakukan

oleh seseorang.

Dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran maka seorang guru dituntut

untuk aktif dan tanggap dalam memperlakukan peserta didiknya sesuai dengan

situasi dan kondisi yang ada. Pembelajaran yang dilaksanakan baik di dalam

maupun di luar kelas pasti tetap harus direncanakan dengan matang dalam

menggunakan teknik yang akan digunakan. Adapun yang harus diperhatikan

adalah pembelajaran di dalam kelas di mana seorang guru harus mampu

menjadikan satu kesatuan (satu pandangan yang sama) dalam satu ruangan dengan

kondisi peserta didik yang berbeda-beda.

Dengan ini disebutkan model mengajar yang dapat digunakan dalam

pembelajaran kelas adalah:

1. Model pemprosesan informasi;

2. Model pribadi;

3. Model interaksi sosial;

25

4. Model perilaku (Muhtar, 2003:132-133).

Model pemprosesan informasi adalah seseorang guru harus berusaha

menjelaskan pada siswa untuk memberikan suatu tanggapan terhadap hal-hal yang

datang pada dirinya (seperti pergaulan, trand, dan lain-lain). Model pribadi adalah

mengarahkan pada siswa untuk mengekpresikan kreatifitas yang dimiliki secara

pribadi (potensi). Model interaksi sosial berarti guru mengarahkan pada siswa

untuk dapat berinteraksi dengan lingkungannya dengan sikap demokrasi, terutama

kepada teman-temannya. Model perilaku berarti siswa diarahkan kepada suatu pola

belajar yang lebih berfokus pada hal-hal yang lebih spesifik (Muhtar, 2003:133).

Dari keempat model ini pengajaran berfungsi untuk mengarahkan pada

siswa agar dapat menguasai serta bertanggung jawab atas dirinya, bersosial, dan

serius dalam belajar.

Dalam pelaksanaannya model pembelajaran dipraktekkan dengan berbagai

metode atau cara pembelajaran. Sehingga pembahasan model pembelajaran juga

seakan mengarah pada metode yang digunakan dalam pembelajaran. Telah

disebutkan secara garis besar metode mengajar di klasifikasikan menjadi 2 bagian

yaitu:

1. Metode mengajar konvensional; dan

2. Metode mengajar inkonvensional (Usman, 2002:2003).

Adapaun metode yang secara umum digunakan adalah metode mengajar

konvensional. Metode inkonvensional baru diterapkan bagi sekolah-sekolah yang

sudah modern. Contoh-contoh metode konvensional adalah metode ceramah,

26

metode diskusi, metode demonstrasi, metode drill, beserta metode-metode lain

yang sering dibahas dalam buku metodologi pembelajaran.

F. Pondok Pesantren

1. Pengertian Pondok Pesantren.

Pondok pesantren merupakan dua kata yang memiliki satu paduanmakna

yang secara umum telah diketahui bahwa pondok pesantren adalah suatu

tempat yang berupa asrama dan madrasah yang digunakan untuk mempelajari,

mengkaji, dan mendalami ilmu-ilmu agama Islam. Namun sebenarnya dua kata

tersebut memiliki arti sendiri-sendiri. Seperti yang dikemukan oleh Sodjoko

(1974:13).

Pondok diambil dari bahasa arab yaitu Funduk yang artinya ruang tidur,

wisma atau hotel sederhana. Poerwadarminto (1982:246) menjelaskan bahwa

pondok yang dipakai dalam Bahasa Indonesia lebih menekankan pada

kesederhanaan yang sinonimnya adalah kamar, gubug dan rumah kecil.

Berbeda yang diungkapkan oleh Dhofier (1982:18) lebih menspesifikkan

pengertian pondok dengan asrama para santri atau tempat tinggal yang terbuat

dari bambu.

Dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa kata pondok

yang digunakan dalam kaidah Bahasa Indonesia memiliki arti suatu tempat

yang sederhana yang digunakan untuk tempat tidur (menginap). Dalam

realitanya masyarakat secara umum mengidentikkan kata pondok terhadap kata

pesantren sehingga pondok dimengerti sebagai tempat tidurnya para santri

yang sedang menimba ilmu di pesantren.

27

Kata pesantren juga didefinisikan oleh para ahli diantaranya Arifin

(1991:240) menjelaskan pesantren adalah suatu lembaga pendidikan yang

tumbuh serta diakui oleh masyarakat sekitarnya, dengan sistem asrama dimana

para santri menerima pendidikan melalui sistem pendidikan dan madrasah yang

sepenuhnya di bawah kedaulatan dari leadership seseorang atau beberapa kyai

dengan ciri khas bersifat karismatik serta independen dalam segala hal.

Menurut Zamakhsyari Dhofier, bahwa pesantren berasal dari kata santri, yang

dengan awalan pe- di depan dan akhiran –an berarti tempat tinggal para santri

(Nasir, 2005:81). Sehingga yang memiliki arti tempat para santri yang

sebenarnya adalah kata pesantren.

Dari definisi kata pondok ataupun pesantren tersebut tidaklah jauh berbeda

tentang beberapa definisi pondok pesantren sebagaimana yang dipaparkan oleh

Nasir (2005:80) bahwa pondok pesantren adalah lembaga keagamaan yang

memberikan pendidikan dan pengajaran serta mengembangkan dan

menyebarkan ilmu agama Islam. Diperjelas dengan ungkapan Raharjdo

(1983:6) bahwa dalam pondok pesantren seorang kyai mengajar santri-santri

berdasar ulama-ulama besar sejak abad pertengahan, sedang para santri

biasanya tinggal dalam pondok atau asrama dalam pesantren tersebut. Pondok

pesantren merupakan lembaga pendidikan yang unik dan memiliki kekhasan

tersendiri dibanding dengan lembaga pendidikan lainnya. Dengan kata lain

berdasar pada definisi-definisi tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa

pondok pesantren adalah sebuah lembaga pendidikan yang ada di Indonesia

yang peserta didiknya (santri) ditempatkan dalam sebuah asrama di bawah

pengasuhan para kyai dan gurunya (ustadz) secara langsung.

28

2. Ciri-ciri pondok pesantren

Setelah dipahami apa yang dimaksud pondok pesantren, para ahli

menyebutkan ada beberapa ciri yang menjadikan kekhasannya suatu pondok

pesantren. Mukti Ali dalam Nasir (2005:83) menyebutkan ada ciri-ciri umum

dalam pondok pesantren yaitu Kyai, Santri, Masjid, dan Pondok. Ciri khusus

pondok pesantren yaitu penekanan dalam bidang pendidikan dan pengajaran

agama Islam. Hal ini hampir senada dengan pernyataan Dhofir (1986:18-43)

yang menyebutkan ciri-ciri pondok pesantren adalah: Kyai, Asrama (pondok),

dan adanya pendidik, dan pengajaran agama, kemudian ciri khususnya ditandai

dengan sifat karismatik dan suasana kehidupan keagamaan yang mendalam.

Rafiq A, dkk. (2005:3-5) menyebutkan bahwa unsur-unsur pesantren terdiri

dari:

a. Pelaku terdiri dari kyai, ustad, santri, dan pengurus,

b. Sarana perangkat keras; misalnya masjid, rumah kiai, rumah ustad,

pondok, gedung sekolah, dll.

c. Sarana perangkat lunak: kurikulum, buku-buku dan sumber belajar

lainnya, cara belajar mengajar (bandongan, sorogan, halaqoh,

menghafal), dan evaluasi.

Di sini akan dipaparkan penjelasan ciri-ciri pondok pesantren secara

umum, yang merupakan unsur-unsur pondok pesantren:

a. Kyai.

Dalam pandangan masyarakat secara umum, kyai adalah seorang

pemuka agama Islam, alim ulama dan menjadi panutan masyarakat.

29

Dalam literatur bahasa jawa, kata kyai memiliki banyak pengertian

(Depag RI, 2005:11) yaitu sebagai berikut:

1) Sebagai gelar kehormatan bagi barang-barang yang dianggap

keramat, misalnya “Kyai Garuda Kencana” digunakan sebuah kereta

emas yang ada di keraton Yogyakarta.

2) Gelar kehormatan untuk orang-orang tua umumnya.

3) Gelar yang diberikan oleh masyarakat kepada seorang ahli dalam

bidang agama Islam yang memiliki atau memimpin pesantren dan

mengajar kitab-kitab Islam klasik kepada para santri. Selain gelar

kyai, ia juga disebut seorang alim (orang yang dalam pengetahuan

keislamannya).

Dalam keterangan lain disebutkan bahwa seseorang disebut dengan kyai

karena beberapa faktor sebagaimana yang ditulis oleh Steenbrink (1974:109)

mengutip pendapat H. Aboebakar Atjeh yaitu:

1) Pengetahuannya;

2) Kesalehannya;

3) Keturunannya; dan

4) Jumlah muridnya.

Dalam pondok pesantren, kyai adalah pengasuh, pemimpin serta

merupakan unsur yang paling esensial yang menentukan pertumbuhan dan

pekembangan pesantren tersebut. Para santri berpandangan bahwa kyai

merupakan figur utama dan sebagai orang yang paling dihormati dan

disegani. Bahkan secara umum masyarakat menaruh harapan paling utama

untuk menyelesaikan problema keagamaan praktis sesuai dengan kapasitas

30

intelektual yang dimiliki. Sehingga masyarakat sangat mempercayai sebagai

tempat untuk meminta nasihat, dan berkonsultasi. Selain itu anggapan

masyarakat selalu menilai bahwa seorang kyai adalah memiliki sikap rendah

hati, menghormati semua orang tanpa melihat strata sosial, ekonomi,

maupun pendidikan, prihatin, mengabdikan diri kepada Allah, serta tiada

henti memimpin kegiatan keagamaan, misalnya: shalat, khutbah, upacara

perkawinan, kematian dan lain-lain (Depag RI,2005:13).

Dengan ini dapat diketahui bahwa dalam dunia pesantren kyai

merupakan tokoh utama yang menjadi teladan bagi para santrinya. Serta

segala peraturan dan kebijakan dalam sebuah pondok pesantren merupakan

otoritas seorang kyai sehingga dalam segala sesuatunya harus mendapatkan

ijin (ridlo) dari kyai. Oleh karena itu kyai yang merupakan orang yang

nomor satu selalu dihormati dan disegani oleh semua santri dan orang-orang

di lingkungan sekitarnya atas kewibawaannya kearifan dan ke’alimannya.

Sifat-sifat yang luhur serta otoritas yang dimiliki kyai menumbuhkan

karisma yang besar di mata masyarakat secara umum. Karisma seorang kyai

dapat diartikan seorang kyai memiliki pengaruh kuat terhadap

lingkungannya (sebagaimana dalam pesantren). Hal ini disebabkan seorang

kyai memiliki sikap dan sifat yang merupakan ciri-ciri yang menunjukkan

bahwa seseorang dapat dikatakan memiliki sebuah karisma apabila memiliki

ciri-ciri sebagaimana disebutkan oleh Isnaeni (2007:17) mengutip pendapat

Muhammad Sulaiman yaitu:

31

1) Keyakinan yang tinggi;

2) Mempunyai wawasan yang ideal;

3) Bersikap fleksibel kepada pengikut;

4) Peka terhadap lingkungan;

5) Pemimpin yang karismatik dianggap sebagai agen perubahan yang

radikal; dan

6) Rela mengambil resiko dan berkorban untuk mencapai wawasan.

Hal-hal tersebut memang sangat nampak pada diri seorang kyai

sehingga kyai memiliki tingkat pengaruh dan kepercayaan yang sangat

besar.

b. Santri

Peserta didik yang ada di pondok pesantren dinamakan dengan

santri. Atau ada juga yang menyebutkan bahwa santri adalah orang yang

berlajar dengan kyai, bahkan ada asumsi yang mengatakan bahwa

seseorang dapat dikatakan sebagai kyai ketika memiliki santri. Ada

beberapa pengertian seperti yang diungkapkan oleh Dhofier (1990:18)

yang mengutip pendapat Professor Johns dalam “Islam in South Asia”,

santri berasal dari bahasa Tamil, yang berarti guru ngaji. Dhofier juga

mengutip pendapat C. C. Berg bahwa istilah santri berasal dari kata

shastri yang dalam bahasa India berarti orang yang tahu buku-buku suci

agama Hindu.

Beberapa ahli menyebutkan bahwa kata shastri itu sendiri berasal

dari kata shastra yang berarti buku-buku suci, buku-buku agama atau

buku-buku tentang ilmu pengetahuan (Dhofier, 1990:18).

32

Memperhatikan dua pengertian tersebut seakan-akan pengertian

santri adalah sebagai seorang kyai (mengambil dari pengertian

sebelumnya) yaitu orang yang mengajar dan berpengetahuan.

Sebenarnya hal ini tidak menjadikan permasalahan karena dapat

dimengerti juga bahwa seorang santri yang belajar di pondok pesantren

akhirnya akan memiliki banyak pengetahuan tentang agama kemudian

menjadi kepercayaan dari masyarakat untuk memberikan (mengajarkan)

ilmunya kepada mereka setelah santri tersebut kembali terjun ke dalam

masyarakatnya. Hal ini sesuai dengan yang dijelaskan oleh A. Mukti Ali

yang menyatakan bahwa pondok pesantren adalah tempat menseleksi

calon-calon ulama dan kyai (Nasir, 2005:183) yang mana selama calon-

calon tersebut masih belajar di pondok pesantren dinamakan dengan

santri. Dan dijelaskan juga oleh Mukti Ali bahwa santri adalah orang

yang belajar pada kyai (Nasir, 2005:83).

Dalam dunia pesantren oleh Yasmadi (2002:62) menyebutkan

bahwa santri dibedakan menjadi dua macam yaitu santri mukim dan

santri kalong. Santri Mukim adalah santri yang berasal dari daerah jauh

dan menetap dalam pondok pesantren, dan Santri Kalong adalah santri

yang berasal dari daerah-daerah sekitar pesantren, mereka bolak-balik

(nglajo) dari rumah masing-masing. Tradisi yang ada di pesantren Santri

Mukim yang paling lama tinggal di pesantren tersebut biasanya

merupakan satu kelompok tersendiri yang memegang tanggung jawab

mengurusi kepentingan pesantren sehari-hari, mereka juga memikul

tanggung jawab mengajar santri-santri muda tentang kitab-kitab dasar

33

dan menengah (Depag RI, 2005:11). Santri mukim yang lebih lama

biasanya juga dapat berpengaruh pada perkembangan pesantren tersebut,

yang bergantung pada kompetensi yang dimiliki, tanpa melupakan peran

esensialnya kyai dari pondok pesantren. Karena ketika mereka mengurus

dan bertanggug jawab dengan baik pastilah menghasilkan generasi yang

baik pula.

Berdasar pada penjelasan tersebut di atas dapat dipahami bahwa

santri yang merupakan sebutan pagi peserta didik yang ada di pondok

pesantren menjadi satu ciri khas yang berpengaruh besar terhadap

kemajuan, perkembangan serta eksistensimya sebuah pesantren.

c. Masjid

Masjid merupakan unsur pokok dalam pesantren yang memiliki

peran penting demi terlaksananya pembinaan agama yang diberikan

karena masjid telah dianggap sebagai tempat utama untuk mendidik

santri terutama dalam praktek keagamaan (Shalat Lima waktu, Khutbah,

Shalat Jum’at) serta pengajaran kitab–kitab (Kitab Kuning). Oleh karena

itu Masjid dapat diartikan sebagai tempat mendidik dan melatih para

santri terutama dalam mengajarkan tata cara beribadah, pengajaran kitab-

kitab Islam klasik dan kegiatan masyarakat lainnya (Ensiklopedia Islam,

1994:103). Dalam kegiatan histori didapatkan bahwa Nabi Muhammad

SAW, dalam mengajarkan segala hal (pendidikan) terlebih masalah

keagamaan selalu bertempat di masjid yang didirikan oleh Nabi

Muhammad SAW, di Madinah yaitu masjid Al-Qubba. Seperti yang

dijelaskan oleh Dhofier (1982:49) bahwa masjid bukan hanya sekedar

34

sarana peribadatan, lebih dari itu masjid menjadi pusat segenap aktivitas

Rasul dalam berinteraksi dengan umat, dan juga dapat dikatakan sebagai

tempat pertemuan, pusat pendidikan, aktifivas administrasi dan kultural.

Dari sini dapat dirasakan adanya kesinambungan dalam sejarah

sehingga didapatkan bahwa “kedudukan masjid sebagai pusat pendidikan

merupakan manifestasi Universalisme dari sistem pendidikan Islam

tradisional” (Depag RI, 2005:8).

d. Asrama (pondok)

Telah dipahami bahwa pondok pesantren adalah asrama dan

madrasah yang digunakan untuk mendalami agama Islam. Dari sini telah

jelas bahwa dapat dikatakan sebagai pondok pesantren adalah ketika

memiliki asrama (pondok) yang merupakan tempat tinggal para santri,

yang berada dalam lingkungan pesantren dimana kyai bertempat tinggal.

Biasanya asrama (pondok) ini bersifat tertutup, sehingga “komplek

pesantren biasanya dikelilingi dengan tembok untuk mengawasi keluar

dan masuknya para santri sesuai dengan peraturan yang berlaku” (Depag

RI, 2005:7).

Peran asrama dalam pondok pesantren merupakan ciri khas dari

tradisi pesantren, yang membedakan dengan lembaga pendidikanyang

lain. Pada masa dahulu ketika seorang kyai hendak mendirikan pondok

pesantren dalam arti menerima santri sebagai muridnya, maka kyai

tersebut sudah mempersiapkan tempat dengan membuat pondok

sederhana, atau bahkan meyisihkan dari tempat tinggalnya.

35

Selain itu dalam masa pondok pesantren mengalami perkembangan

banyak para dermawan yang memberikan perhatian dengan memberikan

sumbangan harta bendanya untuk membangun pondok pesantren, atau

bahkan ada yang mewakafkan sebagian tanahnya untuk didirikan pondok

pesantren. Walaupun demikian, para kyai masih tetap memiliki

kekuasaan mutlak atas pengurusan komplek pesantren tersebut. Hal itu

disebabkan karena para penyumbang sendiri beranggapan bahwa para

kyai berhak memperoleh dana dari masyarakat. (Depag RI, 2005:8)

36

BAB III

PENGUMPULAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN

A. Gambaran Umum Pondok Pesantren Tarbiyyatul Mubalighin Desa

Reksosari Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang

1. Sejarah Singkat Berdirinya Pondok Pesantren Tarbiyytul Mubalighin Ds.

Reksosari, Kec. Suruh, Kab. Semarang

Pondok Pesantren Tarbiyyatul Mubalighin Reksosari, Suruh,

Semarang telah berdiri sejak tahun 1973 M. Pondok pesantren yang

berdiri di pinggiran Kabupaten Semarang ini, beralamat di Jl. Karanggede

no. 20, Reksosari, Suruh, Semarang, Jawa Tengah. Luas banguanan 2.882

M², yang dibangun di atas tanah seluas 5.113 M².

Pondok Pesantren Tarbiyyatul Mubalighin Reksosari, Suruh,

Semarang adalah salah satu lembaga pendidikan Islam yang di kelilingi

oleh beberapa lembaga sekolah formal. Lembaga-lembaga pendidikan itu

diantranya:

a. SD N Reksosari

b. Madrasah Diniyah Darul Ulum Suruh

c. MTs Darul Ulum Suruh

d. SMP NU Suruh

e. MAN 1 Semarang

37

Pengasuh

K. Bahrurozi

Attaufiqi

Ketua Umum

Alfi Qonita Badi’ati

Ketua

*Ahmad Marzuki

*M. Ali Mahmud

Sei. Keamanan

*M. Khorul Ma’ruf

*Mar’atus Saadah

Sekretaris

*Eli kurniawan

*Davis Nafiah

Bendahara

*Siti Faridhotul

*Wahyu N. Hidayah

Sei. Pendidikan

*Rifqi al Mufida

*Mita Hanida

Sei. SAPRAS

*Ilham Rusdiyanto

*Mega Intan Sari

Sei. Kebersihan

*Alwi Ma’ruf

*Riva Sofiatun

Sei. PHBI

*Maysaroh

*Indah Suryaningsih

Sei. Kesehatan

*Bety Ayu Suryani

2. Susunan Kepengurusan Pondok Pesantren Tarbiyyatul Mubalighin Tahun

2016

STRUKUR ORGANISASI PONDOK PESANTREN TARBIYATUL

MUBALIGHIN MASA BAKTI 2015/16

PENGASUH : K.Bahrurozi Attaufiqi

KETUA UMUM : Alfi Qonita Badi’ati

KETUA : 1. Ahmad Marzuki

2. M.Ali Mahmud

38

SEKERTARIS : 1. Eli kurniawan

2. Davis Nafiah

BENDAHARA : 1. Siti Faridlotul Masfufah

2. Wahyu Nur Hidayah

SIE.KEAMANAN : 1. M.Khoirul Ma’ruf

2. Miratus Saadah

SIE.PENDIDIKAN : 1. Rifki Al Mufida

2. Mita Hanida

SIE.KEBERSIHAN : 1. Alwi Ma’ruf

2. Riva Shofiatun

SIE.PHBI : 1. Maysaroh

2. Indah Suryaningsih

SIE.SAPRAS : 1.Ilham Rusdiyanto

2. Mega Intan Sari

SIE.KESEHATAN : Bety Ayu Suryani

3. Kurikulum Pendidikan Pondok Pesantren Tarbiyyatul Mubalighin

Kurikulum pendidikan yang diterapkan di Pondok Pesantren

Tarbiyyatul Mubalighin Reksosari, Suruh, Semarang masih terbilang

39

sederhana, sebagaimana kurikulum-kurikulum yang berkembang di kalangan

pesantren tradisional. Kurikulum yang diajarkan di pesantren sebagai berikut:

1. Al Qur’an

2. Ilmu Hadits

3. Ilmu Fiqih

4. Ilmu Waris

5. Amtsilati

6. Istighosah dan Mujahadah

7. Al Barzanji

8. Khithobah

9. Bahasa Arab

10. Bahasa Inggris

4. Visi dan Misi Pondok Pesantren Tarbiyytul Mubalighin Reksosari, Suruh,

Semarang

Pondok Pesantren Tarbiyyatul Mubalighin Reksosari, Suruh, Semarang

memiliki visi sebagai berikut:

Pondok Pesantren Tarbiyyatul Mubalighin Reksosari, Suruh, Semarang

sebagai pusat pendidikan yang dapat mempersiapkan sumber daya manusia

dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi, serta iman dan taqwa.

Sedangkan misi Pondok Pesantren Tarbiyyatul Mubalighin Reksosari,

Suruh, Semarang sebagai berikut:

1. Pengembangan akademi dengan pelaksanaan kurikulum dan

mengembangkan kurikulum sekolah nasional yang sesuai.

40

2. Mengembangkan jiwa kepemimpinan dan kesalehan melalui berbagai

kegiatan santri yang terdapat dalam kurikulum serta kegiatan keagamaan

lainya.

3. Mengembangkan kepribadian yang mulia melaluli akhlaq.

5. Tujuan Pesantren Tarbiyyatul Mubalighin Reksosari, Suruh, Semarang

1. Mengumpulkan pesertadidik yang berbakat .

2. Menempatkan Pesantren Tarbiyyatul Mubalighin Reksosari, Suruh,

Semarang sebagai lembaga pendidikan yang unggul dan independen.

3. Menjadikan pesertada didik berhasil.

4. Menjadikan peserta didik terampil dalam berbahasa Arab.

6. Keadaan Santri

Jumlah santri di pondok pesantren Tarbiyyatul Mubalighin Reksosari,

Suruh, Semarang tahun 2016 sebanyak 105 santri yang terbagi dalam lima

kelas, yaitu kelas I, II, III, IV, dan V yang terprinci sebagai tabel berikut:

Tabel No. 1.1

Perincian Santri Pondok Pesantren Tarbiyyatul Mubalighin Ds.

Reksosari, Kec. Suruh, Kab. Semarang Tahun 2016

No. Kelas Santri Laki-laki Santri

Perempuan Jumlah

1. I 8 51 32

2. II 8 53 32

3. III 1 51 51

4. IV 52 55 32

5. V 9 52 31

Jumlah 04 56 546

41

7. Keadaan Guru/ Ustadz

Jumlah guru/ Ustadz di pondok pesantren Tarbiyyatul Mubalighin

Reksosari, Suruh, Semarang, sebagaimana terpapar dalam tabel berikut:

Tabel No. 1.2

Pengajar Pondok Pesantren Tarbiyyatul Mubalighin Ds. Reksosari,

Kec. Suruh, Kab. Semarang Tahun 2016

No. Nama Pelajaran

1. Bahrurozi Tafsir al Qur’an

Lughotul Arobiyah

2. Lilik Jamilatun Qiro’atul Qur’an

Bulughul Marom

Akhlaqul Banaat

Mabadi Fiqih

3. Muhammad Ainur Rofiq Fatkhul Qorib

Lughotul Arobiyah

Amtsilati

4. Afidz Niama Qiro’atul Qur’an

Amtsilati

5. Alfi Qonita Lughotul Arobiyah

Amtsilati

Mabadi Fiqih

6. Khosi’in Shohih Buhori

7. Wahyu Nur HIdayah Lughotul Arobiyah

Amtsilati

Mabadi Fiqih

8. Fatahatul Istiqomah Amtsilati

42

8. Kegiatan Pembelajaran di Pondok Pesantren Tarbiyyatul Mubalighin

Reksosari Suruh Semarang Tahun 2016

Kegiatan pembelajaran di Pondok Pesantren Tarbiyatul Mubalighin

Reksosari Suruh Semarang pada tahun 2016 telah terjadwal dengan rapi

sebagai mana dalam tabel di bawah ini:

Tabel No. 1.3

Jadwal Mengaji Pondok Pesantren Tarbiyatul Mubaligin

Tahun 2016

Hari/Waktu Shubuh Asar Maghrib Isya

Senin Al-Qur’an Tafsir / Bulughul Amtsilati Belajar

Selasa Al-Qur’an Akhlaqul Banat/

Ziarah Putri

Amtsilati Setoran

Rabu Al-Qur’an Tafsir / Bulughul Amtsilati Khithobah

Kamis Al-Qur’an Akhlaqul Banat /

Ziarah Putra

Istighotsah Dziba’

Jum’at Tadarus Bahasa Inggris Amtsilati Imlak /

Pegon

Sabtu Al-Qur’an Syifaul Jinan/

Fatkhul Qorib

Lughoh

/Lalaran

Rebana

Ahad - - Ubudiyah /

Mabadi

fiqih

Setoran

43

Tadarus : Surat Yaaasiin, Waqi’ah dan al- Mulk

Hari senin : Tafsir => Santri Qodim (Lama)

Bulughul => Santri Jadid (Baru)

Hari Rabu : Tafsir => Santri Jadid (Baru)

Bulughul => Santri Qodim (Lama)

Bahasa Inggris : Kelas A => kelas 1-2 SMP, Mts

Kelas B => kelas 1-2 SMK, MAN

Kelas C => kelas 3 SMP, Mts, SMK, MAN

Syifaul Jinan : Santri Putra => Bapak

Santri Putri => Ibu

9. Peraturan Pondok Pesantren

Peraturan yang ada di pondok pesantren Tarbiyyatul Mubalighin

Reksosari, Suruh, Semarang terdiri dari 10 butir poin peraturan yang akan

penulis paparkan di bawah ini:

1. Tawadhu‟ kepada Masyayih, guru, dan Masyarakat.

2. Mematuhi Masyayih, guru, dan masyarakat.

3. Menjaga nama baik pondok pesantren.

4. Wajib mengikuti semua kegiatan pondok pesantren.

5. Menjaga ketertiban pondok pesantren.

6. Wajib izin pengurus pondok pesantren bila meninggalkan pesantren.

7. Dilarang membawa alat elektronik tanpa izin pengurus pesantren.

44

8. Dilarang menggunakan orang lain tanpa seizin pemiliknya.

9. Dilarang pacaran.

10. Dilarang membawa minuman keras.

B. Temuan Penelitian

1. Model Pembelajaran di Pondok Pesantren Tarbiyatul Mubalighin

Reksosari, Suruh, Semarang

a. Model Pembelajaran Sorogan

Model pembelajaran sorogan adalah peserta didik atau santri

berbaris satu persatu untuk mendapatkan pelajaran dari guru, santri

membaca pelajaran, sedangkan guru mendengarkan. Apabila terjadi

kesalahan saat peserta didik membaca, maka seorang guru akan

membenarkan.

Model sorogan di pondok pesantren Tarbiyatul Mubalighin hanya

berlaku untuk pelajaran al qur’an saja. Sebagaimana dijelaskan oleh

masyayih, Bapak Bahrurrozi sebagai berikut:

“Model sorogan yatu santri maju membaca pelajaran, sedangkan

guru mendengarkan. Model sorogan di pondok ini untuk saat ini baru

digunakan untuk pelajaran al Qur‟an”.

Metode pembelajaran sorogan yang diterapkan untuk mengaji Al-

Qur’an dilaksanakan setiap hari ba‟da (setelah) shalat „asar. Ketika

pembelajaran itu dilaksanakan semua santri yang sudah berbaris di

depan kyai tidak boleh keluar masuk secara bebas kecuali yang telah

selesai mengaji. Dan bagi santri yang datang paling awal berarti santri

tersebut mendapatka giliran yang pertama dan begitu pula untuk yang

selanjutnya.

45

Dari sini dapat disimpulkan bahwa metode sorogan adalah proses

pembelajaran secara langsung yang bersifat individual yang

ditekankan pada keberhasilan santri serta mengajarkan untuk

membudayakan antri dan sopan santun.

b. Model Bandongan

Model bandongan adalah metode pembelajaran ala pesanteren

klasik yang hampir menyerupai halaqoh. Akan tetapi di pondok

pesantren Tarbiyaytul Mubalighin, sebagaimana dalam pengamatan

penulis bahwa metode pembelajaran bandongan sebagai berikut:

“Pelaksanaan metode bandongan adalah dengan cara ustadz

membaca kitab, kemudian santri menyimak serta memaknai

(menuliskan arti), sesuai yang dibaca ustadz. Kadang-kadang ustadz

menjelaskan hal-hal yang sekiranya muskil (sulit dipahami).”

Dari penjelasan tersebut dapat dipahami bahwa metode

bandongan adalah pembelajaran yang bersifat searah yang mana santri

hanya berposisi sebagai objek pembelajaran.

Model pembelajaran bandongan di pondok pesantren Tarbiyyatul

mubalighin Reksosari, Suruh, Semarang digunakan dalam pembelajaran

kitab-kitab kuning sebagaimana Bapak Bahrurrozi mengatakan:

“Model pembelajaran bisa digunakan untuk pembelajaran kitab

kuning, seperti kitab tafsir, mabadi fiqih, dan kitab-kitab lain.”

c. Model Khitobah

Di pondok pesantren Tarbiyyatul Mubalighin Reksosari, Suruh,

Semarang, terdapat model pembelajaran Khitobah. Kata “Khitobah”

adalah bentuk kata bahasa Arab yang artinya berpidato atau berbicara.

46

Model khitobah di pondok pesantren Tarbiyatul Mubalighin

Reksosari, Suruh, Semarang adalah model pembelajaran yang

dilakukan bersama-sama oleh semua santri. Dalam pembelajaran

khitobah banyak materi-materi pembelajaran yang dipelajari misalnya,

membaca tahlil, membaca al barzanji, seni berpidato dan lain-lain.

Sebagaimana dalam pengamatan penulis sebagai berikut:

“Khitobah dilakukan bersama-sama oleh semua santri di aula

pondok pesantren. Kemudian, terdapat satu kelompok yang telah

dibentuk oleh pengurus pondok pesantren untuk menjadi pemimpin

khitobah. Dalam kelompok tersebut dibagi untuk menjadi pemimpin

khitobah sebagai pembawa acara, pembaca al Qur’an, pembaca tahlil,

pembaca sholawat, sambutan-sambutan, sebagai narasumber, dan

pembaca do’a. Khitobah dilakukan satu kali dalam seminggu, yaitu

pada malam Rabu.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa metode khitobah

adalah model pembelajaran yang dilakukan secara bersama-sama untuk

melatih kecerdasan peserta didik atau santri baik kecerdasan mental

maupun sepiritual.

d. Model Ta’zir

Model ini secara umum telah diterapakan di seluruh Pondok

Pesantren yaitu memberi hukuman atau sanksi dari pelanggaran-

pelanggaran tata tertib yang dilakukan oleh santri.

Model ini bertujuan untuk menanamkan jiwa disiplin bagi para

santri serta memberikan pelajaran sebagai bekal untuk hidup

bermasyarakat yang memiliki norma dan aturan yang harus ditaati.

47

e. Medel Lalaran

Model pembelajaran lalaran adalah bentuk model pembelajaran

yang dilakukan peserta didik untuk mengulang (membaca kembali)

pelajaran agar mudah dalam menghafalkan pelajaran.

Dalam observasi penulis, model pembelajaran lalaran dapat

didiskripsikan sebagai berikut:

“Para santri berkumpul dalam majlis sesuai dengan tingkatan,

kemudian mereka membaca bersama-sama dengan nada yang

dilagukan. Lalaran ini, digunakan untuk membaca nadhom atau sya’ir

amsilati.”

Dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran lalaran ialah

model pembelajaran untuk memudahkan dalam mengingat dan

menghafalkan pelajaran.

2. Faktor Pendukung dan Penghambat Porses Pembelajaran di Pondok

Pesantren Tarbiyatul Mubalighin Reksosari, Suruh, Semarang

Faktor penghambat dan pendukung proses pembelajaran di pondok

pesantren Tarbiyatul Mubalighin Reksosari, Suruh, Semarang hanya

bersifat teknis.

Faktor pendukung dalam mencapai keberhasilan proses

pembelajaran adalah adanya tenaga guru yang mumpuni yang dihasilkan

dari para lulusan pondok pesantren Tarbiyatul Mubalighin Reksosari,

Suruh, Semarang yang mau mengabdi untuk menjadi pengajar dipondok

pesantren. Sebagaimana yang disampaikan oleh Bapak Bahrurozi sebagai

berikut:

“Faktor pendukung dalam proses pembelajaran yaitu adanya alumni

yang mau membantu mengajar di sini (pondok pesantren Tarbiyatul

Mubalighin).”

48

Sedangkan faktor penghambat proses pembelajaran adalah ketika

kekurangan tenaga pengajar. Sebagaimana yang disampaikan Bapak

Bahrurozi sebagai berikut:

“Faktor penghambat dalam proses pembelajaran, semisal ketika saya

(Bapak Bahrurozi) tidak enak badan, sehingga ketika itu saya (Bapak

Bahrurozi) tidak bisa mengajar, otomatis tenaga pengajar menjadi kurang.”

Dengan demikia, dapat disipulkan bahawa faktor pendukung dan

penghambat proses pembelajaran di pondok pesantren Tarbiyatul

Mubalighin Reksosari, Suruh, Semarang adalah ketersediaan guru dan

kekurangan guru. Apabila kesemuanya itu telah terpenuhi, maka proses

pembelajaran akan berjalan optimal.

3. Implikasi Model Pembelajaran yang Diterapkan di Pondok Pesantren

Tarbiyatul Mubalighin Reksosari, Suruh, Semarang

Implikasi model pembelajaran yang diterapkan di pondok pesantren

tarbiyatul Mubalighin Reksosari, Suruh, Semarang sebagaimana yang

disampakan Bapak Bahrurozi sebagai berikut:

”Implikasi model pembelajaran adalah anak bisa merasa

diperhatikan, dengan demikian anak dapat taat peraturan, semisal anak

disuruh untuk sopan satun dan dilain waktu anak tidak berlaku sopan maka

aturan yang ada harus ditegakkan. Selain itu juga agar anak dapat

melaksanakan ajaran Agama dengan baik termasuk dalam sosial

keagamaan, semisal memperbaiki solat itu termasuk sosial keagamaan.”

Dari urian diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa model

pembelajaran yang diterapkan di pondok pesantren Tarbiyatul Mubalighin

Reksosari, Suruh, Semarang secara keseluruhan terdapat tiga implikasi,

yaitu:

49

a. Anak merasa diperhatikan.

b. Anak bisa mentaati tata tertip pondok pesantren.

c. Anak dapat menjalankan ajaran Agama dengan baik.

50

BAB IV

PEMBAHASAN dan ANALISIS DATA

A. Model Pembelajaran di Pondok Pesantren Tarbiyyatul Mubalighin Ds.

Reksosari Kec. Suruh Kab. Semarang

Model pembelajaran yang ada di pondok pesantren Tarbiyatul Mubalighin

Reksosari Suruh Semarang Tahun 2016 antara lain:

1. Model Pembelajaran Sorogan

Model pembelajaran ini digunakan mempelajari al Qur’an dinilai sangat

efektif karena dapat memberikan hasil yang sempurna bagi santri agar

dapat membaca al Qur’an dengan lancar dan tartil, serta santri dapat

mengetahui secara langsung benar dan salah saat membaca al Qur’an.

Dilihat dari proses pelaksanaanya, terdapat proses pendidikan yang

sangat baik yaitu mendidik santri agar senatiasa bersikap hormat dan

tawadhu‟ terhadap guru secara langsung. Selain itu, dengan cara mengantri

untuk mendapatkan jatah sorogan, para santri dapat mendapatkan

pendidikan agar membudayakan dan bersikap disiplin.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran ini

bersifat langsung secara individu.

2. Model Pembelajaran Bandongan

Model pembelajaran bandongan adalah model pembelajaran yang

bersifat satu arah, karena santri hanya berposisi sebagai penyimak dan

pendengar, dan tidak ada komunikasi yang aktif antara santri dengan

ustadznya. Moedel pembelajaran ini, digunakan untuk mempelajari kitab-

51

kitab berikut Tafsir al Qur’an, Bulughul marom, Fatkhul Qorib, dan Mabadi

Fiqih.

3. Model Pembelajaran Khitobah

Model pembelajaran khitobah adalah sebuah model pembelajaran

yang dilakukan bersama-sama dalam arti santri atau peserta didik menjadi

subjek sekaligus objek pembelajaran. Model pembelajran ini dikemas

semacam upacara seremonial. Misalnya, dalam upacara peringatan isro‟

mi‟roj, dalam kegiatan tersebut terdapat santri yang mendapatkan tugas

sebagai pembawa acara, pembaca al Qur’an, pembaca sholawat,

menyampaikan sambutan, pemateri, dan pembaca do’a.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa model pembeljaran

khitobah adalah model pembelajaran yang digunakan untuk mempelajari

beberapa materi pelajaran seperti contoh, seni membawakan acara, seni

pidato, seni membaca al qur’an dan lain sebagainya.

4. Model Pembelajaran Ta‟zir

Model ini sebenarnya bukanlah model yang asing karena tidak hanya

lembaga pendidikan pondok pesantren yang menerapkannya, akan tetapi

dalam teori pembelajaran umum disebutkan bahwa dalam sebuah proses

pembelajaran dibutuhkan adanya suatu punishment (hukuman) untuk

merubah perilaku seorang anak.

Misalnya, terdapat santri yang membolos mengaji satu hari penuh,

maka santri itu akan di-ita‟zir membaca al Qur‟an dua Jusz. Dalam model

pembelajaran ini, tingkat hukuman yang diberikan bergantung pada besar-

kecil kesalahan yang dilakukan oleh santri.

52

Model pembelajaran ta‟zir yang diterapkan di pondok pesantren

Tarbiyatul Mubalighin Reksosari Suruh Semarang, telah membawa dampak

baik yaitu bentuk kedisplinan santri akan tata tertib yang ada di pondok

pesantren.

Dengan demikian penulis dapat menyimpulkan bahwa model

pembelajaran ta‟zir adalah model pembelajaran untuk menyadarkan dan

meningkatkan kedisiplinan santri atau peserta didik. Selain itu, hukuman

yang diterapkan juga mengandung pendidikan.

5. Model Pembelajaran Lalaran

Model pembelajaran lalaran merupakan model pembelajaran yang

sangat efektif digunakan untuk menghafalakan mata pelajaran, model

pembelajran yang dikemas dengan cara menarik yaitu melagukan mata

pelajaran dengan lagu-lagu, sehingga para santri tidak mudah bosan untuk

menghafalkan mata pelajaran.

Model pembelajaran ini diterapakan dalam pelajaran amsilati, yaitu

untuk menghafalkan nadhom-nadhom yang terdapat dalam kitab amsilati.

B. Faktor Pendukung dan Penghambat Porses Pembelajaran di Pondok

Pesantren Tarbiyatul Mubalighin Reksosari, Suruh, Semarang

Faktor pendukung dan penghambat proses pembelajaran di pondok

pesantren Tarbiyatul Mubalighin Reksosari, Suruh, Semarang hanyalah pada

tenaga pengajar. Sebagaimana wawan cara dengan pengasuh pondok pesantren

yang merasa terbantu denagan adanya alumni yang masih mau meluangkan

waktu untuk mengajar di pndok pesantren. Akan tetapi jika terdapat salah satu

53

guru yang berhalangan mengajar seperti yang dijelaskan oleh pengasuh maka

kegiatan pembelajaran akan terganggu.

Dengan demikian, perlu kiranya Pondok Pesantren Tarbiyatul

Mubalighin Desa Reksosari Kecamatan Suruh Kabupatan Semarang untuk

memperhatikan hal itu terlebih dalam masalah tenaga pengajar agar kegiatan

pembelajaran dapat diselenggarakan dengan optimal.

C. Faktor Pendukung dan Penghambat Porses Pembelajaran di Pondok

Pesantren Tarbiyatul Mubalighin Reksosari, Suruh, Semarang

Implikasi model pembelajaran yang diterapkan di Pondok Pesantren

Tarbiyatul Mubalighin Desa Reksosari, Kecamatan Suruh, Kabupaten

Semarang sebagaimana jelaskan oleh pengasuh, terdapat tiga implikasi yaitu;

1. Santri merasa diperhatikan.

Perhatian guru terhadap murid memang dibutuhkan agar anak merasa

mendapatkan kasih sayang serta mendapatkan apresiasi dari guru, sehingga

anak akan termotivasi dalam pembelajaran.

2. Santri bisa mentaati tata tertip pondok pesantren.

Mentaati tata tertib merupakan pembelajaran dalam melatih

kedisiplinan. Hal pokok dalam meraih kesuksesan dalam kehidupan salah

satunya adalah kedisplinan.

3. Santri dapat menjalankan ajaran Agama dengan baik.

Inti pokok dalam pembelajaran pesantren adalah agama. Menjalankan

agama dengan baik dan benar merupakan visi dan misi utama dalam

pendidikan pesantren. Oleh karena itu, menjalankan agama denag baik dan

benar merupakan kunci sukses hidup di dunia dan ahirat.

54

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari serangkaian pembahasan di atas, penulis dapat memperoleh

kesimpulkan sebagai berikut:

1. Model pembelajaran yang diterapkan di pondok pesantren Tarbiyatul

Mubalighin Reksosari Suruh Kab. Semarang sebagaimana dalam tabel

dibawah ini:

No. Model pembelajaran

sosial keagamaan Keterangan

1. Model pembelajaran

sorogan

Santri berbaris satu persatu untuk

mendapatkan pelajaran dari guru, santri

membaca pelajaran, sedangkan guru

mendengarkan.

2. Model pembelajaran

bandongan

Ustadz membaca kitab, kemudian santri

menyimak serta memaknai (menuliskan

arti), sesuai yang dibaca ustadz.

3. Model pembelajaran

khitobah

Model pembelajaran khitobah sebuah model

pembelajaran yang dilakukan bersama-sama

dalam arti santri atau peserta didik menjadi

subjek sekaligus objek pembelajaran.

4. Model pembelajaran

ta‟zir

Model pembelajaran berbentuk hukuman

atau panhisment.

5. Model pembelajaran

lalaran

Model pembelajaran untuk memudahkan

menghafal mata pelajaran dengan cara

melagukan meta pelajaran

2. Faktor penghambat dan pendukung dalam kiatan pembelajaran di pondok

pesantren Tarbiyatul Mubalighin Reksosari, Suruh, Semarang ialah adanya

55

tenaga pengajar, sehingga perlu diperhatikan jika terdapat tenaga pengajar

yang sedang berhalangan agar mencarikan pengganti sehingga kegiatan

tetap berjalan optimal.

3. Terdapat tiga implikasi model pembelajaran yang diterapkan di pondok

pesantren Tarbiyatul Mubalighin Reksosari, Suruh, Semarang yaitu; santri

merasa diperhatikan, santri dapat mentaati tata tertib, dan santri dapat

menjalankan agam dengan baik dan benar.

B. Saran-saran

Saran-saran ini penulis tujukan kepada:

1. Kepada Pengasuh Pondok Pesantren Tarbiyatul Mubalighin Reksosari,

Suruh, Kab. Semarang

Pondok pesantren sebagai lembaga pedidikan Islam memiliki

peran yang sangat penting dalam bidang dakwah dan syiar agama.

Untuk itu, dalam rangka membekali para santri untuk memperjuangkan,

mempertahankan, dan menyebarkan agama, hendaknya dalam proses

pembelajaran di pondok pesantren tarbiyatul Mubalighin Reksosari,

Suruh, Kab. Semarang, perlu ditingkatkan kembali agar kegiatan belajar

mengajar berjalan lebih optimal.

2. Kepada Ustadz/Ustadzah Pondok Pesantren Tarbiyatul Mubalighin

Reksosari, Suruh, Kab. Semarang

Pembelajaran merupakan proses kegiatan pentransferan ilmu

pengetahuan dari seorang guru/ustadz kepada peserta didik. Dalam

rangka mendapatkan tujuan pembelajaran dengan baik maka bagi pihak

56

ustadz/ustadzah hendaknya selalu memperhatikan para santri dengan

cara memperbaiki dan meningkatkan kualitas pembelajarannya.

3. Kepada Santri Pondok Pesantren Tarbiyatul Mubalighin Reksosari,

Suruh, Kab. Semarang

Diharapkan bagi semua santri untuk selalu memanfaatkan waktu

dengan sebaik-baiknya, serta selalu mengikuti tata tertib dan peraturan

dengan seksama, dan juga disiplin serta rajin dalam belajar.

57

Daftar Isi

Arifin, H.M 1991. Kapita Selekta Pendidikan Islam Dan Umum. Jakarta: Bulan

Bintang.

Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:

PT. Rineka Cipta.

Azwar, Saefuddin. 2007. Metode Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Bogdan, Robert & Steven J. Taylor. 1992. Pengantar Metode Penelitian Kualitatif

Suatu Pendekatan Fenomenologis Terhadap Ilmu-ilmu Sosial.Surabaya:Usaha

Nasional.

Daymon, Christine. 2008. Metode-Metode Riset Kualitatif Dalam Publik RelationDan

Marketing Communication. Yogyakarta: Bentang

Departemen Agama RI. 2005. Al-Qur`an dan terjemahanya. Surabaya: CV. Karya

Utama.

Depdiknas.2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Dhofier, Zamakhsyari. 1982. Tradisi Pesantren Studi Tentang Pandangan Kyai.

Jakarta: LP3ES.

Djamaroh, Syaiful Bahari. 2006. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: PT. RinekaCipta.

Hamalik, Oemar. 2003. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.

Hidayah. 2007. Pelaksanaan Pembinaan Agama Islam dengan Sistem Asrama diMA

Keagamaan Negeri I Surakarta.Skripsi tidak diterbitkan.Surakarta :Jurusan

Tarbiyah STAIN Surakarta.

Mardalis.2004. Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal. Jakarta: PT. Bumi

Aksara.

58

Isnaini, Siti. 2007. Pengaruh Karisma Kyai Terhadap Moral Santri di Pondok

Pesantren Pancasila Blotongan Kota Salatiga Tahun 2007. Skripsi tidak

diterbitkan. Surakarta: Jurusan Tarbiyah STAIN Salatiga.

Moleong, Lexy J. 2002. Metode Pendidikan Kualitatif. Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya.

Miles,Matthew B.&A.MichaelHuberman. 1992.Analisis DataKualitatif.Suarakarta:

Universitas Indonesia Press.

Mukhtar. 2003. Desain Pembalajaran Pendidikan Agama Islam. Jakarta: CV.

Misaka Galisa.

Nasir, Ridlwan. 2005. Mencari Tepologi Format pendidikan Ideal PondokPesantren di

Tengah Arus Perubahan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Purwadarminto.2006. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Rofiq A, Widodo, Yani dan Romdin. 2005. Pemberdayaan Pesantren Menuju

Kemandirian dan Profesialisme Santri dengan Metode DaurahKebudayaan.

Yogyakarta: Pustaka Pesantren.

Steenbrink, Karel A dan Abdurrahman. 1974. Pesantren, Madrasah, Sekolah.Jakarta:

LP3ES.

Sudjoko, Prasodjo. 1974. Profil Pesantren. Jakarta : LP3ES.

Slamet. 1991. Proses Belajar Mengajar dalam Sistem Kredit Semester (SKS).Jakarta:

Bumi Aksara.

Sriyanti, dkk.. 2009. Teori-teori Pembelajaran. Salatiga: STAIN Salatiga.

Tafsir, Ahmad. 2008. Metodologi Pengajaran Agama Islam. Bandung: PT.Remaja

Rosdakarya.

Suryabrata, Sumadi. 2007. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT. Raja GrafindoPersada.

59

Usman, Basyiruddin. 2002.Metodologi Pembeljaran Agama Islam. Jakarta:Ciputat

Press.

60

61

62

Pondok Pesantren Tarbiyyatul Mubalighin

Resksosari Suruh Semarang Jl. Karanggede-Suruh Km. 2 Reksosari, Suruh, Semarang

STRUKUR ORGANISASI PONDOK PESANTREN TARBIYATUL

MUBALIGHIN MASA BAKTI 2015/16

PENGASUH : K.Bahrurozi Attaufiqi

KETUA UMUM : Alfi Qonita Badi’ati

KETUA : 1. Ahmad Marzuki

2. M.Ali Mahmud

SEKERTARIS : 1. Eli kurniawan

2. Davis Nafiah

BENDAHARA : 1. Siti Faridlotul Masfufah

2. Wahyu Nur Hidayah

SIE.KEAMANAN : 1. M.Khoirul Ma’ruf

2. Miratus Saadah

3. Luluk Mardiana Ulfa

SIE.PENDIDIKAN : 1. Rifki Al Mufida

2. Fatqiyatutta’mir

3. Mita Hanida

SIE.KEBERSIHAN : 1. Alwi Ma’ruf

2. Riva Shofiatun

3. Zida Kameli Indana

4. Siti Fatonah Wakhidah

5. Umi Zada Q

SIE.PHBI : 1. Maysaroh

2. Indah Suryaningsih

SIE.SAPRAS : 1.Ilham Rusdiyanto

2. Mega Intan Sari

SIE.KESEHATAN : Bety Ayu Suryani

63

Pondok Pesantren Tarbiyyatul Mubalighin

Resksosari Suruh Semarang Jl. Karanggede-Suruh Km. 2 Reksosari, Suruh, Semarang

Peraturan Pondok Pesantren Tarbiyyatul Mubalighin

1. Tawadhu‟ kepada Masyayih, guru, dan Masyarakat.

2. Mematuhi Masyayih, guru, dan masyarakat.

3. Menjaga nama baik pondok pesantren.

4. Wajib mengikuti semua kegiatan pondok pesantren.

5. Menjaga ketertiban pondok pesantren.

6. Wajib izin pengurus pondok pesantren bila meninggalkan pesantren.

7. Dilarang membawa alat elektronik tanpa izin pengurus pesantren.

8. Dilarang menggunakan orang lain tanpa seizin pemiliknya.

9. Dilarang pacaran.

10. Dilarang membawa minuman keras

64

Pondok Pesantren Tarbiyyatul Mubalighin

Resksosari Suruh Semarang Jl. Karanggede-Suruh Km. 2 Reksosari, Suruh, Semarang

Tenaga Pengajar Pondok Pesantren Tarbiyatul Mubalighin

No. Nama Pelajaran

1. Bahrurozi Tafsir al Qur’an

Lughotul Arobiyah

2. Lilik Jamilatun Qiro’atul Qur’an

Bulughul Marom

Akhlaqul Banaat

Mabadi Fiqih

3. Muhammad Ainur Rofiq Fatkhul Qorib

Lughotul Arobiyah

Amtsilati

4. Afidz Niama Qiro’atul Qur’an

Amtsilati

5. Alfi Qonita Lughotul Arobiyah

Amtsilati

Mabadi Fiqih

6. Khosi’in Shohih Buhori

7. Wahyu Nur HIdayah Lughotul Arobiyah

Amtsilati

Mabadi Fiqih

8. Fatahatul Istiqomah Amtsilati

65

Pondok Pesantren Tarbiyyatul Mubalighin

Resksosari Suruh Semarang Jl. Karanggede-Suruh Km. 2 Reksosari, Suruh, Semarang

Jadwal Mengaji Pondok Pesantren Tarbiyatul Mubaligin

Tahun 2016

Hari/Waktu Shubuh Asar Maghrib Isya

Senin Al-Qur’an Tafsir / Bulughul Amtsilati Belajar

Selasa Al-Qur’an Akhlaqul Banat/

Ziarah Putri

Amtsilati Setoran

Rabu Al-Qur’an Tafsir / Bulughul Amtsilati Khithobah

Kamis Al-Qur’an Akhlaqul Banat /

Ziarah Putra

Istighotsah Dziba’

Jum’at Tadarus Bahasa Inggris Amtsilati Imlak /

Pegon

Sabtu Al-Qur’an Syifaul Jinan/

Fatkhul Qorib

Lughoh

/Lalaran

Rebana

Ahad - - Ubudiyah /

Mabadi

fiqih

Setoran

Tadarus : Surat Yaaasiin, Waqi’ah dan al- Mulk

Hari senin : Tafsir => Santri Qodim (Lama)

Bulughul => Santri Jadid (Baru)

Hari Rabu : Tafsir => Santri Jadid (Baru)

Bulughul => Santri Qodim (Lama)

Bahasa Inggris : Kelas A => kelas 1-2 SMP, Mts

Kelas B => kelas 1-2 SMK, MAN

Kelas C => kelas 3 SMP, Mts, SMK, MAN

Syifaul Jinan : Santri Putra => Bapak

Santri Putri => Ibu

66

Pondok Pesantren Tarbiyyatul Mubalighin

Resksosari Suruh Semarang Jl. Karanggede-Suruh Km. 2 Reksosari, Suruh, Semarang

Daftar Santri Pondok Pesantren Tarbiyatul Mubalighin

No. Kelas Santri Laki-laki

Santri

Perempuan

Jumlah

1. I 8 15 23

2. II 8 12 20

3. III 5 17 15

4. IV 10 11 20

5. V 9 10 27

Jumlah 40 65 105

67

Lembar wawancara dengan pengasuh Pondok Pesantren

Tarbiyatul Mubalighin

Peneliti: Adaberapakah santri yang mondok di sini?

Pengasuh: Untuk lebih jelasnya silakan tanya langsun kepada pengurus saja,

begitu pula untuk data-data yang anda butuhkan.

Peneliti: Adaberapakah jumlah pengajar yang ada di sini?

Pengasuh: Karena yang mengelola pondok ini dari keluarga dan belum

melibatkan pihak luar, jadi yang mengajar saya, ibu, dan para alumni yang

masih hidmah disini.

Peneliti: Apasaja model pembelajran di pondok pesantren?

Pengasuh: model pembelajaran yang sering digunakan adalah bandongan,

begitu juga sorogan, namun model sorogan baru diberlakukan pada

pelajaran al qur’an.

Peneliti: apasaja faktor yang mendukung dalam proses pembelajaran di

sini?

Pengasuh: yang terutama adalah adanya bantuan tenaga pendidik yang

berasal dari alumni yang masih hidmah disini.

Peneliti: Apa faktor yang menghambat dalam pembelajaran?

Pengasuh: terkadang kalau saya sedang kurang fit, otomatis tenaga pengajar

menjadi berkurang, selain itu karena dari pengurus juga masih anak-anak

usia sekolah terkadang dalam mengemban tugasnya kurang optimal.

Peneliti: Apa implikasi model pembelajaran yang diterapkan di sini?

Pengasuh: implikasi yang ingin dicapai dalam pembelajaran di sini adalah

agar para santri menjalankan agama dengan baik dan bersosial keagamaan

68

Foto Kegiatan Bandongan

Foto Kegiatan Lalaran