tarbiyah ruhyah

38
Jakarta, CNN Indonesia -- Dua hari lagi, Senin (13/4) Ujian Nasional untuk tingkat SMA dan sederajat akan dimulai. Setelah itu secara berturut- turut dan mungkin hanya akan berselang beberapa pekan ujian akhir untuk setingkat SMP juga akan dilakukan. Lalu diakhiri dengan ujian akhir setingkat SD pada bulan Mei mendatang. Biasanya segala ketegangan bukan hanya harus dihadapi anak-anak yang menjalani ujian. Namun juga orang tua yang akan mendampingi anak. Sangat disayangkan jika ketegangan yang dirasakan orang tua justru akan menambah beban anak saat menghadapi ujian. Semestinya hal ini harus dihindarkan. Meski orang tua punya kewajiban untuk mendorong dan memotivasi anak untuk lebih giat belajar bukan berarti membiarkan anak sampai mengalami stres. Seperti ditulis di laman Kidspot ketika anak-anak tak mau menyampaikan perasaan mereka bahwa mereka mengalami stres pra-ujian, hal itu bisa terbaca dari perilaku mereka. Misalnya: -Mudah marah. -Mudah sedih. -Gelisah. -Enggan menjalankan kegiatan yang biasanya mereka sukai. Jika tanda-tanda ini muncul apa saja yang bisa dilakukan? 1.Mendampingi secara emosional. Saat menjalani masa sulit seperti ujian, anak-anak membutuhkan kehadiran dan perhatian lebih dari orang tuanya. Mereka perlu dimengerti, maka jangan sepelekan saat-saat bisa bersama mereka. Hal itu akan membuat mereka merasa aman dan percaya diri. Bersikaplah terbuka akan apapun yang ingin disampaikan anak-anak. 2. Mendiskusikan perasaaan. Dorong anak untuk bicara tentang apa yang mereka rasakan. Dengarkan dengan empati, sehingga mereka mengerti bahwa mereka dipahami dan bahwa perasaan tegang mereka adalah sesuatu yang normal. 3. Bangun kepercayaan diri mereka. Ajari anak untuk lebih berani dengan menunjukan Anda percaya mereka mampu melampaui ujian, bahkan saat mereka merasa gugup. Menyebarkan perasaan positif, akan sangat mendukung mereka meraih sukses. 4. Ajari anak-anak teknik relaksasi Ajari yang ringan-ringan seperti berdoa dalam hening, mengatur nafas panjang dan membayangkan bahwa mereka akan baik-baik saja menjalani ujian.

Upload: imadudin20076707

Post on 23-Jan-2016

105 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

ruhiyah

TRANSCRIPT

Page 1: TARBIYAH RUHYAH

Jakarta, CNN Indonesia -- Dua hari lagi,  Senin (13/4) Ujian Nasional untuk tingkat SMA dan sederajat akan dimulai. Setelah itu secara berturut-turut dan mungkin hanya akan berselang  beberapa pekan ujian akhir untuk setingkat SMP juga akan dilakukan. Lalu diakhiri dengan ujian akhir setingkat SD pada bulan Mei mendatang. 

Biasanya segala ketegangan bukan hanya harus dihadapi anak-anak yang menjalani ujian. Namun juga orang tua yang akan mendampingi anak. Sangat disayangkan jika ketegangan yang dirasakan orang tua justru akan menambah beban anak saat menghadapi ujian. 

Semestinya hal ini harus dihindarkan. Meski orang tua punya kewajiban untuk mendorong dan memotivasi anak untuk lebih giat belajar bukan berarti membiarkan anak sampai mengalami stres. 

Seperti ditulis di laman Kidspot ketika anak-anak tak mau menyampaikan perasaan mereka bahwa mereka mengalami stres pra-ujian, hal itu bisa terbaca dari perilaku mereka. Misalnya: -Mudah marah. -Mudah sedih.-Gelisah. -Enggan menjalankan kegiatan yang biasanya mereka sukai. 

Jika tanda-tanda ini muncul apa saja yang bisa dilakukan? 

1.Mendampingi secara emosional. Saat menjalani masa sulit seperti ujian, anak-anak membutuhkan kehadiran dan perhatian lebih dari orang tuanya. Mereka perlu dimengerti, maka jangan sepelekan saat-saat bisa bersama mereka. Hal itu akan membuat mereka merasa aman dan percaya diri. Bersikaplah terbuka akan apapun yang ingin disampaikan anak-anak. 

2. Mendiskusikan perasaaan. Dorong anak untuk bicara tentang apa yang mereka rasakan. Dengarkan dengan empati, sehingga mereka mengerti bahwa mereka dipahami dan bahwa perasaan tegang mereka adalah sesuatu yang normal. 

3. Bangun kepercayaan diri mereka. Ajari anak untuk lebih berani dengan menunjukan Anda percaya mereka mampu  melampaui ujian, bahkan saat mereka merasa gugup. Menyebarkan perasaan positif, akan sangat mendukung mereka meraih sukses. 

4. Ajari anak-anak teknik relaksasi Ajari yang ringan-ringan seperti berdoa dalam hening, mengatur nafas panjang dan membayangkan bahwa mereka akan baik-baik saja menjalani ujian. Lakukan dengan cara-cara yang menyenangkan. 

5. Ajari dan beri contoh bagaimana berpikir positif. Mengajarkan kata-kata penegasan penting buat

anak-anak. Misalnya mengganti kata-kata “Saya tidak bisa” dengan membiasakan anak mengatakan, “Saya akan mencobanya.” 

Pilihan Redaksi

Cara Tubuh Merespon Perubahan Cuaca

Tips Agar Makanan Tak Tercemar Racun dan Bakteri Jahat

Orang Tua Perokok Berisiko Sebabkan Gangguan ADHD pada Anak

Negara dengan Orang-orang Gemuk Terbanyak di Dunia

Page 2: TARBIYAH RUHYAH

6. Bantu anak untuk punya persiapan yang rinci. Berkordinasi dengan sekolah tentang dimana anak-anak akan menjalankan ujiannya. Apa saja yang akan diujikan, bagaimana ujian akan berlangsung. Lebih baik lagi jika Anda dan anak sudah mengunjungi tempat ujian akan dilaksakan. 

7. Berdiskusi tentang pemecahan masalah Ajak anak untuk mendiskusikan tak hanya tentang materi yang akan diujikan tapi juga bagaiman strategi menghadapi ujian. Seperti misalnya mengerjakan hal-hal yang mudah dulu. 

http://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20150410194701-255-45806/tujuh-cara-menyiapkan-anak-menghadapi-ujian/

Peran Orangtua Mendampingi Anak Menghadapi UjianSaya tidak pernah ragu, begitu kata para orangtua. Akan tetapi, saat anak membutuhkan perasaan bahwa ia mendapat dukungan penuh dari orangtuanya, diterima dengan penuh cinta atas kelebihan dan kekurangannya, orangtua justru menularkan kecemasan pada anak. Bagaimana kalau ia tidak lulus tes atau tidak naik kelas? Bagaimana kalau ujian negaranya tidak lulus? Catatannya sudah lengkap atau belum?Selain faktor IQ, anak juga membutuhkan kondisi ideal agar sukses belajar. Kondisi ideal didapatkan anak jika orangtua menanamkan nilai positif tentang pendidikan anak, memberi perhatian dan imbalan yang tepat dari setiap upaya anak, pendampingan yang penuh kasih tidak disertai tuntutan dan penekanan. Berbaik sangka, bersikap positif, bersikap, berkata dan berperilaku baikSegala hal yang dikemas dengan negatif, pasti akan mengedepankan "pesan" negatifnya lebih dahulu sebelum inti pesan positifnya tertangkap oleh anak. Anak akan mudah tergoyahkan rasa percaya dirinya, bila mendapati bahwa prestasinya tak sebaik anak lainnnya. Maka, jangan menakut-nakuti anak, mengkondisikan bahwa kalau tak pandai takkan jadi orang. Memotivasi, mendampingi dan mendukung anakTugas orangtua terkait dengan upaya mempersiapkan anak menyongsong masa depan adalah dengan memotivasi, mendampingi dan mendukung anak. * Ketika anak tidak memenuhi harapan, orangtua sibuk menyalahkan orang lain atau hal lain di luar dirinya. Bukankah saat kita menunjuk keluar, tiga jari otomatis tertuju pada diri? * Kadang kita kurang menyadari bahwa tugas orangtua bukanlah memaksakan apa yang dianggap kebenaran sebagai hasil pengalaman. Tugas orangtua justru memfasilitasi anak agar menemukan kebenaran melalui pengalamannya sendiri. * Kenalkan anak pada cara belajar efektif. Mengulang pelajaran yang tadi diberikan guru. Membuat intisari dari tiap bab yang telah dilalui. Berdiskusi mengenai kaitan pelajaran dengan kehidupan nyata. * Biasakan berorientasi pada proses dan tidak hanya berorientasi pada hasil akhir. Anak perlu memperoleh reward atas usahanya, tidak melulu reward pada hasil akhir yang ia peroleh. * Jangan jadikan gengsi Anda sebagai acuan untuk menilai kemajuan dan keberhasilan pendidikan anak. Di dalam gengsi ada unsur harapan dan keinginan yang merupakan "show off" Anda, bukan pengakuan atas kelebihan dan kekurangan anak Anda. * Emosi itu menular, maka biasakan untuk membuat diri Anda berpikir, bersikap, berperilaku positif. Dengan begitu energi yang memancar dari diri Anda juga terserap oleh anak. Berikan anak haknyaAnak tetap butuh bermain, bergembira bersama teman sebaya. Anak berhak memiliki hobi dan peluang menampilkan diri di bidang lain di luar prestasi akademiknya. Bila anak punya bakat gitar berikan kesempatan bermain di pentas sekolah. Dengan begitu anak menumbuhkan rasa percaya dirinya. Pada akhirnya, anak juga akan lebih percaya diri dalam belajar. Sebagai orangtua, tak ada kata lelah, putus asa, apalagi lengah mengenai berbagai hal terkait dengan anak. Antusiasme dan

Page 3: TARBIYAH RUHYAH

sikap ceria orangtua akan memberikan rasa aman dan nyaman pada anak dalam mengeksplorasi dirinya. Ini semua adalah landasan kokoh bagi tumbuhnya kesadaran mandiri dalam diri orangtua untuk mengoptimalkan potensi anak. (Nova)http://www.kancilku.com/Ind//index.php?option=com_content&task=view&id=219

I K A S H I

Ikatan Kepala Sekolah Hidayatullah

Minggu, 03 Mei 2009Persiapan Psikologis Orangtua Menghadapi Ujian Nasional Anak

Persiapan psikologis orangtua adalah sikap dan perilaku yang harus ditunjukkan atau dilakukan orangtua terhadap anak-anaknya yang akan menghadapi ujian nasional. Bagaimanakah seharusnya orangtua melakukannya?, semoga pembahasan berikut dapat sedikit membantu para orangtua yang anaknya anak menghadapi ujian nasional.

PARADIGMA KESUKSESAN• Kesuksesan berkaitan dengan kecerdasan• Seseorang yang sukses adalah seseorang yang cerdas. Terdapat lebih dari 150 teori kecerdasan. Dalam perkembangannya teori multiple intelligence merupakan titik pangkal teori kecerdasan modern yang mempunyai peluang untuk munculnya perkembangan teori-teori kecerdasan yang baru.• Teori Multiple Intelligence dicetuskan oleh DR. Howard Gardner pada tahun 1983 di Harvard University. Teori MI menjelaskan :*Redefinisi kecerdasan, yaitu kecerdasan tidak dapat dinilai dari hasil tes apapun, namun dapat dinilai dari kebiasaan seseorang dalam memecahkan masalahnya (problem solving) dan kebiasaan seseorang menciptakan produk baru yang punya nilai budaya (kreativitas)*Kecerdasan seseorang itu dapat dinilai dari berbagai banyak ranah, sampai saat ini ditemukan 9 ranah kecerdasan, yaitu kecerdasan linguistik, matematis logis, musik, spasial visual, intrapersonal, interpersonal, kinestetis, naturalis dan eksistensial atau spiritual.

PARADIGMA KOMPETENSI• Kompetensi adalah kemampuan seseorang menguasai hal tertentu dalam ranah kognitif (daya pikir), psikomotorik (hasil karya) dan afektif (sikap).• Dalam perkembangan zaman sekarang ini kemampuan seseorang harus ditekankan dalam Kurikulum

Page 4: TARBIYAH RUHYAH

pendidikan di negara maju, mengalami perubahan dari Kurikulum Berbasis Materi (kognitif murni) menjadi Kurikulum Berbasis Kompetensi (kognitif, psikomotorik dan afektif)• Dunia usaha memprioritaskan sumber daya manusia yang BISA APA daripada TAHU APA • porsi yang besar pada ranah Afektif dan Psikomotorik dari pada Kognitif.

PARADIGMA UJIANUjian yang isinya merupakan soal-soal yang harus dikerjakan oleh siswa merupakan salah satu alat uji keberhasilan siswa dalam akademik. Dalam perkembangannya tes yang saat ini banyak diakui mampu menilai secara otentik kemampuan siswa adalah TES OTENTIK, yang mempunyai kriteria sebagai berikut:1. Soal berkualitas adalah soal yang bisa dikerjakan oleh siswa.2. Ability Test, bukan Disability Test.3. Discovering Ability4. Ipsative, kemampuan anak dinilai berdasar perkembangan hasil anak itu sendiri 5. Penilaian berbasis proses, bukan pada akhir pembelajaran.6. Kualitas soal mengacu pada TAKSONOMI BLOOM7. Penilaian tidak hanya dalam ranah kognitif saja, namun ranah psikomotorik dan afektif juga dinilai.

REALITASKeberhasilan unas merupakan tanggung jawab tiga pihak, yaitu siswa, sekolah dan orangtua.Pihak Sekolah, dengan mengadakan program untuk menghadapi unas.

PIHAK ORANGTUA1. Responsibility / Tanggung Jawab• Orangtua ikut bertanggung jawab (kondisi psikologis) dalam perjuangan anak dalam menempuh unas, tidak hanya merupakan tanggung jawab sekolah dan siswa.TIPS:• Membuka komunikasi dengan sekolah tentang permasalahan akademik dan psikologis anaknya dalam rangka mencari solusi terbaik.• Membuka komunikasi dengan anak untuk mengetahui kebutuhan akademis dan psikologis anak dalam persiapan menghadapi unas dan membantu anak memenuhi kebutuhannya. • Melakukan peran aktif dalam menyelesaikan permasalahan akademis dan psikologis anak. 2. Memahami kondisi emosinal anak• Orangtua memahami kondisi emosional anak dalam menghadapi unas, terkait dengan kondisi neurologis dan kondisi psikis.• Kondisi neurologis adalah kondisi otak yang mengalami “down shifting” pada saat dalam waktu yang lama menerima beban kognitif.• Kondisi psikis adalah kondisi kejiwaan anak yang harus bebas dari tekanan psikis pada saat anak dalam waktu yang lama menerima beban kognitif.TIPS:• Menghindari memberi perintah kepada anak yang merupakan beban si anak, sebab anak sudah mempunyai beban neurologis dan psikis yang berat.• Menghindari memberi hukuman fisik dan hukuman psikis anak.• Membuat kegiatan refreshing secara periodik dengan kuantitas yang seimbang.

Page 5: TARBIYAH RUHYAH

• Memahami gaya belajar anak di rumah.3. Sikap terhadap hasil ujian• Orangtua harus menerima hasil ujian anaknya dengan lapang dada, baik hasil yang tidak sesuai dengan harapan.• Orangtua harus mempunyai pandangan bahwa hasil unas anaknya yang tidak sesuai harapan, bukan berarti kegagalan total dalam perjalanan hidup seorang anak. TIPS:• Memberi motivasi kepada anak tentang keberhasilan pendidikan bukan mutlak di tentukan dari hasil unas.• Memberi informasi kepada anak bahwa yang terpenting adalah proses belajar anaknya menghadapi unas yang sudah dilakukan oleh anaknya. Sedangkan hasilnya dijadikan indikator untuk memulai proses belajar berikutnya.4. Sikap spiritual• Orangtua harus berdoa secara khusus dan meminta anaknya juga berdoa secara khusus kepada Allah untuk keberhasilan unas.• Orangtua dan anak harus lebih sering bersedekah kepada orang yang membutuhkan dengan niat keberhasilan anaknya dalam unas. TIPS:• Orangtua dan anak menyempurnakan sholat wajib.• Orangtua dan anak melakukan sholat malam.• Orangtua dan anak melakukan doa khusus untuk keberhasilan anaknya setiap pagi.• Orangtua dan anak membiasakan bersedekah semampunya dengan niat keberhasilan anak dalam unas.

DOA ORANGTUA KEPADA ANAK

Ya Allah...Berikanlah ketenangan pada aku dan pada diri anakkuMenghadapi satu tahapan penting dalam kehidupannyaKuatkan tubuh anakku ... hindarkan dari sakitDan jauhkan hamba ini dari perilaku yang membuat buah hatiku sakitSakit fisiknya ... sakit hatinya ...

Ya Allah ampuni hambamu ...Yang malah membebani anakku dengan perintah perintahPadahal sudah bongkok pundak anakku memanggul bebanYang malah membebani anakku dengan makian-makianPadahal mereka sekarang butuh ceria, canda dan tawa

Ya Allah sadarkan nurani dan pikiranku ...Terangkan dan buat sejuk hatikuKala melepas anakku pergi sekolah

Page 6: TARBIYAH RUHYAH

Kala menerima anakku pulang sekolahSadarkan dalam pikiranku ya Allah ..Bahwa anakku pergi berjuangBahwa anakku pulang dalam kelelahan

Ampuni hamba ini ya Allah ...Yang menyambut pahlawannya dengan tekananYang menyambut pahlawannya dengan marahYang tidak memberi kesempatan pahlawannya istirahat barang sejenak

Hamba tahu bahwa ujian nasional itu pentingNamun jangan sampai merusak hubungan aku dengan anakkuJangan sampai membuat lubang menganga dalam hati anakkuSehingga mereka menjadi manusia peraguSehingga mereka menjadi manusia penakutSehingga mereka menjadi manusia yang tak punya kepercayaan diriSehingga mereka merasa menjadi manusia lemah dan bodoh

Ya Allah ...Karuniakan kata-kata yang sejuk yang keluar dari mulut hambaUntuk membantu anak hamba yang sedang butuh bantuanUntuk mendinginkan panasnya mentari yang membakar otaknyaUntuk memberi semangat bahwa anakku harus berhasilUntuk memberi pengertian bahwa yang terpenting adalah prosesUntuk memberi keteduhan kala harapan yang tinggi tak tergapai

Ya Allah ...Patrikan hambamu keyakinanBahwa anak kami akan melewati ujian ini dengan tenangBahwa anak kami akan mampu melewati titian berikutnyaBahwa anak kami pasti akan menemukan kondisi akhir terbaiknyaBahwa kami dan anak kami siap menerima segala takdirmuSetelah kami dan anak kami berusaha sekuat mungkinApapun keputusanMu Ya Allah ...Kami yakin akan ada hujan hikmah buat kami sekeluargaAmien ....

Home Interiors - Plumbing Supplies - Indoor Lighting - Cyprus Hotels

Back to Top

Page 7: TARBIYAH RUHYAH

Saturday, March 17, 2012

INTERNALISASI IMAN TERHADAP ANAK SEJAK USIA DINITinjauan Berdasarkan Hadits-hadits Nabi

A. PENDAHULUANOrang tua memegang peranan yang sangat penting dalam mendidik anak-anaknya. Baik buruknya anak-anak di masa yang akan datang banyak ditentukan oleh pendidikan dan bimbingan orang tuanya. Karena, di dalam keluarga itulah anak-anak pertama kali memperoleh pendidikan sebelum pendidikan-pendidikan yang lain. Sejak anak-anak lahir dari rahim ibunya, orang tua selalu memelihara anak-anak mereka dengan penuh kasih sayang dan mendidiknya dengan secara baik dengan harapan anak-anaknya tumbuh dan berkembang menjadi manusia dewasa yang baik. Pendidikan yang diberikan di lingkungan keluarga berbeda dengan pendidikan yang dilaksanakan di sekolah, karena pendidikan dalam keluarga bersifat informal yang tidak terikat oleh waktu dan program pendidikan secara khusus.Pendidikan dalam keluarga berjalan sepanjang masa, melalui proses interaksi dan sosialisasi di dalam keluarga itu sendiri. Esensi pendidikannya tersirat dalam integritas keluarga, baik di dalam komunikasi antara sesama anggota keluarga, dalam tingkah laku keseharian orang tua dan anggota keluarga lainnya juga dalam hal-hal lainnya yang berjalan dalam keluarga semuanya merupakan sebuah proses pendidikan bagi anak-anak. Oleh karena itu, orang tua harus selalu memberikan contoh tauladan yang baik kepada anak-anak mereka, karena apa pun kebiasaan orang tua di rumah akan selalu dilihat dan dicerna oleh anak-anak.

Menurut A. Syafi’i Ma’arif, bahwa pendidikan pada umumnya dan khususnya pendidikan Islam, tujuannya tidaklah sekedar proses alih budaya atau ilmu pengetahuan (transfer of knowledge), tetapi juga proses alih nilai-nilai ajaran Islam (transfer of islamic values). Tujuan Islam pada hakikatnya menjadikan manusia yang bertaqwa, manusia yang dapat mencapai kesuksesan hidup di dunia dan akherat (muflikhun). Pendidikan merupakan usaha seorang pendidik guna mempersiapkan anak didik agar menjadi pribadi yang mandiri dan bermanfaat bagi masyarakat. Proses pendidikan dapat berlangsung dalam keluarga, sekolah dan masyarakat. Masa usia dini merupakan periode emas (golden age) bagi perkembangan anak untuk memperoleh proses pendidikan. Periode ini merupakan pentingnya pendidikan anak usia dini. Masa usia dini merupakan periode emas bagi perkembangan anak untuk memperoleh proses pendidikan. Periode ini adalah tahun-tahun berharga bagi seorang anak untuk mengenali berbagai macam fakta di lingkungannya sebagai stimulans terhadap perkembangan kepribadian, psikomotor, kognitif maupun sosialnya. Berdasarkan hasil penelitian, sekitar 50% kapabilitas kecerdasan orang dewasa telah terjadi ketika anak berumur 4 tahun, 80% telah terjadi ketika berumur 8 tahun, dan mencapai titik kulminasi ketika anak berumur sekitar 18 tahun. Sehingga periode emas ini merupakan periode kritis bagi anak, dimana perkembangan yang diperoleh pada periode ini sangat berpengaruh terhadap perkembangan periode berikutnya hingga masa dewasa. Sementara masa emas ini hanya datang sekali, sehingga apabila terlewat berarti habislah peluangnya. Untuk itu pendidikan untuk usia dini dalam bentuk pemberian rangsangan-rangsangan (stimulasi) dari lingkungan terdekat sangat diperlukan untuk mengoptimalkan kemampuan anak. Pendidikan Islam merupakan kebutuhan manusia, karena sebagai makhluk pedagosis manusia dilahirkan dengan membawa potensi dapat dididik dan mendidik sehingga mampu menjadi khalifah di bumi, pendidikan usia dini merupakan pijakan pertama bagi manusia untuk dapat menentukan langkah awal hidupnya. Anak yang lahir ke dunia akan terbentuk

Page 8: TARBIYAH RUHYAH

dari pendidikan pertama yang didapatkan.Cود@ م?ن= م;ا ?الE م;و=ل ;دC إ Cول ة?، ع;ل;ى ي ;و;اهC الف?ط=ر; ب

; ?ه?، ف;أ Cه;وYد;ان ?ه?، ي ان ;صYر; Cن و= و;ي; ?ه?، أ ان Cم;جYس; ;م;ا ي ;جC ك =ت Cن ;ه?يم;ةC ت ;ه?يم;ةi الب ون; ه;ل= ج;م=ع;اء;، ب pح?سC ت

CمE« ج;د=ع;اء; م?ن= ف?يه;ا ;قCولC ث Cو ي ;ب ة; أ =ر; ي ض?ي; هCر; EهC ر; =هC الل Cوا: ع;ن أ ?ق=ر; ?ن ا Cم= ا =ت ئ ة; :ش? Eه? ف?ط=ر; ?ي الل Eت Eاس; ف;ط;ر; ال =ه;ا الن ;ي ; ع;ل =د?يل; ال ;ب ت

?خ;ل=ق? Eه? ل YمC الدYينC ذ;ل?ك; الل الق;ي  “Tidaklah seorang anak dilahirkan kecuali dalam keadaan fitrah. Lalu kedua orang tuanyalah yang menjadikan ia Yahudi, Nashrani, dan Majusi, sebagaimana dilahirkannya binatang ternak dengan sempurna, apakah padanya terdapat telinga yang terpotong atau kecacatan lainnya?. Kemudian Abu Hurairoh membaca, Jika engkau mau hendaklah baca, (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus. (HR. Bukhori, Muslim, Ibnu al-Mundzir, Ibnu Abu Hatim) 

B. PEMBAHASAN1. Konsep Internalisasi Iman1.1. Pengertian dan Ruang Lingkup Internalisasi ImanPengertian Internalisasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, diartikan sebagai penghayatan, pendalaman, penguasaan secara mendalam yang berlangsung melalui binaan, bimbingan dan sebagainya. Sedangkan menurut Muhaimin bahwa, dalam proses internalisasi yang dikaitkan dengan pembinaan peserta didik atau anak asuh ada tiga tahap yang mewakili proses atau tahap terjadinya internalisasi, yaitu:a. Tahap transformasi nilai. Tahap ini merupakan suatu proses yang dilakukan oleh pendidik dalam menginformasikan nilai-nilai yang baik dan kurang baik. Pada tahap ini hanya terjadi komunikasi verbal antara pendidik dan peserta didik atau anak asuh, b. Tahap transaksi nilai. Suatu tahap pendidikan nilai dengan jalan melakukan komunikasi dua arah, atau interaksi antara peserta didik dengan pendidik yang bersifat interaksi timbal-balik.c. Tahap transinternalisasi. Tahap ini jauh lebih mendalam dari tahap transaksi. Pada tahap ini bukan hanya dilakukan dengan komunikasi verbal tapi juga sikap mental dan kepribadian. Jadi, pada tahap ini komunikasi kepribadian yang berperan secara aktif.

Internalisasi nilai berarti penanaman nilai moralitas manusiawi, sedangkan Leckon lebih senang menyebutnya sebagai pendidikan watak yang meliputi tiga unsur penting yang saling terkait, yaitu pengertian, perasaan, dan tindakan moral. Unsur yang termasuk dalam pengertian moral adalah kesadaran moral, pengertian akan nilai, kemampuan untuk mengambil gagasan orang lain, pengambilan keputusan berdasarkan nilai moral dan pengertian mengenai diri sendiri. Unsur tersebut termasuk ke dalam domain kognitif. Sementara itu, unsur perasaan moral meliputi suara hati, harga diri seseorang, sikap empati terhadap orang lain, perasaan mencintai kebaikan, kontrol diri, dan rendah hati. Perasaan moral ini sangat mempengaruhi seseorang untuk bertindak baik atau buruk. Oleh karenanya harus mendapatkan perhatian dan bimbingan yang serius. Unsur ini termasuk ke dalam wilayah afektif.Internalisasi yang berimbas pada kebiasaan adalah faktor yang penting untuk terbiasa berperilaku baik. Anak seharusnya dilatih mulai dari tindakan yang kecil dan sederhana menuju tindakan yang lebih besar melalui kebiasaan yang dilatihkan. Unsur ketiga tindakan moral adalah kompetensi dalam arti mempunyai kemampuan untuk mengaplikasikan keputusan dan perasaan moral ke dalam tindakan yang meliputi kemauan dan kebisaan. Seseorang yang tanpa kemauan yang kuat, meskipun ia sudah tahu tentang tindakan baik yang harus dilakukan, ia tidak melaksanakannya. Oleh karenanya, kemampuan ini harus senantiasa dimunculkan dan ditingkatkan. Anak harus selalu dibimbing dan dibantu agar selalu mempunyai kemauan untuk melakukan nilai dan

Page 9: TARBIYAH RUHYAH

menjadikannya sebagai kebiasaan sehari-hari. Unsur ini termasuk kedalam domain psikomotor.Internalisasi Iman itu sangat penting, karenanya semua proses ibadah dalam Islam tidak lain adalah untuk internalisasi keimanan kepada Allah. Dengan cara mengislamkan lahir dan batin pada diri manusia besarta perangkat di sekitarnya. Bagaimana proses internalisasi iman ini berproses dalam segenap kehidupan manusia, dan terus menerus tanpa henti, uraian di bawah ini setidaknya bisa membantu kita untuk memahaminya. Adapun ruang lingkup internalisasi iman terangkum dalam 5 pilar Islam yang dikenal rukun Islam: a. Syahadat adalah proses internalisasi iman lewat logika. Dalam arti kata, mengislamkan pola berpikir . Orang yang telah bersyahadat, selain ia masuk islam, maka logika hidup dan matinya, diset hanya Iman kepada Allah dan Rasul-Nya, Hanya Allah sebagai Tuhannya, dan Rasulullah sebagai petunjuknya.Dengan logika demikian, maka sebagai orang muslim, internalisasi iman lewat pikiran ini, akan membantu proses kehidupan selanjutnya. Misalnya, dalam gerak hidupnya sehari-hari si hamba akan berpikir lillahi ta’ala. Bekerja dengan semangat guna menghidupi keluarga, dinilai lillahi ta’ala, dengan tidak melanggar aturan Allah dan Rasul-Nya.b. Shalat adalah proses internalisasi iman lewat badan kita. Artinya, orang yang melaksanakan shalat dalam arti lain, dia tengah mengislamkan (memasrahkan) raganya menghadap hanya kepada Allah. Shalat dengan berbagai tekniknya, membutuhkan tenaga dan gerak yang sinergis dan simetris serta kolektif.Karenanya, gerak tubuh yang tengah mengerjakan shalat dari ujung rambut hingga ujung kaki, terus-menerus menghadapkan dirinya hanya kepada Allah. Artinya, raga orang-orang muslim yang mengerjakan shalat berarti terus berlatih guna pasrah kepada Allah. Sebagiamana ucapan setelah takbiratul ikhram, Qul Inna shalati wanusuki, wamahyaya wamamati lillahi robbil ‘alamin. (6:162)Dalam kehidupan sosial gerak tangan, kaki dalam membantu masyarakat dan keluarga juga bukan karena hal lain kecuali karena mengharap rido Allah swt.c. Puasa. Proses internalisasi lewat puasa ini adalah melalui jiwa atau rohani. Ruh berasal dari Allah, dan akan kembali kepadaNya. Namun ruh yang menempati badan seringkali redup cahanya. Ruh yang menempati hati nurani, kadangkala menjadi keruh dan sulit menerima nasehat Allah.Karena nasehat Allah melalui ruh inilah maka puasa sebagai satu-satunya proses internalisasi iman yang sangat baik. Orang yang berpuasa oleh Allah akan diberi imbalan secara langsung dan yang mengawasi juga Allah sendiri. Washoumi li, wa ana ajzii bih, puasa itu untukku dan akulah yang akan membalasnya.d. Zakat. Internalisasi keimanan kepada Allah juga harus dilakukan bukan saja kepada badan dan ruh serta akal pikiran, tetapi perangkat pendukung kehidupan: Harta benda adalah perangkat kehidupan yang menciptakan kemakmuran dalam hidup di dunia.Islam menghendaki harta benda itu benar-benar bersih tidak ada kotoran. Sebagaimana akal fikir, badan dan rohnai bersih. Harta yang dibersikan adalah harta yang dizakatkan. Internalisasi ini membutuhkan kerelaan pemiliknya untuk diserahkan kepada orang yang berhak menerimanya. Para fakir miskin dan asnaf lainnya adalah juga pemilik dari harta yang kita dapatkan selama berusaha. Karenanya, kehadiran si miskin di dunia ini sejatinya adalah karunia untuk membantu membersihkan atau mengislamkan harta kita.e. Haji. Haji sebagai rukun Islam kelima, tidak lain adalah proses internalisasi iman lewat pendekatan sejarah. Hidup adalah proses sejarah. Islam adalah bagian dari sejarah. Karenanya, sejarah dalam agama ini perlu dibersihkan dan perlu disaksikan oleh pengikutnya. Jangan sampai sejarah datangnya Islam adalah hanya fatamorgana, hanya ilusi saja.Orang sedunia berkumpul dan melaksanakan ritual haji, tidak lain semata-mata untuk

Page 10: TARBIYAH RUHYAH

menjadi saksi yang langsung ke tempatnya di Makkatul Mukarromah. Di sana, umat muslim dibawa kepada situs-situs sejarah, di hadapkan kepada qiblat sebagai mana shalat sehari semalam. Dengan melihat langsung, bukankah ini merupakan proses keyakinan yang bernilai ilmu pengetahuan tinggi.

1.2. Faktor Proses Internalisasi ImanIman sendiri merupakan terminal pilihan, dan tempat pemberhentian, tetapi sekaligus sebagai titik start awal dalam eksplorasi baru. Kualitas iman yang tidak akan pernah berhenti sehingga liang lahat, setiap peristiwa kehidupan adalah proses internalisasi iman, apakah akan menuju penguatan dan kristalisasi/mengakar ataukah menurun menuju kehancuran. Jadi inilah yang dimaksud berkembang dan hidup (al-imanu yaziidu dan yanquushu).Dalam proses seperti ini iman jelas bersinergi dengan akal untuk mewujudkan sebuah daya juang ataupun kekuatan dalam rangka kehidupan. Jadi iman bukanlah hal yang mengawang-awang dan diluar kehidupan, tetapi kehidupan itu sendiri. Oleh karena itu, terbentuknya kristalisasi iman yang kuat pasti dipengaruhi faktor yang berkaitan dengan pengalaman dan pengamalan ajaran agamaa. Lingkungan KeluargaKeluarga merupakan potensi lingkungan pertama dan utama bagi anak, oleh karena itu peranan keluarga (orang tua) dalam perkembangan kesadaran beragama anak sangatlah dominan. Keluarga adalah tempat yang penting dimana anak akan pemperoleh dasar dalam membentuk kemampuannya agar kelak menjadi orang berhasil di masyarakat karena keluarga memiliki beberapa fungsi: (1) mendapatkan keturunan dan membesarkan anak; (2) memberikan afeksi atau kasih sayang, dukungan dan keakraban; (3) mengembangkan kepribadian; (4) mengatur pembagian tugas, menanamkan kewajiban, hak dan tanggung jawab; (5) mengajarkan dan meneruskan adat istiadat, kebudayaan, agama, sistem nilai moral kepada anak. Salah seorang ahli psikologi, yaitu Hurlock berpendapat bahwa keluarga merupakan “Training Centre” bagi penanaman nilai-nilai (termasuk juga nilai-nilai agama). Pendapat ini menunjukan bahwa keluarga mempunyai peran sebagai pusat latihan bagi anak untuk memperoleh pemahaman tentang nilai-nilai (tata krama, sopan santun, atau ajaran agama) dan kemampuan untuk mengamalkan atau menerapkannnya dalam kehidupan sehari-hari, baik secara personal maupun sosial kemasyarakatan. Terkait dengan upaya mendidik anak agar berakhlak mulia, Imam Al-Ghazali memberikan fatwa kepada para orangtua agar mereka melakukan kegiatan-kegiatan berikut: (1) menjauhan anak dari pergaulan yang tidak baik; (2) membiasakan anak untuk bersopan-santun; (3) memberikan pujian kepada anak yang melakukan amal shalih, misalnya berperilaku sopan, dan menegur anak yang melakukan perbuatan buruk; (4) membiasakan anak untuk berpakaian yang bersih dan rapih; (5) menganjurkan anak untuk berolahraga; (6) menanamkan sikap sederhana kepada anak; (7) mengizinkan anak untuk bermain setelah belajar. 

b. Lingkungan sekolahSekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang mempunyai program yang sistemik dalam melaksanakan bimbingan, pengajaran dan latihan kepada anak (siswa) agar mereka berkembang sesuai dengan potensinya secara optimal, baik menyangkut aspek fisik, psikis (intelektual dan emosional), sosial, maupun moral-spiritual. Sekolah mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap kepribadian anak, karena sekolah merupakan substansi dari keluarga dan guru substitusi dari orangtua.Dalam kaitannya dengan upaya mengembangkan fitrah beragama anak, atau siswa, sekolah mempunyai peranan yang sangat penting. Peranan ini terkait mengembangkan

Page 11: TARBIYAH RUHYAH

pemahaman, pembiasaan mengamalkan ibadah atau akhlak yang mulia, serta sikap apresiatif terhadap ajaran atau hukum-hukum agama. Upaya-upaya itu diantaranya sebagai berikut:1) Dalam mengajar, guru hendaknya menggunakan pendekatan (metode) yang bervariasi (seperti ceramah, tanya jawab, diskusi, demontrasi, dan berkisah), sehingga anak tidak merasa jenuh mengikutinya.2) Dalam menjelaskan materi pelajaran, guru agama hendaknya tidak terpaku kepada teks atau materi itu saja (bersifat tekstual), tetapi materi itu sebaiknya peristiwa-peristiwa yang terjadi di masyarakat (kontekstual).3) Guru hendaknya memberikan penjelasan kepada siswa, bahwa semua ibadah ritual (mahdloh) akan memberikan makna yang lebih tinggi di hadapan Allah, apabila nilai-nilai yang terkandung dalam setiap ibadah tersebut direfleksikan dalam kehidupan sehari-hari.4) Guru hendaknya memiliki kepribadian yang baik (akhlak mulia).5) Guru-guru yang mengajar bukan pendidikan agama hendaknya mengintegrasikan nilai-nilai agama ke dalam materi-materi pelajaran yang diajarkannya.6) Sekolah hendaknya menyediakan saran ibadah (mesjid) yang memadai dan memfungsikannya secara optimal.7) Sekolah hendaknya menyelenggarakan kegiatan ektrakulikuler kerohanian bagi para siswa dan ceramah-ceramah atau diskusi keagamaan secara rutin. 

c. Lingkungan masyarakatYang dimaksud lingkungan masyarakat ini adalah interaksi sosial dan sosiokulktural yang potensial berpengaruh terhadap perkembangan fitrah beragama anak (terutama remaja).Perkembangan moral seorang anak banyak dipengaruhi oleh lingkungan di mana ia hidup. Tanpa masyarakat (lingkungan), kepribadian seorang individu tidak dapat berkembang, demikian pula halnya dengan aspek moral pada anak. Anak belajar dan diajar oleh lingkungannnya mengenai bagaimana ia harus bertingkah laku yang baik dan tingkah laku yang dikatakan salah atau tidak baik. Dalam masyarakat, anak atau remaja melakukan interaksi sosial dengan teman sebayanya (peer group) atau anggota masyarakat lainnya. Apabila teman sepergaulan itu menampilkan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai agama (berakhlak mulia), maka anak cenderung berakhlak mulia. Namun apabila sebaliknya yaitu perilaku teman sepergaulannya itu menunjukan kebobrokan moral, maka anak cenderung akan terpegaruh untuk berprilaku seperti temannya tersebut. Hal ini terjadi, apabila anak kurang mendapat bimbingan agama dari orangtuanya. Kualitas pribadi, perilaku, atau akhlak orang dewasa yang kondusif (menunjang) bagi perkembangan kesadaran beragama anak adalah (1) mereka yang taat melaksanakan ajaran agama, seperti ibadah ritual, menjalin persaudaraan, saling menolong, dan bersikap jujur, dan (2) menghindari sikap dan perilaku yang dilarang agama, seperti sikap permusuhan, saling mencurigai, sikap munafik, mengambil hak orang lain (mencuri, korupsi, dsb) dan perilaku maksiat lainnya (berzina, berjudi dan minuman keras). Warga masyarakat (baik yang memegang kekuasaan maupun warga biasa) bersikap melecehkan norma agama, atau bersikap acuh tak acuh dan bahkan mensponsori kemaksiatan, seperti: perjudian, prostitusi, minuman keras, dan penayangan acara-acara televisi, maka hal ini dapat merusak aqidah dan akhlak. Bagaimanpun juga pengaruh masyarakat terhadap perkembangan anak sangat penting. Sebagai gambaran sederhana adalah bagaimana kualitas anak yang hidup disamping masjid atau pondok pesantren daripada anak yang hidup disamping tempat prostitusi?

1.3. Usaha Dalam Internalisasi ImanPendidikan anak adalah perkara yang sangat penting di dalam Islam. Di dalam Al-Quran

Page 12: TARBIYAH RUHYAH

kita dapati bagaimana Allah menceritakan petuah-petuah Luqman yang merupakan bentuk pendidikan bagi anak-anaknya. Begitu pula dalam hadits-hadits Rasulullah Saw, kita temui banyak juga bentuk-bentuk pendidikan terhadap anak, baik dari perintah maupun perbuatan beliau mendidik anak secara langsung. Seorang pendidik, baik orang tua maupun guru hendaknya mengetahui betapa besarnya tanggung-jawab mereka di hadapan Allah terhadap pendidikan putra-putri Islam, diantara beberapa tuntunan untuk menanamkan keimanan kepada anak antara lain:a. Menanamkan tauhid dan aqidah yang benar kepada anakSuatu hal yang tidak bisa dipungkiri bahwa tauhid merupakan landasan Islam. Apabila seseorang benar tauhidnya, maka dia akan mendapatkan keselamatan di dunia dan akhirat. Sebaliknya, tanpa tauhid dia pasti terjatuh ke dalam kesyirikan dan akan menemui kecelakaan di dunia serta kekekalan di dalam adzab neraka. Rasulullah Saw sendiri telah memberikan contoh penanaman aqidah yang kokoh ini ketika beliau mengajari anak paman beliau, Abdullah bin Abbas dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Al-Imam At-Tirmidzi dengan sanad yang hasan. Ibnu Abbas bercerita:”Pada suatu hari aku pernah berboncengan di belakang Nabi (di atas kendaraan), beliau berkata kepadaku: “Wahai anak, aku akan mengajari engkau beberapa kalimat: Jagalah Allah, niscaya Allah akan menjagamu. Jagalah Allah, niscaya engkau akan dapati Allah di hadapanmu. Jika engkau memohon, mohonlah kepada Allah. Jika engkau meminta tolong, minta tolonglah kepada Allah. Ketahuilah. kalaupun seluruh umat (jin dan manusia) berkumpul untuk memberikan satu pemberian yang bermanfaat kepadamu, tidak akan bermanfaat hal itu bagimu, kecuali jika itu telah ditetapkan Allah (akan bermanfaat bagimu). Ketahuilah. kalaupun seluruh umat (jin dan manusia)berkumpul untuk mencelakakan kamu, tidak akan mampu mencelakakanmu sedikitpun, kecuali jika itu telah ditetapkan Allah (akan sampai dan mencelakakanmu).” (HR: Tirmidzi, Hasan- shahih)

b. Mengajari anak untuk melaksanakan ibadahHendaknya sejak kecil putra-putri kita diajarkan bagaimana beribadah dengan benar sesuai dengan tuntunan Rasulullah Saw. Mulai dari tata cara bersuci, shalat, puasa serta beragam ibadah lainnya. Rasulullah Saw bersabda:

pوا ;م;ا ص;ل ?ي ك CمCون =ت ;ي أ ص;لYي ر;C أ

Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat. (HR. Al-Bukhari).Hadits lain:

ابناء وهم بالصالة اوالدكم مروا " وسلم عليه الله صل لله رسول قال : قال جده عن أبيه عن شعيب بن عمرو عنالمضاجع في بينهم وفرقوا , أبناءعشر عليه هم واضربو , سنين سبع

Ajarilah anak-anak kalian untuk shalat ketika mereka berusia tujuh tahun, dan pukullah mereka ketika mereka berusia sepuluh tahun, dan pisahkanlah tempat tidur mereka. (Shahih. Lihat Shahih Shahihil Jami’ karya Al-Albani).

Bila mereka telah bisa menjaga ketertiban dalam shalat, maka ajak pula mereka untuk menghadiri shalat berjama’ah di masjid. Dengan melatih mereka dari dini, ketika dewasa, mereka sudah terbiasa dengan ibadah-ibadah tersebut.c. Mengajarkan al-quran, hadits serta doa dan dzikir yang ringan kepada anak-anakDimulai dengan surat Al-Fathihah dan surat-surat yang pendek serta doa tahiyat untuk shalat. Dan menyediakan guru khusus bagi mereka yang mengajari tajwid, menghapal Al-Quran serta hadits. Begitu pula dengan doa dan dzikir sehari-hari. Hendaknya mereka mulai menghapalkannya, seperti doa ketika makan, akan tidur, mau belajar, keluar masuk WC, keluar rumah, naik kendaraan, dan lain-lain.d. Mendidik anak dengan berbagai adab dan akhlaq yang muliaAjarilah anak dengan berbagai adab Islami seperti makan dengan tangan kanan, mengucapkan basmalah sebelum makan, menjaga kebersihan, mengucapkan salam,

Page 13: TARBIYAH RUHYAH

mengetuk pintu, dan lain-lain. Begitu pula dengan akhlak, seperti berkata dan bersikap jujur, berbakti kepada orang tua, dermawan, menghormati yang lebih tua dan sayang kepada yang lebih muda, serta beragam akhlaq lainnya. e. Melarang anak dari berbagai perbuatan yang diharamkanHendaknya anak sedini mungkin diperingatkan dari beragam perbuatan yang tidak baik atau bahkan diharamkan, seperti merokok, judi, minum khamr, mencuri, mengambil hak orang lain, zhalim, durhaka kepada orang tua dan segenap perbuatan haram lainnya. Seperti tergambar dalam hadits:

Eن; Cون ;ك ;ي ?ي م?ن= ل مEتC ;ق=و;ام� أ ;ح?لpون; أ ت ;س= =ح?ر; ي ;ل =ر; ا =ح;ر?ي =خ;م=ر; و;ال =م;ع;از?ف; و;ال و;ال

Sungguh akan ada dari umatku yang menghalalkan zina, sutra, khamr dan al-ma’azif (alat-alat musik). (Shahih, HR. Al-Bukhari dan Abu Daud).

Maksudnya adalah akan datang dari muslimin kaum-kaum yang meyakini bahwa perzinahan, mengenakan sutra asli bagi laki-laki, minum khamar dan musik sebagai perkara yang halal, padahal perkara tersebut adalah haram. Dan al-ma’azif adalah setiap alat yang bernada dan bersuara teratur seperti kecapi, seruling, drum, gendang, rebana dan yang lainnya. f. Menanamkan ketangguhan dan keberanianMembacakan atau menceritakan sejarah keberanian Nabi dan para sahabatnya dalam peperangan untuk menegakkan Islam agar mereka mengetahui bahwa beliau adalah sosok yang pemberani, dan sahabat-sahabat beliau seperti Abu Bakr, Umar, Utsman, Ali dan Muawiyah telah membebaskan negeri-negeri adalah untuk penanaman jiwa keberanian anak, dan untuk meneladaninya. Dan sebaliknya, menjauhi mendidik anak menakut-nakuti dengan cerita-cerita bohong, horor, dan lan-lain. 

1.4. Metode Dalam Internalisasi Iman Bagi Anak Usia Dinia. Metode KeteladananAl-Ashfahany Ibn Zakariya mendefinisikan, bahwa “uswah” berarti “qudwah” yang artinya ikutan, mengikuti yang diikuti. Dengan demikian, keteladanan adalah hal-hal yang dapat ditiru atau dicontoh oleh seseorang dari orang lain. Namun, keteladanan yang dimaksud di sini adalah keteladanan yang dapat dijadikan sebagai alat pendidikan Islam, yaitu keteladanan yang baik, sesuai dengan pengertian “uswah” dalam ayat-ayat yang telah disebutkan sebelumnya. Jika pendidik jujur, dapat dipercaya berakhlaq mulia, berani dan menjauhkan dari perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan agama, maka anak akan tumbuh dalam kejujuran, terbentuk akhlaq mulia, berani menjauhkan dari perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan agama. Begitu pula sebaliknya jika pendidik adalah seorang pembohong, pengkhianat, kikir, penakut, dan hina. Maka anak akan tumbuh dalam kebohongan, kikir dan hina.b. Metode Cerita Ahmad Tafsir memberikan pengertian metode adalah cara yang paling tepat dan cepat dalam melakukan sesuatu. Sedangkan Abudin Nata, metode bercerita merupakan suatu metode yang mempunyai daya tarik yang menyentuh perasaan anak. Islam menyadari sifat alamiah manusia untuk menyenangi cerita yang pengaruhnya besar terhadap perasaan. Oleh karenanya dijadikan sebagai salah satu teknik pendidikan. Dunia kehidupan anak-anak itu dapat berkaitan dengan lingkungan keluarga, sekolah, dan luar sekolah. Kegiatan bercerita harus diusahakan menjadi pengalaman bagi anak di Taman Kanak-kanak yang bersifat unik dan menarik yang menggetarkan perasaan anak dan memotivasi anak untuk mengikuti cerita sampai tuntas. c. Metode NasehatMenurut Abdullah Nasih Ulwan, metode Al-Qur’an dalam menyajikan nasihat dan

Page 14: TARBIYAH RUHYAH

pengajaran mempunyai ciri khas tersendiri yaitu: (1) seruan yang menyenangkan, seraya dibarengi dengan kelembutan atau upaya penolakan; (2) metode cerita disertai perumpamaan yang mengandung pelajaran dan nasihat; (3) metode wasiat dan nasihat. Terdapat banyak strategi sederhana yang bisa dilakukan secara konsisten untuk mengajarkan anak memiliki kemampuan untuk menjadi pendengar yang baik: (1) Dapatkan perhatiannya. Usahakan orang tua berjongkok dan biarkan anak berdiri agar posisi sejajar, sehingga orang tua bisa melihat mata anak dan mendapatkan perhatiannya; (2) Jelas dan langsung pada inti pesan yang ingin disampaikan orang tua ke anaknya harus jelas, sederhana dan tidak otoriter; (3) Lebih menekankan kata-kata ditambahkan dengan isyarat gerakan; (4) memberikan contoh; (5) Memotivasi anak. Beberapa anak akan memberikan respons yang baik, jika orang tua melakukannya dengan sedikit hal yang menyenangkan (humor). d. Metode Pembiasaan (Praktek dan Pengulangan)Hery Noer Aly menyatakan bahwa, pembiasaan merupakan salah satu metode yang sangat penting dalam penginternalisasian nilai-nilai agama Islam, terutama bagi anak-anak. Mereka belum menginsafi apa yang disebut baik dan buruk dalam arti susila. Demikian pula mereka belum mempunyai kewajiban-kewajiban yang harus dikerjakan seperti pada orang dewasa. Ingatan mereka belum kuat. Mereka langsung melupakan apa yang sudah dan baru terjadi. Di samping itu, perhatian mereka langsung dengan mudah beralih kepada hal-hal yang baru dan disukainya. Apalagi pada anak-anak yang baru lahir, semua itu belum ada sama sekali atau setidaknya, belum sempurna sama sekali. Adapun langkah-langkah mengaplikasikan dalam metode pembiasaan, dapat dilakukan diantaranya:1) mulailah pembiasaan itu sebelum terlambat. Usia sejak bayi dinilai waktu yang sangat tepat untuk mengaplikasikan pendekatan ini, karena setiap anak mempunyai rekaman yang cukup kuat dalam menerima pengaruh lingkungan sekitarnya dan secara langsung akan dapat membentuk kepribadian dan perilaku seorang anak, 2) pembiasaan hendaklah dilakukan secara kontinyu, teratur, dan berprogram, 3) pembiasaan hendaknya diawasi secara ketat, konsisten dan tegas. Jangan memberi kesempatan yang luas kepada anak didik untuk melanggar kebiasaan yang telah ditanamkan.

2. Contoh Hadits Tentang Internalisasi Iman (Hadits Tarbawiy)2.1. Dalam riwayat Ahmad no. 7744, Abu Hurairah menjelaskan :

Eا Cن =د; ك و=ل? ع?ن Cس مC و;هCو; الله? ر; ;ق=س? ا ي iم=ر; ;م=ر? م?ن= ت نC الصEد;ق;ة? ت =نC و;ال=ح;س; ;مEا ح?ج=ر?ه? ف?ي ع;ل?ي� ب غ; ف;ل ;هC ف;ر; ?يp ح;م;ل Eب ?ق?ه? ع;ل;ى الن . ع;اتال; CهC ف;س; Cع;اب ?يY ع;ل;ى ل Eب ف;ع; الن ?يp ف;ر; Eب هC الن س;

= أ ?ذ;ا ر; ة� ف;إ ;م=ر; =ه? ف?ي ت د=خ;ل; ف?ي; ?يp ف;أ Eب ;د;هC الن ع;ه;ا ي ;ز; =ت =هC ف;ان CمE م?ن م;ا ق;ال; ث

; ;نE ع;ل?م=ت; أ أ; الصEد;ق;ة; ;ح?لp ال ل? ت مCح;مEد@ آل?

Kami berada bersama Rasulullah saw ketika beliau membagikan kurma shadaqah/zakat. Saat itu Hasan ibn ‘Ali sedang ada dalam pangkuannya. Ketika selesai, Nabi saw menggendongnya ke atas pundaknya. Tiba-tiba menetes air ludahnya pada tubuh Nabi saw. Beliau lalu menengadahkan kepalanya, ternyata ada kurma di mulut Hasan. Beliau pun kemudian memasukkan tangannya pada mulut Hasan dan mengambil kurma tersebut, lalu bersabda: “Tidakkah kamu tahu bahwa zakat/shadaqah tidak halal bagi keluarga Muhammad. 

2.2. Hadis perintah untuk mengajari shalatوا CرCم= مC ;د;ك و=ال

; ;ة? أ ?الصEال ;اءC و;هCم= ب =ن ;ب =ع? أ ب ?ين; س; ن CوهCم= س? =ه;ا و;اض=ر?ب ;ي ;اءC و;هCم= ع;ل =ن ;ب ر? أ ?ين; ع;ش= ن قCوا س? Yم= و;ف;رCه; =ن ;ي =م;ض;اج?ع? ف?ى ب الPerintahkanlah anak-anakmu shalat pada usia 7 tahun. Pukullah mereka pada usia 10 tahun, dan pisahkan juga mereka dari tempat tidur mereka (Sunan Abi Dawud kitab as-shalat bab mata yu`marul-ghulam bis-shalat no. 495. Hadits hasan shahih [al-Albani]). 

Page 15: TARBIYAH RUHYAH

2.3. Hadis untuk mengenal Allah, Imam Muhammad Baqir, mengatakan: أشهر وسبع سنين ثالث له تتم حتى يترك ثم , مرات سبع الله إال اله ال قل : له يقال سنين ثالث الغالم بلغ إذا

سبع قل : له قال ثم سنين أربع له يتم حتى ويترك , مرات سبع الله رسول محمد قل : له فيقال يوما وعشرون�هما : له يقال ثم سنين خمس له يتم حتى يترك ثم وآله محمد على الله صل�ى مرات �هما و يمينك أي فإذا ؟ شمالك أي

له قيل سنين سبع له تم فإذا سنين سبع له يتم حتى يترك ثم , اسجد :له ويقال القبلة إلى وجهه حو�ل ذلك عرف علم سنين تسع له تمت فإذا , سنين تسع له يتم حتى , يترك ثم صل� له قيل غسلهما فإذا وكفيك وجهك اغسل

الله إنشاء ولوالديه له وجل عز� الله غفر والصالة الوضوء تعلم فإذا عليها وضرب بالصالة وأمر عليه وضرب الوضوءJika anak telah berumur tiga tahun, ajarilah ia kalimat “Laa ilaaha illallah” (tiada Tuhan selain Allah) sebanyak tujuh kali lalu tinggalkan ia. Saat ia berusia tiga tahun tujuh bulan dua puluh hari, katakan kepadanya “Muhammad Rasulullah” (Muhammad adalah utusan Allah) sebanyak tujuh kali, lalu tinggalkan sampai ia berumur empat tahun. Kemudian, ajarilah ia untuk mengucapkan “Shallallaah ‘alaa Muhammad wa aalihi” (Salam sejahtera atas Muhammad dan keluarganya) sebanyak tujuh kali dan tinggalkan. Setelah ia genap berusia lima tahun, tanyakanlah kepadanya mana kanan dan mana kiri? Jika ia mengetahui arah kanan dan kiri palingkan wajahnya untuk menghadap kiblat dan perintahkanlah ia untuk bersujud lalu tinggalkan. Setelah ia berumur tujuh tahun suruhlah ia untuk mencuci wajah dan kedua tangannya dan perintahkanlah ia untuk shalat lalu tinggalkan. Saat ia berusia genap sembilan tahun ajarilah wudhu dan shalat yang sebenarnya dan pukullah ia bila meninggalkan kewajibannya ini. Jika anak telah mempelajari wudhu dan shalat dengan benar, maka Allah akan mengampuninya dan mengampuni kedua orang tuanya, Insya Allah. 

2.4. Rasulullah SAW sering menyuruh dua cucunya, Al-Hasan dan Al-Husain, untuk bergulat. Diriwayatkan bahwa suatu malam Rasulullah SAW masuk ke rumah putrinya, Fathimah a.s. ketika Al-Hasan dan Al-Husain ada di situ. Kepada mereka berdua, beliau bersabda:

فاصطرعا قوما ...Ayo bangunlah kalian dan bergulatlah....Hadits lain:

الخيل وركوب والرماية السباحة أوالدكم علموا  Ajarilah anakmu berenang dan memanah dan menunggang kuda. (HR. Bukhari Muslim) 

2.5. Hadits riwayat Abu Daud, Tirmidzi, ad-Darimi, dan Ahmad ibn Hanbal

? و;ع;ن= ام =ن? ه?ش; ع=د@ ب ;ل; س; ?ى : قا ;ن =نC مCع;اذC ح;دEث =د? ب =ن? الله? ع;ب =ب? ب ;ي ب Cخ pى? ;ل; الجCه;ن ;ا : قا =ن ل =ه? د;خ; ;ي ;ل; ع;ل ?ه? ف;قا ات ?م=ر; Cص;لىY م;تى; : ال ي

pى? ;ل;ت= , الصEب ;ان; : ف;قا جCل� ك Eا ر; CرC م?ن ;ذ=ك و=ل? ع;ن= ي Cس =ه? اللهC ص;لىE الله? ر; ;ي لEم; ع;ل EهC و;س; ;ن ?ل; ا ئ Cف;ق;ال; , ذل?ك; ع;ن= س : ; ?ذا ف; ا CهC ع;ر; =ن ;م?ي ي

?ه? م?ن= م;ال و=هC ش? CرCة? ف;م; ?الصEال ب  

Dari Hisyam bin Sa`id dia berkata; Pernah kami pergi ke rumah Mu`adz bin Abdullah bin Khu`aib Al-Juhni r.a., lalu dia berkata kepada istrinya;”Kapankah anak-anak itu harus mengerjakan shalat?” Maka isterinya berkata;”Seorang diantara kami menyebutkan Rasulullah Saw, bahwasanya beliau pernah ditanya seseotang tentang itu, maka beliau bersabda;”Apabila anak itu telah mengenal kanan dan kirinya, maka suruhlah dia mengerjakan shalat. 

2.6. HR. Ahmad, Muslim, Abu Daud dan Turmudzi. Tentang etika aurat/pendidikan seks

;ل; و=لC قا Cس =ه? اللهC ص;لىE الله? ر; ;ي لEم; ع;ل جCلC و;س; Eالر CرCظ= ;ن ;ي ?لى; ال ة? ا جCل? ع;و=ر; Eالر ; =ظCرC و;ال ;ن أةC ت ?لى; الم;ر= ة? ا أة? ع;و=ر; ; الم;ر= Cف=ض? و;ال يCلCج Eلى; الر? جCل? ا Eو=ب? ف?ى الرE ; الو;اح?د? الث أةC و;ال ?لى; الم;ر= أة? ا Eو=ب? ف?ى الم;ر= داود وابن ومسلم احمد رواه. (الو;اح?د? الث

)والترمذىRasulullah Saw bersabda; Laki-laki tidak boleh melihat aurat laki-laki lain dan perempuan

Page 16: TARBIYAH RUHYAH

tidak boleh melihat aurat perempuan lain. Dan seorang laki-laki tidak boleh tidur bersama laki-laki lain dalam satu selimut, dan seorang perempuan tidak boleh tidak boleh tidur bersama perempuan lain dalam satu selimut. 

2.7. HR. Ibnu Majah, tentang memperbaiki akhlak anakآدبهم وأحسنوا أوالدكم أكرموا

Muliakanlah anak-anakmu dan perbaikilah akhlak mereka

2.8. Hadits tentang cintaالقرآن وقراءة بيته، أهل وحب نبيكم، حب: خصال ثالث على أوالدكم أدبوا

Didiklah anak-anakmu dengan tiga perkara; Mencintai Nabi kalian(Muhammad SAW), mencintai Ahlulbaitnya dan membaca Al-Qur'an 

2.9. Mengenalkan dengan hukum halal dan haram, berdasarkan hadits Ibn Jarir dan Ibn Mundhir, dari Ibn Abbas ra, sesungguhnya nabi bersada:

الله معاصى واتقوا الله بطاعة إغسلوا "قال أنه عنهما الله رضى عباس ابن حديث من المنذر وابن جرير ابن أخرجالنار من ولكم لهم وقاية فذلك النواهى واجتناب األوامر بامتثال أوالدكم ومروا .

mandikanlah (anakmu) dengan ketaatan, dan takutlah untuk berbuat maksiat, dan perintahlah anakmu untuk mentaati perntah Allah dan menjauhi larangan-Nya, itulah penjagaanmu dan anak-anakmu dari neraka. 

2.10. Riwayat Baihaqi tentang pengajaran sopan santunأدبه ويحسن موضعه ويحسن اسمه يحسن ان والده على الولد حق

Kewajiban orang tua terhadap anaknya adalah memberi nama yang baik, memberi tempat tinggal yang baik, dan mengajari sopan santun. 

Dan masih banyak hadits-hadits lain dengan beragam derajat hadits. Seperti dalam buku Athfaalul Muslimin, Kaifa Rabbaahumun Nabiyyul Amiin oleh Jamal Abdur Rahman yang sudah diterjemahkan oleh Bahrun Abu Bakar Ihsan Ubaidi dengan judul Tahapan Mendidik Anak: Teladan Rasulullah Saw yang memuat kurang lebih 120 hadits dengan syarahnya. Dan buku 43 Langkah Mengakrabkan Orangtua dengan Anak karangan Muhammad Thalib.

3. Implementasi Internalisasi Iman Dalam PendidikanTujuan dari pendidikan akhlak dalam Islam adalah untuk membentuk manusia yang bermoral baik, keras kemauan, sopan dalam berbicara dan perbuatan, mulia dalam tingkah laku perangai, bersifat bijaksana, sempurna, sopan dan beradab, ikhlas, jujur dan suci. Dengan kata lain pendidikan akhlak bertujuan untuk melahirkan manusia yang memiliki keutamaan (al-fadhilah). Berdasarkan tujuan ini, maka setiap saat, keadaan, pelajaran, aktifitas, merupakan sarana pendidikan akhlak. Dan setiap pendidik harus memelihara akhlak dan memperhatikan akhlak di atas segala-galanya. Menurut penulis, bahwa akhlaq mulia dalam Islam yang sangat beragam jenisnya, jika dikaitkan dengan isu pendidikan sekarang adalah masuk dalam bingkai pendidikan karakter, oleh karena itu dalam makalah ini untuk penyebutan akhlaq mulia disebut pendidikan karakter.Konsep Ilahiah dalam Islam atau Aqidah Islamiyah adalah pondasi yang harus dimiliki oleh orang yang beragama Islam. Akan lebih baik jika konsep aqidah ini ditanamkan sejak masa kanak-kanak. Mengapa harus kanak-kanak? Menurut Dr. Amani Ar-Ramadi masa kanak-kanak adalah masa yang masih jernih pemikirinnya. Karenanya, pengarahan anak untuk mengenal agama mendapatkan porsi yang masih luas dalam hatinya, tempat tersendiri dalam pikirannya, dan sambutan oleh akalnya. Selain itu, anak adalah amanat Allah. Allah menitipkan amanat itu kepada orang tua, pendidik, keluarga dan masyarakat untuk dididik

Page 17: TARBIYAH RUHYAH

dengan baik dan benar. Atas amanat, tersebut mereka semua akan dimintai pertanggung-jawaban dan akan dihisab atas kelalaian mereka dalam pendidikannya. Begitu pula, mereka akan mendapatkan pahala jika berbuat baik kepada anak-anak dan bertaqwa kepada Allah. Anak merupakan pondasi yang paling mendasar bagi terbentuknya sebuah bangunan umat. Apabila anak diletakkan dalam posisi yang benar, bangunannya secara utuh akan bisa lurus. Pondasi dasar yang harus ditanamkan kepada anak adalah pemahaman Aqidah, supaya anak bisa menjadi bangunan yang terbentuk lurus. Imam Ghazali telah menekankan untuk memberikan perhatian terhadap anak dan mendiktekannya sejak kecil agar ia bisa tumbuh di atas aqidah itu. Beliau mengatakan, “Ketahuilah bahwa apa yang telah kami sebutkan dalam menjelaskan aqidah seyogyanya diberikan kepada sang anak di awal perkembangannya agar ia bisa menghafalkannya benar-benar, sehingga makna-maknanya kelak di masa dewasa terus terungkap sedikit demi sedikit”. Imam Ghazali juga menjelaskan dalam kitab Al-Ihya’ Ulumuddin cara menanamkan aqidah pada anak-anak. Beliau mengatakan ,”Cara menamkan keyakinan ini bukanlah dengan mengajarkan keterampilan berdebat dan berargumentasi, akan tetapi caranya adalah menyibukkan diri dengan membaca Al-Qur’an dan tafsirnya, membaca hadits dan makna-maknanya serta sibuk dengan tugas ibadah. Dengan demikian, kepercayaan dan keyakinan anak akan terus bertambah kokoh sejalan dengan semakin seringnya dalil-dalil Al-Qur’an yang didengar olehnya dan juga sesuai dengan berbagai bukti dari hadits Nabi yang ia telah dan berbagai faedah yang bisa ia petik darinya. Ini ditambah lagi oleh cahaya-cahaya ibadah dan amalan-amalan yang dikerjakannya yang akan semakin memperkuat itu semua”. Konsep aqidah islamiyah, sudah sepantasnya orang tua dan pendidik memahami terlebih dahulu tentang konsep Ilahiah itu sendiri. Dan ketika anak mulai dikenalkan dengan Ilah-nya, akan timbul berbagai macam pertanyaan dalam benaknya. Orang tua dan pendidik harus berusaha menjelaskan menggunakan bahasa yang mudah dipahami oleh anak-anak. Selain itu, orang tua atau pun pendidik dituntut untuk kreatif dalam menjelaskan masalah aqidah ini agar lebih mudah dipahami. Misalnya cara mengenalkan Allah kepada anak-anak, ketika mereka bertanya ‘Siapa Rabb-ku?’ jelaskan kepada mereka bahwa Rabb mereka adalah Allah yang telah menciptakan, memelihara, menguasai, dan mengatur alam semesta ini. Gunakan dalil dari Al-Qur’an supaya mereka lebih yakin, seperti firman Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam surat Al-Fatihah :

Cح;م=د= Eه? ال ?ل بY ل ;م?ين; ر; =ع;ال ال" Segala puji bagi Allah, Rab semesta alam."Ketika mereka bertanya ‘Dari mana engkau mengenal Rabb-mu?’ jelaskan kepada mereka bahwa mereka mengenal Rabb-nya dari tanda-tanda kekuasaan Allah. Seperti adanya malam, siang, matahari, bulan, tujuh lapis langit, tujuh lapis bumi, berikut apa yang ada di langit dan di bumi serta apa yang ada di antara keduanya. Kemudian apabila anak-anak bertanya ‘Di mana Allah?’ jelaskan kepada mereka bahwa Allah berada di atas langit, bersemayam tinggi dan naik di atas ‘Arsy. Sayangnya, banyak orang tua ataupun tenaga pendidik yang ketika ditanya ‘Di mana Allah?’, kebanyakan dari mereka menjawab ‘Allah ada di atas’. Jawaban yang abstrak apabila diberikan kepada anak-anak. Karena bisa jadi ketika si anak berada di dalam rumahnya dan mendongakkan kepalanya ke atas, berharap agar bisa melihat Allah –karena jawaban yang diberikan kepadanya Allah itu ada di atas-. Ternyata si anak hanya menemukan cicak yang sedang berburu nyamuk. Salah-salah anak tersebut mengira cicak itulah Ilahnya. Naudzubillah.Dan apabila mereka bertanya ‘Apa itu ‘Arsy?’, jelaskanlah bahwa ‘Arsy adalah makhluk Allah yang paling besar, yang letaknya paling tinggi, yang berada di atas langit ketujuh. Sertakan dalil dari Al-Qur’an surat Thaahaa ayat 5 agar si anak bertambah yakin dan ajarkan untuk menghapalnya, yang berbunyi :

استوى العرش على الرحمن

Page 18: TARBIYAH RUHYAH

"(yaitu) Ilah(Rab) yang Maha Pemurah. yang bersemayam di atas 'Arsy."Anak-anak adalah amanat Allah yang dititipkan kepada orang tua, pendidik, keluarga, dan masyarakat untuk dididik dengan baik dan benar. Atas amanat tersebut, mereka semua akan dimintai pertanggung-jawaban dan akan dihisab atas kelalaian mereka dalam pendidikannya. Begitu pula, mereka akan mendapatkan pahala jika berbuat baik kepada anak-anak dan bertaqwa kepada Allah. Oleh karena itu, penanaman konsep Ilahiah dalam Islam sebaiknya dimulai dari sejak kanak-kanak agar pendidikan anak yang merupakan amanat dari Allah bisa dipertanggung-jawabkan dengan baik. 

3.1. Nilai Iman dalam PembelajaranPerubahan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional dari UU Nomor 2 tahun 1989 kepada UU Nomor 20 tahun 2003 diantaranya dikarenakan tidak memadai lagi UU yang petama dan dirasa perlu disempurnakan agar sesuai dengan amanat perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Perubahan ini secara langsung juga berimplikasi terhadap model pendidikan secara nasional, terutama pendidikan nilai baik di lingkungan pendidikan formal maupun pendidikan nonformal (PLS).Nilai-nilai iman dapat diimplikasikan dalam seluruh komponen pembelajaran, baik komponen fisik seperti sarana prasarana, media, buku sumber, dan performance guru, maupun komponen non fisik seperti tujuan, metode, materi, evaluasi, dan sebagainya. Dalam konteks komponen pembelajaran yang sifatnya fisik, maka intinya adalah menciptakan lingkungan belajar (learning environment) yang mendukung proses internalisasi nilai keimanan terhadap peserta didik serta mendorong pendidik dan tenaga kependidikan yang ada di sekolah untuk menjadi rujukan, tauladan, atau model dari sosok manusia Indonesia yang beriman dan bertakwa. Sarana dan prasarana yang ada di sekolah harus mencerminkan budaya sekolah religius, demikian halnya dengan segala media dan buku sumber yang menjadi rujukan guru harus selalu diintegrasikan dengan derivasi nilai keimanan yang universal. Kompetensi guru pun harus di up grad oleh pemegang kebijakan agar ia siap dan mumpuni untuk melakukan tugas-tugas profesionalnya dengan baik, khususnya tugas yang berhubungan langsung dengan upaya menanamkan nilai keimanan terhadap peserta didik. Pembentukan school culture di lingkungan sekolah yang mendukung peningkatan kualitas iman diantaranya dapat diusahakan melalui: (1) Penataan sarana fisik sekolah yang mendukung proses internalisasi nilai IMTAK dalam pembelajaran; (2) Pendirian sarana Ibadah yang memadai; (3) Membiasakan membaca al quran/tadarus setiap mengawali PBM; (4) Membiasakan memperdengarkan lantunan-lantunan Al qur’an setiap ketika akan masuk kelas, jam istirahat dan jam pulang melalui radio kelas; (5) Pembinaan Al quran dan Al Hadist secara rutin; (6) Adanya pola pembinaan keagamaan guru secara terprogram dan terpola serta adanya Wakil Kepala yang secara khusus membidangi program pembinaan Iman dan Taqwa Guru dan Siswa. (7) Adanya ketauladanan (Personal Image) dan kontrol sosial dari kepala sekolah terhadap prilaku guru; (8) Membiasakan shalat berjamaah; (9) Adanya penataan yang tertib tentang tempat guru akhwat dan ikhwan; (10) Program keputrian bagi Guru perempuan; (11) Membudayakan ucapan salam di lingkungan sekolah; (12) Adanya program BP yang berbasis nilai-nilai Iman dan Taqwa; dan lain-lain

3.2. Urgensi Pembelajaran Berbasis Nilai KeimananSistem pendidikan yang dibutuhkan sekarang adalah sistem pendidikan yang berbasiskan nilai-nilai illahiyah (IMTAK), sudah saatnya kita meninggalkan sistem pendidikan yang sudah lama dipraktekan selama ini yang cenderung semi sekuler, mata pelajaran agama tidak menjadi bagian yang penting, hal ini terbukti dengan dibatasinya alokasi waktu mata pelajaran agama (proporsinya tidak sebanding dengan ilmu lainya) dan khasanah agama tidak menjadi pondasi keilmuan dari mata pelajaran lainya, dalam prakteknya seolah

Page 19: TARBIYAH RUHYAH

adanya dikotomi paradigma antara ilmu agama dengan ilmu pengetahuan umum. Pembelajaran berbasis keimanan dalam pengertian penulis adalah proses pembelajaran dimana semua mata pelajaran dilandasi oleh khasanah nilai-nilai universal yang bersumber dari agama sebagai sumber nilai illahiah yang komprehenship disertai pembentukan school culture di semua lingkungan /lembaga pendidikan yang bernuansa religius, selain edukatif dan ilmiah. Untuk bisa mewujudkanya tentunya perlu adanya daya dukung yang utuh dari seluruh stakeholder pendidikan. Dalam sekala mikro (pelakasanaan di lingkungan lembaga pendidikan/sekolah), hal tersebut bisa diwujudkan dengan didukung oleh faktor pendukung utama yang memadai yaitu SDM sekolah, dimana kepala sekolah dan komite sekolah sebagai motornya harus memiliki kompetensi yang memadai, komitmen yang kuat, ketauladanan dalam memimpin dan keistiqomahan dalam sikap dan prilaku yang terwujud dalam segala bentuk kebijakanya.Sedangkan dalam skala makro, terwujudnya pembelajaran berbasis keimanan akan bisa terwujud apabila secara yuridis diperkuat dengan diundangkanya sistem ini oleh legislatif serta di dukung oleh faktor anggaran pendidikan yang memadai. Terwujudnya pembelajaran berbasis nilai keimanan setidaknya bisa menjadi solusi jangka panjang atas problematika ummat dewasa ini, khususnya yang terkait dengan akhlak generasi muda (remaja) sekarang, kita ketahui bahwa remaja (se-usia sekolah) sekarang sudah banyak terpengaruh oleh budaya barat, penjajahan ala barat melalui food, fashion dan fun serta gerakan dakwah melalui tontotan di televisi yang banyak mengajarkan gaya hidup sekuler sudah banyak memakan korban.Konsep keimanan dalam Islam dapat dipandang dari sudut teologis-religi dan sosial-humanis. Konsep teologis keimanan dikenal dengan konsep tauhid yang sifatnya doktriner, yaitu kepercayaan tunggal terhadap keesaan Allah Swt. Menutut Syekh Mahmud Syaltout (1984) unsur pertama dalam keimanan adalah mempercayai wujud dan wahdaniyat Allah dalam menciptakan, mengurus, dan mengatur segala urusan. Oleh karena itu, keimanan ini memiliki makna sosial yang dalam istilah M. Amin Rais sebagai “tauhid sosial”. Istilah ini tidak lain menggambarkan sebuah kondisi prilaku yang sesuai dengan ajaran tauhid (keimanan). Konsep “tauhid sosial’ ini diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari yang dalam bahasa agama disebut amal shaleh yaitu sejumlah perbuatan baik yang sesuai aturan agama. Deskripsi iman dan takwa hanyalah memperjelas bahwa pentingnya pendidikan dalam konteks keislaman dan moralitas adalah terbinanya hubungan vertikal di samping secara manusiawi dan sosial. Maka sebuah konsep pendidikan atau pembinaan yang dilandasi keimanan dan ketakwaan, bukan hanya menghasilkan output yang memiliki tanggung jawab sosial (pribadi, masyarakat, bangsa) namun juga memiliki tanggung jawab moral kepada Tuhan. Konsep pembelajaran berbasis nilai iman dan taqwa merupakan derivasi dari rumusan tujuan pendidikan nasional yang terkandung dalam UU No 20 tahun 2003. sekaligus sebagai bagian dari kegiatan preventif dan kuratif terhadap fenomena saat ini dan antisipasi masa mendatang. Disadari bahwa perkembangan dunia global bukan hanya menghasilkan produktivitas manusia dalam mempermudah cara hidupnya, namun telah berakibat buruk terhadap pola dan tata hubungan kemanusiaan. Misalnya kehadirian televisi di satu sisi telah memberi nilai tambah informasi dan hiburan kepada masyarakat, namun tayangan televisi telah pula mendorong tumbuhnya tindakan destruktif di masyarakat. Bahkan dari berbagai kemajuan muncul dekadensi moral yang mengglobal juga saat ini. Kenyataan terjadinya dekadensi moral bukan hanya menjadi komoditas isu sosial yang menjadi wacana. Namun, hendaknya menyadarkan bangsa Indonesia bahwa pendidikan dewasa ini belum cukup mampu membentengi generasi muda (remaja) dari prilaku-prilaku destruktif yang mereka konsumsi dari berbagai sumber informasi. Oleh karenanya, dalam tataran operasional, pendidikan kini mutlak harus diarahkan pada pembelajaran yang

Page 20: TARBIYAH RUHYAH

terintegrasi dengan nilai iman dan taqwa sehingga generasi muda memiliki daya filter yang tinggi terhadap pengaruh negatif dari luar serta memiliki tanggung jawab terhadap masa depan dirinya, bangsa dan negara. Untuk mewujudkan hal tersebut, perlu ada kesadaran penuh dari semua komponen pendidikan, termasuk birokrasi pendidikan. Adapun dalam tataran mikro operasional di sekolah, unsur yang paling dominan dalam melaksanakan pembelajaran berbasis nilai keimanan dan ketaqwaan adalah guru.

3.3. Peran Guru Dalam Penanaman Iman Dalam pendidikan guru penting sekali dikembangkan nilai-nilai etika dan estetika inti seperti kepedulian, kejujuran, keadilan, tanggung jawab, dan rasa hormat terhadap diri dan orang lain bersama dengan nilai-nilai kinerja pendukungnya seperti ketekunan, etos kerja yang tinggi, dan kegigihan sebagai basis karakter yang baik. Guru harus berkomitmen untuk mengembangkan nilai keimanan peserta didik berdasarkan nilai-nilai Yang dimaksud serta mendefinisikannya dalam bentuk perilaku yang dapat diamati dalam kehidupan sekolah sehari-hari. Yang terpenting adalah semua komponen sekolah bertanggung jawab terhadap standar-standar perilaku yang konsisten sesuai dengan nilai-nilai inti. Seseorang dapat dikatakan berkarakter jika telah berhasil menyerap nilai dan keyakinan yang dikehendaki masyarakat serta digunakan sebagai kekuatan moral dalam hidupnya. Demikian juga seorang pendidik dikatakan berkarakter, jika memiliki nilai dan keyakinan yang dilandasi hakikat dan tujuan pendidikan serta digunakan sebagai kekuatan moral dalam menjalankan tugasnya sebagai pendidik. Dengan demikian pendidik yang berkarakter, berarti telah memiliki kepribadian yang ditinjau dari titik tolak etis atau moral, seperti sifat kejujuran, amanah, keteladanan, ataupun sifat-sifat lain yang harus melekat pada diri pendidik. Pendidik yang berkarakter kuat tidak hanya memiliki kemampuan mengajar dalam arti sempit (transfer pengetahuan/ilmu), melainkan juga harus memiliki kemampuan mendidik dalam arti luas (keteladanan sehari-hari).Upaya guru bersikap dan berprilaku sebaik-baiknya terhadap siswa merupakan nilai positif bagi peningkatan mutu dan kualitas proses belajar – mengajar. Terutama pada pendidikan agama, ia mempunyai tanggung jawab yang lebih berat dibandingkan dengan pendidikan pada umunya, karena selain bertanggung jawab terhadap pembentukan pribadi anak yang sesuai dengan tuntunan agama Islam, juga bertanggung jawab terhadap Allah di akhirat nanti.Sikap, prilaku dan perkataan guru yang sesuai dengan ajaran Islam perlu diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari sebagai teladan bagi anak didiknya. Untuk menerapkan pendidikan moral agama tersebut terdapat beberapa metode diantaranya adalah dengan pendidikan secara langsung, dengan cara menggunakan petunjuk, tuntunan, nasehat, menjelaskan manfaat dan bahaya-bahaya sesuatu, memberikan contoh yang baik (teladan), sehingga mendorong anak untuk berbudi pekerti luhur dan menghindari segala hal yang tercela. Hal ini tentunya tidak terlepas dari sikap guru dan perilaku guru sebagai contohnya serta teladan bagi siswanya.Karena adanya kecenderungan anak untuk meniru apa yang dilihatnya, maka dengan keteladanan pribadi seorang guru tanpa disadari telah terpengaruh dan tertanam pada diri anak. Dari sikap tersebut akhirnya tertanamlah suatu akhlak yang baik dan diharapkan pada diri anak, sehingga pembentukan akhlakul karimah dapat terealisasikan.Menyadari pernyataan di atas dapat diambil pengertian bahwa kebutuhan manusia akan keteladanan lahir dari suatu gharizah (naluri) yang bersemayam di dalam jiwa manusia yaitu jiwa taqlid (peniruan). Sebagai contoh bahwa manusia suka meniru adalah sekelompok anak remaja yang sedang mengalami perkembangan, ia mulai mencari orang lain yang dapat mereka jadikan teladan (pahlawan) atau hero sebagai ganti orang tua dan orang-orang yang bisa menasehati mereka. 

Page 21: TARBIYAH RUHYAH

C. KESIMPULAN Pendidikan berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan di dalam lingkungan rumah tangga, sekolah dan masyarakat, karena itu pendidikan adalah tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat, dan pendidikan.Oleh karena itu sebagai upaya antisipasi dan memberikan alternatif sekolah yang berorientasi masa depan, serta untuk menyiapkan generasi yang dapat mengantisipasi dan berkompetisi di era global. Maka perlu diadakan perubahan didalam sistem maupun kurikulumnya. Upaya-upaya konsepsional dimana pemerintah sebagai pelopornya, menunjukkan bahwa pendidikan merupakan unsur utama dan pertama bagi terciptanya atmosfer masyarakat bangsa yang hakiki yang tetap berpegang teguh pada unsur-unsur etika moral nenek moyang sendiri dan secara global bersumber dari norma-norma agama.Dalam pendidikan anak usia dini salah satu kawasan yang harus dikembangkan adalah nilai moral, karena dengan diberikannya pendidikan nilai dan moral sejak usia dini, diharapkan pada tahap perkembangan selanjutnya anak akan mampu membedakan baik buruk, benar salah, sehingga ia dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-harinya. Ini akan berpengaruh pada mudah tidaknya anak diterima oleh masyarakat sekitarnya dalam hal bersosialisasi. Dalam pengembangan nilai moral untuk anak usia dini perlu dilakukan dengan sangat hati-hati. Hal ini dikarenakan anak usia dini adalah anak yang sedang dalam tahap perkembangan pra operasional kongkrit seperti yang dikemukakan oleh Piaget, sedangkan nilai-nilai moral merupakan konsep-konsep yang abstrak, sehingga dalam hal ini anak belum bisa dengan serta merta menerima apa yang diajarkan guru/orang tua yang sifatnya abstrak secara cepat. Untuk itulah orang tua harus pandai-pandai dalam memilih dan menentukan metode yang akan digunakan untuk menanamkan nilai moral kepada anak agar pesan moral yang ingin disampaikan guru dapat benar-benar sampai dan dipahami oleh siswa untuk bekal kehidupannya di masa depan.  D. DAFTAR PUSTAKA

A. Syafi’i Maarif, Pendidikan di Indonesia, Antara Cita dan Fakta, Yogyakarta, Tiara Wacana, 1991Abdullah Nasih Ulwan, Pendidikan Anak Dalam Islam, terjemahan. Jamalauddin Miri, Jakarta: Pustaka Amani, 1995Abdurrahman An-Nahlawi, Prinsip-prinsip Metode Pendidikan Islam, Bandung : Diponegoro, 1992Abu Ahmadi, dkk, Ilmu Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta, 1991Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2001, Cet. ke-4Agus Prasetyo, S.Pd dan Emusti Rivasintha, S.Pd, Konsep, Urgensi Dan Implementasi Pendidikan Karakter Di Sekolah dalam http://edukasi.kompasiana.com/2011/05/27/konsep-urgensi-dan-implementasi-pendidikan-karakter-di-sekolah/ diakses pada tanggal 15 Januari 2010 jam 20.00Ahmad Tafsir, Metodologi Pengajaran Agama Islam, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2003, Cet ke-7Al-Qadir Hasan, Terjemahan Nainul Authar, Jilid. V. Surabaya, PT. Bina Ilmu, 1984Al-Syaibany, Omar Mohammad Al-Taomy , Falsafah Pendidikan Islam (terj. Hasan Langgulung), Jakarta: Bulan Bintang, 1979AM Saefudin, dkk., Desekularisasi Pemikiran Landasan Islamisasi, Bandung: Mizan, 1987Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, Jakarta: Ciputat Pers, 2002CD Hadits, Kutubbus SittahHasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan: Suatu Analisa Psikologi dan Pendidikan,

Page 22: TARBIYAH RUHYAH

Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1989Hery Noer Aly, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Logos, 1999http://sadidadalila.wordpress.com/2010/01/03/ pentingnya-pendidikan-anak-usia-dini-di-indonesia/, diakses pada tanggal 12 Januari 2012, jam 18.00 WIBhttp://staff.uny.ac.id/system/files/penelitian/Ajat%20Sudrajat,%20Prof.%20Dr.%20%20M.Ag./Membangun%20Kultur%20Akhlak%20Mulia.pdfhttp://www.al-shia.org, diakses tanggal 14 Januari 2012 jam 11.00 yang sudah diterjemahkan dari bahasa aslinya oleh Ahmad hafidz al-Kaff dengan judul Pendidikan Anak Menurut Islamhttp://www.voa-islam.com/muslimah/education/2011/01/22/12913/tips-agar-anak-patuh-pada-nasihat-orangtua/ diakses tanggal 16 Januari 2012 jam 10.00Humaidi Tata Pangarsa, Metodologi Pendidikan Islam, Malang, Penerbit Almamater YPTP, IKIP Malang, 1974M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam: Suatu Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner, Jakarta: Bumi Aksara, 1991M. Collin Mallary, dkk. Mengubah Perilaku Siswa, Jakarta: PT BPK. Gunujng Mulia, 199Mahfudzh Shalahuddin, dkk, Metodologi Pendidikan Agama, Surabaya, PT. Bina Ilmu, 1987Muhaimin, Srategi Belajar Mengajar, Surabaya: Citra Media, 1996Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2004, Cet. ke-4), hlm. 115Singgih Gunarsa, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, Jakarta: Gunung Mulia, 2004Suyanto, Urgensi Pendidikan Karakter, dalam http://mandikdasmen.kemdiknas.go.id/web/pages/ urgensi.html diakses pada tanggal 17 Januari 2011 jam 21.00Syamsu Yusuf, Psikologi Belajar Agama, Bandung: Maestro, 2002Tim Pustaka Familia, Konsep Diri Positif, Menentukan Prestasi Anak. Yogyakarta: Kanisius, 2006Zakiah Daradjat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah, Bandung, PT Remaja Rosda Karya, 1995

Dipresentasikan pada Mata Kuliah Studi Al-Qur'an Hadits oleh Siti Rochmiyatun di IAIN Surakarta, Pebruari 2012

Menata Ruhiyah Demi Dakwah8 Mei 2011 pukul 3:18

Tweet

Oleh : Ustad Salman, MA

Umar bin Khattab pernah meneteskan air matanya ketika melihat keadaan seorang ibu yang pada

malam itu (ketika Khalifah Umar sedang mengadakan inspeksi malam hendak melihat kondisi

sebenarnya masyarakat yang dipimpinnya) pura-pura memasak untuk

Page 23: TARBIYAH RUHYAH

menenangkan anak-anaknya yang terus menangis menahan lapar. Padahal dalam kuali tersebut

hanyalah berisi batu. Menyaksikan hal demikian, sang khalifah langsung menuju gudang (sejenis

bulog) mengambil sekarung gandum. Masya Allah, dengan tangan dan pundaknya sendiri, beliau

membawa sekarung gandum tersebut untuk diberikan kepada sang ibu tadi.

Makna ruhiyah

Dalam kamus dikemukakan, bahwa ruhiyah berasal dari kata ruh yang mendapatkan ya’

nisbah menjadi ruhi, yang memiliki arti ruhani (spiritual) yang merupakan lawan dari kata maadi atau

materi. Kata ruhiyah sering kali diidentikkan dengan nuansa hati yang penuh terisi dengan nilai-nilai

keimanan, sehingga merasakan adanya ketentraman dan kesejukan jiwa yang memotivasi untuk

beramal dalam mencari ridho Allah. Sehingga pengaruh dari adanya ruhiyah dalam diri seseorang

teraplikasi pada peningkatan aktivitas ibadah dan da’wah, dalam berbagai bentuknya

Barangkali kita pernah mendapati ada kader dakwah yang cukup handal dalam pengetahuan dan

wawasan keislamannya namun minus dalam aspek ruhiyah. Pengetahuan dan wawasan

keislamannya hanya mampu memberinya petunjuk tentang sebuah pemecahan persoalan dan

kebenaran tetapi ia tidak mampu menghayati persoalan dan kebenaran tersebut. Seorang yang

minus aspek ruhiyah seperti itu akan tampak kuat dalam pengembangan penalaran dan

intelektualitas, namun “kering” dalam penjiwaan nuansa-nuansa sentuhan religius. Ia hanya memiliki

kekayaan warna pemikiran, namun miskin dalam emosionalitas keagamaan yang mampu memberi

warna dalam pribadinya. Ketajaman analisis berpikir yang dimilikinya tidak diikuti dengan

kecemerlangan hubungannya dengan Allah Swt dan ketinggiannya dalam akhlak.

Urgensi tarbiyah ruhiyah

Ruhiyah (ma’nawiyah) adalah aspek yang harus mendapatkan perhatian khusus oleh setiap muslim.

Sebab ruhiyah menjadi motor utama sisi lainnya, hal ini bisa kita simak dalam firman Allah Swt di

surat Asy-Syams : 7-10 “Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), Maka Allah mengilhamkan

kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketaqwaannya. Sungguh sangat merugi orang yang

mensucikannya dan sungguh merugilah orang yang mengotorinya,” . Dan dalam surat Al Hadid ayat

16: “Belumkah datang waktunya untuk orang-orang yang beriman untuk tunduk hati mereka

Page 24: TARBIYAH RUHYAH

berdzikir kepada Allah dan kepada kebenaran yang telah turun kepada mereka dan janganlah

mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Alkitab di dalamnya, kemudian

berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras, dan kebanyakan di

antara mereka adalah orang-orang yang fasik ”. Ayat-ayat di atas memberikan pelajaran kepada kita

akan pentingnya untuk senantiasa menjaga ruhiyah, kerugian yang besar bagi orang yang

mengotorinya dan peringatan keras agar kita meninggalkan amalan yang bisa mengeraskan hati.

Bahkan tarbiyah ruhiyah adalah dasar dari seluruh bentuk tarbiyah, menjadi pendorong untuk

beramal shaleh dan dia juga memperkokoh jiwa manusia dalam menyikapi berbagai problematika

kehidupan.

Indikasi ruhiyah yang kuat

Indikasi bahwa seseorang memiliki aspek ruhiyah yang kuat, diantaranya:

1.Adanya sikap ketergantungan yang sangat tinggi terhadap Allah Swt. Ia menjadikan Allah Swt

sebagai satu-satunya tujuan dalam segala hal yang dibarengi dengan kegigihan dan

kesungguhannya dalam mengerjakan sebuah aktivitas.

2.Ia berupaya keras untuk selalu mengisi kehidupannya dengan kebajikan dan perbuatan yang

bermanfaat. Ia juga berupaya meninggalkan keburukan dan hal-hal yang tidak berguna.

3.Ia gemar menjalankan ibadah-ibadah sunnah. Perangainya sangat terjaga dan merupakan

cerminan dari akhlak karimah seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah Saw.

4.Seseorang yang mampu memberi makna terhadap setiap peristiwa yang terjadi dalam hubungan

dirinya dengan Tuhannya dan segala kekuasaan yang dimiliki-Nya.

5.Ia akan merasakan keberadaan Tuhan dalam berbagai peristiwa yang terjadi dan fakta-fakta yang

disaksikannya.

Page 25: TARBIYAH RUHYAH

Urgensi ruhiyah

Betapa penting aspek ruhiyah bagi seorang kader dakwah. Ia mampu menjaga dari rasa frustasi dan

putus asa ketika seseorang mengalami kekecewaan dan kegagalan, menjaga dari kegembiraan

yang berlebihan dan rasa takabur apabila mengalami keberhasilan, kebahagiaan dan kemenangan,

membentengi diri dari rasa malas berkelanjutan dalam beraktivitas dakwah dan memberikan

semangat keberanian dengan mengharap perlindungan dan pertolongan kepada Allah Swt.

Ia akan mengobati hati seorang kader dakwah dari “sakitnya” dan menuntunnya dari gelap gulita

kepada terang-benderang, memberikan kesabaran dan keteguhan untuk tetap istiqomah dalam

berda’wah, memberikan optimisme dan harapan terhadap masa depan dakwah, membangkitkan

semangat berkorban yang tinggi yang diiringi dengan keyakinan kuat bahwa Allah Swt akan

memberikan balasan yang lebih baik lagi.

Ia akan menggerakkan seorang kader dakwah untuk menyerap segala pertolongan dan kekuatan

dari Allah Swt melalui segenap perilaku dan keutamaan ibadah-ibadahnya, mengundang datangnya

petunjuk dan bimbingan dari Allah Swt melalui kesungguhan memohon penjelasan dalam

melangkah di jalan da’wah, membangkitkan simpati dari obyek dakwah bahkan dari musuh dakwah

karena keutamaan perangai dan perilakunya dan mendatangkan segala bantuan dan kelebihan bagi

seorang kader dakwah dalam menjalani dunia dakwahnya.

Apabila organisasi gerakan dakwah terdiri dari individu-individu yang kuat dalam aspek ruhiyahnya

dan dijadikannya aspek ruhiyah itu sebagai salah satu hal yang diperhatikan, maka oraginsasi ini

akan memiliki kelebihan dan keunggulan dalam menjalani gerakan dakwahnya. Tidak sedikit

pertolongan dan bantuan Allah Swt akan diberikan kepada organisasi tersebut dalam mencapai

keberhasilan dan kemenangannya. Inilah peran penting aspek ruhiyah bagi sebuah organisasi

gerakan dakwah dan para aktifis dakwah.

Tarbiyah ruhiyah

Agar terbentuk aspek ruhiyah yang kuat pada seorang kader dakwah, maka diperlukan pembinaan

ruhiyah (tarbiyah ruhiyah) secara berkesinambungan. Karena itu organisasi gerakan dakwah harus

Page 26: TARBIYAH RUHYAH

memiliki program pembinaan ruhiyah bagi para kadernya. Pembinaan ruhiyah ini dapat dilakukan

melalui penyampaian materi-materi yang mengantarkan kepada pemahaman tentang Allah Swt

beserta segala sifat dan kekuasaan-Nya, penjelasan tentang kehidupan akhirat, janji-janji dan

ancaman Allah kepada manusia dan sebagainya.

Pemberian pemahaman harus diiringi dengan pembiasaan praktek-praktek ibadah (mulai dari yang

fardhu sampai dengan ibadah-ibadah sunnah yang utama), membiasakan untuk introspeksi diri

(muhasabah), pengenalan kekuasaan Allah Swt pada alam semesta secara langsung dan lainnya

yang bersifat praktis. Juga jangan dilupakan tentang penanaman akhlak karimah dengan segala

keutamaannya.

Jika ingin mencapai kelebihan dan keberhasilan, pembinaan ruhiyah tidak boleh diabaikan oleh

gerakan dakwah. Sekalipun pembinaan ruhiyah bukanlah satu-satunya pembinaan yang harus

dilakukan, namun pengabaian terhadap pembinaan ruhiyah akan berakibat kepada tidak utuhnya

sebuah gerakan dakwah. Agar diperoleh pribadi-pribadi muslim paripurna sebagaimana yang

dikehendaki oleh Allah Swt dan Rasul-Nya, maka pembinaan ruhiyah harus dilakukan dengan

sebaik-baiknya dan secara berkesinambungan.

Namun perlu diingat bahwa untuk mencapai aspek ruhiyah yang kuat pada seseorang bukanlah

pekerjaan yang mudah dan waktu yang singkat. Gerakan dakwah harus bersungguh-sungguh,

penuh kesabaran yang berkelanjutan dalam melakukan pembinaan ruhiyah terhadap kader-

kadernya. Jerih payah ini suatu saat nanti akan menampakkan hasil.

Ruhiyah qabla dakwah

Ruhiyah adalah bekal yang terbaik bagi setiap muslim, terutama bagi seorang da’i. Ruhiyah inilah

yang akan memotivasi, menggerakkan dan kemudian menilai setiap perbuatan yang dilakukannya.

Keberadaan ruhiyah yang baik dan stabil menentukan kualitas kejayaan hidup seseorang, begitu

juga dengan dakwah. Sangat tepat ungkapan yang menyatakan, “Ar-Ruhiyah qablad dakwah kama

Annal Ilma qablal qauli wal amal”. Ungkapan ini merupakan “iqtibas” dari salah satu judul bab dalam

kitab shahih Al-Bukhari, “Berilmu sebelum berbicara dan beramal, demikian juga memiliki ruhiyah

yang baik sebelum berdakwah dan berjuang”.

Page 27: TARBIYAH RUHYAH

Dalam kontek dakwah, menjaga dan mempertahankan ruhiyah harus sentiasa dilakukan sebelum

beranjak ke medan dakwah, sehingga sangat ironis jika seseorang berdakwah tanpa

mempersiapkan bekal ruhiyah yang maksimum, boleh jadi dakwahnya akan ”hambar” seperti juga

ruhiyahnya yang sedang ”kering”.

Allah Swt berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, ruku’lah kalian bersama-sama, sujudlah dan

sembahlah Tuhanmu, kemudian lakukanlah amal kebaikan, dan berjihadlah di jalan Allah dengan

sebenar-benar jihad”. (Al-Hajj: 77-78)

Menurut susunannya, ayat di atas memuat perintah Allah kepada orang-orang yang beriman

berdasarkan skala kepentingan; diawali dengan perintah menjaga dan memperbaiki kualitas ruhiyah

yang tercermin dalam tiga perintah Allah: ruku’, sujud dan ibadah, kemudian diiringi dengan

menerapkan dari ruhiyah tersebut dalam bentuk amal dan jihad yang benar. Yang diharapkan dari

menjalankan perintah ayat ini sesuai dengan urutannya adalah agar kita meraih kemenangan dan

keberuntungan dalam seluruh aspek kehidupan, lebih-lebih lagi urusan yang kental dengan ruhiyah

yaitu dakwah. Tentunya susunan ayat Al-Qur’an yang demikian bijak dan tepat bukan semata-mata

hanya memenuhi aspek keindahan bahasa atau ketepatan makna, namun lebih dari itu, terdapat

hikmah yang layak untuk digali karena susunan ayat atau surah dalam Al-Qur’an memang bersifat

“tauqifiy” (berdasarkan wahyu, bukan ijtihad).

Tentang pentingnya ruhiyah dalam dakwah dapat difahami juga dari sejarah turunnya surah Al-

Muzzammil. Surah ini secara hukum dapat dibagikan menjadi dua kelompok:

1.kelompok yang pertama dari awal surah hingga ayat 19 yang berisi arahan kewajiban shalat

malam, tilawah, zikir, tabattul, sabar dan tawakkal.

2.kelompok kedua yang berisi rukhshah dalam hukum qiyamullail menjadi sunnah mu’akkadah yaitu

pada ayat yang terakhir, ayat 20.

Bisa dibayangkan satu tahun lamanya generasi terbaik dari umat ini melaksanakan kewajiban

qiyamullail layaknya shalat lima waktu semata-mata untuk mengisi dan memperkuat ruhiyah mereka

sebelum segala sesuatunya. Baru di tahun berikutnya turun rukhshah dalam menjalankan shalat

malam yang merupakan inti dari aktifitas memperkuat ruhiyah. Hal ini dilakukan, karena mereka

Page 28: TARBIYAH RUHYAH

memang dipersiapkan untuk mengemban amanah dakwah yang cukup berat dan

berkesinambungan.

Pada tataran aplikasinya, kestabilan ruhiyah harus diuji dengan dua ujian sekaligus yaitu ujian

nikmat dan ujian cobaan atau musibah. Karena boleh jadi seseorang mampu mempertahankan

ruhiyahnya dalam keadaan susah dan banyak mengalami ujian dan cobaan, namun saat dalam

keadaan lapang dan senang, mudah saja ia lengah dan lupa dengan tugas utamanya. Inilah yang

dikhawatirkan oleh Rasulullah Saw dalam sabdanya, “Bukanlah kefaqiran yang sangat aku

khwatirkan terjadi pada kalian, tetapi aku sangat khwatir jika (kemewahan, kesenangan) dunia

dibentangkan luas atas kalian, kemudian karenanya kalian berlomba-lomba untuk meraihnya seperti

yang pernah terjadi pada orang-orang sebelum kalian. Maka akhirnya kalian binasa sebagaimana

mereka juga binasa karenanya”. (H.R Bukhari dan Muslim). Maka seorang mukmin yang kualitas

ruhiyahnya baik adalah yang mampu mempertahankannya dalam dua keadaan sekaligus.

Demikianlah yang pernah Rasulullah Saw isyaratkan dalam sabdanya, “Sungguh mempesona

keadaan orang beriman itu, jika ia mendapat anugerah nikmat ia bersyukur dan itu baik baginya.

Namun jika ia ditimpa musibah ia bersabar dan itu juga baik baginya. Sikap sedemikian ini tidak

akan muncul kecuali dari seorang mukmin”. (H.R Bukhari)

Dalam konteks ini, contoh yang sempurna adalah Muhammad saw. Beliau mampu memelihara

kestabilan ruhiyahnya dalam keadaan apapun, dalam keadaan suka dan duka, senang dan sukar,

ringan dan berat. Justru, semakin besar nikmat yang diterima seseorang, semestinya semakin

bertambah rasa syukurnya. Semakin besar rasa syukurnya, maka akan semakin tinggi kekuatan

dakwahnya. Begitu seterusnya sehingga wajar jika Rasulullah tampil sebagai abdan syakuran.

Karena memang demikian jaminan Allah Swt, “Barang siapa yang bersyukur, maka pada hakikatnya

ia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya” (Luqman: 12). Orang yang bersyukur akan memperoleh hasil

syukurnya yaitu kenikmatan ruhiyah yang ditandai dengan hidup menjadi lebih bahagia, tenteram

dan sejahtera. Karena bersyukur hakikatnya adalah untuk dirinya sendiri.

Dan ternyata kejayaan dakwah Rasulullah Saw yang diteruskan oleh para sahabatnya sangat

ditentukan –selain dari pertolongan Allah- dengan kekuatan ruhiyahnya. Selain dari qiyamullail yang

menjadi amalan rutin sepanjang masa, cahaya Al-Qur’an juga sentiasa menyinari hatinya. Allah swt

menegaskan dalam firman-Nya, “Dan sesungguhnya Al-Qur’an ini benar-benar diturunkan oleh

Tuhan semesta alam. Ia dibawa turun oleh Ar-ruhul Amin (Jibril), ke dalam hatimu (Muhammad)

agar kamu menjadi salah seorang di antara orang-orang yang memberi peringatan”. (Asy-Syu’ara’:

192-194). Demikian persiapan Muhammad sebelum menjadi rasul yang akan memberi peringatan

yang merupakan tugas yang berat dan mengandung risiko adalah dengan dibekali Al-Qur’an yang

akan sentiasa mengarahkan hatinya.

Page 29: TARBIYAH RUHYAH

Dalam hal ini, Yusuf Al-Qardawi pernah menyatakan dengan tegas rahasia kekuatan Al-Qur’an, “Al-

Qur’an adalah kekuatan Rabbani yang akan menghidupkan hati dan fikiran”. Al-Qur’an akan

sentiasa memancarkan kekuatan Allah yang akan kembali menghidupkan hati dan fikiran yang

sedang dirundung duka dan kemaksiatan. Kekuatan nabi Muhammad sendiri ada pada kekuatan

hatinya yang senantiasa dibantu dengan cahaya Al-Qur’an. Dan demikian seharusnya, kekuatan

dakwah seseorang ditentukan oleh kekuatan ruhiyahnya, bukan dengan lainnya.

Pada masa yang sama, agar ruhiyah tetap stabil terpelihara, maka harus dijaga dengan banyak

beramal, meskipun hanya sedikit. Karena amal yang terbaik menurut Rasulullah Saw adalah amal

yang berkesinambungan, “Sebaik-baik amal adalah yang berkesinambungan meskipun sedikit demi

sedikit”. (H.R Tirmidzi). Dalam konteks ini, inkonsistensi ruhiyah pernah ditegur oleh Rasulullah Saw,

“Janganlah kamu seperti si fulan; dahulu ia rajin qiyamul lail, kemudian ia tinggalkan”.

Penguatan aspek ruhiyah sebelum yang lainnya pada hakikatnya merupakan bentuk kewaspadaan

seorang mukmin di hadapan musuh besarnya yaitu syaitan yang seringkali bekerja sama dengan

manusia untuk melancarkan serangannya dan merealisasikan misinya. Tepat ungkapan Muhammad

Mutawalli Asy-Sya’rawi: “Syaitan akan sentiasa mengintai dan mencari titik lemah manusia”. Dengan

licik dan komit, syaitan sentiasa mengincar kelemahan manusia tanpa henti, karena ia tahu bahwa

setiap manusia memiliki kelemahan dan oleh karenanya manusia diperintahkan untuk berlindung

hanya kepada Allah dengan memperkuat aspek ruhiyahnya.

Jadi aspek ruhiyah selalu menjadi potensi andalan para pemimpin dakwah yang telah menoreh tinta

emas dalam sejarah dakwah ini. Mereka adalah orang-orang yang terbaik dalam kualitas ruhiyah

dan amalnya. “Ruhbanun bil Lail wa Fursanun bin Nahar”. Bisa jadi kelemahan dan kelesuan

dakwah memang berpangkal dari kelemahan dan kelesuan ruhiyah. Saatnya para da’i menyadari

kepentingan ruhiyah sebelum amal dakwah dengan memberi perhatian yang besar tentang aspek ini

dalam pembinaan. Demikianlah memang dakwah mengajar kita melalui generasi terbaiknya.

Kiat membina ruhiyah

Ada beberapa kiat dalam rangka melatih kekuatan ruhiyah dalam diri kita.

Page 30: TARBIYAH RUHYAH

Pertama, tajarrud ‘anid dunya. Mulai saat ini, pandangan hidup kita terhadap materi keduniaan

harus diubah secara total. Bahwa materi keduniaan (harta benda dan kedudukan/jabatan) hanyalah

alat untuk mencapai tujuan, bukan tujuan akhir. Sehingga kita tidak menghalalkan segala cara untuk

memenuhi setiap keinginan.

Kedua, senantiasa menjaga diri agar tetap berada di jalan kebenaran yang telah ditetapkan Allah

dan Rasul-Nya serta waspada terhadap godaan-godaan menggiurkan yang dapat memalingkan dari

jalan-Nya.

Ketiga, memerangi syetan dengan segala tipu dayanya. Imam Al-Ghazali menempatkan syetan

sebagai musuh utama manusia dalam beribadah mendekatkan diri kepada Allah Swt. Syetan akan

selalu menggoda manusia dengan berbagai tipu dayanya. Oleh karena itu, Allah memerintahkan

kepada hamba-Nya agar senantiasa berlindung dari godaan syetan yang terkutuk.

Keempat, membiasakan diri bangun di tengah malam mengerjakan shalat malam dan berpuasa

pada siang harinya.

Kelima, meningkatkan muhasabah, muraqabah, mu’aqabah dan mujahadah dalam rangka

meningkatkan ketaqwaan.

Keenam, sering bergaul dengan masyarakat –terutama masyarakat bawah– sehingga dengan

sendirinya dapat merasakan penderitaan mereka. Dan berusaha dengan sekuat tenaga turut

meringankan beban yang mereka alami. Wallahu a’lam bi ash-shawab.